bab vii penelitian sosial - sertifikasi guru rayon...

47
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB VII PENELITIAN SOSIAL ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017

Upload: dinhmien

Post on 02-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

SOSIOLOGI

BAB VII

PENELITIAN SOSIAL

ALI IMRON, S.Sos., M.A.

Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2017

1

BAB VII

PENELITIAN SOSIAL

A. Kompetensi Inti

Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu

B. Kompetensi Dasar

Menerapkan metode-metode penelitian sosial untuk memahami berbagai gejala

sosial

C. Uraian Materi Pembelajaran

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian merupakan cara atau teknik yang digunakan dalam proses

kegiatan penelitian. Pada hakikatnya setiap kegiatan penelitian bertujuan untuk

menemukan solusi terhadap sebuah permasalahan sosial. Oleh karena itu, metode

penelitian merupakan strategi untuk memecahkan sebuah permasalahan sosial. Pada

dasarnya metode penelitian mengikuti prosedur tertentu dan dirumuskan dengan baik.

Menurut tujuannya, metode penelitian dapat berupa metode penelitian murni, metode

penelitian terapan atau penelitian pengembangan. Penelitian murni atau dasar terutama

dilakukan untuk pengujian atau untuk sampai pada suatu teori. Tujuan utamanya adalah

untuk menetapkan prinsip-prinsip umum dan bukan untuk menerapkan hasil-hasil

temuannya.

Fox (1969) menyatakan bahwa penelitian murni adalah untuk mencari pengetahuan

demi untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri. Sedangkan penelitian terapan diartikan

sebagai penerapan teori dalam pemecahan masalah. Penelitian ini dilaksanakan untuk

tujuan penerapan atau untuk pengujian teori dan menilai kegunaan teori itu.

Pengklasifikasian metode penelitian tersebut merupakan rangkaian kesatuan dan bukan

dikotomik. Hal ini disebabkan karena penelitian yang menggunakan metode penelitian

dasar juga menerapkan unsur-unsur yang terdapat pada metode penelitian terapan.

Pemaparan berikut beberapa karakteristik penelitian sosial, baik penelitian yang bersifat

eksploratif, deskriptif dan eksplanatif.

2

a. Penelitian eksploratif

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang paling sederhana. Penelitian jenis ini

sering pula disebut penelitian penjajagan atau penelitian formulatif atau penelitian dasar.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengenal dan memperoleh sebuah gambaran

tentang suatu fenomena sosial. Penelitian eksploratif dapat dilakukan dengan cara:

1) Studi pustaka

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari dan mengkaji bahan tertulis, baik dari

jurnal atau majalah ilmiah.

2) Studi/survei pengalaman

Penelitian ini dimaksudkna untuk mendapatkan informasi dari informan terhadap

suatu permasalahan tertentu. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk menggali

informasi belum tersusun secara sistematik dan subjek yang dipilih belum

representatif karena belum menggunakan teknik sampling.

3) Studi tentang kasus tertentu

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakana atau memilih kasus tertentu untuk

dikaji secara lebih mendalam. Penelitian jenis ini juga belum menggunakan teknik

sampling tertentu sehingga subjek yang terpilih juga belum representatif.

b. Penelitian deskriptif

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara komprehensif tentang

suatu fenomena sosial. Penelitian yang bersifat deskriptif ini menuntut memperkecil bias

antara peneliti dengan subjek yang diteliti dan tingkat keyakinan harus maksimal. Travers

(1978: 15) mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian

dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Senada dengan Travers,

Gay (1976: 10) juga memberikan batasan terhadap penelitian jenis ini. Menurutnya,

penelitian deskriptif dianggap sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam

rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada

waktu yang sedang berjalan dari suatu penelitian.

3

Whitney (1960: 23) mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai proses pencarian

fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah

dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi

tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,

pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-

pengaruh dari suatu fenomena. Penelitian ini tidak hanya sekedar memberikan gambaran

terhadap suatu fenomena sosial, namun juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis,

membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang

dipecahkan. Setiap penelitian pasti memerlukan data atau informasi dalam rangka untuk

memecahkan sebuah masalah. Data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian

yang bersifat deskriptif ini dapat diperoleh beberapa cara, antara lain:

1) Interview

Langkah ini merupakan hal yang paling umum dilakukan. Informasi atau data yang

terkumpul merupakan pendapat dari informan terhadap permasalahan yang sedang

diteliti. Langkah ini membutuhkan alat atau instrumen agar data atau informasi dapat

terjaring.

2) Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara terjun dan melihat langsung ke

lapangan terhadap objek yang diteliti.

Adapun jenis-jenis penelitian deskriptif, antara lain:

a) Survei

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data yang relatif

terbatas dari sejumlah permasalahan yang relatif besar jumlahnya. Metode ini lebih

menekankan pada penemuan data tentang variabel tertentu yang telah ditetapkan

sebelumnya. Metode ini digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa meneliti

lebih mendalam tentang mengapa gejala-gejala itu muncul, sehingga kita tidak perlu

memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel. Tujuan pokoknya adalah

menggunakan data yang telah diperoleh untuk memecahkan masalah daripada untuk

menguji hipotesis.

4

Survei mempunyai dua lingkup, yaitu sensus dan survei sampel. Sensus adalah

survei yang meliputi seluruh populasi yang diinginkan, sedangkan survei sampel dilakukan

hanya sebatas pada sebagian kecil dari populasi (sampel yang terpilih melalui teknik

sampling tertentu). Peneliti dapat menggunakan metode survei untuk mentabulasi objek

nyata atau untuk mengukur hal-hal yang tidak nyata, seperti opini atau pendapat. Sebagai

contoh, survei tentang opini masyarakat Surabaya tentang kinerja Walikota Surabaya.

Penelitian dengan metode survei bermanfaat untuk membandingkan kondisi-kondisi yang

ada dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya atau untuk mengevaluasi

efektifnya program.

2) Studi kasus

Penelitian dengan metode studi kasus (case study) adalah penelitian tentang status

subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan

personalitas (Maxfield, 1930). Sevilla, dkk.(1993) mendefinisikan penelitian studi kasus

sebagai sebuah penelitian yang terinci tentang seseorang atau sesuatu unit selama kurun

waktu tertentu. Subjek penelitian yang dimaksud tersebut dapat berupa individu,

kelompok, lembaga atau masyarakat. Penelitian dengan metode ini akan mempelajari

secara intensif tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari

kasus ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat yang khas tersebut

diubah menjadi sesuatu hal yang bersifat umum.

Penelitian model ini menuntut ketelibatan peneliti terhadap seluruh tingkah laku

individu. Hasil dari peneltian studi kasus merupakan suatu generalisasi dari pola-pola

kasus yang tipikal dari individu, kelompok atau lembaga. Studi kasus lebih menekankan

pada pengkajian variabel yang cukup banyak pada jumlah unit/sampel yang kecil. Hal ini

berbeda pada penelitian survei yang cenderung mengevaluasi variabel yang lebih sedikit

tetapi memerlukan sampel yang cukup banyak.

Keuntungan menggunakan metode ini antara lain, data yang diperoleh akan lebih

mendalam, yakni dengan mengagali segala informasi tentang pengalaman masa lampau,

latar belakang lingkungannya, kondisi empris saat ini dan alasan-alasan subjektif dari

subjek. Kelemahan penelitian jenis ini adalah adanya kondisi yang biasa antara subjek

5

dengan peneliti karena unsur-unsur subjektivitas yang sangat kental. Sebagai contoh

penelitian studi kasus adalah perilaku menyimpang pada anak. Adapun langkah-langkah

yang dapat ditempuh untuk menjalankan metode studi kasus, antara lain:

1. Rumuskan masalah dan tujuan penelitian.

2. Tentukan unit-unit studi, sifat-sifat mana yang akan diteliti dan bagaimana

hubungannya serta proses-prosesnya.

3. Tentukan rancangan penelitiannya, instrumennya dan teknik pengumpulan datanya.

4. Kumpulkan data.

5. Organisasikan data yang telah terkumpul dan lakukanlah analisis.

6. Susunlah dalam laporan ilmiah.

c. Penelitian eksplanatif

Penelitian jenis ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang menyatakan hubungan

sebab akibat antara dua variabel atau lebih. Penelitian yang juga disebut penelitian

penjelasan ini, hubungan sebab akibat yang terjadi antar variabel harus tampak nyata.

Irawan (2000: 37) mengungkapkan bahwa harus ada tiga syarat utama yang harus

dipenuhi untuk menyatakan adanya hubungan sebab akibat antar variabel, antara lain:

1. Terdapat hubungan antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel

terikat (dependent variable).

2. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat bersifat tidak simetris, artinya

arah pengaruhnya berasal dari salah satu pihak.

3. Tidak ada penjelasan/alternatif/faktor lain untuk hubungan yang diperoleh.

Penelitian eksplanatori dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai rancangan,

antara lain:

1. Rancangan praeksperimen

Rancangan eksperimen dianggap tidak memiliki kontrol. Dalam penelitian ini

subjek penelitian diberi perlakuan yang merupakan variabel bebas atau bahkan tidak

diduga terjadi suatu perlakuan. Pengukuran diperoleh setelah subjek diberi perlakuan.

6

Namun hasil pengukuran tersebut hanya menggambarkan kondisi sesaat, yaitu ketika

melakukan pengukuran.

2. Rancangan eksperimen

Langkah ini subjek penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok kontrol

dan kelompok yang mendapat perlakuan. Kelompok kontrol memberikan data awal,

sedangkan kelompok yang mendapat perlakuan menghasilkan data tentang akibat

dari perlakuan yang diberikan. Dengan demikian maka rancangan eksperimen dapat

mengontrol variabel-variabel yang ada di luar. Hal ini dapat dilakukan apabila:

a. Subjek penelitian dipilih secara acak dan representatif dalam kelompoknya.

b. Peneliti dapat menentukan perlakuan terhadap variabel bebas.

c. Peneliti dapat menentukan pengamatan yang akan dilakukan.

3. Rancangan eksperimen kuasi

Rancangan model ini dapat dilakukan dengan melakukan perubahan variabel

sampai pada tingkat tertentu. Namun peneliti tidak dapat melakukan kontrol penuh

tetapi hanya dapat melakukan beberapa hal berikut:

a. Apabila pengamatan yang dilakukan atas variabel terikat akan dilakukan.

b. Apabila perlakuan terhadap variabel bebas akan diberikan.

Menentukan kelompok mana yang akan mendapat perlakuan.

2. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualititatif

Seperti yang dijelaskan sebelumnya tentang jenis-jenis penelitian sosial dan

perbedaan secara dikotomik paradigma penelitian sosial yang menjadi dasar pemahaman

tentang dua metode terbesar dalam penelitian sosial, yaitu metode kualitatif dan

kuantitatif.

a. Metode kualitatif

Mencoba mencari dan menggali fenomena sosial yang kemudian menghasilkan data

yang berupa kata-kata atau kalimat-kalimat. Metode ini berusaha memahami apa yang

dikatakan atau dilakukan individu atau kelompok serta makna subjektif dari tindakan yang

7

dilakukannya tersebut. Peneliti kualitatif harus terjun sepenuhnya serta beradaptasi

dengan subjek penelitian agar pemahaman terhadap perilaku subjek dapat diperoleh

secara komprehensif. Dikatakan subjek karena individu yang sedang diteliti adalah orang

yang pandai atau ahli terhadap permasalahan yang sedag diteliti. Subjek dalam penelitian

kualitatif diposisikan sebagai aktor yang hebat, kreatif dan inovatif.

b. Metode kuantitatif

Metode penelitian yang menggali fenomena sosial yang kemudian menghasilkan

data yang berupa angka. Metode ini dianggap lebih kredibel dan valid karena

menggunakan instrumen baku berupa kuesioner yang sudah terukur. Apabila informasi

atau data yang diperoleh ternyata dangkal, maka peneliti dapat melakukan kreativitas

berupa wawancara di luar kuesioner yang telah dirancang sebelumnya. Individu dianggap

sebagai objek yang memberikan respon terhadap perlakuan yang diberikan peneliti

(responden). Berikut akan disajikan tabel perbedaan dikotomik antara metode penelitian

kualitatif dan kuantitatif.

Tabel 7.1 Perbedaan Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif No. Aspek Metode Kualitatif

Metode Kuantitatif

1. Paradigma Definisi sosial Fakta sosial atau perilaku sosial

2. Sifat Emik (berangkat dari data, dasar logika induktif)

Etik (berangkat dari teori, dasar logika deduktif)

3. Tujuan Membangun teori-teori yang baru

Menguji teori yang sudah ada

4. Kedudukan Teori Sebagai perbandingan dan acuan untuk memahami dan memperdalam masalah yang sedang diteliti

Sebagai rujukan atau referensi dalam penyusunan hipotesis

5. Proposal Penelitian Bisa berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi di lapangan

Tetap

6. Instrumen Peneliti itu sendiri (diwujudkan melalui guiding question)

Kuesioner

7. Teknik Pengumpulan Data

- Participant observert - Observasi - In-depth interview

- Kuesioner - Wawancara

8

8. Teknik Analisis Data Tidak menggunakan uji statistic

Menggunakan uji statistik

9. Penekanan Proses Hasil Sumber: Bungin, 2001: 15-17

Tabel tersebut memberikan gambaran secara komprehensif tentang perbedaan

secara metodolgik antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Sebelum membuat karya

proposal penelitian, maka terlebih dahulu harus dirumuskan masalah penelitiannya.

3. Rumusan masalah dalam penelitian sosiologi

Penelitian adalah suatu kegiatan yang dinamis yang ditandai dengan adanya

permasalahan. Seorang peneliti tidak selalu dapat merumuskan masalah penelitian

dengan baik, sederhana, jelas dan lengkap. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, peneliti

banyak yang mengalami kebingungan untuk menentukan masalah penelitian, bahkan

gagasan yang dimiliki peneliti masih bersifat umum bahkan membingungkan.

Permasalahan muncul karena adanya kesenjangan (disparitas) antara das sein

(kenyataan) dan das solen (harapan). Masalah juga muncul dari sebuah keadaan yang

merupakan hubungan antara dua faktor atau lebih sehingga menghasilkan situasi yang

membingungkan. Apabila dua faktor tersebut dihubungkan, maka mengakibatkan

kesukaran atau kebingungan yang pemecahannya menuntut segera dilakukan dengan

cara melakukan penelitian secara empiris di lapangan.

Masalah yang dikategorikan sebagai masalah sosial adalah masalah yang research

question atau research problem (theoretical problem), yaitu masalah yang dapat

dipecahkan atau dikaitkan melalui landasan teori atau kajian pustaka. Hal ini mengandung

pengertian bahwa masalah sosial adalah masalah yang berimplikasi teori dan harus

dipecahkan melalui penelitian secara empiris. Peneliti harus memperhatikan beberapa

aspek tentang ciri khas masalah yang baik. Ciri-ciri masalah yang baik, antara lain:

a. Mempunyai nilai ilmiah penelitian

Masalah harus mempunyai nilai penelitian, artinya bahwa penelitian harus

mempunyai kegunaan tertentu. Oleh karena itu, masalah penelitian harus menyatakan

suatu hubungan dan dapat diuji (untuk penelitian yang menggunakan metode

kuantitatif), masalah harus merupakan hal yang penting, dinyatakan dalam bentuk

9

kalimat tanya, (original) dari gagasan peneliti, tidak melakukan duplikasi dan baru (up

date) dan belum pernah diteliti orang lain. Apabila permasalahan penelitian sudah pernah

diteliti orang lain, maka dapat diatasi dengan beberapa cara, antara lain dengan

menggunakan paradigma yang berbeda, mencari fokus penelitian yang lain atau

menentukan lokasi yang berbeda. Masalah penelitian harus menarik karena akan

merangsang minat peneliti untuk meneliti. Ketertarikan terhadap masalah juga

bergantung pada minat, kepekaan dan pemahaman peneliti.

b. Fisibel

Masalah yang dipilih harus mempunyai unsur fisibilitas, artinya bahwa masalah

tersebut harus dapat dipecahkan. Hal ini berarti data serta metode untuk memecahkan

masalah harus tersedia, dibutuhkan biaya untuk memecahkan masalah yang secara relatif

harus dalam batas-batas kemampuan, faktor tenaga dan waktu untuk memecahkan

masalah harus wajar serta biaya dan hasil harus seimbang.

c. Sesuai dengan kualifikasi peneliti

Masalah penelitian harus sesuai dengan kualifikasi peneliti, artinya bahwa masalah

penelitian haruslah menarik dan sesuai dengan kualifikasi peneliti.

Kemampuan peneliti untuk menggali dan mengidentifikasi masalah serta

mengetahui sumber-sumber dimana masalah penelitian tersebut diperoleh dengan

mudah masih menjadi kendala seorang peneliti, terutama peneliti pemula. Sumber atau

cara menentukan secara tepat bahwa suatu permasalahan merupakan masalah

penelitian, antara lain melalui observasi (dibutuhkan kepekaan yang tinggi), studi literatur

dan diskusi ilmiah.

4. Merumuskan Masalah Penelitian Sosial Kuantitatif

Adapun jenis-jenis rumusan masalah penelitian sosial kuantitatif:

a. Rumusan Masalah Deskriptif (Penelitian Deskriptif)

1) Berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri (satu

variable atau lebih)

10

2) Peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel lain dan tidak

mencari hubungan variabel tertentu dengan variabel yang lain

Contoh:

1). Seberapa baik kinerja Walikota Surabaya periode 2002-2005?

2). Seberapa tinggi efektivitas kebijakan sunset policy yang diterapkan Dinas Pajak?

b. Rumusan Masalah Komparatif

Membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang

berbeda atau waktu yang berbeda.

Contoh:

1. Adakah perbedaan antara produktivitas kerja antara PNS, BUMN dan Swasta? (1

variabel pada 3 sampel)

2. Adakah perbedaan kemampuan dan disiplin kerja antara pegawai Swasta Nasional

dan Perusahaan Asing? (2 variabel pada 2 sampel)

c. Rumusan Masalah Assosiatif (Hubungan Simetris)

1) Hubungan antara dua variabel atau lebih yang munculnya bersamaan

2) Variabel yang satu tidak disebabkan atau dipengaruhi variabel lain

Contoh:

1. Adakah hubungan antara banyaknya kupu-kupu dengan tamu yang datang?

2. Adakah hubungan antara tinggi badan dengan prestasi kerja di bidang

pemasaran?

d. Rumusan Masalah Assosiatif (Hubungan Kausal)

Hubungan yang bersifat sebab akibat (variabel independen & dependen)

Contoh:

1. Adakah pengaruh antara sistem penggajian terhadap prestasi kerja?

2. Adakah pengaruh antara kualitas kepemimpinan nasional terhadap perilaku

masyarakat?

11

e. Rumusan Masalah Assosiatif (Hubungan Interaktif/Timbal Balik)

Hubungan yang saling mempengaruhi, namun tidak diketahui mana variabel

independen dan dependen

Contoh:

1. Adakah hubungan antara status sosial ekonomi dengan perilaku judi togel?

2. Adakah hubungan antara motivasi dan prestasi kerja?

5. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sosiologi

Latar belakang masalah disusun dengan tujuan untuk meyakinkan pembaca bahwa

penelitian yang kita lakukan penting dan menarik. Adapun langkah-langkah untuk

menyusun latar belakang masalah:

a. Adanya rasionalisasi empirik terhadap masalah yang diteliti (fenomena empirik sesuai

dengan permasalahan yang sedang diteliti).

b. Adanya rasionalisasi teoritik (mengapa masalah tersebut menarik untuk diteliti).

c. Data-data statistik

d. Riview terhadap karya-karya penelitian sebelumnya sehingga dapat menunjukkan

posisi peneliti (state of the art).

Faktor keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori dan agar penelitian dapat

dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua masalah yang telah diidentifikasi

akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti memberi batasan, dimana akan dilakukan

penelitian, variabel apa saja yang akan diteliti dan bagaimana hubungan variabel satu

dengan variabel yang lain. Berdasarkan batasan masalah ini, maka selanjutnya dapat

dirumuskan masalah penelitian. Tujuan dan manfaat penelitian juga harus dicantumkan

dalam setiap penulisan usulan penelitian maupun laporan penelitian. Tujuan penelitian

merupakan jawaban dari rumusan masalah atau fokus penelitian, misalnya:

1. Mengetahui hubungan antara status sosial ekonomi dengan perilaku judi togel

2. Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat adopsi inovasi

12

Sedangkan manfaat penelitian berisi tentang kontribusi penelitian tersebut

terhadap pengembangn ilmu, misalnya:

1. Memperkaya kajian tentang kemiskinan di perkotaan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi pemerintah, baik di pusat

maupun di daerah dalam perumusan, pembuatan dan pengambilan keputusan

tentang penanganan masyarakat miskin di perkotaan.

