bab tiga

19
BAB III PENGARUH PENGGUNAAN OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID PADA KESUBURAN WANITA DITINJAU DARI ISLAM 3.1 Infertilitas Ditinjau dari Islam Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi ( Strigh B, 2005 : 5 ). Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah bersanggama secara teratur 2-3 kali seminggu, tanpa memakai metode pencegahan belum mengalami kehamilan selama satu tahun (Mansjoer, 2004 : 389). 2. Jenis infertilitas Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas primer adalah kalau istri belum pernah hamil walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan dihadapkan pada kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas bulan.

Upload: frank-neal

Post on 01-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: bab tiga

BAB III

PENGARUH PENGGUNAAN OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID PADA

KESUBURAN WANITA DITINJAU DARI ISLAM

3.1 Infertilitas Ditinjau dari Islam

Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun

berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi ( Strigh B, 2005 :

5 ).

Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah bersanggama secara teratur 2-3 kali

seminggu, tanpa memakai metode pencegahan belum mengalami kehamilan selama satu

tahun (Mansjoer, 2004 : 389).

2. Jenis infertilitas

Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas

primer adalah kalau istri belum pernah hamil walaupun bersanggama tanpa usaha

kontrasepsi dan dihadapkan pada kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas

bulan.

Infertilitas sekunder adalah kalau isrti pernah hamil, namun kemudian tidak terjadi

kehamilan lagi walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan dihadapkan kepada

kemungkinan kehamilan selama dua belas bulan.

Struktur keluarga ideal terdiri dari atas suami sebagai kepala keluarga, istri

sebagai ibu rumah tangga, dan anak atau anak-anak sebagai anggota keluarga.

Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga merupakan bagian tak terpisahkan

Page 2: bab tiga

dalam struktur keluarga bahagia.

Dalam pandangan Islam, anak adalah amanah yang harus disyukuri dan

dirawat atas kehadiranya. Anak tidak hanya menjadi pelengkap kehidupan sebuah

keluarga, namun juga harta di masa mendatang. Kelak anak-anak itu yang

mengangkat derajat kehidupan orang tua mereka.1 1 Ganjar Triadi Budi Kusuma,

Bercerai Dengan Indah, h. 33

Salah satu tujuan Syariat Islam adalah memelihara kelangsungan

keturunan atau hifz} an nasab melalui perkawinan yang sah menurut agama.

Pasangan yang mengalami gangguan ovulasi kemungkinan gagalnya

kehamilan lebih tinggi. Mereka akan dianggap mandul, setelah setahun

melakukan hubungan seksual dengan teratur tanpa penggunaan kontrasepsi.

Untuk mendapat keturunan mereka melakukan beberapa usaha.6 Mulai terapi

medis, maupun cara tradisional yang tentu semua upaya tersebut memerlukan

biaya yang tidak sedikit, dan memerlukan waktu, kesungguhan serta kesabaran,

kemungkinan tentu dua, yaitu berhasil atau gagal. Kumpulan Artikel Psikologi Anak, h.

98

Berbagai budaya di belahan dunia masih menggunakan simbol dan upacara adat untuk

merayakan fertilitas ataupun keberhasilan pasangan dalam memperoleh keturunan. Salah

satu upacara yang masih bertahan sampai saat ini ialah adat istiadat melempar beras ke

arah pengantin pria dan wanita. Ada juga yang memberikan rokok, permen ataupun

pensil sebagai ucapan selamat kepada pria yang baru menjadi ayah sebagai antisipasi

kelahiran anak.

Banyak budaya yang masih menjamur terutama ditengah-tengah masyarakat kita yang

menyatakan bahwa suatu ketidaksuburan itu merupakan tanggung jawab wanita.

Page 3: bab tiga

Ketidakmampuan wanita untuk mengandung dihubungkan dengan dosa-dosanya, roh

setan atau fakta yang menyatakan bahwa wanita itu tidak adekuat ataupun sempurna

( Bobak dkk, 2005 : 997 ).

3.2 Bayi Tabung Ditinjau dari Islam

3.2.1 Definisi Bayi Tabung Ditinjau dari Islam

Istilah bayi tabung (tube baby) dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan “In

Vitro Fertilization and Embryo Transfer” (IVF-ET) atau dalam khazanah hukum Islam

dikenal dengan “Thifl al-Anâbîb” atau “Athfâl al-Anbûbah”.

