bab tujuh pengelolaan usaha papalele -...

54
183 Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele Pengantar Pada bab ini akan dijelaskan proses usaha papalele dan pengelolaannya serta upaya yang dilakukan untuk membentuk dan membangun jejaring. Diawali dengan proses yang terkait dengan aktivitas papalele. Penjelasan di sini lebih dikaitkan dengan jejaring dengan sesama papalele dan dengan pedagang sebagai mitra usaha. Jejaring yang dibangun merupakan salah satu strategi usaha yang telah terbina sejak lama. Kekuatan saling percaya (trust) dalam kemasan ‘janji’ merupakan pokok kelanggengan usaha. Pada umumnya usaha ini tidak membutuhkan curahan modal yang besar. Bagi para informan, modal uang sebesar Rp.150.000 s.d Rp.200.000 misalnya sudah dianggap cukup untuk berjualan. Modal kecil seperti itu, akan mendapatkan keuntungan yang sedikit, tetapi berkelanjutan. Pada sisi lain,

Upload: lyanh

Post on 18-Mar-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

183

Bab Tujuh

Pengelolaan Usaha Papalele

Pengantar

Pada bab ini akan dijelaskan proses usaha papalele dan pengelolaannya serta upaya yang dilakukan untuk membentuk dan membangun jejaring. Diawali dengan proses yang terkait dengan aktivitas papalele. Penjelasan di sini lebih dikaitkan dengan jejaring dengan sesama papalele dan dengan pedagang sebagai mitra usaha. Jejaring yang dibangun merupakan salah satu strategi usaha yang telah terbina sejak lama. Kekuatan saling percaya (trust) dalam kemasan ‘janji’ merupakan pokok kelanggengan usaha.

Pada umumnya usaha ini tidak membutuhkan curahan modal yang besar. Bagi para informan, modal uang sebesar Rp.150.000 s.d Rp.200.000 misalnya sudah dianggap cukup untuk berjualan. Modal kecil seperti itu, akan mendapatkan keuntungan yang sedikit, tetapi berkelanjutan. Pada sisi lain,

Page 2: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

184

mereka juga pantang menyerah dan tetap bertahan. Sementara, peralatan jualan dan kelengkapannya hanya mengandalkan peralatan atiting sejenis bakul dan alat-alat dapur bekas pakai. Bagi mereka peralatan jualan itu sudah cukup untuk menampung dan menyimpan buah-buahan yang akan dijual, baik secara menetap atau pun berkeliling menjajakan jualan.

Memang terkadang uang awal modal usaha selalu menjadi alasan klasik bagi setiap orang atau kelompok orang saat akan mengawali menjalankan satu kegiatan usaha. Tanpa kecukupan modal yang besar dan kuat usaha seakan tidak mampu dijalan-kan. Karena itu sering kecenderungan orang awam berusaha harus dimulai dengan modal besar yang cukup tersedia meski-pun kemungkinan bertahan lama agak sulit. Papalele tumbuh, bertahan dan berkelanjutan hanya dengan modal sangat kecil, tetapi dilandasi dengan semangat, tekad, komitmen dan soli-daritas antar mereka. Keterbatasan modal bagi mereka bukan alasan, dan untuk tetap bertahan dengan merawat kelanggengan usaha dengan pedagang lain. Hubungan keduanya dibentuk oleh aturan-aturan tertentu yang disepakati.

Selain menjalin hubungan dengan pedagang lain (non papalele), kebersamaan dan tenggang rasa antar papalele selalu dikedepankan dalam berjualan. Tindakan ini merupakan salah satu cara agar konflik tidak terjadi antar mereka. Keunikan para informan antar mereka saat papalele, terbentuk dalam tiga hal, saat akan memulai berjualan. Tahap pertama, ketika buah yang akan dijual harus dicari ke pasar secara bersama. Kedua, saling memperhatikan satu dengan yang lain seandainya pilihan mem-beli buah kemungkinan sama, maka salah satu dari mereka akan mencari buah yang berbeda. Ketiga, setelah buah yang dicari selesai dan hendak dijual, harga jual ditentukan secara bersama-sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual lebih murah

Page 3: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

185

atau sebaliknya. Ketiga ciri keunikan tersebut merupakan bentuk tindakan yang mengutamakan kebersamaan dan adanya rasa keadilan di antara mereka.

Hal lain yang diperhitungkan para papalele untuk menja-ga keberlanjutan usaha tetap berjalan adalah dengan membina hubungan harmonis dengan pihak lain: pemilik toko/swalayan dan lembaga keuangan non bank. Jalinan dengan pemilik toko/swalayan menjadi perhatian mereka karena lokasi ber-jualan berada tepat di depan toko/swalayan. Pelataran tempat berjualan merupakan lokasi strategis yang dipertahankan. Jika hubungan baik tidak terjalin, bukan tidak mungkin mereka akan tersingkir dari lokasi itu. Demikian halnya dengan lembaga keuangan (koperasi), pinjaman kembali tepat waktu dan kewajiban dipenuhi, memungkinkan pinjaman berikut berlangsung. Kepercayaan antar mereka menumbuhkan semangat untuk menjaga keberlangsungan usaha masing-masing pihak.

Proses Menjalankan Usaha

• Modal Awal Berusaha

Rata-rata para informan menggunakan hasil tabungan sendiri sebagai modal awal memulai berjualan. Sedikit demi sedikit uang dikumpulkan dan dijadikan modal usaha, karena untuk papalele tidak membutuhkan modal yang besar. Dengan uang Rp100.000 sudah cukup untuk memulai papalele. Hal ini dapat dimengerti karena pada umumnya informan memiliki latar belakang keuangan yang terbatas dan pas-pasan, sehingga modal seadanya sudah bisa dipakai untuk membeli bahan yang hendak dijual. Sebut saja mama Tine, salah satu informan yang menuturkan bahwa:

Page 4: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

186

ya bali, paling sadiki tu saratus lima pulu, la banya tu dua-dua ratus...jang talalu banya bali iko uang saja. (buah yang dibeli, uang yang diperlukan paling sedikit Rp150.000 dan paling banyak Rp200.000, jangan terlalu banyak membeli, disesuaikan dengan uang yang dimi-liki).

Untuk menanggulangi kekurangan modal, terkadang

tanggung-renteng mengumpulkan uang bersama sang anak untuk membeli buah. Keterbatasan modal bukan halangan untuk tidak papalele, dan saat modal terbatas, mengumpulkan uang dengan sang anak menjadi alternatif. Kondisi ini terjadi di saat buah di pasaran mengalami kelangkaan dan harga jual di tingkat pedagang mengalami kenaikan.

mo kalo dua-dua ratus bali, barang mo mangga mahal nih, ‘skarang maeng deng satu kilo 15 ribu, satu kilo salak, mana mangga lai, satu karton sa bisa ampa-ampa ratus ribu.. skarang ini1...jadi katong bali iko uang saja... bale jual nanti kalo abis nanti bale lai”

(kalau harga dua ratusan ribu tetap dibeli, karena buah mangga; harga bisa mencapai Rp15.000 per kilo, sama juga dengan buah salak. Apalagi sekarang buah mangga dibeli bisa mencapai harga sampai empat ratus ribu rupiah. Karena itu kami membeli disesuaikan dengan jumlah uang yang dimiliki, kalau terjual habis dapat dibeli lagi).

Setelah berjualan, keuntungan yang diperoleh dari hasil

penjualan dibagi merata dengan sang anak. Mahalnya harga buah di pasaran mengakibatkan mereka harus menggabungkan modal agar dapat membeli buah untuk dijual. Selama menjual

1 Wawancara 13 November 2008. 

Page 5: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

187

mama Tine ‘baronda’ ke berbagai lokasi, dan anaknya hanya ‘tandeng’ di terminal angkutan kota dan pasar. Bagi mereka jika buah mangga dalam satu karton yang dibeli dari pedagang pengecer terjual habis, hari itu adalah satu keberuntungan, tetapi sebaliknya jika tidak terjual, maka sisanya akan dijual hari berikutnya. Keuntungan kemudian akan dibagi secara merata dengan anaknya.

mo untung to barang 200 ribu dar satu karton mangga tuh, lalu beta deng eda itu bage saorang saratus-saratus, snang suda voor blanja…

(satu karton buah mangga mendapat keuntungan dua ratus ribu, maka dibagi berdua dengan anaknya: Eda. Keuntungan seperti itu sudah menyenangkan karena bisa dipakai untuk membeli lagi).

Harga beli buah-buahan di pasaran tidak selamanya stabil,

harga akan meningkat saat musim buah belum berlangsung dan pasokan buah dari daerah lain terbatas. Sehingga untuk tetap bertahan papalele, tindakan antisipasi terhadap keterbatasan modal harus dilakukan. Antisipasi dapat dilakukan dengan cara tanggung-renteng, atau dengan cara membeli sesuai jumlah uang yang dimiliki. Membeli dan berjualan lagi dapat dilakukan manakala jualan sebelumnya terjual habis.

Sulit untuk menentukan secara rutin besar modal setiap hari selama berjualan. Modal secara harian memang tidak dapat ditentukan secara pasti mengingat kemampuan para informan pada umumnya disesuaikan dengan jumlah modal setiap hari-nya. Bagi mereka jika tersedia Rp100.000 atau Rp150.000 sudah terasa cukup untuk diputar lagi. Kemampuan membeli sangat disesuaikan dengan jumlah uang yang mereka miliki. Kondisi ini terjadi pada semua papalele termasuk juga mama Tine yang

Page 6: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

188

selalu menegaskan hal sama bahwa: “…jadi katong bali iko uang saja...bale jual nanti kalo abis nanti bale bali lai” (kami hanya bisa membeli disesuaikan dengan jumlah uang yang ada, kalau terjual habis nanti beli lagi). Pengakuan ini sesungguhnya mengindikasikan bahwa uang yang tersedia untuk berusaha, adalah bentuk kemampuan dia.

Berbeda dengan informan ‘mama Tine’ saat kesulitan modal, maka bersama sang anak bisa menggabungkan modal untuk membeli buah. Sementara Tanta Mike harus berupaya sendiri agar modal tetap tersedia jika sewaktu-waktu kesulitan modal. Untuk mengantisipasi kekuarangan modal, sedapat mungkin setiap hari tanta Mike harus memisahkan Rp.50.000 sebagai tabungan modal hari berikutnya. Mengingat setiap hari tidak kurang ia memerlukan modal sampai dengan Rp.300.000 untuk membeli aneka buah yang akan dijual. Dengan modal uang sebesar itu keuntungan minimal setiap hari kurang lebih Rp.110.000. Bagi dia, uang tabungan yang disisihkan, tidak digunakan, kecuali dalam kondisi yang mendesak. Untuk konsumsi keluarga biasanya dialokasikan sebanyak Rp.40.000, dan untuk keperluan sekolah anak sehari-hari, terutama transport Rp.15.000. • Peralatan Jualan

Peralatan untuk menampung jualan merupakan alat pendukung yang sangat diperlukan untuk aktivitas berjualan. Umumnya peralatan yang digunakan sangat sederhana yang terbuat dari bahan lokal pelepah bambu yang mudah diperoleh di sekitar desa atau peralatan dapur yang tidak layak pakai seperti nyiru dan waskom. Peralatan ini dipakai untuk menam-pung buah-buahan saat mereka berjualan tandeng dan baronda. Khusus peralatan jualan dari bahan lokal dibuat oleh pengrajin

Page 7: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

189

setempat yang dianyam dari bambu kemudian dinamakan atiting2, demikian juga yang disebut dulang3 terbuat dari kayu pohon duren. Kedua peralatan merupakan ciri khas pada masa lalu yang senantiasa digunakan oleh para papalele saat berjualan. Bahkan hingga kini ada di antara para papalele yang masih menggunakan peralatan tersebut.

Gambar 6.

