bab iv hasil penelitian pada bab ini diuraikan secara
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan secara keseluruhan temuan penelitian
pengembangan model pembelajaran yang mengembangkan ketrampilan berpikir
kesejarahan mahasiswa pendidikan sejarah. Secara rinci hasil penelitian tersebut
akan diuraikan dalam tiga sub, yaitu hasil penelitian studi pendahuluan, hasil
penelitian pengembangan model dan hasil penelitian pengujian model.
A. Hasi! Penelitian Studi Pendahuluan
Penelitian tahap ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
kondisi yang sedang berlangsung dalam proses perkuliahan mata kuliah sejarah
nasional maupun sejarah dunia bagi mahasiswa program studi pendidikan sejarah,
terutama dalam kaitannya dengan kondisi ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa. Secara rinci dalam studi pendahuluan ini. didapat data tentang
performansi dosen dalam menyiapkan dan melaksanakan perkuliahan,
pengembangan materi, pemilihan/penggunaan metode, media dan sumber belajar,
evaluasi pembelajaran, tingkat ketrampilan berpikir kesejarahan dan aktivitas
mahasiswa dalam perkuliahan, serta kondisi sarana/prasarana yang disiapkan
LPTK. Untuk mendapatkan keseluruhan data/informasi tersebut maka dilakukan
observasi, wawancara dan penyebaran angket kepada dosen dan mahasiswa serta
studi dokumen.
Seperti telah diuraikan dalam bab III, bahwa teknik analisis data dalam
tahap pertama (studi pendahuluan) adalah dengan deskriptif-kualitatif. yang
165
166
dilakukan secara berulang-ulang di sepanjang kegiatan penelitian dalam
menjawab pertauyaan-pertanyan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
Model analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif yang mengacu pada
Miles dan Huberman (1987:23).
Seperti telah dituliskan pada bab sebelumnya bahwa yang menjadi
responden dalam studi pendahuluan ini adalah dosen dan mahasiswa program
studi pendidikan sejarah FKIP UNSRI dan Universitas PGRI yang mengikuti
perkuliahan SNI II, IV, VI dan VIII, dan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan
Pra Sejarah, Sejarah Indonesia Madya dan Sejarah Indonesia Mutakhir di FKIP
universitas Muhamadiyah. Jumlah keseluruhan responden mahasiswa yang
dilibatkan dalam kegiatan observasi 302 orang. Untuk pengisian angket,
responden yang diambil hanya 10 orang dari setiap mata kuliah tersebut, sehingga
jumlah responden mahasiswa yang mengisi angket hanya 110 orang. Adapun
jumlah responden dosen untuk pelaksanaan observasi 13 orang, dengan rincian
Unsri 5 orang, Universitas PGRI 4 orang dan Universitas Muhammadiah 4 orang,
sedangkan jumlah responden dosen yang mengisi angket 21 orang.
K Dosen dan Mahasiswa
Melalui dokumentasi laporan Borang Akreditasi dari tiga LPTK tahun
2003, tempat lokasi penelitian berlangsung diketahui bahwa semua dosen yang
mengajar mata kuliah inti (sejarah) memiliki latar belakang pendidikan sejarah
atau ilmu sejarah di jenjang strata K Sebagian besar (68%) dosen pendidikan
sejarah masih pada jenjang strata 1, dan sisanya (32 %) telah melanjutkan ke
jenjang strata 2 dengan beragam disiplin ilmu. Jika dilihat dari masa tugas
mengajar di LPT K, maka hanya 4 orang dosen dari 37 dosen yang metil iSkr^ t sa
tugas mengajar di pendidikan sejarah di bawah 5 tahun. Secara keseIuniK^n^fo
dosen yang mengajar di tiga program studi Pendidikan Sejarah, FKIP di tiga
lokasi penelitian, yang dilihat dari latarbelakang pendidikan, masa tugas dan jenis
kelamin pada tabel di bawah ini.
;
Tabel 4.1 Profil Dosen Pendidikan Sejarah yang Mengasuh Mata Kuliah Keahlian
No. LPTK Kualifikasi Pendidikan
Masa Tugas Mengajar
Alumni S 1 Jenis Kelamin
1 Universitas Sriwijaya Jumlah = 13 org
S 1 = 3 org S 2 = 10 org S3 =0
<5 thn = 1 org > 5 thn = 12 org
Unsri = 10 org NonUnsri dan non lokal = 3 org
Lk = 4 org Pr = 9 org
II Universitas PGRI Jumlah = 15 org
S 1 = 11 org S 2 = 4 Org S 3 =0
<5 thn= 3 org > 5 thn = 12 org
Unsri ~ 4 org PGRI= 7 org UnMuh = 2 org Non lokal = 2 org
Lk «= 10 Olg Pr = 5 org
111 Universitas Muhammadiah Jumlah = 9 org
S 1 = 9 org S 2 = 0 Org S3 =0
<5 thn = 1 org > 5 thn = 8 org
Unsri = 6 org PGRI= 2 org Non Lokal = 1 org
Lk - 4 org Pr = 5 org
Dari tabel tersebut terlihat gambaran sebaran dosen pendidikan sejarah
yang mengajar di tiga LPTK di Kota Palembang. Sebagian besar dosen masih
berada pada jenjang pendidikan S 1, tetapi berlatar belakang pendidikan dari
pendidikan sejarah, dan hanya satu orang dosen dengan latar belakang S 1 dari
program studi pendidikaan geografi. Untuk menutupi kekurangan dosen yang
sebagian besar belum dan bahkan tidak ada sama sekait yang memiliki
kualifikasi strata 2, Universitas PGRI dan Muhammadiah menggunakan dosen
yang ada di Universitas Sriwijaya. Dari semua dosen pendidikan sejarah yang ada
168
di tiga LPTK di Kota Palembang, belum ada yang berkualifikasi S3. Berdasarkan
sebaran kualifikasi latar belakang pada dosen yang ada di tiga LPTK yang dikaji,
dapat dikalisiflkasikan bahwa Universitas Sriwijaya termasuk pada kategori
perguruan tinggi dengan kategori tinggi, sedangkan Universitas PGRI termasuk
kategori sedang, dan Universitas Muhammad iah termasuk kategori rendah.
Sebagian besar dari dosen ini adalah alumni-alumni LPTK yang ada di
kota Palembang. Hal ini tidak terlepas dari sejarah berdirinya LPTK tersebut,yang
terkait dengan kebijakan pemerintah waktu dulu untuk meningkatkan kuantitas
guru sekolah menengah, sebagai lanjutan dari kebijakan pemerintah (INPRES)
pendidikan dasar. Di iain pihak sebagian besar guru-guru yang mengajar di SMP
dan SMA di kota Palembang khususnya, dan propinsi Sumatra Selatan umumnya,
adalah juga alumni dari tiga LPTK tersebut. Oleh sebab itu pembenahan guru-
guru sejarah yang ada di Kota Palembang dan Provinsi Sumatra Selatan harus
bermula dari pembenahan pembelajaran sejarah yang ada di tiga LPTK tersebut
Dilihat dari jumlah dan rata-rata IPK alumninya lima tahun terakhir,
mahasiswa pendidikan sejarah di tiga LPTK di Kota Palembang cukup
membanggakan. Di samping itu, sebagai raw input dari proses pendidikan sejarah
di LPTK, mahasiswa memiliki alasan yang berbeda saat memilih dan
menentukan pendidikan sejarah sebagai pilihan saat masuk ke UMPTN. Dari
hasil angket terhadap mahasiswa tentang alasan pemilihan jurusan/program studi
pendidikan sejarah sangat beragam, di antaranya karena belajar sejarah lebih
mudah dibanding ilmu lain, belajar sejarah menyenangkan, sejarah mirip dengan
169
ilmu sosial politik, karena nilai sejarah saat di S MA tinggi, dan beberapa alasan
lainnya.