6. Kedudukan Teori dalam Penelitian Sosial

Menurut Kerlinger (1979: 35), teori merupapakn seperangkat konstruk (variabel-

variabel), definisi-definisi, dan proposisi-proposisi yang saling berhubungan yang

mencerminkan pandangan sistematik atau suatu fenomena dengan cara memerinci

hubungan antarvariabel yang ditujukan untuk menjelaskan fenomena alamiah.

Sementara itu, menurut Singarimbun dan Effendi (1981: 25), teori adalah rangkaian yang

logis dari satu proposisi atau lebih. Sementara itu, proposisi adalah pernyataan

(statement) tentang sifat dari realitas yang dapat diuji kebenarannya. Teori merupakan

informasi ilmiah yang diperoleh dengan meningkatkan abstraksi pengertian-pengertian

maupun hubungan-hubungan pada proposisi. Sementara itu, William Wiersma (dalam

Sugiyono, 2010: 41) menjelaskan bahwa teori adalah generalisasi atau kumpulan

generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara

sistematik. Sugiyono (2010: 42) menyimpulkan bahwa teori adalah suatu konseptualisasi

yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui jalan yang

sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya.

Menurut Hoy dan Miskel (dalam Sugiyono, 2010: 43), teori mempunyai fungsi

untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi perilaku yang memiliki

keteraturan, juga sebagai stimulan dan panduang untuk mengembangkan pengetahuan.

Cooper dan Schindler (dalam Sugiyono, 2010: 44) mengidentifikasi beberapa fungsi teori

dalam penelitian:

a. Theory narrows the range of fact we need to study

b. Theory suggest which research approaches are likely to yield the greatest meaning

c. Theory suggest a system for the research to impose on data in order to classify them in

the most meaningfull way

13

d. Theory summarizes what is known about object of study and states the uniformities

that lie beyond immediate observation

e. Theory can be used to predict further fact that should be found

7. Hipotesis Penelitian Sosial

a. Definisi hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang

kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis juga diartikan sebagai pernyataan

yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat

fenomena tersebut diketahui dan merupakan dasar kerja serta penduan dalam verifikasi.

Berikut beberapa definisi tentang hipotesis dari beberapa tokoh. Trelease (1960),

mendefinisikan hipotesis sebagai keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat

diamati. Sedangkan Good dan Scates (1954: 43), mendefinisikan hipotesis sebagai

taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat

menerangkan fakta-fakta maupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai

petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya.

Hipotesis selalu mengambil bentuk kalimat pernyataan dan menghubungkan

variabel yang satu dengan variabel yang lain. Ada dua kriteria tentang hipotesis dan

pernyataan hipotesis yang baik. Pertama, hipotesis haruslah merupakan pernyataan

hubungan antar variabel. Variabel yang ada harus dapat diukur atau berkemungkinan

untuk dapat diukur. Kedua, hipotesis mengandung implikasi-implikasi yang jelas untuk

pengujian hubungan-hubungan yang dinyatakan tersebut.

Hipotesis merupakan alasan penting dan mutlak dalam penelitian ilmiah.

Pernyataan ini didasarkan pada alasan yang kuat. Pertama, hipotesis dianggap sebagai

piranti kerja teori. Hipotesis dapat dijabarkan dari teori dan hipotesis lain. Kedua,

hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar dan salahnya. Ketiga, hipotesis

adalah alat yang mempunyai kekuatan yang besar untuk memajukan pengetahuan karena

membuat ilmuwan dapat “keluar” dari dirinya sendiri. Meskipun disusun manusia,

hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau salahnya dengan cara yang

14

terbebas dari nilai dan pendapat manusia. Peranan hipotesis dalam suatu penelitian

dapat diperinci sebagai berikut:

a. Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.

b. Menyiagakan peneliti kepada kondisi fenomena dan hubungan antar fenomena yang

terkadang hilang begitu saja dari perhatian peneliti.

c. Sebagai alat yang sederhana dalam menfokuskan fenomena yang bercerai-berai tanpa

koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.

d. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuai dengan fenomena dan antar

fenomena.

Tinggi rendahnya kegunaan hipotesis sangat bergantung dari beberapa aspek, antara lain:

1. Observasi yang tajam dari peneliti.

2. Pemikiran kreatif peneliti.

3. Kerangka analisis yang digunakan peneliti.

4. Metode serta desain penelitian yang dipilih peneliti.

Hipotesis dapat diperoleh dari tiga sumber yang mempunyai hubungan dengan jenis

atau sifat penelitian.

1) Observasi

Hipotesis dari observasi bersifat sementara dan merupakan hipotesis yang paling

lemah. Hipotesis ini biasa digunakan dalam penelitian jenis deskriptif yang bertujuan

memperoleh hipotesis-hipotesis yang lebih tegas.

2) Penelitian sebelumnya

Hipotesis dari penelitian sebelumnya mempunyai sifat lebih kuat dan bertujuan

menguji kebenaran hipotesis yang sudah diuji peneliti lain. Apabila terbukti benar,

maka hasilnya akan memperkuat kebenaran hipotesis itu dan dapat membantu

menuju ke rumusan suatu teori baru.

15

3) Teori-teori yang sudah ada

Hipotesis dari teori yang sudah ada merupakan hipotesis yang terkuat, artinya sudah

meninggalkan penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif dan menuju ke

penelitian yang bersifat menerangkan. Hipotesis ini berdasarkan teori yang sudah

ada, sudah terbatas pada variabel-variabel yang dapat digunakan dan terbatas pula

hubungan yang dapat diuji. Apabila hasil penelitian membenarkan hipotesis, maka

teori yang menjadi landasan pemikirannya diperkuat kebenarannya yang pada

akhirnya akan membantu menuju perkembangan “kaidah sosial”.

b. Bentuk-bentuk hipotesis

Seperti yang dijelaskan pada uraian diatas, bahwa hipotesis adalah sebuah

pernyataan sementara atau kebenaran sementara terhadap sebuah fenomena sosial yang

harus diuji secara empiris. Hipotesis yang biasa digunakan dalam penelitian, antara lain:

1) Hipotesis Nol (Ho)

Hipotesis ini mempunyai bentuk dasar yang menyatakan tidak ada hubungan antara

variabel X dan variabel Y yang akan diteliti atau variabel X (variabel independen) dan

variabel Y (variabel dependen).

Ex: “Tidak ada hubungan antara tingkat kenakalan remaja dengan kualitas pelayanan

kesehatan”.

Hipotesis nol dibuat dengan kemungkinan yang besar untuk ditolak. Hal ini berarti

apabila terbukti bahwa hipotesis nol tidak benar dalam artian ditolak, maka disimpulkan

bahwa ada hubungan antara variabel X dan variabel Y.

2) Hipotesis Alternatif (Ha)

Hipotesis alternatif dapat langsung dirumuskan apabila ternyata pada suatu

penelitian, hipotesis nol ditolak. Hipotesis ini menyatakan hubungan antara variabel X

(variabel independen) dan variabel Y (variabel dependen). Karena sifatnya yang

berlawanan dengan hipotesis nol, maka ada kecenderungan menerima kebenaran.

16

Ex: “Ada hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan dengan pola konsumsi”.

Penolakan atau penerimaan suatu hipotesis penelitian, sama sekali tidak ada

hubungannya dengan krdibilitas penelitiannya karena dalam suatu penelitian, sebuah

hipotesis dapat ditolak atau diterima tergantung hasil penelitian tersebut.

3) Hipotesis Kerja (Hk)

Hipotesis kerja adalah hipotesis spesifik yang dibangun berdasarkan permasalahan-

permasalahan khusus yang akan diuji. Hipotesis ini digunakan untuk mempertegas

hipotesis Ho atau Ha dalam pernyataan yang lebih spesifik pada indikator tertentu dari

variabel yang dihipotesiskan.

Ex: Apabila Ho berbunyi:

“Tidak ada hubungan antara mobilitas sosial dengan pandangan politik

masyarakat”.

Maka, hipotesis Hk dapat dibangun dengan pernyataan:

a. “Tidak ada hubungan antara perubahan status pekerjaan dengan pandangan politik

masyarakat”.

b. “Tidak ada hubungan antara gerak perpindahan fisik dengan pandangan politik

masyarakat”.

Hipotesis Ho dan Ha sama dengan hipotesis mayor, sedangkan hipotesis Hk sama

dengan hipotesis minor. Hipotesis mayor adalah hipotesis induk yang menjadi sumber

dari hipotesis-hipotesis yang lebih spesifik (hipotesis minor). Pada penelitian ilmu sosial,

perumusan hipotesis mayor adalah pekerjaan yang sulit dalam tahap perencanaan,

namun apabila hipotesis mayor dapat terjawab, maka penelitian dianggap berhasil.

c. Pengujian hipotesis

Pengujian hipotesis pada penelitian kualitatif lebih banyak menggunakan pengujian

logika subjektif karena kesukaran memperoleh alat ukur. Sebaliknya, pada penelitian

kuantitatif, pengujian hipotesis menggunakan alat ukur karena pada metode penelitian ini

17

cenderung menggunakan pengukuran statistik. Peneliti kualitatif akan menguji hipotesis

didasarkan pada kualitas data yang dikumpulkan dari lapangan. Karena pengujiannya

bersifat subjektif, maka peneliti sulit mendapatkan suatu kejelasan sampai sejauh mana

hipotesis tersebut diterima atau ditolak. Oleh karena itu, eksistensi hipotesis pada

penelitian kualitatif merupakan suatu hipotesis “relatif”, yaitu hipotesis yang hanya

bermanfaat dalam hal pengumpulan data saja, bukan sebagai hipotesis yang diuji dalam

penelitian. Pada penelitian kuantitatif, pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian

statistik sehingga relatif mendekati suatu kebenaran yang diharapkan peneliti. Dengan

demikian, peneliti akan lebih mudah menerima suatu pejelasan pengujian, sampai sejauh

mana hipotesis penelitian tersebut diterima atau tidak diterima.

8. Variabel Penelitian Sosial

a. Definisi Variabel

Variabel adalah konsep yang memiliki variasi nilai. Variabel berasal dari bahasa

Inggris, yakni variable yang berarti faktor yang tidak tetap atau berubah-ubah atau lebih

tepatnya bervariasi. Variabel berarti fenomena yang bervariasi, baik dari bentuk, kualitas,

kuantitas dan mutu standar. Karena fenomena atau realitas sosial merupakan variabel,

maka dalam penelitian sosial juga memperhitungkan kualitas variabelnya. Dari kualitas

variabel akan diketahui apakah fenomena tersebut tingkat variasinya tinggi ataukah

rendah. Variabel mempunyai hubungan yang erat dengan teori. Oleh karena itu, terlebih

dahulu akan dikemukakan secara singkat apa yang dimaksud dengan konsep, proposisi

dan teori.

