bab vii konsep saujana kota magelang · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan...

35
237 BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG Bab ini menjelaskan tentang empat konsep saujana, yaitu suci, subur, indah dan strategis yang menjadi inspirasi dalam mengembangkan Kota Magelang dengan perubahan-perubahan yang terjadi di setiap periode waktu. Keempat konsep tersebut memperlihatkan interaksi manusia terhadap alam yang ditinjau dari kajian orientasi dan bentuk kawasan serta orientasi dan bangunan. Perubahan yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards (2003) menuliskan landsekap merupakan proses dan produk budaya masyarakat. Apapun yang terbentuk merupakan hasil atau cipta karya manusianya yang tidak akan pernah berhenti (Longstreth, 2008). Lansekap menunjukkan adanya keharmonisan transformasi cipta karya manusia sebagai proses dan bukan sebagai produk (World Heritage Paper 7, 2003). 7. 1 Empat Konsep Saujana yang Terbentuk di Kota Magelang Kota merupakan hasil cipta dari masyarakatnya yang terbentuk dalam kurun waktu yang sangat lama dengan karakter dan nilainya masing-masing SUCI Tempat Dewa Tempat Ibadah Tempat Ibadah Tempat Tinggal SUBUR Perkebunan Sawah Perkebunan Tempat Tinggal INDAH Batas Pandang STRATEGIS Jalur Transportasi Tempat Tinggal Perekonomian Tempat Tinggal Tempat Peristirahatan

Upload: others

Post on 16-Jan-2020

12 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

237

BAB VII

KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG

Bab ini menjelaskan tentang empat konsep saujana, yaitu suci, subur,

indah dan strategis yang menjadi inspirasi dalam mengembangkan Kota Magelang

dengan perubahan-perubahan yang terjadi di setiap periode waktu. Keempat

konsep tersebut memperlihatkan interaksi manusia terhadap alam yang ditinjau

dari kajian orientasi dan bentuk kawasan serta orientasi dan bangunan. Perubahan

yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya.

Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang

Robertson dan Richards (2003) menuliskan landsekap merupakan proses

dan produk budaya masyarakat. Apapun yang terbentuk merupakan hasil atau

cipta karya manusianya yang tidak akan pernah berhenti (Longstreth, 2008).

Lansekap menunjukkan adanya keharmonisan transformasi cipta karya manusia

sebagai proses dan bukan sebagai produk (World Heritage Paper 7, 2003).

7. 1 Empat Konsep Saujana yang Terbentuk di Kota Magelang

Kota merupakan hasil cipta dari masyarakatnya yang terbentuk dalam

kurun waktu yang sangat lama dengan karakter dan nilainya masing-masing

SUCI Tempat Dewa

Tempat Ibadah

Tempat Ibadah

Tempat Tinggal

SUBUR Perkebunan

Sawah

Perkebunan

Tempat Tinggal

INDAH Batas Pandang

STRATEGIS Jalur

Transportasi

Tempat Tinggal

Perekonomian

Tempat Tinggal

Tempat Peristirahatan

Page 2: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

238

tergantung dari budaya berkembang. Kota dengan lansekap yang unik akan

membentuk karakter dengan pengaruh dari luar yang disebabkan adanya ide,

kreatifitas baik dari masyarakatnya, penguasa maupun dari investor yang

berkembang di setiap periode waktu. Pemikiran yang terbentuk dipengaruhi oleh

budaya yang sedang berkembang sebagai bagian dari rekonstruksi budaya

sebelumnya (Robertson dan Richards, 2003; Asworth,1991). Bahkan dijelaskan

dalam Robertson dan Richards (2003) bahwa manusia tidak bisa melepaskan

keberadaan alam yang terbentuk sebagai suatu sinema yang bisa membentuk dan

mengurai elemennya dengan karakter yang selanjutnya akan berproses kembali.

Kota Magelang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa

konsep pemikiran masyarakatnya. Indianisasi dan kolonialisasi mempengaruhi

terbentuknya Kota Magelang. Indianisasi dijelaskan dalam Lombard (2008)

membentuk karakter daerah masing-masing dengan keyakinan masyarakat pada

makrokosmosnya, sementara Oostindie (2008) menjelaskan bahwa kekuatan

Kolonial Belanda yang berkuasa di Indonesia telah mempengaruhi kehidupan

masyarakatnya dalam membentuk kota dan daerahnya dan tercermin dari berbagai

aspek salah satunya yaitu arsitektur dan kehidupan sosial budayanya.

Di setiap periode waktu karakter kawasan akan dipengaruhi oleh penguasa

dengan sistem yang ada (Kostof, 1991). Kebijakan Belanda dengan berbagai

kepentingannya telah membentuk karakter kota atau daerahnya dengan

masyarakat yang ada didalamnya misalnya kebijakan cultuurstelsel pada daerah

perkebunan. Lembah Magelang sebagai salah satu daerah perkebunan

dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan tersebut dan akhirnya mengubah karakter

daerah sesuai dengan politik mereka.

Kota Magelang merupakan suatu daerah yang sangat unik dengan karakter

alamnya yang berbeda dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Gunung yang

mengelilingi lembah dan membentuk satu kawasan yang berada di lembah yang

datar telah mendukung perkembangan Kota Magelang dengan karakter kawasan

seperti yang telah digambarkan pada bab ke 6.

Page 3: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

239

7.1.1 Kesucian

Kesucian merupakan konsep yang secara berkesimbungan masih diyakini

oleh masyarakat. Kesucian yang diyakini oleh masyarakat terbentuk karena

setting alam. Gunung dengan keyakinan pada puncak gunung sebagai tempat

dewa serta kaki gunung dan bukit sebagai tempat untuk berdoa. Kesucian lembah

Magelang menjadi konsep yang secara terus menerus terjadi dengan adanya

pergeseran cara memandangnya. Pada saat terjadinya bencana abad ke sepuluh,

kesucian gunung menghilang, sehingga lembah Kota Magelang ditinggalkan dan

pada tahap berikutnya terbentuk suatu pemahaman yang baru, yaitu memposisikan

Bukit Tidar sebagai bukit yang suci (Lombard, 2008).

Sampai saat ini kesucian Bukit Tidar masih dianut sebagian masyarakat

Magelang dan sekitarnya. Terdapat tiga makam di Bukit Tidar yang diyakini

dapat memberi keberkahan dan didukung adanya tugu kecil di Bukit Tidar sebagai

tombak Raja Jin Kyai Sepanjang. Menurut beberapa masyarakat, jika tombak

tersebut dicabut, pulau Jawa akan kembali terombang-ambing (legenda; Sjouke

1935; Aa van der Veen, 1965; Aa van der Aa, 1851, Pemerintah Daerah 1936).

Ada perbedaan dalam melihat kesucian Bukit Tidar dengan menjelaskan

dari sisi ilmu lingkungan. Kesucian ini dikaitkan dengan ilmu lingkungan yang

menjelaskan tentang hutan sebagai penyimpan air dan pengendali curah hujan

yang tinggi. Tombak yang dikatakan sebagai tombak Raja Jin Sepanjang adalah

pertanda bahwa Bukit Tidar tidak boleh dalam kondisi hutannya gundul (ditebang

pohon-pohonnya). Oleh karena itu bisa dipahami, jika pohon ditebangi dan hutan

dibiarkan tidak bisa menyerap air, akan terjadi banjir di Magelang dan sekitarnya.

Kesucian Bukit Tidar juga dilihat dari keyakinan masyarakat Islam.

Masyarakat mempercayai bahwa Kyai Subakir merupakan salah satu dari

kelompok Wali Sanga, yang kemudian tugasnya dilanjutkan oleh Sunan Kalijaga

untuk mengembangkan agama Islam di Jawa Tengah. Cerita ini dikaitkan dengan

pengembangan agama Islam dengan pendirian pondok pesantren di lembah Tidar.

