bab iv menggugat fungsi gong perdamaian dunia …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan...

23
78 BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA SEBAGAI SIMBOL REKONSILIASI LINTAS AGAMA DI AMBON Pendahuluan Kehadiran Gong Perdamaian Dunia tahun 2009 di Ambon, ibu kota Provinsi Maluku merupakan salah satu momentum besar yang turut membuka mata seluruh dunia terkait dengan konflik komunal bernuansa SARA yang terjadi di Maluku tahun 1999-2004. Bunyi Gong yang dipukul pada saat peresmian yang berlokasi di Pusat Kota Ambon sekaligus menandakan bahwa Ambon telah aman dan damai. Gema gong membawa pesan dan harapan bahwa konflik semacam ini tidak akan terulang lagi. Gong Perdamaian Dunia menjadi salah satu icon terbesar di kota Ambon yang menambah panjang daftar Ambon sebagai kota Manise. Maksud pemerintah pusat dan Komite Perdamaian Dunia mendatangkan Gong Perdamaian Dunia di Ambon adalah agar gong tersebut menjadi simbol perdamaian, dimana Ambon menjadi Kota Perdamaian Dunia. Namun, tujuan utama hadirnya Gong Perdamaian Dunia malah lebih bergesar ke tujuan sampingannya yaitu sebagai destinasi pariwisata bagi para turis, sebab jarang sekali ada kegiatan-kegiatan tentang perdamaian yang dilakukan dengan menggunakan monument Gong Perdamaian Dunia sebagai medianya. Pemerintah sebagai pihak yang memiliki peran penting untuk memberi informasi pada masyarakat tentang pentingnya Gong Perdamaian sebagai simbol Rekonsiliasi malah tidak menaruh perhatian

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

78

BAB IV

MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA

SEBAGAI SIMBOL REKONSILIASI LINTAS AGAMA DI AMBON

Pendahuluan

Kehadiran Gong Perdamaian Dunia tahun 2009 di Ambon, ibu kota

Provinsi Maluku merupakan salah satu momentum besar yang turut membuka

mata seluruh dunia terkait dengan konflik komunal bernuansa SARA yang terjadi

di Maluku tahun 1999-2004. Bunyi Gong yang dipukul pada saat peresmian yang

berlokasi di Pusat Kota Ambon sekaligus menandakan bahwa Ambon telah aman

dan damai. Gema gong membawa pesan dan harapan bahwa konflik semacam ini

tidak akan terulang lagi.

Gong Perdamaian Dunia menjadi salah satu icon terbesar di kota Ambon

yang menambah panjang daftar Ambon sebagai kota Manise. Maksud pemerintah

pusat dan Komite Perdamaian Dunia mendatangkan Gong Perdamaian Dunia di

Ambon adalah agar gong tersebut menjadi simbol perdamaian, dimana Ambon

menjadi Kota Perdamaian Dunia. Namun, tujuan utama hadirnya Gong

Perdamaian Dunia malah lebih bergesar ke tujuan sampingannya yaitu sebagai

destinasi pariwisata bagi para turis, sebab jarang sekali ada kegiatan-kegiatan

tentang perdamaian yang dilakukan dengan menggunakan monument Gong

Perdamaian Dunia sebagai medianya. Pemerintah sebagai pihak yang memiliki

peran penting untuk memberi informasi pada masyarakat tentang pentingnya

Gong Perdamaian sebagai simbol Rekonsiliasi malah tidak menaruh perhatian

Page 2: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

79

penting terhadap hal tersebut. Hal ini ditemukan saat melakukan penelitian,

dimana sebagian besar pengunjung gong tidak mengetahui alasan dibalik

penempatan Gong Perdamaian Dunia di Ambon. Akibatnya, masyarakat kota

Ambon sama sekali tidak merasa Gong Perdamaian Dunia sebagai identitas sosial

mereka untuk mewakilkan pesan perdamaian. Suara gaung gong hanya terdengar

sekali yang ditabuh saat peresmian, dan gemanya hilang setelah itu.

Ambon saat ini tengah berada jauh dari sekedar “pemulihan diri” pasca

konflik. Namun, tentu saja situasi kondusif yang diharapkan terus berlangsung di

kota Ambon tidak akan terwujud tanpa upaya-upaya rekonsiliatif/perdamaian.

Perdamaian menjadi sebuah proses tanpa akhir. Kenyataan terbaik yang terjadi di

Ambon adalah hubungan rekonsiliatif antara dua komunitas agama terbesar di

Ambon (Islam-Kristen) tidak hanya diupayakan oleh pemerintah semata. Semua

pihak dalam lapisan masyarakat turut berkontribusi dalam menciptakan suasana

hidup damai di kota Ambon.

4.1. Simbol Sebagai Tanda Pengenal

Banyak orang mengenal gong sebagai alat musik yang digunakan untuk

mengiring tari-tarian, dan penggunaannya lebih sering di daerah Jawa atau Bali

(gamelan) berbeda dengan orang Ambon yang lebih akrab dengan tifa dan

totobuang. Kedua jenis alat musik ini sering digunakan sebagai pengiring tari-

tarian tradisional orang Ambon, misalnya tari cakalele, bambu gila, dan tari

lenso. Selain itu, dalam acara-acara adat maupun acara resmi kelembagaan,

penggunaan tifa (pemukulan tifa) ditandai sebagai “simbol” untuk meresmikan

sebuah acara atau kegiatan. Dengan demikian, walaupun memiliki fungsi yang

Page 3: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

80

sama, namun pemakaian sebuah gong terbilang minim bagi orang Ambon.

Melalui hasil penelitian diketahui bahwa masuknya gong di wilayah Maluku -

Ambon karena gong digunakan sebagai alat barter yang diberikan untuk

mendapatkan hasil alam berupa pala dan cengkih dari Maluku. Hal ini yang

mendasari argumentasi bahwa gong tidak menjadi simbol yang menggambarkan

identitas orang Ambon.

