bab vi hasil penelitian dan pembahasan 4.1 deskripsi...
TRANSCRIPT
72
BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat empat variabel yang diteliti yaitu: sikap
personal, norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan intensi kewirausahaan.
Sedangkan instrument yang digunakan untuk penelitian yaitu Entrepreneurial
Intentions Questionare (EIQ) yang dikembangkan oleh Linan dan Chen (2009)
serta dimodifikasi oleh Rijal Assidiq Mulyana (2013) berdasarkan teori Planned
Behavior dari Ajzen. Sebelum disebarkan ke responden yang menjadi sampel
penelitian, instrument terlebih dahulu diuji validitas dan relibialitasnya terhadap 34
siswa SMK Negeri 1 Katapang, kemudian data diolah menggunakan alat uji statistic
SPSS 21.0. Hasil dari uji instrument menunjukkan bahwa instrument penelitian
tersebut valid dan reliabel, oleh karena itu penulis dapat melanjutkan penelitian
menuju tahap selanjutnya.
Sebagaimana telah dikemukakan pada BAB III, responden yang menjadi
sampel penelitian sebanyak 345 siswa SMK kelas XII dari 21 sekolah yang terdapat
di UPTD SMK Wilayah 1 Kabupaten Bandung. Instrumen yang telah disebar
kemudian dikumpulkan untuk memperoleh deskripsi tentang komposisi responden
serta kategorisasi variabel penelitian. Hasil selengkapnya mengenai deskripsi
komposisi responden dan kategorisasi variabel penelitian, diuraikan sebagai
berikut,
4.1.1 Deskripsi Responden Penelitian
Pada penelitian ini, responden yang dipilih menjadi sampel penelitian
adalah siswa SMK Kelas XII yang telah mendapatkan mata pelajaran
Kewirausahaan selama di kelas X dan XI serta akan menghadapi kelulusan. Hal ini
karena penulis menduga bahwa dalam diri siswa kelas XII telah terbentuk intensi
yang kuat dibanding dengan siswa kelas X dan XI. Berikut hasil deskripsi
72
73
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
responden berdasarkan jenis kelamin, usia, asal tinggal, pekerjaan orang tua dan
anggota keluarga lain yang berwirausaha.
4.1.1.1 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan karakteristik jenis kelamin
sebagai tambahan informasi yang dianggap relevan mengenai komposisi responden
dalam penelitian. Adapun komposisi responden berdasarkan jenis kelamin
ditampilkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Gender Frekuensi Persentase
Laki-Laki 186 54
Perempuan 159 46
Total 345 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan adanya perbedaaan komposisi
responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Responden berjenis
kelamin laki-laki sebesar 54 %, sedangkan responden berjenis kelamin perempuan
sebesar 46 %. Namun, perbedaan tersebut tidaklah signifikan yaitu hanya berbeda
8 %. Fakta tersebut menunjukkan bahwa SMK di wilayah yang menjadi obyek
penelitian diminati baik oleh siswa laki-laki maupun perempuan.
4.1.1.2 Komposisi Responden Berdasarkan Usia
Dalam penelitian ini, penulis memasukkan komposisi usia sebagai salah
satu deskripsi karakteristik responden dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
kematangan berpikir dalam menjawab instrument penelitian. Adapun komposisi
responden berdasarkan usia ditampilkan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa usia rata-rata siswa SMK kelas XII yaitu
pada kisaran usia 17-18 tahun atau sebesar 68 %, sedangkan pada usia 15-16 tahun
sebesar 32 %. Menurut Alam S. (2007), penduduk usia kerja (tenaga kerja) adalah
penduduk yang berumur 15 tahun ke atas untuk negara-negara berkembang seperti
74
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Indonesia. Selain itu, pada usia 15 tahun ke atas juga termasuk dalam kategori
angkatan kerja. Seperti diungkapkan oleh Alam S. (2007), angkatan kerja adalah
penduduk dalam usia kerja (15 tahun ke atas), biak yang bekerja maupun yang tidak
bekerja, sehingga kelompok ini disebut kelompok usia produktif. Artinya bahwa
seluruh siswa SMK yang menjadi responden penelitian, sudah memasuki usia kerja
dan termasuk ke dalam angkatan kerja meskipun belum bekerja.
Tabel 4.2
Komposisi Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
>15 -
15-16 109 32
17-18 236 68
Total 345 100
4.1.1.3 Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Faktor keluarga seringkali mempengaruhi kecenderungan seseorang ketika
akan memilih pekerjaan. Semakin tinggi kecenderungan terhadap suatu pekerjaan
maka intensi terhadap pekerjaan tertentu juga semakin kuat. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Olawale Fatoki (2014) yang menunjukkan bahwa mahasiswa yang
orang tuanya terlibat dalam bisnis memiliki intensi kewirausahaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mahasiswa yang orang tuanya tidak terlibat dalam bisnis.
Oleh karena itu, penulis menganggap informasi mengenai pekerjaan orang tua
menjadi informasi yang relevan. Adapun komposisi responden berdasarkan
pekerjaan orang tua dapat dilihat dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jenis pekerjaan orang tua siswa yang menjadi
responden didominasi oleh mereka yang bekerja sebagai wirausaha yaitu sebesar
51%. Kemudian diikuti oleh orang tua yang bekerja sebagai buruh atau sebesar
18,6%, pegawai/karyawan swasta 7,5%, PNS/BUMN sebesar 4,9 %TNI/Polri
sebesar 0,6%, Guru sebesar 0,3%, dan sebesar 16,2% dari berbagai jenis pekerjaan
lainnya. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka yang
75
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
bersekolah di SMK lebih banyak didominasi oleh mereka yang berlatar belakang
pekerjaan orang tua sebagai wirausaha.
Tabel 4.3
Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase
Wirausaha 179 51,9
Buruh 64 18,6
PNS/BUMN 17 4,9
TNI/Polri 2 0,6
Pegawai/Karyawan Swasta 26 7,5
Guru 1 0,3
Lainnya 56 16,2
Total 345 100
4.1.1.4 Komposisi Responden Berdasarkan Anggota Keluarga Lain yang
Berwirausaha
Selain orang tua, anggota keluarga lain juga dapat berpengaruh terhadap
kecenderungan seseorang dalam memilih pekerjaan. Hal ini terutama jika anggota
keluarga tersebut merupakan sosok yang menjadi teladan bagi seseorang. Seperti
yang diungkapkan oleh Luiz, et al (2015: 760), bahwa faktor keluarga merupakan
salah satu unsur dalam dimensi latar belakang pribadi yang mempengaruhi intensi
kewirausahaan seseorang. Adapun komposisi responden berdasarkan ada tidaknya
anggota keluarga lain yang berwirausaha dapat dilihat dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebanyak 46,1 % mereka yang duduk di
SMK memiliki anggota keluarga yang bekerja sebagai wirausaha, terdiri dari
paman/bibi sebesar 27,2 %, kakak kandung sebesar 8,7 %, kakek/nenek sebesar
4,9%, dan lainnya sebesar 5,2%. Sedangkan, mereka yang tidak memiliki anggota
keluarga lain yang berwirausaha yaitu sebesar 53,9%. Fakta tersebut menunjukkan
bahwa mereka yang duduk di bangku SMK tidak memiliki perbedaan yang
signifikan antara mereka yang memiliki anggota keluarga lain yang berwirausaha
maupun yang tidak memiliki anggota keluarga lain yang berwirausaha.
76
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Tabel 4.4
Komposisi Responden Berdasarkan Anggota Keluarga Lain
Yang Berwirausaha
Anggota Keluarga Frekuensi Persentase
Paman/Bibi 94 27.2
Kakak Kandung 30 8.7
Kakak Ipar - -
Kakek/Nenek 17 4.9
Lainnya 18 5.2
Tidak ada 186 53.9
Total 345 100
4.2 Aplikasi Penggunaan Sumber Data Empiris
Dalam persamaan structural, data yang dapat dianalisis adalah data yang
berskala interval, sedangkan dalam penelitian ini data yang diperoleh melalui
kuesioner yang dibagikan ke responden berupa data dengan skala ordinal. Oleh
karena itu, data dengan skala ordinal harus dirubah ke dalam skala interval. Cara
untuk mengubah data ordinal menjadi data interval yaitu dengan menggunakan
metode suksesif interval (Method Succesive Interval). Dalam penelitian ini, penulis
telah mengkonversi data berskala ordinal yang diperoleh menjadi data berskala
interval yang dapat dilihat dalam Lampiran 4.
4.3 Uji Asumsi Statistik
Pengolahan data yang dilakukan model persamaan structural yaitu model
analisis faktor konfirmatori dan analisis jalur harus memenuhi asumsi-asumsi
statistic. Menurut Kusnendi (2008: 46), asumsi-asumsi yang dimaksud ada 4
(empat), antara lain: 1) ukuran sampel minimal berjumlah 100 responden (dalam
penelitian ini, asumsi ini telah terpenuhi yaitu sampel berjumlah 345 responden);
2) Normalitas dan Linearitas, 3) Outliers, 4) Multikolinieritas.
77
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4.3.1 Uji Evaluasi Asumsi Normalitas Data
Uji asumsi normalitas data dalam format AMOS dapat dilakukan dengan
membandingkan nilai kriteria critical ratio skewness sebesar ± 2,58. Apabila data
memiliki nilai critical ratio skewness di bawah harga mutlak ± 2,58, maka dapat
disimpulkan bahwa data memiliki distribusi normal.
Berdasarkan hasil pengujian asumsi normalitas data diperoleh nilai critical
ratio skewness sebesar 17,6. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat problem
atau masalah normalitas pada data (Lampiran 5).
4.3.2 Uji Evaluasi Asumsi Multivariate Outliers
Kasus multivariate outliers dapat menimbulkan bias terhadap analisis
selanjutnya apabila tetap dibiarkan maka tingkat kepercayaan penelitian menjadi
berkurang. (Kusnendi, 2008:51). Untuk mengetahui apakah terjadi multivariate
outliers dalam data yaitu dengan memperhatikan nilai mahalanobis distance yang
terdapat dalam hasil keluaran AMOS. selain itu, penulis menggunakan bantuan
program Microsoft Excel untuk menghitung nilai mahalanobis distance pada
tingkat kesalahan 0,001 dan derajat kebebasan (degree of freedom) sebesar 20
(jumlah variabel yang diobservasi). Nilai yang diperoleh dari perhitungan tersebut
yaitu sebesar 45,31475. Apabila koefisien d2 (mahalanobis distance) pada nomor
responden lebih besar dari 45,31475, maka nomor tersebut diduga merupakan
multivariate outliers.
Berdasarkan hasil keluaran (text output) AMOS, diperoleh 8 (delapan)
nomor responden yaitu nomor 24, 83, 89, 91, 93, 187, 251, dan 275 yang merupakan
multivariate outliers maka penulis mengeluarkan nomor tersebut dari data sampel.
Setelah nomor responden tersebut di drop dari data sampel, maka hasil output
seluruhnya menunjukkan nomor responden terbebas dari multivariate outliers.
Adapun data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.