Page 4: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

240

Gambar 7.2 Tujuh gunung membentuk lembah suci membujur Utara Selatan

(Sumber : analisa, 2012)

Gunung-gunung suci yang

mengelilingi lembah dan Bukit

Tidar diyakini membentuk

lembah Magelang yang suci

serta Bukit Tidar yang suci

Lembah

Bukit Tidar

Bukit Tidar

Kota Magelang

Page 5: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

241

Gambar 7.3 Bukit Tidar dengan legendanya

(sumber : analisa, 2010)

Cerita turun menurun ini dikaitkan dengan Kyai Subakir yang ingin

mengembangkan Islam di kawasan lembah Magelang dengan mengalahkan jin

dan setan yang menghuni Bukit Tidar dengan cara melakukan kegiatan rukyah.

Setelah jin dan setan berhasil dikalahkan, maka Kyai Subakir mendirikan pondok

pesantren di sekitar lembah Tidar. Cerita ini menjadi pertimbangan masyarakat

untuk menjadikan Bukit Tidar sebagai bukit suci (Juru Kunci Bukit Tidar, 2010).

Kesucian elemen alam sebagai interaksi masyarakat dengan alam dan

budaya diwujudkan dalam tata kehidupan. Gunung dan bukit membentuk

kesucian lembah Magelang dan didukung keberadaan elemen alam lainnya.

Alam dikultuskan sebagai bentuk dewa, sehingga bisa dikenali pada masa lalu

dimensi jarak antara dewa dan alam sangat tipis. Kesucian pada masa lalu dapat

didiagramkan atas keseimbangan antara alam – manusia – Tuhan, sementara saat

ini keseimbangan dicapai dalam hubungan alam – manusia.

Page 6: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

242

Dari uraian diatas, terlihat bahwa kesucian yang sudah berkembang sejak

periode Kerajaan Mataram Kuno dan sampai saat ini masih berkembang, yaitu:

a. kesucian – pengkultusan bukit karena kekuatannya

b. kesucian – pengkultusan karena adanya makam yang dikeramatkan

c. kesucian – pengkultusan karena sebagai tempat pertama syiar agama Islam

d. kesucian – keyakinan sebagai pencegah bencana alam (banjir)

Adanya konsep kesucian yang terbentuk di masyarakat setempat maupun

masyarakat pendatang memberi pengaruh pada perkembangan Kota Magelang

yaitu berkembangnya daerah-daerah untuk bersembayang serta berkembang

daerah-daerah permukiman dengan orientasi utama pada keberadaan gunung,

sungai dan bukit. Perkembangan budaya masyarakat mempengaruhi cara

berfikir masyarakat atas konsep suci yang terbentuk di Kota Magelang. Hal

tersebut dijelaskan oleh Sauer (1925) bahwa budaya menjadi agen di setiap

periode pemikiran yang berdampak pada pembentukan karakter kawasan.

Dibawah ini digambarkan perbedaan konsep suci yang terbentuk yang

mempengaruhi ekspresi masyarakat dalam membentuk daerah Magelang sebagai

daerah yang dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dengan

segala perubahan yang terjadi.

a. Kesucian Bukit Tuk Mas, menyebabkan pembentukan daerah suci dan

daerah permukiman yang berbentuk memusat dengan orientasi utama pada

Bukit Tuk Mas dengan didukung keberadaan sungai dan gunung.

b. Kesucian gunung, menyebabkan pembentukan daerah suci dan daerah

permukiman yang memusat satu titik pusat49

dengan radius yang terbentuk

dari gunung ke daerah pusat kegiatan

c. Kesucian Bukit Tidar dari aspek spiritual dan religius, memberikan

dampak pembentukan yang menyebar dan membentuk kegiatan menuju

satu titik yaitu Bukit Tidar. Kegiatan ini mempengaruhi pola ruang di

49

Titik pusat merupakan pusat kerajaan mataram kuno mengalami perpindahan selama empat kali

dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno

Page 7: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

243

Bukit Tidar, misalnya pembuatan jalur pendakian ke bukit. Masyarakat

komunitas wisata spiritual dan religious membangun beberapa bangunan

sebagai pendukungnya kegiatan ritual pada hari-hari tertentu.

d. Kesucian pada Bukit Tidar dari aspek lingkungan, memberikan dampak

pada masyarakat untuk menghindari pembangunan pada bukit karena

dianggap sebagai ruang terbuka

Saat ini, sebagian masyarakat masih meyakini kesucian lokasi Kota

Magelang, yang dialiri sungai dan gunung suci. Beberapa tempat khususnya yang

mempunyai nilai sejarah pada periode Kerajaan Mataram Kuno seringkali

diadakan acara ritual (wawancara pelaku seni, 2010). Beberapa tempat untuk

ritual, antara lain di sekitar Prasasti Poh didukung adanya makam Kyai Dumpoh.

Gambar 7.4 Tiga makam yang didatangi oleh sebagian masyarakat

(foto : Utami, 2012)

Page 8: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

244

7.1.2 Kesuburan

Kesuburan merupakan konsep kedua yang bisa digali dari perkembangan

Kota Magelang. Kesuburan lahan pertanian dan perkebunannya.

Gambar 7. 5 Kondisi lahan pertanian dan perkebunan pada masa kolonial Belanda

(foto: Koleksi KITLV, Leiden, Belanda)

Page 9: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

245

Gambar 7.6 Lahan sawah di Kota Magelang

(foto : survey, 2009-2012)

Robertson dan Richards (2003) dalam bukunya Studying Cultural

Landscape menjelaskan bahwa pemikiran manusia sebagai proses dalam

berbudaya telah mempengaruhi untuk bersikap terhadap alam. Alam dengan

potensinya telah membentuk karakter kota dan mempengaruhi masyarakatnya.

Page 10: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

246

Gambar 7.7 Perkebunan dan sawah yang terbentuk dari kegiatan gunung dan

aliran sungai

(sumber : Utami, 2012)

Perubahan pemikiran masyarakat terkait kesuburan terjadi sejak periode

berkembangnya Kota Magelang sebagai kota pemerintahan dan kota industri

dengan dibangunnya fasilitas perindustrian dan permukiman. Walaupun

demikian, perkebunan masih terlihat di wilayah hinterland Kota Magelang

sebagai bagian dari kesatuan yang dulu pernah ada. Saat ini kesuburan masih bisa

dilihat pada sawah-sawah di pinggiran Kota Magelang dan di tempat wisata

berbasis alam yaitu Taman Kyai Langgeng, Bukit Tidar dan sekitarnya.

Gambar 7.8 Kondisi tegalan yang ada di Jalan Diponegoro

(foto : Utami, 2008)

Pada foto di atas menunjukkan bahwa kesuburan telah membentuk Kota

Magelang dan sekitarnya sebagai tempat yang subur dengan potensi tanaman

keras maupun tanaman padi. Kondisi tersebut selalu dijadikan pertimbangan

penguasaan wilayah sebagai tempat pengolahan hasil perkebunan.

Page 11: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

247

Lokasi yang strategis, telah memberi ide pada pemerintah Belanda untuk

memanfaatkan Kota Magelang tidak hanya sebagai lahan perkebunan, namun

justru sebagai tempat pengolahan hasil pertanian dan perkebunan. Beberapa

pabrik sigaret yang dibangun di Magelang antara lain pabrik Lie Kok Liang

(Kebonweg), Ko Kwat Ie (Panamaster-Prawirokoesoemanweg), Ko Djing Han

(Sablonganweg), Tan Ing Tjwan (Aroma – Mertoyudan, saat ini menjadi daerah

Kabupaten Magelang), The Kiem Toen(Keplekanweg), Ko Tjaij Beek (Aroem

Sarie – Jalan Raya Utara), Liem Tjay An (Jalan Raya Utara) dan Mac Gillavry

(Tidar – Mertoyudan) (Pemerintah Magelang, 1936). Pabrik tersebut memberikan

gambaran ekspresi masyarakat dalam mengolah lingkungan Kota Magelang

sebagai daerah pendukung kota perkebunan dan memanfaatkan sebagai pusat

kegiatan perindustrian. Terlihat dari nama yang ada, kemungkinan banyak para

pendatang Cina membangun pabrik-pabrik pengolahan tembakau, yang

menunjukkan adanya arus datang ke daerah Magelang sebagai daerah yang

dipercaya memberikan kesejahteraan dan kemakmuran pada para pendatang50

.