3.2.2 Hukum Penggunaan Teknologi Reproduksi Manusia

Bagi seorang hadhinah (pengasuh) yang menangani dan menyelenggarakan

kepentingan anak kecil yang di asuhnya yaitu adanya kecukupan dan kecakapan yang

memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat tertentu ini tidak dipenuhi satu saja

maka gugurlah kebolehan menyelenggarakan hadhanah-nya. Adapun syarat-syaratnya itu

adalah (Subkhan, 2009) :

1) Berakal sehat

2) Dewasa (baligh)

3) Mampu mendidik

4) Amanah dan berbudi

5) Islam

6) Keadaan wanita (ibu) belum kawin

7) Merdeka

Sebagian ahli Fiqh berpendapat bahwa pengasuhan anak yang paling baik adalah

apabila dilaksanakan oleh kedua orang tuanya yang masih terikat oleh tali perkawinan.

Page 4: bab tiga

Apabila kedua orang tuanya sudah bercerai maka dikembalikan pada peraturan yang ada

(Subkhan, 2009).

Tugas mengasuh lebih diutamakan pada ibunya sampai anak itu mumayyiz. Setelah

anak mumayyiz maka anak tersebut diserahkan kepada pihak yang lebih mampu, baik dari

segi ekonomi maupun dari segi pendidikan diantara keduanya. Jikalau keduanya mempunyai

kemampuan yang sama maka anak itu diberi hak untuk memilih yang mana di antara kedua,

ayah dan ibunya yang ia sukai untuk tinggal bersama. Apabila orang yang menempati urutan

terdahulu terdapat suatu halangan yang mencegahnya dari hak hadhanah, maka hak tersebut

berpindah kepada orang yang menempati urutan berikutnya (Subkhan, 2009).

Seperti yang ditulis dalam Mugniyyah MJ, menurut Ulama Syafi’iyyah urutan orang

yang berhak hadhanah adalah ibu, kemudian ibunya ibu, apabila tidak ada, dengan syarat ada

hubungan waris, kemudian bapak, kemudian ibunya bapak, apabila tidak ada dengan syarat

ada hubungan waris kemudian kerabat dekat dari arah perempuan, kemudian kerabat dekat

dari arah laki-laki (Subkhan, 2009)

Sedangkan menurut Ulama Hanafiyyah adalah pindahnya hak hadhanah dari ibu

kepada ibunya ibu, kemudian ibunya bapak, kemudian saudara perempuan sekandung,

kemudian saudara perempuan seibu, kemudian saudara perempuan sebapak, kemudian anak

perempuan saudara perempuan sekandung, kemudian anak perempuan saudara perempuan

seibu demikian itu hingga sampai kepada bibi (darah ibu) dan bibi (dari ayah) (Subkhan,

2009).

Dan menurut Ulama Malikiyyah pindahnya (hak hadhanah) dari ibu kepada ibunya

ibu, jika tidak ada kemudian bibi dari ibu sekandung kemudian bibi dari ibu yang seibu,

kemudian bibinya ibu (dari arah ibu), kemudian bibinya ibu (dari ayah), kemudian ibu ibunya

bapak, kemudian ibunya bapaknya bapak dan seterusnya (Subkhan, 2009).

Page 5: bab tiga

Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa urutan yang berhak hadhanah

ini dianjurkan adalah seorang ibu atau wanita. Hal ini dapat diartikan bahwa memang di

dalam diri seorang ibu atau wanita memiliki sifat-sifat tertentu yang umumnya tidak dimiliki

oleh ayah ataupun laki-laki seperti perasa, halus, lembut dan penuh kasih sayang.

3.2.3 Alasan Bolehnya Bayi Tabung

Penanaman iman kepada Allah harus dilakukan sejak anak masih kecil, bahkan

sebenarnya tugas orang tua dalam menanamkan keimanan sudah dilakukan ketika memilih

pasangan hidup, menikah secara Islam, etika hubungan suami istri mengikuti cara-cara yang

dicontohkan Rasulullah SAW (Muhyani, 2012).

