bab v pembahasan - digilib.esaunggul.ac.id file73 bab v pembahasan 5.1 letak wilayah jika menurut...

33
73 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Letak Wilayah Jika menurut tipe daerah persentase penimbangan balita di rumah sakit dan Puskesmas lebih banyak di lakukan perkotaan dari pada di pedesaan. Namun sebaliknya persentase penimbangan di polindes dan posyandu lebih banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan serta apabila membandingkan presentase posyandu di wilayah kompleks dan wilayah perkampungan, maka didapatkan bahwa angka cangkupann di wilayah perkampungan lebih tinggi dibandingkan dengan posyandu yang berada di kompleks. Hal ii sesuai dengan teori yang diungkapkan Maisya (2011) bahwa lokasi posyandu merupakan salah satu saran pendukung pelaksanaan posyandu. Berdasarkan data yang didapat dari Kelurah Duri Kepa, dari 14 RW yang terdapat di wilayah kerja Kelurahan Duri Kepa, terdapat 7,14% RW Kumuh yaitu RW 02 dimana terdapat 3 posyandu yaitu Posyandu Guji I, II dan Posyandu Sekar Melati, angka rata-rata D/S selama 3 bulan terakhir secara berurutan yaitu 61,92%; 51,033%; 109,60%. Berdasarkan tabel distribusi wilayah Posyandu dibagi menjadi 2 wilayah, yaitu posyandu yang terletak di wilayah kompleks sebanyak 55 responden (50%) dan wilayah perkampungan sebanyak 55 responden (50%).

Upload: vuongtu

Post on 05-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

73  

  

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Letak Wilayah

Jika menurut tipe daerah persentase penimbangan balita di rumah sakit

dan Puskesmas lebih banyak di lakukan perkotaan dari pada di pedesaan. Namun

sebaliknya persentase penimbangan di polindes dan posyandu lebih banyak di

pedesaan dibandingkan perkotaan serta apabila membandingkan presentase

posyandu di wilayah kompleks dan wilayah perkampungan, maka didapatkan

bahwa angka cangkupann di wilayah perkampungan lebih tinggi dibandingkan

dengan posyandu yang berada di kompleks. Hal ii sesuai dengan teori yang

diungkapkan Maisya (2011) bahwa lokasi posyandu merupakan salah satu saran

pendukung pelaksanaan posyandu.

Berdasarkan data yang didapat dari Kelurah Duri Kepa, dari 14 RW

yang terdapat di wilayah kerja Kelurahan Duri Kepa, terdapat 7,14% RW Kumuh

yaitu RW 02 dimana terdapat 3 posyandu yaitu Posyandu Guji I, II dan Posyandu

Sekar Melati, angka rata-rata D/S selama 3 bulan terakhir secara berurutan yaitu

61,92%; 51,033%; 109,60%.

Berdasarkan tabel distribusi wilayah Posyandu dibagi menjadi 2

wilayah, yaitu posyandu yang terletak di wilayah kompleks sebanyak 55

responden (50%) dan wilayah perkampungan sebanyak 55 responden (50%).

74  

  

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi partisipasi aktif ibu balita dilakukan Focus Group Discussion

kepada 10 orang ibu balita di wilayah posyandu. Secara keseluruhan, berdasarkan

hasil Focus Group Discussion (FGD), seperti yang diungkapkan oleh Ibu Kr, Ibu

Kw, dan Ibu D bahwa jarak posyandu dari rumah responden dekat karena masih

dapat dijangkau dengan jalan kaki setiap bulannya.

Sedangkan beberapa ibu balita lainnya seperti Ibu St, Ibu Kw, dan Ibu

T menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi partisipasi untuk aktif di

posyandu adalah kebersamaan, kekompakkan dan interaksi yang dirasakan

bersama ibu balita lainnya. Kehadiran sebagian besar dari ibu balita yang

diwawancarai dipengaruhi oleh kehadiran petugas kesehatan yang dianggap lebih

teliti dan fasilitas yang lebih lengkap termasuk ke dalamnya konsumsi beragam

dan bergizi yang tiap bulan diberikan dari posyandu tanpa dipungut biaya

tambahan. Namun faktor yang mempengaruhi partisipasi aktif Ibu Y adalah

kemanfaatan dari posyandu yang dirasakan.

Dari hasil FGD, ditemukan juga faktor eksternal yang diungkapkan

oleh sebagian besar ibu balita dalam partisipasi aktif ke posyandu yaitu adanya

keberagaman goody bag menarik dan pemberian hadiah setiap tahunnya sebagai

bentuk apresiasi kepada ibu balita yang aktif membawa balitanya (kunjungan ≥10

kali per tahun) sehingga meningkatkan semangat dari para ibu balita untuk terus

melakukan penimbangan setiap bulannya.

75  

  

5.2 Umur

Dalam bertindak dan pengambil keputusan, faktor umur menjadi salah

satunya yang mempengaruhinya, semakin bertambah umur secara psikologis

maka kedewasaan seseorang dalam bertindak semakin baik (Hurlock, 1991).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 110 responden ibu balita di wilayah

perkampungan dan kompleks, jumlah responden pada kelompok umur < 30 tahun

terbanyak di wilayah kompleks dengan jumlah 31 orang ibu balita (56,4%) dan

ibu balita dengan usia ≥30 tahun terbanyak pada wilayah posyandu perkampungan

dengan ibu balita sebanyak 34 orang ibu balita (61,8%). Jumlah ibu balita pada

kelompok ibu balita di wilayah kompleks sejalan dengan hasil penelitian Kurnia

(2011) yang menyatakan bahwa sebanyak 57,8% ibu balita berumur <30 tahun

dan hasil serupa juga tertuang dalam hasil penelitian Kartini dan Cahaya (2012)

yang menyatakan bahwa sebanyak 67,7% ibu balita berasal dari kelompok ibu

dewasa muda (15-31 tahun) serta hasil penelitian bahwa usia rata-rata ibu balita

adalah 25,64±4,44 tahun (journals.tums.ac.ir, 2013). Dimana dari pengamatan

yang dilakukan di lapangan ibu balita yang datang pada umumnya bergerombol

dengan teman sebayanya, sehingga tidak hanya datang untuk berpartisipasi namn

juga untuk berinteraksi dan berbagi pengalaman dengan ibu balita yang sebaya.

76  

  

5.3 Pendidikan

Pada tahun 1985 diketahui terdapat sebanyak 15,7 juta penduduk usia

diatas 10 tahun buta huruf dan 2/3 nya adalah wanita (Fitriani, 2010). Pendidikan

ibu balita merupakan faktor penting yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap

ibu terhadap perilaku hidup sehat dan kemampuan menanggulangi masalah yang

dihadapi sehari-hari terutama masalah kesehatan (Depkes RI, 1999).

Data hasil distribusi pendidikan ibu balita di Puskesmas Kelurahan

Duri Kepa tahun 2013 dikelompokkan menjadi 2, yaitu < SMP dan ≥ SMP . Hasil

analisis frekuensi data pendidikan Ibu balita menunjukkan bahwa dari ke dua

wilayah posyandu (wilayah perkampungan dan kompleks) persentase ibu balita

yang banyak adalah berpendidikan ≥SMP dengan jumlah masing-masing sebesar

61,8% pada wilayah kompleks dan 76,4% pada wilayah perkampungan.

Data yang menunjukkan bahwa di wilayah posyandu perkampungan

memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi persentase-nya dibandingkan

dengan wilayah posyandu kompleks dikarenakan, sekitar 4/5 dari ibu balita yang

hadir di poayandu kompleks adalah masyarakat yang tinggal di perkampungan

sekitar kompleks, sedangkan penduduk asli di wilayah kompleks lebih banyak

memanfaatkan fasilitas kesehatan lainnya seperti rumah sakit, dan lain-lain.

Hasil distribusi pendidikan ibu balita, sejalan dengan data dasar tingkat

pendidikan penduduk wanita di Kelurahan Duri Kepa (10 tahun ke atas) pada

tahun 2012 yang menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 35,6% berpendidikan

77  

  

<SMP dan 64,4% ≥ SMP. Angka ini lebih rendah dibandingkan angka pendidikan

ibu balita di kota Tangerang (Kurnia, 2011), dalam penelitian Kurnia tahun 2011

yang menyatakan bahwa distribusi pendidikan ibu balita ≥SMP sebanyak 83,4%.

Hal tersebut dikarenakan karena lokasi penelitian yang berbeda dan karakteristik

masyarakat yang berbeda.

Beberapa studi empiris menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan seorang ibu maka akan mudah pula bagi ibu tersebut untuk

memperoleh informasi mengenai kesehatan, sebaliknya makin rendah tingkat

pendidikan seorang ibu maka akan makin sulit ibu tersebut memperoleh

pengetahuan mengenai kesehatan (Poerdji,2002).

5.4 Status Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan dalam upaya untuk pemenuhan

kebutuhan sehari-hari guna mencapi kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan data

distribusi status bekerja ibu balita dikelompokkan menjadi 2, yaitu tidak bekerja

dan bekerja. Dari 110 responden, status pekerjaan ibu balita terbanyak adalah

tidak bekerja dengan presentasi yang besar pada ke dua wilayah posyandu yaitu

pada posyandu perkampungan, status ibu balita tidak bekerja sebanyak 41 orang

ibu balita (74,5%) dan wilayah kompleks sebanyak 39 orang ibu balita (70,9%).

Dari 29,1% ibu balita yang masuk ke dalam kategori bekerja di wilayah

perkampungan dan 25,1% di wilayah kompleks pada umumnya bekerja sebagai

wiraswasta/berdagang dan buruh sedangkan pekerjaan lainnya adalah karyawan.

78  

  

Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Kurnia (2011)

yang menyatakan angka ibu balita yang bekerja di Kelurahan Sukasari sebanyak

35,6%, yang artinya lebih banyak ibu balita yang berstatus tidak bekerja pada

wilayah tersebut. Hal serupa dikemukakan Suwarsini (2009) bahwa terdapat

sebanyak 74,5% ibu balita berstatus tidak bekerja di Posyandu Desa Pelem

Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali.

Hasil penelitian Tuti Pradianto mengenai “Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Ketidakhadiran Ibu Balita dan Penggunaan Posyandu di

Kecamatan Bogor Barat tahun 1989” menyatakan ibu balita yang bekerja akan

lebih jarang membawa anak balitanya ke posyandu dikarenakan kesibukannya dan

tidak tersediannya waktu.

5.5 Pendapatan Keluarga

Pendapatan adalah segala sesuatu yang didapatkan dan dikeluarkan

oleh keluarga ibu balita dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pendapatan keluarga berhubungan dengan tingkat pengetahuan, tingkat

pendidikan, sosial ekoomi dan kemampuan dalam menjangkau pelayanan

kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, pada ke dua wilayah

posyandu diketahui bahwa sebagian besar keluarga ibu balita memiliki

pendapatan yang lebih besar dari angka median pendapatan wilayahnya, dengan

nilai median Rp1.312.500,00 dengan persentasi pada kelompok ibu balita dengan

79  

  

pendapatan keluarga lebih besar dari Median di wilayah perkampungan sebanyak

29 orang (52,7%) dan di wilayah kompleks sebanyak 41 orang (74,5%).

Hasil ini sesuai juga dengan hasil penelitian yang dikemukanan Kartini

dan Ashadhany (2012) yang menyatakan bahwa sebagian besar (62,5%)

pendapatan keluarga ibu balita di posyandu lebih besar dari Rp 939.756,00.

5.6 Jarak Tempuh

Jarak tempuh yaitu jarak atau ukuran jauh dekatnya suatu wilayah

(tempat) menuju tempat lain. Dari beberapa hasil penelitian yang mencari faktor

penentu partisipasi ibu balita datang menimbang anak balitanya ke

posyandu,diketahui bahwa faktor jarak ternyata memberikan kontribusi terhadap

seseorang dalam melakukan suatu tindakan.

Berdasarkan tabel distribusi dari hasil penelitian, dari pengelompokkan

jarak tempuh diketahui bahwa pada ke dua kelompok wilayah (ibu balita di

wilayah posyandu perkampungan dan kompleks) sebagian besar menyatakan

bahwa jarak tempuh rumah ibu balita menuju posyandu dekat (cut off point bila

berjalan <10menit) dengan masing-masing persentase yaitu pada ibu balita

wilayah perkampungan sebanyak 45 orang ibu balita (81,8%) dan pada ibu balita

di wilayah posyandu kompleks sebanyak 41 orang ibu balita (74,5%).

Hal ini sejalan dengan penelitian dilakukan Kartini dan Ashadhany

(2012) bahwa terdapat 80% ibu balita dengan jarak tempuh posyandu sejauh <

80  

  

100m serta penelitian Kurnia (2011)yang menyatakan bahwa sebanyak 58,9% ibu

balita memiliki rumah yang dekat dengan Posyandu (jarak tempuh < 10menit).

Berdasarkan teori yang ada, dinyatakan bahwa semakin dekat jarak

tempuh maka semakin besar peluang untuk merealisasikan suatu tindakan. Data-

data hasil penelitian sejenis tersebut di atas menyimpukan bahwa ibu balita

dengan jarak tempuh yang dekat lebih banyak kemungkinan untuk hadir ke

posyandu dibandingkan dengan ibu balita dengan jarak tempuh posyandu yang

jauh. Sehingga letak posyandu yang strategis dan mudah dicapai oleh ibu balita

sangat penting untuk meningkatkankan angka partisipasi ibu balita sehingga D/S

dapat meningkat.

5.7 Kehadiran Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penggerak tidak

langsung dalam pelaksanaan posyandu, namun menjadi salah satu faktor penting

dalam memotivasi ibu balita agar membawa anak balita-nya secara rutin ke

posyandu setiap bulan.

Berdasarkan tabel distribusi kehadiran petugas kesehatan

dikelompokkan menjadi 2, yaitu responden merasa tidak perlu adanya kehadiran

petugas kesehatan dan merasa perlu dengan kehadiran petugas kesehatan. Dari

data tabel ditribusi, disimpulkan bahwa sebagia besar ibu balita pada ke dua

kelompok wilayah posyandu yang merasa perlu dengan adanya kehadiran petugas

kesehatan dalam setiap kali pelaksanaan posyandu dengan persentase masing-

81  

  

masing wilayah yaitu sebanyak 46 orang ibu balita (83,6%) dari wilayah

posyandu perkampungan dan 47 orang ibu balita (85,5%) dari wilayah posyandu

kompleks merasa penting akan kehadiran petugas kesehatan. Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa lebih dari 4/5 ibu balita merasakan pentingnya

kehadiran petugas puskesmas (petugas kesehatan) dalam setiap kegiatan

posyandu.

Hasil ini sejalan pula dengan tingkat kebutuhan yang dirasakan oleh

ibu balita akan pelayanan kesehatan yang dilakukan di posyandu setiap bulannya

dengan persentase sebanyak 63,3% (Kurnia, 2011) dan kesimpulan hasil

penelitian ini sesuai juga dengan hasil peneitian kualitatif yang dilakukan oleh

Ocbrianto bahwa partisipasi tenaga memang dibutuhkan untuk menunjang

partisipasi ibu balita. (2012). Petugas kesehatan yang hadir dalam kegiatan

posyandu setiap bulannya secara tidak langsung menjadi salah satu faktor tidak

langsung yang dapat meningkatkan angka partisipasi, hal ini disebutkan

berdasarkan teori Sumarno tahun 2006.

5.8 Partisipasi

Partisipasi dalam program pemerintah memiliki tujuan untuk

meningkatkan kemandirian yang diutuhkan oleh masyarakat dalam mempercepat

pembangunan (Laksana, 2013). Angka partispasi juga menyatakan seberapa besar

keberhasilan suatu program (Kemenkes, 2011).

82  

  

Isbandi (2007) mengemukakan bahwa partisipasi ibu balita adalah

keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah yang ada di

masyarakat, serta berperan aktif dalam memilih dan membantu mengambil

keputusan dalam mencari solusi alternatif untuk menangani. Bentuk perilaku

kesehatan yang dapat dilakukan dalam program gizi adalah partisipasi ibu balita

dalam kegiatan di Posyandu, yang diwujudkan dengan membawa anaknya untuk

ditimbang berat badan ke Posyandu secara teratur setiap bulan mulai balita berusia

1 bulan hingga 5 tahun. Dikatakan partisipasi aktif apabila minimal empat kali

anak balita ditimbang ke Posyandu secara berturut-turut selama enam bulan.

(Depkes RI, 2006). Secara Nasional, target partisipasi aktif posyandu yang ingin

dicapai yaitu 80%.

Berdasarkan data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata ibu

balita di posyandu wilayah perkampungan lebih rendah dengan nilai mean

8,5(±1,80) daripada rata-rata ibu balita di posyandu kompleks sebesar 8,8(±2,01)

dengan angka partispasi minimum pada kelompok kompleks 4 kali dalam satu

tahun dan kelompok perkampungan adalah 5 kali dalam satu tahun dan angka

partisipasi maksimum pada ke dua kelompok adalah 11 dalam 1 tahun.

Ibu balita yang berpartisipasi aktif ke Posyandu di Kelurahan Duri

Kepa sebesar 61,5%, namun angka ini lebih tinggi dari angka partisipasi ibu balita

Kelurahan Duri Kepa yang didapatkan dari profil Kecamatan yaitu 54% namun

demikian angka ini belum mencapai target yang sudah ditetapkan Nasional yaitu

80%. dengan data partisipasi minimum ibu balita sebanyak minimum 5 kali pada

83  

  

wilayah perkampungan dan 4 kali pada wilayah kompleks dan partisipasi

maksimum sebanyak 11 kali serta partisipasi terbanyak yaitu 8 kali dalam 1 tahun

pada posyandu perkampungan dan 11 kali dalam 1 tahun pada posyandu

kompleks.

Sejalan dengan penelitian yang telah ada sebelumnya yang dilakukan

oleh Kartini dan Ashadhany (2012) menyatakan bahwa sebanyak 56,4% ibu balita

yang turut serta berperan aktif dalam kegiatan posyandu dengan cut off point

untuk kategori aktif sebanyak ≥ 8 kali kunjunga pertahun. Hasil serupa

diungkapkan hasil penelitian Kurnia yang menyatakan bahwa hanya sebanyak

46,7% ibu balita aktif serta hasil penelitian Suwarsini (2009) menyatakan bahwa

sebanyak 42 responden (51,22%) menyatakan bahwa keaktifan di posyandu

responden termasuk kategori aktif.

Angka partisipasi yang aktif ke Posyandu di Kelurahan Duri Kepa

lebih tinggi bila di bandingkan dengan penelitian Sambas (2002) di Kelurahan

Bojongherang Kabupaten Cianjur yaitu didapatkan 57,7% ibu balita yang

berpartisipasi aktif ke Posyandu dan Penelitian Soeryoto (2001) di Kecamatan

Jurai Kabupaten Pesisir Selatan mendapatkan proporsi ke Posyandu dengan

cakupan lebih rendah yaitu 48,1% daripada di Kelurahan Sukasari Kota

Tangerang. Namun hasil dari semua penelitian tetap menunjukkan bahwa angka

partisipasi ibu balita masih di bawah target nasional (80%) meskipun lokasi

penelitian berbeda-beda.

84  

  

Khomsan (2007) menganjurkan masyarakat untuk melakukan

kunjungan balita secara rutin ke Posyandu, sebab posyandu merupakan alat bantu

untuk memonitor berat badan balita yang dilakukan melalui penimbangan yang

dilakukan setiap bulannya, sehingga akan diperoleh trend berat badan dari bulan

ke bulan. Apabila terjadi penurunan trend atau berat badan balita di bawah

dibawah garis merah, maka Posyandu diharapkan dapat memberikan nasihat gizi

atau memberikan makanan tambahan (PMT), sehingga trend berat badan yang

menurun dapat dicegah atau apabila tidak dapat diatasi maka dilakukan rujuk

untuk ditindak lanjuti oleh petugas kesehatan di puskesmas setempat.

Beberapa faktor yang memepengaruhi partisipasi ibu balita ke

Posyandu diantaranya adalah umur ibu balita, pendidikan ibu, status bekerja ibu,

pendapatan keluarga, jarak tempuh dari rumah ke Posyandu dan kebutuhan yang

dirasakan ibu terhadap pelayanan di Posyandu. Berdasarkan kesimpulan Kartini

dan Asdhany (2012) bahwa, semakin tinggi angka partisipasi ibu balita dalam

membawa balitanya ke posyandu maka semakin baik pula status gizi anak

balitanya (BB/U). Teori lain menyatakan kunjungan balita merupakan

kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbangkan

anaknya secara teratur setiap bulan, serta perwujudan partisipasi ibu balita yang

baik agar dapat mencapai pertumbuhan balita yang baik (Rumpiati, 2011).

85  

  

5.9 Hubungan Letak Wilayah dan Partisipasi

Dari hasil statistik 110 orang responden diketahui bahwa nilai rata-rata

Partisipasi Ibu balita yang berasal dari dua wilayah posyandu kompleks sebesar

8,8182 dan wilayah posyandu perkampungan sebesar 8,5273. Dengan

menggunakan uji T-test didapatkan nilai P-value =0,426>α (0,05) sehingga dapat

disimpulkan tidak ada perbedaan rata-rata partisipasi ibu balita antara wilayah

posyandu perkampungan dan kompleks di Puskesmas Kelurahan Duri Kepa pada

tahun 2013.

Data partisipasi ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri

Kepa, angka partisipasi di wilayah kompleks lebih tinggi dibandingkan dengan

angka partisipasi di wilayah perkampungan. Sebab salah satu sarana pendukung

ketika dilaksanakannya kegiatan posyandu yaitu tempat atau lokasi Posyandu

yang tetap, kader yang aktif dan waktu pelaksanaan posyandu yang rutin

dilaksanakan (Maisya, 2011).

Hal ini merupakan dampak dari ekonomi keluarga, pada umumnya

penduduk asli wilayah posyandu kompleks berada pada ekonomi menengah ke

atas sehingga mereka akan lebih mempercayai dan akan lebih memilih untuk

mengunjungi tenaga kesehatan (dokter anak), dan rumah sakit dan atau RSIA

(Rumah Sakit Ibu dan Anak) untuk mempercayakan tumbuh kembang balitanya

dibandingkan datang secara rutin ke posyandu. Kesimpulan penelitian ini

didukung oleh penelitian yang dilakukan di Nova Scotia Amerika menunjukkan

86  

  

bahwa pada kelompok sosio-ekonomi tinggi lebih banyak mengunjungi pelayanan

kesehatan daripada sosio- ekonomi yang lebih rendah.

Ibu balita yang hadir di posyandu kompleks pun sebagian besar

merupakan ibu balita yang berasal dari posyandu perkampungan sekitar,

dikarenakan rendahnya partisipasi akan posyandu yang dilakukan oleh masyarakat

kompleks maka guna meningkatkan pemanfaatan secara optimal maka posyandu

di kompleks terbuka untuk masyarakat perkampungan sekitar. Berdasarkan hasil

wawancara, diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi ibu balita

dalam memilih posyandu pada wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Kepa.

Hal tersebut dinyatakan sebagai berikut:

Berdasarkan adanya temuan angka partisipasi rata-rata dari posyandu

kompleks lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata partisipasi masyarakat

di posyandu perkampungan, maka dilakukan Forum Group Discussion guna

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi. Hasil dari Forum Group

Discussion pada ibu balita yang mengunjungi posyandu kompleks menjukkan

hasil sebagai berikut :

Dari hasil temuan dilapangan ditemukan bahwa faktor jarak menjadi

salah satu yang dipertimbangkan ibu balita dalam memilih posyandu, seperti yang

diungkapkan oleh Ibu Kr (29), Ibu Kw(29), dan Ibu D (30)) sebagai berikut :

“…jarak posyandu yang lebih dekat dengan rumah yang utama,

karena males jalan jauh…” (Ibu Kr, September 2013)

87  

  

“ya karena deket aja sih aku mah disini, kalau dari segi fasilitas di

posyandu sendiri agak kurang ya, kadang ga ada dokternya …

kalau dari bingkisan kadang-kadang ga memuasin, ya cuman

biskuit sama susu satu” (Ibu Kw, September 2013)

“kalau disini lebih deket…” (Ibu D, September 2013)

Selain itu lingkungan sekitar, seperti faktor ajakan, dan teman menjadi

faktor lain yang ditemukan di lapangan, seperti yang diungkapkan oleh Ibu S (30),

ibu Kw (29) dan Ibu T (30) berikut ini :

“kalau ke sana kan rame-rame jadi kan semangat …”(Ibu St,

September 2013)

“kalau kata orang ya, bela-belain naik angkot. Kita sih seneng aja

sampe rumah jam 10an, panas-panasan tapi ya seneng aja bareng-

bareng yang laen gitu.” (Ibu Kw, September 2013)

“kalau di sana lebih kompak, jadi dari sini rame-rame ke sono

semangat…” (Ibu T, September 2013)

Sebagian besar ibu balita pun menyatakan kehadiran petugas kesehatan

menjadi faktor penting dalam menarik partisipasi ibu balita untuk mengunjungi

posyandu, berikut ini beberapa penuturan dari Ibu Kr,Ibu St, Ibu Yt(31),dan Ibu

R(33):

88  

  

“… adanya dokter jadi bisa nanya kalau anak sakit gimana gitu…”

(ibu Kr, September 2013)

“kalau di posyandu ini kurang teliti aja kayaknya buat nanganin

masalah anak… ga tau kurang paham atau gimana, tiap bulan ya

cuman ditimbang gitu aja udah, kalau di sana kan ada dokternya

jadi bisa nanya-nanya ke dokternya…” (Ibu St, September 2013)

“kalau disitu ada dokternya, gizinya juga jadi tau perkembangan

anak, seumpama kalau kurang makannya bisa ditambahin atau

gimana” (ibu Yt, September 2013)

“meskipun jauh tapi fasilitasnya bagus, itu dari daerah mana aja loh

jangan salah … itu dari mulut ke mulut kalau posyandu itu bagus”

(Ibu R, September 2013)

Temuan jawaban yang berbeda dari ibu balita yang lainnya dituturkan

oleh Ibu M(42) :

“… kalau di sana ada dokternya terus suka ada bantuan… lengkap

lah… dokter anak, dokter gizi, dokter umum” (Ibu M, September

2013)

89  

  

Beberapa ibu balita mengeluhkan fasilitas yang kurang memuaskan

yang didapatkan dari posyandu yang berada di wilayah sendiri, seperti yang

diungkapkan oleh penuturan Ibu Tn (30) berikut ini:

“kalau di posyandu sana makannya selalu buat anak-anak, ada

ayam cincang, jamur, daging sama bakso dicincang dibulet-bulet

gitu terus wortel ga pernah ketinggalan kadang ada cekernya, anak-

anak kan suka kalau disini kan makannya it lagi itu lagi besoknya

itu lagi… saya pikir ya kalau disini ada yang gratis, ngapain harus

ke sana …” (Ibu Tn, September 2013)

“pernah sekali nyoba ke posyandu RW sendiri, cuman pake uang

konsumsi jadi kalau ga ada uang anak ga dapet bingkisan,

sedangkan anak kalu liat temennya dapet kan gitu… disini ga

bayar…. Dua ribu apa berapa gitu…. Katanya buat nambahin uang

konsumsi” (Ibu DA, September 2013)

“…cuma susu satu sama biskuit, yah yang makan mah

emaknya…kalau memang mau begitu mending kasih kacang ijo,

kalau bubur kacang ijo kan anak-anak doyan semua… Kalau di

sana juga ga dipungut biaya…” (Ibu D, September 2013)

Bertolak belakang dengan pernyataan di atas, beberapa ibu balita

memilih posyandu karena mengetahui dan merasakan manfaat datang setiap

bulannya ke posyandu, berikut beberapa penuturan Ibu Y(31) :

90  

  

“biar anak ketauan apa timbangannya naik atau turun…” (Ibu Y, September 2013)

Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi adanya

partisipasi adalah apresiasi atau penghargaan yang diberikan. Dari hasil temuan

yang ditemkan dalam Forum Group Discussion, hampir seluruh informan

mengemukakan bahwa faktor goody bag dan hadiah sebagai apresiasi pun

menjadi salah satu penentu partisipasi ibu balita untuk hadir ke posyandu, mereka

lebih banyak memilih untuk mengunjungi posyandu dengan rutin (≥10 kali dalam

setahun) dikarenakan adanya faktor hadiah yang diberikan setiap tahunnya bagi

ibu balita dengan tingkat kehadiran ≥10 kali dalam sau tahun, berikut penuturan

dar beberapa ibu balita :

“kalau di sana kan jauh juga tapi itu makannya … terus kalau

setaun rajin kita dapet bingkisan… setiap bulan bulan april, mau

alpa sekali atau dua kali yang penting 10 kali datang tiap bulan

dapet bingkisan kadang tempat makan, payung…” (Ibu Kw,

September 2013)

“… kadang tempat makan, tempat minum, payung, macem-macem.

kita ibu-ibu kan juga semangat biarin jauh tapi dapet, buat anak-

anak juga seneng” (Ibu Kr, September 2013)

“kan kalau rajin dapet hadiah kalau rajin, dalam satu tahun …

kadang tempat makan, tempat minum ”( Ibu St, September 2013)

91  

  

“dulu sih emang lebaran dapet susu kotak satu kilo…tapi ya

Alhamdulillah ya sekarang juga masih bagus.” (Ibu Kw, September

2013)

Dari hasil wawancara di atas, sebagian besar ibu balita

mengungkapkan hal yang menarik partisipasi ibu balita pada posyandu yang

terletak di wilayah kompleks adalah adanya bingkisan yang beragam (goody bag),

serta makanan tambahan yang diberikan oleh kader setiap bulannya ,pada

posyandu kompleks goody bag yang diberikan lebih banyak sedangkan pada

posyandu perkampungan ibu balita akan dipungut iuran Rp2.000,00 untuk

mendapatkan makanan tambahan. Faktor pendukung lain seperti kehadiran

petugas kesehatan, diajak tetangga yang memiliki balita juga dan kesadaran untuk

mengetahui berat badan balita pun menjadi faktor yang mempengaruhi partisipasi

ibu balita untuk hadir dan membawa anaknya ditimbang setiap bulan di posyandu.

5.10 Hubungan Umur dan Partisipasi

Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku

seseorang dalam berpartisipasi (Ocbrianto, 2012), bertindak, serta berpengaruh

terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat

diperoleh melalui pengalaman sehari-hari di luar faktor pendidikannya

(Kurnia,2011).

Hasil penelitian analisis T-test menunjukkan bahwa dari 110 orang

responden ibu balita yang memiliki umur <30 tahun di posyandu wilayah

92  

  

perkampungan dan kompleks mempunyai rata – rata partisipasi sebanyak

8,6(±1,8) tahun dengan, sedangkan dari 110 orang responden ibu balita yang

memiliki umur ≥30 tahun di posyandu wilayah perkampungan dan kompleks

mempunyai rata – rata partisipasi sebanyak 8,6(±2,0). Dengan nilai P-value 0,999

maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan secara statistik antara umur ibu

balita dengan partisipasi ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri

Kepa tahun 2013.

Hasil penelitian didukung oleh penelitian hasil penelitian Kurnia

(2011) yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

umur ibu dengan partisipasi ibu dalam pemanfaatan pelayanan gizi di Posyandu

dengan Pvalue (0,920)) > 0,05dengan nilai OR 95%CI) yaitu 0,874 (0,378-2,024).

Hasil penelitian Mulyati (2010) menunjukkan bahwa terhadap hubungan

bermakna antara sikap, perilaku dan pendidikan responden terhadap kepatuhan

kunjungan ibu balita sedangkan untuk variabel umur tidak terdapat hubungan

yang bermakna dengan rata-rata responden berusia di bawah 28 tahun dengan

angka partisipasi rata-rata 56,1%.

Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Yamin

(2003) yang menyebutkan bahwa perilaku ibu dalam pemanfaatan posyandu

dipengaruhi oleh umur ibu, artinya semakin bertambah usia ibu semakin rutin

pemanfaatan Posyandu serta penelitian Eddy (2000), yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang positif antara umur ibu dengan cakupan penimbangan.

93  

  

Serta hasil penelitian Lestari (2009) menyatakan hal yang sama bahwa terdapat

hubungan bermakna untuk umur ibu balita (p= 0,016).

Hasil penelitian ini kemungkinan berbeda disebabkan oleh penggunaan

uji yang berbeda, pada penelitian terkait menggunakan jenis uji chi-square.

Perbedaan pada kedua hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh faktor

lain yang mempengaruhi seperti faktor pengetahuan, sikap, dan jarak posyandu

sebagaimana yang dikatakan dalam teori Notoatmodjo (2003) dan teori yang

dituliskan Jannah (2010) yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, karena

dengan perilaku yang tidak didasari pengetahuan akan sulit dipertahankan

kelanggengannya. Meskipun dalam Teori Hurlock (1991) menyatakan pada ibu

yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati tugasnya dan

sebagai ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati

tugasnya sebagai ibu sehingga akan mempengaruhi pula terhadap kualitas dan

kuantitas pengasuhan anak. Hal ini menjadi salah satu faktor lainnya karena pada

dasarnya ibu denga usia lebih tua akanlebih sulit untuk diberikan pengetahuan

baru, karena mereka akan cenderung lebih bertahan akan pengetahuan yang

mereka miliki, dengan pengetahuan kurang yang dimiliki ibu balita maka

kecenderungan berpengaruh terhadap perilaku ibu blalita untuk tidak

berpartisipasi di posyandu.

94  

  

5.11 Hubungan Pendidikan dan Partisipasi

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam

tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, orang tua dapat

menerima segala informasi dari luar dengan baik (Soetjiningsih (1995). Spencer

1859 dalam Kurnia (2011) meyatakan bahwa orang tua yang berpendidikan

rendah akan sulit beradaptasi dengan situasi dan kondisi dari kegiatan yang

dilaksanakan sehingga dapat mempengaruhi dalam kegiatan pelaksanaan

Posyandu.

Hasil analisis pada penelitian ini memperlihatkan dari 110 orang

responden ibu balita terdapat 34 ibu balita dengan kategori pendidikan < SMP

dengan rata-rata partisipasi ibu balita adalah 8,7(±1,9) dan 76 orang responden

ibu balita dengan kategori pendidikan ≥ SMP dengan rata-rata partisipasi ibu

balita adalah 8,6(±1,8). Hasil analisis t-test untuk didapatkan nilai p-value (0,904)

yang apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa

tidak ada perbedaan partisipasi ibu balita antara kelompok pendidikan <SMP dan

≥ SMP.

Hasil penelitian didukung oleh hasil penelitian Fitriani (2010)

disimpulkan bahwa ada hubungan yang tidak bermakna antara pendidikan ibu

dengan kunjungan aktif ke posyandu di wilayah kerja poskesdes Segayam

Kecamatan Pemulutan Selatan. Hasil penelitian serupa ditemukan pada penelitian

Masnuchaddin (2010) bahwa pendidikan ibu balita tidak berhubungan dengan

95  

  

ketidakhadiran balita di posyandu. Dan sejalan juga dengan hasil penelitian

Handayani pada tahun 2010 yaitu bahwa faktor pendidikan tidak memiliki

hubungan partisipasi ibu balita di posyandu, namun pengetahuan dan sikap ibu

balita lah faktor yang mempengaruhi partisipasi ibu membawa balita ke posyandu.

Hasil penelitian ini didukung pula oleh hasil penelitian Eddy (2000)

yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat

pendidikan ibu balita dengan partisipasi ke Posyandu. Begitu juga dengan hasil

penelitian Hidayati (2010), yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara

pendidikan ibu dengan partisipasinya ke Posyandu. Serta hasil penelitian Gultom

(2010) yang menyatakan bahwa pendidikan ibu balita toidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap partisipasi ibu balita di posyandu. Serta didukung oleh

Notoatmodjo (2005), yang menyatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru

atau adopsi perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng

(long lasting), dan apabila perilaku tidak didasari dengan pengetahuan tidak akan

berlangsung langgeng.

Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian Kurnia (2011) yang

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan responden

dengan partisipasi ibu balita. Pernyataan serupa dikemukanan oleh hasil penelitian

di Nova Scovia Amerika menunjukkan bahwa penduduk berpendidikan lebih

rendah lebih banyak mengunjungi pelayanan kesehatan sebanyak 49% daripada

yang berpendidikan lebih tinggi (OR 1,49;1,24-1,79) (Mahmud, 2009). Perbedaan

kesimpulan penelitian, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lain, seperti

96  

  

pengetahuan yang dimiliki ibu balita, umur ibu balita, jumlah anak dan lokasi

yang berbeda serta cara pengolahan uji statistik yang digunakan.

Hasil penelitian ini, tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

Ibu yang memiliki pendidikan dan pengetahuan tinggi akan memiliki pengertian

yang baik mengenai pentingnya ibu membawa anak balitanya ke Posyandu

sehingga akan mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap upaya peningkatan

perubahan perilaku. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin

banyak pula pengetahuan yang mereka miliki (pendapatan semakin tinggi) hal

tersebut akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan,

informasi, dan nilai-nilai baru yang diperkenalkan.

Namun dari hasil yang didapatkan di lapangan, ibu balita yang

berpendidikan tinggi lebih banyak yang tidak memanfaatkan Posyandu, serta

berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ibu balita yang berpendidikan tinggi

akan cenderung memiliki pekerjaan di luar rumah, akan lebih memilih membawa

anaknya ke ke rumah sakit, rumah sakit ibu dan anak (RSIA) untuk menimbang

dan mengetahui status kesehatan anaknya, namun ibu balita di wilayah kerja

Puskesmas Kelurahan Duri Kepa yang berpendidikan lebih tinggi pada umumnya

bekerja sehingga tidak memiliki waktu yang sesuai dengan waktu diadakannya

posyandu.. Hal ini sejalan juga dengan teori Anderson and Andersen (1972) dan

Aday and Eichorn (1972) yang mengatakan bahwa seseorang yang mendapat

pendidikan formal biasanya lebih banyak mengunjungi ahli kesehatan

97  

  

(Greenly,1980), dalam hal ini ahli kesehatan di perkotaan lebih cenderung untuk

mendatangi rumah sakit daripada Posyandu.

5.12 Hubungan Status Pekerjaan dan Partisipasi

Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, guna

mencapai dengan harapan bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan

membawanya kepada sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan

sebelumnya. Jenis pekerjaan seseorang menentukan tingkat penghasilan dan juga

wakti luang yang dimilikinya dalam berpartisipasi. Pekerjaan memilki hubungan

dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan sosial

ekonomi dan berkaitan dengan faktor lain seperti kesehatan.

Hasil analisis penelitian memperlihatkan terdapat 80orang ibu balita

status tidak bekerja dengan nilai rata-rata partisipasi ibu balita adalah 9,0(±1,8)

dan 30 orang ibu balita berstatus bekerja dengan rata-rata partisipasi ibu balita

adalah 7,7(±1,7). Hasil analisis t-test menyimpulkan bahwa ada perbedaan

partisipasi ibu balita antara kelompok ibu tidak bekerja dan tidak bekerja dengan

nilai p-value= 0,002.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kartini (2012) yang

menyatakan bahwa sebanyak 83,9% ibu balita yang berartisipasi aktif di

posyandu, masuk dalam kategori tidak bekerja. Penelitian Sambas (2002) yang

menyatakan bahwa ibu balita yang tidak bekerja berpeluang baik untuk

berkunjung ke Posyandu dibandingkan dengan ibu yang bekerja dan hasil

98  

  

penelitian kualitatif di Kota Denpasar yang dilakukan Widiastuti (2006) juga

menyatakan bahwa ibu yang bekerja menyebabkan tidak membawa anaknya ke

Posyandu untuk di timbang dikarenakan faktor kesibukan dan ketidaktersediaan

waktu. Selaras dengan penelitian oleh Tuti Pradianto tantang faktor-faktor yang

mempengaruhi ketidakhadiran Ibu Balita dan Penggunaan Posyandu di

Kecamatan Bogor Barat (1989) membuktikan bahwa ada faktor pekerjaan (status

pekerjaan) ibu berhubungan signifikan dengan penggunaan Posyandu (Hidayati,

2010). Begitu pula dengan hasil penelitian Suwarsini (2009) yang menyimpulkan

bahwa ada hubungan antara status pekerjaan ibu balita dengan tingkat kehadiran

ke posyandu (p=0,038). Hasil lainnya yang mendukung adalah penelitian Gultom

yang menyatakan variabel pekerjaan (ρ=0,004) merupakan variabel yang

memiliki pengaruh signifikan terhadap pasrtisipasi ibu balita.