4.3.3 Uji Evaluasi Asumsi Multikolinieritas
Asumsi multikolinieritas menunjukkan kondisi di mana antarvariabel
penyebab terdapat hubungan linier yang sempurna (Hair, dkk., 2006: 170 dalam
78
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Kusnendi, 2008: 51). Untuk menguji apakah terdapat multikolinieritas dapat dilihat
dari koefisien determinan matriks kovariansi. Apabila koefisien determinan
matriks kovariansi dan atau matriks korelasi sangat kecil mendekati nol
mengindikasikan terdapat problem multikolinieritas (Kusnendi, 2008: 52).
Berdasarkan hasil keluaran AMOS menunjukkan nilai koefisien determinan
matriks kovariansi pada data sampel penelitian yaitu 0,00 atau dapat dikatakan
terdapat masalah multikolinieritas dalam data. Namun, dalam keterangan yang
terdapat dalam hasil keluaran AMOS menunjukkan bahwa, “the sample covariance
matrix is positive definite”. Artinya, sampel matriks kovariansi menunjukkan hasil
yang positif. Dengan demikian, data sampel layak digunakan dalam analisis data
selanjutnya.
4.4 Uji Model Pengukuran Intensi Kewirausahaan
Model pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu CFA
(Confirmatory Factor Analysis). Dalam format CFA, isu masalah berkisar pada dua
masalah penelitian, sebagai berikut: 1) apakah konstruk atau variabel laten yang
diteliti secara unidimensional, tepat dan konsisten dapat dijelaskan oleh indikator-
indikator sebagaimana yang dikonsepsikan? 2) Indikator-indikator apa yang
dominan membentuk konstruk yang diteliti? (Kusnendi, 2008: 109).
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Kusnendi (2008: 109)
menyatakan bahwa model pengukuran tersebut perlu diuji dengan tiga cara, yaitu
1) uji kesesuaian model (overall model fit test); 2) uji kebermaknaan (test of
significance) masing-masing koefisien bobot faktor dan; 3) evaluasi reliabilitas
konstruk. Uji model pengukuran intensi kewirausahaan dijelaskan sebagai berikut.
4.4.1 Model Intensi Kewirausahaan
4.4.1.1 Uji Kesesuaian Model (Overall Model Fit Test)
Model pengukuran dikatakan fit dengan data apabila model dapat
mengestimasi matriks kovariansi populasi (∑) yang tidak berbeda dengan matriks
kovariansi data sampel (Kusnendi, 2008: 109). Berdasarkan hasil pengolahan data
dengan format AMOS diperoleh beberapa kriteria model tidak fit yang ditunjukkan
79
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
dengan nilai chi-squares 515,983 dengan probabilitas p = 0,000. Selain itu, kriteria
tidak fit lainnya CFI = 0,840, AGFI = 0,823, GFI = 0,861, dan TLI = 0,815 berada
di bawah nilai yang dipersyaratkan yaitu 0,9. Namun, nilai GFI lainnya
menunjukkan kriteria fit seperti ditunjukkan oleh nilai RMSEA = 0,079 yang
berada di bawah nilai 0,08 (model dikatakan fit apabila nilai RMSEA lebih kecil
dari 0,08). Oleh karena itu, model pengukuran intensi kewirausahaan dapat
dikatakan fit atau model yang diusulkan dapat mengestimasi matriks kovariansi
populasi yang tidak berbeda dengan matriks kovariansi data sampel.
Gambar 4.1
Estimasi Parameter Overall Measuremet Model, Intensi Kewirausahaan
4.4.1.2 Uji Kebermaknaan Koefisien Bobot Faktor
Uji kebermaknaan koefisien bobot faktor bertujuan untuk menentukan
validitas dan reliabilitas masing-masing indikator dalam mengukur variabel
latennya (Kusnendi, 2008: 111). Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan
80
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
format AMOS ditemukan bahwa ada satu estimasi koefisien bobot faktor yaitu X1
= 0,291 yang nilainya di bawah angka yang distandarkan yaitu 0,40. Menurut Hair,
dkk., 2006 dalam Kusnendi, 2008: 111), jika dari hasil uji kebermaknaan ditemukan
ada koefisien bobot faktor yang tidak signifikan (P-hitung > 0,05) dan atau estimasi
koefisien bobot faktor yang distandarkan ada yang kurang dari 0,40 atau 0,50
diindikasikan indikator tersebut tidak valid dalam mengukur variabel latennya.
Apabila ditemukan ada indikator yang tidak valid maka indikator tersebut didrop
atau dikeluarkan dari model pengukuran.
Namun, setelah indikator dikeluarkan dari model, ternyata tidak
menunjukkan hasil yang lebih baik dari model sebelumnya. Dengan pertimbangan
bahwa indikator tersebut apabila didrop tidak menunjukkan hasil yang lebih baik,
maka penulis tidak mengeluarkan indikator tersebut dari model. Selain itu,
indikator tersebut masuk ke dalam variabel laten konstruk sikap personal sehingga
secara kelayakan teori tidak memungkinkan indikator tersebut didrop dari model.
Secara lengkap, hasil uji kebermaknaan masing-masing koefisien bobot faktor
dapat dilihat dalam Standardized Regression Weights (Lampiran 8) pada hasil
keluaran AMOS yang ditampilkan dalam Tabel 4.5.
4.4.1.3 Evaluasi Reliabilitas Konstruk
Langkah selanjutnya setelah model pengukuran diuji yaitu mengevaluasi
reliabilitas konstruk atau reliabilitas komposit masing-masing model pengukuran.
Menurut Kusnendi (2008: 111), apabila koefisien reliabilitas konstruk dan atau
koefisien variance extracted tidak kurang dari 0,70 dan atau 0,50 diindikasikan
model pengukuran variabel laten reliabel atau dapat mengukur variabel laten atau
konstruk yang diteliti. Berdasarkan estimasi koefisien bobot faktor yang
distandarkan pada Tabel 4.5, maka estimasi R2 dan kesalahan pengukuran (error
measurement) masing-masing indikator dapat ditentukan. Estimasi R2 dan atau
kesalahan pengukuran digunakan untuk menentukan dominan tidaknya suatu
indikator dalam mengukur atau membentuk variabel latennya. Apabila indikator
memiliki estimasi koefisien R2 tidak kurang dari 0,70 atau tingkat kesalahan
pengukurannya (error measurement) kurang dari 0,51 atau 51%, maka indikator
81
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
tersebut dikatakan dominan sebagai pembentuk variabel latennya. (Kusnendi, 2008:
111-112). Adapun estimasi koefisien R2 masing-masing indikator dapat dilihat pada
Tabel 4.6. Sedangkan, reliabilitas konstruk untuk model pengukuran intensi
kewirausahaan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas konstruk, hasil estimasi dari sikap
personal (0,825), norma subyektif (0,80), persepsi kontrol perilaku (0,833), dan
intensi kewirausahaan (0,856), semuanya lebih besar dari angka mutlak yang
ditetapkan yaitu 0,70. Artinya bahwa secara komposit masing-masing indikator dari
keempat variabel tidak memiliki konsistensi internal yang memadai dalam
mengukur variabel yang diteliti.
Tabel 4.5
Koefisien Bobot Faktor Masing-Masing Indikator
Model
Pengukuran
Indikator (𝝀) Probabilitas
(P)
Sikap Personal Menjadi wirausahawan memberikan
banyak keuntungan daripada kerugian
untuk saya (X1)
0,291
***
Karir sebagai wirausaha sangat
menarik bagi saya (X2) 0,663
***
Jika saya memiliki kesempatan dan
modal, saya akan segera memulai
sebuah usaha (X3)
0,541
***
Menjadi seorang wirausahawan
memberikan kepuasaan yang besar
bagi saya (X4)
0,557
***
Dari berbagai pilihan karir, saya lebih
memilih menjadi seorang
wirausahawan (X5)
0,636
***
82
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Norma
Subyektif
Keluarga terdekat akan menyetujui
keputusan saya untuk memulai usaha
(X6)
0,458
***
Teman terdekat akan menyetujui
keputusan saya untuk memulai usaha
(X7)
0,456
***
Teman sejawat akan menyetujui
keputusan saya untuk memulai usaha
(X8)
0,496
***
Pembelajaran kewirausahaan di
sekolah memotivasi saya untuk
menjadi wirausaha (X9)
0,514
***
Persepsi
Kontrol
Perilaku
Untuk memulai sebuah usaha dan
membuatnya berjalan akan mudah
bagi saya (X10)
0,550
***
Saya siap memulai sebuah usaha yang
layak (X11)
0,646
***
Saya mampu mengontrol proses
pendirian sebuah usaha baru (X12)
0,690
***
Saya mengetahui rincian praktis yang
dibutuhkan untuk memulai usaha
baru (X13)
0,640
***
Jika saya mencoba memulai usaha
baru, saya akan memiliki
kemungkinan tinggi untuk berhasil
(X14)
0,602
***
Intensi
Kewirausahaan
Saya siap melakukan segalanya untuk
menjadi wirausahawan (Y1) 0,652
***
Tujuan profesi saya adalah menjadi
wirausahawan (Y2) 0,671
***
83
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Saya akan menghadapi setiap
rintangan untuk memulai dan
menjalankan usaha saya sendiri (Y3)
0,624
***
Saya bertekad untuk menciptakan
sebuah usaha di masa depan (Y4) 0,653
***
Saya sangat serius berpikir untuk
memulai sebuah usaha (Y5) 0,741
***
Saya memiliki tekad yang kuat untuk
memulai sebuah usaha (Y6) 0,782
***
Tabel 4.6
Estimasi Koefisien R2 Masing-Masing Indikator
Item Variabel Penelitian
Intensi
Kewirausahaan
Sikap
Personal
Norma
Subyektif
Persepsi
Kontrol
Perilaku
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
0,425
0,450
0,389
0,426
0,549
0,612
0,085
0,440
0,293
0,310
0,404
0,210
0,208
0,246
0,264
0,303
0,417
0,476
0,410
0,362
84
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Adapun penjabaran indikator-indikator dari keempat variabel yang
diurutkan berdasarkan estimasi validitas dan reliabilitas (R2), sebagai berikut:
1. Sikap Personal
a. Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya (X2) dengan taksiran
validitas terbesar dalam pembentukan sikap personal model intensi
kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, yaitu
sebesar 0,663. Sedangkan besarnya R2 = 0,440. Artinya bahwa indikator ini
mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 44%, sedangkan sisanya
56% dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
Tabel 4.7
Reliabilitas Konstruk Untuk Model Pengukuran Intensi Kewirausahaan
Model Pengukuran Reliabilitas Konstruk (CRk)
Sikap Personal 0,825
Norma Subyektif 0,800
Persepsi Kontrol Perilaku 0,833
Intensi Kewirausahaan 0,856
b. Dari berbagai pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang
wirausahawan (X5) dengan taksiran validitas sebesar 0,663. Sedangkan
besarnya R2 = 0,404. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan
variabel sikap personal sebesar 40,4%, sedangkan sisanya 59,6% dijelaskan
oleh indikator lain di luar model.
c. Menjadi seorang wirausahawan memberikan kepuasaan yang besar bagi saya
(X4) dengan taksiran validitas sebesar 0,557. Sedangkan besarnya R2 =
0,310. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
personal sebesar 31%, sedangkan sisanya 69% dijelaskan oleh indikator lain
di luar model.
d. Jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah
usaha (X3) dengan taksiran validitas sebesar 0,541. Sedangkan besarnya R2
= 0,293. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
85
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
personal sebesar 29,3%, sedangkan sisanya 70,7% dijelaskan oleh indikator
lain di luar model.
e. Menjadi wirausahawan memberikan banyak keuntungan daripada kerugian
untuk saya (X1) dengan taksiran validitas sebesar 0,291. Sedangkan besarnya
R2 = 0,085. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
personal sebesar 8,5%, sedangkan sisanya 91,5% dijelaskan oleh indikator
lain di luar model.
