bab iv pembahasan empirik peran e-commerce pada …digilib.uinsgd.ac.id/10571/7/7_bab iv.pdf ·...

19
BAB IV PEMBAHASAN EMPIRIK PERAN E-COMMERCE PADA USAHA KECIL DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA BANDUNG A. Objek Penelitian 1. Gambaran Umum Kota Bandung 1.1 Kependudukan Kota Bandung Kota Bandung merupakan kota terpadat di Jawa Barat, di mana penduduknya didominasi oleh etnis Sunda, sedangkan etnis Jawa merupakan penduduk minoritas terbesar di kota ini dibandingkan etnis lainnya. Pertambahan penduduk kota Bandung awalnya berkaitan erat dengan ada sarana transportasi Kereta api yang dibangun sekitar tahun 1880 yang menghubungkan kota ini dengan Jakarta (sebelumnya bernama Batavia). Pada tahun 1941 tercatat sebanyak 226.877 jiwa jumlah penduduk kota ini kemudian setelah peristiwa yang dikenal dengan Long March Siliwangi, penduduk kota ini kembali bertambah dimana pada tahun 1950 tercatat jumlah penduduknya sebanyak 644.475 jiwa. Penduduk Kota Bandung menurut Registrasi Penduduk sampai dengan bulan Maret 2004 berjumlah : 2.510.982 jiwa dengan luas wilayah 16.729,50 Ha. (167,67 Km 2), sehingga kepadatan penduduknya per hektar sebesar 155 jiwa. Komposisi penduduk warga negara asing yang berdomisili di Kota Bandung adalah sebesar 4.301 jiwa. Jumlah warga negara asing menurut catatan Kantor Imigrasi Bandung yang berdiam tetap di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 2.511 jiwa, sedangkan jumlah warga negara asing yang berdiam

Upload: others

Post on 04-Mar-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

PEMBAHASAN EMPIRIK

PERAN E-COMMERCE PADA USAHA KECIL DALAM

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA BANDUNG

A. Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Kota Bandung

1.1 Kependudukan Kota Bandung

Kota Bandung merupakan kota terpadat di Jawa Barat, di mana

penduduknya didominasi oleh etnis Sunda, sedangkan etnis Jawa merupakan

penduduk minoritas terbesar di kota ini dibandingkan etnis lainnya. Pertambahan

penduduk kota Bandung awalnya berkaitan erat dengan ada sarana transportasi

Kereta api yang dibangun sekitar tahun 1880 yang menghubungkan kota ini

dengan Jakarta (sebelumnya bernama Batavia). Pada tahun 1941 tercatat sebanyak

226.877 jiwa jumlah penduduk kota ini kemudian setelah peristiwa yang dikenal

dengan Long March Siliwangi, penduduk kota ini kembali bertambah dimana

pada tahun 1950 tercatat jumlah penduduknya sebanyak 644.475 jiwa.

Penduduk Kota Bandung menurut Registrasi Penduduk sampai dengan

bulan Maret 2004 berjumlah : 2.510.982 jiwa dengan luas wilayah 16.729,50 Ha.

(167,67 Km 2), sehingga kepadatan penduduknya per hektar sebesar 155 jiwa.

Komposisi penduduk warga negara asing yang berdomisili di Kota Bandung

adalah sebesar 4.301 jiwa. Jumlah warga negara asing menurut catatan Kantor

Imigrasi Bandung yang berdiam tetap di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata

sebesar 2.511 jiwa, sedangkan jumlah warga negara asing yang berdiam

sementara di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 5.849 jiwa.

Program Pemerintah dalam hal mengurangi kepadatan penduduk yang

tinggi khususnya di Kota Bandung telah dilaksanakan Program Transmigrasi ke

luar Pulau Jawa dengan jenis transmigrasi terbesar adalah Transmigrasi TU

sebanyak 76 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa sebesar 86, sedangkan daerah

tujuan Transmigrasi TU adalah Propinsi Riau dan Kalimantan tengah. Kota

Bandung menjadi kota terpadat di Jawa Barat. Menurut data dari Badan Pusat

Statistik Jawa Barat, tingkat kepadatan penduduk mencapai 14.228 jiwa per

kilometer persegi. Total jumlah penduduk di kota Bandung mencapai 2.390.120

jiwa sampai tahun 2010. Jumlah tersebut jauh dari angka ideal. Semestinya, setiap

satu kilometer persegi jumlah penduduk adalah 1.000 jiwa atau 40 jiwa per hektar.

