bab iv kepentingan jepang dan cina di wilayah …€¦ · melakukan survei geologi di laut kuning...
TRANSCRIPT
BAB IV
KEPENTINGAN JEPANG DAN CINA DI WILAYAH
KEPULAUAN SENKAKU/DIAOYU
4.1. Klaim Kedaulatan oleh Jepang dan Cina di Kepulauan Senkaku/Diaoyu
4.1.1. Klaim Kedaulatan Oleh Cina di Kepulauan Senkaku/Diaoyu
Cina mulai mempermasalahkan kepemilikan kepulauan Senkaku/Diaoyu paska
diumumkannya hasil penelitian geologi dari UNECAFE di Laut Cina Timur. Pada bulan
Oktober – November 1968, Committee for Co-ordination of Joint Prospecting for
Mineral Resources in Asian Offshore Areas (CCOP) yang dibawahi oleh UNECAFE
melakukan survei geologi di Laut Kuning dan Laut Cina Timur. Para peneliti yang
berasal dari Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan melaporkan bahwa kedua wilayah itu
memiliki cadangan minyak yang sangat menjanjikan terutama di sekitar kepulauan
Senkaku/Diaoyu yang memiliki cadangan migas sekitar 175-210 triliyun kubik.
Berpatokan pada putusan dari International Court of Justice (ICJ) tanggal 20 February
1969 tentang penghakimannya dalam kasus landasan kontinen di Laut Utara, Korea
Selatan mulai memfasilitasi Jepang dan Taiwan untuk mencari jalan keluar tentang batas
maritim di Laut Cina Timur yang tumpang tindih sekaligus melakukan kerjasama
eksplorasi minyak di timur laut wilayah tersebut.
Setelah mendengar kabar tentang hasil survei dan rencana kerjasama antara Jepang,
Korea Selatan, dan Taiwan, pada tanggal 4 Desember 1970, Cina mulai melakukan protes
resminya lewat sebuah siaran radio. Setahun setelahnya, tepatnya pada tanggal 17 Juni
1971, pemerintah Cina secara formal mengeluarkan statement melalui Kementerian Luar
Negerinya. Dalam statement tersebut, Cina menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
tindakan Jepang yang menempatkan kepulauan Senkaku/Diaoyu dibawah yuridiksinya.
Menurutnya, kepulauan yang disebut oleh Jepang Senkaku merupakan bagian dari
kedaulatan Cina sejak jaman Dinasti Ming (1368-1644). Cina dan Taiwan bersepakat
bahwa jauh sebelum Jepang mengambil alih Taiwan paska perang Sino, teritori laut
tersebut telah ditempatkan dibawah yuridiksi Taiwan dengan nama Diaoyutai atau
Diaoyu. Berikut adalah landasan historis lain yang Cina gunakan untuk mengklaim
kepulauan Senkaku/Diaoyu. Pertama, pada abad ke-14 hingga pertengahan abad ke-19,
Kerajaan Ryukyu (sekarang Okinawa) dan Kerajaan Cina memiliki hubungan diplomatik
yang sangat dekat. Cina menggunakan kepulauan yang berada di antara kedua kerajaan
sebagai navigasi dalam melakukan pelayaran antar kedua negara dan menamainya
sebagai Diaoyu. Kedua, pada pertengahan abad ke-16, Dinasti Ming membangun sebuah
sistem keamanan pantai termasuk di wilayah kepulauan Senkaku/Diaoyu untuk melawan
bajak laut atau penyelundup dari Jepang. Ketiga, para nelayan dari Cina telah
menggunakan wilayah sengketa sebagai tempat perlindungan saat terjadi badai sejak
jaman dahulu kala. Keempat, Permaisuri Tsu Hsi mengeluarkan sebuah dekrit kekaisaran
pada tahun 1893 untuk memberikan tiga dari beberapa pulau di kepulauan
Senkaku/Diaoyu kepada salah seorang rakyatnya untuk mengumpulkan tanaman obat dari
pulau-pulau tersebut.
Gambar 4.