Pabrik-pabrik di Magelang semakin banyak dibangun selain untuk mendukung

pengolahan hasil perkebunan juga karena hasil perkebunan telah memberi

keuntungan yang besar bagi pemerintah baik dari segi kualitas maupun

kuantitas51

.

Buku yang berjudul “Magelang, Middelpunt van den Tuin van Java”

tahun 1936 mengupas Kota Magelang sebagai pusat industri yang menceritakan

Kota Magelang sebagai ibu kota Karesidenan Kedu dan pusat kegiatan.

Pertimbangan utama pemilihan Kota Magelang sebagai pusat industri untuk

kawasan sekitarnya adalah lokasi yang strategis di antara beberapa kota

(Pemerintah Magelang, 1936).

50

Beberapa artikel di majalah bulanan Kota Magelang Vooruit menuliskan tentang keungulan

Kota Magelang sebagai kota yang layak sebagai tempat tinggal dan sebagai daerah pengembangan

perekonomian (Majalah Vooruit 1935-1937, Pemerintah Magelang 1936, Sjouke 1935). 51

Keberadaan media lokal sangat mempengaruhi keberadaan pabrik-pabrik yang dibangun di

Magelang sebagai penyebar informasi. Media lokal yang ada di Magelang dan ikut

mempropagandakan kualitas hasil perkebunan di Karesidenan Kedu adalah Majalah vooruit yang

didukung dengan buku-buku yang juga diterbitkan pada periode tahun 1930an. Sebelum ada

media, informasi banyak ditemukan di beberapa media yang terbit di Semarang dan di Yogyakarta

Page 12: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

248

Selain memilih lembah Magelang sebagai lahan pertanian atau

perkebunan, masyarakat memilih daerah ini sebagai lahan yang bisa dijadikan

tempat tinggal atau hunian. Pada periode kolonial Belanda, terdapat beberapa

kelompok permukiman, baik untuk masyarakat lokal, masyarakat Eropa, Asia

Timur yaitu Cina maupun masyarakat Arab. Lokasi permukimannya sesuai

dengan penzoningan permukiman. Masyarakat Cina sangat berperan dalam

perkembangan perdagangan.

Sementara kegiatan masyarakat setempat, yaitu orang-orang asli

Magelang, kemungkinan sebagai pemilik ataupun tenaga kerja di perkebunan dan

pabrik. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa foto yang memperlihatkan kegiatan

perkebunan dan pabrik pengolahan yang didominasi oleh masyarakat lokal. Jika

pusat kota dan sekitarnya merupakan daerah tempat tinggal orang-orang Eropa

ataupun pejabat pemerintahan, maka bisa dikatakan masyarakat asli tinggal di

kampung-kampung baik di kota maupun di kawasan hinterland.

Saat ini, hanya sebagian kecil masyarakat Kota Magelang bercocok tanam.

Hal ini didukung sudah tidak banyaknya lahan pertanian yang tersedia. Lahan-

lahan tersebut sejak tahun 1980an mulai digantikan dengan bangunan-bangunan

baru, terutama yang berada di bagian Utara kota dan Selatan kota yang awalnya

merupakan persawahan. Beberapa kawasan yang masih terdapat sawah, antara

lain di Sanden (walaupun saat ini semakin sedikit lahan sawah, karena tertutup

perumahan), kawasan Sidotopo (saat ini menjadi arahan pengembangan

pendidikan di sebelah Utara), Pucangsari, Canguk (saat ini menjadi arahan

pengembangan pertokoan) dan kawasan Taman Kyai Langgeng. Sementara

perkebunan yang masih ada saat ini namun tidak dominan yaitu kawasan yang

berada di jalan Diponegoro (Jambon) berupa tanah ledhok.

Kesuburan yang terbentuk di lembah Kota Magelang khususnya dan

dataran Kedu pada umumnya telah membentuk perilaku atau kegiatan

masyarakatnya. Kesenian yang pernah berkembang dan saat ini sedang

dikembangkan kembali terkait dengan kesuburan yang pernah ada di Kota

Page 13: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

249

Magelang yaitu Tari Unduh, yang menceritakan ritual menanam padi. Kesuburan

telah membentuk Kota Magelang sebagai lahan yang sesuai untuk ditanami

berbagai jenis tanaman dan membentuk lembah dengan beberapa fungsi.

7.1.3 Keindahan

Tujuh gunung yang mengelilingi Magelang telah membentuk panorama

yang sangat indah. Digambarkan pada masa lalu, orang bisa lebih mudah melihat

gunung-gunung yang mengelilingi Kota Magelang. Gunung sebagai batas

pandang tak terbatas, menjadi keunggulan kota. Namun saat ini dari Kota

Magelang hanya bisa menikmati keindahan alamnya di beberapa titik. Gunung

yang bisa dinikmati di Magelang dengan dua gunung kembarnya (Merapi –

Merbabu dan Sumbing – Sindoro) yang dihiasi dengan gunung-gunung kecilnya.

Gambar 7.9 Panorama gunung, bukit, kaki gunung sebagai bagian dari alam

Prasasti Mantyasih dan Poh dalam tulisannya menceritakan Gunung

Susundara (Sindoro) dan Sumwing (Sumbing) yang berada di sebelah Barat

Sungai Progo. Sementara pada masa Kerajaan Demak dan Mataram baru,

panorama oleh gunung dijadikan sebagai potensi unggulan Kademangan

Magelang sebagai daerah peristirahatan (Lissa, 1935; Danoesoegondo, 1936).

Pada masa kolonial Belanda, panorama indah yang dimiliki Kota Magelang

membuat mereka membandingkan dengan daerah Priangan dan Malang.

Page 14: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

250

Panorama yang indah sering dituliskan dalam beberapa artikel antara lain

Magelang De Bergstad van Midden Java Middelpunt van Den Tuin Van Java dan

Magelang De Berstad van Midden Java dan dua buah buku yang berjudul

Prachtige Tochten van uit Magelang, Krafft, 1935 dan Mooi Magelang.

Middelpunt van Den Tuin Van Java, Pemerintah Magelang 1936. Panorama

indah yang terbentuk dari Kota Magelang menjadi pertimbangan Magelang dipilih

sebagai kota peristirahatan, misalnya tahun 1840 dibangun resort Loze. Selain itu

terdapat Hotel Centrum, Hotel Montagne dan Hotel Olga. Saat ini, hotel-hotel

telah dibongkar. Saat ini, hotel yang mempertimbangkan alam sebagai salah satu

potensi adalah Hotel Puri Asri yang menjadi satu dengan Taman Kyai Langgeng.

Masyarakat sejauh mata memandang akan melihat budaya yang sedang

berkembang dengan panorama alamnya. Panorama tidak hanya bisa dinikmati

dari aspek keindahan pemandangannya, namun panorama mampu menceritakan

tentang kehidupan budaya masyarakat yang berkembang pada setiap periodenya.

Ini membuktikan bahwa kondisi alam bisa membentuk budaya masyarakatnya.

Saat ini beberapa kesenian berkembang di Kota Magelang dan sekitarnya, antara

lain adanya Komunitas Budaya Lima Gunung yang mengacu pada Panca Arga

dan dianut militer serta Pendekar Tidar yang mengusung beberapa kebudayaan

masyarakat Magelang secara umum. Beberapa ekspresi masyarakat terkait

keindahan Kota Magelang adalah :

a. Pada periode Kerajaan Mataram Kuno dan sebelumnya, keindahan

dijadikan suatu kekuatan yang menjadi pertimbangan pengembangan

permukiman dengan membagi setiap daerah sesuai fungsinya misalnya

lembah sebagai daerah permukiman.

b. Pada periode Mataram Baru, kolonial Inggris dan Belanda, keindahan

telah membentuk masyarakatnya untuk menjadikan Magelang sebagai kota

peristirahatan dengan mengunggulkan potensi alamnya. Selain

membentuk permukiman, masyarakat juga membentuk tempat menginap,

mendirikan daerah untuk bersantai dengan menjadikan halaman belakang

sebagai tempat untuk menikmati keindahan alamnya.