2. Norma Subyektif
a. Pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi
wirausaha (X9) dengan taksiran validitas terbesar dalam pembentukan norma
subyektif model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1
Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 0,514. Sedangkan besarnya R2 = 0,264.
Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal
sebesar 26,4%, sedangkan sisanya 73,6% dijelaskan oleh indikator lain di luar
model.
b. Teman sejawat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha (X8)
dengan taksiran validitas sebesar 0,496. Sedangkan besarnya R2 =0,246.
Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal
sebesar 24,6%, sedangkan sisanya 75,4% dijelaskan oleh indikator lain di luar
model.
c. Keluarga terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha
(X6) dengan taksiran validitas sebesar 0,458. Sedangkan besarnya R2 =0,210.
Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal
sebesar 21%, sedangkan sisanya 79% dijelaskan oleh indikator lain di luar
model.
d. Teman terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha (X7)
dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,208.
Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal
sebesar 20,8%, sedangkan sisanya 79,2% dijelaskan oleh indikator lain di luar
model.
3. Persepsi Kontrol Perilaku
86
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
a. Saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru (X12) dengan
taksiran validitas terbesar dalam pembentukan persepsi kontrol perilaku
model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten
Bandung, yaitu sebesar 0,690. Sedangkan besarnya R2 = 0,476. Artinya
bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar
47,6%, sedangkan sisanya 52,4% dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
b. Saya siap memulai sebuah usaha yang layak (X11) dengan taksiran validitas
sebesar 0,646. Sedangkan besarnya R2 =0,417. Artinya bahwa indikator ini
mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 41,7%, sedangkan
sisanya 58,3% dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
c. Saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai usaha baru
(X13) dengan taksiran validitas sebesar 0,640. Sedangkan besarnya R2
=0,410. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
personal sebesar 41%, sedangkan sisanya 59% dijelaskan oleh indikator lain
di luar model.
d. Jika saya mencoba memulai usaha baru, saya akan memiliki kemungkinan
tinggi untuk berhasil (X14) dengan taksiran validitas sebesar 0,602.
Sedangkan besarnya R2 =0,362. Artinya bahwa indikator ini mampu
menjelaskan variabel sikap personal sebesar 36,2%, sedangkan sisanya
63,8% dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
e. Untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya berjalan akan mudah bagi
saya (X10) dengan taksiran validitas sebesar 0,550. Sedangkan besarnya R2
=0,303. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
personal sebesar 30,3%, sedangkan sisanya 69,7% dijelaskan oleh indikator
lain di luar model.
4. Intensi Kewirausahaan
a. Saya memiliki tekad yang kuat untuk memulai sebuah usaha (Y6) dengan
taksiran validitas terbesar dalam pembentukan intensi model intensi
kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, yaitu
sebesar 0,514. Sedangkan besarnya R2 =0,612. Artinya bahwa indikator ini
87
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 61,2%, sedangkan
sisanya 38,8% dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
b. Saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha (Y5) dengan taksiran
validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,549. Artinya bahwa
indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 54,9%,
sedangkan sisanya 45,1% dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
c. Tujuan profesi saya adalah menjadi wirausahawan (Y2) dengan taksiran
validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,450. Artinya bahwa
indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 45%,
sedangkan sisanya 55% dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
d. Saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan (Y4) dengan
taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,426. Artinya
bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar
42,6%, sedangkan sisanya 57,4% dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
e. Saya siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan (Y1) dengan
taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,425. Artinya
bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar
42,5%, sedangkan sisanya 79,2% dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
f. Saya akan menghadapi setiap rintangan untuk memulai dan menjalankan
usaha saya sendiri (Y3) dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan
besarnya R2 =0,389. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan
variabel sikap personal sebesar 38,9%, sedangkan sisanya 57,4% dijelaskan
oleh indikator lain di luar model.
Berdasarkan perspektif teoritis, hasil penelitian model intensi
kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung menunjukkan
adanya perbedaan dan persamaan dengan model intensi kewirausahaan yang
dikembangkan oleh Linan dan Chen (2009) dan dimodifikasi oleh Rijal Assidiq
Mulyana (2013). Perbedaan tersebut dapat dilihat dari indikator yang paling
dominan membentuk konstruk variabel yang diteliti. Seperti pada konstruk sikap
personal, hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator karir sebagai wirausaha
sangat menarik bagi saya memiliki validitas dan reliabilitas paling tinggi atau
88
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
menjadi penciri utama konstruk variabel, sedangkan pada penelitian Linan dan
Chen menunjukkan bahwa yang menjadi penciri utama dari konstruk sikap personal
adalah indikator jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera
memulai sebuah usaha. Selanjutnya untuk konstruk norma subyektif menggunakan
modifikasi instrument oleh Rijal Assidiq Mulyana (2013), hasil penelitian
menunjukkan bahwa indikator pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi
saya untuk menjadi wirausaha menjadi penciri utama dari konstruk norma
subyektif. Hal ini tentu berbeda dengan penelitian Linan dan Chen yang tidak
menggunakan indikator tersebut dalam instrument yang mereka kembangkan.
Dalam penelitian Linan dan Chen, penciri utama dari konstruk norma subyektif
adalah indikator teman dekat. Sedangkan pada penelitian Rijal Assidiq Mulyana,
indikator pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi
wirausaha menempati urutan kedua setelah indikator keluarga dekat dalam
membentuk konstruk norma subyektif.
Untuk konstruk persepsi kontrol perilaku, hasil penelitian menunjukkan
bahwa indikator saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru
memiliki validitas dan reliabilitas paling tinggi atau dominan dalam membentuk
konstruk tersebut. Begitu pula dengan penelitian Linan dan Chen yang
menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Kemudian diperkuat pula oleh hasil
penelitian Rijal Assidiq Mulyana pada siswa SMKN 12 Garut yang menunjukkan
bahwa indikator tersebut dominan sebagai pembentuk konstruk persepsi kontrol
perilaku. Sedangkan untuk konstruk intensi kewirausahaan, hasil penelitian
menunjukkan bahwa indikator saya memiliki tekad yang kuat untuk menciptakan
sebuah usaha baru menjadi penciri utama dari konstruk intensi kewirausahaan.
Sedangkan, hasil penelitian Linan dan Chen, indikator saya bertekad untuk
menciptakan sebuah usaha baru di masa depan dominan sebagai pembentuk
konstruk intensi kewirausahaan.
Perbedaan hasil penelitian dengan Linan dan Chen (2009), terutama pada
sikap personal, norma subyektif dan intensi kewirausahaan menurut penulis karena
adanya perbedaan budaya dan kebiasaan diantara subyek penelitian. Pada subjek
penelitian yang diteliti penulis, sebagian besar responden memiliki orang tua yang
89
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
bekerja sebagai wirausaha tetapi norma subyektif mengenai perilaku wirausaha
justru terbentuk paling dominan dari pembelajaran kewirausahaan di sekolah
sedangkan pada penelitian Linan dan Chen norma subyektif terbentuk dari teman
dekat. Kemudian, adanya persamaan hasil penelitian dengan Linan dan Chen
mengenai persepsi kontrol perilaku menunjukkan bahwa diantara subjek penelitian
sebagian besar memiliki keyakinan kuat akan mampu mengontrol proses pendirian
sebuah usaha baru.
4.5 Deskripsi Variabel Penelitian
4.5.1 Deskripsi Sikap Personal Siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten
Bandung
Sikap personal dalam penelitian ini diukur dari 5 (lima) item pernyataan
dengan alternatif jawaban sebanyak 7 alternatif pilihan yang diberi bobot 1 sampai
7. Hasil selengkapnya distribusi dan kategori tanggapan responden mengenai sikap
personal dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Distribusi dan Kategori Jawaban Responden terhadap
Variabel Sikap Personal
Item/Indikator Rata-rata
Skor
Kriteria
1 2 3
1. Menjadi wirausahawan memberikan banyak
keuntungan daripada kerugian untuk saya
5,28 Tinggi
2. Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi
saya
5,65 Tinggi
3. Jika saya memiliki kesempatan dan modal,
saya akan segera memulai sebuah usaha
6,38 Sangat Tinggi
4. Menjadi seorang wirausahawan memberikan
kepuasaan yang besar bagi saya
5,33 Tinggi
90
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
5. Dari berbagai pilihan karir, saya lebih
memilih menjadi seorang wirausahawan
5,06 Tinggi
SIKAP PERSONAL 5,54 Tinggi
Sumber: Penelitian, diolah
Berdasarkan Tabel 4.8, menunjukkan sikap personal siswa SMK di UPTD
Wilayah 1 Kabupaten Bandung berada dalam kriteria “tinggi” dengan skor rata-rata
5,54. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa siswa SMK memiliki
penilaian yang positif terhadap perilaku wirausaha. Penilaian yang positif tersebut
dapat membantu siswa dalam menentukan bagaimana melihat situasi, serta
bagaimana bersikap terhadap perilaku wirausaha. Selain itu, juga dapat membentuk
kepercayaan diri siswa dalam mewujudkan perilaku wirausaha.
Adapun item/indikator yang memberikan skor tertinggi yaitu jika saya
memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah usaha dengan
skor 6,38 berada pada kriteria “sangat tinggi”. Hal ini menunjukkan bahwa pada
dasarnya siswa SMK sudah memiliki kesiapan berwirausaha namun seringkali
terkendala oleh kesempatan dan modal. Oleh karena itu, untuk mendukung program
pemerintah dalam mengatasi pengangguran perlu diberikan kesempatan bagi siswa
SMK untuk mengembangkan ide berwirausaha serta memberikan bantuan modal
yang sesuai dengan kebutuhan usaha mereka. Selanjutnya, pada item/indikator karir
sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya dengan skor 5,65 berada pada kriteria
“tinggi”. Artinya siswa SMK sebenarnya tertarik dengan karir wirausaha, namun
perlu diberikan bimbingan baik dari pemerintah atau sekolah terutama guru dalam
mewujudkan ide atau kreativitas usaha mereka. Bimbingan yang dilakukan dapat
berupa pemberian materi tentang seluk-beluk dunia kewirausahaan, menunjukkan
contoh-contoh wirausahawan sukses yang memulai usaha dari bawah, serta
memberikan teladan langsung terutama pada guru kewirausahaan yaitu guru
tersebut juga memiliki sebuah usaha sehingga materi yang diberikan dapat
bermakna bagi siswa.
91
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Kemudian item/indikator menjadi seorang wirausahawan memberikan
kepuasaan yang besar bagi saya dengan skor 5,33 juga berada pada kriteria “tinggi”.
Artinya siswa SMK yang menjadi responden telah memiliki pengalaman tertentu
berkaitan perilaku wirausaha baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengalaman tersebut dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap
pembentukan kepercayaan diri siswa dalam mewujudkan keinginan berwirausaha.