1.2 Mata Pencaharian Penduduk Kota Bandung

Pertanian sebagai mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia

dibeberapa bagian dunia telah mengalami proses perkembangan yang cukup

panjang dalam sejarah kebudayaan manusia. Hal itu sejalan dengan tahap

perkembangan pengetahuan manusia tentang jenis-jenis tanaman pangan dan cara

penanamannya. Proses perubahan sistem mata pencaharian berburu dan meramu

menjadi sistem mata pencaharian bercocok tanam itu merupakan suatu peristiwa

besar dalam proses perkembangan kebudayaan manusia.

Para ahli menyebut peristiwa itu sebagai suatu “revolusi” dalam

peradaban manusia. Mata pencaharian penduduk Kota Bandung berbeda-beda

mulai dari pegawai Negeri, pegawai swasta, petani, pedagang, TNI dan lain-

lain. Berdasarkan data yang telah diterima dari Badan Pusat Statistik Jawa

Barat, bahwa mata pencaharian penduduk Kota Bandung untuk pegawai swasta

sebesar 4,002,000 pada jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki

sebanyak 3,164000.

Gambar 3.1 Daftar Rekafitulasi Jumlah Penduduk Kota Bandung

Berdasarkan Pendidikan dan Mata Pencaharian Tahun 2010

Sumber: www.wikipedia.go.id, 2011

1.3. Iklim Usaha Kecil di Kota Bandung

Pada tahun 2005 nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 2000

tercatat sebesar 1750,66 Triliun Rupiah. Peran UKM yaitu sebesar 979,71

Triliun Rupiah atau 55,96 persen dari total PDB Nasional. Kontribusi

usaha kecil tercatat sebesar

688, 9 Triliun Rupiah atau 39,35 persen, usaha menengah sebesar 290,8

Triliun Rupiah atau 16,61 persen dan usaha besar berkontribusi sebesar

770,9 Triliun Rupiah atau 44,04 persen dari keseluruhan PDB.

Tabel 4.1. PDB dan Proporsi PDB Usaha Kecil, Menengah, dan Besar Tahun

2003-2006 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar) Tahun Kecil Menengah Besar Jumlah

2003 619.021,9 (39,25)

257.101,4 (16,3)

701.048,0 (44,45)

1.577.171,3 (100,00)

2004 650.290,3 (39,26)

274.192,9 (15,56)

732.033,6 (44,18)

1.656.516,8 (100,00)

2005 688.909,1 (39,35)

290.803,3 (16,61)

770.943,6 (44,04)

1.750.656,1 (100,00)

2006 725.959,4 (39,31)

306.614,5 (16,60)

814.081,0 (44,09)

1.846.654,9 (100,00)

Sumber : Departemen Koperasi, 2008 Keterangan : dalam kurung ( ) menyatakan persentase (%)

Sampai dengan tahun 2006 perkembangan usaha kecil dan

menengah (UKM) meningkat sejalan dengan membaiknya kinerja sektor

riil secara umum. Pada Tabel 4.1. terlihat PDB UKM berdasarkan nilai

tambah dan laju pertumbuhannya. Meskipun secara nominal nilai tambah

UKM semakin besar tiap tahunnya akan tetapi usaha besar tetap

memberikan kontribusi terbesar baik itu berdasarkan proporsi dan

kuantitas. Pada tahun 2006 tercatat proporsi usaha kecil sebesar 39,31

persen dan usaha menengah mencapai 16,60 persen terhadap total

PDB sebesar 1.846.654,9 Milyar Rupiah.

Keberhasilan pertumbuhan PDB, tidak dapat dipisahkan dari

meningkatnya investasi. Investasi yang ditanamkan pada sektor UKM

diharapkan mampu mendorong kenaikan output dan permintaan input

sehingga berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan dan perluasan

kesempatan kerja. Selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan

mempercepat pemulihan ekonomi.