Rute kapal Cina – Kerajaan Ryukyu pada abad ke-16 hingga abad 20 Sumber :
https://www2.jiia.or.jp/en/pdf/digital_library/Serita_senkaku.pdf
Setelah Cina secara resmi mengumumkan bahwa kepulauan Senkaku/Diaoyu
merupakan bagian dari kedaulatannya, ia kemudian mengumumkan satu persatu nama
pulau di wilayah kepulauan Senkaku/Diaoyu mengikuti Jepang yang terlebih dahulu telah
memberi nama bagi setiap pulau di wilayah kepulauan tersebut. Berikut adalah nama-
nama yang diberikan oleh kedua negara untuk masing-masing pulau di kepulauan
Senkaku/Diaoyu.
Tabel 4.1.
Pemberian nama oleh Jepang dan Cina pada setiap pulau di Kepulauan
Senkaku/Diaoyu
No. Jepang Cina
1. Uotsuri Diaoyu Dao
2. Kitakojima Bei Xiaodao
3. Minamikojima Nan Xiaodao
4. Kuba Huangwei Yu
5. Taisho Chiwei Yu
6. Okinokitaiwa Da Bei Xiaodao
7. Okinominamiiwa Da Nan Xiaodao
8. Tobise Fei Jiao Yan
Sumber : Website Kementerian Luar Negeri Jepang, http://www.mofa.go.jp/region/asia-
paci/senkaku/qa_1010.html#q1
Selain melakukan klaim melalui bukti-bukti sejarah, Cina juga menggunakan beberapa
perjanjian untuk menguatkan posisi negaranya di kepulauan Senkaku/Diaoyu. Salah satu
perjanjian yang digunakan adalah Treaty of San Francisco1. Perjanjian yang dibuat untuk
menandakan berakhirnya Perang Dunia II ini melibatkan Amerika Serikat dan Jepang.
Dalam perjanjian tersebut, Jepang mengembalikan seluruh wilayah yang ia klaim kepada
negara asal. Namun, dalam perjanjian ini, Jepang tidak menyebutkan tentang kepulauan
Senkaku/Diaoyu.
Paska Cina mulai mempermasalahan kedaulatan kepulauan Senkaku/Diaoyu, isi dari
perjanjian tersebut di kritik oleh Cina. Dalam kritiknya, Cina menyatakan bahwa Jepang
di nilai telah mengetahui bahwa kepulauan Senkaku/Diaoyu adalah milik Cina. Melalui
1 Sebuah perjanjian yang melibatkan AS dan Jepang untuk mengakhiri Perang Dunia II. Di tanda tangani di San
Fransisco, Amerika Serikat pada 8 September 1951.
perjanjian Shimonoseki, Jepang dianggap mengambil alih Taiwan beserta seluruh
wilayah yang dibawahinya. Maka, dalam perjanjian San Fransisco seharusnya kepulauan
Senkaku/Diaoyu juga harus disebutkan dan dikembalikan. Terlebih setelah perjanjian itu
dibuat, Jepang dan AS menandatangani kerjasama militer terkait pembangunan base
militer di Okinawa dan akan merembet ke kepulauan Senkaku/Diaoyu sehingga hal itu
dianggap sebagai ancaman bagi Cina.
Seiring dengan berjalannya waktu, Amerika Serikat dan Jepang melakukan revisi
terhadap perjanjian Okinawa yang menyatakan bahwa Amerika Serikat akan
mengembalikan seluruh wilayah yang berada dibawah kepengawasannya ke tangan
Jepang termasuk kepulauan Senkaku/Dioayu yang menurut Amerika Serikat adalah
bagian dari administrasi Okinawa.
Sebagai respon terhadap perjanjian di atas, Jepang menilai bahwa revisi Perjanjian
Okinawa telah memvalidasi kedaulatan kepulauan tersebut. Sedangkan Cina yang diikuti
oleh Taiwan memulai kembali klaimnya terhadap kepulauan Senkaku/Diaoyu
berdasarkan nilai historis yang mereka miliki hingga saat ini.
