bab v pembentukan nikel laterit 5.1. genesa · pdf fileintensif proses “leaching”,...

9
35 BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working Party (1955) adalah proses ubahan atau rusaknya material batuan dan mineral di/dekat permukaan bumi oleh dekomposisi kimia (chemical decomposition) dan disintegrasi fisik (physical disintegration). Batuan dan mineral yang terubah akan menyesuaikan diri menjadi lebih stabil dengan kondisi lingkungan barunya (Birkeland, 1974). Proses pelapukan dapat didefinisikan sebagai proses perubahan batuan yang terjadi akibat pengaruh langsung atmosfer dan hidrosfer (Sounders and Fookes, 1970). Proses pelapukan menyebabkan tiga perubahan pada batuan dan mineral yaitu : 1. Hilangnya atom atau senyawa tertentu dari permukaan yang lapuk. 2. Bertambahnya atom atau senyawa khas pada permukaan yang lapuk. 3. Terurainya satu massa menjadi dua massa atau lebih, tanpa perubahan dalam mineral atau batuan secara kimia Pelapukan kimia merupakan proses yang mengubah secara kimia mineral- mineral asal (origin mineral) menjadi mineral-mineral hasil ubahan (secondary mineral), dicirikan dengan adanya perubahan warna pada batuan. Proses yang bisa menyertai pelapukan kimia antara lain : 1. Hidrolisis yaitu reaksi yang terjadi antar mineral dengan ion air (H- dan OH-). Proses hidrolisis menghasilkan senyawa baru dan penambahan pH. Proses ini sangat efektif terjadi dalam pelapukan mineral silikat dan alumina silikat. 2. Oksidasi yaitu reaksi antara mineral dengan oksigen. Proses ini umum dijumpai pada mineral yang mengandung besi dan aluminium, akan memberi warna merah atau kuning. Oksidasi efektif terjadi pada daerah tropik dengan intensitas hujan dan suhu yang tinggi. 3. Hidrasi yaitu penyerapan molekul air ke dalam struktur kristal suatu mineral. Proses ini berperan dalam mempercepat dekomposisi kimia dengan cara memperbesar struktur suatu kristal.

Upload: doanquynh

Post on 04-Feb-2018

250 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa · PDF fileintensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin tebal ... Seperti diketahui bahwa jenis batuan

35

BAB V

PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

5.1. Genesa Lateritisasi

Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan.

Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working Party

(1955) adalah proses ubahan atau rusaknya material batuan dan mineral di/dekat

permukaan bumi oleh dekomposisi kimia (chemical decomposition) dan disintegrasi

fisik (physical disintegration). Batuan dan mineral yang terubah akan menyesuaikan

diri menjadi lebih stabil dengan kondisi lingkungan barunya (Birkeland, 1974).

Proses pelapukan dapat didefinisikan sebagai proses perubahan batuan yang

terjadi akibat pengaruh langsung atmosfer dan hidrosfer (Sounders and Fookes, 1970).

Proses pelapukan menyebabkan tiga perubahan pada batuan dan mineral yaitu :

1. Hilangnya atom atau senyawa tertentu dari permukaan yang lapuk.

2. Bertambahnya atom atau senyawa khas pada permukaan yang lapuk.

3. Terurainya satu massa menjadi dua massa atau lebih, tanpa perubahan dalam

mineral atau batuan secara kimia

Pelapukan kimia merupakan proses yang mengubah secara kimia mineral-

mineral asal (origin mineral) menjadi mineral-mineral hasil ubahan (secondary

mineral), dicirikan dengan adanya perubahan warna pada batuan. Proses yang bisa

menyertai pelapukan kimia antara lain :

1. Hidrolisis yaitu reaksi yang terjadi antar mineral dengan ion air (H- dan OH-).

Proses hidrolisis menghasilkan senyawa baru dan penambahan pH. Proses ini

sangat efektif terjadi dalam pelapukan mineral silikat dan alumina silikat.