Tabel 4.2. Investasi Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2003-2006 Atas Dasar

Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah) Tahun Kecil Menengah Jumlah

2003 60.038,938 69.418,505 129.457,443

2004 71.789,351 82.592,408 154.381,759

2005 83.533,652 94.520,945 178.054,597

2006 85.625,085 97.089,264 182.714,349 Sumber : Departemen Koperasi, 2008

Berdasarkan nilai investasi pada Tabel 4.2., investasi keseluruhan

UKM setiap tahunnya semakin bertambah. Dari tahun 2003 investasi UKM

adalah sebesar 129.457.443 Juta Rupiah dan pada tahun 2006 menjadi

182.714.349 Juta Rupiah atau terjadi peningkatan sebesar 29,15 persen

dalam kurun waktu 4 tahun. Pada tahun 2006, investasi pada usaha kecil

sebesar 85.625.085 Juta Rupiah dari total investasi keseluruhan

182.714.349 Juta Rupiah atau mempunyai porsi sebanyak 46,86 persen.

Selain itu, sisanya usaha menengah mempunyai porsi sebesar 53,14 persen

sebanyak 97.089.264 Juta Rupiah. Berdasarkan kondisi tersebut kinerja

sektor riil akan terus membaik karena dilihat dari kecenderungan

investasi yang semakin meningkat, sehingga dengan produktivitas yang

terus meningkat maka pertumbuhan ekonomi akan pula turut meningkat.

Tabel 4.3. Ekspor dan Laju Pertumbuhan UKM Menurut Sektor Ekonomi

Tahun 2004-2006 (Milyar Rupiah) Sektor 2004 2005 2006

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan.

8.715,366 11.535,426 12.662,709

2. Pertambangan dan Penggalian.

638,675 1.139,938 1.621,320

3. Industri Pengolahan 86.194,198 97.662,700 107.915,486

Total Ekspor 95.548,239 (23,93)

110.338,064 (15,48)

122.199,515 (10,75)

Sumber : Departemen Koperasi, 2008 Keterangan : dalam kurung ( ) menunjukan persentase (%)

Selanjutnya, dalam ekspor peranan UKM masih belum signifikan karena

pertumbuhannya cenderung tidak stabil dari tahun ke tahun. Berdasarkan Tabel

4.3. laju pertumbuhan ekspor barang usaha kecil dan menengah terus menurun

sehingga pada tahun 2006 turun menjadi sebesar 10,75 persen mencapai

122.199.515 Juta Rupiah. Berdasarkan kontribusinya menurut sektor ekonomi,

selama kurun waktu 2004-2006 sektor Industri Pengolahan merupakan penyumbang

terbesar terhadap total ekspor. Kemudian berturut-turut diikuti oleh sektor Pertanian,

Peternakan, Kehutanan dan Perikanan serta Pertambangan dan Penggalian.

B. Analisa Penerapan E-Commerce pada Usaha Kecil di Kota Bandung

Peran UKM dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari:

(1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi disetiap sektor; (2)

penyedia lapangan kerja yang terbesar; (3) pemain penting dalam

pengembangan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat; (4) pencipta pasar

baru dan inovasi; (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran dalam

kegiatan ekspor. Peran UKM sangat strategis dalam perekonomian nasional,

sehingga perlu manjadi fokus pembangunan ekonomi pada masa mendatang.

Pemberdayaan UKM secara terstruktur dan berkelanjutan akan mampu

menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi

nasional diatas 6 persen per tahun dan memperbaiki pemerataan pendapatan

masyarakat.

Dalam sepuluh tahun terakhir pasca krisis jumlah dan persentase usaha

skala kecil dan menengah terus tumbuh. Perkembangan jumlah UKM pada

periode tahun 2005-2006 mengalami peningkatan sebesar 3,88 persen dari

47.102.744 unit pada tahun 2005. Pada tahun 2006 jumlah seluruh usaha yang

ada di Indonesia sebanyak 48.936.840 unit usaha diantaranya sebanyak

48.929.636 merupakan usaha kecil dan menengah (Tabel 1.1.). Hampir sebesar 99

persen unit usaha di Indonesia didominasi oleh usaha kecil dan menengah.