Alasan yang paling banyak dinyatakan responden mahasiswa adalah
karena pelajaran sejarah menarik yang menyebabkan mereka memilih program
studi ini. Ha! ini tentu sangat menggembirakan karena minat yang tinggi dari
peserta didik sangat menentukan keberhasilan pendidikan mereka. Apalagi untuk
sekelompok responden yang menyatakan karena keinginan yang sejak lama, dan
disebabkan oleh sosok guru sejarah yang menyenangkan, atau nilai pelajaran
sejarah yang tinggi sejak sekolah menengah, maka motivasi yang dimiliki untuk
belajar sejarah sangat tinggi. Hanya sebagian kecil saja dari responden mahasiswa
yang memilih program studi pendidikan sejarah karena faktor-faktor yang kurang
menunjukkan minat yang besar, yaitu karena tidak diterima di jurusan lain, dan
ikutan teman saja, serta memilih pendidikan sejarah karena satu-satunya program
studi yang ada untuk jurusan pendidikan IPS di LPTK tersebut.
2. Tujuan Pembelajaran Sejarah
Menjawab pertanyaan, apakah yang menjadi tujuan utama dari
pembelajaran sejarah yang diberikan kepada mahasiswa, maka para responden
dosen memberikan jawaban yang bervariasi. Berdasarkan jumlah responden yang
memberikan jawaban yang sama dan dikelompokkan, maka disusun berurut pada
tabel berikut, dimulai dari kelompok jawaban responden terbanyak hingga paling
sedikit.
170
Tabel 4.2 Pendapat Dosen tentang Tujuan Utama Pembelajaran Sejarah bagi
Mahasiswa Pendidikan Sejarah
Rangking Jawaban
Uraian Jawaban dosen
1. Penguasaan materj/Ilmu pengetahuan 2. Pemahaman materi kesejarahan dan keterkaitannya dengan kondisi saat ini 3 Membuka pola pikir kritis dan memiliki wawasan ke depan 4 Mahasiswa berpikir secara realistik, setiap kejadian ada kaitannya dengan
masa lampau 5 Mengembangkan berpikir kesejarahan 6 Menjadi guru sejarah yang profesional dan dapat melakukan penelitian
sejarah 7 Mengerti makna sejarah
Jika dilihat dari jawaban dosen tentang tujuan utama melaksanakan
pembelajaran ke mahasiswa pendidikan sejarah, diketahui bahwa sebagian besar
dosen menempatkan penguasaan materi sejarah sebagai tujuan paling utama
dibanding pengembangan ketrampilan berpikir. Saat ditanya, apakah yang
menjadi dasar pemikiran jawaban para dosen tersebut Dari hasil angket terbuka
dan wawancara, para responden dosen memberikan jawaban sangat beragam,
yaitu;
• LPTK mencetak calon guru sejarah, karena itu perlu penguasaan materi
• Mahasiswa tersebut adalah calon guru sejarah, karena itu harus mampu
menceritakan kembali peristiwa sejarah.
Sedangkan dasar pemikiran responden dosen yang menyatakan bahwa
ketrampilan berpikir lebih utama diberikan dibanding penguasaan materi, yaitu;
• LPTK adalah lembaga akademik, maka mahasiswa harus dikembangkan
cara berpikirnya.
171
« sejarah bukan untuk dihapal dan mustahil bisa dilakukan, karena itu
penting mahasiswa memiliki kemampuan menganalisa peristiwa sejarah.
Dasar pemikiran dosen yang kedua tersebut, memberikan kemungkinan
pembelajaran sejarah yang mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa mereka.
Keragaman pendapat dosen tersebut membawa pengaruh bagaimana
pembelajaran sejarah dilaksanakannya. Pemberian dikte materi menjadi "sesuai"
dilakukan jika tujuan dosen hanya untuk menyampaikan materi dan mengajar
untuk tes "teaching to tes". Sebaliknya akan berbeda dengan dosen yang
memiliki tujuan pembelajarannya untuk mengembangkan ketrampilan berpikir
kesejarahan. Secara lebih jeias dapat dirujukkan pada temuan studi pendahuluan
tentang bagaimana pengembangan materi, metode pembelajaran, media/sumber
belajar yang digunakan oleh dosen-dosen yang berbeda pandangan tersebut
berikutnya.
3. Pengembangan Materi
Sehubungan dengan pengembangan materi, semua responden dosen
menyatakan menggunakan isu/peristiwa yang aktual terjadi saat ini, sebagai
contoh, analogi dalam memberikan penjelasan materi kuliah. Hal ini agak berbeda
dengan jawaban responden mahasiswa, yang menyatakan hanya sebagian dosen
saja yang dalam menjelaskan materinya memberikan pemahaman kesejarahan
dengan tiga dimensi waktu (lalu, sekarang dan akan datang), sedangkan sebagian
besar dosen lainnya hanya menjelaskan tentang masa lampau saja dan cenderung
tidak memberikan contoh ataupun analogi dengan peristiwa lain. Sebagian besar
172
(85%) responden mahasiswa menyatakan bahwa dosen mereka sangat jarang
mengajak mereka untuk membahas, menganalisis isu peristiwa terkini dalam
konteks kesejarahannya dan sebagian lagi (5%) menyatakan tidak pernah sama
sekali ada pembahasan, mengenai isu peristiwa terkini dalam proses perkuliahan
yang dialaminya. Sebagian mahasiswa (10%) di salah satu LPTK yang diteliti
menyatakan pernah diarahkan dalam suatu diskusi untuk menganalisis peristiwa
terkini (misal, reformasi, Pemilu, krisis ekonomi) dalam salah satu mata kuliah
SNI VII yang menganalisis isu peristiwa terkini dalam konteks kesejarahannya
Dari hasil wawancara ditemukan adanya kecenderungan mahasiswa untuk
lebih mencari sendiri kejelasan materi pelajaran yang komprehensif melalui
teman, dibandingkan kepada dosen yang mengajar mahasiswa. Sekelompok
responden mahasiswa di salah satu LPTK menyatakan bahwa mereka tidak
mendapatkan penjelasan materi sejarah yang luas dari dosen SNI mereka,
melainkan justru dari teman kuliah yang mereka anggap "lebih" memahami
materi dibanding dosen mereka. Hal ini juga yang membuat mereka mengikuti
perkuliahan secara pasif. Mereka cenderung memilih untuk malas bertanya dan
pasif dalam diskusi. Sikap mahasiswa tersebut disebabkan oleh karena dosen
sering memberikan respon atau jawaban yang tidak membuat mahasiswa menjadi
lebih mengerti. Dari hasil observasi, sebagian kecil dosen sudah memberikan
arahan kepada mahasiswa untuk membandingkan dengan peristiwa sejarah di
tempat lain, atau memberikan contoh-contoh yang ada di dalam kehidupan
sekitarnya atau peristiwa lain di dunia yang memiliki kesamaan konsep dengan
materi yang sedang dibahas, tetapi sebagian besar responden dosen (ainnya
173
belum. Sebagian kecil dosen dari tiga LPTK tersebut, sudah ada yang
memberikan penjelasan materi yang lebih luas, melingkupi kejadian yang terkini
terjadi dan mengajak untuk mengkaji dengan tiga dimensi waktu.
Dari jawaban responden dosen dan mahasiswa tersebut, memunculkan satu
pemikiran bahwa diperlukan mode! pembelajaran yang dapat menjembatani kedua
pendapat yang terkesan bertolak belakang dalam hal aktivitas, motivasi, dan
kemandirian belajar serta ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa.
4. Penggunaan Literatur/Sumber Materi, Media dan Sarana/Prasarana
Sebagian besar (60%) dosen menyatakan tidak mendapat kesulitan dalam
menyiapkan literatur yang diperlukan dalam mata kuliah yang diasuhnya. Jika
terdapat kesulitan mereka meenutupi kekurangan literatur melalui artikel koran,
jurnal ilmiah. Sedangkan responden dosen lainnya (40%) menyatakan kesulitan
dalam menyiapkan literatur, karena terlalu kuno, kelemahan dalam bahasa Inggris
dan harga buku yang cukup mahal. Dosen juga menyatakan bahwa kurangnya
inventaris buku sejarah di perpustakaan sangat tidak membantu mereka dan juga
mahasiswa. Untuk mengatasi kekurangan literatur bagi mahasiswa, beberapa
dosen meminjamkan buku untuk di fotocopy. Ada juga sebagian dosen yang
mendiktekan isi buku miliknya kepada mahasiswa. Sepanjang proses perkuliahan
mahasiswa mencatat kalimat yang didiktekan dosen, sambil sesekali dosen
menjelaskan isi kalimat tersebut. Menurut hasil pengamatan peneliti pada satu
perkuliahan di salah satu LPTK, penjelasan yang diberikan dosen cenderung
hanya mengulang kembali isi kalimat yang didiktekan, tanpa uraian ataupun
contoh-contoh.