Tanggung jawab orang tua pada pendidikan anak dimulai ketika anak baru lahir. Nabi

Muhammad SAW sangat menganjurkan pada orang tua untuk melaksanakan kegiatan yang

berkenaan dengan kelahiran bayi. Kegiatan-kegiatan ini adalah (Mahmud dkk, 2013) :

1) Menyambut dengan berita gembira

Islam mengajarkan agar anak yang baru dilahirkan disambut dengan gembira, juga

dianjurkan agar menggembirakan dan membahagiakan seseorang yang melahirkan anak. Hal

ini dimaksudkan untuk membangun dan menguatkan ikatan persaudaraan di antara sesama

muslim. Selain itu, dianjurkan untuk mendoakan ibu dan bayinya.

2) Membisikkan adzan dan iqamah di telinga bayi

Salah satu bentuk pendidikan awal bagi anak adalah membacakan adzan pada telinga

sebelah kanan dan iqamah pada telinga sebelah kiri ketika lahir. Berdasarkan kesepakatan

para ulama, bahwa mengumandangkan adzan dan iqamah pada saat bayi lahir ke dunia

hukumnya adalah sunnah. Keutamaan lainnya dari pelaksanaan ini adalah agar apa yang

pertama-tama menembus pendengaran manusia adalah kalimat-kalimat seruan Yang Maha

Tinggi, yang mengandung kebesaran Tuhan dan syahadat.

3) Tahnik

Page 6: bab tiga

Tahnik adalah memamah kurma, kemudian memasukkan ke mulut bayi. Hal ini

dilakukan untuk melatih anak makan dan minum.

4) Tasmiyah

Memberi nama yang baik pada anak adalah hal yang sangat penting. Nama yang

diberikan membuat pengaruh yang amat besar bagi orang yang diberi nama itu karena secara

tidak langsung nama merupakan doa bagi anak.

5) Akikah

Kata Akikah secara etimologis berasal dari kata aqqa memiliki makna membelah atau

memotong. Sedangkan dalam pengertian terminologis adalah binatang yang disembelih pada

hari ketujuh dari hari kelahiran anak, akan tetapi jika tidak dapat boleh juga disembelih

beberapa hari setelah hari itu, asal anak belum sampai baligh. Untuk anak laki-laki

hendaknya disembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan satu ekor

kambing.

Hikmah dari pelaksanaan akikah adalah merupakan kurban yang dapat mendekatkan

anak kepada Allah swt, mengokohkan tali persaudaraan, sarana yang dapat menghapus

kemiskinan di masyarakat.

6) Mencukur rambut bayi

Nasih Ulwan mengutip pendapat Ibn al-Qayyim, mengatakan bahwa cukuran rambut

anak yang baru dilahirkan mengandung hikmah higienis, karena mencukur rambut anak akan

memperkuat anak itu, membuka selaput kulit kepala, dan mempertajam indera penglihatan,

penciuman dan pendengaran. Selain itu bernilai sosial karena bersedekah dengan emas

sebanyak berat timbangan rambut anak

7) Menyusui

Page 7: bab tiga

Islam memerintahkan agar anak-anak disusui secara langsung oleh ibunya sendiri

dengan memberikan ASI. Karena ASI dianggap sebagai makanan yang lengkap bagi anak,

yang memenuhi syarat-syarat keselamatan dan kesehatan.

8) Khitan

Kata khitan secara etimologis berasal dari kata khatana yang berarti memotong.

Sedangkan secara terminologis khitan adalah membuka atau memotong kulit (quluf) yang

menutupi ujung kemaluan dengan tujuan agar bersih dari najis.

Nasih Ulwan mendeskripsikan tentang tanggung jawab orang tua dalam pendidikan

anak menjadi (Mahmud dkk, 2013) :

1) Tanggung jawab pendidikan iman

Tanggung jawab pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar

keimanan sejak anak mampu berkomunikasi, membiasakannya dengan rukun Islam sejak

anak memahami, dan mengajarkan kepada anak dengan dasar-dasar syariah.

Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa dalam rangka untuk menumbuhkan

kesadaran beragama, hendaklah didasarkan kepada wasiat-wasiat Rasulullah SAW dan

petunjuknya seperti (Muhyani, 2012) :

a. Awali dengan kalimat La Ilaha Illallah

Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda :

“Bacakanlah kepada anak-anak kamu kalimat pertama dengan La Ilaha Illallah (tidak ada

Tuhan selain Allah)”

Rahasianya adalah agar kalimat tauhid dan syiar masuk Islam itu menjadi yang

pertama masuk ke dalam pendengaran anak, kalimat yang pertama diucapkan oleh lisannya

dan lafal pertama yang dipahami anak.