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara

abstrak sebuah fenomena (kejadian, keadaan, kelompok atau individu) yang menjadi

pusat perhatian ilmu sosial. Dalam penelitian akan ditemui dua macam konsep. Pertama,

konsep yang jelas hubungannya dengan realitas yang diwakili, misalnya konsep “kursi”.

Kedua, konsep yang lebih abstrak hubungannya dengan realitas yang ada, misalnya

“mobilitas sosial”, “stratifikasi sosial”. Proposisi merupakan hubungan yang logis antara

dua konsep, misalnya “karakteristik individu migran menentukan integrasi sosial dalam

masyarakat baru”. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk

18

menjelaskan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan

hubungan antarkonsep.

b. Jenis-jenis variabel

Seperti yang dijelaskan pada uraian diatas, bahwa variabel adalah konsep yang

memiliki variasi nilai. Adapun jenis-jenis variabel, antara lain:

1) Variabel kontinu

Variabel yang dapat ditentukan nilainya dalam jarak jangkau tertentu dengan

desimal yang tidak terbatas.

Ex: berat badan, tinggi badan, pendapatan

2) Variabel descrete

Konsep yang nilainya tidak dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan atau

desimal. Variabel ini sering dinyatakan sebagai variabel kategori. Apabila terdiri atas

dua kategori saja dinamakan variabel dikhotom, seperti jenis kelamin (laki-laki dan

perempuan), sedangkan apabila terdiri lebih dari dua kategori disebut variabel

politom, misalnya tingkat pendidikan (SD, SMP, SMA, PT).

3) Variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas)

Dalam hubungan antarvariabel, variabel Y disebabkan variabel X, maka variabel

X disebut sebagai variabel independen (bebas) dan variabel Y disebut sebagai variabel

dependen (terikat).

4) Variabel moderator dan variabel random

Apabila terdapat variabel lain yang dianggap berpengaruh terhadap variabel

dependen, namun dianggap tidak mempunyai pengaruh utama, maka variabel ini

disebut variabel moderator.

Ex: Variabel yang mempengaruhi variabel kondisi sosial ekonomi adalah pendapatan,

tingkat pendidikan dan kepemilikan barang-barang, maka apabila usia

dimasukkan dalam variabel ini, maka variabel ini disebut sebagai variabel

moderator.

19

Disamping itu juga ada variabel-variabel tertentu yang ternyata mempengaruhi

variabel dependen yang tidak dimasukkan dalam persamaan hubungan tersebut.

Variabel ini dinamakan variabel random dan pengaruhnya terlihat berdasarkan

kesalahan yang timbul ketika mengadakan perkiraan atau terkaan.

5) Variabel aktif

Variabel yang dimanipulasi oleh peneliti, misal: guru ingin memanipulasi metode

mengajar.

6) Variabel atribut

Variabel yang tidak dapat dimanipulasi oleh peneliti, misal: jenis kelamin, status

sosial, tingkat pendidikan.

Variabel dalam ilmu-ilmu eksakta pada umumnya bersifat nyata sehingga tidak

menimbulkan keraguan, namun variabel yang digunakan pada ilmu-ilmu sosial umumnya

masih bersifat abstrak sehingga harus dijelaskan dengan menggunakan definisi

operasional. Definisi opersional (Nazir: 2003: 126) adalah suatu definisi yang diberikan

kepada suatu variabel dengan cara memberi arti atau menspesifikasikan kegiatan atau

memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Ada

tiga pola untuk memberikan definisi operasional terhadap suatu variabel, antara lain:

1. Definisi yang disusun atas dasar kegiatan yang telah terjadi, yang harus dilakukan atau

tidak dilakukan untuk memperoleh variabel yang didefinisikan.

Ex: Inovasi adalah suatu kegiatan atau aktivitas untuk menciptakan suatu benda atau

karya yang baru.

2. Definisi yang disusun berdasarkan bagaimana sifat-sifat serta cara beroperasinya hal-

hal yang didefinisikan.

Ex: Bodoh adalah seseorang yang rendah kemampuannya, baik dalam memecahkan

soal atau dalam menggunakan bahasa dan bilangan.

20

3. Definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal tersebut didefinisikan.

Ex: Harga gabah adalah harga rata-rata dari gabah kualitas rendah di tingkat

pedesaan di Jawa.

c. Jenis-jenis pengukuran variabel

Pengukuran merupakan penunjukan angka-angka pada suatu variabel menurut

aturan yang telah ditentukan. Aturan pertama yang perlu diketahui peneliti agar dapat

mengukur atau memberikan nilai yang tepat untuk konsep yang diamatinya adalah

mengenai tingkat atau skala pengukuran. Adapun skala pengukuran yang digunakan

dalam penelitian sosial, antara lain:

1) Skala nominal

Skala nominal adalah tingkat pengukuran yang paling sederhana. Pada ukuran ini

tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara kategori-kategori dalam ukuran

itu. Dasar penggolongannya hanyalah kategori yang tidak tumpang tindih dan tuntas.

Angka yang ditunjuk untuk suatu kategori tidak merefleksikan bagaimana kedudukan

kategori tersebut terhadap kategori lainnya, tetapi hanyalah sekedar label atau kode.

Misalnya, untuk variabel jenis kelamin dengan kode 1 untuk pria dan kode 2 untuk

wanita.

2) Skala ordinal

Skala ini memungkinkan peneliti untuk mengurutkan respondennya dari

tingkatan paling rendah ke tingkatan paling tinggi menurut atribut tertentu. Skala

ordinal banyak digunakan dalam penelitian sosial terutama untuk mengukur

kepentingan, sikap atau persepsi. Melalui pengukuran ini, peneliti dapat membagi

respon ke dalam urutan peringkat atas dasar sikapnya pada objek atau tindakan

tertentu. Misalnya, atas dasar sikap terhadap Program Keluarga Berencana,

responden dapat diurutkan menjadi: Tidak Setuju diberi nilai 1, Tidak Berpendapat

diberi nilai 2 dan Setuju diberi nilai 3. Angka-angka tersebut sekedar menunjukkan

urutan responden dan bukan nilai responden untuk variabel tersebut.

21

3) Skala interval

Seperti halnya skala ordinal, skala interval adalah mengurutkan orang atau objek

berdasarkan atas suatu atribut. Selain itu juga memberikan informasi tentang interval

antara satu orang atau objek dengan orang atau objek lainnya. Interval atau jarak

yang sama pada skala interval dipandang mewakili interval atau jarak yang sama pula

pada objek yang diukur. Misalnya, apabila ingin mengukur IP lima orang mahasiswa

dan mendapatkan bahwa mahasiswa A mempunyai IP 4, B 3,5, C 3, D 2,5, dan E 2,

maka dapat disimpulkan bahwa interval antara mahasiswa A dan C (4 – 3 = 1) adalah

sama dengan interval antara mahasiswa C dan E (3 – 2 = 1). Angka-angka IP tersebut

tidak mengukur kuantitas prestasi mahasiswa, tetapi hanya menunjukkan bagaimana

urutan peringkat kemampuan akademis antara seorang mahasiswa dengan

mahasiswa lainnya.

4) Skala Rasio

Skala rasio adalah suatu bentuk interval yang jaraknya (interval) tidak dinyatakan

sebagai perbedaan nilai antar responden, tetapi antara seorang responden dengan

nilai nol absolut. Misalnya, jika Balita A beratnya 3.000 gram dan Balita B beratnya

6.000 gram, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Balita B dua kali lebih berat dari

Balita A. Dalam penelitian ekonomi dan sosial, ukuran rasio cukup banyak digunakan,

seperti tingkat natalitas, tingkat mortalitas.

d. Hubungan antarvariabel

Inti dari penelitian ilmiah dengan pendekatan kuantitatif adalah mencari hubungan

antarvariabel. Hubungan yang paling mendasar adalah hubungan antara variabel

independen (bebas/pengaruh) dan variabel dependen (terikat/terpengaruh). Berikut

diuraikan tiga jenis hubungan antarvariabel.

1) Hubungan simetris

Variabel-variabel dikatakan mempunyai hubungan simetris apabila variabel yang

satu tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh variabel lain. Terdapat empat kelompok

hubungan simetris:

22

Kedua variabel merupakan indikator sebuah konsep yang sama

Ex: Jumlah anak yang lahir dan tingkat kelahiran adalah indikator konsep fertilitas.

Kedua variabel merupakan akibat dari suatu faktor yang sama

Ex: Peningkatan kualitas pendidikan diiringi pula dengan peningkatan konsumsi

masyarakat. Kedua variabel tersebut tidak saling mempengaruhi, namun keduanya

merupakan akibat dari peningkatan kondisi sosial ekonomi.

Kedua variabel saling berkaitan secara fungsional

Ex: Dimana ada majikan pasti ada buruh.

Hubungan yang kebetulan semata

Ex: Apabila ingin kaya maka harus bertapa di gua. Berdasarkan kepercayaan, kedua

peristiwa tersebut dapat dianggap berkaitan tetapi dalam penelitian empiris tidak dapat

disimpulkan bahwa apabila ingin kaya harus bertapa di gua.

2) Hubungan timbal balik

Hubungan timbal balik adalah hubungan dimana suatu variabel dapat menjadi

sebab dan juga akibat dari variabel lainnya. Artinya, pada suatu ketika variabel X

mempengaruhi variabel Y, pada waktu yang lain variabel Y mempengaruhi variabel X.

Ex: Penanaman modal akan mendatangkan keuntungan dan pada gilirannya

keuntungan akan memungkinkan penanaman modal.

3) Hubungan Asimetris

Hubungan asimetris adalah hubungan dimana satu variabel mempengaruhi variabel

lain. Hubungan asimetris memiliki empat tipe, antara lain:

a) Hubungan antara stimulus (berada di luar dindividu) dan respon. Biasanya

digunakan oleh ilmu eksakta, psikologi, pendidikan.

b) Hubungan antara disposisi (berada di dalam diri individu) dan respon.

c) Hubungan antara ciri individu dan disposisi

d) Hubungan antara prakondisi yang perlu dengan akibat tertentu

e) Hubungan yang imanem antara dua variabel. Apabila variabel yang satu berubah,

maka variabel yang lain ikut berubah.