Informasi tersebut dapat memudahkan sekolah atau guru dalam mengarahkan siswa
SMK untuk berwirausaha. Namun, hal tersebut perlu mendapat dukungan dari
keluarga dekat terutama orang tua siswa sehingga diharapkan orang tua dapat ikut
memperhatikan, membina, membimbing dan mengarahkan minat atau keinginan
mereka.
Item/indikator selanjutnya yaitu menjadi wirausahawan memberikan
banyak keuntungan daripada kerugian untuk saya dan item/indikator dari berbagai
pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang wirausahawan dengan skor 5,28
dan 5,06 juga berada pada kriteria “tinggi”. Kedua skor dan kriteria tersebut
menunjukkan kekonsistenan responden dalam memberikan tanggapan terhadap
variabel sikap personal. Artinya konsisten dalam penilaian yang positif terhadap
keuntungan menjadi wirausahawan serta memilih karir sebagai wirausahawan.
Berdasarkan penjelasaan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap positif
dalam diri siswa SMK berkaitan dengan perilaku wirausaha telah terbentuk dengan
baik. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran di sekolah perlu ditanamkan jiwa
kewirausahaan pada diri siswa sehingga kelak mereka menjadi wirausahawan yang
mandiri dan bertanggung jawab.
4.5.2 Deskripsi Norma Subyektif Siswa SMK di UPTD Wilayah 1
Kabupaten Bandung
Norma subyektif dalam penelitian ini diukur dari 4 (empat) item pernyataan
dengan alternatif jawaban sebanyak 7 alternatif pilihan yang diberi bobot 1 sampai
7. Hasil selengkapnya distribusi dan kategori tanggapan responden mengenai
norma subyektif dapat dilihat pada Tabel 4.9.
92
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan Tabel 4.9, menunjukkan norma subyektif siswa SMK di UPTD
Wilayah 1 Kabupaten Bandung berada dalam kriteria “tinggi” dengan skor rata-rata
5,65. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa tekanan-tekanan social yang
dirasakan siswa memberikan norma yang positif terhadap perilaku wirausaha.
Siswa SMK meyakini bahwa lingkungan terdekat mereka baik dari keluarga, teman
atau lingkungan sekitar akan mendukung mereka secara positif apabila mereka
memilih karir berwirausaha.
Tabel 4.9
Distribusi dan Kategori Jawaban Responden terhadap
Variabel Norma Subyektif
Item/Indikator Rata-rata
Skor
Kriteria
1 2 3
1. Keluarga terdekat akan menyetujui
keputusan saya untuk memulai usaha
5,90 Sangat Tinggi
2. Teman terdekat akan menyetujui keputusan
saya untuk memulai usaha
5,46 Tinggi
3. Teman sejawat akan menyetujui keputusan
saya untuk memulai usaha
5,34 Tinggi
4. Pembelajaran kewirausahaan di sekolah
memotivasi saya untuk menjadi wirausaha
5,92 Sangat Tinggi
NORMA SUBYEKTIF 5,65 Tinggi
Sumber: Penelitian, diolah
Adapun item/indikator yang memberikan skor tertinggi yaitu pembelajaran
kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi wirausaha dengan skor
5,92 berada pada kriteria “sangat tinggi”. Artinya, siswa termotivasi menjadi
wirausahawan berasal dari pembelajaran kewirausahaan di sekolah. Selanjutnya,
motivasi tersebut juga dirasakan siswa berasal dari keluarga terdekat yang
ditunjukkan dengan skor 5,90 berada pada kriteria “sangat tinggi”. Uraian tersebut
menggambarkan bahwa siswa SMK memiliki motivasi menjadi wirausahawan
93
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
karena didukung penuh oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah serta
keluarga terdekat terutama orang tua mereka.
Kemudian item/indikator teman terdekat akan menyetujui keputusan saya
untuk memulai usaha dengan skor 5,46 berada pada kriteria “tinggi”. Diikuti
item/indikator teman sejawat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha
dengan skor 5,34 juga berada pada kriteria “tinggi”. Infomasi tersebut menunjukkan
bahwa baik teman terdekat maupun teman sejawat (teman sepermainan) juga
mendukung siswa SMK untuk menjadi wirausahawan. Dengan adanya keyakinan
bahwa orang-orang penting tertentu/terdekat akan menyetujui keputusan mereka
berwirausaha, akan menguatkan keinginan mereka untuk mewujudkan perilaku
wirausaha.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa norma positif
telah terbentuk dalam diri siswa SMK berkaitan dengan perilaku wirausaha. Oleh
karena itu, informasi tersebut dapat membantu guru dalam mengkreasikan kegiatan
pembelajaran kewirausahaan menjadi menarik dan bermakna bagi siswa seperti
mengadakan workshop hasil karya siswa SMK, mengadakan pelatihan untuk
membuat hasil karya, atau mengadakan kunjungan ke sentra industri rumah tangga.
4.5.3 Deskripsi Persepsi Kontrol Perilaku Siswa SMK di UPTD Wilayah 1
Kabupaten Bandung
Persepsi Kontrol Perilaku dalam penelitian ini diukur dari 5 (empat) item
pernyataan dengan alternatif jawaban sebanyak 7 alternatif pilihan yang diberi
bobot 1 sampai 7. Hasil selengkapnya distribusi dan kategori tanggapan responden
mengenai persepsi kontrol perilaku dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Berdasarkan Tabel 4.10, menunjukkan persepsi kontrol perilaku siswa SMK
di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung berada dalam kriteria “tinggi” dengan
skor rata-rata 5,33. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa siswa SMK
memiliki persepsi bahwa menjadi wirausahawan mudah dilakukan dan mereka
merasa mampu mengatasi hambatan sebagai wirausahawan. Selain itu, siswa SMK
juga memiliki persepsi positif dalam mengendalikan atau mengontrol perilaku
wirausaha.
94
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Adapun item/indikator yang memberikan skor tertinggi yaitu saya siap
memulai sebuah usaha yang layak dengan skor 5,77 berada pada kriteria “tinggi”.
Artinya, siswa SMK memiliki kesiapan untuk membuat usaha yang layak menurut
mereka. Namun, permasalahan yang sering muncul yaitu mereka belum memahami
bagaimana memulai sebuah usaha sehingga diperlukan bimbingan dari guru berupa
pembuatan bisnis plan (rencana bisnis) dengan memperhatikan peluang usaha yang
ada. Selanjutnya, item/indikator jika saya mencoba memulai usaha baru, saya akan
memiliki kemungkinan tinggi untuk berhasil dengan skor 5,74 berada pada kriterita
“tinggi”. Artinya, siswa SMK merasa memiliki kemampuan dalam memulai usaha
baru, namun demikian guru tetap perlu membekali siswa SMK dengan ilmu-ilmu
kewirausahaan agar mereka menjadi wirausahawan yang cerdas dan pandai melihat
peluang usaha.
Tabel 4.10
Distribusi dan Kategori Jawaban Responden terhadap
Variabel Persepsi Kontrol Perilaku
Item/Indikator Rata-rata
Skor
Kriteria
1 2 3
1. Untuk memulai sebuah usaha dan
membuatnya berjalan akan mudah bagi saya
4,94 Tinggi
2. Saya siap memulai sebuah usaha yang layak 5,77 Tinggi
3. Saya mampu mengontrol proses pendirian
sebuah usaha baru
5,17 Tinggi
4. Saya mengetahui rincian praktis yang
dibutuhkan untuk memulai usaha baru
5,03 Tinggi
5. Jika saya mencoba memulai usaha baru, saya
akan memiliki kemungkinan tinggi untuk
berhasil
5,74 Tinggi
PERSEPSI KONTROL PERILAKU 5,33 Tinggi
Sumber: Penelitian, diolah
95
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Kemudian item/indikator saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah
usaha baru dengan skor 5,17 berada pada kriteria “tinggi”. Informasi tersebut
menunjukkan bahwa siswa SMK merasa memiliki kemampuan dalam mengontrol
proses pendirian usaha baru. Dapat dikatakan bahwa guru telah membekali siswa
SMK dengan ilmu-ilmu kewirausahaan sehingga mereka merasa memiliki
kemampuan tersebut, oleh karena itu sekolah dan guru dapat memfasilitasi siswa
SMK untuk mendirikan sebuah usaha baru yang akan dikelola oleh mereka sendiri.
Selanjutnya item/indikator saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk
memulai usaha baru menempati urutan berikutnya dengan skor 5,03 berada pada
kriteria “tinggi”. Sedangkan item/indikator untuk memulai sebuah usaha dan
membuatnya berjalan akan mudah bagi saya dengan skor 4,94 berada pada kriteria
“tingg”. Informasi tersebut menggambarkan bahwa siswa SMK telah memiliki
kepercayaan diri akan kemampuan mereka dalam memulai sebuah usaha namun
permasalahan yang sering muncul yaitu siswa SMK kurang memiliki keberanian
untuk segera mewujudkan ide usaha mereka secara riil. Selain itu, keterbatasan
modal juga turut menjadi permasalahan bagi mereka sehingga diharapkan adanya
bantuan dari pemerintah maupun sekolah berupa bantuan modal yang memadai.
Bantuan modal dapat berupa pinjaman kepada siswa yang ingin berwirausaha,
pihak sekolah dapat mengawal bantuan modal dari pemerintah, membimbing, dan
mengawasi kegiatan usaha siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi kontrol
perilaku wirausaha siswa SMK telah terbentuk dalam diri mereka artinya mereka
memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka untuk berwirausaha. Kuatnya
keyakinan diri mereka perlu didukung oleh pemerintah dan sekolah dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memulai usaha secara riil. Pada
akhirnya, usaha ini dapat membantu mengurangi permasalahan pengangguran yang
ada di Indonesia.
4.5.4 Deskripsi Intensi Kewirausahaan Siswa SMK di UPTD Wilayah 1
Kabupaten Bandung
96
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Intensi Kewirausahaan dalam penelitian ini diukur dari 6 (enam) item
pernyataan dengan alternatif jawaban sebanyak 7 alternatif pilihan yang diberi
bobot 1 sampai 7. Hasil selengkapnya distribusi dan kategori tanggapan responden
mengenai persepsi kontrol perilaku dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Berdasarkan Tabel 4.11, menunjukkan intensi kewirausahaan siswa SMK di
UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung berada dalam kriteria “tinggi” dengan skor
rata-rata 5,66. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa siswa SMK
memiliki niat, motivasi atau kesiapan menjadi wirausahawan. Intensi dapat
mempengaruhi perilaku seseorang artinya semakin kuat intensi yang dimiliki maka
akan semakin besar terwujudnya perilaku yang diharapkan. Seperti yang
dikemukakan Indarti dan Rostiani (2008: 4) bahwa seseorang dengan intensi yang
kuat untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik
dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha.