174
Sehubungan dengan perlunya mahasiswa dengan literatur, sebagian besar
responden menyatakan tidak mewajibkan mahasiswa memiliki literatur,
mengingat biaya yang cukup mahal. Responden dosen lainnya menyatakan
perlunya setiap mahasiswa memiliki minimal satu buku dalam setiap mata kuliah.
Hal ini disebabkan adanya kesulitan yang didapat dalam mengajak mahasiswa
untuk memahami materi jika mereka tidak pernah membaca buku. Peneliti
menemukan satu responden dosen, yang selalu konsisten untuk menyuruh
mahasiswaanya menunjukan buku sejarah yang terkait dengan mata kuliah yang
diasuhnya, setiap tatap muka. Menurutnya untuk mengatasi kemalasan membaca
para mahasiswa, maka mereka harus terus dikontrol dan diarahkan.
Keluhan tentang kemalasan mahasiswa daiam memiliki dan membaca
buku hampir disampaikan oleh semua dosen. Seorang dosen LPTK swasta, YD,
menyatakan,"...sulit rasanya untuk mengajak mahasiswa berpikir kritis terhadap
materi yang disampaikan, karena mereka jarang, malas membaca..." (18-11-
2004). Beberapa dosen lainpun mengomentari hal yang senada, yaitu mahasiswa
cenderung tidak membeli/membaca buku, sedangkan buku di perpustakaan sangat
kurang. Kondisi ini merupakan bentuk "apologize" bagi dosen untuk tidak
mendominasi pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, bahkan
sesekali harus didektekan dulu materinya. Ungkapan dosen tersebut, memperkuat
hasil observasi. Ditemukan adanya dosen yang menggunakan satu buku cetakan
lama, sebagai sumber utama mengajar. Akibatnya mahasiswa harus mencatat dan
dosen mendiktekannya. Kelemahan proses perkuliahan yang disebabkan oleh
ketersediaan literature terdapat pada dosen dan mahasiswa, serta ketersediaannya
175
di perpustakaan fakultas/universitas. Mengatasi kendala literatur, ada LPTK yang
mengeluarkan kebijakan bagi mahasiswa akhir untuk menyumbangkan buku.
Sebagian hanya berdasarkan buku yang dimiliki dosen sambil menunggu bantuan
pemerintah atau pihak swasta. Beruntung bagi salah satu LPTK, mendapatkan
proyek bantuan pengadaan buku-buku dan sarana belajar tahun 2004, sehingga
memperkaya literatur di program pendidikan sejarah di LPTK tersebut.
Informasi lain terkait dengan pengadaan literatur dalam perkuliahan,
menurut sebagian besar responden mahasiswa bahwa mereka meyiapkan
buku/literatur yang diperlukan dari satu mata kuliah tergantung pada bagaimana
metode yang digunakan dosen. Jika dosen dari satu mata kuliah selalu ceramah,
maka tidak perlu beli buku sebab dosen akan membacakan, menjelaskan dan
mendiktekannya. Hasil observasi, mahasiswa cenderung tidak membawa dan
membaca buku sumber, kecuali buku tulis dan alat tulis saat dosen
menjelaskan/mendiktekan materi. Berbeda halnya jika dosen menerapkan
metode diskusi/presentasi isi bab atau buku, maka mahasiswa akan berusaha
mengadakan buku yang diperlukan. Alasan lain yang membuat mahasiswa tidak
mempersiapkan literatur setiap matakuliah, yaitu harga buku mahal, bukunya sulit
didapat karena terbitan lama. Menurut hampir semua mahasiswa bahwa tidak ada
sangsi yang mereka terima dari dosen dengan ketidaktersediaan buku/ literatur
dalam suatu mata kuliah, walaupun ada juga sebagian kecil mahasiswa yang
mengatakan bahwa ada sangsi yang diterimanya, seperti membuat resume.
Terkait dengan penggunaan sumber sejarah, hanya 15 % responden dosen
yang pernah menggunakan primary sourcess dalam kajian peristiwa sejarah
176
(dokumen, gambar, otobiografi, surat), sedangkan sisanya belum pernah
menggunakan sama sekali. Dosen yang menggunakan primary sourcess tersebut,
yaitu memberikan kesempatan mahasiswa untuk melihat lebih dekat peristiwa
sejarah tersebut terjadi. Mahasiswa belum merasakan diajak untuk ikut serta
" melakukan interpretasi, analisis dari suatu sumber sejarah, karena dosen telah
memberikan hasil interpretasinya. Sebelumnya melalui jawaban angket, sebagian
besar dosen menjawab menggunakan primary sourcess. Setelah diwawancarai
ternyata mereka beranggapan buku sejarah yang selama ini mereka pakai
isecondary sources) merupakan primary sourcess sumber pertama/utama. Data ini
diperkuat oleh hasil observasi dan jawaban hampir semua responden mahasiswa
pada angket menyatakan bahwa buku teks adalah sumber belajar yang paling
sering/utama digunakan.
Di dalam jawaban angket sebagian besar dosen menjawab penggunaan
media yang digunakan adalah peta, gambar dan globe. Melalui observasi, peneliti
belum mendapatkan satupun perkuliahan yang menggunakan media tersebut
Responden mahasiswapun menyatakan bahwa hampir tidak ada penggunaan
media, sementara itu ada sebagian responden (30%) yang menyatakan bahwa
adanya penggunaan media peta/globe tetapi jarang sekali. Dari hasil observasi,
sebenarnya banyak dari uraian materi, yang akan menjadi jelas jika menggunakan
media peta atau globe dan gambar. Apalagi jika lokasi-lokasi dalam uraian materi
yang disebutkan sudah berganti nama, atau menggunakan istilah geografi dari
buku terbitan lama. Ketersediaan media pembelajaran ini memang masih terbatas.
Di dua LPTK telah tersedia laboratorium yang berisi beberapa peta, globe dan
177
miniatur candi. Disebabkan tempat laboratorium dengan ruang kelas cukup jauh
dengan runga kuliah, atau adanya birokrasi administrasi sehingga hampir para
dosen tidak memanfaatkan media yang ada disana untuk dimanfaatkan dalam
membantu proses perkuliahannya. Keadaan lain terlihat di salah satu LPTK,
beberapa ruang kuliah memiliki peta-peta yang digantung di dinding. Selama
observasi tidak terlihat peta-peta tersebut dimanfaatkan. Di satu LPTK di lokasi
penelitian, bahkan sama sekali tidak memiliki peta ataupun globe. Dapat
disimpulkan bahwa pengadaan dan penggunaan media /sumber belajar rata-rata
di tiga LPTK ini memprihatinkan dan memerlukan pengembangan.
Semua responden mahasiswa menyatakan bahwa mereka belum pernah
diajak untuk melakukan analisis, interpretasi sejarah melalui sumber-sumber
primer. Hasil analisis tersebut telah mereka terima sebagai "bahan jadi"
interpretasi dosen berdasarkan interpretasi penulis buku teks. Jadi mahasiswa
hanya menerima reproduksi analisis/interpretasi dari penulis buku teks sejarah.
Dari hasil wawancara, sebagian besar mahasiswa menyatakan mereka hanya
menerima apa yang disampaikan oleh dosen, untuk menjadi bahan ujian dan
sangat jarang dilibatkan untuk suatu kegiatan yang mengenalkan mereka untuk
memberikan interpretasi versi mahasiswa atas suatu peristiwa sejarah. Dengan
kata lain mahasiswa belum memiliki pengalaman bagaimana kerja seorang
sejarawan.