23

f) Hubungan antara tujuan dan cara

Berbagai macam hubungan asimetris dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Hubungan asimetris dua variabel

Penelitian survei pada umumnya lebih banyak diarahkan kepada hubungan

asimetris, yaitu hubungan antara variabel pengaruh dan variabel terpengaruh.

Hubungan tersebut dapat berupa hubungan antara dua variabel saja (bivariat)

atau antara lebih dari dua variabel (biasanya terdiri atas satu variabel

terpengaruh dan beberapa variabel pengaruh) disebut multivariat.

Ex: Pada penelitian kependudukan, variabel terpengaruh yang pokok adalah

tingkat fertilitas, tingkat mortalitas, tingkat migrasi. Sedangkan variabel

pengaruh yang penting antara lain, identitas individu, lokasi geografis, sifat

organisasi.

Cara menguji hubungan antara dua variabel dapat menggunakan tabulasi

silang, rumus Kai kuadrat, korelasi dan regresi.

2) Hubungan asimetris tiga variabel

Realitas hubungan sebab akibat tidak hanya terbatas pada hubungan

antara dua variabel, namun dimungkinkan memasukkan variabel tambahan

yaitu variabel kontrol. Menurut Rosenberg (1968: 39), seorang peneliti hanya

perlu memperhatikan variabel kontrol apabila berdasarkan perhitungan statistik

ternyata variabel kontrol mempunyai kaitan, baik dengan variabel terpengaruh

maupun dengan variabel pengaruh. Hubungan asimetris tiga variabel ini terbagi

menjadi tiga variabel:

a) Variabel penekan dan variabel pengganggu

Hasil analisis awal dalam sebuah penelitian menyimpulkan bahwa tidak

ada hubungan antara dua variabel, namun ketika variabel kontrol

dimasukkan, hubungan tersebut menjadi tampak. Misal, dalam suatu

24

penelitian terdapat hipotesis, bahwa semakin dekat rumah seseorang, maka

semakin besar kemungkinan orang tersebut mengunjungi Puskesmas.

Hasilnya menyatakan tidak ada hubungan antara jarak rumah seseorang

dengan intensitas mengunjungi Puskesmas. Kemudian dimasukkanlah

variabel “pendidikan” sebagai variabel kontrol. Akibatnya, semakin jelas

jarak rumah mempunyai hubungan dengan intensitas mengunjungi

Puskesmas. Artinya, bahwa variabel pendidikan mengaburkan hubungan

antara jarak dan kunjungan ke Puskesmas atau dengan kata lain variabel

pendidikan “menekan” hubungan tersebut sehingga tidak tampak.

Masuknya variabel ketiga juga dapat memberikan hasil yang

berlawanan dengan hasil dua variabel saja. Variabel ini disebut variabel

pengganggu. Misal, dalam suatu penelitian terdapat hipotesis, bahwa

masyarakat kelas atas pada umumnya kurang setuju dengan adanya program

KB. Hasilnya menyatakan sebaliknya, dimana masyarakat kelas atas

menunjukkan angka yang tinggi menyatakan setuju akan program KB.

Peneliti mengira ada variabel pengganggu yang mempengaruhi temuan data.

Variabel pengganggu tersebut ternyata adalah status kepegawaian dari

kelompok masyarakat, yaitu kelompok masyarakat dari kalangan pegawai

negeri dan dari kalangan bukan pegawai negeri.

b) Variabel antara

Asumsi dasar ilmu pengetahuan adalah bahwa segala sesuatu harus

ada sebab akibatnya. Untuk mengatur rangkaian sebab akibat dari sebuah

fenomena, maka diperlukan variabel antara. Misal, tingkat literasi

menunjukkan hubungan yang positif dengan usia tetapi hanya melalui suatu

“variabel antara”, yaitu pendidikan. Seorang lanjut usia yang tidak sekolah

tingkat literasinya rendah apabila dibandingkan dengan seorang pemuda

yang sedang sekolah. Agama hanya mempengaruhi tingkat bunuh diri,

karena agama erat hubungannya dengan integritas seseorang dalam

masyarakat.

25

3) Variabel anteseden

Variabel anteseden mempunyai kesamaan dengan variabel antara, yaitu

merupakan hasil yang lebih mendalam dari penelusuran hubungan sebab

akibat antarvariabel. Perbedaannya, variabel antara “menyusup” diantara

variabel pokok, sedangak variabel anteseden mendahului variabel pengaruh.

Misalnya, dalam penelitian kita merumuskan hipotesis bahwa apabila

pendidikan seseorang rendah, maka pengetahuan politiknyapun rendah.

Dalam usaha memperjelas hubungan ini terkadang perlu diketahui variabel

apa saja yang mempengaruhi pendidikan. Diketahui bahwa status sosial

ekonomi mempengaruhi pendidikan seseorang. Dengan demikian akan

diperoleh kesimpulan bahwa status sosial ekonomi menentukan tingkat

pendidikan dan tingkat pendidikan menentukan tingkat pengetahuan

politiknya.

9. Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Sosial

a. Observasi

Istilah observasi berasal dari bahasa Latin yang berarti “melihat” dan

“memperhatikan”. Istilah observasi (Rahayu dan Ardani: 2004: 1-2) diarahkan kepada

kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan

mempertimbangkan hubungan antaraspek dalam fenomena tersebut. Observasi berarti

pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah sehingga

diperoleh pemahaman atau sebagai alat pembuktian (re-checking) terhadap informasi

yang diperoleh sebelumnya.

Setiap individu dapat memiliki persepsi yang berbeda mengenai suatu fenomena

yang sama. Fenomena yang dilihat peneliti akan sangat bergantung kepada minat, bias

dan latar belakang mereka. Oleh karena itu Patton (1992: 3) menganggap bahwa persepsi

selektif pada manusia menyebabkan munculnya keragu-raguan terhadap validitas dan

reliabilitas observasi sebagai suatu metode pengumpulan data yang ilmiah. Oleh karena

itu, bagi peneliti pemula perlu melakukan latihan mengadakan observasi secara umum

pada konteks atau subjek yang dipilih maupun mengadakan observasi dengan fokus-fokus

26

khusus. Peneliti juga perlu berlatih cara menuliskan hasil observasi secara deskriptif dan

mengembangkan kedisiplinan mencatat kejadian lapangan secara lengkap dan detail.

Ada tiga jenis teknik pokok dalam observasi, dimana masing-masing teknik dapat

diterapkan sesuai dengan kondisi-kondisi tertentu. Ketiga teknik observasi tersebut,

antara lain:

1) Observasi Partisipan (Participant Observert)

Teknik observasi ini umumnya digunakan peneliti untuk melakukan penelitian

yang bersifat eksploratif. Observasi partisipasi (participant observert) berarti bahwa

seorang peneliti turut ambil bagian dalam kehidupan subjek. Observasi partisipatif

memungkinkan peneliti dapat berkomunikasi secara akrab dan leluasa dengan subjek

sehingga memungkinkan bertanya secara lebih rinci dan detail terhadap

permasalahan yang akan diteliti. Materi observasi dipusatkan kepada segala aktivitas,

perilaku dan perkataan subjek serta lingkungan sosial yang mempengaruhinya.

Menjaga hubungan baik dengan subjek menjadi perihal yang penting dalam rangka

memperoleh kedalaman dan kompleksitas data di lapangan.

Hubungan baik harus dibangun didasarkan atas good rapport, yaitu hubungan

antarpribadi yang ditandai oleh semangat kerjasama, saling mempercayai, saling

tenggang rasa, sama derajat dan saling membantu secara harmonis. Dalam observasi

partisipan, peneliti berperan ganda, yaitu sebagai pengamat sekaligus menjadi bagian

dari yang diamati. Perhatian peneliti terfokus pada bagaimana mengamati, merekam,

memotret, mempelajari dan mencatat tingkah laku atau fenomena yang diteliti.

2) Observasi Sistematik

Teknik observasi ini sebelumnya harus tersedia kerangka observasi yang

memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya terlebih dahulu dan

menentuka ciri-ciri khusus dari setiap faktor dalam kategori-kategori tersebut. Materi

observasi dipusatkan kepada wilayah yang telah dibatasi dengan tegas sesuai dengan

tujuan penelitian, bukan situasi kehidupan masyarakat seperti pada observasi

partisipan. Perumusan masalah yang akan diteliti juga harus terlebih dahulu

27

dikhususkan. Hubungan baik harus dibangun dengan kerjasama yang sebaik-baiknya

dengan subjek penelitian.

3) Observasi Eksperimental

Teknik observasi ini dipandang sebagai cara penelitian yang relatif murni untuk

menyelidiki pengaruh kondisi-kondisi tertentu terhadap tingkah laku manusia karena

faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkah laku objek telah dikontrol secara

cermat sehingga akan diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap tingkah laku.

Secara singkat langkah-langkah yang harus dilakukan dalam observasi, yaitu:

a. Mengetahui pengetahuan yang akan diteliti

b. Menentukan tujuan observasi

c. Menentukan metode dan alat observasi

d. Membatasi dengan tegas aspek-aspek yang akan diobservasi

e. Melakukan observasi secara cermat

f. Memahami pencatatan terhadap hasil observasi

Data yang dikumpulkan melalui observasi adalah data hasil pengamatan, apa

yang dilihat, peristiwa apa yang terjadi dan apa yang dilakukan subjek. Hal ini

mengandung pegertian bahwa data hasil observasi merupakan kumpulan deskripsi

tentang apa yang dilihat dan data jenis ini tidak mungkin diperoleh melalui teknik

wawancara. Perihal pencatatan hasil observasi berisi tentang hal-hal yang diamati

yang dianggap penting oleh peneliti. Penulisan catatan lapangan dibuat secara

lengkap dengan disertai keterangan tanggal dan waktu yang lengkap. Agar peneliti

dapat menulis cacatan lapangan secara lengkap dan informatif, maka diperlukan

kedisiplinan dalam melakukan pencatatan. Peneliti sebagai manusia biasa tentunya

memiliki keterbatasan daya serap dan daya ingat. Oleh karena itu, pencatatan hasil

observasi secara disiplin sangat perlu dilakukan. Di bawah ini akan ditampilkan contoh

format pencatatan observasi (field note).

28

b. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak

yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian (Hadi, 1993:

30). Yang dimaksud dengan sepihak adalah menerangkan perbedaan tingkat kepentingan

antara kedua belah pihak. Dalam hal ini antara peneliti dengan subjek penelitian.