4.1.2. Pembelaan Jepang Terhadap Klaim Kedaulatan Cina di Kepulauan
Senkaku/Diaoyu
Berdasarkan pada press release yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri
Jepang pada tahun 2013 tentang kepulauan Senkaku/Diaoyu, disebutkan dengan sangat
jelas bahwa kepulauan tersebut merupakan bagian dari teritori Jepang berdasarkan sejarah
dan hukum internasional yang menyatakan bahwa, klaim yang hanya berdasarkan pada
penemuan suatu wilayah tidaklah cukup untuk memperoleh gelar teritorial. Kedaulatan
akan tercapai jika suatu negara memiliki tujuan serta pengendalian yang efektif terhadap
wilayahnya. Dengan demikian, Jepang ingin menegaskan kepada Cina bahwa suatu
Negara harus memiliki kontrol secara nyata terhadap wilayah tersebut untuk
membuktikan kedaulatannya. Hal ini tentu berkebalikan dengan pernyataan Cina yang
mengklaim kepulauan Senkaku/Diaoyu berdasarkan sejarah penemuan wilayah tersebut
namun tidak memiliki kontrol resmi terhadap wilayah itu sebelum ia melakukan klaim.
Menurut pemerintah Jepang, dahulunya kepulauan Senkaku/Diaoyu sempat dihuni dan
dijadikan pabrik untuk mengelola hasil laut yaitu ikan Bonito yang keberadaannya
banyak ditemukan di wilayah tersebut. Namun saat ini, kepulauan Senkaku/Diaoyu sudah
tidak berpenghuni. Satu dari kedelapan pulau yaitu pulau Kuba, berada di bawah
kepemilikan pribadi tidak seperti pulau-pulau lain yang dibawahi oleh negara walaupun
secara administratif semua pulau tersebut tetap berada di bawah administrasi Okinawa,
Jepang.
Gambar 5.
Letak Geografis kedelapan pulau di Kepulauan Senkaku/Diaoyu versi Kementerian
Luar Negeri Jepang.
Sumber : Dokumen Kementerian Luar Negeri Jepang yang berjudul “The Senkaku
Islands”
Dari kedelapan pulau yang berada di kepulauan Senkaku/Diaoyu, rata-rata tidak
memiliki luas lebih dari 1 km2
karena kebanyakan dari pulau-pulau tersebut hanya terdiri
dari batuan karang saja. Namun demikian, kedelapan pulau tersebut memiliki latar
belakangnya masing-masing mengapa saat ini dapat masuk ke wilayah teritorial Jepang
secara resmi.
Tabel 4.2.
Latar Belakang kedelapan pulau di Kepulauan Senkaku/Diaoyu versi Kementerian
Luar Negeri Jepang.
No. Nama Pulau Pemilik Area
(km2)
Latar Belakang
1. Uotsuri Negara 3.6 km
2 Disewakan
oleh
pemerintah
Jepang untuk
warga
negaranya
secara gratis
pada 1896.
Selanjutnya
pemerintah
menjualnya
kepada seorang
warga negara
Jepang pada
tahun 1932
untuk dijadikan
tempat bisnis.
Pemerintah
menyewa ketiga
pulau ini pada 1
April 2002. Pada
11 September
2012,
pemerintah
Jepang membeli
serta
meresmikannya
sebagai bagian
dari teritori
Jepang.
2. Kitakojima Negara 0.26 km
2
3. Minamikojima Negara 0.32 km
2
4. Kuba Pribadi 0.87 km
2
Menjadi wilayah
bagi pasukan
bersenjata
Jepang dan AS
untuk melakukan
latihan bersama
sejak tahun 1972 5.
Taisho Negara 0.04 km2
Menjadi milik
Negara sejak
awal
ditemukan.
6. Okinokitaiwa Negara
0.05 km2
Menjadi milik Negara sejak awal
ditemukan.
7. Okinominamiiwa Negara
0.01 km2
8. Tobise Negara
0.02 km2
Sumber : Website Kementerian Luar Negeri Jepang, http://www.mofa.go.jp/region/asia-
paci/senkaku/qa_1010.html#q1
Setelah Cina mengeluarkan statement terkait protes dan klaimnya atas Kepulauan
Senkaku/Diaoyu pada tahun 1971, melalui Kementerian Luar Negerinya, Jepang
menyangkal pernyataan tersebut. Pada tahun itu pula, Perdana Menteri Jepang yaitu
Kakuei Tanaka dan Perdana Menteri Cina, Zhou En-Lai bertemu untuk melakukan Joint
Communique untuk memperbaiki hubungan diplomatik keduanya yang sempat terpecah
sekaligus mewujudkan misi Jepang untuk menjadikan Laut Cina Timur sebagai “Sea of
Peace, Cooperation, and Friendship” bagi negara-negara di dalamnya. Dalam pertemuan
ini, masing-masing Perdana Menteri setuju untuk tidak membicarakan isu mengenai
Kepulauan Senkaku/Diaoyu demi kepentingan bersama. Selanjutnya, pada tahun 1978
kedua negara bertemu kembali untuk mengesahkan perjanjian kerjasama keduanya.