Ironinya di dua perguruan tinggi sebagian responden mahasiswa saat
ditanya, apakah mereka sudah pernah mengunjungi museum atau tempat
bersejarah lain di kota Palembang, sambil tersenyum malu mereka mengatakan
178
belum pernah, tetapi sebagian lainnya mengatakan pernah. Di proram studi
pendidikan sejarah di tiga LPTK tersebut, telah memiliki program satu tahun
sekali mengadakan studi lapangan ke tempat-tempat bersejarah. Biasanya kegiatan
ini dilakukan di luar kota Palembang, atau kota-kota propinsi lain di Indonesia
sehingga dengan alasan biaya, atau tidak bisa meninggalkan pekeijaan/keluarga
sebagian mahasiswa tidak bisa mengikuti.
Sarana belajar yang digunakan secara umum sudah cukup baik. Dua LPTK
sudah dapat memberikan perkuliahan dengan menggunakan OHP, walau masih
terbatas jumlahnya (2 buah), dan pemakaiannnya harus bergilir. Dua LPTK itu
juga menggunakan white board , tetapi salah satu LPTK swasta masih
menggunakan kapur dan papan tulis, dan tidak ada OHP serta pemakaian listrik
yang terbatas. Penerangan bara bisa dilakukan di mang kuliah setelah jam 18.00.
Adanya keterbatasan sarana/prasarana yang disediakan oleh LPTK turut juga
mempengaruhi semangat dan sikap dosen dalam menjalankan proses perkuliahan.
Bahkan salah satu responden dosen memberikan ungkapan terkait dengan hal di
atas bahwa mereka bukan mengajar untuk mahasiswa tetapi untuk murid SMA
kelas tinggi (Plus).
S. Metode Perkuliahan
Di dalam penggunaan metode yang sering digunakan, responden dosen
memberikan jawaban lebih dari satu metode. Dari jawaban responden tersebut
dapat diurut berdasarkan jawaban yang paling banyak hingga paling sedikit
muncul, seperti tertuang dalam tabel di bawah ini.
179
Tabel 4.3 Pendapat Dosen tentang Metode yang sering digunakan
Rangking jawaban Jawaban
1. Ceramah
2 Diskusi
i j Pemberian tugas
4 Tanya jawab
5 Inquity
6 Problem solving
Dominannya metode ceramah yang digunakan juga dibenarkan oleh
responden mahasiswa, jawaban mereka atas pertanyaan apakah metode yang
digunakan dosen saudara dalam proses perkuliahan, yaitu metode ceramah,
diskusi, tanya jawab, mencatat, mengerjakan tugas (karena dosen sering tidak
hadir), dan membuat hasil interpretasi atas suatu bacaan buku. Secara rinci
sebaran jawaban responden tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Pendapat Mahasiswa tentang Metode yang sering digunakan dosen
Jawaban Jumlah responden Unsri
Jumlah responden Univ. PGRI
Jumlah responden Univ. Muh.
Metode ceramah 38 (34,7%) 42 (37,5%) 43 (38,8%) Diskusi 35(31,9%) 39 (36,1%) 31(27,7%)
Tanya jawab 26(23,6%) 21(19,4) 22(20,8%) mencatat 11(9,7%) 8 (6,9%) 14(12,5%) jumlah 110(100%) 110(100%) 110 (100%)
Dari hasil pengamatan peneliti juga menemukan bahwa ketiga metode
tersebut adalah yang paling sering dilihat dalam proses perkuliahan. Ada satu
dosen yang menerapkan metode inkuiri untuk suatu penelitian tindakan.
180
Latarbelakang masalah diujicobakan metode inkuiri tersebut menurut dosen yang
bersangkutan (SY) karena kejenuhan mahasiswa belajar sejarah dengan metode
ceramah dan diskusi yang dianggapnya juga sebagai pola lama pembelajaran di
kampus tersebut.
Terkait dengan penggunaan metode ceramah dan diskusi yang digunakan,
sebagian besar responden dosen (61,9%) menyatakan belum puas dengan
penggunaan metode selama ini. Menurut mereka ada beberapa metode yang
dirasakan cocok dengan mata kuliah yang mereka asuh, tetapi agak sulit untuk
dilakukan, yaitu metode pemberian tugas/penelitian, inquiry, problem solving dan
metode jigsaw. Sedangkan sebagian dosen lainnya (28,S %) menyatakan bahwa
metode ceramah dan diskusi kelompok/kelas sudah sesuai untuk upaya
memberikan pemahaman materi dan ketrampilan berpikir kritis mahasiswa
terhadap materi yang diberikan. Ditambahkan pula oleh sebagian kecil responden
dosen (9,5 %) bahwa metode ceramah adalah metode yang paling cocok dengan
kondisi mahasiswa yang tidak memiliki literatur, tidak bersemangat, pasif dalam
perkuliahan. Alasan lainnya, hampir setiap kegiatan diskusi mahasiswa yang
terlibat aktif dan mampu berpikir kritis hanya 2-3 orang saja, sehingga untuk
mencapai tujuan materi perkuliahan, metode ceramah dianggap lebih sesuai.
Lebih rinci dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini
Tabel 4.5 Pendapat dosen terhadap metode yang telah digunakan
Jawaban Belum mampu untuk mengembangkan ketrampilan berpikir mahasiswa
Jumlah responden ~—~ 13 (61,9%)
Cukup puas, karena mampu memberikan pemahaman materi dan mengembangkan ketrampilan berpikir mahasiswa
6 (28,5%)
Sudah sesuai dengan kondisi mahasiswa 2(9,5%) Jumlah 21 (100%)
Sementara itu, dari hasil jawaban mahasiswa pada angket, tentang metode yang
dirasakan sesuai dan mengarahkan mereka untuk berpikir kesejarahan tahap tinggi
selama perkuliahan adalah diskusi, tanya jawab, inkuiri, studi lapangan,
melakukan interpretasi atas suatu bacaan, dan mempresentasikan hasil analisis
suatu topik ke depan kelas.
Dari hasil observasi dan wawancara dengan responden mahasiswa, maka
diketahui bahwa sangat jarang dosen mengajak mereka untuk
menganalisis/menginterpretasi bacaan, studi lapangan dan inquiry. Walaupun
metode itu sangat mereka senangi, karena menantang mereka untuk berpikir dan
mengenal keija sejarawan. Responden mengatakan mereka menjadi termotivasi
belajar dan bangga dengan program studi yang dipilihnya, karena merasakan
benar-benar suatu proses perkuliahan yang melibatkan mereka dan mengajak
mereka berpikir tingkat tinggi. Mereka menyatakan bahwa mereka diajak
mengkaji isi bacaan/dokumen/peta dan mempresentasikannya, dan diajak untuk
memperhatikan benda-benda di museum yang terkait dengan materi yang
diberikan, melalui metode tanya jawab, mengapa benda ini begini? dan kenapa
ada yang seperti ini? mana yang lebih muda masanya? mengapa benda ini ada di
182
Indonesia? Seperti apa kehidupan manusia saat itu?. Apa ciri-ciri benda pada
masa tersebut? Dengan bimbingan dan arahan dosen mahasiswa mencari
pertanyaan-pertanyaan tersebut, kemudian dipresentasikan dan dilakukan diskusi
dan mengambil kesimpulan bersama. Mereka sangat menyayangkan dosen
tersebut hanya mengajar mereka di semester awal, karena di semester-semester
berikutnya mereka tidak pernah menemukan lagi situasi perkuliahan seperti itu.
Dosen lebih sering memberikan materi dengan ceramah, diakhiri tanya jawab dan
diskusi.
Dari hasil observasi dan wawancara, kegiatan tanya jawab lebih sering
mereka dapatkan jika menjelang akhir perkuliahan, dan biasanya sebagian besar
mahasiswa lebih tidak bertanya, karena ingin cepat keluar. Namun sebaliknya,
kegiatan tanya jawab ini ternyata dapat juga memotivasi mahasiswa mempelajari
sejarah. Hal ini seperti diungkapkan oleh mahasiswa (M f) mengomentari tentang
hal ini dalam satu mata kuliah SNI V yang dikutinya,yaitu," saya senang dan aktif
di kelas saat dosen itu melakukan kegiatan tanya jawab kepada kami". Saat
ditanya lebih jauh bagaimana kegiatan tanya jawab yang terjadi, mahasiswa
tersebut menjelaskan bahwa dosen memberikan pertanyaan tentang suatu masalah
yang terkait dengan topik bahasan, lalu diberikan pertanyaan, sesudah dijawab,
diumya lagi tentang jawaban tersebut, terus menerus terjadi tanya jawab hingga
akhirnya dosen menyuruh mereka membuat suatu narasi, kesimpulan dari
peristiwa sejarah tersebut.
