bab v hp n pmbhsn yr revisi
TRANSCRIPT
![Page 1: Bab v Hp n Pmbhsn Yr Revisi](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082703/55721214497959fc0b900082/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL PENELITIAN
Berikut ini akan diuraikan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 23
April 2012 dari 37 responden dengan melakukan wawancara terstruktur. Hasil
penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan Tentang Merokok dengan Pola
Konsumsi Merokok Siswa di SMA Taruna Pekanbaru dilakukan dengan analisa
univariat dan analisa bivariat maka diperoleh:
5.1.1. Analisa Univariat
a. Umur
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Usia di SMA Taruna Tahun 2012
No Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase
1 15 9 24,3 %
2 16 23 62,2 %
3 17 5 13,5 %
Total 37 100
Berdasarkan tabel 5.1 terlihat bahwa kelompok usia terbesar berada
pada usia 16 tahun yaitu sebanyak 62,2 % (23 orang) dan terendah pada usia
17 tahun yaitu sebanyak 13,5 % (5 orang).
54
![Page 2: Bab v Hp n Pmbhsn Yr Revisi](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082703/55721214497959fc0b900082/html5/thumbnails/2.jpg)
55
b. Penerimaan Penyuluhan tentang Merokok
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Penerimaan Penyuluhan tentang Merokok di SMA Taruna Tahun 2012
No Penerimaan Penyuluhan Jumlah (Orang) Persentase
1 Pernah 33 89,2 %
2 Tidak Pernah 4 10,8 %
Total 37 orang 100 %
Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa sebagian besar responden pernah
mendapatkan penyuluhan mengenai merokok yaitu sekitar 89,2 % (33 orang).
c. Pengetahuan Responden
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Pengetahuan tentang Merokok di SMA Taruna Tahun 2012
No Pengetahuan Jumlah (Orang) Persentase
1 Baik 10 27 %
2 Cukup 21 56,8 %
3 Kurang 6 16,2 %
Total 37 orang 100 %
Berdasarkan tabel 5.3 terlihat bahwa pengetahuan dengan kategori cukup
memiliki persentase yang paling besar yaitu sebanyak 56,8 % (21 orang), lalu
disusul oleh pengetahuan baik yang memiliki persentase yaitu 27 % (10 orang).
![Page 3: Bab v Hp n Pmbhsn Yr Revisi](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082703/55721214497959fc0b900082/html5/thumbnails/3.jpg)
56
d. Pola Konsumsi
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Pola Konsumsi Merokok di SMA Taruna Tahun 2012
No Pola Konsumsi Jumlah (Orang) Persentase
1 Ringan 35 94,6 %
2 Sedang 1 2,7 %
3 Berat 1 2,7 %
Total 37 100 %
Berdasarkan tabel 5.5 terlihat bahwa pola konsumsi dengan
kategori ringan memiliki persentase yang paling besar yaitu sebanyak
94,6 % (35 orang), lalu disusul oleh pola konsumsi yang sedang dan berat
yang memiliki persentase yaitu 2,7 % (1 orang).
5.1.2 Analisa BivariatTabel 5.5
Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan tentang Merokok dengan Pola Konsumsi Rokok Responden di SMA
Taruna Tahun 2012
NoPola
Konsumsi
PengetahuanP
ValueBaik Cukup Kurang Total
F % F % F % F %
1 Ringan 10 100 20 95,2 5 83,3 35 94,6
0,196
2 Sedang 0 0 0 0 1 16,7 1 2,7
3 Berat 0 0 1 4,8 0 0 1 2,7
Total 10 100 21 100 6 100 37 100
![Page 4: Bab v Hp n Pmbhsn Yr Revisi](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082703/55721214497959fc0b900082/html5/thumbnails/4.jpg)
57
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa 10 orang siswa yang mempunyai
pengetahuan yang baik mengenai rokok memiliki pola konsumsi merokok yang
ringan dan terdapat pula 20 siswa yang memiliki pengetahuan yang cukup dengan
dengan pola konsumsi merokok yang ringan. Sedangkan 5 orang siswa yang
mempunyai pengetahuan kurang memiliki pola konsumsi merokok yang ringan
pula.