Pasca konflik di tahun 2009, Gong Perdamaian Dunia ditempatkan di kota

Ambon. Ide penempatan Gong Perdamaian di Ambon bukan lahir dari

masyarakat Ambon sendiri. Gong Perdamaian Dunia yang diletakan di Ambon

merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk

memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda bahwa Ambon telah ada

dalam suasana kondusif atau damai. Namun, bila Gong Perdamaian Dunia

dinyatakan sebagai simbol rekonsiliasi bagi masyarakat Ambon sendiri, maka hal

tersebut perlu dipertanyakan sebab sebagian besar orang Ambon, kehadiran Gong

Perdamaian Dunia tidak memiliki pengaruh yang besar bagi mereka (lihat hasil

wawancara di Bab III halaman 58-60). Hal ini disebakan karena pada dasarnya,

gong bukanlah sebuah warisan kebudayaan asli orang Ambon sehingga peran

gong dalam hidup orang Ambon pun tidak cukup besar.

Orang Ambon pada dasarnya tidak memiliki hubungan yang erat dengan

gong. Hal inilah yang mengakibatkan hadirnya Gong Perdamaian di Ambon

menjadi sebuah peristiwa yang biasa-biasa saja. Masyarakat tidak melihat Gong

Perdamaian sebagai sebuah simbol rekonsiliasi yang dimaknai sama seperti

penggagas penempatan gong di Ambon dan “pihak luar” melihat gong tersebut.

Bagi pengunjung gong yang tidak berasal dari Ambon atau Maluku, mereka

Page 4: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

81

melihat Gong Perdamaian sebagai bukti bahwa Indonesia adalah negara yang

damai. Keberadaan Gong Perdamaian Dunia di Ambon dengan demikian menjadi

tanda bahwa Ambon sepenuhnya pulih dari konflik. Meskipun tidak bisa

disimpulkan bahwa semua pengunjung Gong Perdamaian Dunia yang berasal dari

luar Ambon tertarik dengan gong tersebut, namun hal ini dapat dilihat ketika

setiap detail dari Gong ditelusuri dengan saksama dibarengi dengan antusiasme

(jadi tidak hanya sekedar berfoto dan duduk santai saja).

Menurut Paul Tillich, simbol mempunyai akar dalam masyarakat dan

mendapat dukungan dari masyarakat.1 Masyarakat akan sangat menghargai

keberadaan sebuah simbol dan menjadi penting bagi mereka saat simbol tersebut

tumbuh dan berakar dalam tradisi maupun budaya mereka. Semua ini berkaitan

dengan “emosi” dari pemilik simbol yang tertampung dalam benda, alat, atau hal

lainnya yang dapat dijadikan sebuah simbol. Penyebab Gong Perdamaian Dunia

sedari awal tidak dipedulikan oleh orang Ambon karena gong bukanlah alat atau

benda yang mengakar dalam tradisi atau budaya orang Ambon. Tidak peduli

semegah apa pun bentuk Gong Perdamaian Dunia, orang Ambon tidak menaruh

perhatian serta kepedulian mereka terhadap gong itu.

Penjelasan tentang simbol yang dalam bahasa Yunani disebut symbollein

dan symbola diuraikan oleh F.W. Dillistone sebagai tanda pengenal bagi anggota-

angota dalam masyarakat.2 Dengan demikian, secara jelas Dillistone menerangkan

bahwa simbol memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sosial

bermasyarakat. Simbol menjadi sebuah kartu identitas yang menyatu dan melekat

1 Paul Tillich, Systematic Theology 3 (Chicago: University of Chicago Press, 1964).

2 F. W. Dilistone, Daya Kekuatan Simbol : The Power Of Symbols (Yogyakarta: Kanisius,

2006), 21.

Page 5: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

82

pada sebuah kelompok maupun masyarakat. Keterikatan dari simbol dan

penggunanya menghasilkan kepemilikan yang kuat antara keduanya. Hal ini

senada dengan berdirinya monumen pahlawan Johannes Leimena tahun 2012 di

Ambon. Ada ikatan khusus antara orang Ambon dengan John Leimena yang

merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia. Patung Leimena menjadi

kebanggaan bagi masyarakat Ambon dan sekaligus sebagai identitas orang

Ambon sendiri. “Kedekatan” patung Leimena dengan masyarakat Ambon terletak

pada asal usul, dimana Johannes Leimena sendiri berasal dari Ambon. Lain

halnya dengan gong yang aslinya tidak berasal dari Ambon. Pada umumnya

semua orang merasa bahwa yang menjadi identitas dari seseorang adalah bila ia

lahir atau berasal dari tempat asalnya sendiri.

Penggunaan simbol maupun ritual dalam kehidupan bermasyarakat

bukanlah hal yang asing bagi orang Ambon. Masyarakat Ambon yang sangat

terikat dengan budaya dan kental dengan penggunaan sistem simbol pada

dasarnya menjunjung tinggi simbol-simbol yang ada dalam masyarakat sebagai

bagian dari diri mereka. Seperti misalnya tradisi Arumbae Manggurebe3 yang

selalu dilakukan setiap tahun sebagai salah satu tradisi orang Maluku, parang

Salawaku yang menyimbolkan harga diri orang Maluku, dan juga Kakehang4

sebagai simbol penting bagi orang Ambon. Namun keadaan berbanding terbalik

inilah yang terjadi bagi masyarakat kota Ambon dengan Gong Perdamaian Dunia

3 Arumbae merupakan kebudayaan berlayar dalam masyarakat Maluku. Perjuangan

melintasi lautan merupakan bagian dari terbentuknya masyarakat. Perjuangan melintasi lautan

adalah sejarah keluhuran. Laut adalah medan penuh bahaya dan Arumbae menstrukturkan cara

pandang bahwa laut adalah medan kehidupan yang harus dihadapi. Masyarakat Maluku melihat

laut sebagai jembatan persaudaraan yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya.