Wawancara adalah perbincangan yang menjadi sarana untuk mendapatkan informasi

tentang orang lain dengan tujuan penjelasan atau pemahaman tentang orang tersebut

dalam hal tertentu. Hasil wawancara merupakan suatu laporan subjektif tentang sikap

subjek terhadap lingkungannya dan terhadap dirinya.

Wawancara berbeda dari perbincangan biasa, dalam hal tujuan dan kedalaman

informasi yang akan digali. Jadi, yang dimaksud dengan wawancara adalah percakapan

langsung dan tatap muka (face to face) dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut

dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan subjek yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan. Maksud mengadakan wawancara secara umum adalah untuk menggali

struktur kognitif dan dunia makna dari perilaku subjek yang diteliti.

Pada penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk

mengkaji fakta sosial, maka dalam hal ini menggunakan pedoman wawancara berupa

kuesioner. Instrumen ini digunakan karena fakta sosial mencoba mengamati aspek-aspek

nonmaterial. Kuesioner digunakan untuk menanyakan aspek-aspek yang bersifat makro

(struktur sosial dan pranata sosial). Peneliti kuantitatif akan kesulitan apabila dalam

proses pengumpulan data menggunakan teknik observasi, karena teknik observasi hanya

bisa diterapkan apabila aspek yang diteliti adalah perihal yang nyata.

Pada penelitian dengan menggunakan metode kualitatif, teknik wawancara yang

digunakan berbeda dengan teknik wawncara pada penelitian dengan metode kuantitatif.

Pada penelitian dengan menggunakan metode kualitatif, teknik wawancara yang

digunakan adalah teknik in-depth interview (wawancara secara mendalam). Teknik ini

digunakan agar diperoleh kedalaman, kekayaan serta kompleksitas data yang mungkin

tidak diperoleh melalui observasi maupun participant observert.

29

Adapun langkah-langkah dalam melakukan in-depth interview, antara lain: Getting

in, berupa adaptasi peneliti agar bisa diterima dengan baik oleh subjek penelitian. Dalam

proses ini, peneliti harus menciptakan situasi nonformal atau kekeluargaan. Dengan

demikian peneliti dapat membangun trust (kepercayaan) agar tidak ada lagi jarak antara

peneliti dengan subjek penelitian dan data yang diperoleh valid. Setelah trust terbentuk,

peneliti harus menjaganya dengan berperilaku dan berpenampilan sama seperti subjek

penelitian. Apabila kedua teknik tersebut berjalan dengan baik, maka akan tercipta

rapport dari subjek penelitian, sehingga informasi-informasi yang dibutuhkan oleh

peneliti dengan mudah diperoleh.

Agar lebih mudah mewawancarai subjek penelitian, peneliti terlebih dahulu harus

mampu menemukan key informan (informan kunci) untuk memperoleh informasi dan

mempermudah proses pengumpulan data selanjutnya. Dari key informan ini diharapkan

akan diperoleh informan lain yang juga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan

peneliti. Teknik ini dinamakan snawball (bola salju yang menggelinding). Ketika dalam

proses in-depth interview informasi yang diberikan informan keluar dari fokus

permasalahan yang ditanyakan peneliti, maka peneliti harus melakukan probing dengan

tujuan untuk menggali informasi lain melalui pertanyaan lain yang lebih mendalam,

namun masih berada pada fokus permasalahan yang sedang diteliti. Dalam upaya

memperlancar proses in-depth interview, terlebih dahulu peneliti akan membuat

instrumen penelitian berupa guiding question, yakni berupa catatan-catatan tentang

perihal yang akan diteliti dan ditanyakan.

Setelah informasi diperoleh, baik dari participant observert maupun in-depth

interview, peneliti akan menyusun kembali dalam bentuk field note atau catatan

lapangan. Ada perbedaan signifikan antara catatan dan catatan lapangan (field note).

Catatan adalah ringkasan yang berisi tentang pokok-pokok pembicaraan (istilah, konsep,

sketsa) tentang suatu peristiwa yang disusun secara ringkas agar peneliti tidak lupa.

Catatan berfungsi sebagai perantara anatara peneliti dengan subjek penelitian.

Sedangkan catatan lapangan (field note) dimaksudkan untuk merekap berbagai informasi

yang sudah diperoleh dari apa yang didengar, dilihat, dialami dan difikirkan oleh peneliti

30

selama di lapangan secara lengkap. Contoh field note dapat dilihat pada sub bab

observasi.

Penggalian data sekunder dapat dilakukan dengan cara penelusuran buku-buku,

artikel atau makalah, baik yang dipublikasikan melalui jurnal, laporan media massa dan

hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder lain

diperoleh dari buku register dan foto-foto selama pengumpulan data. Foto-foto yang

dimaksud adalah foto-foto yang diperoleh dari pihak lain. Sedangkan foto yang diperoleh

dari jepretan tangan peneliti termasuk kategori data primer. Data sekunder dibutuhkan

untuk membangun konstruksi awal penelitian yang selanjutnya dibutuhkan untuk

membantu interpretasi agar diperoleh pemahaman yang komprehensif dan mendalam.

10. Teknik Pengambilan Sampel dalam Penelitian Sosiologi

1. Skema “Wallace”

Penelitian survei dilatarbelakangi oleh pemikiran Wallace bahwa penelitian

merupakan usaha sistematis yang bertujuan untuk mengungkap suatu fenomena atau

realitas sosial dengan mentransformasikan lima komponen informasi ilmiah, antara lain:

teori, hipotesis, observasi, generalisasi empiris dan penerimaan atau penolakan hipotesis.

Selain itu juga didukung oleh enam kontrol metodologis, yaitu: deduksi logika;

interpretasi, penyusunan instrumen, penyusunan skala dan penentuan sampel;

pengukuran penyederhanaan data dan pekiraan parameter; pengujian hipotesis, inferensi

logika; formulasi konsep, proposisi dan penataan proposisi.

Penelitian survei diawali dengan ketertarikan peneliti terhadap suatu fenomena

sosial. Ketertarikan tersebut kemudian diwujudkan dalam rumusan masalah penelitian

dengan berdasar pada informasi ilmiah, yaitu teori. Teori tidak dapat langsung digunakan

dalam penelitian karena sifatnya yang abstrak. Melalui deduksi logika, teori yang abstrak

diterjemahkan menjadi hipotesis. Hipotesis memberikan informasi tentang variabel-

variabel penelitian dan hubungannya. Peneliti juga perlu menentukan apakah variabel-

variabel tersebut tepat ataukah tidak dan apakah instrumen penelitiannya dapat

mengukur secara tepat konsep-konsep dalam variabel tersebut.

31

Populasi dalam penelitian survei biasanya berjumlah sangat besar sehingga peneliti

perlu menentukan sampel penelitiannya dengan menggunakan teknik pengambilan

sampel tertentu. Untuk mendapatkan data atau informasi, maka peneliti perlu melakukan

serangkaian observasi. Data yang telah diperoleh disederhanakan agar peneliti dapat

membuat sebuah kesimpulan. Dalam hal ini teknik statistik banyak digunakan untuk

menyederhanakan data. Data yang telah disederhanakan tersebut kemudian dibuat

generalisasi didasarkan atas fakta-fakta empiris dari sampel penelitiannya.

Hasil dari generalisasi tersebut digunakan untuk menguji teori. Hasil dari uji teori

akan menghasilkan informasi ilmiah apakah hipotesis penelitiannya diterima atau ditolak.

Peneliti juga menyusun inferensi logika untuk menyimpulkan apakah teori yang

digunakan mendapat dukungan secara empris ataukah tidak. Apabila hipotesis terbukti,

maka teori yang digunakan mendapat dukungan empiris sehingga kedudukan teori

tersebut semakin kuat. Jika hipotesis penelitian tidak terbukti, maka teori yang digunakan

perlu dimodifikasi. Berikut skema Wallace sebagai bentuk proses penelitian survey.

Sumber: Wallace (dalam Singarimbun, 1987: 20)

Teori

Status

Hipotesis

Hipotesis Generalisasi

Pengujian

Hipotesis

Inferensi

Logika

Observasi

Deduksi Logika

Interpretasi Instrumen

Skala & Sampel Pengukuran,

Penyederhanaan Parameter

Penyusunan Konsep & Proposisi

32

11. Populasi dan Sampel

Sugiyono (1997: 57) memberikan pengertian populasi sebagai wilayah generalisasi

yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Nazir (1983:

327) menjelaskan bahwa populasi adalah berkenaan dengan data, bukan orang atau

bendanya. Nawawi (1985:141) menyebutkan populasi adalah totalitas semua nilai yang

mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif

daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap. Riduwan dan

Tita Lestari (1997:3) mengungkapakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari

karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian. Jadi jelasnya,

populasi adalah objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-

syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.

Berkenaan dengan populasi tentunya tidak akan lepas dari sampel. Suharsimi

Arikunto (1998: 117) mendefinisikan sampel sebagai bagian dari populasi (sebagian atau

wakil populasi yang diteliti). Sugiyono (1997: 57) memberikan pengertian sampel sebagai

sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Berbagai definisi

tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai

ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti.

a. Besaran Sampel

Untuk menentukan ukuran besaran sampel dapat digunakan rumus (Al Rasyid,

1994: 156) sebagai berikut:

no = Zα2 2.BE dimana: α = taraf kesalahan 0,05 (konstanta) N = jumlah populasi BE = bound of error 15 % (konstanta) Zα = nilai table Z = 1,99 (konstanta)

33

Contoh:

Jumlah petani di Desa Sukomoro sebesar 424 orang, berapa sampel yang diambil?

no = Zα 2 = 1,99 2 = (6,63) 2 = 43,96

2.BE 2. (0,15)

dan no = 0,05 x N = 0,05 x 424 = 21,2

karena no > 0,05 atau 43,96 > 21,2 maka besarnya sampel dapat dihitung dengan

rumus:

no n = 1 + no -1

N

Sehingga jumlah sampel yang diperoleh adalah:

n = 1 + no -1 = 1 + 43,96 – 1 = 43,96 N 424 1,1013 = 39,92 = 40

Nilai 39,92 dibulatkan menjadi 40 orang responden

b. Teknik Pengambilan Sampel

Secara garis besar terdapat dua macam metode pengambilan sampel, yaitu

pengambilan sampel secara acak (random sampling atau probability sampling) dan

pengambilan sampel secara tidak acak (nonprobability sampling). Berikut akan diuraikan

beberapa teknik pengambilan sampel secara acak (random sampling atau probability

sampling):

1) Sampel acak sederhana (simple random sampling)

Sampel acak sederhana ialah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga

setiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih

34

sebagai sampel. Terpilihnya unit penelitian ke dalam sampel itu harus benar-benar

berdasarkan faktor kebetulan dan bebas dari subjektifitas peneliti atau orang lain.