Berdasarkan pada isi konferensi pers yang dicantumkan dalam dokumen Kementerian
Luar Negeri Jepang tentang Kepulauan Senkaku/Diaoyu, setelah pertemuan tersebut
digelar, Perdana Menteri Cina yaitu Deng Xiaoping, menyatakan bahwa isu-isu tentang
kepulauan Senkaku/Diaoyu patut dikesampingkan saat keduanya sedang terlibat negosiasi
dan kerjasama, bahkan hal itu dapat dilakukan selama 10 tahun kedepan jika perlu.
Namun sayangnya, pernyataan tersebut tidak benar-benar berlaku karena dalam
perjalanannya kedua negara kerap bersinggungan di wilayah sengketa dan memanaskan
situasi di wilayah Laut Cina Timur terutama di kepulauan Senkaku/Diaoyu.
Jepang yang ingin mewujudkan Laut Cina Timur sebagai “Sea of Peace, Cooperation,
and Friendship” harus menghadapi nelayan-nelayan Cina yang seringkali memasuki
wilayah tersebut. Selain itu, protes anti Jepang terhadap pemerintah Tokyo semakin
gencar dilakukan oleh masyarakat Cina. Pada mulanya, Jepang tidak merespon dengan
keras aksi-aksi tersebut. Namun karena pemerintah Cina dinilai membiarkan hal tersebut
terjadi, mau tidak mau Jepang harus mengambil tindakan serius untuk melindungi harga
diri negaranya. Ia kemudian membawa bukti-bukti yang Cina gunakan untuk mengklaim
kepulauan Senkaku/Diaoyu kepermukaan dan kembali menyanggahnya secara resmi.
Titik baliknya dilakukan pada tahun 2010 paska coast guard Jepang harus berkonfrontasi
menghadapi dan menahan nelayan Cina yang masuk ke wilayah kepulauan
Senkaku/Diaoyu.
Setelah kejadian tersebut, baik Jepang maupun Cina sama-sama melakukan
perlawanan. Karena banyaknya protes yang dilayangkan pemerintah Cina terhadap
pemerintah Jepang, maka Jepang menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah prosedur
wajib bagi suatu negara untuk melindungi kedaulatan negara yang terancam. Pemerintah
Jepang juga mulai mengeluarkan dokumen-dokumen resmi yang memuat tentang klaim
Cina terhadap kepulauan Senkaku/Diaoyu pada tahun 1970an yang dengan jelas
melakukan segala cara untuk membenarkan klaimnya. Salah satunya adalah pengubahan
nama kepulauan Senkaku menjadi Diaoyutai dalam salah satu buku pengetahuan geografi
untuk anak-anak SMP di Cina.
Gambar 6.
Cina merubah nama daerah persengketan dari “Kepulauan Senkaku” menjadi
“Kepulauan Diaoyutai” pada buku sekolah.
Sumber : Dokumen Kementerian Luar Negeri Jepang yang berjudul “The Senkaku
Islands”
Selain itu, Jepang mengumpulkan banyak bukti lain melalui media cetak Cina yaitu
“The People’s Daily” yang pernah Cina keluarkan pada tahun 1953 dan memperlihatkan
bahwa sebelumnya Cina menyebut kepulauan Senkaku/Diaoyu sebagai “Senkaku Island”
dan bukan Diaoyu/Diaoyutai seperti yang saat ini mereka gunakan. Jepang memberikan
bukti bahwa pada tahun 1920, konsulat Cina di Nagasaki pernah mengirimkan Letter of
Appreciation kepada masyarakat Jepang yang telah membantu nelayan Cina yang
terjebak badai di sekitar pulau Uotsuri serta mendaratkan mereka di kepulauan Senkaku
yang berada di bawah administrasi Okinawa dan Kekaisaran Jepang.
Gambar 7.
Letter of Appreciation dari Konsulat Cina untuk masyarakat Jepang pada tahun 1920
yang menyebutkan bahwa Kepulauan Senkaku merupakan teritori Jepang.