Hasil ini selaras dengan teori Khosan (2007) yang menyatakan bahwa

seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup padat akan

mempengaruhi ketidakhadiran dalam pelaksanaan Posyandu. Orang tua tidak

mempunyai waktu luang, sehingga semakin tinggi aktivitas pekerjaan orang tua

semakin sulit datang ke Posyandu. Sehingga mereka akan lebih memilih untuk

menggunakan jasa pelayanan kesehatan lainnya selain posyandu, seperti dokter

anak, rumah sakit, dan lain-lain. Namun fakta di lapangan beberapa ibu balita

yang memiliki partisipasi yang baik meskipun bekerja, mereka menempuh jalan

lain agar anak balitanya tetap dapat ditimbang setiap bulannya, yaitu dengan

meminta bantuan orang lain untuk membawa anak balitanya setiap bulan untuk

penimbangan di posyandu.

99  

  

Sejalan pula dengan hasil wawancara FGD yang dilakukan, semua ibu

balita berstatus tidak bekerja dan memiliki waktu uang untuk membewa balitanya

ke posyandu dan tidak terbatas dengan waktu seperti yang dituturkan oleh ibu Kw,

Ibu Kr, Ibu T yang menyatakan bahwa mereka rela mengunjungi posyandu

dengan jarak yang jauh setiap bulannya meskipun tiba di rumah hingga siang hari

5.13 Hubungan Pendapatan dan Partisipasi

Pendapatan dan pengeluaran keluarga merupakan salah satu tolak ukur

untuk mengetahui tingkat ekonomi suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan

sehari-harinya (Zuhri, 2010). Selaras dengan pendapat dari seorang ahli bahwa

yang dimaksud dengan penghasilan adalah gaji, hasil pertanian, pekerjaan dari

anggota keluarga.

Hasil analisis di atas memperlihatkan terdapat 55 ibu balita memiliki

pendapatan keluarga <Median dengan rata-rata partisipasi 8,8(±1,9) dan 55 ibu

balita memiliki pendapatan keluarga ≥Median dengan rata-rata 8,5(±1,8). Hasil

analisis t-Test untuk didapatkan nilai p-value=0, 370 yang apabila dibandingkan

dengan nilai α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada partisipasi ibu

balita antara kelompok ibu balita dengan pendapatan keluarga di bawah Median

dan di atas sama di posyandu wilayah kerja Puskesmas Duri Kepa tahun 2013.

Hasil ini berentangan dengan penelitian Ascobat Gani yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kebutuhan

pelayanan kesehatan (Hidayati, 2010). Dan teori Perangkap Kemiskinan (Poverty

100  

  

Trap) dalam Jurnal JMPK oleh Suryawati (2005) yang menyatakan bahwa

pendapatan yang rendah dan partisipasi yang rendah merupakan salah satu dari

bagian siklus kemiskinan yang tiada ujung.

Hal yang menyebabkan pembedaan hasil penelitian ini dikarenakan

jumlah sampel, cara pengambilan sampel, uji statistic dan lokasi penelitian yang

berbeda. Selain itu terbatas pada kejujuran ibu balita saat memberikan informasi

mengenai jumlah pendapatan dan pengeluaran rata-rata keluarga ibu balita dalam

satu bulan. Kecenderungan yang terjadi di masyarakat miskin adalah kurang

memperhatikan kesehatan mereka, yang berdampak pada rendahnya tingkat

pemahaman akan pentingnya kesehatan, penyebab lainnya yaitu ketidakmampuan

dalam mendapatkan pelayanan kesehatan karena biaya yang tidak terjangkau.

Pada umumnya ibu balita dengan pendapatan yang rendah akan

mencari sampingan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, namun akibat dari

adanya kesibukan ibu balita dalam bekerja (Kurnia, 2011) maka waktu

pelaksanaan posyandu tidak sesuai dengan ketersediaan waktu ibu tersebut (Razif,

dkk, 2012), seharusnya posyandu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh

masyarakat dengan penghasilan yang rendah untuk mendapat pelayanan kesehatan

yang optimal.

Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemanfaatan

posyandu pada ibu balita dengan pendapatan yang rendah, sebaiknya dilakukan

pendekatan dan memberikan pengetahuan pentingnya pemanfaatan posyandu

101  

  

secara berkala sehingga dapat membangun motivasi ibu balita dan berujung pada

terbentuknya perilaku yang kemudian akan menjadi kebiasaan.

5.14 Hubungan Jarak Tempuh dan Partisipasi

Jarak tempuh merupakan ukuran jauh dekatnya dari rumah atau tempat

tinggal seseorang ke Posyandu dimana adanya kegiatan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat di wilayahnya yang juga dapat diperhitungkan dengan menggunakan

waktu tempuh. Hasil analisis di atas memperlihatkan terdapat 86 ibu balita

memiliki jarak tempuh yang dekat dari rumah (<10menit) dengan rata-rata

partisipasi 9,2(±1,6) dan 24 ibu balita memiliki jarak tempuh rumah jauh

(≥10menit) dengan rata-rata 6,5( ±1,0). Hasil analisis t-Test untuk didapatkan nilai

p-value=0,000 yang apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat ada perbedaan partisipasi ibu balita antara kelompok

ibu balita dengan jarak tempuh posyandu dekat dan jauh.

Hasil analisis di atas memperlihatkan terdapat 86 ibu balita memiliki

jarak tempuh yang dekat dari rumah (<10menit) dengan rata-rata partisipasi

9,2(±1,6) dan 24 ibu balita memiliki jarak tempuh rumah jauh (≥10menit) dengan

rata-rata 6,5(±1,0). Hasil analisis t-Test untuk didapatkan nilai p-value=0,000

yang apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat ada perbedaan partisipasi ibu balita antara kelompok ibu balita dengan

jarak tempuh posyandu dekat dan jauh.