Page 15: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

251

c. Pada periode Pemerintahan Jepang dan setelah tahun 1945 sampai

sekarang terjadi perubahan pemikiran yang sangat signifikant pada

keindahan yang bisa dihasilkan oleh alam Kota Magelang. Kawasan-

kawasan terbentuk tidak banyak yang mempertimbangkan alam

Gambar 7.10 Panorama yang bisa dilihat pada masa kolonial Belanda

(foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda)

Terdapat beberapa kawasan di Kota Magelang sebagai tempat untuk

menikmati pemandangan alam yang indah, antara lain yaitu di kawasan Kwarasan

dan Kawasan Karesidenan.

1. Kawasan Kwarasan

Kawasan ini memanfaatkan panoraman yang sangat indah ke arah Barat

yaitu ke arah Gunung Sumbing dan Pegunungan Menoreh. Selain itu ke arah

Page 16: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

252

Timur yang didominasi pemandangan Gunung Merapi dan Merbabu. Pandangan

ke arah Selatan akan terdapat daerah ledok (cekungan) indah diantaranya

perkebunan dan taman-taman kecil.

Gambar 7.11. Permukiman Kwarasan Magelang

(foto : Utami,2008)

Karsten dalam perencanaannya menonjolkan aspek keindahan dan

kenyamanannya sebagai daerah berhawa cukup dingin, pemandangan indah,

posisi lahan yang berkontur serta posisi di sebelah Barat Kota dengan tingkat

kesejukan dan keindahan panorama (Vooruit Magelang, 1937).

Karsten mempertimbangkan aspek tapak (kondisi alam) dengan tetap

memanfaatkan perbedaan kontur dan yang paling utama akses dengan pusat

kawasan. Alun-alun dikelilingi tipe besar dan sedang, sementara untuk tipe kecil

di sekitar kedua tipe tersebut tetap memperhatikan masalah akses ke lapangan

berupa gang/jalan kecil. Pembagian antara tipe besar dan kecil berdasarkan

kontur yang lebih tinggi karena panorama yang dihasilkan lebih bagus

dibandingkan kontur yang lebih rendah.

Page 17: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

253

Gambar 7.12 Peta Kawasan Kwarasan Magelang

(sumber peta : google earth, 2010)

2. Kawasan Karesidenan.

Kompleks karesidenan di desain dan dibangun oleh JC Schultze di atas

tanah seluas 91200 m2 dengan luas bangunan 82720 m

2. Sampai saat ini

kompleks karesidenan relatif tidak berubah dan terpelihara. Panorama ke arah

sumbing dan bukit menoreh sebagai salah satu strategi politik menjadikan

bangunan ini sangat istimewa (Utami, 2001).

Deretan perkebunan terlihat dari Kota Magelang (Kawasan Meteseh) dengan

permainan konturnya. Pada saat Kota Magelang menjadi arahan panorama,

akan terbentuk lekukan atau yang pada masa lalu sering disebut dengan

kedung serta adanya Bukit Tidar.

Bukit Tidar

G. Merapi

dan

G.Merbabu G. Sumbing ,

Gunung

Sindoro dan

Perbukitan

Menoreh

alun-alun

Page 18: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

254

Gambar 7.13. Kompleks Karesidenan dengan panorama yang indah

(foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda, Utami, 2010)

Gambar 7.14 Panorama yang dibentuk oleh kaki gunung dan gunung (dilihat dari

kawasan Meteseh, perbatasan kota – kabupaten di sebelah Barat)

(foto: Utami, 2012)

1927

Page 19: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

255

Karakter dari dua kawasan yang disebutkan di atas dipengaruhi oleh

potensi alam yang ada di Magelang. Oleh pemerintah, kawasan tersebut pada

periode kolonial didesain dengan alam sebagai unsur utamanya. Perletakan

Kwarasan di sebelah Barat Selatan kota merupakan salah satu bukti adanya

pemikiran bahwa dari daerah tersebut akan mendapatkan panorama yang sangat

bagus. Sementara itu keberadaan pendopo Karesidenan Kedu dengan orientasi ke

arah Barat merupakan tempat untuk menikmati keindahan panorama alam dengan

didukung kontur tanah yang unik.

Panorama alam yang terbentuk di Kota Magelang telah membentuk para

penguasa untuk mengembangkan Kota Magelang sebagai kota yang bisa

digunakan sebagai tempat beritirahat dengan dukungan beberapa fungsi.

Masyarakat menata kawasannya sebagai kawasan yang terdukung oleh potensi

alam yang ada. Walaupun seiring pemikiran manusia yang berubah, potensi yang

awalnya menjadi ungulan bagi daaerah Magelang seiring dengan waktu sudah

mulai ditinggalkan karena adanya perubahan pemikiran dan kepentingan .

Pemikiran masyarakat yang dipengaruhi oleh budaya akan mempengaruhi

setting lingkungannya. Kasus seperti ini juga telah muncul pada beberapa negara

berkembang lainnya karena adanya konflik kepentingan. Potensi alam seringkali

dikalahkan oleh adanya kebijakan dengan keberpihakan pada aspek lainnya,

misalnya pada kasus pembangunan stasiun di Kota Kyoto yang ditentang oleh

beberapa pihak karena bisa menurunkan keterkaitan alam sebagai potensi kota.

Budaya sebagai agen dalam melakukan perubahan yang mencoba

menghubungkan alam dengan lingkungannya (Sauer, 1925) sedikit banyak telah

banyak bergeser seiring dengan tuntutan perekonomian dan kebijakan pada

penekanan satu aspek.

7.1.4 Kestrategisan

Letak yang strategis adalah posisi Kota Magelang yang membujur Utara

Selatan dengan dibatasi oleh dua sungai yang mengalir Utara Selatan. Letak

strategis Kota Magelang menjadi salah satu alasan saat penguasa menguasai Kota

Page 20: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

256

Magelang. Pada masa Mataram Kuno, lembah Magelang yang strategis mengacu

pada jalur transportasi air, Sungai Progo untuk menghubungkan Dieng –

Panaraga. Pada saat itu daerah Mantyasih dipilih sebagai pusat kegiatan dan

sebagai daerah pertahanan (Darmosoetopo, 1998). Sejak Mataram Kuno, lembah

Magelang sudah dijadikan pusat kegiatan bagi masyarakatnya dan masyarakat

sekitarnya (Casparis, 1950). Mantyasih berkembang pesat dan dijadikan pusat

kegiatan (Casparis, 1950 dan Darmosoetopo, 1998)

Sementara pada masa Demak, Mataram Baru dan Inggris, selain fungsi

Kademangan Magelang sebagai gudang makanan karena kesuburannya, Magelang

dikuasai karena menghubungkan wilayah-wilayah yang dianggap penting, yaitu

Yogyakarta – Semarang – Surakarta. Langkah ini diikuti oleh Belanda yang

memilih kembali Magelang sebagai ibu kota kadipaten dan ibu kota karesidenan.