Berlayar ke suatu pulau, seperti dalam Pela Gandong bertujuan untuk mengeratkan jalinan hidup

orang bersaudara sebagai pandangan dunia orang Maluku. 4 Kakehang atau kakehan merupakan tradisi keagamaan para leluhur (nenek moyang) di

Maluku jauh sebelum penginjilan atau Kekristenan masuk ke wilayah Maluku.

Page 6: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

83

yang secara global dikenal sebagai simbol perdamaian. Monumen Gong

Perdamaian Dunia hanya dijadikan sebagai tempat nongkrong bagi warga Ambon,

dan bagi pengunjung di luar wilayah Ambon, Gong dijadikan sebagai tempat

berfoto karena memiliki tata bangunan yang indah. Sayangnya, keakraban

masyarakat Ambon dengan simbol-simbol tidak terlihat dalam Gong Perdamaian

Dunia.

Melalui hasil wawancara dan penelitian, diketahui bahwa masyarakat

Ambon lebih menghargai simbol Kakehang atau tahuri dan tifa totobuang

dibandingkan dengan gong. Hal ini membuktikan bahwa simbol-simbol lokal

lebih berperan penting dalam pola dan interaksi masyarakat dibandingkan dengan

simbol yang umum digunakan untuk menjelaskan sesuatu. Misalnya, Tahuri

Perdamaian yang dibuat oleh lima negeri (Yaputih, Laimu, Atiahu, Hatu dan

Lava) pada 7 Desember tahun 2016 yang bertempat di Lava, Kabupaten Maluku

Tengah. Tahuri Perdamaian ini dianggap lebih mewakili orang Ambon-Maluku

bila berbicara tentang sebuah simbol perdamaian dan alat rekonsiliasi bagi hidup

Salam-Sarane di Maluku. Ini disebabkan karena tahuri merupakan alat yang

sering digunakan oleh orang Ambon dan ditemukan hampir di setiap daerah di

Maluku. Semua kalangan dari tua hingga muda tahu tentang tahuri. Sedangkan

gong (Gong Perdamaian Dunia) lebih dilihat sebagai sebuah alat dari luar, yang

seakan-akan dipinjam dan dipasang untuk menerangkan dirinya sebagai sesuatu

yang berasal dari dalam (orang Ambon). Bila membandingkan keberadaan Gong

Perdamaian Dunia dengan Tahuri Perdamaian, orang-orang Ambon lebih condong

menghargai Tahuri Perdamaian sebagai simbol yang mewakili diri mereka, atau

identitas mereka sebagai orang Maluku, Ambon. Hal ini beranjak dari keakraban

Page 7: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

84

mereka dengan benda (tahuri) yang dijadikan sebagai simbol perdamaian,

persaudaraan, dan persatuan dalam keberagaman, yang mana tahuri menjadi alat

yang digunakan dalam tradisi adat dan budaya orang Ambon. Inisiatif untuk

menjaga hubungan saudara antara Islam-Kristen beranjak dari orang Maluku

sendiri (yang diwakili oleh Raja-Raja Negeri). Kebutuhan akan perdamaian dan

keinginan untuk memelihara dan memperkuat hubungan persaudaraan lintas

agama terwakili dalam Tahuri Perdamaian sebagai simbol rekonsiliasi.

Melihat realita yang terjadi sehubungan dengan respon orang Ambon

dalam melihat Gong Perdamaian Dunia, dapat diusulkan untuk menggerakan

masyarakat Ambon “mengenakan” Gong Perdamaian sebagai salah satu simbol

atau tanda pengenal bagi mereka tentang perdamaian dan rekonsiliasi, maka

masyarakat harus disadarkan kembali bahwa setiap individu telah dibentuk dalam

sistem simbolis bersama. Simbol-simbol dan masyarakat saling memiliki dan

saling mempengaruhi. Artinya, hubungan timbal balik ini sama sekali tidak bisa

dilepaspisahkan sebab simbol hidup di dalam masyarakat, dan dalam pergerakan

atau siklus hidupnya, manusia tidak terlepas dari penggunaan simbol sebagai

identitas dari diri mereka. Dillistone mengatakan bahwa sebuah simbol sering

secara langsung menerangkan identitas penggunanya pada pihak lain.5 Tanpa

berkenalan secara langsung, seseorang sudah langsung dapat mengenali siapa

orang yang ditemuinya melalui simbol yang digunakan oleh orang tersebut.

Misalnya seorang perempuan ketika memakai aksesoris salib, tanpa

memperlihatkan tanda pengenalnya, orang yang melihatnya sudah langsung dapat

mengetahui bahwa perempuan yang dijumpainya itu beragama Kristen.

5 Dilistone, Daya Kekuatan Simbol … 22.

Page 8: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

85

Lisa Schrich menjelaskan bahwa ritual dan simbol mengubah identitas

dengan menawarkan ruang kemanusiaan. Karena identitas didefinisikan dalam

konteks, persepsi dari identitas berubah menurut situasi fisik dan situasi

relasional.6 Pendapat Schrich tentang hal ini berlaku pada situasi dimana untuk

mengubah presepsi Ambon sebagai wilayah konflik (waktu itu) maka upaya

perdamaian dilakukan dengan menghubungkan serta mempererat kembali pela-

gandong sebagai salah satu tindakan simbolik (ritual) dan penempatan Gong

Perdamaian Dunia (simbol) diberlakukan. Pela gandong dan Gong Perdamaian

Dunia menjadi simbol perdamaian dan rekonsiliasi hubungan lintas agama di

Ambon, disana terjadi pembentukan identitas, sebuah simbol atau tanda pengenal

dijadikan sebagai identitas untuk memperkuat upaya perdamaian. Ritual dan

simbol mengubah fokus identitas dan lokus dari satu identitas, seperti etnisitas ke

rangkaian yang lebih inklusif, kompleks dan beragam.7

Pada dasarnya, Gong Perdamaian Dunia yang diletakan di Ambon

menegaskan konteks yang diwakilinya sebagai simbol keberagaman dalam

kesatuan, memberi persepsi tentang identitas orang Ambon yang beragam suku,

budaya dan agama namun tidak serta merta menutup diri dari perbedaan tersebut

namun dalam sikap terbuka menerima perbedaan sebagai hal yang hakiki. Gong

Perdamaian Dunia yang diletakan di Ambon, mengandung nilai-nilai universal,

nasionalis dan lokal dalam konstruksi bangunannya. Nilai universal karena

terdapat berbagai bendera dari negara-negara yang terlibat dalam komite

perdamaian dunia, selain itu, simbol-simbol agama di seluruh dunia juga terdapat

dalam Gong tersebut yang menekankan bahwa semua agama tanpa terkecuali

6 Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 76.