2. Oksidasi yaitu reaksi antara mineral dengan oksigen. Proses ini umum

dijumpai pada mineral yang mengandung besi dan aluminium, akan memberi

warna merah atau kuning. Oksidasi efektif terjadi pada daerah tropik dengan

intensitas hujan dan suhu yang tinggi.

3. Hidrasi yaitu penyerapan molekul air ke dalam struktur kristal suatu mineral.

Proses ini berperan dalam mempercepat dekomposisi kimia dengan cara

memperbesar struktur suatu kristal.

Page 2: BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa · PDF fileintensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin tebal ... Seperti diketahui bahwa jenis batuan

36

4. Pelarutan (solution) adalah reaksi yang melibatkan banyak unsur air (H2O).

Reaksi ini membentuk senyawa asam dan basa yang sangat bervariasi.

Pelarutan cenderung bertambah efektif pada daerah beriklim panas dan basah.

Pelapukan kimia merupakan proses yang mengubah struktur dalam mineral

dengan pengurangan atau penambahan unsur pada mineral tersebut, jadi batuan yang

mengalami pelapukan kimia akan mengalami perubahan komposisi mineral. Dalam

proses pelapukan, air menjadi media yang sangat penting dalam mengubah komposisi

dalam mineral. Air murni merupakan bahan yang non reaktif, tetapi kandungan

material dalam air tersebut yang menjadi bahan reaktifnya. Kandungan oksigen dalam

air akan mengoksidasi mineral atau batuan yang dilaluinya. Bila batuan yang

mengandung mineral yang kaya Fe mengalami oksidasi akan menghasilkan mineral

yang berwarna kuning sampai coklat kemerahan dengan reaksi :

4Fe + 3O2 → 2Fe2O3

Selain oksidasi reaksi kimia yang terjadi dalam proses pelapukan adalah

subsitusi ion. Reaksi substitusi ion magnesium (Mg) oleh nikel (Ni) pada mineral

serpentin akibat aktivitas air tanah sebagai berikut :

2Mg2 SiO4 (s) + 4H+ + ½O2 → Mg3Si2O5 (s) + Mg2+ (ag)

Olivin Serpentin

Mg3Si2O5 (s) + 3Ni2+ (ag) → Ni3Si2O5 (OH)4 (s) + 3Mg2+ (ag)

Serpentin Ni-Serpentin

Sehingga kandungan nikel laterit diperoleh dari hasil pelapukan secara

langsung dari mineral olivin atau secara tidak langsung dari pelapukan serpentin yang

menggantikan olivin pada batuan yang terserpentinisasi.

Berdasarkan cara terjadinya endapan nikel digolongkan menjadi 2 macam,

yaitu endapan bijih primer (sulfida) dan endapan sekunder bijih nikel laterit. Endapan

sekunder bijih nikel laterit tersebut terdiri dari 2 tipe, yaitu nickelferous iron laterite

dan nickelferous silicate laterite.

Didaerah tropis yang beriklim panas dan basah terbentuk tanah laterit, proses

lateritisasi terjadi akibat proses pelapukan kimia pada kondisi iklim lembab dengan

perioda waktu yang lama dimana kondisi tektoniknya stabil (Butt dan Zeeger, 1992).

Pada Gambar….. terlihat skema pembentukan laterit nikel pada batuan beku

ultrabasa (Darijanto, Totok,1986), proses ini diawali dari air hujan yang mengandung

CO2 akan meresap secara vertikal dari permukaan tanah hingga ke batas muka air

Page 3: BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa · PDF fileintensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin tebal ... Seperti diketahui bahwa jenis batuan

37

tanah, setelah mencapai muka air tanah atau zona saturasi pergerakan air lebih bersifat

lateral.

Ketika air meresap kebawah permukaan tanah, air tersebut akan melindi

mineral-mineral primer yang tidak stabil seperti mineral olivin. Mineral-mineral

magnesium, silikon dan nikel pada bagian atas lapukan akan terlindi hingga hampir

seluruh unsur tersebut akan hilang terlindi. Zona ini dinamakan zona pelapukan lanjut

atau limonit. Pada zona ini akan terjadi penurunan konsentrasi MgO, SiO serta

Al2O3, tetapi terjadi peningkatan konsentrasi Fe-oksida (Fe2O3) dengan kadar antara

60-80%, sehingga zona ini dicirikan oleh tanah yang berwarna merah.