Beberapa fungsi Kota Magelang yang terbentuk pada masa kolonial

Belanda dengan pertimbangan letak geografis dan alamnya adalah :

a. ibu kota kadipaten tahun 1810, dengan pembentukan elemen-elemen dasar

kota, yaitu alun-alun, masjid dan kadipaten

b. ibu kota karesidenan tahun 1817, dengan dibangunnya Kompleks

Karesidenan yang melihat alam sebagai potensi utama untuk pertahanan

dan kenyamanan huni

c. kota militer tahun 1828, dengan dibangunnya beberapa kompleks militer

di Kota Magelang dengan konsep menyebar

d. pengangkatan status gemeente pada tahun 1905, yang menyebabkan

banyaknya bangunan-bangunan pendukung kegiatan didirikan di

Magelang yang berdampak pengembangan tata ruang Kota Magelang

Letak yang strategis ikut mempengaruhi perkembangan Kota Magelang

dalam bidang pendidikan dan wisata. Banyak fasilitas pendidikan yang akhirnya

dipindah di Magelang, antara lain kweekschool (1875) dari Surakarta dan

Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1957 dari Surakarta.

Page 21: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

257

Letak yang strategis setelah Indonesia merdeka, membuat Kota Magelang

mengubah kebijakan dari kota taman berbasis alam, menjadi kota jasa dan transit.

Hal ini menjadi preseden yang tidak terlalu menguntungkan karena saat ini

Magelang berkembang menjadi kota perekonomian tanpa melihat potensi yang

sebenarnya ada di dalam kota. Salah satu kawasan yang berubah karena

pembangunan adalah kawasan Bayeman, kawasan Pecinan dan kawasan

Diponegoro. Banyak kawasan yang diubah tata guna lahannya. Selain itu, juga

banyak terjadi perubahan tata guna lahan dari lahan hijau ataupun ruang terbuka

hijau menjadi kawasan terbangun.

7.2 Kesinambungan dan Nilai Keunggulan Konsep Saujana Kota Magelang

Konsep saujana yang ditemukan dengan cara mengeksplorasi inspirasi

alam yang ada dalam perkembangan Kota Magelang merupakan konsep continuity

with change. Yang dimaksud dengan continuity with change adalah keempat

konsep tersebut merupakan konsep yang bersinambungan dengan adanya

perubahan cara pandang yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan pengaruh

kebijakan pemerintah. Seperti dijelaskan dalam Rapoport (1982), Papageorgeou

(1969) dan Rossi (1982) bahwa perubahan akan terjadi saat ada perkembangan

atau perubahan dalam pemikiran masyarakat dan pembuat kebijakan yang

didukung oleh investor-investornya dengan tetap adanya keberlanjutan yang

terjalin dan menyatu menjadi satu kesatuan walaupun akan ada degradasi ataupun

penghilangkan pada elemennya. Rossi (1982) menjelaskan ada benang merah

yang mampu menjelaskan keterhubungan masing-masing bagian dalam perubahan

atau penghilangan tersebut. Hal ini didukung teorinya Lumford dan Kostof

bahwa kota merupakan sistem yang terjalin dalam satu kesatuan.

Pada dasarnya keempat konsep yaitu suci, subur, indah dan strategis selalu

menjadi pertimbangan dalam perkembangan kota di Magelang. Namun terdapat

degradasi pada dua konsep yang ada yaitu konsep indah dan subur, seiring dengan

perkembangan kota. Konsep suci mengalami perubahan, konsep kesuburan dan

Page 22: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

258

keindahan semakin melemah. Sementara konsep yang semakin kuat adalah

konsep strategis yang akhirnya berkonflik dengan konsep kesuburan dan

keindahan. Perubahan tersebut menunjukkan adanya penurunan nilai keunggulan

saujana Kota Magelang.

Degradasi dalam penggunaan potensi alam yang ada, tidak terlepas dari

perubahan budaya dan pemikiran. Walaupun kondisi tersebut sebenarnya

memperlihatkan juga ekspresi masyarakat dalam membentuk kota tanpa adanya

alam sebagai pertimbangan utama. Alam hanya sebagai bagian dari kehidupan

mereka tanpa harus menjadi pertimbangan dalam mendesain tata kehidupannya.

Konsep suci diawali dengan kesucian gunung pada masa Kerajaan

Mataram Kuno dan pada periode Kerajaan Demak, bergeser pada Bukit Tidar

yang diyakini sampai saat ini oleh sebagian masyarakatnya. Bahkan ada satu

fenomena menarik pada saat dibangun elemen bangunan di Bukit Tidar,

perencanaan dan pembangunannya mengikuti keinginan dari Kyai Semar yang

diyakini sebagai pemilik Bukit Tidar (wawancara pegawai pemerintahan, 2011).

Hal ini menunjukkan adanya keyakinan masyarakat pada Bukit Tidar.

Sementara konsep indah, menjadi konsep yang mengalami penurunan

makna yang diakibatkan adanya pemahaman budaya yang berbeda. Saat ini

panorama lebih banyak dibentuk dari dalam kota, antara lain dengan membangun

taman di kota ataupun ruang-ruang yang terbentuk di perkampungan.

Pertimbangan ini telah memperpendek batas panorama. Panorama yang dibentuk

oleh masyarakat saat ini dalam skala rumah dan tidak alami, misalnya pembuatan

kolam ikan, pembuatan kolam ikan dengan dihiasi dinding-dinding batu dan

sebagainya serta pembuatan tempat wisata. Dalam Rencana Tata Ruang Kota

Magelang, sebenarnya konsep keindahan tetap menjadi penekanan dalam

pengembangan kota, yaitu dengan pengembangan perumahan di sebelah Barat.

Konsep kesuburan di Kota Magelang mulai mengalami degradasi seiring

dengan fungsi lahan pertanian dan perkebunan yang berubah menjadi kawasan

perekonomian. Banyak persawahan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir berubah

Page 23: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

259

menjadi kompleks perumahan, pertokoan dan kompleks bisnis. Kesuburan

dimaknai dengan pembuatan taman kota untuk konsep keindahan.

Konsep strategis menjadi sangat dominan saat ini, yang akhirnya

melemahkan pada dua konsep lainnya yaitu kesuburan dan keindahan.

Transportasi darat dan letak lembah Magelang yang membujur Utara – Selatan

mendukung konsep tersebut. Posisi lembah Magelang sebagai lembah yang datar

dibandingkan yang daerah hinterland lainnya, menghubungkan beberapa kota dan

telah mendukung konsep strategisnya.

Tabel 7.1 Kesinambungan dengan perubahan konsep Saujana Kota Magelang

PMK MK KMK D&P MB I BLD

I

BLD

II

BLD

III J Pj.F PF J&T P

SUCI

SUBUR

INDAH

STRATEGIS

Keterangan Periode Waktu. MK : Mataram Kuno; KMK : Kehancuran Mataram Kuno; D&P : Demak dan Pengging; MB : Mataram Baru; I : Inggris;

BLD I : Belanda Periode I; BLD II : Belanda Periode II; BLD III : Belanda Periode III; J : Jepang ; Pj.F : Perjuangan Fisik; PF : Perbaikan Fisik; J&T : Jasa dan Transportasi; P : Perekonomian

Keterangan Warna :

Perubahan warna biru ke merah : terjadi perubahan cara pandang dalam melihat konsep (konsep suci)

Perubahan ke warna biru ke biru yang lebih muda : konsep semakin melemah dan ditinggalkan (konsep subur dan indah)

Perubahan ke warna biru ke biru yang lebih tua : konsep semakin menguat (konsep strategis)

(Sumber : analisa, 2012)

Terlihat pada tabel bahwa ada perubahan yang sangat signifikan pada

bagian kesuburan dan keindahan yang disebabkan adanya perubahan pemikiran

masyarakat dengan mengubah arahan pembangunan yang berpijak pada

kepentingan perekonomian. Namun terlihat juga bahwa keempat konsep itu selalu

muncul namun dalam kategori perubahan yang ada atau dengan degradasi atas

pemaknaannya. Keempat konsep tersebut merupakan satu sistem untuk

menjelaskan Kota Magelang dengan nilai yang terkandung didalamnya.

Rahmi (2012) menyebutkan bahwa keunggulan pusaka saujana Borobudur

terletak pada lima (5) nilai yang dikandungnya yaitu struktur bentanglahan yang

Page 24: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

260

berkualitas, kekayaan dan kesinambungan nilai-nilai local, peran serta sejarah dan

sumber daya pusaka, kandungan nilai pendidikan dan ilmu pendidikan dan ilmu

pengetahuan serta keseimbangan antara perubahan dan kesinambungan.