7 Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 127

Page 9: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

86

mendukung setiap upaya dan kegiatan-kegiatan perdamaian. Nilai nasionalis

dalam Gong Perdamaian Dunia terletak pada konstruksi bangunan yang

melambangkan tanggal dan tahun kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus

1945 dan lambang negara yaitu, Pancasila. Sedangkan nilai-nilai lokal orang

Maluku dilihat melalui empat perisai yang melindungi bagian dalam gong yang

menggambarkan keberagaman masyarakat Maluku, yang terdiri dari empat etnis

terbesar dan terdapat pula simbol Kakehang pada perisai tersebut. Pada bagian

bawah gong terdapat museum yang memuat bukti berupa dokumentasi foto saat

konflik 1999 terjadi di Ambon sampai pada situasi dimana konflik bernuansa

agama itu berakhir.

Warga Kota Ambon sejauh ini hanya melihat Gong Perdamaian Dunia

sebatas aset yang diberikan pemerintah untuk diletakan di kota mereka terkait

peristiwa konflik 1999. Sebuah simbol dapat memiliki posisi penting dalam tata

hidup masyarakat bila penempatan simbol tersebut sesuai dengan konteks yang

dialami oleh masyarakat. Pemaknaan terhadap simbol tidak bisa dipaksakan

sesuai dengan keinginan seseorang begitu saja, melainkan terlebih dulu berasal

dari apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Simbol dan pemaknaan

terhadapnya menjadi hidup bila ada kebutuhan masyarakat terhadap simbol

tersebut. Kebutuhan menjadi kepentingan dari masyarakat yang kemudian secara

sadar atau pun tidak membuat mereka memaknai keberadaan simbol. Kebutuhan

mereka terwakilkan dalam simbol tersebut. Masyarakat Ambon memahami

sungguh kebutuhan mereka untuk ada dalam hubungan yang rekonsiliatif, namun

ternyata dalam hal ini diri dan kebutuhan mereka tidak terwakilkan melalui Gong

Perdamaian Dunia.

Page 10: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

87

Keberadaan Gong Perdamaian merupakan kebijakan yang diambil

pemerintah (sekaligus apresiasi) terhadap situasi kondusif yang terus berlangsung

pasca konflik. Namun, ditegaskan kembali bahwa gong ini tidak mendapat tempat

yang mendalam di hati orang Ambon sendiri. Salah satu contoh, sebagian orang

Ambon (misalnya anak usia remaja, atau anak-anak yang lahir pasca konflik)

sama sekali tidak belajar tentang rekonsiliasi lintas agama, hal ini terlihat dalam

kasus pelecehan agama yang diposting pada akun facebook pelaku.8 Seharusnya,

dari kejadian-kejadian seperti ini, pemerintah dapat membantu masyarakat dalam

memberi informasi dan media pembelajaran terkait konflik dan rekonsiliasi yang

mana Gong Perdamaian Dunia harusnya menjadi salah satu dari sekian banyak

solusi untuk orang belajar tentang perdamaian dan rekonsiliasi. Namun,

pemerintah sendiri tidak memberi ruang atau akses penuh agar orang dapat

memahami secara benar tentang konflik, dan rekonsiliasi. Museum di bawah

monument Gong Perdamaian Dunia tidak setiap saat dibuka, padahal didalamnya

termuat berbagai dokumentasi tentang peristiwa konflik yang dialami oleh orang

Ambon, sampai pada berbagai upaya perdamaian yang dilakukan, dan melaluinya

orang Ambon dan pengunjung-pengunjung Gong Perdamaian Dunia dapat belajar

banyak mengenai konflik dan rekonsiliasi. Dengan demikian, agar Gong

Perdamaian Dunia dapat berfungsi secara maksimal sebagai simbol rekonsiliasi

lintas agama, maka pemerintah sebagai fasilitator harus memberi informasi dan

akses tentang Gong Perdamaian Dunia yang ditempatkan di Ambon.

8 http://kilasmaluku.fajar.co.id/2017/05/16/bikin-postingan-melecehkan-agama-di-

medsos-pemilik-akun-ian-dirks-paling-diincar/

Page 11: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

88

4.2. Menikmati Perdamaian Dalam Aksi “Baku Bae”.

Sebagaimana yang dikatakan Nelman Weny tentang damai adalah suasana

tidak adanya permusuhan dan hubungan yang serasi atau harmonis di antara

kedua belah pihak. Oleh karena damai yang menunjuk pada sebuah suasana atau

keadaan maka perdamaian merupakan proses atau usaha menuju suasana damai

itu.9 Perdamaian dan rekonsiliasi merupakan suasana idaman bagi semua orang

baik secara pribadi (keadaan damai atau tenang yang dirasakan dalam diri

seseorang) dan hubungan antar orang atau kelompok, masyarakat, dan negara.

Namun pada kenyataannya tidak dapat disangkali bahwa tidak ada satu pun

kelompok, masyarakat dalam wilayah atau negara yang terbebas dari gesekan-

gesekan yang memicu ricuh, rusuh, dan konflik. Proses menciptakan perdamaian

dan rekonsiliasi kemudian menjadi pekerjaan tiada akhir, sebab tentu saja bagi

daerah dan orang-orang yang pernah merasakan konflik, hal tersebut

meninggalkan luka dan trauma mendalam yang harus disembuhkan.