Sebaliknya ada juga dosen yang tidak memberikan kesempatan bertanya
sama sekait. Kegiatan diskusi biasanya dilakukan setelah ujian mid-semester,
183
mahasiswa secara kelompok mendapatkan tugas membuat makalah yang
merupakan pokok bahasan perkuliahan berikutnya. Saat ditanya, apakah kegiatan
diskusi yang dilakukan sesudah ujian mid semester itu lebih mempermudah,
memotivasi, dalam memahami materi perkuliahan dan melatih ketrampilan
berpikir tingkat tinggi dibanding metode yang digunakan sebelum ujian mid
semester (ceramah dan tanya jawab)? Sebagian besar mahasiswa menjawab,
mereka mendapatkan kesempatan belajar lebih banyak, melatih ketrampilan
berpikir dan termotivasi belajar, karena harus membaca, menganalisis dan
menyusunnya dalam suatu makalah, dan dipresentasikan. Sebagian mahasiswa
lain memberikan pendapat berbeda, karena pokok bahasan yang diberikan
menjadi kurang dipahami, karena mereka tidak mendapatkan salinan makalah
yang dibuat oleh kelompok lain, meraka juga menjadi pendengar dari temuan
materi yang disajikan teman sekelasnya. Kalau terjadi diskusi, mahasiswa
menganggap sering dt dominasi oleh beberapa mahasiswa tertentu, sebagian
besar lainnya pasif. Mahasiswa juga menyatakan keraguan atas materi yang
didiskusikan, jika dosen tidak memberikan tambahan penjelasan setelah berakhir
kegiatan diskusi atas satu makalah. Keraguan itu menjadi kecemasan, karena takut
nanti pokok bahasan tersebut menjadi salah satu soal di ujian semester. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kepasifan mahasiswa dalam kegiatan tanya jawab dan diskusi
dipengaruhi oleh faktor bagaimana metode pembelajaran yang digunakan dosen,
dan kesiapan pengetahuan mahasiswa.
184
6. Proses Perkuliahan, keaktifan dan ketrampilan berpikir Kesejarahan
mahasiswa
Menurut sebagian besar responden dosen (75 %) menyatakan bahwa
sebenarnya model perkuliahan yang sudah dilakukan selama ini dalam mata
kuliah yahg diasuhnya telah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
melatih, mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan tahap tinggi, terutama
dalam kegiatan diskusi, membuat laporan/makalah untuk dipresentasikan di depan
kelas. Sebagian dosen lainnya (15%) menyatakan model yang dikembangkannya
belum sepenuhnya membantu mahasiswa untuk mengembangkan ketrampilan
berpikirnya, disebabkan terbatasnya media, sumber belajar sejarah yang tersedia.
Sisa dari responden dosen (10%) menyatakan bahwa model pembelajaran yang
diterapkan selama ini belum membantu mengembangkan ketrampilan berpikir
kesejarahan tahap tinggi mahasiswa, dan masih sebatas mengembangkan
kemampuan mengulang kembali isi cerita peristiwa sejarah yang diberikan. Hal
ini dikarenakan para mahasiswa tidak menunjukan kemampuan penguasaan
materi yang telah diajarkan sebelumnya.
Semua responden dosen, baik melalui angket ataupun wawancara
menyatakan bahwa tingkat kemampuan mahasiswa berpikir kesejarahan masih
rendah, terutama pada tahap menganalisis, interpretasi dan membandingkan serta
menyimpulkan. Hanya sebagian kecil mahasiswa 3 -10 orang (10% - 30%) dari
tiap mata kuliah yang mereka asuh terdapat mahasiswa yang aktif, cukup mampu
berpikir tahap tinggi. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya ketrampilan
berpikir kesejarahan, menurut responden dosen adalah keadaan minat mahasiswa
185
yang rendah, malas membaca buku dan cenderung mau menerima bahan jadi,
bahkan sebagian berpendapat bahwa mahasiswa kurang memiliki mental bersaing
dalam meraih prestasi perkuliahan. Selain itu menurut responden, kemungkinan
disebabkan juga oleh pengaruh visi LPTK yaitu untuk mencetak guru sejarah
bukan sejarawan, sehingga cukup dengan isi bacaan buku-buku paket siswa,
serta oleh minimnya sarana, media dan sumber belajar yang disediakan oleh
lembaga.
Sementara itu menurut sebagian responden mahasiswa proses perkuliahan
yang dipersiapkan, dilaksanakan oleh sebagian besar dosen selama ini telah
membantu mereka meningkatkan pemahaman dan ketrampilan berpikir
kesejarahan sehingga muncul percaya diri sebagai calon guru sejarah. Sebagian
responden mahasiswa lainnya mengungkapkan, tidak semua dosen mampu
melainkan hanya sebagian saja, yaitu saat menggunakan metode diskusi dan tanya
jawab, presentasi di depan kelas, sedangkan sebagian dosen lain tidak, karena
selalu ceramah saja dan mendiktekan. Sebagian responden mahasiswa lain justru
menyatakan bahwa semua proses perkuliahan belum membuat mereka merasa
percaya diri menjadi guru sejarah, sehingga ada yang berpendapat,"yang penting
tamat dulu, belajarnya bisa dilanjutkan sendiri sambil bekerja". Hal ini menurut
mahasiswa dikarenakan dosen kurang akrab dan kurang menjalin hubungan
komunikasi dalam melakukan proses perkuliahan, sehingga motivasi belajar
menjadi turun pada mata kuliah yang diasuh dosen tersebut
Sebagian mahasiswa juga menyatakan bahwa mereka merasakan adanya
kesan dosen tidak menguasai materi, hal ini terlihat dari jarang menjelaskan dan
186
tidak memberikan kesempatan tanya jawab. Secara rinci bagaimana pendapat
mahasiswa terhadap proses perkuliahan yang mereka ikuti tertuang dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 4.6 Pendapat Mahasiswa terhadap proses Perkuliahan
Jawaban Jumlah responden Unsri
Jumlah Responden Univ. PGRI
Jumlah Responden Univ. Muh.
Semua dosen merasa telah berhasil membantu mahasiswa mengembangkan pemahaman dan ketrampilan berpikir kesejarahan.
29
26,3%
17 Z '
/ 15,3%
14
12,5% Sebagian dosen ya, sebagian lainnya belum membantu mahasiswa mengembangkan pemahaman dan ketrampilan berpikir kesejarahan.
31 Z '
27,7%
33
30,5%
35 z '
> / 3 1 . 9 % , Proses perkuliahan yang diselenggarakan belum membantu mahasiswa percaya diri untuk menjadi guru sejarah
'35 V "
^ 31,9%
37 >
/ 33,3%
'44 >
/ 40,2% Dosen cenderung menurunkan minat belajar mahasiswa (sikap dan penguasaan materi)
15 ^
13,8%
'23 >
20,8%
17
15,3% Jumlah 110/100% 110/100% 110/100%
Terkait dengan pendapat di atas, para responden mahasiswa menginginkan agar
dosen dalam proses perkuliahan, memperkaya sumber belajar, media dan
menggunakan metode yang mengembangkan ketrampilan berpikir. Selain itu
mereka juga berharap para dosen tidak membuat kesenjangan jarak antara dosen
dan mahasiswa, dan menghargai mahasiswa sebagai manusia akademik.
Setelah dilakukan wawancara atas hasil angket tersebut, responden
mahasiswa memberikan beberapa tambahan penjelasan mengenai proses
perkuliahan yang mereka inginkan, sebagai berikut:
a. Respoden mahasiswa di LPTK Universitas PGRI, mengungkapkan bahwa;
187
• dosen sebaiknya jangan menggunakan metode ceramah saja, karena
membuat mereka merasa jenuh, bosan dan mengantuk, karenanya gunakan
metode yang dapat memotivasi mahasiswa mengembangankan
pengetahuan dari berbagai sumber.