Bentuk peralatan jualan: Dulang dan Atiting yang masih bertahan (Piso.doc.2008)

Dalam perkembangannya dulang mulai tidak digunakan lagi. Sementara atiting hingga kini masih bertahan digunakan oleh beberapa orang papalele. Dulang dan atiting sebagai peralatan jualan telah menjadi ciri khas papalele terutama yang 2 “Atiting” adalah bakul/keranjang yang terbuat dari pelepah bambu yang telah diasapi hingga berwarna coklat kehitam-hitaman. “Atiting” memang adalah peralatan utama khas para papalele di Maluku. Alat ini mampu me-nampung beban antara sepuluh hingga dua belas kilogram dan atau lebih. Lihat juga Mailoa, (2006:6) “Kamus Bahasa – Harian Dialek Orang Ambon”. Atiting adalah bakul atau keranjang yang dibuat dari irisan kulit bambu atau kulit pelepah daun enau dengan tujuan untuk menampung hasil kebun. 3 Dulang terbuat dari kayu pohon duren dan bentuknya bundar berdiameter sekitar 30cm dengan ketebalan sekitar 2cm. 

Page 8: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

190

berasal dari daerah pegunungan. Hal ini bisa dimaklumi mengingat pada umumnya papalele di pegunungan lebih berorientasi untuk menjual buah-buahan. Dengan dukungan tipologi wilayah pegunungan sebagai satu daerah yang banyak menghasilkan buah-buahan, maka fungsinya sebagai wadah penampung buah-buahan di dalamnya sangat membantu. Tidak diketahui secara pasti kapan pertama kali kedua peralatan ini mulai dibuat, dipakai dan dikenal secara luas. Seiring dengan perkembangan produksi peralatan rumah tangga sejenis dan fungsi yang sama saat ini, maka berangsur-angsur peralatan ini mulai tidak digunakan dan diganti dengan peralatan dapur seperti nyiru dan keranjang yang berbahan bambu atau plastik serta waskom.

Berkurangnya bahan baku lokal untuk membuat peralatan jualan, mengakibatkan pengalihan peralatan lokal ke peralatan modern. Para informan mulai mengalihkan fungsi penggunaan peralatan jualan disebabkan oleh bahan dasar pembuat dulang dan atiting tidak lagi tersedia dan sulit untuk ditemukan. Pada sisi lain pengrajin yang bisa membuat kedua peralatan ini di Hatalai sebagian besar telah meninggal dunia, dan hanya tersisa satu orang pengrajin yang masih hidup tetapi sudah lanjut usia dan tidak bisa berproduksi4. Yang paling menyedihkan adalah keterampilan yang dimiliki pengrajin sebelumnya tidak sempat pengetahuannya dialihkan kepada generasi mereka, sehingga praktis peralatan ini mulai punah.

Kondisi di atas mengakibatkan para papalele harus men-cari peralatan pengganti. Barang yang diganti paling tidak memiliki fungsi yang sama untuk menampung barang jualan. Hal ini dimungkinkan karena saat ini sudah banyak peralatan

4 Wawancara tanggal 16 November 2008 Sekretaris Desa Hans. D. Alfons.

Page 9: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

191

rumah tangga berukuran besar yang telah beredar luas sehingga bisa menampung buah-buahan yang jauh lebih banyak dari dulang dan atiting. Biasanya untuk mengganti dulang dipakai nyiru yang terbuat dari bahan anyaman bambu atau plastik dengan pilihan aneka warna. Nyiru yang dipakai berukuran garis tengah antara 30 sampai 60 sentimeter. Sementara untuk mengganti atiting dipakai baskom atau keranjang plastik dengan ukuran tengah kurang lebih 60 sentimeter. Volume dan daya tampung kedua peralatan ini disesuaikan dengan banyak-nya buah yang dibeli untuk dijual. Karena peralatan tersebut sangat praktis penggunaannya sehingga kemampuan dan daya tampung bisa mencapai sepuluh kilogram atau lebih. • Mekanisme Baronda dan Tandeng

Masyarakat Ambon terbiasa mengenal pola papalele dalam menjual buah-buahan dan atau bahan kebutuhan dapur dan sayuran. Para papalele biasanya akan menjumpai pembeli dan pelanggannya dari rumah ke rumah. Bagi warga yang tidak sempat ke pasar akan menunggu papalele yang lewat di setiap rumah. Cara baronda atau berkeliling ini masih tetap bertahan, walapun banyak di antara papalele lebih memilih tidak lagi baronda. Mereka yang tetap eksis dengan ‘baronda’ lebih pada pertimbangan antara lain: relasi dengan pembeli telah terjalin sudah sejak lama, menjaga agar hubungan itu tetap terpelihara, tidak ingin kehilangan relasi – pelanggan, dan berkeliling memiliki peluang yang besar untuk jualan cepat terjual. Saat baronda biasanya di atas kepala dijunjung bakul atau keranjang yang dialasi kain melingkar. Menjunjung barang di kepala lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah ‘keku’5.

5 “Keku” adalah istilah lokal yang artinya kurang lebih ‘menjunjung di

atas kepala (Mailoa Jan Piet, 2006:54). 

Page 10: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

192

• ‘Baronda’

Dari delapan belas informan, ada empat orang yang tetap bertahan dengan cara baronda. Baronda dan tandeng sebetulnya adalah pilihan atas cara berjualan para papalele. Karena pilihan itulah ada empat belas informan lain yang memilih tandeng. Pada umumnya alasan mereka untuk tandeng lebih pada per-timbangan lebih mudah dan tidak memerlukan tenaga yang banyak untuk mengelilingi kota. Meskipun pada awalnya mereka juga baronda, namun seiring dengan perkembangan pasar yang semakin baik mereka kini terpusat pada satu lokasi dengan ketersediaan fasilitas perdagangan – pasar telah disedia-kan dan dibenahi oleh pemerintah kota, sehingga cara tandeng yang dipilih.

Sejak usia muda (22) baronda menjadi pilihan yang dijalani papalele. ‘Mama Tine’ adalah salah satu informan yang telah berusia 68 tahun6. Usia yang mungkin sudah tidak lagi produktif, tetapi nyatanya ia masih produktif berjualan. Secara rutin setiap hari ia berjualan dengan cara baronda. Sejak per-tama kali memulai usaha papalele, cara baronda telah menjadi pilihannya.

Pagi itu ‘mama Tine’ terlihat segar, persiapan untuk berangkat memulai papalele. Dengan kebaya rapi bercorak kotak warna putih bergaris merah di bagian atas, dan bagian bawah kain sarung warna merah kotak serta di kepalanya ada atiting yang masih kosong. Seperti biasanya sejak pagi ia sudah harus tiba di pasar tempat anaknya yang juga papalele (tandeng). Saya pun menyapa sambil menghampirinya. Hari itu, saya bersama beliau bertemu di terminal desa sekitar pukul 06.30 pagi. Tidak seperti biasanya ia keluar rumah dua atau tiga

6 Wawancara 13 November 2008. 

Page 11: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

193

jam sebelumnya. Keterlambatan ini karena beberapa tugas rumahan menumpuk yang harus diselesaikan, akunya. Walapun demikian, keterlambatan pergi papalele tidak berpengaruh terutama untuk mendapatkan buah yang hendak dijual, karena sang anak telah mendahului berangkat sejak subuh pagi. Kami berangkat menggunakan mobil angkutan umum jurusan Hatalai-Kota. Sekitar tiga puluh menit perjalanan, kami tiba di pasar Mardika Ambon langsung menuju tempat sang anak yang telah menunggu.

Hari itu, buah yang telah dibeli antara lain, buah mangga harum manis, salak dan buah langsat. Dari tiga jenis itu, buah mangga harum manis yang dibeli sebanyak satu peti (diperkira-kan satu peti berisi kurang lebih 200 buah mangga). Satu peti seharga Rp 400.000. Harga ini jauh lebih murah dibandingkan dengan beberapa hari sebelumnya, akunya. Lebih lanjut dikata-kan bahwa ia membeli dalam jumlah itu, dengan tujuan akan dijual untuk beberapa hari ke depan. Jika lebih cepat terjual habis, akan lebih baik, harapnya. Satu per satu mangga dima-sukkan ke dalam atiting. Daya tampung atiting bisa mencapai lima puluh buah – setara enam belas kilogram. Satu kilogram antara dua sampai tiga buah mangga. Jumlah itu tergolong sangat berat dan harus keku baronda.

Page 12: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

194

Gambar 7.

Informan “baronda” dengan Atiting di atas kepala (Piso.doc.2008)

Setelah buah mangga selesai dimasukkan ke atiting, kami siap baronda. Sementara buah salak dan langsat tidak diserta-kan. Kedua buah tersebut dijual sang anak. Untuk melihat lamanya waktu perjalanan, saya memperhatikan jarum jam, tepat pukul 08.30 kami mulai melakukan perjalanan. Sambil berjalan satu per satu toko, rumah makan, rumah penduduk disinggahi untuk menawarkan buah. Bahkan sempat pula dalam perjalanan, ada beberapa orang buruh bangunan yang sementa-ra bekerja, berteriak memanggil untuk melihat buah yang dijualnya. Mungkin karena berkeinginan untuk makan buah mangga, satu di antara mereka kemudian membeli tiga buah mangga dengan harga Rp15.000. Selama perjalanan setiap tempat yang disinggahi, ia harus menurunkan atiting dari ke-palanya. Jika atiting diturunkan terjadi transaksi, sangat menye-nangkan baginya. Tetapi jika tidak terjadi pembelian, baginya hal biasa.

Page 13: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

195

Berhenti, turun-naikkan barang, tawar-menawar dengan calon pembeli menjadi hal rutin. Kondisi itu terus berlangsung dan berulang sepanjang perjalanan tiada hentinya. Kadang-kadang ada beberapa toko atau rumah penduduk yang sengaja tidak dihampiri. Saya sempat bertanya mengapa toko atau rumah tersebut tidak disinggahi?. Menurut mama Tine, toko atau rumah yang dilewatinya tidak mengkonsumsi buah mangga, mereka lebih menyukai buah yang lain seperti duren, manggis, pisang atau yang lain. Jawaban ini setidaknya menunjukkan bahwa Mama Tine sudah mengetahui dan mengidentifikasi selera setiap pembeli pada buah yang akan mereka konsumsi. Baginya, setiap hari jalur jalan selalu berganti dan disesuaikan dengan buah yang di keku. Rupanya buah turut menentukan arah dan jalur jalan yang akan dilalui, sebagaimana penyesuaiannya dengan selera pembeli.

Pukul 12.15, setelah mama Tine keluar dari salah satu rumah, terlihat isi atiting telah terjual habis. Berarti lebih kurang empat jam menempuh perjalanan barulah buah yang dijajakan habis terjual. Setelah semua buah di atiting terjual tidak berarti ia langsung pulang ke rumah tetapi sebaliknya Ia kembali ke tempat semula untuk mengambil buah untuk melanjutkan perjalanan lagi dengan menyusuri jalur jalan yang berbeda. Ketika akan baronda lagi, dia sempat menanyakan kepada saya ‘pa masi mau iko bajalang deng beta ka seng? (apakah bapa masih ingin melanjutkan perjalanan dengan saya?)’. Pertanyaan ini mungkin saja karena saya dianggap tidak lagi sanggup melanjutkan perjalanan baronda. Terhadap perta-nyaannya, saya pun tetap menyanggupinya, sambil menawar-kan waktu istirahat makan siang. Beliau tidak keberatan, tetapi menurutnya makan siang baru dapat dilakukan setelah pukul 13.00.

Page 14: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

196

Sekitar tiga puluh menit kami beristirahat di salah satu rumah makan berukuran kecil untuk makan siang. Rumah makan ini sepertinya merupakan tempat yang biasanya ia mampir untuk beristirahat, karena saya sengaja mengikuti apa pun yang dilakukannya. Hidangan makan siang yang kami pesan cukup sederhana, masing-masing terdiri dari sepiring nasi dengan lauk-pauk ikan dan sayur gado-gado, dilengkapi dengan minuman teh manis dan sedikit es. Sambil menunggu pesanan makanan, saya menyempatkan diri untuk bertanya kepadanya tentang daya tahan fisiknya selama kami baronda di tengah panas terik matahari. ‘Mama Tine’ dengan gaya yang khas suka tersenyum ia menjawab pertanyaan saya: ‘ao mi beta su biasa te, akang seng biking beta lala lai’ (saya sudah terbiasa, papalele seperti ini tidak lagi membuat saya kelelahan). Selang beberapa menit kemudian pelayan menyajikan pesanan makanan kami, dan dengan doa masing-masing kami pun menikmati makanan itu hingga selesai. Setelah selesai makan, saya bergegas ke kasir, dengan maksud mendahuluinya untuk membayar. Tindakan yang saya lakukan itu, ditanggapainya dengan senyum, sambil berkata ‘pa dangke banya lai su traktir katong’ (bapa terima kasih banyak sudah membayar).

Tepat pukul 13.25 kami kembali melanjutkan baronda. Hari semakin siang, teriknya matahari diperkirakan mencapai 32 derajat celcius. kami tetap berjalan seperti dilakukan sebe-lumnya. Jalan yang akan kami lalui disampaikan kepada saya, dan rupanya jalur jalan ini akan kami lalui hingga tiba lagi di pasar. Cepat atau lambat tiba di pasar sangat tergantung dari buah yang masih berada di atiting. Sepanjang buah masih ada ia akan menawarkan ke berbagai tempat yang dilalui. Jarak jalur jalan kedua ini menyusuri jalan utama pusat pertokoan dan sering pula melewati gang perumahan penduduk. Waktu

Page 15: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

197

tempuh pada jalur perjalanan ini mungkin mencapai tiga sampai empat jam atau diperkirakan kurang lebih tiga kilometer. Mengingat setiap kali harus mampir di rumah atau toko mena-warkan jualan sehingga membutuhkan waktu kurang lebih tiga hingga lima menit. Jika terjadi transaksi waktu yang diperlukan bisa lebih banyak.

Masuk-keluar toko, warung makan, rumah penduduk, dan atau menawarkan buah kepada orang yang ditemui selama berjalan terus berlangsung dan berulang. Ada orang yang mem-beli, tetapi ada juga yang hanya sekedar melihat dan menanya-kan buah yang dijual atau bertanya harga buah. Jika ada keinginan calon pembeli untuk membeli maka tawaran harga dari mereka variatif. Bahkan ada calon pembeli yang menawar hingga di bawah harga pokok. Namun, sebagai penjual mama Tine tetap tenang menanggapi dan merespons setiap sapaan itu. Sampai akhirnya barang yang dijual dalam atiting tersisa tiga buah. Bersamaan dengan itu, saya memperhatikan jarum jam yang telah menunjukkan pukul 17.00. Akhirnya kami balik lagi ke tempat tandeng sang anak. Ketika tiba, mama Tine dan anaknya saling bercerita tentang hasil yang diperoleh. Bahkan Ia sempat mengemukakan bahwa hari ini buah yang dijual laris manis, tidak seperti hari sebelumnya.

Buah mangga yang dibawa baronda hari itu terjual seba-nyak 80 buah. Dengan harga jual Rp.5.000 per buah diperoleh hasil Rp.400.000. Pada rute perjalanan pertama, buah mangga yang dibawa sebanyak 50 buah dan rute kedua sebanyak 40 buah. Hasil penjualan yang diperoleh dibagi berdua dengan sang anak Rp.100.000. Modal Rp.200.000 disisihkan untuk penggunaan hari lain. Sementara buah yang tersisa di karton dititipkan di salah satu toko relasi mereka. Sisa buah mangga tersebut akan dijual hari berikutnya.

Page 16: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

198

• ‘Tandeng’

Selain ‘baronda’, ada juga cara ‘tandeng’ atau menetap pada satu lokasi tertentu. Bagi mereka ‘tandeng’ adalah posisi dalam menempati satu tempat pada satu lokasi tertentu jauh lebih mudah dibandingkan dengan baronda. Lokasi tandeng tergantung tingkat keramaian dan kemungkinan banyak pem-beli seperti di depan toko swalayan, emperan terminal ang-kutan, halaman pelabuhan motor laut atau di pasar di depan pertokoan. Bagi papalele yang tandeng biasanya untuk men-dapatkan tempat tidak juga memerlukan ijin resmi pihak tertentu layaknya sebuah warung, kios atau toko. Dengan seijin dan kesediaan pemilik warung atau toko yang terdapat lahan agak luas di depannya, tandeng sudah bisa dilakukan sepanjang tidak mengganggu arus hilir mudik pembeli pada warung atau toko yang bersangkutan.

Salah satu informan ‘Mama Le’, adalah informan yang saya dampingi selama seharian tandeng. Sebelum kami ber-jualan tandeng saya sempat bertemu di rumahnya. Rumah yang beliau tempati bersama suami dan ketiga anaknya sangat sederhana. Sebetulnya keluarga ini memiliki empat anak, tetapi salah satu anak meninggal dunia pada tahun 1995. Rumah sederhana itu dengan ukuran kurang lebih 5x7 M2. Terlihat atap rumah sedang direnovasi (diperbaiki) digantikan dengan zink. Sementara dinding rumah juga dalam proses diperbaiki dengan meng-gunakan batu-bata (sejenis kon-blok) tetapi belum selesai dilapisi semen (plester). Lantai pun masih terlihat gumpalan tanah di sana-sini yang belum ditutupi dengan keramik atau mungkin juga hanya dengan semen.

Setiap malam, kesibukan terus dilakukan menjelang jual-an keesokan harinya. Mama Le menuturkan bahwa setiap malam ia sudah menanak nasi, menyajikan sampai membersih-

Page 17: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

199

kan kembali semua peralatan masak dan makan. Sebelum berangkat pagi subuh, pembagian tugas dilakukan kepada suami dan anak-anaknya. Anak-anak diingatkan untuk memanasi makanan, membersihkan peralatan makan dan mencuci jika ada pakaian yang harus dicuci. Setelah menikmati makan malam dan membagi tugas antar anggota keluarga, sebelum istirahat peralatan pendukung seperti keranjang plastik, nyiru plastik sudah harus disiapkan lagi. Sebelum saya meninggalkan rumahnya, kami telah sepakat untuk keesokan harinya berjual-an tandeng bersama.

Pagi subuh adalah waktu tetap untuk melakukan perjalan-an bersama papalele. Ketika paginya saya dikejutkan dengan bunyi alarm yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Tepat pukul 04.30 pagi, saya terbangun dan mempersiapkan diri. Bersama dengan Renny7; kami mempersiapkan peralatan dan perleng-kapan pendukung penelitian untuk kegiatan sepanjang hari itu. Tepat pukul 05.00 pagi, kami menuju terminal negeri untuk berjumpa dengan “mama Le”. Ketika tiba di terminal, ternyata beliau lebih awal sudah berdiri di situ. Kami pun bertegur sapa, sambil juga menyapa beberapa papalele lain, pegawai bahkan ada juga beberapa anak-anak yang akan berangkat sekolah lebih awal ke kota pagi itu. Kami kemudian menunggu keberangkat-an mobil angkutan umum jalur Hatalai-kota. Mobil yang setiap hari ditumpangi jenis mini bus, merek Mitsubishi berbahan bakar solar dan berwarna oranye (orange). Kebetulan memang, mobil sudah terparkir sebelumnya karena sang sopir menetap di negeri ini. Pukul 05.10 pagi, mobil membawa semua penum-pang menuju terminal Mardika di pusat kota. Perjalanan dengan mobil kami tempuh kurang lebih dua puluh lima menit.

7 Renny adalah seorang pemuda desa Hatalai yang menjadi pendamping peneliti. 

Page 18: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

200

Berkeliling mencari buah untuk dijual. Pukul 05.35 pagi kami tiba di terminal pusat kota. Setibanya, kami berkeliling mencari bahan yang akan dijual. Pada hari itu, memang buah-buahan yang akan dijual agak sulit ditemui. Menurutnya, pedagang pemasok telah memberitahukan sebelumnya tentang kapal yang akan memasok buah-buah dari Makassar dan Surabaya belum tiba di pelabuhan Ambon. Informasi itu cukup baginya untuk mencari buah seadanya. Beruntung ia telah memiliki langganan tetap yang sudah mempersiapkan beberapa buah baginya. Bersamaan dengan itu, kebetulan persediaan modal cukup sehingga “mama Le” bisa membeli secara tunai. Buah yang dibeli mangga 4 kg seharga Rp.75.000, jeruk 4 kg Rp.60.000, dan pisang 4 sisir Rp.25.000. Pagi itu hanya ada tiga jenis buah yang berhasil dibeli. Satu jenis lainnya yang rutin dijual adalah telur ayam negeri lalu dibeli sebanyak 30 butir seharga Rp.30.000. Total modal hari itu dikeluarkan sebesar Rp.190.000.

Tidak selamanya pembayaran dengan cara tunai, pemba-yaran pun dapat dilakukan pada sore harinya sesuai kesepakatan bersama. Kebiasaan antara papalele dan pedagang dalam transaksi adalah bayar tunai. Jika papalele terbatas untuk modal dan atau tidak tersedia, pedagang akan memberikan kesempatan untuk mengambil dulu, dan sore hari dibayar. Bahkan kadang-kadang bisa terjadi dibayar selama dua atau tiga hari lebih setelah semua barang terjual. Untuk hal yang terakhir ini jika papalele mengambil buah dalam jumlah yang besar seperti satu atau dua karton buah tertentu. Cara ini telah dilakukan sejak lama oleh “mama Le” bersama teman-temannya dengan para pedagang langganan. Saling percaya di antara mereka sudah terbangun lama, dan belum pernah ada yang lalai (ingkar) terhadap kesepakatan ini.

Page 19: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

201

Kurang lebih satu jam waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan semua jenis yang akan dijual. Setelah semua terkumpul, kemudian bahan-bahan tersebut dibawa menuju tempat tandeng. Lokasi tandeng berada di depan salah satu swalayan di kota Ambon yang jaraknya kurang lebih empat ratus meter dari pasar. Kami pun menuju ke lokasi dimaksud. Waktu masih pagi swalayan tersebut belum dibuka. Biasanya swalayan baru dibuka sekitar pukul 08.00. Sambil menunggu swalayan dibuka Ia manfaatkan waktu untuk mengatur tempat dan menata buah yang akan dijual. Caranya, buah-buah dibuat per kelompok, sesuai dengan jenis. Satu kelompok mangga berjumlah dua buah dengan harga Rp.15.000. Satu kelompok buah lainnya yakni salak yang berjumlah lima buah dengan harga Rp.10.000. Satu kelompok ini disebut ‘sa tampa’. Semua-nya diletakkan di atas satu nyiru plastik. Begitu pun dengan kedua teman yang lain. Mereka membagi dua lokasi tandeng, “mama Le” mengambil posisi pada bagian kiri depan swalayan, sementara kedua teman berada pada bagian kanan. Tempat ini memang telah diijinkan oleh pemilik swalayan kepada mereka, sejak terjadi kerusuhan di Kota Ambon 1999.

Mereka menawarkan buah yang dijual kepada orang-orang yang lalu-lalang masuk dan keluar swalayan. Terdengar suara tawaran dari “mama Le” dan teman-temannya “ibu, beli mangga”, atau sesekali terdengar “pak beli pisang ka?“. Tawaran mengajak untuk membeli sering diucapkan dan terus berulang. Ada yang datang hanya sekedar bertanya harga, atau saling tawar-menawar, tetapi ada pula yang langsung membeli. Beberapa di antaranya terlihat membeli ‘sa tampa’ mangga, dan juga pisang.

Page 20: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

202

Gambar 8. Dua informan (posisi tandeng bagian kiri dan kanan)

depan Swalan Citra Ambon (Piso.doc.2008)

Kira-kira pukul 13.00 siang kami beristirahat sejenak di salah satu rumah makan. Rumah makan tempat kami beristira-hat hanya bersebelahan dengan swalayan tempat ia tandeng. Tempat ini sudah sering bagi mereka yang tandeng di situ untuk makan siang. Makanan yang kami pesan hanya nasi, ikan dan sayur dilengkapi dengan minuman air putih. Bentuk pesanan makanan ini tergolong sederhana, karena masih ada beberapa menu lain seperti ayam goreng, daging rendang, daging panggang dan kuah sup. Makanan yang kami pesan disesuaikan dengan kebiasaan makanan yang pada hari lainnya dimakan beliau. Saat kami istirahat makan, teman-temannya bertugas

Page 21: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

203

menunggu dan mengawasi jualan “mama Le”, pun sebaliknya. Saling bergantian mengawasi jualan bukan hanya untuk istirahat makan, tetapi juga jika salah satu di antara mereka sakit atau ada keperluan mendesak. Cara ini sudah sejak lama dilaku-kan dan mereka saling bergantian. Setelah berjualan, baru kemudian hasilnya akan diserahkan ketika sudah kembali ke rumah.

Hari itu matahari cukup terik sehingga mereka harus berlindung dan berteduh dengan payung yang dipasang di depan jualan. Mereka berjualan hingga sore hari sekitar pukul 16.30. Karena cara tandeng yang dipakai, maka terlihat “mama Le” dan juga teman-temannya duduk terus-menerus di tempat jualan masing-masing. Sesekali mereka berdiri untuk melepas-kan kelelahan setelah duduk, atau sesekali berputar, maju di depan jualan. Saya yang mendampingi sejak pagi turut merasa-kan hal serupa, sama seperti mereka, sambil tetap memperhati-kan perilaku mereka selama berjualan.

Setelah berjualan mereka membereskan dan membersih-kan tempat berjualan. Peralatan jualan seperti meja kecil, waskom atau nyiru mulai dirapikan. Buah-buah yang tidak terjual dimasukkan kembali ke dalam keranjang. Tidak lupa mama Le mengambil sapu untuk membersihkan sampah yang berada di sekeliling tempat mereka berjualan. Cara ini adalah bentuk tanggung jawab mereka kepada sang pemilik swalayan, sehingga kebersihan tetap terjaga dan mereka tetap bisa me-nempati lokasi jualan. Sementara peralatan yang telah diberes-kan, tidak dibawa pulang, tetapi dititipkan di bagian belakang swalayan itu.

Sebelum pulang, hasil berjualan dihitung dan modal awal dipisahkan. Mama Le terlihat antusias menghitung hasil penjua-lan yang diperoleh hari itu. Seharian ia bisa mendapat hasil

Page 22: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

204

Rp.265.000, kemudian modal awal Rp.190.000 dipisahkan dan keuntungan bersih diperolehnya sekitar Rp.75.000. Keuntungan ini kemudian dibagi lagi untuk membeli kebutuhan sehari-hari antara lain beras satu kilogram, masing-masing dua potong sabun mandi, sabun cuci, dua kilogram gula, dan ikan secukup-nya. Guna keperluan sekolah anak-anak rata-rata ia keluarkan Rp.35.000 sehari dan jika ada kelebihan ia manfaatkan untuk ditabung.

• ‘Tandeng dan Baronda’

Melakukan Tandeng dan Baronda secara bersama untuk menghindari kerugian. Kisah ‘mama Tine’ dan ‘mama Le’ secara tegas memilih cara baronda atau tandeng. Kedua cara tersebut dalam persepsi mereka masing-masing sangat menguntungkan. Berbeda dengan persepsi ‘tanta Evi’ satu dari delapan belas papalele yang justru menggunakan baronda dan tandeng secara bersamaan. Menurut ‘tanta Evi’ setelah tandeng, buah tersisa akan dibawa baronda dijual kepada pelanggannya. Bahkan kadang-kadang, walaupun kemungkinan buah yang dijual bisa habis terjual, ia akan menyisihkan beberapa buah untuk pelanggannya. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara hubung-an dengan pelanggan, sebagaimana kisahnya yang saya ikuti seharian.

Sambil mengamati, saya mendampingi salah satu infor-man ‘tanta Evi’ seharian berjualan. Cara ini agak unik sehingga untuk mengetahui lebih dalam, saya harus terlibat dan ikut berjualan bersamanya. Sebelumnya saya telah mendapat perse-tujuan ketika saya berkunjung ke rumahnya. Tepat pada hari yang disepakati, kami pun menuju terminal Hatalai. Rupanya sudah seperti biasanya, sejak pukul 05.00 subuh sudah terlihat beberapa papalale lainnya bergegas hendak ke kota. Namun,

Page 23: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

205

pada hari itu kami ternyata terlambat tiba di terminal negeri, hanya selang beberapa menit. “Tanta Evie” telah mendahului keberangkatan dengan trip mobil pertama menuju kota. Informasi ini disampaikan oleh salah satu papalele lain, yang kebetulan kami tanyakan. Tidak ada pilihan lain untuk secepat mungkin mengikutinya sambil menunggu trip mobil berikut-nya. Pagi subuh di Hatalai memang kendaraan angkutan sangat terbatas. Termasuk kendaraan ojek yang biasanya juga sering dipakai sebagai angkutan saat mobil angkutan tidak ada. Angkutan umum di Hatalai semakin ramai setelah pukul 06.00 pagi, saat pegawai negeri, karyawan swasta dan anak-anak akan berangkat kerja dan sekolah di kota.

Terlambat bertemu di terminal dengan ‘tanta Evi’, sehing-ga harus mengejarnya ke pasar. Keterlambatan ini karena kami keliru waktu yang disepakati. Walaupun tidak bertemu di terminal angkutan, kami harus tetap mencarinya. Setelah me-nunggu beberapa saat, akhirnya kami mendapat giliran mobil trip kedua menuju kota. Sambil mobil berjalan saya menggu-nakan kesempatan bertanya jalur perjalanan “tanta Evie” kepada beberapa rekannya. Hal ini agar setibanya di kota, kami tidak salah arah mencari dan kehilangan jejaknya. Beberapa di antara papalele menjelaskan posisi dan lokasi ‘tanta Evi’ setiap pagi saat mencari buah-buah yang akan dibeli. Rupanya mereka setiap pagi pasti bertemu di lokasi yang dijelaskan. Penjelasan ini membantu mempermudah kami mencarinya. Dugaan saya ada benarnya karena informasi dari beberapa rekannya yang mem-benarkan bahwa mereka seringkali bertemu dengan pedagang pemasok yang sama. Umumnya pedagang pemasok langganan mereka, berasal dari suku Buton dan Makassar beragama Islam. Tempat berjualan para pedagang menjadi titik perjumpaan antar

Page 24: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

206

mereka untuk saling berkomunikasi dan membeli buah-buah yang hendak dijual.

Bagi para papalele tiba secepatnya di pasar harus lebih pagi agar mudah mendapat buah yang akan dibeli. Mobil yang kami tumpangi akhirnya tiba di terminal kota. Kami bergegas mencari ‘tanta Evie’ sebagaimana petunjuk yang diberikan sebelumnya. Kurang lebih lima belas menit mencari, akhirnya kami bertemu. Tanpa merasa ragu, ia mengatakan bahwa ketika tiba tadi di terminal Hatalai ia tidak melihat kami sehingga langsung pergi dengan mobil trip pertama. Baginya lebih cepat tiba di pasar, akan memudahkan untuk mendapatkan bahan-bahan yang akan dijual, karena jika terlambat tiba, buah yang dicari sudah tidak lagi ditemukan. Kami sangat menghargainya. Pagi itu kami melihat “tanta Evie” telah mengumpulkan beberapa bahan yang akan dijual: buah mangga, salak, pisang dan telur ayam negeri. Menurutnya buah kenari yang masih harus dicari dan kami bersama mencari. Sambil berjalan, dalam benak saya terbayang buah kenari yang masih utuh. Ternyata ketika kenari diperoleh, hanya isi buah kenari yang telah di-lepas-pisahkan dari kulitnya yang keras oleh sang pedagang penjual.

Hari itu semua buah yang terkumpul dibeli secara tunai karena beliau memiliki modal yang cukup. Buah yang dibeli masing-masing 20 buah mangga golek, 30 buah salak, 700 biji kenari, dua tandan pisang – satu tandan terdiri dari kurang lebih empat sampai lima sisir, dan 120 butir telur ayam negeri. Jumlah bahan sebanyak itu dibeli dengan modal Rp.175.000.

Setelah semua bahan yang akan dijual terkumpul, ia sege-ra menuju ke tempat berjualan dengan menggunakan becak. Becak digunakan untuk mengangkut bahan jualan karena jarak dari pasar ke tempat berjualan kurang lebih satu kilometer.

Page 25: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

207

Biaya sebesar Rp5.000 dikeluarkan untuk membayar ongkos becak. Ternyata lokasi yang setiap hari ditempati adalah di depan halaman Planet 2000, salah satu supermarket di jalan utama pusat kota. Sepanjang lokasi jalan ini berderet berbagai kantor bank pemerintah dan bank swasta nasional, restoran, pertokoan dan sekolah. Bagi masyarakat jalan utama ini dikenal sebagai salah satu pusat aktivitas yang ramai.

Gambar 9. Informan saat ‘tandeng’ depan Supermarket

(Piso.doc.2008)

Membersihkan lokasi berjualan di depan Supermarket Planet 2000 dan mengatur serta menata buah yang akan dijual. Setibanya di depan Supermarket, ‘tanta Evie’ harus menunggu karena Supermarket belum dibuka. Pukul 07.30 pagi, barulah terlihat salah satu karyawan keluar membuka pintu seraya mengajak dia menempati tempatnya. Tanpa menunggu ia segera membawa masuk barangnya. Kemudian tempat jualan diatur dan ditata dalam beberapa tumpukan buah. Kenari dikelompok-kan dengan jumlah antara 15 sampai 20 biji per tumpukan.

Page 26: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

208

Telur dimasukan per kantong plastik putih sebanyak 10 butir. Mangga diletakkan per dua buah dan ada yang hanya satu buah, demikian halnya pisang diletakkan per satu sisir. Setelah semua siap, ia duduk di belakang jualannya.

Mengajak dan menawarkan buah kepada setiap orang yang masuk keluar supermarket. Selama saya mendampingi beliau sesekali ia berkata ‘ibu beli mangga? atau; ‘bapa beli mangga?’. Ucapan itu berulang hampir setiap ada pengunjung yang lewat. Ajakan membeli kadang tidak sia-sia, karena ada yang membeli. Beberapa pembeli di antaranya membeli kenari, pisang dan juga mangga. Tawaran kepada pembeli sama seperti perilaku informan sebelumnya.

Akrab membina relasi dengan karyawan toko adalah bentuk kompensasi menempati tempat tersebut. Menjelang waktu istirahat makan siang, saya sempat bertanya kepada ‘tanta Evi’ kalau waktunya istirahat makan siapa yang akan mengawasi jualan? Mengingat tidak ada papalele lain di situ. Menurutnya, istirahat makan siang hampir jarang dilakukan, karena sebelum berjualan, makanan disiapkan dari rumah berupa satu atau dua potong kue dan sebotol air. Jika harus mencari makan, ia akan meminta satu karyawan untuk menga-wasi dan jika dimungkinkan mereka akan menjual. Bentuk perhatian ini telah terbangun di antara mereka sejak ia menempati lokasi itu.

Mendapatkan tempat tandeng karena kepedulian sang pemilik toko. Kira-kira pukul satu siang kami beristirahat untuk makan siang bersama. Di sela-sela istirahat makan, ia bercerita bahwa sebelum tandeng, ia selalu baronda. Suatu saat — beberapa bulan setelah kerusuhan di Kota Ambon 1999, ketika sementara baronda’ ia melintas di depan supermarket dan sempat berteduh karena hari itu matahari terlalu terik.

Page 27: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

209

Kebetulan saja bersamaan dengan itu sang pemilik super-market keluar lalu menemuinya dan meminta agar ia menempati pojok kosong di depan Supermarket. Lebih lanjut dituturkan bahwa, mungkin saja pemilik supermarket merasa iba melihat ia berjualan berkeliling di tengah panas. Tawaran sang pemilik Supermarket tidak ditolak sehingga tempat itu akhirnya ditem-pati hingga kini. Setelah selesai istirahat kami kembali ber-jualan.

Berkeliling untuk menjual buah yang belum habis terjual saat tandeng. Setelah kurang lebih dua jam tandeng tepat pukul 15.00, kami mulai baronda. Sebelum berjualan mangga, salak dan telur yang tersisa dimasukkan ke dalam keranjang plasik. Pisang diletakkan di nyiru plastik bagian atas dari keranjang. Tanta Evie pun pamit dari sang pemilik supermarket, lalu saya mulai mengikuti dari belakang. Sepanjang kami jalan, ada enam toko dan dua rumah makan yang disinggahi untuk menawarkan buah. Kalau saat ia memasuki salah satu toko atau rumah, dan agak lama keluar berarti terjadi transaksi dan sebaliknya. Perjalanan terus dilakukan, masuk dan keluar toko, rumah penduduk, lorong dan gang pun dilalui. Sambil berjalan ia sempat mengatakan kepada saya bahwa jalur jalan yang dilalui ia lakukan secara rutin setiap hari. Menurutnya, pelanggan harus tetap dikunjungi, karena mereka akan bertanya jika tidak dikunjungi agar komunikasi tidak terputus.

Menjelang kembali ke terminal dan pulang ke rumah, ia sempat menggunakan waktu beberapa menit istirahat untuk menghitung keuntungan dari hasil berjualan. Setelah beberapa waktu baronda akhirnya kami menuju kembali ke terminal dan pasar. ‘Baronda’ ternyata membutuhkan waktu kurang lebih dua setengah jam perjalanan hingga tiba di terminal dan pasar. Sempat kami beristirahat sejenak di salah satu sudut jalan di

Page 28: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

210

bawah pohon mangga. Istirahat itu digunakan untuk menghi-tung keuntungan yang diperoleh. Kebetulan memang, semua yang dijual hari itu habis terjual. Seluruh hasil penjualan hari itu diperoleh Rp.345.000. Modal awal Rp.175.000 dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian dia menghitung pengeluaran antara lain, biaya transport Hatalai-Kota pergi pulang Rp.7.600, biaya becak Rp.5.000, dan retribusi Rp.2.000. Total Pengeluaran Rp. Rp.14.600. Keuntungan bersih yang diperoleh sebesar Rp.155.400. Hasil itu kemudian dibagi menjadi dua bagian dengan alokasi Rp.50.000 ditabung sebagai modal, sisanya digunakan membeli bahan kebutuhan dapur. Jika masih ada sisa lebih, maka digunakan lagi untuk membeli keperluan lain sewaktu di rumah. Anak-anak yang bersekolah rata-rata ia siapkan Rp.20.000 per hari.

Mengacu pada diskripsi pengelolaan usaha papalele, terlihat pola pemanfaatan modal, dan keuntungan yang diperoleh. Tabel berikut menyajikan sepintas gambaran sederhana perhitungan penjualan.

Tabel 2. Perhitungan rata-rata modal dan keuntungan informan

per hari (dalam rupiah) Informan Modal Penerimaan Keuntungan

Le’ 190.000 265.000 75.000 Tine’ 200.000 400.000 200.000 Mike’ 300.000 410.000 110.000 Evi’ 175.000 345.000 155.400

Sumber: data primer (diolah) 2008-2009.

Page 29: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

211

• Menghindari Pinjaman

Mengindari pinjaman uang dari pihak lain untuk usaha. Bagian sebelumnya telah dijelaskan kondisi keuangan papalele yang terbatas terutama untuk modal usaha. Dengan modal usaha yang terbatas, dapat dipahami jika mereka menolak tawaran pihak lain yang datang menawarkan pinjaman atau kredit sejumlah uang tertentu. Tanta Mike misalnya, kredit dari berbagai pihak selalu ditolak karena beban pembayaran kembali dirasakan cukup memberatkan walaupun cicilan pembayaran dilakukan setiap hari dan jumlah pengembaliannya tidak terlalu besar. Pada sisi yang lain, ia tidak ingin dibebani dengan tagihan setiap hari yang bukan tidak mungkin tidak bisa dibayar. Bahkan menurutnya kedatangan penagih setiap hari, akan sangat mengganggu aktivitasnya. Dengan modal seadanya akan jauh terasa lebih bebas dibandingkan resiko pinjaman. Kalau-pun harus meminjam untuk usaha, maka keluarga terdekat yang dihubungi untuk maksud tersebut.

Hal yang hampir serupa juga dilakukan mama Yoke, salah satu informan. Banyak pihak yang selalu menawarkan pinjaman kredit, tetapi selalu ditolak dengan alasan kemampuan pengem-balian takut tidak dapat dipenuhi. Jangankan menerima tawaran pinjaman kredit, tawaran dari pedagang yang sudah dikenal juga ditolak. Penolakan yang dia lakukan terhadap pedagang kenalannya disampaikan sebagai berikut:

…parna, dong bilang ibu ambil dolo nanti baru bayar. Beta seng parna mau bagitu, beta paleng taku, beta pikir di beta pung kantong jang sampe seng cukup untuk bayar, jadi macam buah salak bagitu beta bali seadanya sesuai deng beta pung dalam kantong ada brapa… seng brani ale, taku jang sampe beta jual akang la seng bale modal, la beta musti bayar deng apa. Mo ada yang kadang-kadang katong rugi, modal jua tar bale. Kalo

Page 30: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

212

yang tar laku lai, la beso baru katong jual lai to. Resiko katong punya te, katong tanggung sandiri, mo barang tiap hari tu tar sama8”

(pernah pedagang katakan ‘ibu silahkan mengambil buah dulu, bayarnya kemudian’. Saya tidak akan mela-kukan itu, saya sangat takut, saya juga berpikir jangan sampai uang yang ada di saku saya tidak mencukupi untuk membayarnya nanti. Karena itu seperti buah salak saya membeli seadanya sesuai dengan uang yang saya miliki. Saya tidak berani berhutang, takut jangan-jangan saat menjual uang modal tidak kembali, akhirnya membayar tidak dapat dipenuhi. Buah yang kita beli dan tidak terjual, masih bisa dijual lagi keesokan harinya. Resiko harus kita tanggung karena setiap hari hasilnya pun tidak sama).

Keterbatasan modal dan keterbatasan jumlah bahan yang

dijual merupakan ciri usaha yang tidak berani mengambil resiko usaha. Berbagai tawaran perkuatan modal usaha sering tidak direspon oleh pelaku usaha seperti ini. Menghindari resiko (avoiding risk) pinjaman merupakan kesadaran akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki.

Mekanisme Mengelola Usaha

Pengetahuan yang cukup terbatas, kalau tidak ingin dikatakan rendah, tidak menjadi penghalang dalam usaha. Pengetahuan dari pendidikan formal sering dijadikan ukuran untuk memahami seseorang saat berusaha. Karena masyarakat umum selalu beranggapan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik kegiatan usaha yang dibuat, dan sebaliknya. Tetapi hal ini tidak berlaku pada para papalele,

8 Wawancara tanggal 21 April 2009. 

Page 31: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

213

dengan ketiadaan pengetahuan yang memadai ternyata mereka mampu mengelola dan meng-identifikasi usaha. Kemampuan ini ditandai dengan mekanisme papalele yang sangat sederhana. Ciri kesederhanaan itu diawali dengan mencari dan membeli buah yang akan dijual, melakukan tawar menawar, kemudian menentukan harga jual hingga membangun relasi dengan pedagang.

• Produk yang Diperdagangkan

Para papalele tidak selalu mengandalkan buah hasil kebun, tetapi juga membeli dari pedagang untuk dijual. Bagian sebelumnya telah menegaskan tentang pengalaman pertama seorang memulai papalele. Buah hasil kebun atau dusun meru-pakan produk unggulan yang dijual, kemudian dari hasil men-jual mereka mendapatkan keuntungan yang dijadikan sebagai modal untuk diputar hari berikutnya. Walaupun keuntungan tidak terlalu besar tetapi sudah cukup untuk membeli buah yang lain. Tujuannya jelas melanjutkan dan mempertahankan usaha untuk mendapatkan penghasilan.

Buah hasil kebun bukan satu-satunya andalan untuk di-jual sebagai penghasilan. Walaupun para papalele selalu sangat mengharapkan buah dari kebun atau dusun sendiri yang di-panen pada waktunya atau membeli dari tetangga. Hasil kebun itulah yang dijual ke pasar, namun mereka sering berhadapan dengan musim yang telah berubah. Ada buah seperti rambutan, pepaya dan salak dalam setahun bisa dua kali panen, tetapi buah seperti manggis, duren, kecapi hanya panen sekali setahun. Ketidak-stabilan hasil panen membuat mereka tidak hanya ber-gantung dan mengharapkan hasil kebun, tetapi harus membeli buah dari pedagang untuk dijual.

Page 32: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

214

Saat musim panen tiba, papalele sangat diuntungkan terutama bagi mereka yang kebunnya banyak menghasilkan buah karena tidak perlu lagi mencari buah ke pasar. Demikian pun bagi mereka yang kebun dan dusun tidak menghasilkan dapat membeli dari tetangga terdekat. Seperti mama Le dan tanta Evi tidak perlu direpotkan dengan mencari buah ke pasar Ambon, mereka bisa dengan mudah membeli dari tetangga sekitar rumah atau tetangga se-desa. Bahkan ada perilaku khusus pada hari yang sama jika buah hasil kebun telah laris terjual, mereka berupaya membeli buah lagi untuk selanjutnya dijual. Bagi mama Le dan tanta Evi memanfaatkan waktu adalah peluang yang semakin besar untuk mendapatkan tambahan penghasilan.

Membeli dari pedagang pemasok di pasar Ambon. Umar (67), Adam (42) dan Thalib (44) adalah pedagang buah di pasar Ambon yang telah menjadi langganan para papalele. Buah yang dijual papalele setiap hari, secara rutin berasal dari pedagang tersebut. Umar adalah pedagang yang berasal dari suku Bugis-Makassar, Adam adalah pedagang yang berasal dari desa Geser pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah, sementara Thalib adalah pedagang yang berasal dari desa Kabau Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah. Hubungan dagang antar mereka lebih bersifat transaksi beli jual dengan sistem pembayaran tunai atau pembayaran dilakukan setelah buah terjual. Bagi mereka cara ini sudah terbangun dan terpelihara sejak lama jauh sebelum kerusuhan di Kota Ambon, sehingga keterikatan antar mereka bahkan terus bertahan hingga kini. Terpelihara-nya hubungan mereka karena tidak ada yang lalai terhadap kewajiban.

Page 33: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

215

• Strategi Bersama dalam Berusaha

Papalele yang berkelompok saat berjualan selalu mengu-tamakan dan mengedepankan tenggang rasa. Tiga dari delapan belas informan penelitian ini merupakan satu kelompok saat berjualan. Mama Le, tanta Mike dan tanta Emy merupakan kelompok papalele yang dianggap paling lama bertahan. Kebe-tulan saja, kelompok mereka berada pada satu lokasi berjualan yang sama. Keakraban mereka tidak hanya pada lokasi berjualan tetapi juga soliditasnya terbangun di lingkungan tempat tinggal karena bertetangga. Akrabnya mereka dalam berjualan membu-at ketiganya tidak ego dalam bersaing terutama saat mencari buah bersama dan menentukan harga jual. Saling ber-komunikasi di saat akan membeli buah hingga menentukan harga jual dilakukan demi menjaga keseimbangan rasa di antara mereka.

Demikian pula taktik yang digunakan untuk menentukan jumlah dan jenis buah, sering secara bersama. Tanta Mike di satu pagi sudah seperti biasanya bergegas mencari buah. Hari itu dia berkeinginan membeli buah nangka matang, karena buah tersebut tersedia sangat banyak di pedagang. Mungkin saja karena di bulan November-Desember buah nangka lagi musim panen. Saat nangka dibeli tidak dalam bentuk satu buah nangka utuh tetapi dibeli dalam hitungan bijinya. Rupanya pedagang juga merasa rugi kalau menjual satu buah dalam keadaan utuh, sehingga dijual dengan hitungan per biji nangka. Tanta Mike hari itu membeli per 100 otak9 dengan harga Rp.40.000. pada saat biji nangka akan dibeli memang pedagang telah melepaskan biji dari buahnya sehingga mereka tidak direpotkan lagi untuk me-misahkannya.

9 Papalele biasanya menyebut setiap pembelian biji nangka dengan sebutan ‘otak’.  

Page 34: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

216

Gambar 10.