Bagi orang Ambon, rekonsiliasi yang berlangsung setelah meredamnya

konflik panas datang dari kemauan mereka sendiri untuk berdamai. Orang Ambon

pada akhirnya menyadari bahwa konflik yang mereka alami sebenarnya adalah

“settingan” pihak luar.10

Dalam hal ini, tidak ditemukan secara pasti siapa yang

memicu konflik Ambon, namun lewat penelitian dan penelusuran lebih lanjut

tentang konflik Maluku, diketahui bahwa orang-orang Ambon sengaja

9 N. A. Weny, “Tang Pi’u-Wang Solang, Menyambung yang Terputus, Menambal yang

Tersobek: Sebuah Kristologi Pendamaian dari Perspektif Orang Pantar Barat” dalam Sosiologi

Agama Pilihan Berteologi Di Indonesia, Izak Latu, Rama Tulus Pilakoannu, dkk., (Salatiga:

Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, 2016), 229. 10

Samuel Waileruny, Membongkar Konspirasi di Balik Konflik Maluku, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), 157.

Page 12: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

89

ditunggangi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu.11

Dengan demikian, secara langsung dilihat bahwa pelaku konflik adalah orang-

orang Ambon yang tanpa sadar dan tahu bahwa mereka sengaja diperalat untuk

membuat kekacauan, yang ternyata mengakibatkan diri mereka sendirilah yang

menjadi korban dan menderita akibat konflik tersebut. Kesadaran ini membuat

mereka tidak ingin lagi terprovokasi dengan issue pemicu konflik dan melawan

konflik dengan berbagai aksi damai. Hal ini pula yang ditegaskan oleh Johan

Galtung tentang rekonsiliasi sebagai bentuk akomodasi dari pihak-pihak yang

terlibat dalam konflik destruktif untuk saling menghargai satu dengan yang lain,

menyingkirkan rasa sakit, dendam, takut, benci, dan bahaya terhadap pihak

lawan.12

Tindakan-tindakan ini nyata dalam cara mereka “baku bae” dengan

mempererat lagi sistem kearifan lokal pela-gandong, pembentukan Kelembagaan

Majelis Latupati Maluku dan Kota Ambon yang bertugas secara umum untuk

melakukan aktifitas perdamaian di Ambon-Maluku bersama dengan pemerintah

melalui jalur adat dan nilai-nilai budaya yang ada di Ambon, serta kegiatan dialog

lintas agama. Nico Kana mengatakan bahwa upaya untuk rekonsiliasi lintas

agama tidak akan berjalan mulus ketika suatu komunitas agama mempertahankan

primodialisme yang ekslusif.13

Dengan demikian, berbagai kegiatan dialog lintas

agama diberlakukan untuk membantu kedua komunitas agama yang berkonflik

(Islam-Kristen) ini untuk menemukan titik temu yang bertujuan melihat

perbedaan bukan sebagai penghancur, tetapi sebagai keindahan. Setiap agama atau

orang yang beragama harus terbuka satu dengan yang lain, dan tidak menganggap

11

John Pieris, Tragedi Maluku; Sebuah Krisis Peradaban, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 164-170.

12 Johan Galtung, Rekonsiliasi Konflik, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), 67.

13 Nico L. Kana, Agama-agama dan Rekonsiliasi , (Jakarta: Bidang Marturia PGI, 2005), 22.

Page 13: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

90

kebenaran hanya ada dalam agama mereka sendiri. Selain itu juga, para

provokator damai (yang muncul pada tahun 2011 hingga kini) terus berupaya

membawa dan menebarkan pesan perdamaian di Ambon.

Aksi baku bae yang dinilai berhasil dilakukan oleh para provokator damai,

menggugah banyak warga Kota Ambon terkait dengan kericuhan 11 September

2011. Aksi ini berkaitan erat dengan bagaimana peran ritual dan simbol dalam

kehidupan masyarakat. Schrich mengatakan bahwa ritual menggunakan tindakan

simbolik untuk berkomunikasi membentuk atau mengubah pesan dalam ruang

sosial yang unik. Schrich mengatakan bahwa pesan dari tindakan simbolik tidak

secara langsung membahas orang atau peristiwa yang sementara terjadi, tetapi

komunikasi melalui simbol, mitos, dan metafora yang mengizinkan beragam

interpretasi. Ritual dan simbol bertujuan untuk membentuk (membangun) atau

merubah pandangan seseorang, identitas, dan hubungan.14

Hal ini terjadi ketika

dalam kegiatan yang dilakukan provokator damai, ada berbagai tindakan simbolik

misalnya nyanyian, pembacaan puisi yang kemudian diinterpretasi dan dimaknai

oleh peserta yang hadir. Simbol-simbol yang digunakan saat itu seperti kain putih

(kain gandong) dan monumen Gong Perdamaian Dunia yang saat itu digunakan

sebagai tempat berlangsungnya kegiatan. Tujuan dari kegiatan (ritual) tersebut

tercapai dimana orang-orang saling duduk bersama mendengarkan satu dengan

yang lain dan memberi dukungan bagi berlangsungnya rekonsiliasi lintas agama.

Schrich menjelaskan tentang tipe ritual untuk membentuk dan mengubah,

bahwa semua budaya memiliki ritual tradisional untuk membangun hubungan,

membatasi kekerasan, dan memecahkan masalah. Aktivis perdamaian dapat

14

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 16-17.

Page 14: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

91

membantu menghidupkan kembali atau menggambar di ritual yang ada dalam

suatu budaya yang dapat membantu untuk kegiatan pembangunan dan proses

perdamaian. 15

Berbagai tindakan atau aksi simbolik (ritual) yang dilakukan oleh

para provokator perdamaian berkaitan secara langsung dengan budaya orang

Ambon tentang pela-gandong dan kapata. Ritual yang dilakukan untuk

membangun hubungan persaudaraan antar peserta yang berbeda agama dan

sempat ricuh karena peristiwa 11 September 2011. Semua aksi simbolik yang

dilakukan bertujuan untuk menghilangkan sikap curiga satu sama lain dan

membangun tekad untuk ada dalam hubungan rekonsiliatif lintas agama.