• Kegiatan diskusi interaktif, studi lapangan, melihat langsung, observasi,
studi banding tempat, benda bersejarah menambah motivasi belajar dan
mengembangkan pengetahuan.
b. Responden mahasiswa LPTK Muhammadiah mengungkapkan, bahwa:
• mahasiswa menginginkan dosen memberikan materi hendaknya tidak
terpaku pada buku dan diberikan media agar mahasiswa tidak bosan, serta
bukan hanya diberikan catatan yang panjang lebar.
• kegiatan analisis dalam proses perkuliahan lebih diutamakan, dan diskusi
serta tanya jawab sebenarnya menyenangkan, tetapi terkadang malah bikin
tidak jelas memahaminya.
• Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mencari sendiri
isi, interpretasi peristiwa sejarah melalui studi lapangan, penelitian,
pengamatan, audio visual dengan bimbingan dosen.
• Banyak melatih mahasiswa berpikir kritis.
c. Responden mahasiswa Unsri, mengungkapkan bahwa:
• dalam kegiatan diskusi dan tanya jawab, pemikiran mereka lebih
berkembang.
• Metode inquiry, bukan merupakan teori saja tetapi dipraktekkan.
18
• "Diberi kesempatan untuk teijun langsung, observasi ke bendaa/lokasi
$ejarah.
• ' Memberikan sumber bacaan yang banyak
• Proses perkuliahan lebih interpretatif dan komprehensif
• Dosen melihat mahasiswa sebagai bagian dari kaum pemikir dan bukan
sebagai penerima materi
• Dosen memeberikan permasalahan peristiwa terkini dan mengajak
mahasiswa menarik benang merahnya dengan peristiwa masa lalu
• Dosen sebaiknya sering datang dan tepat waktu.
Dari hasil observasi, dapat dikelompokkan beberapa model proses
pembelajaran yang dilaksanakan. Model yang pertama, dosen yang samasekali
tidak memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk aktif dalam pembelajaran,
kecuali mendengar dan mencatat Model kedua, dosen yang memberikan sebagian
kecil dari waktu proses pembelajaran tersebut, untuk mengajak mahasiswa aktif.
Misal, memberi kesempatan menjelang dosen tersebut keluar atau memberi
pertanyaan di sela-sela penjelasan materi tetapi dosen sendiri yang langsung
segera menjawabnya. Sedangkan model ketiga, dosen yang memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk aktif berpikir, dengan melakukan tanya
jawab, diskusi kelas yang dipandu langsung oleh dosen. Dari kajian empirik
terhadap proses pembelajaran pada mata kuliah Sejarah nasional Indonesia, maka
dapat dibagi dalam tiga model pembelajaran yang dilakukan dosen.
Secara rinci dari tipe pertama dari proses pembelajaran yang digunakan
oleh sebagian dosen pendidikan sejarah di tiga perguruan tinggi yang dikaji, adalah;
Tahapan Pembelajaran
Pendahuluan
Pelaksanaan
Penutup
Dosen menanyakan sampai dimanakah sebelumnya pada tatap muka minggu lalu. Ke'ri memulai perkuliahan dengan menyebutkan t3p materi saat ini. Ada juga yang melaksanakan absensi mahasiswa terlebih dulu, baru memulai perkuliahan.
Kegiatan 535® s
TS'55f j luafafltt U S ^
Pola I: Secara klasikal, dosen mendiktekan materi dari buku yang dipegangnya, sambil sesekali menjelaskan dengan cenderung hanya mengulang kalimat yang didiktekan. Mahasiswa hanya mencatat dan mendengar.
Pola II: Secara klasikal dosen menjelaskan materi sambil sesekali membacakan isi buku yang dipegangnya. Dan mahasiswa hanya mendengar dan mencatat.
Dosen pola I, tidak memberikan kesempatan bertanya dan dosen pola II memberikan kesempatan bertanya diujung perkuliahan, jika mahasiswa tidak ada yang bertanya (sering tidak ada), maka dosen memberitahukan topik materi minggu depan dan mengingatkan tugas makalah untuk dikumpulkan segera. Sambil melakukan absensi.
Bagan 4.1
Pembelajaran Sejarah tipe I, Hasil Temuan Studi Pendahuluan
Pada tipe I, dominasi dosen dt dalam kegiatan pembelajaran sangat tinggi,
mahasiswa hanya duduk, mendengarkan dan mencatat Interaksi belajar mengajar
dari dosen ke mahasiswa saja, sangat kurang terjadi dari mahasiswa ke dosen dan
juga dari mahasiswa ke mahasiswa. Suasana kelas cenderung sunyi, kecuali suara
dosen saat membacakan isi buku, mendiktekan atau menjelaskan. Tipe
pembelajaran yang kedua, secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut
190
„ Tahap Pembelajaran Kegiatan
Pendahuluan Dosen memberitahukan batas materi minggu sebelumnya, dan topik materi yang akan dipelajari pada tatap muka saat ini.
Pelaksanaan Pola I. Dosen menjelaskan materi sambil sesekali menanyakan kepada mahasiswa, hal yang sedang dijelaskan, tetapi lebih sering langsung segera dijawab dan dijelaskan dosen yang bersangkutan. Mahasiswa mendengar, mencatat dan sesekali mencoba menjawab. Pola IL Dosen menjelaskan materi secara terus menerus kemudian menjelang waktu berakhir, sambil mengabsen, diberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya. Mahasiswa mendengar, mencatat dan ada sebagian kecil mahasiswa yang sempat bertanya, tetapi terkadang tidak ada yang bertanya.
Penutup Sambil mengabsen dosen mengingatkan tugas-tugas, baik individu atau kelompok untuk dikumpulkan.
Bagan 4.2 Pembelajaran Sejarah tipe U, Hasil Temuan Studi Pendahuluan
Pada pembelajaran tipe kedua ini, dosen sedikit lebih baik dalam melibatkan
mahasiswa. Mahasiswa diajak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan selama
proses pembelajaran atau di akhir pembelajaran, walaupun dominasi dosen masih
tetap tinggi. Kegiatan mahasiswa masih banyak diisi dengan kegiatan duduk,
mendengarkan, mencatat materi yang dianggap mereka penting untuk dicatat.
Berkaitan dengan catatan yang dimiliki mahasiswa, sebagian mahasiswa
mengemukakan mereka akan meng-copy catatan temannya, jika sudah menjelang
ujian tengah atau akhir semester. Tipe pembelajaran ketiga yang ditemukan di
tiga LPTK tersebut, secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut
191
Tahap Pembelajaran Kegiatan Pendahuluan Dosen menanyakan materi minggu lalu, atau
menanyakan kelompok berapa yang tampil kedepan dalam kegiatan diskusi. Kemudian memulai memberikan kesempatan kelompok berikutnya untuk tampil
Pelaksanaan Pola I: Dosen menjelaskan materi, dimulai dengan memberikan pertanyaan awal, kemudian diteruskan dengan pertanyaan lanjutan. Jika sudah tidak ada mahasiswa yang menjawab, maka dosen memberikan penjelasan sedikit dan menyuruh untuk menggali sumber-sumber bacaan atau melihat peta kembali. Lalu diawali dengan pertanyaan awal kembali dosen meneruskan materi, seterusnya sama seperti itu. Pola II: Mahasiswa mempresentasikan baik secara individu atau pun kelompok hasil kajiannya tentang suatu topik. Mahasiswa lain diberikan kesempatan untuk merespon hasil kajian tersebut. Dosen memeriksa hasil kajian secara tertulis dan memberikan komentar atas hasil diskusi.
Penutup Dosen menganjurkan penampilan yang lebih baik dalam penguasaan materi dan cara mempresentasikan tugasnya.
Bagan 4.3 Pembelajaran Sejarah tipe III, Hasit Temuan Studi Pendahuluan
Pada tipe III ini, mahasiswa lebih banyak dilibatkan dalam kegiatan
pembelajaran. Dominasi dosen lebih berkurang dibanding tipe I dan tipe II.
