bab vi

12
BAB VI PEMBAHASAN Setelah pengumpulan data melalui kuesioner diolah, dilakukan intepretasi dan analisa data sesuai dengan variabel yang diteliti. Dalam pembahasan ini akan diuraikan mengenai hubungan pola asuh orangtua dengan konsumsi sauran pada anak usia prasekolah di TK Islam Terpadu As-Salam. 6.1. Pola Asuh Orangtua dengan Anak Usia Prasekolah di TK Islam Terpadu As-Salam Malang Hasil penelitian pola asuh orangtua dengan anak usia prasekolah di TK Islam Terpadu As-Salam Malang menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggunakan pola asuh demokratis (39 responden atau 46%), kemudian 23 responden atau 27% menggunakan pola asuh otoriter, lalu pola asuh permisif 14 responden atau 17% dan orangtua yang menggunakan pola asuh pengabaian yaitu 8 responden atau 10%. Berdasarkan hasil diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar orangtua di TK Islam Terpadu As-Salam menggunakan pola asuh demokratis. Orangtua yang menerapkan 53

Upload: ehrria-winastyo

Post on 03-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skripsi ik09

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VI

BAB VI

PEMBAHASAN

Setelah pengumpulan data melalui kuesioner diolah, dilakukan

intepretasi dan analisa data sesuai dengan variabel yang diteliti. Dalam

pembahasan ini akan diuraikan mengenai hubungan pola asuh orangtua dengan

konsumsi sauran pada anak usia prasekolah di TK Islam Terpadu As-Salam.

6.1. Pola Asuh Orangtua dengan Anak Usia Prasekolah di TK Islam Terpadu

As-Salam Malang

Hasil penelitian pola asuh orangtua dengan anak usia prasekolah di TK

Islam Terpadu As-Salam Malang menunjukkan bahwa sebagian besar

responden menggunakan pola asuh demokratis (39 responden atau 46%),

kemudian 23 responden atau 27% menggunakan pola asuh otoriter, lalu pola

asuh permisif 14 responden atau 17% dan orangtua yang menggunakan pola

asuh pengabaian yaitu 8 responden atau 10%.

Berdasarkan hasil diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

orangtua di TK Islam Terpadu As-Salam menggunakan pola asuh demokratis.

Orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis memiliki sikap yaitu kontrol

tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak

menyatakan pendapat dan memberikan penjelasan mengenai dampak perbuatan

yang baik dan buruk. Selain itu pola asuh ini biasanya orangtua lebih

memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi juga tidak ragu-ragu untuk

mendisiplinkan anak. Pola asuh ini dalam hal memerintah anak untuk melakukan

sesuatu sesuai dengan tingkat kemampuannya. Hal ini karena kemampuan anak

53

Page 2: BAB VI

54

usia prasekolah masih terbatas sehingga orangtua juga tidak mau memaksakan

kehendaknya kepada anak. Hal ini didukung oleh pendapat Baumrind 1967

(dalam Petranto, 2006) bahwa orangtua bersikap realistis terhadap kemampuan

anak yang artinya tidak berharap yang berlebihan yang melampui kemampuan

anak.

Dalam penelitian ini, didapatkan pula hasil bahwa sebagian besar

responden memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi (75%). Hasil yang

didapatkan peneliti sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dian (2004) yang

meneliti tentang hubungan pola asuh orangtua dengan terjadinya School Phobia

pada anak prasekolah yang mendapatkan hasil sebagian besar tingkat

pendidikan orangtua adalah sarjana dengan prosentase 63%. Data tersebut

sesuai dengan pendapat Markum (2004), bahwa tingkat pendidikan tinggi lebih

siap dalam mengasuh anak dan mempunyai pengetahuan yang luas tentang

perkembangan anak, orangtua dengan pendidikan rendah memiliki pengetahuan

dan pengertian yang kurang terhadap anak.

Rata-rata usia orangtua pada penenlitian ini yaitu 35 tahun. Sedangkan

pada penelitian Dian (2004) sebagian besar responden memiliki frekuensi usia

terbanyak pada usia 31-35 tahun. Hal ini didukung pernyataan pada periode

dewasa tengah ini biasanya individu telah mencapai kematangan dalam berfikir

dan bersikap sehingga dapat mempengaruhi orangtua dalam mendidik dan

mengasuh putra-putri mereka sehingga jika anak mendapatkan pola pengasuhan

yang benar dari orangtua maka anak mampu mandiri dalam memenuhi

kebutuhannya sendiri (Supartini, 2004).

Selain faktor tingkat pendidikan dan usia, faktor jenis kelamin juga

mempengaruhi pola pengasuhan pada anak, data yang didapatkan sebagian

Page 3: BAB VI

55

besar orangtua yang menjadi responden yaitu 69 orang (82%) berjenis kelamin

perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa ibu cukup berperan dalam proses

pengasuhan anak. Sesuai dengan pendapat Syafei (2002) bahwa ibu memiliki

peran besar dalam proses pengasuhan, pendidikan dan pembentukan

kepribadian. Faktor lain yang berperan dalam pengasuhan adalah pekerjaan

orangtua. Data yang didapatkan menunjukkan bahwa orangtua siswa di TK Islam

Terpadu As-Salam Malang memiliki pekerjaan yang beragam. Hal ini diperkuat

oleh pernyataan Supartini (2004), mengatakan bahwa pekerjaan orangtua

merupakan sumber penghasilan bagi keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan

fisik dan psikologis. Jika orangtua memiliki pekerjaan yang mapan maka

kesejahteraan keluarga juga meningkat dan peran pengasuhan pun dapat

terlaksana dengan baik.