Adapun metode pengambilan sampel acak sederhana, yaitu dengan cara mengundi

unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi. Terlebih dahulu

semua unit penelitian disusun dalam kerangka sampling, kemudian dalam kerangka

sampling yang ditarik sebagai sampel beberapa unsur yang akan diteliti dengan cara

undian sehingga setiap unit memiliki peluang yang sama untuk dipilih.

Metode ini dapat dipergunakan pada dua keadaan, yaitu:

a. Apabila hanya diketahui nama atau identifikasi dari satuan elemen dalam populasi

yang akan diteliti dan tidak terdapat keterangan tentang derajat keseragaman dan

pembagian dalam golongan-golongan populasi.

b. Apabila tidak diperoleh metode pengambilan sampel lain yang lebih efisien dari

metode ini.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjalankan metode ini:

a. Tersedia daftar kerangka sampling

b. Populasi harus homogen, apabila tidak kemungkinan akan terjadi bias

c. Populasi tidak tersebar secara geografis

2) Sampel sistematis (systematic sampling)

Pengambilan sampel sistematis ialah metode pengambilan sampel, dimana

hanya unsur pertama saja dari sampel dipilih secara acak, sedangkan unsur-unsur

selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu. Metode ini dapat

dijalankan pada dua keadaan yaitu:

a. Apabila nama atau identifikasi dari satuan-satuan elementer dalam populasi

terdapat dalam daftar kerangka sampling, sehingga satuan-satuan tersebut dapat

diberi nomor-nomor urut.

35

b. Apabila populasi itu mempunyai pola-pola beraturan, seperti blok-blok dalam kota

atau rumah-rumah pada suatu jalan. Blok-blok atau rumah itu dapat diberi nomor

urut.

Cara penggunaan metode ini: Misalkan, jumlah satuan-satuan elementer dalam

populasi adalah N dan besar sampel yang akan diambil adalah n, maka hasil bagi antara N

dan n dinamakan interval sampel dan biasanya diberi kode k. Unsur pertama dalam

sampel lalu dipilih secara acak diantara satuan elementer bernomor urut i dan satuan

bernomor urut k dari populasi. Andaikan yang terpilih adalah satuan elementer bernomor

urut s, maka unsur-unsur selanjutnya dalam sampel dapat ditentukan sebagai berikut:

Unsur pertama = s Unsur kedua = s + k Unsur ketiga = s + 2k Unsur keempat = s + 3k dan seterusnya

Misalnya, satuan elementer dalam populasi berjumlah 424 (N = 424) dan besaran

sampel yang diambil 40 (n = 40), maka:

k = 424 = 10,6 = 11 40

Unsur pertama dari sampel harus dipilih secara acak diantara satuan elementer

nomor 1 dan 11. Andaikan yang terpilih sebagai unsur pertama adalah nomor 3, maka

unsur-unsur lainnya dari sampel adalah:

Unsur kedua = 3 + 11 = 14 Unsur ketiga = 3 + 2(11) = 25

Unsur keempat = 3 + 3(11) = 36

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjalankan metode ini:

1. Populasi harus besar sehingga pengambilan sampel mendekati acak lagi

2. Tersedia daftar kerangka sampling

3. Populasi harus homogen

36

3) Sampel acak stratifikasi (stratified random sampling)

Pendeskripsian secara tepat mengenai populasi yang heterogen harus dibagi-bagi

dalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam dan dari setiap lapisan diambil secara acak.

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menjalankan metode ini. Terdapat kriteria

yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi dalam

lapisan-lapisan, seperti luas lahan. Data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria

yang digunakan untuk menstratifikasi. Diketahui secara tepat jumlah satuan elementer

dari setiap lapisan dalam populasi.

Sebagai contoh suatu populasi distratifikasi menjadi:

Stratum I jumlah satuan elementer 250 Stratum II jumlah satuan elementer 100 Stratum III jumlah satuan elementer 74 Jumlah populasi 424

Maka, sampel yang diambil untuk setiap tingkat (strata):

Stratum I jumlah satuan elementer 250 x 40 = 24 424 Stratum II jumlah satuan elementer 100 x 40 = 9 424 Stratum III jumlah satuan elementer 74 x 40 = 7 424 Jumlah sampel 40

4) Sampel gugus sederhana (simple cluster sampling)

Apabila kerangka sampel tidak tersedia dan biaya untuk membuat kerangka sampel

terlalu tinggi, maka unit-unit analisis dalam populasi dikelompokkan dalam gugus-gugus

yang disebut cluster. Jumlah gugus yang diambil sebagai sampel harus acak. Misalnya,

peneliti ingin meneliti besarya pendapatan per bulan dari setiap keluarga di suatu desa.

Karena tidak terdapat data mengenai jumlah keluarga di desa tersebut, maka desa

tersebut dibagi menjadi dusun-dusun yang dijadikan gugus atau unsur sampling. Dusun

yang ada dipilih diberi nomor dan dipilih secara acak sebuah dusun atau lebih sebagai

sampel. Karena unsur penelitian adalah keluarga atau rumah tangga, maka seluruh rumah

tangga yang ada dalam gugus terpilihlah yang diteliti.

37

5) Sampel wilayah (area sampling)

Cara lain pengambilan sampel yang tidak terdapat kerangka sampelnya adalah

menggunakan sample wilayah (area sampling). Dalam hal ini dibutuhkan peta atau potret

udara yang cukup jelas dan terinci dari wilayah yang akan diteliti. Seluruh wilayah

peneltian yang terdapat dalam peta atau potret udara dibagi dalam segmen-segmen

wilayah yang mengandung jumlah unit penelitian. Apabila tidak diketahui segmen

wilayahnya, maka dapat menggunakan blok-blok sensus. Setiap segmen diberi nomor,

kemudian dari sejumlah nomor yang ada diambil sejumlah sampel secara acak. Setelah

diuraikan tentang teknik pengambilan sampel secara acak (random sampling atau

probability sampling), maka penjelasan berikut akan diuraikan dua teknik pengambilan

sampel secara tidak acak (nonprobability sampling).

6) Purposive dan quota sampling

Purposive dan quota sampling dipilih berdsarkan pertimbangan-pertimbangan

tertentu yang didsarkan atas tujuan penelitian. Adapun cara pengambilan sampel seperti

ini: Peneliti memilih subgroup dari populasi sehingga sampel yang dipilih memiliki sifat

yang sesuai dengan sifat populasi. Jadi, purposive sampling tidak akan dilakukan dari

populasi yang belum dikenal sifat-sifatnya.

12. Teknik Analisis Data dalam Penelitian Sosiologi

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih

mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan. Proses analisis data seringkali menggunakan

statistik seperti yang dilakukan peneliti kuantitatif. Analisis data kuantitatif dengan

menggunakan tabel frekuensi dan tabel frekuensi silang.

a. Tabel frekuensi

Langkah pertama dalam analisis data adalah menyusun tabel frekuensi. Sebaiknya

tabel frekuensi disusun untuk semua variabel penelitian dan disusun secara tersendiri.

Tabel frekuensi merupakan bahan dasar untuk analisis selanjutnya. Tabel frekuensi

memiliki beberapa fungsi, antara lain:

1) Mengecek apakah jawaban responden atas satu pertanyaan adalah konsisten dengan

jawaban atas pertanyaan lain.

38

60 60%

2929%

1111%

0 50 100

Jumlah Responden

Sempit

Sedang

Luas

Kate

go

ri

GRAFIK VII. LUAS KEPEMILIKAN LAHAN PERTANIAN

JUMLAH

PROSENTASE

2) Mendapatkan deskripsi ciri atau karakteristik responden atas dasar analisis satu

variabel.

3) Mempelajari distribusi variabel-variabel penelitian.

4) Menentukan klasifikasi yang paling baik untuk tabulasi silang.

Berikut akan ditampilkan contoh tabel frekunsi dalam format grafik untuk

menggambarkan jawaban responden atas sebuah pertanyaan peneliti beserta

interpretasi grafiknya.

Contoh pada kasus kepemilikan lahan pertanian

Luas kepemilikan lahan pertanian ternyata mempengaruhi kondisi sosial ekonomi

responden. Hal tersebut akan dijelaskan pada grafik berikut:

Gambar 9.1 Contoh Grafik Visual Data Frekuensi

Keterangan: a. 0 – 0,25 ha (sempit) b. 0,26 – 0,50 ha (sedang) c. > 0,51 ha (luas)

Grafik tersebut menunjukkan bahwa hanya 11% saja responden yang memiliki lahan

luas diatas 0,51 ha dan 29% memiliki lahan sedang berkisar antara 0,26-0,50 ha. Angka

paling banyak ditunjukkan sebanyak 60% responden memiliki lahan yang sempit. Hal ini

berimplikasi pada produktivitas panen. Semakin sempit lahan pertanian yang dimiliki,

maka akan semakin kecil pula produktivitas panennya.

39

b. Tabel frekuensi silang

Analisis tabulasi silang merupakan metode analisis yang sederhana namun memiliki

daya menerangkan yang cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antarvariabel. Dalam

analisis tabulasi silang, peneliti menggunakan distribusi prosentase pada sel-sel dalam

tabel sebagai dasar untuk menyimpulkan hubungan antara variabel-variabel

penelitiannya. Jumlah responden untuk setiap kelompok variabel pengaruh perlu dicatat

karena angka tersebut diperlukan dalam interpretasi. Agar tabel mudah dibaca, variabel

terpengaruh biasanya disusun secara vertikal dan variabel pengaruh disusun secara

horizontal. Berikut akan ditampilkan contoh tabel frekunsi silang dalam format grafik

untuk menggambarkan jawaban responden atas sebuah pertanyaan peneliti beserta

interpretasi grafiknya.

Contoh pada kasus kepemilikan lahan pertanian

Dengan asumsi bahwa luas pemilikan tanah akan mempengaruhi hubungan patron

klien, maka dalam grafik berikut akan ditunjukkan hubungan antara luas pemilikan tanah

dengan patron klien.

Gambar 9.2 Contoh Grafik Tabel Frekuensi Silang

47

22

10

0 0 0 8 5 8

01020304050

1 2 3

Lu

as P

em

ilik

an

Tan

ah

Patron Klien

GRAFIK VIII. HUBUNGAN ANTARA LUAS PEMILIKAN TANAH DENGAN PATRON KLIEN

Tinggi Sedang Rendah

40

Grafik tersebut menggambarkan bahwa responden yang memiliki tanah yang luas

ternyata memiliki tingkat hubungan patron klien yang tinggi. Hal ini dapat dijabarkan

secara logis bahwa petani yang memiliki tanah yang luas dan memiliki klien yang banyak,

maka asuransi sosial yang diberikan banyak pula.