Berdasarkan statistik UKM tahun 2004-2005 sektor ekonomi yang

mempunyai proporsi unit terbesar adalah sektor (1) Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Industri

Pengolahan; (4) Pengangkutan dan Komunikasi; dan (5) Jasa-Jasa. Sedangkan

sektor ekonomi yang mempunyai proporsi unit usaha terkecil berturut-turut

yaitu sektor (1) Sektor Pertambangan dan Penggalian; (2) Bangunan; (3)

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan terakhir (4) Listrik, Gas dan

Air Bersih.

Tenaga kerja merupakan modal dasar bagi perkembangan dan

pertumbuhan ekonomi, apabila tenaga kerja tersebut sebagai sumberdaya

ekonomi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Seiring dengan

pertumbuhan unit usaha UKM, dalam penyerapan tenaga kerja juga mengalami

peningkatan yang cukup berarti. Bila pada tahun 1999 jumlah tenaga kerja

yang diserap UK sebanyak 59.9 juta orang selama 3 tahun naik berturut-turut

menjadi 68.3 juta orang atau naik 4,6 persen rata-rata setiap tahun. Persentase

kenaikan penyerapan tenaga kerja yang tinggi terjadi pula pada UM dan UB.

Penyerapan tenaga kerja UK terbesar terjadi di sektor pertanian, peternakan,

kehutanan dan perikanan yakni 36.4 juta orang di tahun 2001 dan meningkat

menjadi 37,0 juta orang di tahun 2002.

Pada tahun 2006 UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar

85.416.493 0rang atau 96,18 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang

ada. Jumlah ini meningkat sebesar 2,62 persen atau 2.182.700 orang

dibandingkan tahun 2005. Kontribusi usaha kecil tercatat sebanyak 80.933.384

orang atau 91,14 persen dan usaha menengah sebanyak 4.483.109 orang atau

5,05 persen (Tabel 1.4). Untuk usaha kecil Pertanian, Peternakan, Perhutanan

dan Perikanan tercatat memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja

yaitu sebanyak 37.965.878 orang atau sebesar 46,91 persen dari total tenaga

kerja yang diserap.

C. Analisa Pengaruh Penerapan E-Commerce pada Usaha Kecil di Kota

Bandung terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Bandung

Peranan UKM dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia dilihat

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut yaitu

Produk Domestik Bruto (PDB) UKM, jumlah unit usaha UKM (JUU),

pendapatan per kapita (PPK), Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit

Investasi (KI). Hasil estimasi model ditunjukan dalam Tabel 5.1 berikut ini :

Tabel 5.1. Hasil Regresi Persamaan Penyerapan Tenaga Kerja

Variable Coefficient Probability C 3.386841 0.0002

LOG_PDB 0.062321 0.0000 LOG_JUU 0.904148 0.0000 LOG_PPK -0.378047 0.0003 LOG_KMK 0.035586 0.0002

LOG_KI -0.074278 0.0000 R-squared 0.999608 Adjusted R-squared 0.999216 F-statistic 2548.657 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 1.986143

Keterangan : Taraf Nyata α=0,05(5%)

Berdasarkan hasil pendugaan pada parameter Tabel 5.1., hasil

analisis regresi menunjukan bahwa persamaan ini memiliki kecocokan model

yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai koefisien determinasi (R2)

pada persamaan penyerapan tenaga kerja bernilai 0.999608 (99,96 %).

Artinya bahwa faktor-faktor penyerapan tenaga kerja seperti PDB Riil,

Jumlah Unit Usaha UKM, Pendapatan Per kapita Riil, Kredit Modal Kerja

dan Kredit Investasi yang terdapat dalam model dapat menjelaskan

keragaman sebesar 99,96 persen dan sisanya 0,04 persen dijelaskan oleh

faktor-faktor lain diluar persamaan.

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukan dengan nilai statistik uji-t

menunjukan bahwa empat variabel berpengaruh nyata pada taraf nyata

lima persen. Variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah Jumlah

Unit Usaha, PDB UKM, Pendapatan Per kapita, Kredit Modal Kerja dan

Kredit Investasi. Uji-f menunjukan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat

dari probabilitas F sebesar

0.000000 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti bahwa

pengaruh yang ditimbulkan keseluruhan variabel penjelas secara serempak

terhadap variabel bebas adalah baik. Artinya dari kelima variabel bebas dalam

model tersebut setidaknya ada satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap

penyerapan tenaga kerja.