Sumber : Dokumen Kementerian Luar Negeri Jepang yang berjudul “The Senkaku Islands”
Dengan bukti-bukti di atas, maka Jepang menganggap bahwa sebelumnya Cina
mengakui bahwa kepulauan Senkaku/Diaoyu adalah bagian dari teritorial Jepang. Klaim
Cina terhadap kepulauan Senkaku/Diaoyu adalah bentuk lain dari national interest Cina
terhadap nilai-nilai strategis yang dimiliki oleh kepulauan Senkaku.
4.2. Nilai Strategis Kepulauan Senkaku/Diaoyu
Kepulauan Senkaku/Diaoyu yang terletak di Laut Cina Timur, diketahui memiliki letak
yang strategis bagi kedua negara dalam sektor pertahanan, ekonomi, dan politik. Kepulauan
Senkaku/Diaoyu diketahui dapat menjadi salah satu pangkalan militer terdepan baik bagi
Cina maupun Jepang dalam mengintai atau menjaga perbatasan dari ancaman negara lain.
Terlebih lagi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, kondisi keamanan regional Asia
Timur semakin memanas dipicu oleh peningkatan aktivitas militer dari setiap negara di
wilayah tersebut.
Dalam sektor ekonomi, karena letak kepulauan Senkaku/Diaoyu berada hampir di
tengah-tengah Laut Cina Timur, maka wilayah ini merupakan bagian dari jalur perdagangan
dunia yang sangat penting. Wilayah ini diketahui menjadi salah satu perairan penghubung
bagi keluar masuknya kapal-kapal pengangkut barang yang bermobilisasi di kawasan Asia
Timur. Nilai strategis ini, tentu saja akan sangat berguna baik bagi Cina ataupun Jepang.
Cina sebagai Negara yang sangat berambisi untuk menciptakan proyek maritime silk road,
tentu saja melihat bahwa keberadaan kepulauan Senkaku/Diaoyu akan sangat penting bagi
terlaksananya proyek tersebut. Sedangkan bagi Jepang, wilayah ini juga memiliki peranan
penting terkait kelancaran mobilisasi barang-barang yang akan keluar atau masuk ke
negaranya melalui jalur laut.
Selain itu, berdasarkan hasil survei geologi yang dilakukan oleh UNECAFE2 di Laut
Cina Timur, kepulauan Senkaku/Diaoyu diprediksi menyimpan cadangan energi migas yang
cukup besar di dalamnya. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, Cina
memiliki kekuatan yang disebut dengan people power yang dapat digunakan untuk
mendobrak perekonomian negaranya, sehingga tak heran jika saat ini Cina telah menguasai
hampir seluruh pasar ekonomi dunia khususnya di kawasan Asia. Walaupun demikian, Cina
juga memiliki kebutuhan energi yang sangat besar untuk dapat mencapai posisinya saat ini.
Pada tahun 2010, laporan dari International Energy Agency menyatakan bahwa Cina
menjadi konsumen energi terbesar di dunia sebanyak 2.3 juta ton dari total seluruh energi
yang dimiliki. Hal ini kemudian mendorong Cina untuk terus menerus mencari cadangan
energi agar dapat menutupi kebutuhan energi negaranya yang semakin membeludak. Seperti
Amerika Serikat yang melakukan invasi ke negara-negara di Timur Tengah untuk mencari
cadangan energi bagi kepentingan nasionalnya, Cina juga dianggap melakukan tindakan
yang hampir sama agar kebutuhan energinya tercukupi. Maka tidak heran jika setelah
2 UNECAFE (United Nations Economic Commission for Asia and the Far East) merupakan salah satu dari lima komisi
regional dari United Nations Economic and Social Council yang berpusat di Bangkok, Thailand. Komisi ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi antara negara anggota. Saat ini, ECAFE telah berubah nama menjadi UNESCAP (United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pasific).
diumumkannya survei geologi dari UNECAFE tentang besarnya jumlah cadamgan energi
migas di kepulauan Senkaku/Diaoyu, Cina mulai mengobarkan klaim atas kepulauan tak
berpenghuni itu.