b. Mengenalkan hukum-hukum halal dan haram kepada anak sejak dini

Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa ia berkata :

Page 8: bab tiga

“Ajarkanlah mereka untuk taat kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada Allah serta

suruhlah anak-anak kamu untuk mentaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-

larangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka”

Rahasianya adalah agar ketika akan membukakan kedua matanya dan tumbuh besar,

ia telah mengenal perintah-perintah Allah, sehingga ia bersegera untuk melaksanakannya.

c. Menyuruh anak untuk beribadah ketika sudah memasuki usia 7 tahun

Al-Hakim dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Amr bin Al-Ash r.a dari

Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda :

“Perintahkan anak-anakmu menjalankan ibadah shalat jika mereka sudah berusia tujuh

tahun. Dan jika mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau

melaksanakannya dan pisahkan tempat tidur mereka”

Dalam kaitannya dengan kesadaran religius dalam Islam ajaran yang paling utama

adalah bagaimana anak sadar melaksanakan ibadah terutama shalat, Allah berfirman :

Artinya : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa” (Q.S Taha (20) : 132)

Pada ayat di atas Allah memerintahkan pada orang tua untuk mengajak anak-anaknya

mendirikan shalat dan perlu disadari oleh orang tua bahwa masa kanak-kanak bukanlah masa

taklif (pembebanan syariat), melainkan masa persiapan, pelatihan dan pembiasaan untuk

sampai kepada masa taklif ketika mereka sampai pada usia baligh, sehingga pada masa baligh

mereka sudah memiliki kesadaran religius dalam menunaikan kewajiban-kewajiban agama

mereka.

d. Mendidik anak untuk mencintai Rasul, keluarganya, dan membaca Al-Quran

Page 9: bab tiga

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ali r.a bahwa Nabi SAW bersabda :

“Didiklah anak-anakmu pada tiga hal : mencintai Nabi kamu, mencintai keluarganya dan

membaca Al-Quran. Sebab orang-orang yang ahli Al-Quran itu berada dalam lingkungan

singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya

beserta para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci”

Hadits di atas mengisyaratkan agar anak mampu meneladani perjalanan hidup orang-

orang dahulu, baik mengenai gerakan, kepahlawanan maupun jihad mereka, agar mereka juga

memiliki keterkaitan sejarah, baik perasaan maupun kejayaannya, dan juga agar mereka

terkait dengan Al-Quran baik semangat, metode maupun bacaan.

2) Tanggung jawab pendidikan akhlak

Tanggung jawab pendidikan akhlak adalah serangkaian prinsip dasar moral dan

keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak

yang merupakan buah iman yang kuat dan pertumbuhan sikap keberagamaan yang benar

sejak masa pemula hingga ia menjadi mukalaf, yaitu siap mengarungi lautan kehidupan

(Muhyani, 2012).

3) Tanggung jawab pendidikan jasmani

Tanggung jawab pendidikan jasmani adalah agar anak-anak tumbuh dewasa dengan

kondisi fisik yang kuat, sehat, bergairah, dan bersemangat. Termasuk dalam menyediakan

makanan dan minuman yang sehat dan halal, menyediakan pakaian yang sesuai dengan

syariat Islam, menyediakan tempat tinggal yang baik, dan lain sebagainya (Muhyani, 2012).

4) Tanggung jawab pendidikan psikis

Tanggung jawab pendidikan psikis adalah untuk mendidik anak semenjak mulai

mengerti supaya bersikap berani, terbuka, mandiri, suka menolong, bisa mengendalikan

amarah, dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral secara mutlak serta

terhindar dari sifat-sifat buruk (Muhyani, 2012).

Page 10: bab tiga

5) Tanggung jawab pendidikan sosial

Tanggung jawab pendidikan sosial adalah mendidik anak sejak kecil agar terbiasa

menjalankan perilaku sosial yang utama, dasar-dasar kejiwaan yang mulia yang bersumber

pada akidah Islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam, agar ditengah-tengah

masyaraat nanti ia mampu bergaul dan berperilaku sosial yang baik, memiliki keseimbangan

akal yang matang dan tindakan yang bijaksana (Muhyani, 2012).

6) Tanggung jawab pendidikan intelektual

Tanggung jawab pendidikan intelektual adalah membentuk pola pikir anak dengan

segala sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu-ilmu agama, kebudayaan, dan peradaban

(Muhyani, 2012).