Dosenpun menggunakan berbagai media, dan metode dalam memfasilitasikan
mahasiswanya untuk belajar, lebih variatif dibanding pembelajaran pada tipe-tipe
sebelumnya. Mahasiswa sudah mampu menceritakan kembali suatu peristiwa
sejarah di hadapan sejawatnya, tetapi belum sampai pada memberikan interpretasi,
atau menilai dan memposisikan dirinya pada tokoh-tokoh yang ada, atau juga
membandingkan peristiwa tersebut dengan peristiwa sejarah yang lain. Dapat
192
disimpulkan bahwa pada tipe III, ini, mahasiswa belum diarahkan secara penuh
kepada ketrampilan berpikir kesejarahan tahap tinggi.
Dalam menjawab pertanyaan apakah mereka aktif dalam proses
perkuliahan yang diikutinya? Hampir semua mahasiswa (90%) menjawab kadang-
kadang, tergantung dengan bagaimana dosen yang mengajar, metode yang
digunakan, dan apa topik yang dibahas. Sedangkan sisanya mengatakan mereka
tidak aktif, karena malu dan tidak percaya diri dalam kegiatan diskusi, bertanya
ataupun berkomentar. Dari hasil observasi, peneliti hanya menemukan sedikit
mahasiswa yang aktif bertanya atau menjawab pertanyaan, bahkan ada yang tidak
ada sama sekali. Untuk memvalidasi dan melengkapi temuan observasi tersebut,
maka dilakukan wawancara kepada mahasiswa.
Dari hasil wawancara dengan responden mahasiswa di tiga lokasi
penelitian tentang kepasifan mereka saat proses perkuliahan berlangsung, yang
peneliti observasi. Maka jawaban mereka bervariatif. Ada mahasiswa yang
berpendapat kalau keaktifan dalam mengajukan pertanyaan dalam proses
pembelajaran akan menjadi bumerang baginya oleh dosen yang mengajar. Hal ini
terungkap dari komentar mahasiswa,".. .wah takut, buk. Kalu kito nanyo-nanyo
gek masuk "black list"...kaio kaka-kakak kami dulu hati-hati dengan dosen itu
... ".(...waah takut, bu. Kalau kita sering bertanya nanti masuk "black /u/"...kata
kakak (mahasiswa senior) kami dulu hati-hati dengan dosen itu). Ungkapan
mahasiswa tadi dibenarkan oleh mahasiswa lain yang berada di dekatnya, dengan
anggukan. Saat ditanya lebih jauh, arti kata black list yang disebutkan, para
mahasiswa itu mengatakan," masuk catatan dosen untuk mahasiswa yang tidak
193
lulus". Temuan peneliti ke mahasiswa lain, guna menelusuri jawaban ini
ditemukan hal yang sama, yaitu sikap diam dalam perkuliahan adalah suatu
bentuk aman untuk bisa lulus dari mata kuliah yang diasuh dosen itu."...embek
sikap aman baelah, buA" (ambil sikap aman saja, bu), demikian ungkapan mereka.
Keinginan untuk aktif dalam proses pembelajaran agar terasa sebagai
subjek yang belajar dimiliki juga oleh mahasiswa. Sebaliknya, sikap pasif yang
dilakukan adalah suatu ha! yang bertolak belakang dengan keinginan mahasiswa.
Hal ini mengemuka saat mereka dipancing dengan pernyataan peneliti," bukankah
lebih enak, kalian datang duduk kadang mencatat kadang tidak, tapi nanti lulus".
Jika sebagian mahasiswa bergumam dengan menggeleng, maka satu mahasiswa
mengatakan," dak lemak buk, sebenernyo pastilah ado yang nak ditanyoke ke
dosen, ... kami nijadi cak budak kecik bae, kalu terus-terusan mak ini, takutnyo
gek dak teraso jadi mahasiswa''' (tidak enak, bu. Sebenarnya pasti ada yang ingin
ditanyakan (dari setiap tatap muka),...sepertinya kami ini menjadi anak kecil saja
(dalam proses perkuliahan), jika keadaan ini terus menerus, maka kami takut
nantinya tidak merasakan bagaimana menjadi mahasiswa).
Di mata kuliah SNI lainnya, di LPTK yang sama. Jawaban yang peneliti
peroleh atas pertanyaan yang sama, terkait dengan tidak aktifnya mereka dalam
perkuliahan yang baru saja diikuti, yaitu,"mana pernah dosen itu memberi
kesempatan bertanya". Saat ditanya, kenapa tidak mencoba untuk bertanya?
Jawaban responden dan temannya singkat," takut, buk".
Pada mata kuliah lain, peneliti secara implisit meminta kesediaan dosen
mengadakan kegiatan tanya jawab dalam kelas yang akan peneliti observasi.
194
Hasilnya hanya ada satu mahasiswa yang bertanya di akhir perkuliahan, yaitu saat
diberi kesempatan untuk bertanya oleh dosen yang bersangkutan. Hasil
wawancara dengan mahasiswa tersebut dan temannya, saat ditanya mengapa yang
lain tidak berani bertanya? Jawaban mereka," .. .kami maies buk, dosen itu nak
marah bae, ngatoi kito pulok...mano pulok jawabannyo jugo dak tuntas, cak tadi
n a ( ...kami malas, bu. Dosen itu hendak marah saja, mengejek kita
juga...apalagi jawabannya tidak jelas, seperti yang tadi di kelas). Mahasiswa yang
bertanya di kelas menambahkan," padahal pertanyaan aku tadi, sudah aku
persiapkan waktu tatap muka yang kedua, makanya memang pertanyaan tadi jadi
tidak cocok dengan materi yang sekarang dibahas. Karena waktu dulu hendak
ditanyakan tidak ada kesempatan". Seorang mahasiswa lain berkata," heran yo,
baru kali ini dosen tu ngenjuk kito kesempatan betanyo " rtieran ya, baru sekali ini
dosen itu memberi kesempatan kita bertanya). Ungkapan ini disetujui oleh
temannya dengan anggukan.
Di LPTK yang lain, jawaban yang diterima dari mahasiswa atas masalah
tersebut d ian taranya,"... kadang lebih lemak nanyo samo kawan yang agak pintar
daripado samo dosen, buk...kami galak kumpul disitu (sambil menunjuk suatu
tempat di belakang warung nasi di bawah pohon) diskusi...kalu samo dosen itu
jawabannyo dak memuasken jugo ngabesi waktu bae". (kadang lebih enak
bertanya sama kawan yang agak pintar, daripada sama dosen, bu. Kami sering
berkumpul di situ berdiskusi. Jikaa sama dosen jawabannya tidak memuaskan,
juga menghabisi waktu saja). Komentar lainnya," ...males buk nak nanyo-nanyo,
galak dicampai bae...malah ujinyo kito dak baco buku, dak nenger waktu
195
diterangke, dicurigai dak masuk kuliah kemarennyo ". (malas bu, untuk bertanya,
disepelekan saja oleh dosen, malah dikatakan kita tidak baca buku, tidak
mendengar saat dijelaskan, dicurigai tidak masuk kuliah". Responden mahasiswa
lainnya juga mengatakan, " kadang-kadang malas nak betanyo ke dosen buk,
kamo la sudah capek nyatet. Dosen itu diktekan bae dari buku dio, jadi lebih baek
diamken baelah, gek ujian kate k catatan ".
Ungkapan -ungkapan yang disampaikan mahasiswa di atas, berisikan
tentang alasan keengganan mereka untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan tanya
jawab. Alasan mereka adalah, pertama, karena dosen tidak pernah memberikan
kesempatan untuk bertanya selama perkuliahan. Kedua, karena mahasiswa trauma
dengan sikap negatif guru terhadapnya (mencurigai tidak masuk kuliah, malas
baca buku, atau juga dinilai pertanyaan yang diberikan tidak bermutu). Ketiga,
mahasiswa trauma dengan uraian jawaban dosen yang selalu tidak memuaskan.
Keempat, malas berpartisipasi karena sudah merasakan capek mencatat materi
yang didektekan.