Faktor terakhir yang berperan dalam gaya pengasuhan adalah jumlah

anak. Didapatkan data dari penelitian bahwa 55% responden memiliki jumlah

anak 2 orang. Dari hasil penelitian Dini (2007) dari 35 orangtua didapatkan 51%

atau 18 orang responden memiliki jumlah anak 2 orang. Sehingga dari data

oenelitian didapatkan bahwa kecenderungan pola asuh demokratis sebagian

besar diterapkan oleh orangtua yang memiliki anak 2. Data ini tidak sesuai

dengan pernyataan Watson (1970) dalam petranto (2006) yang menyatakan

bahwa orangtua yang hanya mempunyai 2-3 anak akan menunjukkan pola asuh

otoriter, dengan digunakannya pola asuh ini orangtua beranggapan tercipta

ketertiban rumah tangga. Selain itu menurut Supartini (2004), bahwa orangtua

yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih

siap menjalankan peran pengasuhan. Selain itu, mereka akan lebih mampu

mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan anak dengan baik.

Page 4: BAB VI

56

Sehingga menurut Rachel (2006) cara orangtua mempraktikkan konsumsi

sayuran dan menyajikan sayuran akan berdampak pada perilaku makan anak-

anak. Secara khusus, sikap makan dan praktik orangtua mempengaruhi jenis

makanan yang dikonsumsi anak. Penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat

kontrol orangtua kepada anak juga dipengaruhi oleh usia, oleh sebab itu

biasanya orangtua memeriksa dan memastikan makanan yang mereka

konsumsi.

6.2. Konsumsi Sayuran Pada Anak Usia Prasekolah di TK Islam Terpadu

As-Salam Malang.

Hasil penelitian konsumsi sayuran pada anak usia prasekolah di TK Islam

Terpadu As Salam Malang menunjukkan bahwa sebagian besar responden

masih kurang mengkonsumsi sayuran yaitu (62% atau 52 anak) dan yang cukup

(38% atau 32 anak).

Salah satu sumber bahan pangan yang baik untuk memperoleh zat gizi

adalah buah dan sayur (Hardinsyah & Martianto 1988). Piramida kesehatan

manusia menyebutkan perlunya mengonsumsi buah dan sayur. Menurut

Almatsier (2004) porsi buah yang dianjurkan sehari adalah sebanyak 200-300

gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran dalam bentuk tercampur

yang dianjurkan sehari adalah 150-200 gram. Data terbaru menunjukkan bahwa

anak usia prasekolah hanya mengkonsumsi sayuran 40% dari yang

direkomedasikan dan memiliki kandungan yang rendah dalam mengkonsumsi

sayuran vitamin A dan C namun anak justru lebih memilih makanan yang tinggi

asupan lemak serta natrium (IOM, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat diketahui bahwa sebagian

besar anak di TK Islam Terpadu As Salam Malang mengkonsumsi sayuran

Page 5: BAB VI

57

kurang dari kebutuhan. Menurut (Jeniffer, 2008) kontrol orangtua yang

berlebihan dan tekanan kepada anak akan mempengaruhi asupan makanan dan

mengganggu perilaku asupan makanan pada anak. Dari hasil studi longitudinal

didapatkan hasil bahwa tingkat kontrol dan tekanan yang keras dari orangtua

kepada anak justru konsumsi sayurannya akan lebih rendah.

Selain itu, dalam sebuah studi praktik pemberian makanan pada anak-

anak, anak yang ditekan untuk menghabiskan sayuran yang telah disajikan di

meja makan justru akan dihabiskan oleh anak tetapi untuk jangka panjang akan

menyebabkan anak tidak menyukai sayuran tersebut. Pada usia prasekolah anak

cenderung mulai memilih-milih makanan yang ingin ia makan. Oleh karena itu

dibutuhkan sikap dari orangtua untuk mengarahkan anak untuk mengkonsumsi

sayuran (Nakita, 2012).

Menurut Judarwanto (2009), karena besarnya variasi kebutuhan makanan

pada masing-masing anak, maka dalam memberikan nasehat makanan pada

anak tidak boleh terlalu kaku. Pemberian makanan pada anak tidak boleh

dengan kekerasan tetapi dengan persuasif dan monitoring terhadap tumbuh

kembang anak. Anak-anak tidak boleh dipaksa untuk makan. Mereka perlu diberi

kebebasan dan identitas yang berasingan daripada orangtua mereka. Dengan

kata lain, anak-anak perlu diberi kebebasan untuk memilih tanpa paksaan

orangtua. Tidak ada satu bahan makanan yang benar-benar esensial dalam diet.