Hubungan manusia dengan alam yang dipengaruhi oleh budaya sangat

mempengaruhi dalam pengembangan lingkungan kota. Hal ini seperti dijelaskan

oleh Kanki (2012) bahwa proses berpikir merupakan bagian dari pembentukan

pusaka saujana dengan melihat pada dua aspek yaitu peningkatan nilai pusaka

saujana dan penurunan atau degradasi nilai pusaka saujana. Continuity with

change yang terbentuk sebagai dasar dalam melihat nilai keunggulan Kota

Magelang sebagai pusaka saujana dalam skala perkotaan dengan mengacu pada

ketetapan UNESCO 1991 tentang Outstanding Universal Value atau nilai

keungulan sejagad (Adishakti, 2012).

Keunggulan dari Kota Magelang dapat dilihat pada wujud kota dengan

mempertimbangkan adanya kesinambungan dengan perubahan. Keempat konsep

yang terbentuk, menunjukkan ekspresi masyarakat sebagai bagian dari tata

kehidupan. Bentuk dan orientasi kawasan serta bentuk dan orientasi bangunan

menjadi bagian dari tata kehidupan masyarakat.

Kawasan, bangunan dan struktur kota menggambarkan keunggulan kota

dengan tujuh gunung yang mengelilinginya. Walaupun seiring dengan waktu,

keunggulan tersebut telah mengalami penurunan karena pembuat kebijakan dan

masyarakat lebih mengutamakan kepentingan ekonomi. Beberapa keunggulan

Kota Magelang antara lain yaitu :

1. Kota Magelang yang berada di lembah tujuh gunung yang mengelilinginya

dengan masing-masing mempunyai peran, merupakan suatu setting yang

sangat unik.

2. Kota Magelang yang berkembang dengan diawali lembah sungai yang suci

merupakan mahakarya manusia dalam melihat potensi alam sebagai

bagian dari tata kehidupannya.

Page 25: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

261

3. pemikiran pada potensi alam yang didukung berbagai peristiwa yang

terjadi, mendorong masyarakat dalam membentuk lingkungan kotanya

4. sejarah panjang yang terjadi dapat memberikan pembelajaran pada

pembuat kebijakan, investor dan masyarakat sebagai inspirasi

pengembangan selanjutnya dengan berdasarkan fenomena yang ada

5. masyarakat sebagai bagian dari kehidupan mencerminkan adanya suatu

tatanan kehidupan yang selalu beradaptasi terhadap alam dengan

penerapan pada skala ruang yang lebih besar (regional) ataupun dalam

skala ruang yang lebih kecil (kota) serta kawasan

Kota Magelang merupakan kota yang selalu berkembang dengan beberapa

perubahan pemikiran. Kesinambungan dengan perubahan yang terjadi merupakan

benang merah dalam melihat pusaka saujana Kota Magelang dengan keberadaan

tujuh gunung. Rahmi (2012) dalam kasus pusaka saujana Borobudur menuliskan

bahwa perubahan yang sudah terjadi, yang sedang terjadi dan yang akan terjadi

akan terus mempengaruhi pusaka saujana. Taylor (2003) menjelaskan bahwa

masyarakat dalam perubahannya telah membentuk pemikiran baru dan akan selalu

berkembang seiring dengan cara memperlakukan alamnya. Michieletto (1999)

menuliskan bahwa konsep yang berkembang saat ini merupakan konsep yang

pernah berkembang pada masa lalu sebagai bagian dari sejarah kota, walaupun

harus ada benang merahnya. Menurut Rapoport (1969) dan Veitch (1995)

perubahan kota yang terjadi karena mencoba beradaptasi dengan lingkungan

dengan mengubahnya sesuai keinginannya, dengan tetap mengacu pada

kesinambungan (Longstreth, 2008). Kondisi yang ada saat ini di Kota Magelang,

merupakan gambaran perjalanan budaya masyarakatnya.

7.3 Konsep Saujana Kota Magelang sebagai bagian dari Pusaka

Alam telah membentuk karakter di setiap kota menjadi unik. Setiap

daerah mempunyai keunikan yang mampu memperlihatkan karakternya masing-

masing. Perbedaan iklim, topografi, lokasi, ketinggian permukaan tanah dan jenis

tanah merupakan beberapa aspek yang mempengaruhi keunikan kota. Karakter

Page 26: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

262

kota terlihat secara jelas dipengaruhi oleh aspek-aspek tersebut. Kota yang

mengalami perubahan merupakan hasil ekspresi masyarakatnya dan menjadi

suatu kekayaan. Perubahan yang terjadi menjadi bagian dari keunikannya.

Di bawah ini akan diceritakan beberapa kota dengan karakter masing-

masing yang juga dipengaruhi oleh kondisi alam. Salzburg, Austria dan Kyoto,

Jepang mempunyai karakter yang dibentuk oleh adanya pegunungan, serta Kota

Padang yang berada di Sumatera Barat. Ketiganya mempunyai karakter yang

beda dengan kondisi alam serta budaya yang berbeda. Budaya masyarakat yang

berbeda telah memberikan perlakukan pada kota yang berbeda pula.

Gambar 7.15 Kyoto dan budaya masyarakatnya

(foto: Utami, 2010)

Kiyomizu temple Kinkakuji temple

Budaya masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan di temple

Deretan Tatami Festival Daimonji Atraksi budaya

Page 27: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

263

Kyoto dengan gunung-gunung yang ada, telah membentuk salah satu ritual

yang dilakukan masyarakat setiap tanggal 16 Agustus yang dikenal dengan

daimonji. Selain itu, keberadaan istana (Kyoto palace), rumah-rumah tradisional

tatami serta budaya-budaya lokal masih berkembang pada saat ini.

Kota Medan sebagai daerah kerajaan di kawasan Putri Hijau, berdekatan

dengan sungai, seiring dengan waktu, kota justru tumbuh di bagian tengah dan

berkembang sebagai kota yang mendukung hasil perkebunan untuk wilayah

perkebunan di sekitarnya. Kawasan berubah menyesuaikan kondisi yang ada.

Gambar 7.16 Kota Medan, kota kerajaan menjadi kota pendukung perkebunan

(foto: Utami, 2003)

Demikian juga di Praha, Cekoslovakia dan Cologne, Jerman yang masih

menunjukkan sebagai kota bersejarah dengan beberapa kebijakan yang berpihak

pada penghargaan karya masyarakat dan menyelamatkan kawasan atau bangunan

tua yang bisa menjadi pembelajaran di masa depan. Sungai ataupun bentukan air

lainnya yang membelah kota, menjadikan bagian pembangunan.

Gambar 7.18 Artefak menjadi bagian dari pembangunan kota Cologne, Jerman

(foto: Utami, 2011 dan 2012)

Gedung Balai Kota Gedung London Sumatera

Page 28: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

264

Gambar 7.17 Charles Bridge dan bangunan di sekitarnya

(foto: Utami, 2011)

Letak geografis yang mempengaruhi perkembangan kota juga terlihat pada

beberapa kota-kota di Belanda. Belanda yang terkenal sebagai kota di bawah

permukaan air dan sebagai negara yang kecil wilayahnya, berusaha menjadikan

daerahnya sebagai daerah yang optimal dalam pengembangannya. Konsep

pelestarian yang kuat seperti halnya di kota-kota Eropa lainnya, mendukung

sejarah masa lalu sebagai bagian kehidupan saat ini.