102  

  

Hal ini selaras juga seperti yang dikemukakan Kartini (2012) yang

menyatakan bahwa ibu balita yang berpartisipasi aktif sebanyak 80,6% memiliki

rumah yang dekat dengan letak posyandu. Begitu pula dengan hasil penelitian

Sambas (2002) bahwa responden yang jarak tempuhnya dekat dari rumah ke

Posyandu (<10 menit) berpeluang baik untuk berkunjung ke Posyandu

dibandingkan yang jarak tempuhnya jauh (≥ 10 menit).

Hasil didukung pula oleh teori yang menyatakan bahwa salah satu

faktor yang berpengaruh dalam aktif atau tidaknya keluarga untuk datang

menimbangkan balitanya yaitu faktor geografi, dimana letak dan kondisi geografis

wilayah tersebut (Octaviani dkk, 2008). Hasil penelitian sebelumnya yang

dikemukakan oleh Hayya, (2000) bahwa kondisi geografis diantaranya jarak ke

tempat pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap keaktifan membawa

balitanya ke posyandu. Sejalan juga dengan teori Effendy (1997) yang dikutip

dalam Kurnia (2011), bahwa letak Posyandu sebaiknya berada di wilayah yang

mudah untuk dikunjungi masyarakat (strategis) dan tidak membutuhkan biaya

tambahan atau dapat ditempuh dengan berjalan kaki untuk mengunjungi

pelayanan kesehatan. Hal ini bermaksud agar jarak Posyandu tidak terlalu jauh

sehingga tidak menyulitkan masyarakat untuk menimbang anaknya setiap

bulannya. Selaras dengan teori yang ada, faktor jarak menjadi salah satu yang

memberikan kontribusi terhadap seseorang dalam melakukan suatu tindakan

(Sambas,2002).

103  

  

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengakuan dari beberapa informan

saat pelaksanaaan FGD (2013) beberapa dari ibu balita yang merasa letak

rumahnya jauh dari posyandu memanfaatkan transportasi motor untuk

mengunjungi posyandu setiap bulannya sedangkan yang lainnya berjalan kaki

bersama dengan ibu balita yang lain setiap bulannya.

Kesimpulan dari FGD yang dilakukan pada 10 orang ibu balita,

beberapa ibu balita menjadikan jarak yang dekat sebagai salah satu faktor yang

menentukan pemilihan posyandu meskipun beberapa ibu balita yang merasa

rumahnya cukup jauh tidak menjadikan jarak sebagai alasan untuk berpartisipasi

aktif di posyandu (September 2013). Hasil sejenis dikemukakan oleh penelitian

kualitataif Ocbrianto (2012) bahwa beberapa ibu balita merasa rumahnya dekat

sehingga memiliki peluang esar untuk mengunjungi posyandu, dan yang merasa

rumhnya jauh tetap mengunjungi posyandu memiliki alasan lain seperti

memahami manfaat yang dirasakan dengan datang mengunjungi posyandu.

5.15 Hubungan Petugas Kesehatan dan Partisipasi

Pada setiap posyandu yang berjalan lancar dan teratur selalu ada tokoh

motor penggerak posyandu secara langsung maupun tidak langsung. Dukungan

petugas puskesmas dan bidan desa merupakan motivasi yang penting bagi kader

serta masyarakat dalam berperan aktif pada kegiatan posyandu. (Sumarno, 2006)

Berdasarkan Hasil analisis di atas memperlihatkan terdapat 17 ibu

balita merasa tidak perlu dengan adanya kehadiran petugas kesehatan dan 93 ibu

104  

  

balita merasa perlu dengan kehadiran petugas kesehatan . Hasil analisis t-Test

didapatkan nilai p-value=0,114 yang apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05)

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan partisipasi ibu balita antara

kelompok ibu balita yang merasa tidak perlu dengan rata-rata partisipasi 8,0(±2,2)

dengan kehadiran petugas kesehatan dan ibu balita yang merasa perlu dengan

rata-rata partisipasi 8,7(±1,8) dengan kehadiran petugas kesehatan

Kesimpulan penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian

Widiastuti (2006), bahwa pelayanan dari petugas kesehatan menjadi salah satu

daya tarik bagi ibu balita untuk membawa anaknya berkunjung ke posyandu.

Hasil serupa pula denganasil penelitian Yuliana (2011) yang menyatakan bahwa

ada hubungan antara peran Petugas Kesehatan dengan Partisipasi masyarakat

(D/S) (p 0,000< α 0,05) di Kabupaten Pandeglang.

Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan sebagian besar ibu balita yang

diwawancarai mengemukakan ketertarikan akan posyandu didasari oleh adanya

petugas kesehatan yang terampil, berbedanya hasil dengan data statistic

disebabkan pengambilan sampel yang faktor yang menyebabkan hasil uji statistic

berbeda dengan hasil penelitian lain dapat disebabkan karena cara pengambilan

sampel, uji statistik, jumlah sampel serta karakteristik wilayah dan sampel yang

juga berbeda, pada penelitian pembanding menggunakan uji chi-square.

Sedangkan perbedaan dengan hasil FGD adalah jenis penelitian, FGD merupakan

salah satu cara pengumpulan data secara kualitatif dengan jumlah sampel yang

sedikit (8-12 orang).

105  

  

Menurut hasil FGD, dapat disimpulkan bahwa kehadiran petugas

kesehatan merupakan salah satu faktor yang menarik perhatian ibu balita untuk

hadir dalam pelayanan posyandu sehingga partisipasi terhadap meningkat dan

program pemerintah untuk meningkatkan cangkupan hingga 80% dapat tercapai,

petugas kesehatan dapat memanfaatkan hal ini untuk menarik minat ibu balita

dengan tidak hanya memberikan pelayanan dasar, namun juga penyuluhan sebagai

upaya peningkatan pengetahuan ibu balita juga, demo membuat makanan yang

bergizi padat dan ekonomis bagi balita sehingga dapat diterapkan oleh ibu dalam

kehidupan sehari-hari dengan tujuan memberikan arahan cara pengolahan

makanan yang baik bagi balita sehingga dapat diterapkan di rumah tangga serta

menjadikan kegiatan posyandu lebih menyenangkan sehingga ibu balita lebih

tertarik untuk berpartisipasi aktif dan edukasi dalam pembinaan keluarga siaga.

5.16 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini antara lain penelitian ini hanya sebatas

melihat ada tidaknya perbedaan antar variabel dependen dengan independen

karena kedua variabel diteliti pada saat bersamaan dengan menggunakan desain

studi cross sectional. Keterbatasan penelitian lainnya yang juga dirasakan dalam

menanyakan pendapatan dan pengeluaran rata-rata dalam sebulan keluarga ibu

balita, beberapa ibu balita kurang terbuka dalam memberikan informasi.