Penelitian dengan menggunakan kuantitatif menggunakan istilah validitas dan

reliabilitas untuk mengukur keabsahan data. Validitas adalah sejauh mana suatu alat

pengukuran dapat mengukur apa yang ingin diukur, sedangkan reliabilitas adalah sejauh

mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran tersebut diulang dua

kali atau lebih. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif tidak menggunakan

istilah tersebut. Moleong (2005: 53) menggunakan istilah kredibilitas dan keteralihan

(kontras validitas), kebergantungan (kontras reliabilitas) dan kepastian (objektif).

Kredibilitas pada penelitian dengan metode kualititatif maksudnya bahwa peneliti

kualitatif berperan sebagai instrumen itu sendiri. Menurut Moleong (2005: 55),

kredibilitas pada penelitian dengan metode kualititatif mencakup beberapa aspek, antara

lain:

1) Keikutsertaan

Keikutsertaan berarti bahwa peneliti harus terjun ke lapangan sampai peneliti

menemui kejenuhan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membatasi gangguan dari

dampak peneliti pada sebuah konteks. Artinya bahwa peneliti harus memahami konteks

kultural subjek. Selain itu juga bertujuan untuk membatasi bias peneliti dan

mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau pengaruh

sesaat.

2) Pengamatan

Pengamatan berarti peneliti harus secara konsisten melakukan interpretasi dengan

berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan. Dengan kata lain bahwa

perpanjangan keikutsertaan peneliti dalam proses pengamatan mengakibatkan

kedalaman data. Hal ini berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan

dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol.

41

3) Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan

sumber atau metode yang lain sebagai pembanding. Denzin (1978) membedakan empat

macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

metode, penyidik dan teori.

a) Triangulasi dengan sumber

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini

dapat dicapai dengan jalan (Patton, 1987: 331):

(1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

(2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi.

(3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan

apa yang dikatakan sepanjang waktu.

(4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan orang, seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau

tinggi, orang yang berada atau orang pemerintahan.

(5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

b) Triangulasi dengan metode

Triangulasi dengan metode (Patton, 1987: 329) terdapat dua strategi, yaitu:

(1) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa teknik

pengumpulan data.

(2) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

c) Triangulasi dengan penyidik

Triangulasi dengan penyidik berarti memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya

untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat

lainnya membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data.

42

d) Triangulasi dengan teori

Triangulasi dengan teori menurut Lincoln dan Guba (1981: 307), berdasarkan

anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau

lebih teori.

1. Pengecekan sejawat

Teknik ini dilakukan dengan cara menampilkan hasil sementara atau hasil akhir

yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat yang memiliki

pengalaman dan pengetahuan tentang tema atau permasalahan yang diteliti.

2. Kecukupan refensial

Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data atau informasi di

lapangan lainnya yang dapat digunakan sebagai pembanding.

3. Kajian kasus negatif

Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan

kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah

dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.

4. Pengecekan anggota

Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data

sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan. Pengecekan anggota

meliputi keterlibatan anggota dalam pengumpulan data, kategori analitis, penafsiran

dan kesimpulan. Para anggota yang terlibat yang mewakili rekan-rekan mereka

dimanfaatkan untuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi mereka

sendiri terhadap data yang telah diorgasnisasikan oleh peneliti.

Penggalian data sekunder dapat dilakukan dengan cara penelusuran buku-buku,

artikel atau makalah, baik yang dipublikasikan melalui jurnal, laporan media massa dan

hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder lain

diperoleh dari buku register dan foto-foto selama pengumpulan data. Foto-foto yang

dimaksud adalah foto-foto yang diperoleh dari pihak lain. Sedangkan foto yang diperoleh

dari jepretan tangan peneliti termasuk kategori data primer. Data sekunder dibutuhkan

43

untuk membangun konstruksi awal penelitian yang selanjutnya dibutuhkan untuk

membantu interpretasi agar diperoleh pemahaman yang komprehensif dan mendalam.

Keteralihan pada penelitian dengan metode kualititatif dimaksudkan untuk

membuat generalisasi atau abstraksi data secara kontekstual berdasarkan tema. Hal ini

dapat dilakukan dengan cara uraian rinci (thick description). Teknik ini menuntut peneliti

agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya dikerjakan seteliti dan secermat

mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian dilaksanakan. Sedangkan pada

penelitian kuantitatif dimaksudkan untuk membuat generalisasi terhadap populasi.

Kriteria selanjutnya adalah kebergantungan dan kepastian yang dapat dilakukan

dengan teknik auditing. Seorang auditi (peneliti) menggunakan jasa seorang auditor

untuk memeriksa seluruh proses dan hasil studi penelitian. Teknik auditing dapat

ditempuh dengan beberapa cara, antara lain melalui data mentah, data yang direduksi

dari hasil kajian, rekonstruksi data dan hasil sintesis, catatan tentang proses pelaksanaan

penelitian, bahan yang berkaitan dengan maksud dan tujuan penelitian serta segala

informasi berkenaan dengan pengembangan instrumen. Kriteria kebergantungan juga

berhubungan dengan beberapa permasalahan, antara lain:

1. Apa patokan yang disusun peneliti untuk mengkahiri kegiatan pengumpulan data?

2. Sejauh mana seluruh data telah dimanfaatkan untuk analisis?

3. Sejauh mana seluruh isu atau tema yang tercakup sudah ditelaah?

4. Sejauh mana peneliti dipengaruhi pihak lain (sponsor)?

5. Sejauh mana peneliti menemukan kasus negatif dan data positif?

6. Bagaimana pengaruh perasaan dan emosi pihak peneliti terhadap subjek?

Kriteria terakhir dalam pemeriksaan keabsahan data adalah menyangkut factor

kepastian. Artinya, bahwa data yang diperoleh apakah bersifat objektif atau subjektif

tergantung pada persetujuan beberapa orang. Pada penelitian kuantitatif, kepastian

menekankan pada aspek sampel yang terpilih, sedangkan penelitian kualitatif kepastian

menekankan pada aspek data yang diperoleh. Beberapa permasalahan yang muncul dari

aspek kepastian data, antara lain:

44

1. Apakah hasil penelitian tersebut benar-benar berasal dari data. Hal ini dapat dilacak

melalui catatan lapangan (field note).

2. Apakah kesimpulan penelitian ditarik dari data. Hal ini dapat dilacak melalui teknik

analisis, kategori dan penafsiran.

3. Apakah konseptual yang disusun berasal dari teori atau hanya sekedar apriori

(konstruksi peneliti sendiri).

c. Analisis data kuaitatif

Menurut Ulber Silalahi (2009: 339), analisis data kualitatif digunakan apabila data

empiris yang diperoleh adalah data kualitatif berupa kata-kata dan bukan rangkaian

angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-kategori/struktur klasifikasi. Data

kualitatif mungkin dikumpulkan melalui berbegai metode seperti indepth interview,

observasi, dan dokumentasi. Dalam analisis data kualitatif tidak menggunakan

perhitungan matematis dan uji statistik sebagai alat bantu analisis. Menurut Miles dan

Huberman (1992: 35), kegiatan analisis terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara

bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Kegiatan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan

kegiatan yang jalin menjalin pada sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data.

1) Reduksi data

Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Menurut Miles dan Huberman (1992:

16; Silalahi, 2009: 339 -340)), reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstraksian, dam transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan ini berlangsung secara terus menerus

selama kegiatan pengumpukan data. Kegiatan reduksi data ini meliputi membuat

ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan

menulis memo. Pilihan-pilihan peneliti tentang bagian mana yang dikode, mana yang

dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, cerita-certia apa

yang sedang berkembang, semuanya merupakan pilihan-pilihan analisis.

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga

45

kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Proses reduksi data ini

berlanjut hingga akhir penelitian (Ulber Silalahi, 2009: 340).

2) Penyajian Data

Menurut Miles dan Huberman (1992: 17; Emzir, 2011: 131 - 132), penyajian data

sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui data yang disajikan, peneliti melihat dan

dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan atas

pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut. Penyajian data yang pada

lalu lazim dilakukan adalah dalam bentuk teks naratif dalam puluhan, ratusan, atau

bahkan ribuan halaman. Teks naratif dalam jumlah besar akan menyulitkan peneliti dalam

menemukan pola-pola sederhana. Kemampuan manusia dalam memproses informasi

yang besar jumlahnya terbatas. Manusia mempunyai kecenderungan kognitf

menyederhanakan informasi yang konpleks ke dalam kesatuan bentuk yang

disederhanakan dan selektif atau konfigurasi yang mudah dipahami. Penyajian data

dalam penelitian kualitatif sekarang ini dapat dilakukan dalam berbagai jenis matriks,

grafik, jaringan, dan bagan. Hal itu dirancang untuk menggabungkan informasi yang

tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih (Miles dan Huberman, 1992;

17-18; Emzir, 2011: 131 - 132).

3) Penarikan kesimpulan

Menurut Miles dan Huberman (1992: 18-19), langkah ketiga dari kegiatan analisis

data adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Pada saat pengumpulan data, seorang

peneliti mencari makna sesuatu, mencata keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-

konfogurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi-proposisi. Mula-mula

kesimpulan belum jelas, namun lambat laun kian meningkat lebih terperinci. Kesimpulan-

kesimpukan akhir mungkin tidak muncul hingga pengumpulan data berakhir, bergantung

pada pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya,

penyimpanan, dan metode pencarian ualng yang digunakan, dan kecakapan peneliti.

Namun, acapkali kesimpulan telah dirumuskan sebelumnya sejak awal, sekalipun seorang

peneliti menyatakan telah melanjutkannya secara induktif.

46

Kesimpulan atau kesimpulan diverifikasi dilakukan selama penelitian berlangsung.

Verifikasi merupakan suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin

merupakan peninjauan kembali untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif.

Singkat kata, makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya,

kekukuhannya, dan kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya (Miles dam

Huberman, 1992: 18).

D. Referensi Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan

Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. Kerlinger, F. N. (2004). Asas-asas Penelitian Behavioral. Terjemahan. Edisi Ketiga.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koentjaraningrat. (1997). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama. Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sevilla, C. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Singarimbun, M. dan Effendi, S. (1987). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta.