bab tujuh pembentukan modal sosial melalui lembaga formal

30
187 Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal Pengantar Pembentukan modal sosial di dalam klaster cor logam Ceper, dilakukan melalui lembaga formal seperti halnya koperasi, pola sub kontrak dan kemitraan serta melaui lembaga non formal seperti halnya melalui hubungan keluarga. Bab ini berisikan tentang bagaimana pembentukan modal sosial melalui lembaga formal seperti koperasi, hubungan pola sub kontrak sehingga melahirkan modal sosial serta pola kemitraan yang juga melahirkan modal sosial di klaster ceper cor logam, demikian pula pembentukan modal sosial melalui lembaga non formal hususnya melalui hubungan keluarga, diuraikan bagaimana modal sosial diusahakan melalui kerjasama keluarga dalam suatu usaha serta kerjasama

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

187

Bab Tujuh

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Pengantar

Pembentukan modal sosial di dalam klaster cor logam Ceper, dilakukan

melalui lembaga formal seperti halnya koperasi, pola sub kontrak dan kemitraan

serta melaui lembaga non formal seperti halnya melalui hubungan keluarga.

Bab ini berisikan tentang bagaimana pembentukan modal sosial melalui

lembaga formal seperti koperasi, hubungan pola sub kontrak sehingga melahirkan

modal sosial serta pola kemitraan yang juga melahirkan modal sosial di klaster

ceper cor logam, demikian pula pembentukan modal sosial melalui lembaga non

formal hususnya melalui hubungan keluarga, diuraikan bagaimana modal sosial

diusahakan melalui kerjasama keluarga dalam suatu usaha serta kerjasama

Page 2: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

188

usaha antar perusahaan keluarga. Pertemuan sosial yang merupakan budaya dari

masyarakat diurakaikan mengenai bagaimana bentuk kegiatan sosial budaya dan

bagaimana modal sosial dibentuk melaui lembaga non formal seperti halnya melalui

hubungan keluarga.

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Pembentukan modal sosial melalui lembaga formal dapat dilakukan

melalui kelembagaan koperasi, hubungan pola sub kontrak serta pola

kemitraan.

Pembentukan Modal Sosial melalui Kelembagaan Koperasi

Pada tahun 1954 Pemerintah mengeluarkan peraturan untuk

membentuk koperasi. Maka para pelaku usaha cor logam membentuk

beberapa koperasi, antara lain yang terkenal bernama Koperasi G.P.3.T

yang terbentuk pada tahun 1954 dan koperasi cor logam” Prasodjo”

yang telah terbentuk dan berbadan hukum tahun 1962. Kedua koperasi

tersebut merupakan koperasi produksi dan penyedia bahan baku untuk

anggota (Koperasi Batur Jaya, 2004). Selain penyediaan bahan baku dan

pemasaran, koperasi tersebut juga memberikan bantuan pembinaan

kepada anggotanya. Peranan dua koperasi tersebut jelas sangat penting

sebagai wadah untuk membangun modal sosial dalam bentuk kerjasama

dan kepercayaan. Jalinan kerja sama yang sudah terbentuk karena adat

dan budaya menjadi lebih kuat dengan adanya koperasi. Dengan adanya

koperasi maka mulailah terjadi perubahan dalam masyarakat, bahwa

keberadaan kerja sama kemudian lebih didasarkan pada kepentingan

Page 3: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

189

ekonomi dan bukan lagi karena adat dan budaya.

Peranan koperasi dalam menyediakan bahan baku kepada anggotanya

dirasakan sangat bermanfaat dan koperasi bahkan juga memberikan

bantuan pembinaan kepada anggotanya. Kondisi tersebut semakin

menumbuhkan kepercayaan baik diantara sesama anggota maupun dari

anggota terhadap koperasi. Pembentukan koperasi tersebut tidak terlepas

dari campur tangan pemerintah yang memfasilitasi proses terbentuknya

berupa peraturan dan bantuan modal kerja. Semangat pemerintah untuk

memfasilitasi pendirian koperasi tersebut jelas sangat erat kaitannya

dengan tujuan membangun modal sosial yang kokoh agar keberadaan cor

logam di Kabupaten Klaten dapat terangkat.

Namun, seiring dengan adanya perkembangan politik pada awal

tahun 1965-an, keberadaan koperasi dalam perjalanannya menjadi tidak

seperti yang diharapkan karena penuh dengan nuansa politik. Ikatan modal

sosial dalam bentuk bonding yang cenderung terbatas dalam hal jaringan,

dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk kepentingan politik. Timbulah

kelompok-kelompok politik dalam koperasi tersebut dan puncaknya

dengan adanya peristiwa G-30-S PKI pada tahun 1965 menyebabkan

koperasi yang ditunggangi unsur politik tersebut akhirnya bangkrut dan

bubar.

Dari paparan tersebut jelas terlihat bahwa ikatan modal sosial

dalam bentuk bonding mempunyai sisi negatif berupa kepercayaan yang

didasarkan pada tokoh yang dihormati. Karena para pengurus koperasi,

yang juga merupakan tokoh yang dihormati, menjadi pengurus inti partai

maka anggota terpaksa bersedia membantu dengan menggunakan dana

koperasi untuk kepentingan partai tersebut. Tidak adanya transparansi

dan keterbukaan kemudian menjadikan anggota tidak percaya kepada

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 4: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

190

para pengurus yang terlibat dalam partai politik. Ketidakpercayaan

anggota tersebut melahirkan konflik antar anggota yang berdampak pada

menurunnya kepatuhan anggota terhadap aturan koperasi dan melahirkan

kelompok-kelompok yang terpecah belah. Hingga akhirnya koperasi

mengalami kebangkrutan.

Dalam rangka menumbuh kembangkan industri pedesaan, langkah

pemerintah untuk menunjang usaha tersebut adalah dengan memberikan

bantuan. Usaha pemerintah untuk memajukan klaster cor logam tersebut

melalui beberapa tahapan yaitu tahap pertama, berupa pendirian PT.

Mein Contractor, pada awal tahun 1973, yang berlokasi di Batur dengan

usaha memproduksi kaki mesin jahit. Dalam hal ini pemerintah berusaha

untuk mendorong kerjasama antara para pelaku usaha cor logam dengan

asosiasi pabrik mesin jahit di Indonesia. Tahap kedua, yaitu dimulai pada

awal 1975 melalui proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil

(BIPIK) di lingkungan Dirjen Industri Logam dan Mesin, yakni berusaha

untuk meningkatkan hasil produk dengan memberikan berbagai peralatan

permesinan (Koperasi Batur Jaya, 2000).

Pada tahun 1974 atas inisiatif dari para tokoh masyarakat Ceper,

dimana salah satunya adalah Ibu Rumini dan Bapak Margono telah

menggagas pembentukan koperasi. Pembentukan koperasi ini tidak

lepas juga dari dukungan pemerintah yang menggagas akan memberikan

bantuan peralatan kepada para pelaku usaha cor logam. Setelah melalui

pembahasan yang cukup panjang akhirnya pada tanggal 23 Juli tahun

1976 terbentuklah Koperasi yang dinamakan KOPERASI PUSAT

PERMESINAN PENGERJAAN LOGAM BATUR JAYA, dengan jumlah

pelaku usaha usaha kurang lebih 103 pengusaha (Koperasi Batur Jaya,

2004). Dalam perkembangan koperasi saat ini (2010) jumlah pengusaha

Page 5: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

191

sebanyak 224 pengusaha dimana yang tidak aktif kurang lebih 25%.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Anas Yusuf :

“Saat ini (2010) jumlah anggota koperasi sebanyak 224

pengusaha, yang aktif sekitar 171 pengusaha sedangkan yang

tidak aktif produksi sekitar 25 %. Syarat untuk menjadi anggota

Koperasi sangat mudah hanya ijin dan memiliki Nomor Pengusaha

Wajib Pajak (NPWP) dan membayar iuran wajib anggota.

Koperasi Batur Jaya dibentuk sebagai wadah yang bertujuan

memajukan usaha cor logam di wilayah ini. Dibentuknya

koperasi dengan harapan dapat membantu para pengusaha dalam

mengembangkan usaha melalui kegiatan bersama”.

Koperasi Batur Jaya merupakan wadah pembentukan modal sosial

karena merupakan tempat pembinaan anggota yang bertujuan untuk

peningkatan kualitas sumber daya anggotanya. Sebagaimana yang

disampaikan oleh Yuli sebagai berikut :

“Beberapa pengusaha yang baru memulai usahanya

dapat meminta bantuan pada koperasi untuk mendapatkan

order. Koperasi ini juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan

berupa pemberian pelatihan yang bekerjasama dengan Yayasan

Dharma Bhakti Astra, ATMI Surakarta, POLMAN, GTZ

dan masih banyak lagi. Pelatihan yang diadakan, diantaranya

adalah pelatihan manajemen, analisa gambar, teknik-teknik

pembuatan cor logam, ecoeffisiensi, produksi bersih. Pelatihan ini

bertujuan agar para anggota dapat meningkatkan ketrampilan

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 6: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

192

dalam melaksanakan tugas-tugas mereka di perusahaan cor

logam sehingga kualitas produk yang dihasilkan meningkat pula.

Disamping itu, para pengusaha melalui pelatihan manajerial

diharapkan mampu meningkatkan kemampuan manajerial

mereka”.

Dari kalangan para pengusaha muncul berbagai tanggapan mengenai

keberadaan koperasi tersebut. Sebagian besar berpendapat bahwa koperasi

sangat membantu dan bermanfaat. Berbagai keuntungan bisa didapat

dengan cara masuk sebagai anggota koperasi. Keuntungan tersebut dapat

berupa jatah order, pelatihan manajemen, dan proses pembuatan cor logam

secara lebih baik, termasuk merancang gambar serta memperkirakan

bahan. Meskipun demikian, masih ada beberapa pengusaha yang lain

berpendapat bahwa keberadaan koperasi tidak begitu menguntungkan

beberapa pihak. Pembagian order seringkali tidak merata dan hanya

kalangan tertentu saja yang banyak mendapatkannya. Namun masih ada

pula yang berpendapat bahwa meskipun tidak mendapatkan order namun

bermanfaat dalam hal memperoleh rekomendasi yang berguna untuk

mendapatkan kredit dari Perbankan (Susi, 1989).

Dalam periode pertumbuhan, peningkatan peranan koperasi sangat

pesat karena disamping pertumbuhan ekonomi sangat mendukung,

keberpihakan pemerintah baik dalam penyediaan bahan baku melalui

Krakatau Steel maupun dukungan pasar melalui order dari pemerintah

seperti dari Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan

maupun Departemen Perhubungan serta dari perusahaan swasta. Demikian

juga pembinaan klaster cor logam langsung ditangani oleh Departemen

Perindustrian. Hal tersebut menyebabkan modal sosial pelaku usaha

Page 7: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

193

pada waktu tersebut sangat tinggi baik berupa kepercayaan, kepedulian,

ketaatan terhadap norma maupun keterlibatan dalam organisasi.

Tingginya modal sosial tersebut banyak dipengaruhi oleh fasilitas

yang diberikan oleh koperasi kepada anggotanya dalam bentuk order,

pelatihan-pelatihan dan pengenalan teknologi, yang berdampak pada

kepercayaan, kebersamaan, ketaatan dan kepedulian masyarakat baik

terhadap sesama, organisasi maupun pemerintah sangat tinggi. Demikian

pula dukungan dari pemerintah pusat yang memberikan fasilitas peralatan

dan bantuan modal kepada koperasi Batur Jaya. Fasilitas tersebut telah

membuat koperasi semakin tumbuh berkembang dari tahun ke tahunnya.

Akhirnya keberhasilan membangun modal sosial pada koperasi Batur Jaya

tidak terlepas dari peranan para pengurus koperasi, khususnya pada awal

pembentukannya. Para pengurus koperasi harus mengeluarkan tenaga

dan biaya ekstra untuk meyakinkan para anggota dan pihak ekternal

membantu koperasi. Disamping juga manajemen koperasi dilakukan

secara transpran kepada seluruh anggota.

Meskipun koperasi bermanfaat bagi anggotanya namun perannya

mulai memudar karena ketidakpercayaan anggotanya. Sebagaimana yang

dinyatakan oleh Suyitno :

“Keberadaan koperasi ini memberikan kontribusi

yang besar bagi kelangsungan produksi mengingat koperasi

ini sering mengadakan pelatihan-pelatihan dan memberikan

order bagi anggota. Namun belakangan peran semakin

terpinggirkan karena adanya ketidakpercayaan dan

persaingan usaha yang tidak sehat diantara anggota koperasi

sendiri. Kondisi industri pengecoran logam mengalami

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 8: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

194

penurunan aktivitas produksi tepatnya sejak tahun 1995 dan

mencapai puncaknya pada krisis ekonomi tahun 1998”.

Krisis moneter pada tahun 1998 berdampak pada menurunnya

pasar dan naiknya harga bahan bakar dituding sebagai faktor utama

dari permasalahan ekonomi tersebut. Para pengusaha cor logam, mulai

mengembangkan usahanya agar tidak mati. Dengan berbagai cara, antara

lain peningkatan mutu, teknologi, penurunan harga yang dilakukan secara

pribadi bukan dalam bentuk kelompok (koperasi). Akibat dari kondisi

ekonomi yang memburuk, maka modal sosial masyarakat menjadi rendah.

Tingkat kepercayaan anggota terhadap koperasi juga rendah,

karena Koperasi dianggap sebagai sampingan saja. Sementara agar usaha

berjalan maka modal sosial yang sudah terbentuk mulai ditinggalkan.

Rasa curiga, banting harga, persaingan lainnya yang tidak sehat diatara

pelaku usaha sudah menjadi pemandangan biasa di Ceper. Dampak dari

kemajuan teknologi tersebut juga menyebabkan modal sosial dari pelaku

usaha yang mempunyai teknologi tinggi cenderung rendah. Karena tidak

membutuhkan pelaku usaha yang lain, berdampak pada keluarnya pelaku

usaha tersebut dari kelompok atau Koperasi Batur Jaya.

Pada tahun 1970, karena dorongan permintaan pasar dan

ketersediaan teknologi tungku pembakaran yang lebih modern yaitu

tungku kupola, maka para anggota merasakan akan lebih menguntungkan

apabila mempunyai dapur pembakaran sendiri. Oleh karena itu, satu-

persatu para anggota mulai membeli tungku sendiri. Dampaknya adalah

bahwa pengusaha tidak lagi menggantungkan order dari koperasi dan

mampu mencari order sendiri. Berdasarkan kondisi tersebut, disepakati

dalam rapat koperasi bahwa untuk tetap membangun kebersamaan dalam

Page 9: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

195

berusaha, maka koperasi hanya akan melaksanakan order yang sifatnya

pesanan dalam jumlah besar. Koperasi tidak diperbolehkan menjadi

kompetitif dari anggota sendiri. Salah satu order dalam jumlah besar

adalah order dari PT. Kereta Api Indonesia (KAI) berupa rem blok kereta

api. Sedangkan order-order yang lain dan macam produknya sangat

bervariasi, dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan di Ceper yang

merupakan anggota Koperasi.

Dalam perjalanannya kebutuhan diversifikasi produk menjadi

sangat penting dikarenakan permintaan pasar akan variasi produk

semakin banyak dengan kualitas produk yang terstandar maka dibutuhkan

adanya teknologi tungku dapur yang lebih modern yaitu tungku induksi.

Anggota menyarankan koperasi untuk membeli tungku tersebut. Namun

berdasarkan rapat anggota koperasi keputusan untuk membeli tungku

induksi tidak disetujui. Akhirnya para anggota yang cukup besar usahanya

membeli tungku induksi sendiri. Hal tersebut, berdampak pada tingkat

ketergantungan anggota kepada koperasi semakin rendah. Dari aspek

modal sosial berdampak pada menurunnya modal sosial anggota terhadap

koperasi.

Agar modal sosial anggota tidak semakin menurun, maka para

pengurus melakukan aktivitas yang mendorong modal sosial, dalam

bentuk arisan haji, pelatihan dan pembagian fee yang adil. Dari upaya

para pengurus koperasi tersebut menimbulkan dampak positif berupa

peningkatan modal sosial anggota khususnya untuk kegiatan blok rem

maupun kegiatan sosial lainnya. Di satu sisi para anggota tetap menjalankan

usahanya masing-masing yang terlepas dari Koperasi Batur Jaya. Dampak

yang terjadi adalah adanya dualisme modal sosial. Berkaitan dengan jenis

usaha blok rem, masih dilakukan dengan kerjasama dan kebersamaan.

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 10: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

196

Tetapi untuk produk-produk lain, terjadi penurunan kepercayaan dan

kepatuhan terhadap norma, dengan adanya persaingan harga diantara

pelaku usaha di Ceper.

Meskipun demikian dibandingkan dengan klaster-klaster logam

yang lain di Jawa Tengah, misalnya knalpot di Purbalingga ataupun logam

kuningan di Pati maka modal sosial klaster cor logam di Klaten masih

cukup bagus. Peranan koperasi dalam membangun modal sosial, yang

berdampak pada peningkatan kesejahteraan angggota masih cukup besar.

Pembentukan Modal Sosial melalui Pola Subkontrak

Pada tahun 1985, ketika terjadi pesanan dalam jumlah besar,

banyak buruh pekerja yang mendirikan usaha sendiri dan berlaku

sebagai subkontrak dengan perusahaan yang lama. Demikian pula, karena

kebanjiran order maka beberapa pengusaha mengajak saudaranya untuk

mendirikan perusahaan baru sebagai subkontrak karena order tidak

sanggup diselesaikan sendiri. Dalam kaitan dengan order dari luar, maka

perusahaan besar yang ada di Ceper tersebut juga merupakan subkontrak

dari perusahaan besar tingkat Nasional, misalnya perusahaan Astra, Kubota,

dan lain-lain. Ada empat faktor yang mendorong berkembangnya praktek

subkontrak, yaitu: full capacity subcontracting, yaitu praktek subkontrak yang

timbul karena kontraktor menghadapi kegiatan yang melebihi kapasitas

produksinya (peak load) ; specialized subcontracting, yaitu praktek subkontrak

yang timbul karena para kontraktor mengetahui adanya sejumlah sub

kontraktor yang ternyata memiliki mesin/ alat khusus dan atau keahlian

khusus untuk membuat komponen tertentu; marginal subcontracting, yaitu

kontraktor memberi order kepada subkontraktor karena barang yang

Page 11: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

197

dipesan terlalu sedikit jumlahnya atau jarang dipesan secara reguler; cost

saving subcontracting, yaitu kontraktor memberi order karena adanya biaya

yang lebih rendah di pihak subkontraktor (Saleh, 1986).

Para kontraktor menyerahkan pekerjaan kepada sub kontraktor

dilandasi oleh modal sosial berupa kepentingan untuk melakukan

kerjasama dalam pemenuhan order dan kepercayaan. Biasanya pekerjaan

hanya akan dibagi kepada para subkontraktor yang sudah terbiasa bekerja

selama ini. Masing-masing kontraktor sudah mempunyai sub kontraktor

sendiri-sendiri.

Dalam rangka memupuk modal sosial dengan subkontraktor, maka

kontraktor melakukan beberapa kegiatan antara lain arisan, bantuan

pembinaan dan bantuan alat. Kontraktor, selain membagi order juga

memberikan pembinaan teknologi dan mengajarkan tentang pengecoran

yang baik kepada sub kontraktor. Sistem ini mempunyai sisi positif

dan negatif bagi subkontraktor. Positif berupa order dan pembinaan

dari kontraktor kepada subkontrak secara rutin dan terus-menerus.

Tetapi mempunyai sisi negatif berupa harga yang masih bergantung

dengan kontraktor. Kontraktor cenderung menguasai sub kontraktor

yang ada, terkadang pembayaran terlambat sehingga mengganggu bagi

subkontraktor yang merupakan perusahaan kecil. Namun keuntungan

bagi subkontraktor dengan bekerjasama kontraktor akan menjawab

kesulitan pasar, alih teknologi dan pengetahuan, bahan baku serta modal.

Bagi kontraktor sendiri melakukan hubungan kerja dengan subkontrak

berarti bisa menghindari kebutuhan investasi lahan, peralatan, fluktuasi

permintaan dan ongkos produksi (Purbasari, 1997).

Perkembangan cor logam yang cukup tinggi pada tahun 1980

membuka kesempatan tenaga kerja yang cukup banyak. Buruh kerja

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 12: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

198

tidak hanya berasal dari desa setempat, namun sebagian besar datang dari

kabupaten lain. Bagi tenaga-tenaga terampil terbuka kesempatan luas

untuk mengembangkan dengan terlebih dahulu bekerja di perusahaan

untuk kemudian membuka perusahaan sendiri. Sebagaimana yang

dinyatakan oleh Yuli :

“Pengusaha mula-mula memberikan pekerjaan

khusus kepada buruh kerja yang dianggap terampil dan dapat

dipercaya. Karena dianggap baik, maka pengusaha tersebut

memberikan kesempatan kepada pekerja khusus tersebut untuk

mewakili perusahaannya dalam kegiatan bisnis. Ketika order

semakin besar, maka pekerja khusus tersebut disuruh mendirikan

perusahaan baru sebagai subkontraktor. Makin banyak tenaga

kerja yang dapat dipercaya maka para subkontraktor juga

semakin bertambah. Akhirnya para subkontraktor membentuk

jaringan usaha yang sifatnya non formal. Diantara para sub

kontraktor sering mengadakan pertemuan untuk membahas

bisnis dan pengembangan teknologi. Dalam pertemuan tersebut

dihadiri pula oleh kontraktor yang dulunya sebagai juragan

mereka. Modal sosial para sub kontraktor cukup tinggi, termasuk

hubungan subkontraktor dengan kontraktor”.

Selain modal sosial antara subkontrak dengan kontraktor terdapat pula

modal sosial antara pimpinan dan karyawan. Pada klaster cor logam Ceper

khususnya pada industri kecil, modal sosial pimpinan dan karyawan relatif

tinggi. Hubungan pimpinan dan karyawan relatif dekat karena jumlah

Page 13: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

199

karyawan yang relatif lebih kecil. Mereka sering mengadakan pertemuan-

pertemuan antara pimpinan dan karyawan. Hal-hal yang dibahas antara

lain: disiplin kerja, peningkatan mutu, kecepatan kerja, pemeliharaan

mesin, kebersihan lingkungan, rasa memiliki, kesulitan pekerja, rasa

kebersamaan dan keselamatan kerja (Salam, 2000). Keberadaan modal

sosial yang tinggi tersebut, menyebabkan para pengusaha berusaha

tidak melakukan PHK terhadap karyawannya meskipun kondisi krisis.

Langkah yang dilakukan para pengusaha cor logam, dengan melakukan

penghematan biaya produksi, dalam bentuk penghematan bahan baku,

penggunaan limbah bahan baku dan model penggajian dengan sistem

borongan.

Pembentukan Modal Sosial melalui Kemitraan

Kegiatan kemitraan di Kecamatan Ceper diperkirakan mulai berjalan

pada tahun 1990. Ditandai dengan kegiatan Yayasan Dharma Bhakti Astra

(YDBA) memberikan pelatihan teknis/ manajerial dan keuangan kepada

unit-unit kecil, menengah serta koperasi. Koperasi yang pertama kali

mendapatkan pelatihan tersebut adalah Batur Jaya sedangkan pengusaha

kecil yang pertama kali mendapatkan pelatihan adalah PT. Baja Kurnia.

BUMN dan perusahaan besar skala nasional tersebut merupakan bapak

angkat dari program inti plasma antara perusahaan besar dengan

perusahaan kecil di cor logam Ceper.

Sebagaimana Eriyatno (1997) mengemukaan bahwa ada 4 aspek

penting yang digunakan dalam pembentukan kemitraan, yaitu: aspek

bisnis untuk menjamin kelayakan usaha, aspek kesejahteraan sosial untuk

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 14: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

200

menjamin manfaat usaha, aspek partisipasi untuk menjamin keberlanjutan

dan aspek teknologi untuk menjamin teknik dan mutu produksi (kualitas

produksi).

Oleh karena itu, untuk membangun 4 hal tersebut, dibutuhkan

adanya modal sosial yang kuat dari para pelaku usaha cor logam yang

merupakan plasma. Menurut Salam (2000), bentuk penguatan modal

sosial dilakukan dalam bentuk pembinaan berupa pelatihan, magang,

alih teknologi dan bantuan promosi. Diharapkan dengan pembinaan,

terjalin kerja sama yang harmonis disamping adanya kualitas produk

yang memenuhi syarat pembeli. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh

BUMS (Badan Usaha Milik Swasta), antara lain: BUMS sebagai bapak

angkat memberikan pembinaan berupa: pelatihan, (misal dilakukan oleh

PT. Astra Internasional), magang, pembinaan/ penyuluhan, penyediaan

prototipe/ desain peralatan atau produk, penyediaan sarana promosi

dan informasi. Penyediaan sarana pameran, penerbitan buletin tentang

informasi teknologi (sebagai contoh buletin yang diterbitkan oleh YDBA

yang merupakan media informasi dan komunikasi usaha kecil dan

menengah).

Perkuatan bidang manajemen yang dilaksanakan oleh Pusat

Pengembangan Manajemen Astra (PPMA) yang dilaksanakan dalam 2

(dua) tahap yang pertama adalah melalui pelatihan standar manufaktur

Astra dengan membaurkan peserta dari industri kecil dengan karyawan

Astra setingkat Foreman dan Penyelia (supervisor), dengan demikian

diharapkan pola berpikir, motivasi kerja peserta dari industri kecil akan

dapat terbentuk seperti karyawan Astra. Dan yang kedua adalah melaui

pelatihan dengan memberikan bimbingan teknis di tempat kerja industri

kecil binaan yang dilakukan oleh instruktur PPMA.

Page 15: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

201

Sedangkan Training Center PT. United Tractor (UT) yang mengadakan

pelatihan teknologi, khususnya teknik pengelasan plat dengan ketebalan 6

mm misalnya. Metoda yang digunakan hampir sama dengan pengembangan

manajemen, yaitu terdiri dari 3 (tiga) tahapan: pelatihan teori dan praktek

pengelasan selama 10 hari, magang selama 30 hari dan bimbingan teknis 2

(dua) kali di tempat kerja industri kecil.

Sesuai dengan penjelasan-penjelasan di atas, nampak bahwa proses

institusionalisasi formal dalam usaha bersama pada industri cor logam

di Ceper mengalami proses transformasi modal sosial. Sebelum koperasi

terbentuk, pelaku usaha menjalankan bisnis dengan dukungan keluarga,

kerabat dan lingkungan terdekat dalam bentuk relasi yang saling

mendukung, tidak ada perbedaan relasi sosial dan relasi ekonomi. Setelah

koperasi terbentuk, terjadi interaksi dan perubahan relasi, di mana relasi

sosial masih berjalan tanpa hambatan, namun relasi ekonomi dalam

bentuk koperasi berubah, selain munculnya kerjasama terbatas dengan

pertimbangan ekonomis, terjadi persaingan laten yang sangat kuat,

terjadi ketimpangan relasi dan muncul ketidakpercayaan. Ada kelemahan

mendasar di mana para pelaku usaha menjadi sangat oportunistik, menilai

kerjasama dari untung rugi sesaat. Seperti halnya pada hubungan plasma

inti, atau subkontrak, pilihan yang didasari sifat oportunistik sangat

kentara, meskipun di sisi lain muncul keuntungan-keuntungan usaha.

Dengan demikian, ada faktor penghambat dan pendukung dari institusi

formal terhadap modal sosial dalam mendukung perkembangan klaster

sebagaimana gambar 7.1.

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 16: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

202

Gambar 7.1 Faktor Penghambat dan Pendukung Institusi Formal Terhadap Modal Sosial

Pembentukan Modal Sosial melalui Lembaga Non Formal

Pembentukan modal sosial melalui lembaga non formal dapat

dilakukan melalui beberapa cara diantaranya: melalui keluarga dan melalui

berbagai pertemuan sosial. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial Pada Klaster Logam Ceper Klaten

162

dalam bentuk koperasi berubah, selain munculnya kerja sama terbatas dengan pertimbangan ekonomis, terjadi persaingan laten yang sangat kuat, terjadi ketimpangan relasi dan muncul ketidakpercayaan. Ada kelemahan mendasar di mana para pelaku usaha menjadi sangat oportunistik, menilai kerjasama dari untung rugi sesaat. Seperti halnya pada hubungan plasma inti, atau sub kontrak, pilihan yang didasari sifat oportunistik sangat kentara, meskipun di sisi lain muncul keuntungan-keuntungan usaha. Dengan demikian, ada faktor penghambat dan pendukung dari institusi formal terhadap modal sosial dalam mendukung perkembangan klaster sebagaimana gambar 7.1.

Gambar 7.1 : Faktor Penghambat dan Pendukung Institusi Formal Terhadap Modal Sosial

Pembentukan Modal Sosial melalui Lembaga Non Formal

Pembentukan modal sosial melalui lembaga non formal dapat

keluarga - ikatan

kelompok -jaringan

Norma dan nilai sosial - pedoman

politik = kolusi

keluarga = kolusi

norma dan nilai=keadilan

politik = fasilitasi kebijakan

institusi = sub kontrak, promosi

jaringan = kursus, latihan, bantuan kelompok =

partisipasi

transformasi relasi, nilai,

norma

jaringan = bisnis kelompok = kolusi

pra institu sional

institu sional isasi

Destruktif ; gagal

konstruktif ; new

konsep

Norma dan nilai = keadilan, transparan

institusi = saluran

pendukung penghambat

Modal Sosial Baru

Modal Sosial Bounding

Modal Sosial Bridging dan Linking bonding

Page 17: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

203

Pembentukan Modal Sosial Melalui Keluarga

Suyitno (informan kunci) yang adalah mantan Kepala Perindustrian

Kabupaten Klaten, mengatakan bahwa perusahaan cor logam di Batur

dan Ceper bisa disebut sebagai perusahaan keluarga. Pada awalnya

perusahaan itu cukup dikerjakan oleh anggota keluarga dan dibantu oleh

para tetangganya. Aset masih terbatas dan omset penjualan masih bisa

dilakukan oleh keluarga. Perusahaan cor logam dimulai + 1940an sebagai

generasi pertama dan tahun 1970an sebagai generasi kedua dan tahun 1990

sebagai generasi ketiga. Lebih lanjut ia mengatakan apabila diruntut dari

perjalanan regenerasi pengecoran sangat bervariasi. Sebagian pengusaha

menerima estafet kepemimpinan langsung dari orang tua dengan segenap

kondisi perusahaan, mulai dari mesin, modal, dan uang, dan bahkan

sekaligus dibuatkan perusahaannya. Sebagian besar budaya kerja yang

dilakukan oleh para penerusnya meniru apa adanya sebagaimana yang

telah diwarisi dari orang tuanya. Bahkan pelanggan dan produk lama yang

masih ada juga diwariskan, akibatnya produk tersebut adalah produk lama

yang terkadang sulit bersaing di pasar (Badaruddin, 2010).

Pekerjaan sebagai pengusaha cor logam itu seringkali telah berjalan

secara turun temurun, artinya usaha cor logam dari ayah, diturunkan

kepada anak-anaknya sejak jaman sebelum penjajahan Belanda sampai

kemerdekaan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jika pengusaha

merasa kurang mampu lagi mengelola perusahaannya, lalu mereka

memberikan estafet kepemimpinannya kepada anak-anaknya, dan orang

tua memberikan fasilitas mulai dari modal, pelanggan, peralatan, dapur

pengolahan dan tanah untuk pengembangan (Badaruddin, 2010).

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 18: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

204

Sebagai contoh adalah keluarga alamarhum Mashudi yang menyuruh

anak-anaknya ikut bekerja, mendidik cara bekerja dan memberi tanggung

jawab pekerjaan terhadap anak-anaknya. Salah seorang anaknya bernama

Muslikah, yang menerima warisan usaha dari alm. Mashudi, juga

mengatakan bahwa setelah anaknya berumah tangga maka juga akan

diajari tentang proses pengecoran, mencari bahan dan menjualnya. Jika

dirasa anaknya telah bisa bekerja, maka orang tua akan mempersilahkan

anaknya untuk bekerja sendiri (Badaruddin, 2010).

Perusahaan keluarga akan diwariskan kepada salah seorang anaknya.

Meskipun demikian, anak yang lain juga diberi bantuan modal untuk

mendirikan usaha cor logam baru. Sehingga banyak pengusaha cor logam

di Ceper masih ada hubungan saudara satu dengan yang lain. Beberapa

perusahaan berbentuk subkontrak yang menghubungkan perusahaan

orang tua sebagai perusahaan inti dan perusahaan-perusahaan anaknya

sebagai sub kontrak. Sebagaimana yang disampaikan Nunik (istri Didik

yang juga salah satu pemilik PT. Suyudi Sido Maju):

“Keluarga saya terdiri dari 6 bersaudara. Pada waktu orang

tua masih hidup, anak-anaknya disuruh membantu perusahaan

sebagai tenaga serabutan, baik sebagai administrasi, sopir, supervisi

pabrik dan lain-lain. Sehingga waktu anak-anaknya berumah

tangga, masing-masing anak diberi modal untuk mendirikan

perusahaan sendiri. Perusahaan orang tua yang bernama PT.

Suyudi Sido Maju kemudian diserahkan kepada salah satu anaknya

untuk meneruskan. Setelah itu PT. Suyudi Sido Maju berperan

sebagai perusahaan induk, sedangkan perusahaan anak-anak yang

lain merupakan subkontrak atau istilahnya departemen. Terdapat

Page 19: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

205

3 perusahaan dibawah PT. Suyudi Sido Maju, yaitu PT. Dika

Masra, PT. Daya Cipta Utama dan PT. Putra Suyudi”.

Order perusahaan keluarga didapat dari perusahaan induk dan

tempat lain. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Didiek Parmadi yang

merupakan suami Nunik dan menjabat direktur PT. Dika Masra :

“Selama ini order didapatkan dari perusahaan induk

(Suyudi Sido Maju). Namun, tidak menutup kemungkinan

mendapatkan order dari tempat lain. Pada dasarnya masing-

masing perusahaan, mempunyai produk yang berbeda satu

dengan yang lain sehingga bisa saling melengkapi. Namun ada

pula yang produknya sama, misalnya pompa air dari Panasonik.

Beberapa saudaranya juga menjadi subkontraktor untuk pompa

air Panasonik. Dalam membangun kebersamaan, keluarga sering

sekali mengadakan pertemuan keluarga, yang biasanya dalam

pertemuan keluarga tersebut juga membahas masalah bisnis”.

Disamping model perusahaan keluarga, dimana perusahaan orang

tua sebagai induk dan anak-anaknya sebagai cabang/departemen, terdapat

pula model perusahaan keluarga yang tidak menginduk pada salah satu

perusahaan orang tua. Sebagai contoh adalah perusahaan Sidodadi Jaya.

Sebagaimana diceritakan Bambang (informan kunci) :

Narno Wiryono merupakan kakek saya adalah mantan

direktur Sidodadi Jaya yang mempunyai 6 orang anak. Dari

6 orang anak tersebut, 4 orang anaknya mempunyai usaha

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 20: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

206

pengecoran, 1 orang pedagang bahan baku dan 1 orang lagi dulu

pengecoran tetapi karena tutup berubah menjadi pendidikan.

Perusahaan anak-anaknya adalah: Bonjor, Inti Baja, Solo

Casting, Sidodadi Jaya, Rekacipta Indopertama dan Pedagang

Bahan Baku. Dari 4 perusahaan tersebut, produknya masing-

masing perusahaan berbeda-beda meskipun ada pula yang sama.

Keempat perusahaan tersebut berdiri sendiri-sendiri, dan bukan

merupakan perusahaan cabang dari Sidodadi Jaya. Sidodadi

Jaya juga masih ada sampai sekarang, yang kebetulan dipegang

oleh salah satu paman saya. Meskipun demikian, mereka tetap

menjalankan kerja sama bisnis diantara mereka.

Dalam memulai usaha para pengusaha seringkali mendapat dukungan

dari keluarga baik dalam belajar berusaha, pemberian modal, jejaring,

order maupun dalam bentuk bantuan produksi, karena perusahaan baru

untuk mencapai efisiensi diperlukan skala produksi tertentu (Rutten,

2003). Kerjasama dan dukungan dari keluarga merupakan salah satu aspek

penting dari perilaku ekonomi dari para pengusaha. Salah satu indikasi

dari kenyataan adanya hubungan keluarga adalah bahwa ada seperampat

dari para pengusaha (43 keluarga) di Ceper yang ternyata berada dalam

suatu struktur keluarga besar. Beberapa industri besar di Ceper jelas-

jelas dimiliki dan dikelola oleh keluarga, sehingga sebagian kerja dibagi

diantara para keluarganya. Juga dijumpai kasus suatu perusahaan keluarga

yang di pecah-pecah menjadi beberapa perusahaan yang dikelola oleh

anggota keluarga dalam rangka untuk menghindari pajak. Pada umumnya

skema hubungan usaha yang dipengaruhi oleh hubungan keluarga yang

terjadi seperti pada gambar 7.2

Page 21: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

207

Gambar 7.2 Skema Perusahaan Keluarga Cor Logam, Ceper

Keterangan gambar :

1. Mula-mula perusahaan keluarga dilakukan sendiri dan dibantu

para tetangganya, pada umumnya dimulai sekitar tahun 1940, dan

merupakan generasi pertama,

2. Orang tua kemudian menyerahkan estafet perusahaan pada salah satu

anaknya, tetapi anak yang lainnya juga dibantu mendirikan usaha

pengecoran. Perusahaan anak-anaknya kemudian menjadi perusahaan

cabang dari perusahaan orang tua. Kelompok ini merupakan generasi

kedua yang pada umumnya bermunculan di sekitar tahun 1970,

3. Anak-anak yang akhirnya menjadi orang tua, juga mewariskan

pengecoran kepada anak-anaknya termasuk produk dan pelanggan.

Perusahaan orang tua dari generasi pertama tersebut pada akhirnya

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial Pada Klaster Logam Ceper Klaten

166

keluarga) di Ceper yang ternyata berada dalam suatu struktur keluarga besar. Beberapa industri besar di Ceper jelas-jelas dimiliki dan dikelola oleh keluarga, sehingga sebagian kerja dibagi diantara para keluarganya. Juga dijumpai kasus suatu perusahaan keluarga yang di pecah-pecah menjadi beberapa perusahaan yang dikelola oleh anggota keluarga dalam rangka untuk menghindari pajak. Pada umumnya skema hubungan usaha yang dipengaruhi oleh hubungan keluarga yang terjadi seperti pada gambar 7.2

Gambar 7.2 Skema Perusahaan Keluarga Cor Logam, Ceper Keterangan gambar : 1. Mula-mula perusahaan keluarga dilakukan sendiri dan dibantu para

tetangganya, pada umumnya dimulai sekitar tahun 1940, dan merupakan generasi pertama,

2. Orang tua kemudian menyerahkan estafet perusahaan pada salah satu anaknya, tetapi anak yang lainnya juga dibantu mendirikan usaha pengecoran. Perusahaan anak-anaknya kemudian menjadi perusahaan cabang dari perusahaan orang tua. Kelompok ini merupakan generasi kedua yang pada umumnya bermunculan di sekitar tahun 1970,

3. Anak-anak yang akhirnya menjadi orang tua, juga mewariskan

Page 22: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

208

menjadi perusahaan induk, sedangkan perusahaan anak-anaknya

menjadi perusahaan cabang atau istilahnya departemen. Dalam

mendapatkan order, masing-masing perusahaan memperoleh dari

perusahaan induk, meskipun juga diperbolehkan untuk mendapatkan

order ataupun bekerjasama dengan perusahaan lain. Biasanya yang

diajak kerjasama adalah perusahaan yang masih punya hubungan

famili.

Suyitno (informan kunci), mengatakan bahwa hampir semua pelaku

usaha berasal dari satu keluarga. Mulanya orang tua yang mempunyai

usaha, kemudian diteruskan anak-anaknya. Ada pula yang diteruskan

oleh menantu yang berasal dari luar Ceper. Anas Yusuf (informan kunci),

juga mengatakan bahwa beberapa pelaku usaha ada yang berasal dari luar

daerah Klaten, misalnya ayahnya dulunya dari Madiun, ayahnya Yahya

berasal dari Purworejo. Menurut Didik (informan kunci), personil yang

berasal dari luar Ceper biasanya lebih sukses daripada yang berasal dari

Ceper sendiri. Kemungkinan faktornya adalah personil dari luar Ceper

daya juangnya dan jiwa kewirausahaan lebih besar daripada dari dalam

Ceper sendiri.

Sebagai contoh adalah Musa Asy’arie (informan kunci), yang

menyatakan bahwa dorongan usahanya adalah sebagai bagian dari upaya

mengatasi problem ekonomi keluarga. Saat itu ia memasuki dunia usaha

karena situasi “kepepet”. Ia mengatakan ternyata menumpang di komplek

“Mertua Indah” dengan posisi belum bekerja tidak seindah warna aslinya

untuk menghidupi keluarga satu anak, dengan bergantung pada mertua

tidak mungkin lagi, sementara bekal ketrampilan usaha yang dimiliki

minim. Salah satu jalan yang dipilih bekerja sambil kuliah menjadi makelar

Page 23: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

209

dengan menjual produk “pompa kodok”, meskipun tidak berhasil namun

tidak putus asa.

Musa Asy’rie sebagai pengusaha yang bukan berasal dari Ceper

tersebut, akhirnya mendirikan usaha pada tahun 1978 dengan nama PT.

Baja Kurnia. Untuk meraih cita-citanya ia menjual gagasan, semangat,

komitmen, kesungguhan, niat baik dan dapat memberi manfaat bagi

diri dan keuntungan orang lain. Adapun visi usaha dengan upaya

pengembangan melalui perusahaan PT. Baja Kurnia dengan upaya

membangun jaringan kemitraan usaha yang hidup dan menghidupi

sesamanya (Badaruddin, 2004). Musa membangun modal sosial jaringan

baik jaringan internal maupun jaringan eksternal dan membangun

kepercayaan melalui kesungguhan dan niat baik untuk memberi manfaat

bagi diri dan keuntungan orang lain.

Pembentukan Modal Sosial Melalui Pertemuan Sosial

Selain kerjasama bisnis maka pembentukan modal sosial juga dapat

lahir dari pertemuan-pertemuan sosial. Pertemuan sosial yang paling

banyak dilaksanakan adalah kegiatan keagamaan, antara lain pengajian,

pertemuan haji, sholat Jum’atan. Disamping itu juga kegiatan-kegiatan

hajatan, seperti pernikahan, sunatan, dan lain-lain. Menurut Husain

(informan kunci), pelaku usaha di Ceper sering bertemu satu dengan yang

lain. Banyak kegiatan keagamaan yang membuat mereka saling bertemu

satu dengan yang lain. Misalnya setiap Jum’at, mereka ketemu di Masjid

untuk sholat Jum’atan.

Setelah sholat Jum’atan tersebut, biasanya mereka juga membahas

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 24: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

210

tentang bisnis cor logam. Menurut Suyitno (informan kunci), beberapa

konflik yang terjadi di Ceper dapat diselesaikan dengan silaturahmi

melalui pengajian dan kegiatan sosial lainnya. Jarang ada konflik yang

berlarut-larut, semua masalah akan berakhir dengan damai. Karena sistem

kekeluargaan dan kekerabatan masih tinggi menyebabkan pelaku usaha

cenderung tidak terlibat dalam konflik. Kalaupun terjadi konflik, biasanya

tidak akan lama.

Beberapa kegiatan sosial budaya, yang hidup di Ceper diantaranya

sebagai berikut (Baharudin 2010):

1. Tradisi Walimahan

Tradisi walimahan (perkawinan) bagi para pengusaha dapat digunakan

sebagai ajang untuk menunjukkan kemewahan dan meninggikan

status sosial mereka. Walimahan dalam perkawinan anak, biasanya

dilakukan secara besar-besaran (mewah) yang dibagi menjadi dua

tahapan. Pertama, upacara perkawinan biasanya diadakan dirumah

masyarakat Batur sendiri yang dihadiri oleh sanak famili, tetangga dan

teman-teman dekat. Kedua, walimahan biasa dilaksanakan di gedung-

gedung pertemuan di luar daerah seperti Solo atau Yogyakarta, bahkan

di hotel dengan biaya besar. Alasan utama menyelenggarakan resepsi

pernikahan di luar Ceper untuk menghormati tamu berkaitan dengan

bisnis dan popularitas mereka serta dikaitkan dengan harga diri.

Menurut Didik (informan kunci) para pengusaha memanfaatkan

walimahan untuk membangun kerjasama yang lebih erat khususnya

dengan para pengusaha yang berada di luar Ceper. Dalam acara

perkawinan tersebut, tidak menutup kemungkinan undangan yang

merupakan para pengusaha juga melakukan pembicaraan yang

Page 25: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

211

berkaitan dengan kegiatan bisnis cor logam.

2. Tradisi Selamatan.

Selain resepsi pernikahan, ada juga selamatan yang menjadi salah

satu tradisi budaya yang ada di Ceper. Selamatan sering dihubungkan

dengan peristiwa spesifik dalam kehidupan keluarga. Saat pengusaha

cor logam sudah berhasil dan meningkat usahanya, maka diadakan

selamatan, juga ketika memulai bisnis atau saat ada pesanan baru.

Budaya selamatan, diadakan sebagai sarana memperlihatkan

kesyukuran dan kesuksesan bisnis mereka. Dalam acara semalatan,

diundang tetangga terdekat dan teman-teman bisnis ataupun calon

partner bisnis. Tradisi tersebut, dapat meningkatkan modal sosial

diantara pelaku usaha cor logam.

3. Tahlilan

Tahlilan merupakan salah satu budaya agama. Acara tahlilan

biasanya digelar untuk memohon keselamatan bagi mereka yang

meninggal, keselamatan usaha, keselamatan hidup dan sebagai sarana

sadaqah yang benar agar terhindar dari bahaya. Acara tahlil dengan

mengundang tetangga sekitar. Setelah acara selesai, peserta tahlil

masih diberi oleh-oleh sebagai ucapan terima kasih. Upacara tersebut

memiliki pengaruh terhadap anggota masyarakat. Dalam bisnis, tahlil

juga ditujukan untuk membangun modal sosial berupa kepedulian

terhadap orang lain. Disamping tahlil juga menjadi ukuran taat dan

tidaknya anak terhadap orang tua.

4. Salawatan

Salawat yang sering dibacakan adalah Salawat Nariyah, merupakan

doa untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Dilihat dari unsur

keduniaan yaitu agar usaha kerjanya lancar dan terhindar dari bala’

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 26: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

212

dan kejahatan, biasanya dibawakan pada malam Senin. Salawat yang

lain adalah Salawat Tunjinah dimaksudkan agar diberi kelancaran

dalam keberhasilan segala usahanya. Masyarakat meyakini dengan

membaca salawat termasuk amal yang utama yang dilakukan

khusus karena keselamatan akan diberikan kepada yang membaca.

Pelaksanaan salawatan ini hampir seminggu sekali diadakan, sebagai

sarana berdoa agar perusahaan dan pekerja selamat. Biasanya dihadiri

oleh tetangga terdekat, khususnya para pekerja.

5. Yasinan

Yasinan merupakan kegiatan keagamaan yang dilakukan satu minggu

sekali. Dalam yasinan, mendoakan para leluhur yang telah meninggal

dunia, disamping juga digunakan untuk mendoakan dalam keadaan

kesusahan, misalnya ada yang sakit. Dengan yasinan para anak

menunjukkan bakti-nya kepada orang tua dalam bentuk doa. Acara

tersebut, juga digunakan untuk membangun kredibilitas pengusaha

yang mempunyai acara, disamping untuk membangun kebersamaan

dengan pelaku usaha yang lain dan para tenaga kerjanya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa lembaga non formal, seperti

keluarga, kekerabatan, kelompok, jaringan sosial, norma dan aturan

sosial telah memberikan dukungan sangat penting bagi keberlangsungan

usaha. Berbagai macam pola dukungan tersedia, mulai dari pewarisan

sumberdaya, penggunaan sumber daya bersama, magang dengan kerabat

atau kelompok dan forum-forum sosial sangat membantu membangun

kekuatan usaha dan ikatan diantara para pelaku usaha, seperti dijelaskan

pada gambar 7.3.

Page 27: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

213

Gambar 7.3 Pola Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Non Formal maupun Lembaga Formal

Gambaran dari pola pembentukan modal sosial baik melalui

lembaga non formal maupun lembaga formal sebagaimana dijelaskan

di atas, merupakan sebuah dinamika interaksi relasi dan dukungan

sumberdaya antara faktor-faktor sosial non profit yang humanistik dan

faktor-faktor ekonomi berorientasi profit dan bersifat oportunistik.

Masing-masing faktor memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri,

di mana dapat menghambat atau mendukung peran modal sosial. Pada

beberapa kasus, kehadiran institusi formal seperti koperasi menajamkan

kecenderungan penghambat modal sosial, seperti tidak transparan

karena mengutamakan keluarga atau kerabat dalam memberikan order,

akses modal dan sebagainya, meskipun di sisi lain ada manfaat berupa

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non FormalPembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

171

Gambar 7.3 Pola Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Non Formal maupun

Lembaga Formal

Gambaran dari pola pembentukan modal sosial baik melalui lembaga non formal maupun lembaga formal sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan sebuah dinamika interaksi relasi dan dukungan sumberdaya antara faktor-faktor sosial non profit yang humanistik dan faktor-faktor ekonomi berorientasi profit dan bersifat oportunistik. Masing-masing faktor memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri, di mana dapat menghambat atau mendukung peran modal sosial. Pada beberapa kasus, kehadiran institusi formal seperti koperasi menajamkan kecenderungan penghambat modal sosial, seperti tidak transparan karena mengutamakan keluarga atau kerabat dalam memberikan order, akses modal dan sebagainya, meskipun di sisi lain ada manfaat berupa saluran bisnis. Di sisi lain kehadiran kerjasama plasma inti atau kontrak-kontrak tertentu menghasilkan dukungan modal sosial, karena di situ terdapat keuntungan yang dibagi, oportunistik terwadahi dan secara sosial mendukung, sehingga memberikan dampak positif. Pada gambar 7.4 tentang bagan mengenai gambaran proses pembentukan modal sosial

keturunan

Kekerabatan

Perkawinan

jejaring sosial

lembaga-lembaga sosial

forum-forum sosial

relasi sosial

pembagian pasar/order

permodalan keluarga

pola magang kerabat

Usaha Keluarga

Jaringan dan

kelompok

Modal Sosial

Bounding

alat produksi bersama

Pola usaha warisan

pengayaan nilai, norma,

dan relasi

Page 28: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

214

saluran bisnis. Di sisi lain kehadiran kerjasama plasma inti atau kontrak-

kontrak tertentu menghasilkan dukungan modal sosial, karena di situ

terdapat keuntungan yang dibagi, oportunistik terwadahi dan secara

sosial mendukung, sehingga memberikan dampak positif. Pada gambar

7.4 tentang bagan mengenai gambaran proses pembentukan modal sosial

dalam lembaga formal dan non formal.

Gambar 7.4 Bagan Proses Pembentukan Modal Sosial Dalam Lembaga Formal dan Non Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial Pada Klaster Logam Ceper Klaten

172

dalam lembaga formal dan non formal.

Gambar 7.4 Bagan Proses Pembentukan Modal Sosial Dalam Lembaga Formal dan Non Formal

permodalan

magang kerja

peningkatan ketrampilan

jejaring sosial

pembagian pasar/order

alat produksi bersama

persaingan usaha laten

kolusi dalam kelompok

pola usaha kekrabatan

tidak transparan

Pola usaha warisan

norma dan nilai sosial

forum sosial

institusi sosial

keluarga

kerabat

kelompok

koperasi

jaringan bisnis

kontrak bisnis

interaksi nilai,

normai, dan

relasi

institusi non

formal

institusi formal

Modal Sosial klaster

Page 29: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

215

Kesimpulan

Dalam perkembangan klaster cor logam Ceper setelah terbentuknya

koperasi GP3T dan koperasi cor logam “Prasojo” modal sosial mengalami

peningkatan, dan bentuk modal sosialnya adalah Bonding. Tipe

modal sosial bonding, dimana para pimpinan lembaga formal sangat di

“tokoh”kan dan menjadi panutan maka waktu terjadi gejolak G30 S/PKI,

dimana beberapa pengurus dan anggota berafiliasi dengan partai PKI,

maka mengakibatkan koperasi bubar dan akhirnya modal sosial menjadi

rentan, dan mengalami penurunan, karena modal kepercayaan antar

anggota mengalami penurunan.

Kondisi penurunan modal sosial mulai membaik dengan terbentuknya

koperasi Cor logam Baturjaya pada tahun 1976 dan modal sosial tumbuh

lagi setelah adanya fasilitasi dari pemerintah yang lebih besar baik

dalam membuka akses pasar, pengembangan SDM maupun pengadaan

bahan baku dan adanya pola subkontraktor dan pola kemitraan plasma

inti sehingga modal sosial pelaku pada periode ini dapat dikatakan pada

tahap pertumbuhan sangat tinggi baik berupa kepercayaan kepedulian,

ketaatan terhadap norma maupun keterlibatan dalam organisasi. Dalam

perkembangan selanjutnya yaitu pada saat terjadi krisis ekonomi pada

tahun 1998, dimana pasar mengalami penurunan, modal sosial masyarakat

menjadi rendah. dan mulai ditinggalkan dan digantikan dengan rasa

curiga, banting harga, serta persaingan yang tidak sehat diantara pelaku

usaha. Demikian juga adanya tuntutan perubahan tehnologi, beberapa

pengusaha yang semula menggantungkan tungku Koperasi dan berinisiatif

membeli tungku kopola sendiri, sehingga terjadilah dualisme modal .

Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal

Page 30: Bab Tujuh Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

216

Proses institusionalisasi formal dalam usaha bersama juga diiringi

dengan proses transformasi modal sosial. Keberadaan lembaga formal

mengakibatkan terjadinya interaksi dan perubahan relasi seperti

munculnya kerjasama terbatas, persaingan laten, ketimpangan relasi dan

muncul ketidakpercayaan. Ini terjadi karena para pelaku usaha menjadi

sangat oportunistik dan berpikir hanya demi keuntungan sesaat. Dengan

demikian ada faktor pendukung dan penghambat dari institusi formal

terhadap modal sosial dalam perkembangan klaster.

Dari lembaga non-formal, modal sosial juga dapat terbentuk dari

hubungan kerja yang muncul dalam perusahaan-perusahaan yang masih

terikat secara kekeluargaan, orang tua sebagai pusat/inti dan perusahaan

anak-anaknya sebagai sub-kontraknya. Keberadaan pengusaha dari

luar juga mendorong terbentuknya modal sosial jaringan baik jaringan

internal maupun jaringan eksternal dan membangun kepercayaan

melalui kesungguhan dan niat baik untuk memberi manfaat bagi diri dan

keuntungan orang lain. Lembaga non formal, seperti keluarga, kekerabatan,

kelompok, jaringan sosial, norma dan aturan sosial telah memperkuat

keberadaan modal sosial yang telah terbentuk sehingga sangat membantu

membangun kekuatan usaha dan ikatan diantara para pelaku usaha.