Aksi simbolik dalam mengusahakan perdamaian pasca ricuh 11 September

oleh provokator perdamaian tampak dalam ritual tradisional (penggunaan simbol-

simbol lokal) sekaligus terwujud dalam tipe ritual konstruktif. Schrich

menjelaskan lebih lanjut tentang ritual konstruktif yang digunakan untuk

memperbaiki kehidupan orang-orang yang menggunakannya, tanpa menyebabkan

kerugian bagi orang lain. Ritual dapat memainkan peranan penting dalam

komunikasi antara kelompok yang berkonflik.16

Pembacaan narasi, kapata yang

disampaikan oleh korban kericuhan saat itu memberi semangat bagi semua orang

untuk tidak memadamkan semangat api perdamaian diantara mereka. Salah satu

dari Kapata yang dibacakan adalah “Seng ada tumpah darah, karena katong satu

darah. Seng ada perpecahan, karena katong satu gandong. Ale Salam, beta

Sarane, tapi katong satu gandong” (Tidak ada darah yang tertumpah, karena kita

satu darah. Tidak ada perpecahan, karena kita satu gandong. Anda Islam, saya

Kristen, tapi kita satu gandong). Dialog lintas agama dalam bentuk berbagi cerita

15

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebulding … 22-23. 16

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 24

Page 15: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

92

dan solusi penyelesaian ricuh dilakukan agar pihak-pihak yang berkonflik mampu

berada dalam ruang bersama membicarakan dan mencari kekuatan-kekuatan

bersama untuk menciptakan hubungan rekonsiliasi yang meruntuhkan setiap

dinding yang membatasi ikatan saudara antara Salam-Sarane di Ambon. Akan

tetapi, melalui hasil penelitian ditemukan kekurangan fungsi Gong Perdamaian

Dunia sebagai simbol. Hal ini dikarenakan alasan pemilihan lokasi kegiatan tepat

berada pada pusat kota, dimana untuk mengakses lokasi dengan mengkonfirmasi

semua jenis kegiatan dapat dilakukan dengan mudah. Pemaknaan atau

pengahayatan terhadap Gong Perdamaian Dunia tidak tampak dalam hal ini.

Dari berbagai aksi “baku bae” inilah maka Kota Ambon dapat kembali

lagi mengecap suasana rekonsiliasi lintas agama, dimana orang Kristen tidak lagi

merasa takut untuk berkunjung ke daerah Islam atau sebaliknya, meskipun tidak

dapat dipungkiri bahwa hingga kini segregasi masih terus ada antara kedua

komunitas agama terbesar di Kota Ambon. Namun, pemerintah dalam rencana ke

depan berusaha untuk menciptakan hubungan rekonsiliasi lintas agama dengan

membangun pemukiman bersama bagi orang Kristen dan Islam di Ambon (Hasil

wawancara, lihat Bab III). Lewat rencana ini, diharapkan agar masyarakat tidak

lagi berada dalam rasa takut atau curiga satu dengan lain. Semua sekat yang

tercipta akibat konflik dihancurkan dengan rasa percaya untuk hidup

berdampingan antar orang bersaudara yang tinggal dalam satu atap (Kota

Ambon).

Page 16: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

93

Sebagaimana tindakan juga merupakan bentuk simbolik maka, sebuah

simbol pada mulanya adalah sebuah benda, tanda, atau sebuah kata yang

digunakan untuk saling mengenali dan dengan arti yang sudah dipahami. 17

Hal

ini berarti bahwa ketika sebuah benda digunakan sebagai simbol oleh individu,

kelompok, maupun suatu negara maka pengguna simbol tersebut telah dengan

sangat cermat mengetahui apa makna simbol itu dan apa saja yang

melatarbelakangi benda tersebut digunakan sebagai simbol bagi mereka.

Sejak tahun 2002 pasca insiden bom Bali, Gong Perdamaian Dunia adalah

sebuah benda atau alat yang ditandai sebagai simbol Perdamaian, tidak hanya oleh

bangsa Indonesia tapi seluruh dunia. Namun kenyataannya kehadiran Gong

Perdamaian Dunia tidak serta merta dimaknai oleh masyarakat Ambon sebagai

simbol perdamaian dan rekonsiliasi Ambon. Padahal, kebenaran asasi mengenai

simbol-simbol adalah bahwa simbol berkaitan erat dengan kohesi sosial dan

transformasi sosial.18

Sebuah simbol mampu merubah kehidupan masyarakat

disekitarnya, tergantung pada bagaimana masyarakat memaknai simbol tersebut.

Dengan demikian, penyebab warga Ambon tidak menganggap penting kehadiran

Gong Perdamaian Dunia didasarkan pada kebudayaan orang Ambon sendiri yang

tidak cukup familiar dengan gong.

17

Dilistone, Daya Kekuatan Simbol … 21.

Page 17: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

94

4.3. Simbol Sebagai Kekuatan Penggerak.

Peristiwa konflik Ambon tahun 1999 menjadi ingatan yang kemudian

diwariskan dari generasi ke generasi dan membentuk ingatan kolektif. Ingatan ini

akan tetap ada walaupun waktu berubah dan tradisi menghilang. Namun, ingatan

kolektif ini membantu masyarakat Ambon untuk tidak lagi terkungkung dalam

luka lama yang mereka derita akibat dampak konflik. Jan Assmann dan John

Czaplicka mengatakan bahwa ingatan kolektif juga membekas dalam ruang

material suatu masyarakat misalnya taman, jalan, gedung, monumen dan berbagai

hal lainnya. Ruang material adalah representatif dari identitas suatu masyarakat.19

Ruang material inilah yang dikenal dengan simbol, dan simbol yang hidup dalam

ingatan kolektif suatu komunitas kemudian menjadi identitas bagi mereka.