Gambar 7.19 Belanda dengan keunikan pada pengembangan kawasan

(foto: Utami, 2011 dan 2012)

Karakter dan bentuk kota yang dipengaruhi oleh kondisi alam, juga bisa

dilihat pada beberapa kota di Indonesia yang terletak di dataran tinggi. Lokasi-

Deretan Bangunan di sepanjang sungai yang terlihat dari Charles Bridge

Charles Bridge yang membagi kota Praha dalam dua wilayah besar

Den Haag Amsterdam Leiden

Page 29: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

265

lokasi tersebut pada akhirnya dijadikan sebagai tempat wisata dengan budaya

yang berkembang. Kota Brastagi, khususnya di Bukit Gundaling ,menjadi bagian

dari pengembangan kota sebagai kota wisata yang didukung kondisi alamnya.

Gambar 7.20 Kota Brastagi sebagai kota peristirahatan yang dibentuk oleh alam

yang didukung dengan adanya Bukit Gundaling

(foto: Utami, 2006)

Mengacu pada kasus-kasus di atas, bisa dijelaskan bahwa kota-kota di

dunia berkembang sesuai dengan kondisi alam dan geografisnya, dengan

pengembangan yang dilatarbelakangi budaya setempat. Kondisi saat ini

menunjukkan adanya interaksi antara manusia dan alam.

7.4 Konsep Saujana Kota Magelang dalam Teori Saujana

Ada empat konsep saujana yang bisa dikaji sejak periode Kerajaan

Mataram Kuno sampai saat ini, yaitu kesucian, kesuburan, keindahan dan

kestrategisan. Keempat konsep saujana tersebut merupakan wujud dari tangible

dan intangible. Kesucian, kesuburan, keindahan dan kestrategis sebagai konsep

intangible-nya merupakan konsep untuk membentuk wujud fisik (tangible).

Keempat konsep terwujud dalam kawasan dan bentuk bangunan Kota Magelang.

Wujud saujana yang berbentuk fisik yaitu orientasi dan bentuk kawasan

maupun bangunan sebagai ekspresi masyarakat yang mengacu pada interaksi

manusia dengan alam. Budaya menjadi penghubung dalam interaksi tersebut.

Hal ini seperti dijelaskan oleh Sauver (1995) bahwa budaya sebagai penghubung

dalam interaksi manusia dalam mengolah alam. Alam telah membentuk kawasan

dan bangunan Kota Magelang. Bentuk ruang tersebut dihasilkan sebagai ekspresi

Fasilitas wisata yang terbentuk Panorama dari atas Bukit

Gundaling

Page 30: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

266

dari interaksi masyarakatnya dalam menilai alam. Pendapat ini juga ditemukan

dalam tulisan Mitchell (2003) Cultural Landscape : just Landscapes or just

landscapes of justice? yang menjelaskan bahwa landsekap mempengaruhi

kegiatan manusianya dengan membentuk budaya dan disusul dengan keputusan

untuk membentuk ruang. Kota Magelang dengan tujuh gunung yang mengelilingi

telah mempengaruhi masyarakat yang membaca kondisi tersebut dengan budaya

yang berbeda namun tetap dalam kerangka empat konsep yaitu kesucian,

kesuburan, keindahan dan kestrategisan. Keempat konsep tersebut telah

membentuk Kota Magelang dengan karakter yang unik.

Asworth (1991) menjelaskan bahwa karakter kota dibentuk oleh budaya

yang berkembang karena adanya kekhasan setiap daerah dan menjadi pusaka bagi

kota tersebut. Ini didukung dengan pendapat Momford (1991) yang menjelaskan

bahwa kota merupakan embrio yang selalu berkembang seiring dengan

perkembangan ruang dan waktu. Kota merupakan perpaduan kehidupan manusia

dengan lingkungannya (Kostof, 1991; Madanipour, 1991) yang dapat dilihat dari

bentukan fisik dan budaya yang berkembang.

Tujuh gunung yang mengelilingi Kota Magelang dan membentuk

kesucian, kesuburan tanahnya, keindahan panoramanya serta kestrategisan

mempengaruhi masyarakatnya dalam membentuk ruang. Kondisi tersebut juga

bisa dilihat pada Kota Amsterdam dengan kota yang dibentuk oleh kanal yang

mengelilinginya serta Kota Kairo dengan sungai dan kanal yang mempengaruhi

perkembangan bentuk ruang kotanya (Echols dan Nassar, 2006)

Kota Magelang yang dikelilingi oleh tujuh gunung telah membentuk

budaya masyarakat. Budaya masyarakat tersebut terwujud pada ruang-ruang kota,

seperti yang dijelaskan oleh Rapoport (1969) dan Lang (1987). Keyakinan

tersebut dijelaskan oleh Sauver (1995) serta Burns dan Carol (1954) yang

mengatakan bahwa lingkungan alam dan budaya masyarakatnya dijadikan bagian

yang tak terpisahkan dalam melihat ruang. Kyoto, Jepang menggunakan daerah-

daerah bukit sebagai tempat untuk membangun temple dan kesucian yang

terbentuk dari gunung diapresiasikan dalam bentuk festifal daimonji. Ini

menunjukkan adanya suatu keyakinan pada masyarakat untuk membentuk ruang-

Page 31: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

267

ruang kehidupannya yang berbentuk fisik. Konsep kesucian yang terjadi di

Kyoto, berbeda dengan di Istanbul. Hough (1991) menjelaskan posisi kota yang

berada di gunung justru digunakan sebagai suatu kekuatan untuk dapat menjadi

tempat strategis dalam melihat keindahan alamnya pada kota Istanbul. Sementara

Carr (2004) dalam tulisan yang berjudul Mountain Places, Cultural Spaces : The

Intepretation of Culturally Significant Landscapes, menjelaskan suatu tempat

yang diyakini mempunyai nilai spiritual akan menghasilkan budaya yang

merefleksikan interaksi antara alam dan manusia dengan latar belakang budaya.

Untuk kasus di Kota Magelang, alam diapresiasikan dalam beberapa kesenian

yaitu grebeg gethuk dan beberapa ritual yang seringkali dilakukan masyarakat

untuk tetap mengharap bantuan kesuburan pada Tuhan dengan keyakinannya.

Selain itu, adanya makanan tradisional gethuk, mengekspresikan adanya

perkebunan yang dulu berkembang, mampu diwujudkan dalam bentuk makanan.

Perbedaan cara pandang kesucian terhadap bukit atau gunung serta dalam

memandang kesuburan tanahnya berkembang dengan implementasi pada

pembentukan ruang yang akan berbeda. Perbedaan kesucian yang terjadi untuk

Kyoto dan Istanbul, dipengaruhi oleh sudut pandang masyarakatnya, seperti yang

dijelaskan oleh Rapoport (1969). Pendapat ini diperkuat oleh Eliade (1959) yang

mengatakan bahwa kesucian adalah segala sesuatu yang diyakini oleh diri sendiri

yang terkait dengan kekuatan suatu benda dan tidak harus selalu terkait dengan

agama yang diyakininya. Keunikan ini terjadi di Bukit Tidar yang diyakini oleh

masyarakatnya dengan mengartikan kesucian dalam cara pandang yang berbeda

yaitu kosmologis, spiritual, religious dan lingkungan.

Gambar 7.21 Ruang yang terbentuk Bukit di Kyoto, Bukit di Wina dan

Pegunungan di Dieng sebagai tempat yang disucikan

(foto: Utami, 2006)

Page 32: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

268

Dodge (1951) dalam Black Rock : A zuni cultural landscape and the

meaning of place. menjelaskan bahwa perbedaan keyakinan akan menghasilkan

ruang kegiatan yang berbeda, yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya

masing-masing. Alam akan dipahami dalam sudut pandang yang berbeda sesuai

dengan keyakinannya (Dodge, 1951). Pada gambar 7.20, terlihat budaya yang

berbeda di setiap lokasi mempengaruhi perbedaan dalam mengolah ruang yang

dianggap suci.