Tabel 4.11
Distribusi dan Kategori Jawaban Responden terhadap
Variabel Persepsi Kontrol Perilaku
Item/Indikator Rata-rata
Skor
Kriteria
1 2 3
1. Saya siap melakukan segalanya untuk
menjadi wirausahawan
5,23 Tinggi
2. Tujuan profesi saya adalah menjadi
wirausahawan
5,04 Tinggi
3. Saya akan menghadapi setiap rintangan
untuk memulai dan menjalankan usaha saya
sendiri
5,80 Tinggi
4. Saya bertekad untuk menciptakan sebuah
usaha di masa depan
6,23 Sangat Tinggi
5. Saya sangat serius berpikir untuk memulai
sebuah usaha
5,80 Tinggi
97
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
6. Saya memiliki tekad yang kuat untuk
memulai sebuah usaha
5,85 Sangat Tinggi
INTENSI KEWIRAUSAHAAN 5,66 Tinggi
Sumber: Penelitian, diolah
Adapun item/indikator yang memberikan skor tertinggi yaitu saya bertekad
untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan dengan skor 6,23 berada pada
kriteria “tinggi”, diikuti oleh item/indikator saya memiliki tekad yang kuat untuk
memulai sebuah usaha dengan skor 5,85 yang juga berada pada kriteria “tinggi”.
Artinya, siswa SMK yang menjadi responden konsisten dalam menjawab kuesioner
berkaitan dengan tekad kuat mereka untuk berwirausaha. Siswa dengan tekad yang
kuat akan lebih mudah menyerap pelajaran yang berkaitan dengan minat mereka
sehingga diharapkan pihak sekolah terutama guru kewirausahaan dapat menangkap
potensi tersebut dengan membimbing dan mengembangkannya sehingga akan
muncul wirausahawan-wirausahawan muda yang siap bersaing di dunia
perdagangan baik nasional maupun internasional. Selanjutnya, item/indikator saya
akan menghadapi setiap rintangan untuk memulai dan menjalankan usaha saya
sendiri dan item/indikator saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha
dengan skor yang sama yaitu 5,80 berada kriteria “tinggi”. Artinya, siswa SMK
memiliki kesiapan menghadapi rintangan di kemudian hari ketika menjadi
wirausahawan serta didukung oleh keseriusan berpikir mereka dalam memulai
sebuah usaha yang mandiri.
Kemudian item/indikator saya siap melakukan segalanya untuk menjadi
wirausahawan dengan skor 5,23 berada pada kriteria “tinggi”, diikuti oleh
item/indikator tujuan profesi saya adalah menjadi wirausahawan dengan skor 5,04
juga berada pada kriteria “tinggi”. Informasi tersebut mendukung tekad siswa untuk
menjadi wirausahawan. Dengan kesiapan melakukan segalanya untuk menjadi
wirausahawan artinya siswa siap melakukan upaya untuk mewujudkan keinginan
mereka termasuk menghadapi tantangan dan hambatan yang ada serta siap
menanggung resiko yang akan muncul dalam perjalanan usaha mereka.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa SMK memiliki
niat, motivasi yang tinggi serta kesiapan untuk berwirausaha. Oleh karena itu,
98
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
diharapkan guru dapat memberikan informasi-informasi yang memadai mengenai
tantangan, hambatan dan resiko yang akan muncul dalam menjalankan sebuah
usaha sehingga di kemudian hari mereka siap menghadapinya.
4.6 Uji Model Struktural
Pengujian model structural dilakukan dengan analisis jalur (Path Analysis)
dengan tujuan untuk menguji hipotesis hubungan asimetris yang dibangun atas
dasar kajian teori tertentu, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan
tidak langsung seperangkat variabel penyebab terhadap variabel akibat yang dapat
diobservasi secara langsung (Kusnendi, 2008: 147). Adapun hubungan pengaruh
dapat dilihat dalam gambar diagram jalur hipotesis penelitian yang disajikan dalam
Gambar 3.2. pada Bab III. Kemudian, berdasarkan estimasi parameter model
struktural intensi kewirausahaan pada Gambar 4.1 diperoleh hasil uji kesesuaian
model yang diusulkan fit dengan data sampel (RMSEA < 0,08), tetapi ada hasil
estimasi koefisien jalur yang tidak signifikan yaitu NS (Norma Subyektif) IK
(Intensi Kewirausahaan) yaitu -0,04. Oleh karena itu, model perlu diperbaiki
dengan trimming dengan tujuan untuk memperoleh model yang paling sederhana.
Adapun hasil trimming model intensi kewirausahaan disajikan dalam Gambar 4.2.
99
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Gambar 4.2 Estimasi Koefisien Jalur (Path) Model Intensi Kewirausahaan
setelah Trimming
Berdasarkan Gambar 4.2, model intensi kewirausahaan setelah trimming
tetap fit dengan data, sama dengan model sebelum trimming. Hal tersebut dapat
dilihat dari nilai RMSEA yaitu 0,078 < 0,08. Dengan demikian, model intensi
kewirausahaan menjadi lebih sederhana dan model yang diajukan dalam penelitian
ini menggunakan model intensi kewirausahaan setelah trimming. Adapun
penjelasan mengenai model intensi kewirausahaan diuraikan sebagai berikut.
4.6.1 Pengaruh Norma Subyektif Terhadap Sikap Personal Siswa SMK di
UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung
Pengujian hipotesis dalam model sikap personal yaitu norma subyektif
berpengaruh positif terhadap sikap personal siswa SMK. Berdasarkan hasil
keluaran AMOS mengenai model intensi kewirausahaan diperoleh estimasi
parameter persamaan structural sebagai berikut:
SP = 0,89 NS + 0,016 errorvar ; R2 = 0,79
Hasil keluaran koefisien parameter menunjukkan nilai t-hitung sebesar
4,331. Hal ini berarti pengaruh norma subyektif terhadap sikap personal (H1) secara
statistic signifikan pada tingkat kesalahan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 1
yang menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh positif terhadap sikap
personal siswa SMK dapat diterima.
Berdasarkan hasil persamaan structural di atas dapat dijelaskan bahwa
tinggi rendahnya sikap personal siswa dalam memandang wirausaha dipengaruhi
positif oleh norma subyektifnya. Adapun pengaruh norma subyektif terhadap sikap
personal adalah sebesar 0,89 (79%). Sedangkan variansi yang terjadi pada sikap
personal dapat dijelaskan oleh kuat lemahnya norma subyektif sebesar 79%,
sementara sisanya sebesar 21% merupakan variansi yang berasal dari eksogen lain
yang tidak terjelaskan dalam model.
100
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4.6.2 Pengaruh Norma Subyektif Terhadap Persepsi Kontrol Perilaku Siswa
SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung
Pengujian hipotesis dalam model persepsi kontrol perilaku yaitu norma
subyektif berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol perilaku siswa SMK.
Berdasarkan hasil keluaran AMOS mengenai model intensi kewirausahaan
diperoleh estimasi parameter persamaan structural sebagai berikut:
PKP = 0,74 NS + 0,144 errorvar ; R2 = 0,547
Hasil keluaran koefisien parameter menunjukkan nilai t-hitung sebesar
6,627. Hal ini berarti pengaruh norma subyektif terhadap persepsi kontrol perilaku
(H2) secara statistic signifikan pada tingkat kesalahan α = 0,05. Dengan demikian
hipotesis 2 yang menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh positif terhadap
persepsi kontrol perilaku siswa SMK dapat diterima.
Berdasarkan hasil persamaan structural di atas dapat dijelaskan bahwa
tinggi rendahnya persepsi kontrol perilaku siswa dalam memandang wirausaha
dipengaruhi positif oleh norma subyektifnya. Adapun pengaruh norma subyektif
terhadap sikap personal adalah sebesar 0,74 (55%). Sedangkan variansi yang terjadi
persepsi kontrol perilaku dapat dijelaskan oleh kuat lemahnya norma subyektif
sebesar 55%, sementara sisanya sebesar 45% merupakan variansi yang berasal dari
eksogen lain yang tidak terjelaskan dalam model.
4.6.3 Pengaruh Sikap Personal, Norma Subyektif, dan Persepsi Kontrol
Perilaku Terhadap Intensi Kewirausahaan Siswa SMK di UPTD
Wilayah 1 Kabupaten Bandung
Pengujian hipotesis dalam model intensi kewirausahaan yaitu sikap
personal, norma subyekti, dan persepsi kontrol perilaku berpengaruh positif
terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK. Berdasarkan hasil keluaran AMOS
mengenai model intensi kewirausahaan diperoleh estimasi parameter persamaan
structural sebagai berikut:
IK = 0,60 SP + 0,28 PKP + 0,130 errorvar ; R2 = 0,669
Berdasarkan hasil keluaran koefisien parameter secara parsial untuk sikap
personal diperoleh nilai 0,60 dengan t-hitung sebesar 4,080 dan persepsi kontrol
101
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
perilaku sebesar 0,28 dengan t-hitung 3,360. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh
sikap personal dan persepsi kontrol perilaku terhadap intensi kewirausahaan secara
statistic signifikan pada tingkat kesalahan α = 0,05. Sedangkan, norma subyektif
sebesar (-) 0,04 dengan t-hitung (-) 0,136. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh
norma subyektif terhadap intensi kewirausahaan secara statistic tidak signifikan
pada tingkat kesalahan α = 0,05. Oleh karena itu, jalur norma subyektif (NS)
terhadap intensi kewirausahaan (IK) dilepaskan melalui trimming.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa intensi kewirausahaan
dipengaruhi secara positif oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku
sedangkan norma subyektif tidak berpengaruh positif terhadap intensi
kewirausahaan. Oleh karena itu, pada hipotesis 3 yaitu sikap personal berpengaruh
positif terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK diterima, begitu pula dengan
hipotesis 5 yaitu persepsi kontrol perilaku berpengaruh positif terhadap intensi
kewirausahaan siswa SMK diterima. Sedangkan untuk hipotesis 4 yaitu norma
subyektif berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK ditolak.
Selanjutnya berdasarkan hasil persamaan structural di atas dapat dijelaskan
bahwa tinggi rendahnya intensi kewirausahaan siswa dipengaruhi positif oleh sikap
personal dan persepsi kontrol perilaku, sementara norma subyektif menunjukkan
angka yang negative. Secara individual besarnya pengaruh sikap personal terhadap
intensi kewirausahaan adalah sebesar 0,60 (36 %) memberikan pengaruh relative
paling kuat, kemudian diikuti persepsi kontrol perilaku adalah sebesar 0,28 (8,41
%). Secara bersama sebesar 67 % variansi yang terjadi pada intensi kewirausahaan
dapat dijelaskan oleh kuat lemahnya sikap personal dan persepsi kontrol perilaku
siswa SMK. Sedangkan sisanya sebesar 33 % merupakan variansi yang berasal dari
variabel eksogen lain yang tidak terjelaskan dalam model.
4.6.4 Dekomposisi Pengaruh Antara Variabel Penelitian
Berdasarkan model intensi kewirausahaan, berikut disajikan dalam Tabel
4.12 dekomposisi pengaruh antar variabel independen norma subyektif terhadap
variabel dependen intensi kewirausahaan. Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dinyatakan
bahwa meski norma subyektif memiliki pengaruh langsung yang bernilai negative,
102
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
tetapi pengaruh tidak langsung variabel norma subyektif terhadap intensi
kewirausahaan siswa SMK dimediasi oleh sikap personal dan persepsi kontrol
perilaku. Adapun besarnya pengaruh tidak langsung melalui sikap personal yaitu
sebesar 0,53 atau 28 %. Sedangkan melalui persepsi kontrol perilaku yaitu sebesar
0,21 atau 4,4 %.