Pada prinsipnya, pemaknaan Gong Perdamaian dunia sebagai simbol

rekonsiliasi lintas agama bagi masyarakat di Ambon dapat dibentuk ataupun tidak,

terlebih dahulu dilihat dari bagaimana pihak yang mendatangkan Gong

Perdamaian Dunia menyikapinya. Menurut Firth, simbol mempunyai peranan

yang sangat penting dalam urusan-urusan manusia; manusia menata dan

menafsirkan realitasnya dengan simbol-simbol dan bahkan merekonstruksi

realitasnya itu dengan simbol.20

Keberadaan simbol sebagai sarana manusia

mengekspresikan diri serta mengatur tatanan kehidupan membuat adanya

ketergantungan antara simbol dengan penggunanya. Akan tetapi, menurut

Schrich, ditangan manusia kekuatan simbol bisa mendatangkan hal yang baik atau

19

Jan Assman dan John Czaplicka, Collective Memory and Cultural Identity, No. 65,

Cultural History/Cultural Studies. (Spring - Summer, 1995). 20

Raymond Firth, Symbols: Public and Private (Allen and Uwin), 1973

Page 18: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

95

malah sebaliknya.21

Simbol dapat menjadi kekuatan yang menggerakan

penggunanya untuk mengingat dan melakukan kebaikan, dan bila simbol

disalahgunakan maka berpotensi menjadi penghancur bagi penggunanya atau

tempat dimana simbol itu ada.

Dalam hal ini, dilihat tentang bagaimana sebuah simbol mendatangkan

kebaikan atau sebaliknya, apakah sebuah simbol itu menjadi berguna bagi

penggunanya atau tidak. Keterbatasan pemaknaan Gong Perdamaian Dunia

sebagai simbol rekonsiliasi sesungguhnya tidak menjadi kesalahan warga Ambon

sendiri. Kurangnya informasi dan sosialisasi tentang Gong Perdamaian Dunia oleh

pemerintah daerah maupun kota sebagai pihak yang lebih banyak mengetahui

tentang gong tersebut menjadi alasan utama masyarakat Ambon seolah tidak

peduli dengan keberadaan gong itu. Kehadirannya saja tidak diperlukan sehingga

sulit rasanya bila Gong Perdamaian Dunia dijadikan simbol utama rekonsiliasi

oleh orang Ambon. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemerintah sendiri tidak

sepenuhnya mendukung kerja-kerja perdamaian yang dilakukan di lokasi Gong

Perdamaian Dunia. Padahal sebenarnya melalui kerja-kerja perdamaian dengan

menggunakan Gong Perdamaian Dunia sebagai sarana atau media hal tersebut

dapat membantu masyarakat memaknai hadirnya Gong Perdamaian Dunia sebagai

simbol rekonsiliasi hubungan lintas agama di Ambon.

Tidak maksimalnya dukungan pemerintah ini yang kemudian membuat

Gong Perdamaian Dunia sama halnya dengan Perjanjian Malino yang pada waktu

itu diketahui sebagai salah satu simbol perdamaian di Maluku. Perjanjian Malino

menjadi sebuah simbol yang dipaksakan oleh pemerintah pusat agar konflik

21

Schrich, Ritual And Symbol in Peacebuilding... 4.

Page 19: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

96

Ambon segera berakhir. Hal serupa nampak terjadi dengan Gong Perdamaian

Dunia di Ambon. Pemerintah pusat bekerja sama dengan Komite Perdamaian

Dunia untuk menjadikan Ambon sebagai salah satu tempat perdamaian dunia,

namun makna dari penempatan Gong Perdamaian itu tidak sampai pada

masyarakat. Melalui hasil penelitian diketahui bahwa bagi masyarakat Ambon,

ada atau tidaknya Gong Perdamaian Dunia di Ambon tidak memberi dampak

sama sekali bagi masyarakat. Gong Perdamaian Dunia tidak menjadi simbol

rekonsiliasi lintas agama di Ambon walaupun komponen-komponen di gong

tersebut sudah dengan sangat jelas memuat tentang nilai-nilai persatuan dan

perdamaian. Adanya Gong Perdamaian Dunia di Ambon menjadi aset pariwisata

dimana semua pengunjung dapat berfoto atau bersantai disitu. Melalui penelitian

yang dilakukan, tidak satu pun pengunjung yang terinspirasi dari gong tersebut

dan menjadi bersemangat untuk menyebar pesan perdamaian ke seluruh pelosok

Ambon. Sehingga peran Gong Perdamaian Dunia lebih mengarah pada simbol

atau icon pariwisata daripada simbol perdamaian yang dapat menjadi sarana bagi

rekonsiliasi hubungan lintas agama.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Victor Turner bahwa lewat kesepakatan

kolektif, pada simbol dapat ditambahkan makna baru dan setiap individu dapat

menambahkan makna pribadi pada makna umum simbol itu. Simbol terus hidup

dalam masyarakat, dan selama masyarakat tetap menyeleraskan simbol dalam

konteks yang mungkin akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu, simbol

itu tidak akan mati atau terus menjadi daya penggerak dalam masyarakat. 22

Ini

berarti bahwa pemaknaan terhadap simbol tidak hanya terbatas pada satu fungsi

22

Victor Turner and Edith Turner, Image and Pilgrimage in Christian Culture:

Anthropological Perspective (New York: Columbia University Press, 1978).

Page 20: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

97

atau bermakna tunggal. Simbol dapat diberi makna tambahan sesuai dengan

konteks serta kebutuhan dan keinginan dari pengguna simbol tersebut. Hal ini

senada dengan yang dikatakan oleh Paul Tillich tentang ciri simbol sebagai

bentuk objektif dan konsepsi imajinatif.23

Simbol menjadi objek dimana ketika

seseorang melihat sebuah benda yang dijadikan sebagai simbol, mereka dapat

dengan bebas berimajinasi atau membayangkan seperti apa simbol atau tentang

asal usul dari keberadaan simbol itu. Dengan demikian, agar Gong Perdamaian

Dunia tidak kehilangan maknanya sebagai simbol perdamaian, dan dapat

digunakan oleh warga Ambon menjadi simbol yang menggerakan mereka untuk

terus menjaga rekonsiliasi hubungan lintas agama maka perlu diciptakan

pemaknaan ulang yang mendalam terhadap Gong Perdamaian Dunia bagi seluruh

masyarakat Ambon. Pemaknaan terhadap Gong Perdamaian Dunia sebagai simbol

dapat dibarengi dengan aksi-aksi perdamaian yang dilakukan dengan

menggunakan Monument Gong Perdamaian Dunia sebagai media yang sekaligus

dapat memberi informasi tentang Gong Perdamaian itu sendiri.