Estimasi parameter regresi dengan mengggunakan Ordinary Least

Square (OLS) harus memenuhi asumsi-asumsi klasik. Untuk melihat apakah

asumsi dasar tersebut dipenuhi, perlu dilakukan pengujian setelah perhitungan

dan uji hipotesis dilakukan. Pengujian asumsi dasar tersebut meliputi uji

multikolineritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Pengujian ini

dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi

dasar tersebut. Bila terjadi pelanggaran, maka akan diperoleh asumsi yang

tidak valid.

Pada persamaan penyerapan tenaga kerja diketahui bahwa pada

persamaan ini tidak terjadi autokorelasi, heteroskedastisitas dan

multikolinearitas yang dapat diabaikan dengan uji Klein. Sehingga pada

persamaan ini model dapat memenuhi asumsi dasar Selain itu, karena jumlah

data < 30 maka dilakukan uji normalitas dan hasilnya yaitu pada model

tersebut error term dapat terdistribusi dengan normal.

Pembahasan ekonomi untuk melihat kesesuaian hasil analisis dengan

teori ekonomi. Pada uji ini yang dilihat adalah tanda serta nilai dari koefisien

variabel bebas, seperti dapat dilihat pada Tabel 5.1. Pada variabel jumlah unit

usaha memberikan pengaruh yang signifikan pada penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan hasil uji ekonomi jumlah unit usaha mempunyai hubungan yang

positif dengan penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari jumlah unit usaha

adalah 0.904148. Nilai ini menunjukan bahwa peningkatan jumlah unit usaha

sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diserap sebesar

0.904148 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa jumlah unit usaha

mempunyai hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja.

Peningkatan jumlah usaha sama artinya dengan menambah jumlah lapangan

usaha sehingga kesempatan kerja akan terbuka. Kondisi tersebut akan

menyerap tenaga kerja yang tersedia pada jumlah unit usaha baru yang

membutuhkan sumber daya manusia untuk pengelolaannya. Hasil dapat

dirujuk pada Bab sebelumnya dengan melihat Tabel 1.1. dan Tabel

1.4. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prihartanti

(2006) bahwa peningkatan jumlah unit usaha dapat mengakibatkan

semakin meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja disektor tersebut.

Salah satu tujuan penting dalam pembangunan ekonomi adalah

penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk angkatan kerja yang semakin

bertambah. Terutama bagi negara berkembang termasuk Indonesia dimana

pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan

kesempatan kerja. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk Indonesia yang

cenderung tinggi sehingga cenderung pula melebihi pertumbuhan kapital.

Berdasarkan kondisi tersebut dengan semakin meningkatnya jumlah unit

UKM maka akan membantu dalam penyediaan lapangan kerja bagi angkatan

kerja baru. Sehingga dengan ini tujuan pembangunan dapat tercapai untuk

peningkatan kesejahteraan dan mengurangi angka kemiskinan yang

merupakan masalah utama negara berkembang khususnya Indonesia.

Nilai PDB pada sektor UKM memberikan pengaruh yang signifikan pada

penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari nilai PDB adalah sebesar

0.062321. Nilai ini menunjukkan bahwa peningkatan PDB sebesar 1 persen

akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.062321 persen. Hal ini

sesuai dengan hipotesis bahwa nilai PDB mempunyai hubungan yang positif

dengan penyerapan tenaga kerja.

Angka tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkat PDB sektor

UKM, maka meningkatkan investor yang menanamkan modalnya disektor

UKM. Dalam hal ini investor tersebut adalah pemerintah yang telah

mewujudkan program pengembangan UKM dengan adanya Kredit Usaha

Kecil. Sehingga dengan kondisi tersebut semakin banyak nilai investasi

yang ditanamkan pada sektor UKM semakin tinggi peningkatan penyerapan

tenaga kerja pada sektor UKM. Selain itu pertumbuhan PDB merupakan salah

satu dari penciptaan kesempatan kerja, karena dengan adanya pertumbuhan

maka diperlukan adanya tambahan input. Input tersebut adalah tenaga kerja

yang merupakan fungsi produksi dari PDB. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang telah dilakukan oleh Prihartanti (2006) bahwa PDB secara

signifikan memberikan pertumbuhan yang positif terhadap penyerapan

tenaga kerja. Hasil dapat dirujuk pada Bab sebelumnya dengan melihat Tabel

1.4. dan Tabel 4.1.