Dilihat dari pengaruh totalnya, norma subyektif memiliki pengaruh yang
relative paling kuat terhadap intensi kewirausahaan meskipun dimediasi oleh sikap
personal dan persepsi kontrol perilaku yaitu sebesar 0,70 (49 %), kemudian diikuti
variabel sikap personal sebesar 0,60 (36 %), dan variabel persepsi kontrol perilaku
sebesar 0,28 (7,84%).
Tabel 4.12
Dekomposisi Pengaruh Antar Variabel Intensi Kewirausahaan Siswa SMK
di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung
Pengaruh
Antar Variabel
Pengaruh
Langsung Tidak Langsung
Melalui
Total
SP PKP
SP NS 0,89 - - 0,89
PKP NS 0,74 - - 0,74
IK NS -0,041 0,53 0,21 0,70
IK SP 0,60 - - 0,60
IK PKP 0,28 - - 0,28
Sumber: Penelitian, diolah
4.7 Penyimpangan Asumsi Statistik dan Aplikasi Bootstrapping
Dalam penelitian menggunakan model persamaan structural, asumsi
terpenting dalam analisis struktur covariance dan mean adalah data harus berskala
kontinyu dan berdistribusi normal secara multivariate (Ghozali, 2014: 313). Dengan
terpenuhinya asumsi tersebut akan menjadikan penelitian yang dilakukan dapat
dipercaya. Namun, permasalahan yang sering ditemui oleh peneliti yaitu
permasalahan normalitas data, dimana data sampel yang diperoleh non-normal
103
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
multivariate serta permasalahan multikolinieritas. Begitu pula dengan penelitian
yang dilakukan penulis juga mengalami permasalahan tersebut.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan penyimpangan asumsi
statistik yaitu menggunakan prosedur “bootsrap”. Prosedur ini pertama kali
dikenalkan oleh Elfron (1979 dan 1982) dan dikembangkan oleh Kotz dan Johnson
(1992). Prosedur “bootstrap” merupakan prosedur resampling (per-sampel-an
kembali) dimana sampel asli atau original sample diperlakukan sebagai populasi.
Multiple sub-sampel dengan ukuran sampel sama dengan sampel asli kemudian
secara random, dengan replacement dari populasi. Dengan demikian peneliti dapat
menciptakan multiple sampel dari original data base (Ghozali, 2014: 313-314).
Berdasarkan hasil uji normalitas data pada model yang diuji penulis
menunjukkan nilai critical ratio multivariate sebesar 17,6. Kemudian terdapat
problem multikolinieritas dengan angka 0,000 pada model yang diujikan. Dengan
adanya permasalahan penyimpangan asumsi statistik, penulis menggunakan
aplikasi bootstrapping atau lebih dikenal dengan The Bollen Stine Bootstrap untuk
mengevaluasi model yang digunakan penulis.
Dari hasil pengujian menggunakan prosedur “bootstrap”, diperoleh nilai
probabilitas Bollen Stine Bootstrap = 0,002. Sebelum “bootstrap” dilakukan nilai
chi-square pada model yang diujikan sebesar 515,983 dengan probabilitas = 0,000.
Dengan nilai probabilitas yang meningkat menjadi 0,002 dapat dinyatakan bahwa
model yang diujikan tidak dapat ditolak dan hasil ini konsisten dengan hasil chi-
squares yang juga tidak dapat menolak hipotesis nol.
4.8 Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis menggunakan data empiris dengan
mengambil sampel siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung.
Kabupaten Bandung terutama di wilayah yang diteliti merupakan daerah yang
termasuk ke dalam jalur wisata. Dengan adanya tempat atau lokasi wisata di suatu
daerah akan membuka banyak peluang usaha bagi masyarakat. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kecenderungan masyarakat dalam mencari penghasilan dengan
berwirausaha baik dengan berdagang, membuka jasa penginapan, maupun jasa-jasa
104
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
lainnya. Berdasarkan komposisi pekerjaan orang tua dari responden diperoleh hasil
bahwa sebesar 51,9% orang tua responden bekerja sebagai wirausaha. Artinya
bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat di wilayah yang diteliti penulis
yaitu berwirausaha. Lalu dari hasil penelitian menunjukkan bahwa intensi
kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung masuk dalam
kategori “tinggi”. Adapun skor rata-rata dan standar deviasi dari masing-masing
variabel yang menjadi indikator pembentuk intensi kewirausahaan dapat dilihat
pada Tabel 4.13.
Tujuan utama dari penelitian ini yaitu mengetahui berbagai prediktor yang
muncul dan berpotensi untuk berkontribusi terhadap intensi kewirausahaan siswa
SMK. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap personal siswa SMK
menunjukkan kriteria “tinggi”. Artinya bahwa siswa SMK memiliki penilaian yang
positif tentang menjadi wirausahawan. Kemudian untuk norma subyektif siswa
SMK menunjukkan kriteria “tinggi”. Artinya bahwa tekanan-tekanan social yang
dirasakan siswa memberikan norma yang positif terhadap perilaku wirausaha serta
siswa meyakini bahwa lingkungan terdekat mereka baik dari keluarga, teman atau
lingkungan sekitar akan mendukung mereka secara positif apabila mereka memilih
karir berwirausaha.
Tabel 4.13 Skor Rata-Rata dan Kriteria Masing-Masing Variabel
Variabel Skor Rata-Rata Kriteria
Sikap Personal 5,44 Tinggi
Norma Subyektif 5,65 Tinggi
Persepsi Kontrol Perilaku 5,33 Tinggi
Intensi Kewirausahaan 5,66 Tinggi
Sumber: Penelitian, diolah
Untuk persepsi kontrol perilaku siswa SMK menunjukkan kriteria “tinggi”.
Artinya bahwa siswa SMK memiliki persepsi bahwa menjadi wirausahawan mudah
dilakukan dan mereka merasa mampu mengatasi hambatan sebagai wirausahawan.
Selain itu, siswa SMK juga memiliki persepsi positif dalam mengendalikan atau
mengontrol perilaku wirausaha.
105
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Selanjutnya, intensi kewirausahaan siswa SMK menunjukkan kriterita
“tinggi”. Artinya bahwa siswa SMK memiliki niat, motivasi atau kesiapan menjadi
wirausahawan. Siswa dengan intensi yang kuat terhadap kewirausahaan akan
memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dibandingkan seseorang tanpa
intensi untuk memulai usaha (Indarti dan Rostiani, 2008:4).
Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa siswa SMK di wilayah yang
diteliti penulis memiliki intensi kewirausahaan yang tinggi. Menurut pengamatan
penulis, masyarakat yang tinggal di daerah atau lokasi yang menjadi tujuan wisata
atau menjadi jalur wisata sebagian besar bermata pencaharian sebagai
wirausahawan. Hal ini ditenggarai karena masyarakat memanfaatkan peluang dari
adanya kunjungan wisatawan dengan membuka usaha berjualan oleh-oleh khas
daerah baik berupa kuliner, souvenir, pakaian, dan sebagainya. Selain itu, terdapat
juga usaha penginapan yang selalu ramai di akhir pekan. Banyaknya peluang usaha
yang muncul dari kunjungan wisatawan menjadikan masyarakat setempat
termotivasi untuk mencari penghasilan melalui usaha sendiri. Lingkungan yang
mendukung terhadap kegiatan wirausaha dapat mempengaruhi intensi siswa untuk
menjadi wirausahawan di kemudian hari. Seperti yang dikemukakan oleh Luiz,et.al
(2015: 760) bahwa salah satu dimensi yang mempengaruhi intensi kewirausahaan
yaitu latar belakang pribadi meliputi faktor demografi, keluarga dan lingkungan
social.
4.6.1 Pengaruh Norma Subyektif Terhadap Sikap Personal
Hipotesis 1 menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh positif
terhadap sikap personal. Menurut Ajzen (1991), sikap personal mengacu pada
sejauh mana seseorang memiliki penilaian akan hal yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan dari perilaku tertentu. Sikap personal sifatnya internal dan
terbentuk dalam diri seseorang akibat pengalaman individu maupun pengaruh dari
luar individu. Sikap personal juga didefinisikan sebagai perasaan positif atau
negative individu dalam melakukan perilaku yang menjadi sasaran. Selain itu, sikap
personal juga mengacu pada ukuran kekuatan intensi seseorang untuk melakukan
perilaku tertentu (Fishbein dan Ajzen, 1975). Dari berbagai definisi yang ada, dapat
106
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
disimpulkan bahwa sikap personal meski bersifat internal seseorang tetapi
terbentuknya sikap personal sangat dipengaruhi oleh pengalaman individu dan
pengaruh dari luar individu misalnya dari keluarga, teman dekat, lingkungan sosial,
dan sebagainya. Pengaruh-pengaruh yang berasal dari luar individu akan menjadi
tekanan-tekanan social yang dirasakan individu (norma subyektif) yang kemudian
akan membentuk sikap pada individu. Dalam hal ini sikap yang dimaksud berkaitan
dengan intensi kewirausahaan.
Menurut Linan dan Chen (2009), norma subyektif sebagai proses mental
yang dapat mempengaruhi sikap terhadap perilaku dan persepsi kontrol perilaku
yang berarti bahwa sebelum sikap dan persepsi kontrol perilaku terbentuk, terlebih
dahulu individu dipengaruhi oleh norma-norma dalam dirinya. Sedangkan
berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada siswa SMK di UPTD Wilayah 1
Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa norma subyektif berpengaruh positif
terhadap sikap personal. Besarnya pengaruh norma subyektif terhadap sikap
personal adalah sebesar 79%, dan secara statistik pengaruh tersebut signifikan. Hal
ini membuktikan bahwa hipotesis 1 diterima yang berarti bahwa norma subyektif
berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap personal wirausaha. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Linan dan Chen
(2009), Z.X. Peng et.al (2012) dan Rijal Assidiq Mulyana (2013).
Penciri utama yang membentuk variabel norma subyektif siswa SMK yaitu
indikator pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi
wirausaha sebesar 26,4%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran
kewirausahaan yang selama ini diterapkan di sekolah mampu membentuk norma
positif pada siswa mengenai perilaku wirausaha. Dalam definisi yang dikemukakan
oleh Alberti et.al (2004) dalam Fatoki dan Olawali (2014:587) disebutkan bahwa
pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membangun kompetensi yang mengacu
pada konsep, keterampilan, dan kesadaran mental individu selama proses memulai
dan mengembangkan usaha, kompetensi tersebut merupakan kombinasi dari
keterampilan, pengetahuan dan sikap. Sedangkan tujuan pembelajaran
kewirausahaan menurut BSNP (2006:199) salah satunya agar siswa mampu
mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha. Berdasarkan tujuan
107
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
pembelajaran kewirausahaan tersebut dan berdasarkan hasil penelitian penulis
dapat dikatakan bahwa pembelajaran kewirausahaan di sekolah yang menjadi objek
penelitian telah berjalan secara efektif. Hal ini dikarenakan pembelajaran
kewirausahaan telah mampu membentuk norma subyektif pada siswa yang
kemudian norma tersebut membentuk sikap siswa secara positif terhadap perilaku
wirausaha. Pada penelitian sebelumnya oleh Fayolle dan Gailly (2004)
menunjukkan bahwa pembelajaran kewirausahaan memiliki pengaruh kuat, terukur
dan berdampak positif pada intensi kewirausahaan meskipun dampak tersebut tidak
signifikan terhadap sikap dan persepsi kontrol perilaku. Lalu pada penelitian
lanjutan yang dilakukan Fayolle, Gailly dan Clerc (2006) menunjukkan hasil bahwa
pembelajaran kewirausahaan dapat memiliki pengaruh kuat pada beberapa
mahasisiwa tergantung dari latar belakang dan perspektif awal mereka pada intensi
kewirausahaan. Pada waktu yang sama, pembelajaran kewirausahaan dapat juga
menurunkan tingkat intensi kewirausahaan pada mahasiswa lain yang belum
mengenal dunia kewirausahaan. Dari berbagai hasil penelitian tersebut, dapat
dinyatakan bahwa pembelajaran kewirausahaan memiliki peran yang cukup penting
dalam membentuk sikap wirausaha. Selanjutnya didukung pula oleh penelitian,
Soutaris, et.al (2007) dalam Sarah S. Ahmad, et.al (2014: 167) yang menemukan
bahwa, “entrepreneurship programs significantly raised students’ subjective norms
and intentions toward entrepreneurship by inspiring them to choose
entrepreneurial careers.” Artinya, program kewirausahaan secara signifikan
meningkatkan norma subjektif siswa dan intensi berwirausaha dengan
menginspirasi mereka untuk memilih karir berwirausaha.