Setelah air hujan tersebut sampai ke muka air tanah, maka tidak ada lagi

pergerakan air secara vertikal melain bergerak secara lateral dan didominasi oleh

transportasi larutan secara horizontal (Valeton, 1967). Akibat desintegrasi pada batuan

dasar, air tanah akan masuk kedalam rekahan-rekahan yang terbentuk dan

menyebabkan penjenuhan dalam pengayaan unsur-unsur yang larut selama pelindihan

(Friedrich, et al 1984), sehingga zona ini disebut zona pengayaan atau saprolit. Pada

zona ini terjadi pengendapan kembali unsur-unsur nikel, magnesium dan silikon pada

rekahan sebagai mineral lain seperti garnierit (nikel-silikat). Secara teori, pengayaan

nikel dalam bentuk nikel silikat dapat mencapai 46,2% berat dan nikel talk dapat

mencapai 36,4% (Satsuma, 1975).

Page 4: BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa · PDF fileintensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin tebal ... Seperti diketahui bahwa jenis batuan

38

Gambar 5.1. Skema Pembentukan Endapan Nikel Laterit (Totok Darijanto, 1999)

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Endapan Nikel

Laterit

Proses dan kondisi yang mengendalikan proses lateritisasi sangat beragam

dengan ukuran yang berbeda sehingga membentuk sifat profil yang beragam antara

satu tempat ke tempat lain, dalam komposisi kimia dan mineral, dan dalam

perkembangan relatif tiap zona profil. Faktor yang mempengaruhi efisiensi dan

tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya mempengaruhi pembentukan endapan

adalah:

Page 5: BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa · PDF fileintensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin tebal ... Seperti diketahui bahwa jenis batuan

39

5.2.1. Topografi

Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan sirkulasi

air serta reagen-reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk pengendapan bijih

nikel adalah punggung-punggung bukit yang landai. Pada daerah yang curam, air

hujan yang jatuh ke permukaan lebih banyak yang mengalir (run-off) dari pada yang

meresap kedalam tanah, sehingga yang terjadi adalah pelapukan yang kurang intensif.

Pada daerah ini sedikit terjadi pelapukan kimia sehingga menghasilkan endapan nikel

yang tipis. Sedangkan pada daerah yang landai, air hujan bergerak perlahan-lahan

sehingga mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui

rekahan-rekahan atau pori-pori batuan dan mengakibatkan terjadinya pelapukan

kimiawi secara intensif. Akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah-daerah

yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan

pelapukan mengikuti bentuk topografi.

Di daerah punggungan lapisan limonit lebih tipis daripada daerah lembah atau

cekungan hal tersebut karena pola aliran air tanah di punggungan cenderung divergen,

dibandingkan di lembah yang relatif konvergen. Pola divergen cenderung punya

kecepatan penurunan air yang lamban dibanding yang bersifat konvergen. Kecepatan

penurunan muka air berpengaruh pada intensitas arah pergerakan-lateral air tanah,

makin intensif pergerakan-lateral air tanah, proses “leaching” makin intensif, makin

intensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin

tebal

Gambar 5.2. Pola air tanah terhadap morfologi (Freeze & Cherry, 1979, op cit Darijanto, 1999)

Page 6: BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa · PDF fileintensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin tebal ... Seperti diketahui bahwa jenis batuan

40

Gambar 5.3. Variasi ketebalan laterit pada variasi morfologi

5.2.2. Tipe Batuan Asal

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan

nikel laterit. Batuan asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan kadar Ni 0,2 - 0,3

%, merupakan batuan dengan elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya,

mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil (seperti Olivin

dan Piroksen), mempunyai komponen-komponen yang mudah larut, serta akan

memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel. Mineralogi batuan asal

akan menentukan tingkat kerapuhan batuan terhadap pelapukan dan elemen yang

tersedia untuk penyusunan ulang mineral baru.