Hasil penelitian terkait usia pada anak juga mempengaruhi anak dalam

mengkonsumsi sayuran ini disebabkan karena anak mulai sering terpapar

sayuran dalam menu makanannya sehari-hari sehingga seiring betambahnya

usia anak, anak sudah mulai terbiasa mengkonsumsi sayuran (Finkell, 2008).

Page 6: BAB VI

58

Hasil yang diperoleh peneliti sesuai dengan penelitian Finkell (2008) yang

meneliti hubungan usia anak dengan konsumsi sayuran. Pada penelitian ini usia

tertinggi dan terbanyak terdapat 39% atau 33 orang anak.

6.3. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Konsumsi Sayuran pada Anak

Usia Prasekolah di TK Islam Terpadu As Salam Malang

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi Contingency

Coefficient, diperoleh nilai korelasi antara variabel 1 dan 2 sebesar 0,526 dan

nilai signifikansi (p) sebesar 0,000. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan konsumsi sayuran

pada anak usia prasekolah di TK Islam Terpadu As Salam Malang. Hasil

penelitian ini sejalan dengan pernyataan (Theresa, 2009) yang menjelaskan

bahwa konsumi sayuran sejak dini terbukti dapat menurunkan resiko terkena

penyakit kronis. Pada anak konsumsi sayuran dipengaruhi oleh ketersediaan,

variasi dan paparan yang sering.

Selain itu menurut (Health Education Research, 2001), kebiasaan makan

masih berkembang selama kanak-kanak dan remaja sehingga penting untuk

membantu kaum muda menerapkan perilaku makan yang sehat. Sehingga dalam

jangka panjang masyarakat mampu meningkatkan kesehatan. Dalam hal ini

faktor lingkungan sangat mempengaruhi konsumsi sayuran pada anak.

Lingkungan rumah dan pengaruh orangtua diakui sangat berkontribusi terhadap

kebiasaan makan anak (Edward, 2006) .

Dengan perlakuan yang sesuai anak akan merasa nyaman dan akan

dengan senantiasa menghabiskan makanannya tanpa ada paksaan. Terbukti

lebih memiliki efek positif untuk jangka panjangnya. Menurut (Sochib, 2000) pola

Page 7: BAB VI

59

asuh yang demokratis yang di tandai dengan adanya pendiskusian antara

makanan apa saja yang tidak disukai dan disukai anak, akan lebih efektif tetapi

dalam hal ini orangtua harus tetap meperhatikan kebutuhan keseimbangan gizi

pada anak agar anak dapat medapat pertumbuhan yang ideal. Oleh karena itu

perlakuan yang tepat sangat dibutuhkan agar anak dapat mengkonsumsi sayur

dengan senang dan tanpa paksaan. Menurut (Bliset, 2011). Pola asuh orangtua

dalam hal pemberian makanan pada anak memegang peranan penting dalam

penentuan menu yang akan disajikan dan waktu makan yang menentukan yaitu

orangtua.

6.4. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa pelaksanaan penelitian ini masih banyak

kekurangan, hal ini disebabkan karena:

1. Pada penelitian ini pengukuran pola asuh orangtua dengan konsumsi

sayuran pada anak dilakukan satu kali dengan tidak melakukan validasi hasil

meragukan atau abnormal sehingga langsung disimpulkan hanya dalam

satu kali pengisian kuisioner.

6.5 Implikasi terhadap Bidang Keperawatan

6.5.1. Teori Keperawatan

Implikasi teoritis dari penelitian ini yaitu bertambahnya referensi

penelitian keperawatan pediatrik dan pengembangan teori keperawatan

pediatrik mengenai adanya hubungan pola asuh orangtua dengan konsumsi

sayuran pada anak usia prasekolah. Hal ini juga termasuk salah satu upaya

meningkatkan perilaku kesehatan atau (PHBS) perilaku hidup bersih dan sehat

Page 8: BAB VI

60

sejak dini dilingkup sekolah dan masyarakat. Selain itu penelitian ini juga dapat

digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk pengembangan teori

keperawatan pediatrik.

6.5.2. Praktek Keperawatan

Secara praktis hasil penelitian ini dapat diterapkan pada keperawatan

pediatrik. Dengan hasil adanya hubungan antara pola asuh orangtua dengan

konsumsi sayuran pada anak usia prasekolah, maka hasil tersebut dapat

dijadikan sebagai dasar intervensi perawat untuk melibatkan orangtua dalam

meningkatkan konsumsi sayuran pada anak. Ketika orangtua mengantar anak

ke sekolah, perawat dapat memberikan edukasi kepada orangtua terkait cara

meningkatkan konsumsi sayuran. Seperti memberikan pilihan menu sayuran

yang bervariasi dan memberikan pujian pada anak apabila mengkonsumsi

sayuran. Orangtua juga dapat memberikan hadiah berupa makanan sehat

seperti sayur dan buah apabila anak mengerjakan tugas dengan baik.

Sehingga anak terbiasa mengkonsumsi sayuran pada kehidupan sehari-hari.