Dalam kepentingan membantu pemaknaan yang mendalam terhadap Gong

Perdamaian Dunia sebagai simbol rekonsiliasi bagi rakyat Ambon, maka apa yang

dikatakan oleh Marry Douglas perhatikan. Menurut Douglas, simbol historis

memainkan peran penting dalam hal ini. Simbol historis yaitu simbol yang

dibangun, dipolakan, dibentuk oleh peristiwa-peristiwa penting dalam

pengalaman sosial.24

Pada dasarnya, kejadian-kejadian yang penting untuk diingat

apalagi peristiwa yang dialami bersama dalam masyarakat akan membekas dan

23

Tillich, Systematic Theology 3, … 24

Mary Douglas, Natural Symbols:Explorations in Cosmology(London and New York:

Rotledge, 1970).

Page 21: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

98

diteruskan sebagai ingatan kolektif. Dalam ingatan kolektif, tercipta simbol-

simbol yang berfungsi sebagai penyimpan cerita serta mengandung nilai dan

pesan. Maka, Gong Perdamaian Dunia sebenarnya dapat dijadikan sebagai simbol

historis bagi orang Ambon yang memuat tentang begitu banyak kehilangan yang

dialami oleh mereka akibat konflik dan banyaknya upaya keras yang dilakukan

agar Ambon menjadi kota yang damai. Orang memaknai setiap unsur yang ada

pada Gong Perdamaian Dunia. Dimulai dari kekhususan Gong Perdamaian Dunia

di Ambon yang terletak pada museum. Semua bukti tentang bagaimana konflik

memporak-poranda kehidupan warga Ambon saat itu, kemudian dijadikan sebagai

kekuatan untuk membangun hubungan rekonsiliasi lintas agama di Ambon.

Pengalaman tersebut dimuat dalam sebuah simbol besar yang mencakup berbagai

nilai tentang kebudayaan orang Ambon-Maluku sendiri, memuat nilai-nilai

tentang persatuan dan toleransi.

Simbol dan ritual sekali lagi memainkan peranan penting dalam kehidupan

masyarakat. Simbol menjadi penggerak bagi masyarakat yang kemudian

disemangati oleh kekuatan simbol untuk melakukan tindakan atau hal yang

diwakilkan pada simbol tersebut. Menghidupkan dan memberi kekuatan pada

sebuah simbol, bergantung pada masyarakat dimana simbol itu berada. Sebagai

pihak yang mengetahui lebih banyak tentang Gong Perdamaian Dunia, pemerintah

harus bekerja sama dengan misalnya lembaga Majelis Latupati Maluku dan Kota

Ambon, para tokoh agama untuk menghidupkan fungsi Gong Perdamaian Dunia

sebagai simbol rekonsiliasi lintas agama di Ambon, agar masyarakat pun merasa

Gong Perdamaian Dunia sebagai bagian dari identitas orang Ambon, dan bukan

semata aset pemerintah yang diletakan disana. Peran agama juga memiliki

Page 22: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

99

keterlibatan dalam hal ini, mengingat salah satu issue provokasi yang memicu

konflik adalah issue agama. Dengan demikian, tokoh-tokoh agama pun memiliki

tanggung jawab untuk memberi informasi tentang makna serta nilai yang

terkandung dalam monument Gong Perdamaian. Salah satu jalan masuk lewat

kerja sama dengan pemerintah dan tokoh adat, melalui ritual (sebagai tindakan

simbolik) seperti duduk bersama dan saling berbagi cerita tentang kekhasan

agama dan suku dari orang Maluku-Ambon sendiri. Pemerintah, tokoh agama,

dan tokoh adat dapat kemudian melakukan kegiatan-kegiatan perdamaian dengan

menggunakan Gong Perdamaian Dunia sebagai media bagi sarana belajar bagi

seluruh masyarakat Ambon tentang rekonsiliasi. Maka, orang Ambon kemudian

dapat membuka ruang bagi penghayatan terhadap Gong Perdamaian Dunia

sebagai simbol rekonsiliasi lintas agama di Ambon, dimana lewat simbol tersebut,

masyarakat Ambon tersemangati untuk tetap memelihara perdamaian di Ambon.

5. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan dan diuraikan di atas, maka

terlihat bahwa orang Ambon melihat Gong Perdamaian Dunia sebagai aset

pemerintah yang lebih difungsikan sebagai tempat pariwisata. Gong Perdamaian

Dunia tidak dijadikan sebagai salah satu simbol bagi orang Ambon tentang

perdamaian dan rekonsiliasi hubungan lintas agama di Ambon. Hal ini didasari

pada budaya orang Ambon sendiri yang tidak memiliki kedekatan dengan gong.

Selain itu, alasan penting lainnya adalah minimnya informasi dan sosialisasi dari

pemerintah tentang Gong Perdamaian di Ambon sebagai simbol perdamaian di

Page 23: BAB IV MENGGUGAT FUNGSI GONG PERDAMAIAN DUNIA …...merupakan inisiatif atau proyek pemerintah dan Komite Perdamaian Dunia untuk memberi kesan pada “pihak luar” dan menjadi tanda

100

Ambon, serta kurangnya dukungan penuh dari pemerintah bagi pihak-pihak yang

melakukan kerja perdamaian dengan menggunakan monument Gong Perdamaian

Dunia, yang sebenarnya dapat memberi informasi dan semangat bagi warga

Ambon untuk mempunyai “rasa memiliki” gong tersebut.