3.2.4 Keterlibatan Donor

3.2.5 Fatwa Ulama Indonesia tentang Bayi Tabung

3.3 Tinjauan Islam mengenai Pengaruh Pengasuhan Orang Tua terhadap Volume

Hipokampus Anak

Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak. Orang tua terutama ibu merupakan

pendidik pertama dan utama bagi anak dalam membentuk pribadinya. Sedangkan ayah

mempengaruhi anaknya melalui sifatnya yang mengembangkan kepribadian, menanamkan

disiplin, memberikan arahan dan dorongan serta bimbingan agar anak tambah berani dalam

menghadapi kehidupan. Apabila anak tumbuh dalam atmosfir yang baik (keluarganya)

memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, maka

anak akan tumbuh seperti apa yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang-orang

disekitarnya. Melihat pentingnya peran keluarga, maka wajib bagi setiap kaum muslimin

untuk membangun keluarga atas dasar kebenaran, keadilan, kasih sayang, tolong menolong,

dan saling hormat menghormati yang dibangun berdasarkan iman (Muhyani, 2012).

Page 11: bab tiga

Berbagai stimulasi yang diberikan oleh orang tua kepada anak akan menentukan

kualitas ikatan emosionalnya. Al-Quran menggambarkan pentingnya hubungan ibu dan anak

pada tahun-tahun pertama kelahiran, terutama melalui pemberian ASI. Tetapi menurut Islam,

tanggung jawab pemberian stimulasi tidak harus sepenuhnya dibebankan pada ibunya.

Tanggung jawab ini dapat dibagi dengan ayahnya, atau dengan orang lain yang mau

membantu proses pengasuhan anak (Hasan, 2006). Seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran :

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Baqarah (2) : 233)

Anak yang kurang mengalami perhatian sosial atau bahkan mengalami kekerasan dari

figur ibu (maternal deprivation), dapat berkembang menjadi seseorang yang penyendiri dan

apatis. Anak bahkan dapat mengalami kekurangan perkembangan intelektual, masalah

perilaku dan gangguan ikatan reaktif (reactive attachment disorder) (Hasan, 2006).

Page 12: bab tiga

Selain itu keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik,

atau gap communication, juga dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental

(mental illness) bagi anak. Oleh karena itu pengasuhan yang dipraktekkan oleh orang tua

dalam keluarga diasumsikan sebagai sumber belajar dan perkembangan anak (Muhyani,

2012).

Dalam hal ini stimulasi positif khususnya yang berasal dari keluarga bersifat penting

karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa orang-orang yang berakal adalah

orang-orang yang memadukan fungsi antara pikiran (korteks) dan perasaan (sistem limbik)

secara maksimum. Peran hipokampus yang merupakan salah satu dari sistem limbik sebagai

pusat memori akan menyimpan kesimpulan proses-proses rasional yang terjadi di korteks.

Proses berpikir lewat penglihatan dan pendengaran yang terjadi di korteks pun bakal masuk

dan tersimpan di hipokampus (Anonim-B, 2013). Dalam proses ini jika stimulasi yang

diberikan buruk maka nantinya pasti akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan

akal anak.

Penelitian tentang anak yatim di panti asuhan yang memiliki program pengasuhan

yang baik, menunjukkan bahwa anak-anak yatim tersebut tidak mengalami maternal

deprivation selama pengasuh-pengasuh pada panti asuhan tersebut memberikan stimulasi

yang dibutuhkan untuk anak, baik fisik maupun emosional (Hasan, 2006).

Sedangkan penelitian sebelumnya yang telah dimulai semenjak tahun 1950an

menunjukkan perawatan anak yang buruk saat anak dirawat dipanti asuhan menunjukkan

akibat yang kurang baik dan bersifat jangka panjang pada perkembangan kognitif, emosi dan

sosial dari seorang anak (Dalimunthe, 2009)

Selain itu, pengalaman traumatis anak mengalami penelantaran dan juga pegasuhan

yang salah sering ditemukan sebagai prediktor munculnya problem psikologis lain di masa

depan, seperti merokok, penyalahgunaan zat dan perilaku seks berisiko (Margaretha dkk,

Page 13: bab tiga

2013). Untuk itu, tak salah jika ada yang berpendapat bahwa keluarga merupakan faktor

utama dalam membentuk anak yang sehat secara mental.