Gambar 5.4. Tanah hasil pelapukan dari batuan asalnya

Page 7: BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa · PDF fileintensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin tebal ... Seperti diketahui bahwa jenis batuan

41

5.2.3. Struktur

Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan laterit adalah

rekahan (joint) dan patahan (fault). Adanya rekahan dan patahan ini akan

mempermudah rembesan air ke dalam tanah dan mempercepat proses pelapukan

terhadap batuan induk. Selain itu rekahan dan patahan akan dapat pula berfungsi

sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang mengandung Ni yang menyerupai

vein. Seperti diketahui bahwa jenis batuan beku mempunyai porositas dan

permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan

adanya rekahan-rekahan tersebut lebih memudahkan masuknya air dan proses

pelapukan yang terjadi akan lebih intensif.

Gambar. 5.5 Mineral garnierit yang mengisi rekahan-rekahan

5.2.4. Iklim

Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim tropis dan

sub tropis, di mana curah hujan dan sinar matahari memegang peranan penting dalam

proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang terdapat pada batuan asal. Sinar

matahari yang intensif dan curah hujan yang tinggi menimbulkan perubahan besar

yang menyebabkan batuan akan terpecah-pecah, disebut pelapukan mekanis, terutama

dialami oleh batuan yang dekat permukaan bumi. Secara spesifik, curah hujan akan

mempengaruhi jumlah air yang melewati tanah, yang mempengaruhi intensitas

pelarutan dan perpindahan komponen yang dapat dilarutkan. Sebagai tambahan,

keefektifan curah hujan juga penting. Suhu tanah (suhu permukaan udara) yang lebih

tinggi menambah energi kinetik proses pelapukan (Butt and Zeegers, 1992).

Page 8: BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa · PDF fileintensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin tebal ... Seperti diketahui bahwa jenis batuan

42

5.2.5. Reagen-reagen Kimia dan Vegetasi

Reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang

membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2

memegang peranan paling penting di dalam proses pelapukan secara kimia. Asam-

asam humus (asam organik) yang berasal dari pembusukan sisa-sisa tumbuhan akan

menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH larutan, serta membantu proses

pelarutan beberapa unsur dari batuan induk. Asam-asam humus ini erat kaitannya

dengan kondisi vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan penetrasi

air lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan,

meningkatkan akumulasi air hujan, serta menebalkan lapisan humus. Keadaan ini

merupakan suatu petunjuk, dimana kondisi hutan yang lebat pada lingkungan yang

baik akan membentuk endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi.

Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi

mekanis.

Gambar 5.6 Pembentukan laterit yang di pengaruhi oleh iklim dan reagen-reagen kimia dan vegetasi

5.2.6. Waktu

Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan,

transportasi, dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk terbentuknya endapan

nikel laterit membutuhkan waktu yang lama, mungkin ribuan atau jutaan tahun. Bila

waktu pelapukan terlalu muda maka terbentuk endapan yang tipis. Waktu yang cukup

lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur

Page 9: BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa · PDF fileintensif proses “leaching”, memungkinkan proses pembentukan limonit yang makin tebal ... Seperti diketahui bahwa jenis batuan

43

nikel cukup tinggi. Banyak dari faktor di atas yang saling berhubungan dan

karakteristik profil di satu tempat dapat digambarkan sebagai efek gabungan dari

semua faktor terpisah yang terjadi melewati waktu dibandingkan oleh dominasi

sebuah faktor saja. Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar

pelapukan kimia di dasar profil dan pemindahan fisik ujung profil karena erosi.

Tingkat pelapukan kimia bervariasi antara 10 sampai 50 meter per juta tahun,

biasanya sesuai dengan jumlah air yang melalui profil, dan 2 - 3 kali lebih cepat

dalam batuan ultrabasa daripada batuan asam (Nahon, 1986). Disamping jenis batuan

asal, intensitas pelapukan, dan struktur batuan yang sangat mempengaruhi potensi

endapan nikel lateritik, maka informasi perilaku mobilitas unsur selama pelapukan

akan sangat membantu dalam menentukan zonasi bijih di lapangan (Totok Darijanto,

1986).