Nilai Kredit Modal Kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari Kredit Modal Kerja

adalah

0.035586. Nilai ini menunjukan bahwa peningkatan Kredit Modal Kerja

sebesar 1 persen maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebanyak

0.035586 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa Kredit Modal Kerja

mempunyai hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja. Kredit

Modal Kerja adalah kredit yang digunakan sebagai modal awal untuk

membuka suatu usaha, dengan membuka lapangan usaha baru sama

artinya dengan membuka kesempatan kerja. Sehingga dengan membuka

kesempatan kerja maka akan terjadi penyerapan tenaga kerja. Penyaluran

kredit kepada usaha kecil merupakan program pengembangan UKM untuk

meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran. Penyaluran

kredit ini diharapkan akan menciptakan lapangan kerja baru yang sangat

dibutuhkan bagi angkatan kerja Indonesia yang terus bertambah.

Nilai Kredit Investasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari Kredit Investasi adalah -

0.074278. Nilai ini menunjukan bahwa peningkatan Kredit Investasi sebesar 1

persen akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.066512 persen.

Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa Kredit Investasi mempunyai

hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja. Kredit Investasi adalah

kredit yang digunakan untuk menambah skala usaha dengan bertujuan

untuk meningkatkan hasil produksi dengan mengganti bagian dari

penyediaan barang modal yang rusak dan tambahan dalam penyediaan modal

yang ada. Kredit ini biasanya digunakan untuk membeli barang-barang

modal yang baru dan cenderung digunakan untuk investasi yang padat

modal untuk meningkatkan tingkat efisiensi suatu produksi. Sehingga pada

kredit investasi tersebut kurang dapat memberdayakan sumberdaya manusia

melalui penyerapan tenaga kerja.

Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh tim pengkaji

dari Departemen Koperasi (2006) terhadap dampak penggunaan kredit

UKM di sepuluh propinsi di Indonesia. Pada sepuluh propinsi tersebut

diketahui bahwa hampir seluruh kredit digunakan untuk pembelian bahan

baku, peralatan UKM dan pembayaran gaji. Selain itu, dalam penelitian

tersebut ditemukan bahwa meskipun kredit untuk bahan baku berpengaruh

positif terhadap volume usaha akan tetapi pengaruhnya tidak signifikan

terhadap penyerapan tenaga kerja.

Secara keseluruhan, meskipun kredit investasi mempunyai hubungan

yang negatif dengan penyerapan tenaga kerja akan tetapi kredit ini bukan

berarti menjadi penghambat dalam pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan

pada awalnya kredit investasi digunakan sebagai bantuan permodalan dalam

Kredit Usaha Kecil bedasarkan tujuan penggunaannya untuk berinvestasi

dengan sasaran pengusaha UKM. Selain itu kredit ini juga bertujuan untuk

mengembangkan usaha para pengusaha UKM yang mempunyai keterbatasan

dalam kepemilikan modal, sehingga sisi positifnya yaitu untuk para

pemilik usaha kecil dan menengah agar dapat mengembangkan usahanya.

Disamping itu, proporsi kredit ini dibandingkan dengan kredit lain tidak

begitu besar. Kredit Investasi pada tahun 2006 tercatat hanya sebesar 38,2

Triliun Rupiah, berbeda dengan Kredit Modal Kerja yang sebesar 180,8

Triliun Rupiah dan Kredit Konsumsi sebesar 208,9 Triliun Rupiah (Bank

Indonesia, 2007).

Pendapatan per kapita memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari Pendapatan per kapita

adalah sebesar -0.378047 . Nilai ini menunjukan bahwa peningkatan

pendapatan per kapita sebesar 1 persen akan menurunkan penyerapan

tenaga kerja sebesar 0.378047 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa

pendapatan per kapita mempunyai pengaruh negatif dengan penyerapan tenaga

kerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anderson (1982) dalam

Lamadlau (2006) menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan per

kapita di suatu negara semakin kecil pangsa tenaga kerja UKM. Hal

tersebut dikarenakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita di negara

berkembang kemungkinan dipengaruhi oleh sektor diluar UKM yaitu sektor

usaha besar. Terbukti dengan sumbangan PDB nasional yang masih

didominasi oleh usaha besar dibandingkan dengan usaha kecil. Sehingga

dengan kondisi tersebut, jika ada kenaikan baik itu dari segi nilai tambah,

kuantitas ataupun proporsi diluar UKM maka akan mempengaruhi pangsa

tenaga kerja UKM. Dimana pada kondisi tersebut terdapat kemungkinan bahwa

terdapat peningkatan penyerapan tenaga kerja pada usaha besar.

A. Analisa Faktor-faktor Pendukung Pengaruh Penerapana E-Commerce

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Bandung

Peranan UKM dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia yaitu diindikasikan

dengan pertumbuhan PDB UKM. Pertumbuhan PDB UKM dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu tenaga kerja UKM (TK), investasi UKM (I) dan nilai ekspor

UKM (EKS). Hasil estimasi model ditunjukan dalam Tabel 5.2. berikut ini :

Tabel 5.2. Hasil Regresi Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

Variable Coefficient Probability C -43.37780 0.0029

LOG_TK 2.813870 0.0022 LOG_I 0.850550 0.0003

LOG_EKS -0.062499 0.3464 R-squared 0.981639 Adjusted R-squared 0.973770 F-statistic 124.7474 Durbin-Watson stat 2.089700 Prob(F-statistic) 0.000002

Keterangan : Taraf Nyata α=0,05(5%)

Berdasarkan hasil pendugaan parameter Tabel 5.2., hasil analisis regresi

menunjukan bahwa persamaan ini memiliki kecocokan model yang tinggi. Hal

tersebut dapat dilihat pada nilai koefisien determinasi (R2) pada persamaan

pertumbuhan ekonomi bernilai 0.9816390 (98,16 %). Artinya bahwa

faktor- faktor pertumbuhan ekonomi seperti Tenaga Kerja pada sektor UKM,

Investasi UKM, Ekspor UKM dan Jumlah Unit UKM yang terdapat dalam

model dapat menjelaskan keragaman sebesar 98,16 persen dan sisanya 1,83

persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar persamaan.

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukan oleh nilai statistik uji-t

menunjukan bahwa dua variabel (Prob < 0,05) berpengaruh nyata pada taraf

nyata lima persen. Variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah Tenaga

Kerja sektor UKM dan Investasi UKM. Sedangkan variabel yang tidak

berpengaruh secara signifikan yaitu Ekspor UKM. Uji-f menunjukan hasil

yang baik. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas F sebesar 0.00002 yang

nilainya lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti bahwa pengaruh

yang ditimbulkan keseluruhan variabel penjelas secara serempak terhadap

variabel independent adalah baik. Artinya dari ketiga variabel independent

dalam model tersebut setidaknya ada satu variabel yang berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan ekonomi..

Uji ekonometrika dilakukan untuk melihat masalah pada OLS. Pada

model persamaan pertumbuhan ekonomi menunjukan bahwa persamaan ini

dapat memenuhi kriteria ekonometrika. Hal tersebut dikarenakan pada model

persamaan tidak terdapat autokorelasi, heteroskedastisitas dan

multikolinearitas yang dapat diabaikan dengan uji Klein. Selain itu, uji

normalitas menunjukan bahwa pada persamaan ini error term terdistribusi

normal ( Hasil dapat dilihat pada Lampiran 4 ).

Pembahasan ekonomi untuk melihat kesesuaian hasil analisis dengan

teori ekonomi. Pada uji ini yang dilihat adalah tanda serta nilai dari koefisien

variabel bebas, seperti dapat dilihat pada Tabel 5.2. Nilai Tenaga Kerja

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai

koefisien dari Tenaga Kerja adalah 2.81387. Nilai tersebut menunjukan bahwa

peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi sebesar 2.813870 persen. Produktivitas tenaga kerja

merupakan salah satu penentu pertumbuhan ekonomi. Semakin produktif

tenaga kerja semakin tinggi pula nilai tambah dan output yang dihasilkan.

Tenaga kerja dipandang sebagai faktor produksi yang dapat digunakan untuk

meningkatkan daya guna faktor produksi lainnya seperti dalam pengelolaan

usaha dan pemanfaatan modal.