Informan saat mencari buah bersama (Piso.doc.2008)

Biji buah nangka dimasukkan dalam plastik ukuran

setengah kilogram. Tanta Mike telah menyiapkan plastik ukuran 1,5-1 kg sebelumnya, untuk memasukkan setiap biji nangka. Setiap plastik ukuran setengah kilo diisi enam sampai tujuh otak dengan harga jual Rp.5.000 per plastik. Sementara biji (otak) buah nangka yang berukuran besar dimasukkan lima otak dalam plastik ukuran 1 kg, dengan harga jual Rp.6.500 atau Rp.7.500 per plastik. Cara yang dilakukan tanta Mike ini di lokasi tandeng kelompok mereka. Dia melakukannya setelah bertanya kepada tanta Emy teman sekelompoknya yang hari itu secara bersamaan menjual biji nangka matang. Sebagaimana disampaikannya:

kalo beta su sampe tante emi pung nangka beta tanya se isi dalam plastik berapa otak? mo kalo tante emi bilang 5 lalu beta 5 lai, kalo emi pung 6 berarti beta pung 6 lai, mo sama sa deng harga to, supaya laeng jang beda dar

Page 35: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

217

laeng bagitu, nanti rasa seng enak bagitu, mo kan samua sama-sama dudu tandeng te10

(kalau saya tiba di lokasi dan tante Emy juga menjual nangka, saya bertanya “kamu isi berapa otak per plastik?. Seandainya tante Emi katakan lima per plastik, saya ikut lima, kalau enam per plastik saya pun demikian termasuk harga jualnya. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak saling berbeda, kalau berbeda bisa saja terjadi perasaan yang tidak menyenangkan antar kita, mengingat kita sama-sama tandeng).

• Menghindari Konflik melalui Variasi Produk

Menjaga hubungan baik dan menghindari terjadinya konflik dalam kelompok. Pertentangan dan konflik bisa saja terjadi antar papalele mengingat usaha yang ditekuni tidak terlepas dari rasa persaingan. Konflik bisa saja terjadi karena jumlah pembeli yang tidak seimbang atau karena buah yang dijual kadang-kadang sejenis. Untuk menghindari terjadi hal seperti itu maka variasi terhadap buah yang dijual sedapat mungkin diupayakan. Konflik biasanya dapat terjadi dalam kelompok papalele, termasuk kelompoknya tanta Mike. Agar tidak terjadi konflik, masing-masing telah memahami cara untuk menghindarinya. Hal tersebut dikemukakan tanta Mike sebagai berikut:

…kalo beta su sampe di pasar la baku dapa trus beta lia, oh io dong ada punya mangga gole, ada punya mangga harum manis, ada punya lemong manis, beta harus usaha cari deng ambel yang lebih bagus atau ambel yang antua pung seng ada bagitu, kalo seng bisa jadi tar enak lai

(kalau saya tiba di pasar dan bertemu, kemudian saya memperhatikan buah yang mereka beli, oh ya, ada buah

10 Wawancara tanggal 07 November 2008. 

Page 36: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

218

mangga golek, ada buah mangga harum manis atau ada jeruk manis, saya harus mencari dan mengambil buah yang lebih baik atau mengambil buah yang mereka tidak punya. Kalau tidak melakukan hal itu bisa saja terjadi perasaan tidak enak di antara kita). Menjual yang berbeda jauh lebih baik untuk tetap menja-

ga keharmonisan kelompok. Tanta Mike memiliki cara tersen-diri untuk tetap menjaga agar keharmonisan kelompok tetap berjalan baik. Dia berupaya menjual barang yang tidak dimiliki teman sekelompok. Menurut tanta Mike menjual buah mangga dan buah jeruk hanya dilakukan kalau buah yang lain tidak ada di pasaran, tetapi yang paling utama dan selalu dijual adalah telur ayam kampung. Telur yang dijual ada dua jenis yang pasokannya berasal dari Surabaya dan telur ayam kampung dari orang di desa pegunungan. Telur dari Surabaya dibeli dengan harga Rp.1.000 per butir dan dijual Rp.2.000 per butir sementara telur ayam kampung dari pegunungan dibeli dengan harga Rp.1.500 dan dijual Rp.2.500 per butir.

• Mengantisipasi Kerugian

Kerugian bisa terjadi disebabkan karena tidak habis terjual atau uang modal tidak kembali. Secara umum papalele memiliki taktik khusus mengantisipasi kerugian yang bakal terjadi setiap hari. Taktik untuk menghindari hal tersebut tergolong seder-hana. Tanta Evi dan tanta Mike akan mewakili pengalaman papalele lain ketika melakukan taktik antisipasi menghadapi kemungkinan tidak laku, yang bakal terjadi setiap hari.

‘Bali ukur’ merupakan salah satu cara memenuhi permin-taan pembeli. Tanta Evie mempunyai cara tersendiri untuk memuaskan pembeli manakala di saat tertentu ketika pembeli membutuhkan buah tertentu, dia sudah menyiapkannya. Hal

Page 37: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

219

ini dilakukan karena pengalamannya yang terus mengamati perilaku pembeli di saat akan membeli buah selalu tidak menentu. Pembeli tidak selalu menginginkan buah yang sama sehingga menjaga agar kebutuhan mereka tetap terpenuhi, tanta Evie11 mengantisipasinya. Menurutnya:

bali ukur tu to contoh, Mangga gole beta bali barang 30 jua, nanti mangga laeng barang 30 lai, nanti mangga laeng barang 20 lai, bagitu-bagitu toh pa toh. Lalu ada laeng-laeng lai mangkali ada dapa kanari kah, talor barang 100 lai kah, ukur itu tuh su tahu pasti abis eee. Barang kalo bali mangga gole, dong tanya ‘tante seng ada mangga harum manis’ seng ada mangga manalagi, barupa-rupa macam pa biar situ sadiki.. sini sadiki ..supaya orang datang bali orang mau samua ada. La kalo dong bali ambel situ, sini su ta tutup tu.

(‘Bali ukur’ itu contohnya membeli 30 buah mangga golek, 30 atau 20 buah mangga yang jenis lain, lalu yang lain juga harus dibeli seperti kenari dan 100 butir telur. Dengan mengukur pembelian seperti itu sudah dipre-diksi harus habis terjual. Jika hanya membeli satu jenis buah mangga, pembeli akan bertanya jenis buah mangga yang lain. Pembeli ini selalu tidak menetap pada satu jenis buah yang akan dibeli. Saat mereka bertanya, buah yang diminta saya sudah siapkan, walaupun sedikit. Jika mereka membeli buah yang satu, keuntungannya bisa menutupi buah yang lain).

Hal yang tidak berbeda pun dilakukan tanta Mike untuk mengantisipasi kerugian setiap hari. Bagi tanta Mike semua bahan yang dibeli sudah diperhitungkan secara matang dengan target harus sedapat mungkin semua terjual habis. Dia selalu membeli lebih dari tiga jenis bahan bahkan bisa mencapai lima jenis. Kondisi ini dilakukan agak berbeda dengan tanta Evie

11 Wawancara tanggal 8 November 2008. 

Page 38: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

220

karena pembeli berkeinginan pada buah yang berbeda. Tanta Mike sering berhadapan dengan pembeli atau langganannya yang sering meminta untuk berhutang terlebih dahulu. Kadang-kadang si pelanggan mengatakan bahwa ia ingin buah mangga atau nangka tetapi uang telah habis untuk berbelanja. Untuk menjaga relasi tetap berjalan baik, tanta Mike tidak segan untuk memberi buah yang diinginkan. Pembayaran baru akan dilaku-kan setelah hari atau bulan berikutnya atau di saat pelanggan-nya bisa membayar. Pada saat pelanggan telah berhutang pada satu jenis buah tertentu, maka harga jual pada buah yang lain bisa menutupi kekurangan buah yang dihutang.

Selain memberi hutang pada pelanggan, harga jual diturunkan sebelum pulang ke rumah. Mengantisipasi kerugian tidak hanya dilakukan dengan cara yang telah disebutkan tadi. Tanta Mike juga melakukan cara yang umumnya terjadi pada pasar tradisional umumnya; ‘obral’. Bagi tanta Mike, cara ‘obral’ atau menurunkan harga jual kerap dilakukannya. Biasanya ia lakukan di saat waktu akan pulang ke rumah semakin mendekat dan bahan yang dijual masih belum terjual. Jika hal ini terjadi biasanya tiga jam sebelum pulang ke rumah tanta Mike menjual dengan harga murah dengan harapan buahnya cepat laris. Buah untuk bahan rujak yang dijual Rp 7.500 per plastik, akan diobral antara Rp 6.000 sampai Rp 6.500 per plastik. Mengingat modal beli Rp 5.000 per plastik. Menurutnya, obral tergolong efektif manakala waktu akan pulang semakin dekat. Walaupun keuntungan kecil dan hanya berkisar antara Rp1.000 sampai Rp 1.500 per plastik. Baginya uang modal hari berikutnya dan sedikit uang untuk kebutuhan keluarga telah tersedia.

Page 39: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

221

Jejaring

Papalele mungkin tidak akan bisa bertahan jika tidak memiliki jejaring dan relasi dengan pihak lain. Jejaring dan relasi yang dibangun papalele tidak hanya sebatas dengan se-sama papalele tetapi juga dengan pedagang dan lembaga pem-beri pinjaman sebagai mitra usaha. Jejaring mereka tergolong awet karena adanya rasa saling percaya satu terhadap yang lain. Kewajiban masing-masing pihak dipenuhi tanpa tekanan dan berlangsung karena kesadaran bahwa hubungan ekonomis sangat diperlukan.

Pada bagian sebelumnya, tanta Mike dan tanta Joke mewawakili papalele tidak memanfaatkan pinjaman dana pihak ke-tiga. Alasanya tidak ingin bergantung pada pihak lain, sembari menjadi beban tanggungan bagi usaha mereka. Namun demi-kian, tidak berarti bahwa papalele tidak memanfaatkan pinjaman dana. Tiga informan masing-masing mama Cum, mama Habsah dan tanta Evi yang merupakan kelompok papalele yang justru memanfaatkan dana sebagai bentuk membangun jejaring.

• Memanfaatkan Pinjaman Pihak Lain

Pada bab sebelumnya, sempat diuraikan tentang papalele yang menghindari resiko (avoiding risk) pinjaman uang. Pembahasan tersebut sebagaimana telah diuraikan merupakan proses usaha yang mandiri tanpa tergantung dari pihak lain terutama pembentukan modal usaha. Sementara pada bagian ini, sesungguhnya akan dijelaskan tentang jejaring yang di-bangun papalele dengan memanfaatkan pinjaman pihak lain, khususnya dengan lembaga keuangan non bank.

Page 40: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

222

Papalele adalah satu kelompok usaha yang lemah terha-dap dukungan keuangan. Harus diakui bahwa usaha papalele yang dilakukan para informan memiliki kelemahan dari segi keuangan. Dukungan dana hanya bersifat pribadi dan topangan keluarga terdekat. Mereka juga tidak memiliki akses terhadap sumber pendanaan yang memadai. Namun demikian, ada papalele yang membangun jejaring dengan lembaga simpan-pinjam sebagai sumber pemberi dana. Mama Cum, mama Habsah dan tanta Evi, mereka adalah tiga orang dari delapan belas informan yang berani memasuki ruang ini dengan menerima tawaran pinjaman kredit bagi usaha yang sementara ditekuni. Walaupun usaha papalele yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk mengembangkannya menjadi lebih besar. Pinjaman dana dari pihak ketiga hanya diprioritaskan untuk menjaga agar papalele tetap berlangsung.

Merantau dari desa ke kota adalah pilihan untuk tetap menghidupi keluarga. Salah satu informan yang memutuskan merantau ke kota bersama keluarga adalah mama Kalasum. Keseharian biasa disapa mama Cum dari nama lengkap Kalasum Marasabessy (55). Ia adalah seorang janda beranak tiga yang berasal dari Desa Kailolo, Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Suaminya bermarga Selang yang berasal dari Desa Iha-luhu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Namun kehidupannya tidak lagi didampingi sang suami karena sudah sejak lama mereka ditinggalkan bahkan sejak anak-anaknya belum berse-kolah. Sebagai orang tua tunggal (single parent) ia berusaha menghidupi anak-anaknya dengan berjualan menjadi papalele. Mengingat saat itu salah satu anaknya masih di kelas satu SD Al-Hilal, Desa Batu Merah.