Berdasarkan hasil uji penelitian Chi Square melalui Program SPSS
didapatkan p value sebesar 0, 196. Maka dapat dinyatakan bahwa p value > 0,05 ,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
diantara pengetahuan dan pola konsumsi merokok remaja di SMA Taruna
Pekanbaru.
5.2 PEMBAHASAN
5.2.1 Pengetahuan
Dilihat dari hasil penelitian, mayoritas persentase pengetahuan dengan
kategori cukup dengan persentase sebanyak 56,8 %, lalu disusul oleh pengetahuan
baik yaitu 27 % .
Hasil penelitian mayoritas pada kategori cukup dan baik tidak terlepas dari data
bahwa 89,2 % siswa telah menerima penyuluhan mengenai rokok dan mereka juga
sudah pada pendidikan tingkat SMA yang selalu diberikan pemahaman tentang
merokok oleh guru pelajaran terutama guru BK (Bimbingan Konseling). Sehingga
secara tidak langsung mereka telah cukup mengetahui dan memahami perihal rokok.
Kalau melihat kondisi persentase pengetahuan siswa tentang merokok tersebut, dapat
![Page 5: Bab v Hp n Pmbhsn Yr Revisi](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082703/55721214497959fc0b900082/html5/thumbnails/5.jpg)
58
menggambarkan telah baiknya pemahaman mereka tentang rokok. Sehingga
pengetahuan mereka tentang rokok ini dapat mereka gunakan untuk mengatur
kehidupan mereka dalam menghindari kebiasaan-kebiasaan merokok.
Pernyataan mengenai pengalaman terhadap penyuluhan tersebut sejalan dengan
pernyataan Notoadmojo (2003), yang menyatakan bahwa pengetahuan dapat
diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai sumber informasi sehingga
dapat membentuk keyakinan seseorang. Untuk itu dalam upaya peningkatan
pengetahuan masyarakat hendaknya tenaga kesehatan berinisiatif untuk terus
mensosialisasikan bahaya merokok lebih mendetail, baik itu dengan cara
menyebarkan brosur, sosialisasi di televisi, radio, majalah ataupun melalui kader-
kader kesehatan yang ada dimasyarakat.
Peranan Pengetahuan yang sudah cukup baik sangat penting untuk merubah
sikap seseorang terhadap sesuatu, karena dengan pengetahuan yang baik diharapkan
akan berpengaruh pada sikap seseorang yang akhirnya menentukan tindakan atau
perilaku seseorang. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Roger dalam Notoadmojo
(2003), pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting untuk terbentuknya
sikap seseorang.
5.2.2 Pola Konsumsi Merokok
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data pola konsumsi merokok
dengan kategori ringan memiliki persentase yang paling besar yaitu sebanyak 94,6 %
(35 orang), lalu disusul oleh pola konsumsi yang sedang dan berat yang memiliki
persentase yaitu 2,7 % (1 orang). Meski pola konsumsi rokok ini masih dalam
![Page 6: Bab v Hp n Pmbhsn Yr Revisi](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082703/55721214497959fc0b900082/html5/thumbnails/6.jpg)
59
kategori yang ringan (1-10 batang perhari), hal ini cukup memprihatinkan karena
siswa usia sekolah seharusnya tidak mengkonsumsi rokok pada fase usia tumbuh
kembang yang sangat membutuhkan status kesehatan prima dan energi yang tinggi
untuk menjalankan aktivitasnya.
Banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Remaja
pada usia 15-17 tahun sangat rentan untuk mendapatkan pengaruh positif maupun
negatif dari lingkungan sekitarnya. Keluarga, orang tua, teman dan rasa ingin tau/
coba-coba dari individu remaja itu sendiri untuk mencoba hal – hal yang baru
merupakanlah suatu kunci yang dapat menyebabkan seseorang mengkonsumsi rokok.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya ada pihak-pihak yang
berpengaruh besar dalam proses sosialisasi perilaku dan pola konsumsi rokok bagi
seorang remaja yakni individu, keluarga dan lingkungan sekitarnya.
5.2.3 Hubungan Pengetahuan Tentang Merokok dengan Pola Konsumsi
Merokok Siswa
Berdasarkan hasil uji penelitian Chi Square Hubungan Pengetahuan Tentang
Merokok dengan Pola Konsumsi Merokok Siswa, telah didapatkan P Value sebesar 0,
196, maka P value > 0,05. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan pola konsumsi merokok siswa di
SMA Taruna Pekanbaru.
Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan pengetahuan dan pola
konsumsi ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Riny Sumarna
![Page 7: Bab v Hp n Pmbhsn Yr Revisi](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082703/55721214497959fc0b900082/html5/thumbnails/7.jpg)
60
(2009). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan, sikap, perilaku, pengaruh teman, iklan dan orang tua terhadap
perilaku dan pola konsumsi merokok pada mahasiswa FISIP UI dengan P value
sebesar 1,000, P value > 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian–penelitian diatas didapatkan pernyataan bahwa
tidak ada hubungan pengetahuan tentang merokok dengan pola konsumsi merokok
siswa di SMA Taruna Pekanbaru tersebut. Pelajar pada dasarnya tahu akan bahaya
merokok, mengingat di setiap bungkus rokok terdapat peringatan pemerintah tentang
bahaya merokok bagi kesehatan. Namun pada kenyataannya remaja masih tetap
mengkonsumsi rokok.
Konsumsi rokok pada remaja sulit untuk diubah karena pola pikir yang terbentuk
pada remaja mengenai rokok telah salah. Remaja mengganggap mengkonsumsi rokok
dalam jumlah kecil tiap harinya, tidak akan membahayakan kesehatan mereka. Hal ini
dikarenakan kurangnya tingkat kewaspadaan siswa terhadap bahaya merokok bagi
kesehatan mereka di masa mendatang.
Kebiasaan dan pola konsumsi merokok pada kaum remaja sangat terkait dengan
pergaulannya. Pada umumnya remaja ingin sekali diterima oleh kelompok seusianya.
Mereka beranggapan rokok dapat membuktikan bahwa mereka sudah berada pada tahap
kepribadian yang lebih matang dan dewasa. Rokok juga dianggap sebagai otoritas, trend,
inspirasi, ungkapan penentangan, kemandirian ketenangan serta dapat mengatasi stres
(Amir, 2007).
![Page 8: Bab v Hp n Pmbhsn Yr Revisi](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082703/55721214497959fc0b900082/html5/thumbnails/8.jpg)
61
Meskipun remaja memiliki pengetahuan yang baik mengenai rokok, remaja masih
sangat sulit untuk melepas tahap ketergantungan kebiasaan merokoknya tersebut.
Banyak diantara remaja tersebut yang berpedoman ”lebih baik tidak makan daripada
tidak merokok”. Secara tidak langsung dapat dijelaskan bahwa kondisi pergaulan,
pengaruh lingkungan sosial dan proses pencarian identitas diri remaja merupakan
suatu domain terpenting bagi seorang remaja untuk terus terikat dengan rantai pola
kebiasaan merokok.
Rantai pola kebiasaan merokok akibat pergaulan ini membuktikan pernyataan
Berkowitz & Hariyadi bahwa perilaku/ sikap lebih memandang pada sistem penilaian
yang dapat berubah tergantung pengaruh dari luar/ sistem norma yang membentuk
moral yang dimiliki/ keinginan tidak seprenuhnya berdasarkan oleh pengetahuan.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun seseorang memiliki pengetahuan
yang baik, orang tersebut belum tentu memiliki kecenderungan perilaku yang baik
pula.