bab "pers" kewarganegaraan xii

19
PERS

Upload: nurul-annisa

Post on 14-Jun-2015

11.177 views

Category:

Education


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

PERS

Page 2: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

Pengertian PersA. Pengertian Secara Umum 

Kata pers berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Press dalam bahasa Latin, pressare yang berarti tekan atau cetak. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara istilah berarti penyiaran yang dilakukan secara tercetak. 

B. Pengertian Menurut Para Ahli 

1) Menurut L. Taufik, seorang ahli jurnalistik, pers adalah usaha-usaha dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota masyarakat terhadap penerangan, hiburen, keinginan mengetahui peristiwa-peristiwa, atau berita-berita yang telah atau akan terjadi di sekitar mereka khususnya dan di dunia umumnya. 

2) Menurut Weiner, seorang ahli jurnalistik, pers memiliki tiga arti. Pertama, wartawan media cetak. Kedua, publisitas atau peliputan. Ketiga, mesin cetak-naik cetak. 

Page 3: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

3) Menurut Oemar Seno Adji, seorang pakar komunikasi, pengertian pers dibagi dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, pers mengandung penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengar jalan kata tertulis. Dalam arti luas, pers adalah semua media komunikasi massa yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang, balk dengan kata-kata tertulis maupun kata lisan. 

4) Menurut J.C.T. Simorangkir, seorang tokoh hukum, pers dibedakan menjadi dua pengertian sebagai berikut. 

     a. Pers dalam arti sempit, artinya hanya terbatas pada pers cetak, yaitu surat kabar, majalah, dan tabloid. 

      b. Pers dalam arti luas, yaitu meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk pers elektronik, siaran radio, dan siaran televisi. 

5) Menurut Mc. Luhan, dalam bukunya Understanding Media mengemukakan pers sebagai the extended of man, yaitu yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dan peristiwa satu dengan peristiwa lain pada momen yang bersamaan. 

Page 4: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

No Sifat Pers Uraian/Keterangan Contoh Negara

1 Liberal Democration Press (Pers Demokrasi

Liberal)

Kebebasan pers dipersepsikan sebagai kebebasan yang tanpa batas. Artinya, kritik dan komentar

pers dapat dilakukan kepada siapa saja, termasuk kepada kepala negara sekalipun. Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon misalnya, tumbang setelah

dihujat habis-habisan pers AS karena skandal "watergate-nya".

Amerika Serikat,

Inggris & negara-negara

Eropa.

2 Communist Press (Pers Komunis)

Terbentuk karena latar belakang pemerintahan negaranya yamg menitikberatkan pada kekuasaan tunggal Partai Komunis. Dengan demikian, suara

pers harus sama dengan suara partai komunis yang berkuasa dan wartawannya adalah orang-orang yang setia kepada partai komunis. Pers komunis umumnya berada di negara-negara

sosialis yang menganut ideologi komunis atau marxisme.

Rusia, Cina, Kuba, Korea Utara, dan lain-lain.

Sifat Pers

Page 5: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

No Sifat Pers Uraian/Keterangan Contoh Negara

3 Authoritarian Press

(Pers Otoriter)

Terlahir dari negara penganut politik fasis, di mana pemerintah berkuasa secara mutlak. Pers otoriter

terjadi pada saat pemerintahan Nazi Jerman (1936-1945) yang sangat terkenal kekejamannya. Pers

dilarang melakukan kritik dan kontrol kepada pemerintah. Pers hanya untuk kepentingan penguasa.

Jerman (di masa Adolf Hitler) dan

Italia (di masa Musolini)

4 Freedom and

Responsibility Press

(Pers Bebas dan Bertanggung jawab)

Istilah ini semula merupakan slogan dari negara negara Barat, yang menginginkan kebebasan pers harus dipertanggungjawabkan kepada kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi, karena negara-negara tersebut masing-masing mempunyai pandangan

berbeda terhadap pengertian bebas. Maka kebebasan pers di setiap negara menjadi berbeda

pula, tergantung pada bobot yang dianut oleh masing-masing negara.

Page 6: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

No Sifat Pers Uraian/Keterangan Contoh Negara

5 Development Press

(Pers Pembang

unan)

Dimunculkan oleh para jurnalis dari negara-negara yang sedang berkembang (developing countries) dengan alasan karena sedang

giat-giatnya melakukan pembangunan. Namun, masing-masing negara tersebut memiliki arah dan tujuan pembangunan yang

berbeda. Untuk menyamakan pandangan terhadap pers pembangunan, Wilbur Schramm memberikan batasan sebagai

berikut.a. Pers harus dapat menciptakan iklim pembangunan di

negaranya.b. Pers harus mampu mengarahkan perhatian masyarakat dari

kebiasaan lama menjadi perilaku yang lebih maju lagi.c. Pers harus mampu memperluas pandangan (cakrawala)

bagi masyarakatnya.d. Pers harus dapat meningkatkan aspirasi dan mendorong

masyarakat berpola pikir ke arah kehidupan yang lebih baik lagi.e. Pers harus bisa memperlebar tukar pikiran (diskusi) dan

kebijakan (policy).f. Pers harus mampu menetapkan norma sosial.

g. Pers harus mampu membantu secara substansial dari semua jenis kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

Indonesia dan

negara-negara Asia,

Afrika, dan

Amerika Latin.

Page 7: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

No Sifat Pers Uraian/Keterangan Contoh Negara

6 Five Foundation Press (Pers Pancasila)

Dilahirkan oleh bangsa lndonesia karena falsafah negaranya adalah Pancasila.

Sampai sekarang belum ditemukan definsi yang tepat. Beberapa tokoh pers

memperkirakan bahwa sifat pers Pancasila itu adalah pers yang melihat segala

sesuatu secara proporsional. Pers Pancasila mencari keseimbangan dalam berita atau

tulisannya demi kepentingan dan kemaslahatan semua pihak sesuai dengan

konsensus demokrasi Pancasila.

Indonesia

Page 8: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

Fungsi Pers1.       Pers sebagai Media Informasi

Media informasi merupakan bagian dari fungsi pers dari dimensi idealisme. Informasi yang disajikan pers merupakan berita-berita yang telah diseleksi dari berbagai berita yang masuk ke meja redaksi, dari berbagai sumber yang dikumpulkan oleh para reporter di lapangan. Menurut Pembinaan Idiil Pers, pers mengemban fungsi positif dalam mendukung mendukung kemajuan masyarakat, mempunyai tanggung jawab menyebarluaskan informasi tentang kemajuan dan keberhasilan pembangunan kepada masyarakat pembacanya. Dengan demikian, diharapkan para pembaca pers akan tergugah dalam kemajuan dan keberhasilan itu.

2. Pers sebagai Media PendidikanDalam Pembinaan Idiil Pers disebutkan bahwa pers harus dapat membantu

pembinaan swadaya, merangsang prakarsa sehingga pelaksanaan demokrasi Pancasila, peningkatan kehidupan spiritual dan kehidupan material benar-benar dapat terwujud. Untuk memberikan informasi yang mendidik itu, pers harus menyeimbangkan arus informasi, menyampaikan fakta di lapangan secara objektif dan selektif. Objektif artinya fakta disampaikan apa adanya tanpa dirubah sedikit pun oleh wartawan dan selektif maksudnya hanya berita yang layak dan pantas saja yang disampaikan. Ada hal-hal yang tidak layak diekspose ke masyarakat luas.

Page 9: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

3. Pers sebagai Media EntertainmentDalam UU No. 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1disebutkan bahwa salah satu

fungsi pers adalah sebagai hiburan. Hiburan yang diberikan pers semestinya tidak keluar dari koridor-koridor yang boleh dan tidak boleh dilampaui. Hiburan yang sifatnya mendidik atau netral jelas diperbolehkan tetapi yang melanggar nilai-nilai agama, moralitas, hak asasi seseorang, atau peraturan tidak diperbolehkan. Hiburan yang diberikan pers kepada masyarakat yang dapat mendatangkan dampak negatif, terutama apabila hiburan itu mengandung unsur-unsur terlarang seperti pornografi dan sebagainya seharusnya dihindari.

4. Pers sebagai Media Kontrol SosialMaksudnya pers sebagai alat kontrol sosial adalah pers memaparkan

peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya dan yang menyalahi aturan, supaya peristiwa itu tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta mentaati peraturan semakin tinggi. Makanya, pers sebagai alat kontrol sosial bisa disebut “penyampai berita buruk”.

5. Pers sebagai Lembaga EkonomiBeberapa pendapat mengatakan bahwa sebagian besar surat kabar dan

majalah di Indonesia memperlakukan pembacanya sebagai pangsa pasar dan menjadikan berita sebagai komoditas untuk menarik pangsa pasar itu. Perlakuan ini menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan akhir pers. Konsekuensinya, pers senantiasa berusaha menyajikan berita yang disenangi pembaca.

Page 10: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

Hak-Hak Pers• Hak 6M : Mencari, Memperoleh,

Memiliki, Menyimpan, Mengolah dan Menyiarkan/Menyampaikan Informasi.

• Hak Tidak Boleh Disensor• Hak Tidak Boleh DiBredel• Hak Tidak Boleh dihalang-halangi

ketika menjalankan tugas jurnalistik• Dalam menjalankan profesinya

mendapat perlindngan hukum• Mendapat Hak Tolak

Page 11: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

Perkembangan Pers di Indonesia

Dr. Krisna Harahap membagi periode perkembangan pers di Indonesia menjadi lima, yaitu :

1)    Era Kolonial sampai dengan tahun 1945.

2)    Era demokrasi Liberal, tahun 1949 - 1959.

3)    Era Demokrasi terpimpin, tahun 1959 - 1966.

4)    Era Orde Baru, tahun 1966 - 1998.5)    Era reformasi, tahun 1998 -

Sekarang.

Page 12: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

A. Era Kolonial ( Sampai dengan tahun 1945)

Belanda membuat UU untuk membendung pengaruh pers, antara lain Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah penjajah Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar/majalah Indonesia yang dianggap berbahaya. Kemudian Haatzai Atekelen, adalah pasal yang memberi ancaman hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda atau sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda.