Indikator pembentuk konstruk norma subyektif selanjutnya yaitu teman
sejawat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha sebesar 24,6%. Hal
ini berarti teman-teman di sekolah lebih berpengaruh terhadap pembentukan sikap
wirausaha pada siswa dibanding keluarga terdekat. Indikator keluarga terdekat
justru menempati urutan ketiga dalam pembentukan norma subyektif siswa yaitu
sebesar 21%, kemudian diikuti oleh teman terdekat sebesar 20,8 %. Meskipun
perbedaan tersebut tidak terlalu besar pada masing-masing indikator tetapi hal
tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran kewirausahaan di sekolah serta teman
108
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
sejawat atau teman sekolah lebih berpengaruh terhadap pembentukan sikap
wirausaha dibanding keluarga dan teman terdekat.
Berkaitan dengan sikap personal, penciri utama yang membentuk sikap
personal siswa SMK adalah indikator karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi
saya sebesar 44%. Hal ini menyiratkan bahwa pembelajaran kewirausahaan di
sekolah mampu menumbuhkan minat siswa untuk berkarir sebagai wirausahawan.
Dengan didukung oleh teman sekolah maka semakin memberikan pengaruh bagi
siswa untuk memilih karir wirausaha. Argumentasi penulis, bahwa pembelajaran
kewirausahaan di SMK selama ini telah berjalan secara efektif sehingga mampu
menumbuhkan minat siswa untuk berwirausaha. Suatu pembelajaran dapat
dikatakan efektif jika dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Sedangkan, pengukuran efektivitas pembelajaran dilihat dari tercapainya expected
output (hasil belajar yang diharapkan) berupa perubahan perilaku yang meliputi
perilaku kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).
Apabila perubahan perilaku tersebut telah tercapai dan minat siswa untuk berkarir
sebagai wirausaha menjadi semakin kuat maka sudah seharusnya sekolah dan
pemerintah memfasilitasi pembelajaran kewirausahaan secara memadai seperti
mengadakan pelatihan pembuatan hasil karya, memberikan bantuan modal usaha,
mengadakan pameran hasil karya siswa SMK dan sebagainya.
4.6.2 Pengaruh Norma Subyektif Terhadap Persepsi Kontrol Perilaku
Hipotesis 2 menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh positif
terhadap persepsi kontrol perilaku. Persepsi kontrol perilaku mengacu pada
persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku dan diasumsikan untuk
mencerminkan pengalaman masa lalu serta hambatan dan rintangan yang perlu
diantisipasi (Ajzen, 1991). Sedangkan, Contento (2011) mengungkapkan bahwa
gagasan atau kemampuan mengatasi hambatan atau dapat melakukan suatu perilaku
termasuk ke dalam teori persepsi kontrol perilaku. Persepsi kontrol perilaku
berperan penting dalam teori Planned Behavior karena sebelum memprediksi
intensi dan perilaku, hal yang perlu dipertimbangkan adalah membangun konsep
persepsi kontrol perilaku. Hal ini dikarenakan perilaku seseorang sangat
109
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
dipengaruhi oleh kepercayaan mereka terhadap kemampuan mereka untuk
melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1991). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa jika seseorang mempersepsikan berwirausaha mudah atau mampu
dilakukan, maka ia akan berhasil dalam mewujudkan perilaku tersebut. Begitu
sebaliknya, jika seseorang mempersepsikan bahwa berwirausaha sulit dilakukan
dan ia merasa tidak mampu, maka yang terjadi yaitu ia tidak akan berusaha untuk
mewujudkannya. Berbeda kondisi jika seseorang memiliki persepsi kuat bahwa ia
mampu berwirausaha meskipun terdadapat hambatan dan rintangan yang dihadapi,
maka ia akan tetap berusaha mewujudkannya.
Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa persepsi seseorang muncul
mencerminkan pengalaman masa lalu, artinya ada pengaruh yang diperoleh
individu baik saat individu melihat perilaku tersebut dilakukan orang lain (keluarga
dekat maupun teman dekat) atau individu pernah melakukan perilaku tersebut.
Pengaruh-pengaruh tersebut membentuk sebuah persepsi positif atau negative pada
diri individu terhadap perilaku tersebut. Berdasarkan hasil pengujian pada siswa
SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa norma
subyektif berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol perilaku. Besarnya
pengaruh norma subyektif terhadap persepsi kontrol perilaku sebesar 55%, dan
secara statistic pengaruh tersebut signifikan. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis
2 diterima yang berarti norma subyektif berpengaruh positif dan signifikan terhadap
persepsi kontrol perilaku. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
Linan dan Chen (2009), Ferreira, et.al (2012), dan Rijal Assidiq Mulyana (2013).
Penciri utama yang membentuk konstruk persepsi kontrol perilaku siswa
SMK yaitu indikator saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha
sebesar 47,6%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran
kewirausahaan di sekolah mampu membentuk persepsi positif pada siswa sehingga
siswa merasa mampu untuk menjadi wirausahawan serta siap menghadapi
hambatan dan tantangan terutama dalam mengontrol proses pendirian sebuah usaha
baru. Begitu pula dengan hasil penelitian Linan dan Chen (2009) terhadap
mahasiswa Taiwan dan Spanyol menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Kemudian
diperkuat oleh hasil penelitian Rijal Assidiq Mulyana (2013) pada siswa SMKN 12
110
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Garut yang menunjukkan bahwa indikator tersebut dominan sebagai pembentuk
konstruk persepsi kontrol perilaku.
Indikator selanjutnya pembentuk konstruk persepsi kontrol perilaku yaitu
indikator saya siap memulai usaha yang layak sebesar 41,7%. Kemudian diikuti
oleh indikator saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai
usaha baru sebesar 41%, indikator jika saya mencoba memulai usaha baru, saya
akan memiliki kemungkinan tinggi untuk berhasil sebesar 36,2%, dan indikator
untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya berjalan akan mudah bagi saya
sebesar 30,3%. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa masing-masing
indikator menunjukkan hasil yang signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pembelajaran kewirausahaan di sekolah telah berjalan secara efektif
sehingga mampu membentuk persepsi positif pada siswa SMK mengenai perilaku
wirausaha. Melihat munculnya persepsi positif terhadap perilaku wirausaha dapat
menjadi acuan bagi guru maupun pihak sekolah untuk terus meningkatkan kualitas
pembelajaran kewirausahaan dan mampu mendorong lulusan SMK berkarir sebagai
wirausahawan.
4.6.3 Pengaruh Sikap Personal, Norma Subyektif, Persepsi Kontrol Perilaku
Terhadap Intensi Kewirausahaan
Untuk menguji hipotesis selanjutnya dalam model intensi kewirausahaan
yang menyatakan bahwa sikap personal, norma subyektif, dan persepsi kontrol
perilaku berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan. Intensi memiliki arti
secara bahasa yaitu niat, maksud, tujuan atau motif. Sedangkan, menurut Ajzen
(1991:181) intensi sebagai faktor motivasi yang memengaruhi perilaku dan menjadi
indikasi seberapa keras individu untuk mencoba, berapa banyak upaya individu
untuk mengerahkan dalam mewujudkan sebuah perilaku. Almeida (2013: 120)
dalam Luiz, et.al (2015: 760) menyatakan intensi sebagai predictor terbaik dari
perilaku yang direncanakan, terutama saat perilaku tersebut jarang dilakukan, sulit
diamati, dan terjadi dalam ruang waktu yang kontinyu. Berkaitan dengan
kewirausahaan, Fini, et.al (2009: 4) menyatakan bahwa intensi kewirausahaan
merupakan representasi kognitif dari tindakan yang akan dilaksanakan oleh
111
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
individu baik yang akan membangun usaha mandiri baru atau menciptakan nilai
baru dalam perusahaan yang ada. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
seseorang dengan intensi yang kuat untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan
dan kemajuan yang lebih baik dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai
usaha (Indarti dan Rostiani (2008: 4). Intensi kewirausahaan selalu berkaitan
dengan kuatnya motif seseorang dalam berwirausaha sehingga mempengaruhi
perilakunya.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap siswa SMK di UPTD Wilayah 1
Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa intensi kewirausahaan termasuk dalam
kategori tinggi yang artinya siswa SMK memiliki niat, motivasi, atau kesiapan
berwirausaha. Adapun tinggi rendahnya intensi kewirausahaan dipengaruhi oleh
sikap personal dan persepsi kontrol perilaku. Sementara norma subyektif
menunjukkan angka yang negative (-0,04). Secara individual besarnya pengaruh
sikap personal terhadap intensi kewirausahaan adalah sebesar 0,60 (36 %)
memberikan pengaruh relative paling kuat, kemudian diikuti persepsi kontrol
perilaku adalah sebesar 0,28 (7,84 %). Secara bersama sebesar 67 % variansi yang
terjadi pada intensi kewirausahaan dapat dijelaskan oleh kuat lemahnya sikap
personal dan persepsi kontrol perilaku siswa SMK. Sedangkan sisanya sebesar 33
% merupakan variansi yang berasal dari variabel eksogen lain yang tidak
terjelaskan dalam model.
Sedangkan, berdasarkan dekomposisi pengaruh antarvariabel meski norma
subyektif memiliki pengaruh langsung yang bernilai negative, tetapi ada pengaruh
tidak langsung variabel norma subyektif terhadap intensi kewirausahaan siswa
SMK dimediasi oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku. Adapun besarnya
pengaruh tidak langsung melalui sikap personal yaitu sebesar 0,53 atau 28%.
Sedangkan melalui persepsi kontrol perilaku yaitu sebesar 0,21 atau 4,41%. Apabila
dilihat dari pengaruh totalnya, norma subyektif memiliki pengaruh relative lebih
kuat terhadap intensi kewirausahaan meskipun dimediasi oleh sikap personal dan
persepsi kontrol perilaku yaitu sebesar 0,70 (49 %), kemudian diikuti variabel sikap
personal sebesar 0,60 (36 %), dan variabel persepsi kontrol perilaku sebesar 0,28
(7,84%).