Karena modal usaha terbatas, menjadi alasan untuk berani menerima dan mengambil pinjaman kredit secara harian. Sejak

Page 41: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

223

hijrah ke Ambon mama Cum bersama anak-anaknya berpindah dari satu tempat kost ke tempat kost lainnya di Desa Batu Merah, mengingat mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap. Dengan semangat untuk menafkahi anak-anak ia memutuskan menjadi papalele menjual aneka kebutuhan sayur mayur, bumbu dapur dan ikan laut mentah. Karena keinginan yang kuat dan tidak memiliki cukup uang memulai usaha, ia memberanikan diri meminjam uang di Koperasi Batu Merah. Pengalaman pertama peminjaman dimulai dengan pinjaman sebesar Rp 500.000 dengan pengembalian Rp 20.000 per hari selama satu bulan12. Sesuai kesepakatan dengan kreditur, dia selalu menepati perjanjian hingga seluruh pinjamannya ter-bayar.

Mengatur perputaran uang usaha dan membiayai kebu-tuhan keluarga. Pinjaman dari Koperasi dijadikan sebagai modal untuk membeli berbagai bahan keperluan yang akan dijual. Bahan yang secara rutin dibeli untuk dijual seperti sayur mayur jenis kangkung, daun singkong atau bayam hijau per tiga ikat. Untuk mendapat keuntungan dari setiap jenis sayur itu, setiap ikatnya dipecah dua, sehingga mendapatkan 12 ikat yang dijual dengan harga Rp 4.500. Ada juga bumbu-bumbu dapur seperti jahe, daun sereh, lengkuas, kunir, cabe dan beberapa jenis yang lain. Setiap bumbu tersebut diperlakukan sama dengan sayuran yang dipecah dalam beberapa ikatan. Sementara ikan laut mentah yang dijual seperti ikan puri atau ikan tuna dan ikan kembung. Dengan membagi setiap jualan seperti itu, keuntungan yang diperoleh Rp 60.000 sampai Rp 100.000 per hari.

12 Wawacara dengan Kalasum Marasabessy (55) tangga 2 Mei 2009.

Page 42: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

224

Tetap bertahan usaha dengan keuntungan secukupnya. Mama Cum mengakui bahwa keuntungan yang diperoleh setiap hari sangat terbatas karena keuntungan itu harus diatur untuk pengembalian pinjaman dan kebutuhan makan minum keluarga dan biaya sekolah anak-anak. Dalam situasi seperti itu, ia tetap harus bisa bertahan walaupun kadang-kadang pikiran kalut menerpanya, seperti yang diungkapkannya:

...utang seng bisa tunda, biar ada tidor lai dong kas bangong, sampe beta pusing. La tar biking bagitu se mau makang apa beso, inga poro for makang, jadi tar bajual mo biking apa, jadi stiap hari musi pi barang abis jua tempo jam-jam 11 kalo seng 12”

(kredit tidak bisa ditunda, harus bayar walaupun saya lagi istirahat tidur mereka bangunkan untuk menagih, hingga saya terbeban. Tetapi kalau tidak melakukannya, kita mau makan besok bagaimana, harus tetap ingat makan untuk perut. Sehingga setiap hari harus tetap berjualan, mengingat berjualan hanya sampai pukul 11.00 atau pukul 12.00 siang).

Situasi yang sama juga dialami mama Habsah (57) ketika pertama kali berjualan. Modal awal untuk memulai usaha berjualan juga dari pinjaman Koperasi Simpan Pinjam sebesar Rp300.000. Bahan yang dijual tidak berbeda dengan mama Cum yang terdiri dari sayur mayur, bumbu-bumbuan dapur dan ikan laut mentah. Jualan dijajakan berkeliling kota dari jam 06.00 pagi hingga siang hari sekitar pukul 12.00. Sebelum berkeliling menjual, setiap hari antara jam 04.00 subuh atau jam 05.00 subuh, ia harus tinggalkan rumah mencari bahan yang hendak dijual13.

13 Wawacara dengan Habsah Tuanaya (57 tahun) tanggal 28 Arpil 2009.

Page 43: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

225

Pengalihan cara baronda ke tandeng dilakukan karena kondisi fisik yang tidak lagi memungkinkan. Seiring dengan kondisi fisiknya yang mulai memasuki masa tua, mama Habsah tidak lagi berjualan baronda, akunya. Ia kini hanya tandeng di pasar Mardika Ambon dan menempati salah satu los pasar yang dikhususkan untuk berjualan sayur mayur dan bahan kebutuh-an dapur lainnya. Ikan laut yang pada masa sebelumnya ini ia jual, kini ditinggalkan mengingat los yang ditempati tidak di-peruntukkan bagi barang jualan seperti itu.

Memanfaatkan pinjaman koperasi pada saat kondisi modal sudah berkurang. Tanta Rina mungkin sedikit berbeda dengan mama Cum dan mama Habsah tentang alasan peminjaman. Seperti disebutkan keduanya saat menggunakan pinjaman Koperasi karena ketiadaan modal usaha. Sebaliknya bagi tanta Rina pinjaman yang diperoleh dan akan dipergunakan jika mulai dirasakan bahwa modal berjualan mulai berkurang dan menipis.

…katong bajual kalo katong rasa katong modal tipis, katong ada bawa simpan pinjam di koperasi, koperasi di Latuhalat, akang pung nama koperasi apa tu lai …. Katong biasa pinjam di situ, dapa 1 juta bayar 1 hari 40 ribu la tiap hari dong datang tagi, jadi dong bunga 200 te14

(kami berjualan kalau merasa modal berkurang atau mulai menipis, kami bisa pinjam di Koperasi Simpan Pinjam desa Latuhalat. Kami biasa meminjam di situ, mendapat Rp1.000.000, pengembalian Rp 40.000 per hari. Setiap hari orang koperasi datang menagih dan mereka mendapat keuntungan Rp200.000).

14 Wawacara dengan Ibu Rina Muskitta (48 tahun) tanggal 19 April 2009.

Page 44: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

226

Hak telah dipenuhi sehingga memenuhi kesepakatan pengembalian pinjaman pada pihak kreditur adalah kewajiban. Tanggung jawab tanta Rina adalah memenuhi kewajiban pengembalian secara cicilan kepada Koperasi Simpan Pinjam. Baginya kewajiban harus dipenuhi agar memudahkan ia men-dapat pinjaman kembali, jika sewaktu-waktu membutuhkan uang. Menurutnya setiap hari pihak penagih akan menemuinya di pasar atau jika tidak bertemu di pasar, mereka akan kembali keesokan harinya. Tagihan cicilan pembayaran berlaku setiap hari. Jika tidak tertagih hari itu, keesokan harinya cicilan dibayarkan bersama tagihan pada hari sebelumnya. Biasanya jatuh tempo tiga bulan sejak hari peminjaman. Dengan demikian bagi tanta Rina masih ada kelonggaran waktu dan tidak menjadi beban dengan cara demikian. Bahkan kadang-kadang sebelum masa pembayaran cicilan selesai, tawaran pinjaman berikut telah diterima lagi. Dengan demikian bagi tanta Rina kewajiban pembayaran cicilan kepada pihak Koperasi sangat penting untuk menjaga kepercayaan pada masa mendatang. • Membangun Relasi Usaha

Hubungan baik yang terbangun antara papalele dengan pedagang bersifat saling menguntungkan. Antara papalele dan pedagang selalu berusaha agar relasi keduanya tetap terpelihara dan terjaga. Keduanya menyadari bahwa tanpa saling peduli akan memberikan manfaat tidak hanya ekonomis tapi juga relasi sosial.

Sehari sebelumnya telah membuat pesanan dalam bentuk perjanjian untuk pengambilan buah yang akan dijual. Bagi papalele, membuat janji dan saling mengingatkan dengan pedagang langganan adalah bentuk kerjasama dan antisipasi

Page 45: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

227

berkurangnya buah yang hendak dijual. Tanta Mike tidak ingin kehilangan peluang mendapatkan buah pesanan untuk berjual-an setiap hari. Mengingat begitu banyak papalele dan pedagang lain yang membutuhkan buah yang sama untuk dijual.

…nanti kalo katong pulang sore, katong su pi janji skali...ingatang beso angka lemong 5 kilo kah, 10 kilo kah, la dong pilih skali yang bagus-bagus, supaya kalo beso pagi beta sampe jang orang laeng ambel akang jadi setiap sore katong pulang, katong langsung kasitu kastau dolo.15

(Pada saat sore hari waktu hendak pulang ke rumah, kami pergi memesan dan buat perjanjian, bahwa besok pisahkan buah jeruk 5 kg atau 10 kg. kemudian mereka (pedagang) sudah memilih yang bentuk dan kualitas yang baik. Sehingga di besok pagi saat saya tiba sudah tersedia. Jangan sampai ada orang lain mengambilnya. Karena itu setiap sore hari kami harus ke tempat peda-gang memberitahukan mereka).

Memberitahu ke pedagang tidak hanya saat akan berjual-

an tetapi juga jika tidak berjualan. Tanta Mike dan juga papalele yang lain, tidak hanya memberitahukan pedagang untuk buah yang dipesan, tetapi juga saat dia berhalangan dan tidak ber-jualan.

Selain janjian pesanan, kewajiban membayar tidak boleh diabaikan. Pesanan dan saling mengingatkan telah menjadi ikatan antara papalele dan pedagang. Mereka sudah saling memahami satu dengan yang lain terhadap ikatan yang dise-pakati termasuk cara pembayaran. Bagi tanta Mike, pagi meng-ambil pesanan sore hari harus membayar. Tetapi kadang juga

15 Wawancara dengan Mike Loppies (50 thn) tanggal 7 November 2008.

Page 46: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

228

sore hari terlambat untuk membayar, keesokan pagi baru dibayar sambil mengatakan sejujurnya keterlambatan itu.

Konsekuensi lalai terhadap pembayaran tidak akan dila-yani. Ikatan rasa saling percaya antara papalele dan pedagang tidak boleh saling mengingkari. Jika ada yang mengingkari akan berdampak bagi berjualan hari berikutnya. Menurut tanta Mike, pedagang langganan mereka sangat percaya papalele Hatalai mengingat mereka tergolong banyak dan telah menjadi pelang-gan tetap. Dengan demikian kalau di antara papalele Hatalai ada yang mengingkari kesepakatan, pedagang akan mencari hingga ketemu, dan bagi mereka tidak diberikan kesempatan untuk bekerja sama di waktu mendatang. Untuk tetap menjaga hubungan baik yang telah terbina, tanta Mike berusaha agar kewajiban pembayaran tidak melebihi dua hari.

• Menitipkan Jualan

Taktik membuat jualan cepat laris terjual dengan saling silang menjual. Mama Ata setiap hari berdampingan papalele dengan Mama Le pada lokasi yang sama. Lokasi tersebut juga bersebelahan dengan tanta Mike dan tanta Emy yang menem-pati depan bagian kiri swalayan Citra di Ambon. Mama Ata berasal dari desa Kilang tetangga Hatalai. Hubungan papalele antara mama Ata dan mama Le sangat akrab dan tidak terbatas hanya pada tempat yang ditempati. Selama berjualan kadang-kadang mereka saling memperhatikan dan peduli terhadap setiap buah yang dijual. Jika salah satu dari keduanya masih memiliki buah yang belum terjual, maka mereka akan saling membantu agar sedapat mungkin buah yang dijual tidak tersisa. Suatu saat, tanpa terduga mama Le menjual buah salak sama seperti mama Ata. Karena keduanya menjual buah yang sama maka taktik untuk membuat salak cepat laris dengan saling

Page 47: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

229

silang. Seperti pengalaman yang diceritakan16 bahwa saat pembeli hendak membeli buah salak lima tampa, maka mama Le berinisiatif menjual satu sampai tiga tampa dan sisanya ia menyisipkan salak dari mama Ata. Pola ini dilakukan terus menerus bahkan buah yang berbeda pun sama perlakuannya.