Nilai Investasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien dari Investasi adalah 0.850550.

Nilai tersebut menunjukan bahwa peningkatan Investasi sebesar 1 persen

maka akan meningkatkan PDB sebesar 0.850550 persen. Hal ini sesuai dengan

hipotesis bahwa investasi mempunyai hubungan yang positif dengan

pertumbuhan ekonomi karena peningkatan PDB tidak dapat dipisahkan dari

meningkatnya investasi. Investasi yang ditanamkan pada sektor UKM dapat

mendorong kenaikan output dan permintaan input sehingga berpengaruh

terhadap kenaikan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja yang

selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sesuai teori ekonomi makro salah satu unsur yang mempengaruhi PDB

adalah investasi dimana jika terjadi peningkatan investasi juga akan

meningkatkan PDB. Selain itu, hal ini juga sesuai dengan teori Harrod-Domar

bahwa investasi mempunyai pengaruh yang signifikan dengan pertumbuhan

ekonomi. Peningkatan investasi akan meningkatkan nilai tambah atau

penghasilan untuk masa datang karena nilai tambah suatu investasi akan selalu

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil dapat dirujuk dengan

melihat Tabel 1.3. dan Tabel 4.2.

Dari keempat variabel bebas terdapat satu variabel bebas yang tidak

berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu Nilai Ekspor

UKM. Hal tersebut dikarenakan nilai probabilitas Nilai Ekspor yang lebih

besar dari taraf nyata. Ekspor berpengaruh positif akan tetapi tidak signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi karena hampir sebagian besar ekspor di

Indonesia masih bergantung dengan input impor sehingga nilai ekspor

tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan PDB. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif (1993) yang menyatakan

bahwa jika ekspor masih bergantung pada input impor maka pengaruhnya

tidaklah nyata terhadap PDB. Ekspor dapat berpengaruh nyata terhadap PDB

jika kandungan input impornya kecil. Selain itu, hal tersebut juga dipengaruhi

kondisi ekspor di Indonesia yang masih didominasi oleh nilai ekspor usaha

besar sehingga salah satu hal yang mempengaruhi tidak berpengaruhnya

ekspor UKM adalah sumbangan dan kontribusinya yang masih rendah.

Tabel 5.3. Ekspor Barang Usaha Kecil, Menengah dan Besar Tahun 2001- 2006 (Juta Rupiah)

Tahun Kecil Menengah Besar Jumlah 2001 21.489.793

(3,92) 59.356.731

(10,82) 467.404.256

(85,26) 548.250.780

(100) 2002 20.468.762

(4,04) 66.821.272

(13,18) 419.589.951

(82,78) 506.879.986

(100)

2003 19.941.068 (4,04)

57.155.647 (11,59)

416.139.131 (84,37)

493.235.846 (100)

2004 24.408.027 (4,04)

71.140.210 (11,77)

508.658.073 (84,19)

604.206.311 (100)

2005 28.048.167 (3,92)

82.289.898 (11,51)

604.394.520 (84,57)

714.732.585 (100)

2006 30.303.653 (3,89)

91.895.863 (11,80)

656.123.537 (84,31)

778.323.052 (100)

Sumber : Departemen Koperasi, 2007 Keterangan : dalam kurung ( ) menunjukan persentase (%)

Berdasarkan Tabel 5.3. diketahui perbandingan kontribusi dari

ekspor usaha kecil, menengah dan besar. Mulai tahun 2001 hingga 2006

menunjukan meskipun tiap tahunnya secara nominal menunjukan

pertumbuhan, akantetapi rata-rata setiap tahunnya berdasarkan proporsi usaha

adalah tetap. Usaha kecil dan menengah mempunyai proporsi yang lebih kecil

dibandingkan usaha besar, khususnya usaha kecil yang mempunyai proporsi

yang sangat rendah. Hal tersebut dapat mengindikasikan rendahnya

produktivitas UKM dalam ekspor sehingga mengakibatkan rendahnya

kontribusi UKM dalam ekspor nasional. Rendahnya produktivitas pada ekspor

UKM dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya yaitu yang paling

dominan adalah terdapat hambatan dalam birokrasi dan masih rendahnya

kualitas atau mutu barang yang dihasilkan.