Energi yang terkandung di kepulauan Senkaku/Diaoyu dinilai dapat menjadi penyangga
Cina untuk terus membesarkan perekonomian negaranya. Sebagai negara industri, adalah hal
yang penting bagi Cina untuk terus mempertahankan kredibilitasnya dibidang tersebut agar
permintaan pasar dapat terpenuhi. Jika permintaan pasar dapat terpenuhi, industri Cina akan
semakin besar, jika industri Cina semakin besar dan maju, maka perekonomian Cina akan
ikut meningkat sehingga ia dapat menggunakan hal tersebut guna mendapatkan hegemoni
lebih besar di pasar ekonomi dunia. Hal tersebut, secara langsung juga akan memberikan
kekuasaan politik yang lebih bagi Cina untuk dapat menjalin kerjasama atau aliansi dengan
banyak negara dunia.
Seperti Cina, Jepang juga memandang kepulauan Senkaku/Diaoyu sebagai peluang yang
besar untuk dapat memperkuat serta mempertahankan dirinya sebagai Asia’s great power.
Sebagai salah satu negara industri terbesar di dunia, Jepang sama-sama membutuhkan energi
untuk terus mempertahankan pasarnya. Energi, bagi Jepang adalah hal yang harus dipenuhi
seperti negara-negara lain. Ia telah menjadi negara yang bergantung pada minyak dan gas
alam dari luar negeri, sehingga menjadi hal yang akan sangat menguntungkan jika negara ini
dapat memiliki kepulauan serta wilayah Senkaku/Diaoyu dibawah kedaulatannya.
Meningkatnya kekuatan Cina dalam berbagai macam aspek, semakin mendorong Jepang
untuk terus meningkatkan perekonomiannya terutama dalam bidang industri agar posisinya
tidak tergeser baik dalam segi ekonomi maupun politik di wilayah Asia. Dengan kata lain,
energi migas di dalam kepulauan Senkaku/Diaoyu dapat menjadi penguat posisi tawar
Jepang dari peningkatan hegemoni Cina yang semakin besar di Asia.
Lebih luas dari itu, Jepang yang diketahui menjadi aliansi setia Amerika Serikat, secara
bersama-sama menggunakan kepulauan Senkaku/Diaoyu sebagai alat politik untuk
mengimbangi kekuatan Cina yang lagi-lagi dianggap mengancam posisi dan hegemoni
mereka yang terlebih dahulu telah menjadi great power. Kepulauan ini memiliki lokasi yang
cukup strategis bagi Jepang dan Amerika Serikat dalam memantau keadaan regional Asia
Timur yang kestabilan keamanannya mengalami banyak perubahan paska bertumbuhnya
kekuatan Cina dan Korea Utara.
Hal di atas juga berlaku bagi Cina. Kepulauan Senkaku/Diaoyu diketahui memiliki posisi
yang sangat strategis bagi negaranya karena menjadi bagian dari China’s first chain islands.
Dimana konsep mengenai chain islands atau rantai pulau, merupakan sebuah konsep yang
digunakan oleh PLAN (People Liberation Army Navy) sebagai acuan terhadap garis depan
bagi pertahanan Cina di wilayah Laut Cina Timur. Wilayah ini menjadi gerbang Cina dalam
memantau situasi dan kondisi regional sekaligus sebagai salah satu pintu utama untuk keluar
dari wilayah Asia Timur.
Gambar 8.
Konsep Chain Islands milik Cina
Sumber: Kementerian Pertahanan Amerika Serikat “Military and Security Developments
involving PRC 2011”
Karena Cina dan Jepang sama-sama melihat bahwa kepulauan Senkaku/Diaoyu adalah
wilayah kedaulatan mereka dan menjadi tempat yang pas untuk memantau keadaan di
wilayah Asia Timur, maka pembangunan base militer atau markas militer di tempat tersebut
merupakan hal yang mungkin dapat dilakukan kedua negara. Bagi Jepang, kepulauan ini
sangat strategis untuk menjadi tempat pelatihan militer dengan Amerika Serikat jika melihat
pada kondisi Cina yang dirasa mulai mengancam negaranya. Terlebih lagi letak kepulauan
Senkaku/Diaoyu juga sangat berdekatan dengan wilayah Okinawa yang diketahui telah
menjadi base militer utama bagi pasukan militer Amerika Serikat yang berada di Jepang.
Sedangkan bagi Cina, karena kepulauan Senkaku/Diaoyu merupakan first chain islands,
maka membangun base militer di sana merupakan salah satu agenda penting yang
kemungkinan besar akan dilakukan.