Di Zaman pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis, orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya tetapi melalui organisasi keagamaan, pendidikan, politik, sebab kehidupan pers pada zaman Jepang sangat tertekan.

Beberapa hari setelah teks proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah terjadi perebutan terhadap perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara Asia di Surabaya, Tjahaja di Bandung, dan Sinar Baroe di semarang. Koran-koran tersebut pada tanggal 19 Agustus 1945 memuat berita sekitar Kemerdekaan Indonesia, Teks Proklamasi, Pembukaan UUD, Lagu Indonesia Raya. Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan kemerdekaan Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara jepang.

Page 13: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

B. Era Demokrasi Liberal (1945 – 1959)

Di era demokrasi liberal, landasan kemerdekaan pers adalah Konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950. Pada pasal 19 Konstitusi RIS 1949, disebutkan “Setiap orang bethak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat”. Kemudian pasal ini juga di cantumkan di dalam UUD Sementara 1950.

Awal pembatasan terhadap kebebasan pers adalah efek samping dari keluhan wartawan lokal terhadap pers Belanda dan Cina, oleh karena itu Negara mencari cara untuk membatasi penerbitan asing di Indonesia, sebab pemerintah tidak ingin membiarkan ideologi asing merongrong UUD, sehingga pemerintah mengadakan pembreidelan pers namun tidak hanya kepada pers asing saja.

Tindakan pembatasan pers terbaca dalam artikel Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan, Ruslan Abdulgani, antara lain….”khusus di bidang pers beberapa pembatasan perlu dilakukan atas kegiatan-kegiatan kewartawanan orang-orang asing….”

Page 14: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

C. Era Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)

Beberapa hari setelah Dekrit Presiden yang menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan penekanan pers terus berlangsung, yaitu penutupan Kantor Berita PIA, Surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po yang dilakukan oleh penguasa perang Jakarta.

Upaya dalam membatasi kebebasan pers tercermin dalam pidato Menteri Muda Penerangan yaitu Maladi dalam sambutan ketika HUT Kemerdekaan RI ke – 14, menyatakan “…Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan Negara, kepentingan bangsa, moral, dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan YME”.

Pada awal tahun 1960, penekanan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Penerangan Maladi, bahwa akan dilakukan langkah-langkah tegas terhadap surat kabar, majalah-majalah, kantor-kantor berita yang tidak mentaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional. Para wartawan harus mendukung politik pemerintah dan pengambialihan percetakan oleh pemerintah.

Page 15: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

D. Era Orde Baru ( 1966 – 1998)

Pemerintahn Orde Baru mencetuskan Pers Pancasila dengan membuang jauh praktik penekanan pers di masa Orde Lama. Pemerintah orde baru sangat mementingkan pemahaman tentang Pers Pancasila. Menurut rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), yang dimaksud Pers Pancasila , adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Hakekat Pers Pancasila, adalah pers yang sehat dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan obyektif, penyalur aspirasi rakyat, kontrol sosial yang konstruktif.

Kebebasan ini di dukung dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 11 tahun 1966, yang menjamin tidak ada sensor dan pembreidelan dan setiap warga Negara punya hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin usaha penerbitan Pers (SIUPP).

Page 16: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

Kebebasn pers ini hanya berlangsung sekitar 8 tahun, sebab dengan terjadinya “Peristiwa Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974) disinyalir disebabkan berita-berita yang terlalu bebas tanpa sensor yang menyiarkan berbagai hal yang dapat menyulut emosi mahasiswa untuk melakukan demontrasi pada pemerintah orde baru. Oleh karena itu beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas dan di ijinkan terbit kembali setelah permintaan maaf. Para wartawan diingatkan untuk mentaati kode etik jurnalistik.

Pers setelah peristiwa malari cenderung pers yang mewakili penguasa, pemerintah atau Negara, pers tidak menjaankan fungsi kontrol sosialnya dengan kritis, mirip dengan di masa demokrasi terpimpin, hanya bedanya di masa Orde Baru, pers dipandang sebagai institusi politik yang harus diatur dan dikontrol.

Page 17: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

E. Era reformasi (1998 – sekarang )

Kalangan pers dapat bernafas lega ketika di era reformasi ini mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU pers tersebut dijamin bahwa kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga Negara (pasal 4). Jadi tidak perlu surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP). Dalam UU ini juga dijamin tidak ada penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana bunyi pasal 4 (ayat 2).

Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki hak tolak, yaitu wartawan utuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. Tujuan Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hak itu dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau menjadi saksi di pengadilan. Tapi hak tolak tidak berlaku atau dapat dibatalkan demi keamanan, keselamatan Negara, atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan, seperti teroris, pemberontak, penjahat, dll.

Page 18: Bab "Pers" Kewarganegaraan XII

Dengan adanya kebebasnan pers maka tantangan terberat adalah datang dari kebebasan pers itu sendiri, artinya sanggupkah seorang wartawan atau sebuah perusahaan penerbitan untuk tidak menodai arti kebebasan itu dengan tidak menerima pemberian atau godaan-godaan material yang berhubungan dengan sebuah berita atau publikasi sebuah berita.