Posisi Kota Magelang yang berada ditengah-tengah Kabupaten Magelang

dengan gunung yang berada di Kabupaten Magelang dan kabupaten di sekitarnya

telah membentuk keterkaitan antar daerah. Hal ini seperti dikatakan Anyon dkk

(2006), yang menuliskan bahwa natural setting lembah San Pedro dan daerah

disekitarnya membentuk mozaik saujana, dengan masing-masing mempunyai nilai

dan makna yang bisa saja berbeda tergantung budayanya. Dilanjutkannya, bahwa

sangatlah penting memposisikan setiap makna yang berbeda untuk melihat

kekayaan saujana yang terbentuk (Anyon dkk, 2006). Penjelasan ini mendukung

keberadaan keyakinan masyarakat yang berbeda terhadap kesucian Bukit Tidar.

Pendapat ini juga didukung dengan tulisan Mitchell (2012) yang menjelaskan

bahwa diperlukan suatu dialog antar keyakinan yang akan menjadikan konsep

lebih unik dan makna yang dihasilkan akan lebih menyiratkan ideologi dengan

maknanya masing-masing. Ideologi yang diceritakannya dianggap akan terwujud

dalam pembentukan ruang-ruang kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu pemetaan kegiatan masyarakat untuk menjelaskannya.

Kota Magelang dengan kesuburan yang dibentuk oleh kegiatan

vulkanologi, telah membentuk masyarakat bergerak dalam bidang pertanian, yang

pada akhirnya mengundang pendatang untuk memanfaatkannya. Ini seperti yang

dituliskan oleh Mitchell (2003) bahwa landsekap yang telah terbentuk, tidak

hanya akan mempengaruhi kegiatan bagi masyarakat setempat, namun bisa saja

juga mempengaruhi dalam pembentukan ruang bagi masyarakat pendatang.

Khafajah (2010) dalam tulisannya yang berjudul Meaning-making and Cultural

Heritage in Jordan : The Local Community, The Contexts and The Archeological

Page 33: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

269

Sites in Khreibt al-Suq, menjelaskan tentang peran masyarakat dalam

memberikan nilai pada lokasi sehingga para pendatang memiliki keyakinan yang

sama dan membentuk ruang karena keyakinannya tersebut.

Karakter ruang yang terbentuk karena alam dipahami sebagai perwujudan

tindakan masyarakatnya. Seperti dituliskan Taylor (2007) bahwa lansekap

merupakan sesuatu yang akan mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan

terhadapnya dengan didasari oleh budaya masyarakatnya. Lansekap akan

mendasari berkembangnya ekspresi masyarakat, baik yang berbentuk tangible

maupun yang intangible dengan makna yang melekat padanya. Karakter alam

akan membentuk kehidupan yang saling terkait, dengan perubahan telah terjadi

memperkuat konsep yang ada dan sebagai pembelajaran (Taylor, 2007).

Beberapa kawasan berkembang di Kota Magelang didasari adanya

keterkaitan dengan alamnya. Kwarasan, Bayeman, Jurang Ombo, Kebon dalem,

Meteseh Jayengan dan sebagainya, merupakan ruang-ruang fisik yang terbentuk

karena masyarakat menjadikan alam sebagai bagian dari kehidupannya. Bentuk

fisik kawasan dan atau fungsi kawasan menjadi pertimbangan dalam

mengembangkan kawasan tersebut dengan fungsi khusus didukung nama yang

berbeda dengan kawasan lainnya. Nilai-nilai yang terkandung pada nama tersebut

akan menjadi pemahaman bagi masyarakatnya. Carr (2004) menjelaskan budaya

dan tradisi Maori terekpresi pada nama tempat yang menekankan pada nilai

kawasan yang berbasis pada identitas dan keyakinan dengan refleksi pada alam.

Tanah yang subur telah membentuk keyakinan bagi pemerintah Kerajaan

Demak dan Mataram Baru untuk menjadikannya sebagai gudang makanan atau

gudang beras. Kondisi ini sangat menarik, apalagi pada periode kolonial Inggris

dan Belanda yang menjadikannya sebagai daerah perkebunan untuk mendukung

perekonomian di luar Kota Magelang. Kesuburan Kota Magelang telah

memperluas ruang gerak masyarakatnya. Walaupun di satu sisi, kondisi yang

berubah sejalan dengan perbedaan cara pandang, telah mempengaruhi masyarakat

dalam memperlakukan alamnya. Kota Magelang sebagai kota yang strategis

Page 34: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

270

mendukung sebagai tempat pengolahan dari hasil pertanian dan perkebunan di

daerah hinterland-nya. Kondisi ini juga terjadi di beberapa daerah subur lainnya

di Indonesia yang akhirnya dijadikan tanah pertanian ataupun perkebunan untuk

memenuhi kebutuhan daerah lainnya. Brastagi, daerah dengan tanah yang subur

di lereng Gunung Sibayak, telah membentuk Brastagi sebagai lahan pertanian

yang mendukung kebutuhan daerah sekitarnya. Selain itu beberapa daerah di

sekitar Kota Medan yang memiliki tanah yang subur, misalnya Deli Serdang,

Serdang Bedagai dan Pematang Siantar, memberikan hasil perkebunannya yang

kemudian diolah di Kota Medan dan dikirim ke beberapa kota di Jawa dan negara

Eropa pada periode kolonial Belanda.

Posisi yang dianggap strategis pada Kota Magelang dan Kota Medan, telah

membentuk kedua kota tersebut sebagai kota pendukung hasil perkebunan di

daerah sekitarnya. Walaupun pada periode sebelum dipilih sebagai kota

pendukung hasil perkebunan, kedua kota tersebut juga menjadi bagian dari

perkebunannya. Seperti halnya Kota Magelang dibangun beberapa pabrik untuk

mengolah hasil perkebunan, Kota Medan yang mempunyai peran penting di

wilayah Sumatera Timur pada saat itu, banyak didirikan bangunan pendukung

kegiatan perkebunan. Gedung London Sumatera dan beberapa gedung untuk

perkantoran perkebunan, menjadi bukti bahwa letak yang strategis telah

mengubah cara pandang masyarakat dan pembuat kebijakan dalam membentuk

ruang.

Uraian tersebut, didukung dengan hasil penelitian Prangnell dkk (2010)

dalam judul Power Relation and Community Involvement in Landscape-based

Cultural Heritage Management Practice : An Australian Case Study, yang

menjelaskan pada saat terjadi perubahan pada kebijakan akan berakibat pada

perubahan cara membentuk ruang. Sehingga bisa disimpulkan, bahwa tidak

hanya masyarakat setempat yang mempengaruhi pembentukan ruang, namun

pendatang juga membentuk ruang. Seperti yang dituliskan Kanki (2012) dan

Fatimah (2012) bahwa perubahan bisa terjadi karena adanya perubahan cara

pandang masyarakat dan investor untuk membentuk ruang-ruang yang baru.

Page 35: BAB VII KONSEP SAUJANA KOTA MAGELANG · yang terjadi menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan masyarakatnya. Tempat Dewa Gambar 7.1 Konsep Saujana Kota Magelang Robertson dan Richards

271

Namun ruang-ruang yang baru tersebut, seharusnya tetap mengacu pada potensi

alam yang ada (Sauver, 1995).

Kota Magelang merupakan hasil ekspresi masyarakatnya dalam mengolah

ruang yang dipengaruhi oleh budayanya. Kestrategisan letak Kota Magelang

telah mengubah karakter kota yang pada akhirnya mengalami penurunan nilai

keunggulan pada saujananya. Alam dengan panorama yang indah serta kondisi

tanah yang subur tidak menjadi pertimbangan dalam pengembangan kota.

Beberapa kawasan mengalami penurunan nilai keunggulan, antara lain daerah

Bayeman yang berubah menjadi kawasan perekonomian, serta kompleks RSJP

Kramat yang bergeser makna dari keindahan dan kesuburan menjadi kestrategisan

dengan adanya perumahan, pertokoan dan beberapa fasilitias pendidikan.

Alam sebagai inspirasi telah mengalami penurunan yang terlihat pada

bentuk kawasan dan bangunan. Perubahan fungsi kawasan dan bangunan

dipengaruhi oleh kestrategisan lokasi, tanpa mempertimbangkan keindahan alam.