112
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Penelitian yang dilakukan penulis sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Ajzen (1991) serta Linan dan Chen (2009) yang menemukan bahwa norma
subyektif memberikan kontribusi paling lemah terhadap intensi kewirausahaan
dibanding dengan variabel sikap personal dan persepsi kontrol perilaku. Dalam
penelitian penulis, norma subyektif memiliki pengaruh langsung yang negatif
terhadap intensi kewirausahaan. Artinya, lingkungan terdekat siswa baik itu dari
keluarga, teman dekat maupun sekolah tidak memengaruhi siswa dalam intensi
berwirausaha mereka atau dapat dikatakan bahwa didukung atau tidak didukung
oleh lingkungan terdekat, mereka tetap berniat menjadi wirausahawan. Meskipun
tidak memiliki pengaruh secara langsung, norma subyektif memiliki pengaruh tidak
langsung terhadap intensi kewirausahaan yang dimediasi oleh sikap personal dan
persepsi kontrol perilaku. Artinya, tekanan social atau dukungan lingkungan
terdekat siswa hanya mampu memengaruhi sikap siswa dan persepsi kontrol
perilaku siswa dalam berwirausaha, lalu keduanya berkontribusi terhadap
pembentukan intensi berwirausaha mereka.
Kemudian, variabel yang memiliki pengaruh langsung paling kuat terhadap
intensi kewirausahaan yaitu sikap personal. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian
Linan dan Chen (2009) serta Rijal Assidiq Mulyana (2013), dimana dalam
penelitian mereka, variabel persepsi kontrol perilaku menjadi variabel yang
memiliki pengaruh paling kuat dibanding dengan sikap personal. Penulis menduga
adanya pengaruh dari lingkungan terdekat siswa seperti keluarga, teman dekat, atau
sekolah serta pengalaman yang pernah dirasakan siswa sehingga membentuk sikap
positif mengenai menjadi wirausahawan. Sikap positif berwirausaha siswa
kemudian membentuk intensi kuat bagi siswa untuk berkarir sebagai
wirausahawan.
Sementara, persepsi kontrol perilaku menempati urutan kedua setelah sikap
personal dalam memengaruhi intensi kewirausahaan. Meskipun memiliki pengaruh
terhadap intensi kewirausahaan, tetapi pengaruh yang ditimbulkan sangatlah rendah
yaitu sebesar 8,41%. Artinya, sebagian besar siswa SMK mempersepsikan perilaku
wirausaha sulit dilakukan, sedangkan sebagian kecil siswa SMK mempersepsikan
perilaku wirausaha mudah dilakukan. Meskipun menjadi wirausahawan dianggap
113
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
sulit oleh sebagian besar siswa, tetapi hal tersebut tidak memengaruhi secara
signifikan terhadap motivasi, niat atau kesiapan siswa dalam berwirausaha.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa intensi
kewirausahaan (Y) dipengaruhi secara positif oleh sikap personal (X1) dan persepsi
kontrol perilaku (X3). Sedangkan, norma subyektif tidak berpengaruh positif
terhadap intensi kewirausahaan. Oleh karena itu, hipotesis 3 yaitu sikap personal
berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan secara statistic dapat diterima
dan hipotesis 5 yaitu persepsi kontrol perilaku berpengaruh positif terhadap intensi
kewirausahaan siswa SMK secara statistic dapat diterima. Sedangkan, hipotesis 4
yaitu norma subyektif berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan secara
statistic tidak dapat diterima atau ditolak. Penelitian penulis diperkuat oleh hasil
penelitian Gelderen, et.al (2008) yang menunjukkan bahwa dua variabel yang
paling penting untuk menjelaskan kewirausahaan adalah persepsi kontrol perilaku
(perceived behavioral control) dan sikap (attitude). Berdasarkan hasil penelitian,
penulis menduga bahwa hasil interaksi individu dengan lingkungan terdekat
berkaitan dengan situasi kerja, lingkungan kerja, dan jenis pekerjaan belum dapat
mempengaruhi siswa untuk memilih berkarir sebagai wirausahawan, tetapi hanya
mampu mempengaruhi penilaian mengenai karir wirausaha dan sedikit merubah
persepsi siswa terhadap kemudahan atau kesulitan berwirausaha. Namun,
berdasarkan hasil deskripsi variabel ditemukan bahwa semua variabel dalam
penelitian menunjukkan kriteria ”tinggi”. Artinya bahwa tingginya intensi
kewirausahaan siswa lebih banyak dipengaruhi oleh variabel lain di luar model
intensi kewirausahaan.
Dalam pembahasan bab sebelumnya, intensi merupakan faktor motivasi
yang dapat memengaruhi perilaku seseorang, semakin kuat intensi yang dimiliki
maka akan semakin besar terwujudnya perilaku yang diharapkan. Menurut Luiz,
et.al (2015: 760) lima dimensi dari intensi kewirausahaan, antara lain:
1. Latar belakang pribadi: dimensi ini meliputi unsur-unsur akademis, yaitu faktor
demografi, keluarga dan lingkungan social.
2. Pengetahuan bisnis: sebagai dasar yang fundamental mengenai keterampilan
yang dibutuhkan untuk kinerja pelaksanaan kegiatan usaha, dengan
114
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
mempertimbangkan pengetahuan yang berbeda mengenai manajemen
perusahaan. Terutama untuk membedakan pengusaha yang memiliki
kemampuan dalam mengidentifikasi peluang dan mengambil keuntungan
penuh dari bisnis yang muncul dari waktu ke waktu.
3. Motivasi berwirausaha: keterampilan ini berhubungan dengan motivasi untuk
membuat bisnis pribadi, dengan mempertimbangkan empat faktor motivasi:
kebutuhan untuk kebebasan, pengembangan pribadi, memperoleh
kemakmuran dan kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan.
4. Auto efektivitas kewirausahaan: menjelaskan sejauh mana seseorang percaya
pada kemampuan mereka untuk melakukan tugas yang diberikan.
5. Lingkungan pendidikan: persepsi individu mengenai pengaruh lingkungan,
berkaitan dengan lembaga pendidikan tinggi dan bagaimana dapat
mempengaruhi aspirasi berwirausaha mereka.
Sedangkan, Ajzen (1991) dalam teori Planned Behavior menyatakan bahwa
intensi diasumsikan dapat memprediksi faktor motivasi yang mempengaruhi
perilaku, indikasinya yaitu seberapa keras orang bersedia untuk mencoba, berapa
banyak dari upaya mereka untuk mengerahkan, dalam rangka mewujudkan perilaku
tertentu. Artinya, semakin kuat intensi yang terlibat dalam perilaku, semakin besar
kinerja yang dilakukan individu. Selanjutnya, perilaku intensi dapat diekspresikan
jika perilaku yang dimaksud berada di bahwa kontrol kehendak, yaitu jika
seseorang mampu memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
tersebut meskipun perilaku tersebut mudah dilakukan tetapi tetap bergantung pada
faktor-faktor nonmotivasi seperti ketersediaan peluang, dan sumber daya (waktu,
uang, keterampilan, kerja sama dengan orang lain) (Ajzen, 1991). Berdasarkan
uraian di atas dapat dikatakan bahwa intensi kewirausahaan merupakan predictor
terbaik dalam mengukur kemungkinan besar siswa memilih karir sebagai
wirausaha.
4.9 Temuan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan beberapa temuan,
sebagai berikut:
115
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1. Menurut teori Planned Behavior dari Ajzen, intensi kewirausahaan dipengaruhi
oleh sikap personal, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilaku. Temuan
penulis, norma subyektif berpengaruh negative terhadap intensi
kewirausahaan, kemudian hanya sikap personal dan persepsi kontrol perilaku
yang berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan. Namun demikian,
norma subyektif berpengaruh terhadap sikap personal dan persepsi kontrol
perilaku yang kemudian kedua variabel tersebut berkontribusi terhadap intensi
kewirausahaan. Hasil penelitian penulis tidak mendukung teori Planned
Behavior dari Ajzen berkaitan dengan pengaruh norma subyektif terhadap
intensi kewirausahaan, namun temuan tersebut didukung oleh penelitian Linan
dan Chen (2009) sebagai peneliti yang mengembangkan model intensi
kewirausahaan yang disebut dengan Entrepreneurial Intentions Questionare
(EIQ).
2. Berdasarkan estimasi parameter model struktural intensi kewirausahaan
diperoleh hasil uji kesesuaian model yang diusulkan fit dengan data sampel
tetapi ada hasil estimasi koefisien jalur yang tidak signifikan yaitu NS (Norma
Subyektif) terhadap IK (Intensi Kewirausahaan) sehingga model perlu
diperbaiki dengan trimming dengan tujuan untuk memperoleh model yang
paling sederhana. Oleh karena itu, penulis mengajukan model intensi
kewirausahaan untuk siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung
seperti Gambar 4.3.
Sikap Personal
Norma Subyektif
Persepsi Kontrol
Perilaku
Intensi
Kewirausahaan
116
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Gambar 4.3 Model Intensi Kewirausahaan setelah Trimming
3. Model persamaan structural yang digunakan dalam analisis empiris pada siswa
SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh lain di luar
model yang berpengaruh cukup besar terhadap intensi kewirausahaan.
Berdasarkan hasil penelitian penulis dan penelitian lainnya menunjukkan
bahwa model intensi kewirausahaan yang dikembangkan oleh Linan dan Chen
(2009) yang mengadaptasi teori Planned Behavior dari Azjen masih terdapat
keterbatasan. Meskipun terdapat keterbatasan tetapi model tersebut masih
cukup memadai untuk mengukur intensi kewirausahaan siswa SMK. Hal
tersebut dapat dilihat dari model yang digunakan pada siswa SMK di UPTD
Wilayah 1 Kabupaten Bandung menunjukkan model yang fit.
4. Berdasarkan model intensi kewirausahaan yang digunakan penulis, ditemukan
bahwa pembelajaran kewirausahaan memiliki pengaruh dalam pembentukan
norma subyektif, sikap personal, dan persepsi kontrol perilaku yang pada
akhirnya membentuk intensi kewirausahaan pada siswa SMK. Model yang
digunakan penulis mengadaptasi dari hasil modifikasi Rijal Assidiq Mulyana
(2013) terhadap model intensi kewirausahaan Linan dan Chen (2009), dimana
indikator pembelajaran kewirausahaan pada model yang dikembangkan Linan
dan Chen (2009) tidak ada. Dengan demikian model intensi kewirausahaan
yang digagas oleh Linan dan Chen (2009) memerlukan adanya modifikasi lebih
lanjut guna menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
5. Model intensi kewirausahaan yang digunakan penulis tidak menggunakan
faktor modal individu dan faktor demografi seperti jenis kelamin, usia, jenis
pekerjaan orang tua, dan anggota keluarga lain yang berwirausaha sebagai
variabel kontrol, tetapi hanya sebagai informasi mengenai karakteristik
responden yang diteliti. Menurut Linan dan Chen (2009), faktor modal individu
dan faktor demografi memengaruhi sikap personal, norma subyektif dan
persepsi kontrol perilaku yang kemudian berkontribusi langsung dengan
intensi kewirausahaan. Maka, perlu diadakan penelitian lebih mendalam
117
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
mengenai faktor modal individu dan faktor demografi dalam hubungannya
dengan intensi kewirausahaan.