Kepedulian yang sama juga dilakukan saat salah satu dari keduanya harus pulang lebih awal ke rumah karena keperluan yang mendesak. Mama Le dan mama Ata sering berkomunikasi saat berjualan untuk mengatur waktu saat salah satu dari keduanya harus pulang lebih awal. Rupanya mama Ata juga menempati salah satu lokasi di pasar. Lokasi berjualan di pasar bagi mama Ata dipakai sejak pagi hingga siang dan kemudian sisa waktu akan berdampingan dengan mama Le, sebagaimana yang disampaikan mama Le:

…katong dua baku bage, jadi kalo mama ata misalnya jam satu atau dua disini setengah ampa lai beta su pulang jualan sisa nanti antua jual, la nanti beso beta turun baru antua kasi akang pung uang. Jadi katong dua baku bantu deng laeng mangarti laeng, biar antua bajual di lao bawah di antua pung tampa lai tapi nanti siang antua nai ka sini karena antua su tau ibadah hari Rabu, deng Jumat, nanti dia bagitu lai kalo ada parlu.

(kami berdua selalu berbagi waktu, kalau mama Ata jam satu atau jam dua datang ke sini, jam setengah empat saya sudah harus pulang, jualan yang tersisa nanti dia yang menjual. Uangnya baru akan diberikan keesokan harinya saat saya datang. Kami berdua saling membantu dan saling memahami satu dengan yang lain. Walaupun dia juga berjualan di pasar tapi siangnya tetap akan datang ke sini. Apalagi dia sudah mengetahui waktu ibadah saya hari Rabu dan Jumat. Demikian sebaliknya jika dia ada keperluan mendesak)

16 Wawancara dengan Elisabeth Alfons (Le) tanggal 8 November 2008.

Page 48: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

230

Saling membantu berjualan dan mengerti waktu berha-langan telah menjadi ikatan antar kedua papalele. Kepedulian mama Ata terhadap mama Le dan sebaliknya tetap berlangsung. Apalagi mama Le selain menjadi papalele ada tugas yang harus dilakukan pula sebagai Majelis Jemaat di Hatalai. Sehingga hari Rabu dan Jumat17 tetap akan dimanfaatkan untuk mengikuti ibadah.

Barang jualan yang tidak habis terjual dititipkan kepada pedagang atau kepada pemilik toko. Mama Le, Mama Ata, tanta Mike, tanta Emy, tanta Evi, dan mama Anto adalah sebagian dari para papalele yang membina hubungan baik dengan peda-gang lain dan pemilik toko/swalayan di tempat berjualan. Hubungan baik yang terjalin antar mereka tidak mengganggu usaha masing-masing karena adanya rasa saling menghargai antar mereka. Saling mendukung dan peduli nampaknya menjadi kekuatan bersama selama berjualan. Mama Anto misal-nya, setiap hari ia tandeng di depan salah satu rumah makan di terminal angkutan antar kota. Terminal itu merupakan pusat angkutan umum dari kota Ambon tujuan dermaga penye-berangan Ferry yang menghubungkan desa Liang Kecamatan Leihitu Pulau Ambon dengan Kecamatan Kairatu di Pulau Seram. Wajar saja kalau tempat ini banyak sekali orang dari pulau Seram Kabupaten Seram Bagian Barat pergi-pulang melalui terminal tersebut. Banyaknya penumpang membuat mama Anto menggunakan kesempatan menjual buah sebanyak

17 Gereja Protestan Maluku (GPM) di Ambon memiliki aturan hari beribadah setiap minggu secara rutin bagi anggota Jemaatnya. Bagi mereka yang telah menjadi Majelis Jemaat setempat wajib untuk terlibat dalam setiap peribadahan. Pengaturan waktu ibadah itu antara lain; hari Selasa Ibadah untuk Kelompok Laki-Laki (PELPRI), hari Rabu ibadah untuk kelompok perempuan (PELWATA), hari Kamis ibadah untuk kelompok Angkatan Muda GPM (AM-GPM), hari Jumat Ibadah untuk keluarga/Rumah Tangga yang terbagi pada unit-unit pelayanan (UNIT).  

Page 49: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

231

mungkin, sehingga kadang-kadang buah tidak terjual habis. Jika demikian yang terjadi ia kemudian menitipkan dagangannya ke pemilik rumah makan. Bagi mama Anto, penitipan itu tidak menjadi halangan dan beban pihak pemilik rumah makan, sesuai penuturannya:

…katong tandeng di situ dong bae, ada orang buton yang bajual deng beta lai tu dong bae sa, mo kalo dong buka rumah makan, beta jalan, dong lia beta jualan, nanti dong bilang brapa laku, dong kasi uang, dong bantu, dong bae. Kalo seng abis taruh di rumah makan, mo kalo tar taru dong jaga bilang sudah mama taru sini jua tar apa-apa, la beta taru te la jam 7 baru nae. Jadi yang beta bilang tadi tu tinggal dari katong saja, bagai-mana katong pung cara bawa diri terhadap dong, dong terhadap katong.18

(kami berjualan tepat di depan warung makan dan mere-ka sangat baik terhadap kami. Saya dengan satu peda-gang yang berasal dari Buton berjualan bersebelahan. Mereka pun sering menjual buah-buah yang saya jual saat saya harus pergi sebentar. Sekembalinya mereka memberitahukan jumlah yang terjual dan uangnya. Jika ada jualan yang tersisa saya titipkan di warung makan, sering saya tidak mau menitip, tetapi mereka selalu ber-kata; ‘mama simpan saja di sini tidak menjadi masalah’, akhirnya saya selalu menitipkan. Dengan begitu saya biasanya baru akan pulang sekitar pukul 7 malam. Jadi menurut saya, semua situasi itu sangat bergantung pada sikap dan perilaku setiap hari antara kita dengan mereka).

18 Wawancara tanggal 18 April 2009. 

Page 50: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

232

Alokasi Pendapatan untuk Biaya Pendidikan Anak-Anak

Para informan, sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, mencurahkan tenaga secara penuh melalui papa-lele untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Kemampuan mereka untuk mencari tambahan penghasilan keluarga, dialokasikan untuk keperluan konsumsi rumah tangga dan biaya pendidikan anak-anak.

Tabel di bawah dapat menerangkan perhitungan pendapatan yang dialokasikan untuk keperluan konsumsi ru-mah tangga dan keperluan biaya sekolah anak-anak. Perhi-tungan ini berdasarkan pada pola pengeluaran dari empat informan. Prakiraan rata-rata biaya yang dikeluarkan selama setahun, dengan berpatokan pada pendapatan tertentu per hari.

Tabel 3. Prakiraan rata-rata penerimaan dan pengeluaran informan

per tahun (dalam rupiah) Jenis pengeluaran…

Informan Penerimaan Konsumsi Pendidikan Retribusi Transport Total (%)

Le’ 22.800.000 9.120.000 (40%)

10.640.000 (46%)

608.000 (2,7%)

2.310.400 (10,1%)

100%

Tine’ 30.400.000 18.361.600 (60,4%)

9.120.000 (30%)

608.000 (2%)

2.310.400 (7,6%)

100%

Mike’ 33.440.000 25.961.600 (77,63%)

4.560.000 (13,63%)

608.000 (1,81%)

2.310.400 (6,9%)

100%

Evi’ 47.120.000 38.121.600 (80,91%)

6.080.000 (12,9%)

608.000 (1,29%)

2.310.400 (4,9%)

100%

Sumber: data primer (diolah) 2008-2009.

Tabel 3 menggambarkan tentang pendapatan tertentu rata-rata dalam setahun yang dialokasikan untuk berbagai pengeluaran. Pengeluaran konsumsi yang tersaji merupakan akumulasi dari konsumsi makanan dan non makanan. Penge-

Page 51: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

233

luaran konsumsi rata-rata rumah tangga berkisar antara 40% sampai dengan 80%. Sebagai kebutuhan dasar, pengeluaran konsumsi rumah tangga masih menjadi yang utama dan memiliki jumlah yang signifikan. Data tersebut juga menyajikan bahwa ‘mama Le’ dan ‘mama Tine’ memiliki pengeluaran tertinggi pada biaya pendidikan anak-anak sebesar 30% sampai dengan 46%. Besarnya pengeluaran tersebut terkait dengan jenjang pendidikan anak-anak mereka yang sementara berada di perguruan tinggi. Sementara ‘tanta Mike’ dan ‘tanta Evi’ terlihat berbeda dengan kedua informan sebelumnya. Pengeluaran untuk biaya pendidikan tergolong rendah, mengingat, baik ‘tanta Mike’ maupun ‘tanta Evi’, anak-anaknya masih dijenjang pendidikan menengah. Sehingga biaya yang dialokasikan tidak sebesar ‘mama Le’ dan ‘mama Tine’. Sangat mungkin bagi ‘tanta Mike’ maupun ‘tanta Evi’ biaya untuk pendidikan anak-anak akan semakin bertambah, seiring dengan beralihnya pendidikan anak-anak dari jenjang menengah ke pergurun tinggi.

Kesimpulan

Persaingan pada setiap usaha tidak bisa dihindari. Per-saingan merupakan tindakan yang wajar dalam suatu kegiatan usaha. Namun bagi papalele, persaingan usaha justru dihindari dan sebaliknya mengutamakan kolaborasi dengan dasar kesa-daran bersama dan tenggang rasa untuk berusaha. Untuk memulai berjualan setiap hari mereka akan selalu bersama mencari bahan untuk dijual dan bahkan menentukan harga jual. Cara ini dilakukan hanya dengan alasan sederhana dan rasional, menghindari konflik antar sesama rekan.

Ciri dan pola usaha papalele sangat tradisional, dan tetap bertahan dalam suasana saat ini (modern). Ciri tradisional

Page 52: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

234

nampaknya tetap masih kuat dipertahankan sehingga usaha tidak dikembangkan. Mekanisme usaha tetap dipertahankan. Ketika usaha dijalankan modal yang dialokasikan sangat terba-tas, yaitu dari hasil tabungan sendiri. Tidak ada keinginan untuk mengakses pinjaman modal dari pihak lain bahkan cenderung menghindar dari tawaran pinjaman hanya karena alasan beban dan menghindari resiko (avoiding risk). Bagi papalele, dengan penghasilan seadanya (kecil), tetapi berkelanjutan. Sementara peralatan yang dipakai untuk berjualan merupakan peninggalan orang tua atau peralatan bekas dapur yang masih layak pakai. Selain itu, ciri tradisional yang menonjol dan masih bertahan adalah baronda (berkeliling) atau tandeng (menetap) yang masih menggunakan dan mengedepankan tawar menawar dengan pembeli.

Tidak mengherankan bila usaha yang dilakukan para informan sebagai papalele tidak mengalami pergeseran yang berarti untuk mengembangkan usaha—sengaja tidak dikem-bangkan. Kecenderungan usaha yang mereka lakukan lebih terfokus untuk bertahan seadanya tanpa ingin mengembangkan usaha yang dilakukan. Yang terpenting bagi mereka adalah sedapat mungkin setiap hari harus selalu ada penghasilan untuk keluarga dan sedikit untuk disisipkan sebagai modal usaha hari berikutnya.

Kepercayaan (trust) dan jejaring (network) sebagai modal sosial (social capital) cukup mendomonasi aktivitas papalele. Saling percaya melalui ‘janji’ merupakan kewajiban dan ikatan relasi berkelanjutan. Nilai ini merupakan modal sosial yang terbentuk tidak hanya di kalangan papalele tetapi juga dengan pedagang. Tanpa disadari papalele memiliki kemampuan mem-bangun relasi dan jejaring antar mereka dan dengan pihak yang lain. Jejaring dibangun dengan pemilik lahan tempat usaha dan

Page 53: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual

Pengelolaan Usaha Papalele

235

pedagang sekitarnya merupakan satu jalinan kerja yang sesung-guhnya merupakan cara yang harus dilakukan untuk tetap bisa bertahan (survive) terhadap keberlanjutan usaha. Demikian pula dengan pihak Koperasi untuk mendapatkan suntikan modal usaha, ikatan jejaring ini dipertahankan dan diawetkan melalui pemenuhan kewajiban pembayaran yang sedapat mungkin tidak terabaikan. Mereka sadar seandainya ingkar terhadap kewajiban maka kepercayaan akan sirna dan sulit lagi untuk akses.

Page 54: Bab Tujuh Pengelolaan Usaha Papalele - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/727/8/D_902007002_BAB VII.… · sama agar tidak ada di antara mereka yang menjual