Secara sederhana, dapat diuraikan bahwa alasan-alasan mahasiswa untuk
cenderung tidak terlibat secara aktif dalam pembelajaran di kelas, khususnya
dalam kegiatan tanya jawab disebabkan beberapa hal seperti yang dituangkan
pada kalimat di atas. Umumnya, alasan ketidak aktifan tersebut disebabkan oleh
pengaruh model pembelajaran yang diterapkan dosen, dan juga oleh bagaimana
sikap berkomunikasi dan berinteraksi yang dilakukan dosen pada mahasiswanya.
Saat ditanya apakah mereka mencatat semua materi yang didektekan
dosen itu? Sambil tertawa sekelompok mahasiswa ini mengatakan, "...idak buk,
196
ecak-ecak bae. Si A itu buk, rajin nyatet, kami pinjam bae untuk di fotocopi".
(tidak bu, pura-pura saja, si A yang rajin mencatat, kami tinggal pinjam dan
fotocopi saja). Seperti yang diuraikan di atas bahwa peneliti menemukan dosen
yang mendikte mahasiswa untuk catatan materi sejarah yang dipelajari. Dosen
menjelaskan sebentar dan kemudian mendiktekan kembali. Sesekali menuliskan di
papan tulis, kata yang tidak jelas. Sebagian mahasiswa mencatat sebagian lain
sibuk dengan kegiatannya seperti buat sms dengan handphone nya, ngobrol
ataupun ijin keluar tapi lama baru masuk kembali. Bahkan ada dosen hampir
keseluruhan jam perkuliahannya diisi dengan kegiatan mencatat.
Pasifnya mahasiswa dalam proses perkuliahan memang tidak semua
disebabkan faktor dosen, strategi dan metode dalam perkuliahan, melainkan juga
dari diri mahasiswa itu sendiri, karena ketidakmampuannya. Seorang mahasiswa
terus terang mengatakan," ... takut buk, gek salah pertanyaanyo, gugup jugo gek
diketawoi kawan.„pokoknya dak pe de lah, buk, kawan aku yang berani aktif
diskusi masih galak dikatai samo yang lain", (takut bu, nanti salah pertanyaanya,
juga gugup nanti ditertawai teman,...pokoknya tidak pe de (percaya diri) bu,
kawan yang aktif, masih saja diejek sama yang lain). Jika itu atasan dari mereka
yang pasif dalam kegiatan perkuliahan, berbeda dengan komentar seorang
responden mahasiswa yang aktif dalam kegiatan diskusi di kelas
mengatakan,"... kadang-kadang buk, jadi malas nak betanyo atau ngrespon
jawaban waktu diskusi. Serba salah...kadang karno dak katek kawan nak nartyo,
aku nanyo ...kawan cak dak katek nak ngomentari, aku ngomentari, tapi kawan
banyak ngomongi aku, ...aku terlalu sok pintar, kadang dosen jugo batasi aku,
197
padahal aku memang senang belajar tanya jawab, bedebat, diskusi...kadang buk,
aku stress dengan sikap samo omongan kawan ". (.. .kadang-kadang bu, jadi malas
untuk bertanya atau merespon jawaban waktu diskusi. Serba salah...kadang
dikarenakan tidak ada yang bertanya atau memberi komentar saya bertanya, tetapi
banyak teman yang mengatakan aku sok pintar, kadang dosen juga membatasi
Ungkapan lain yang didapat dari mahasiswa untuk menjelaskan
ketidakaktifan mereka dalam pembelajaran, adalah juga datang dari diri
mahasiswa tersebut. Diantara mereka merasa tidak percaya diri atas kemampuan
komunikasinya, dan sebaliknya ada yang merasakan tidak mendapat respon positif
dari teman sekelasnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kendala kemampuan mahasiswa untuk
mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahannya, dipengaruhi pada
bagaimana pengelolaan kelas yang dilakukan dosen. Tidak hanya pada pemilihan
metode, dan tugas kepada mahasiswa, tetapi juga bagaimana kemampuan dosen
membuat kondisi belajar yang mendorong mahasiswa berani menampilkan
gagasan kritisnya.
7. Tugas/ Penilaian
Tugas yang diberikan dosen untuk satu mata kuliahnya adalah beragam, misalnya
membuat resume, makalah, mengerjakan soal-soal latihan, meriview isi buku,
198
mengumpulkan data dari media elektronik (TV), menganalisis peristiwa aktual,
membuat peta dan melakukan studi lapangan.
Walaupun biasanya setiap dosen memberikan tugas kuliah, tetapi
responden mahasiswa di satu LPTK, menyatakan matakuliah SNI VII, sama sekali
tidak ada tugas. Dari hasil wawancara, para responden mahasiswa
mengungkapkan bahwa tugas-tugas tersebut tidak pernah dikembalikan. Sebagian
besar mereka sangat senang dengan tugas memberikan penjelasan hasil
analisisnya atas suatu topik sejarah secara individu di depan kelas. Alasannya
mereka akan termotivasi membaca buku, dan melatih kemampuan berbicara di
depan orang lain. Kesempatan yang terkadang sulit didapat jika metode diskusi
dilakukan.
Para mahasiswa juga menyatakan kecewa, jika dosen yang memberikan
tugas, saat dia tidak masuk tetapi tidak memberikan penjelasan apapun
berikutnya atas tugas yang dikerjakan pada tatap muka berikutnya. Ditambahkan
mereka bahwa tugas-tugas yang mereka kerjakan hanya sebagian yang
mengarahkan mereka untuk melatih ketrampilan berpikir kritis, seperti dalam
membuat tugas menganalisis isi bab/buku dan mempresentasikannya, memberikan
interpretasi atas suatu peristiwa sejarah, dan membuat makalah. Mereka
berpendapat lebih senang jika tugas yang mereka buat dipresentasikan atau
dibicarakan hasilnya di kelas.
8. Hambatan serta Upaya perbaikan Proses Perkuliahan
Sehubungan dengan kesulitan yang dihadapi responden dosen selama ini
dalam mencapai tujuan mata kuliah yang diasuh adalah sebagian besar menjawab
199
hambatan datangnya dari para mahasiswa, sebagian lagi menyatakan dari kondisi
lingkungan LPTK. Secara rinci dapat dijabarkan dalam tabel berikut.
Tabel 4.7 Kesulitan Dosen dalam Mencapai Tujuan Mata Kuliah yang diasuh.
Jawaban Jumlah
Kurangnya keseriusan, minat mahasiswa dalam proses perkuliahan
7 (33.3%)
Mahasiswa malas membaca, dan kurang memiliki dana belajar 5 (23.8%) Kurangnya tersedia sarana media, buku-buku sejarah yang aktual di perpustakaan dan dosen memiliki minim buku yang baru.
4(19,1)
Kurangnya dukungan dari pimpinan LPTK, mahasiswa "dimanja" dan posisi dosen sulit
3(14,3%)
Lokasi kampus dan jadwal perkuliahan (malam) 2 (9,5%) jumlah 21 (100%)
Dari jawaban responden dosen di angket, bahwa untuk melatih
mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa tahap tinggi, maka
perlu ada upaya yang dilakukan dosen. Pada tabie 4,8 di bawah ini akan
diurutkan jawaban responden dosen tentang upaya-upaya yang dimaksud dari
yang paling paling banyak dituliskan hingga yang paling sedikit.
Tabel 4.8 Pendapat Dosen agar Proses Perkuliahan dapat Mengembangkan Ketrampilan
Berpikir Kesejarahan Mahasiswa
Rangking jawaban Jawaban responden 1 Menggunakan metode inquiry, diskusi dan pemberian tugas 2 Studi lapangan 3 Menumbuhkan minat mahasiswa untuk banyak membaca,
mengevaluasi berbagai sumber 4 Menugaskan mahasiswa meriview isi bab/buku dan
mempresentas i kan 5 Membahas masalah-masalah di luar ilmu sejarah dan kemudian
dikaitkan dengan peristiwa sejarah 6 Memberikan literatur dan menyiapkan sarana 7 Mengajak mahasiswa mengikuti perkembangan dari kejadian
penting dalam masyarakat.
200
Melihat pendapat dosen tersebut merupakan harapan baik untuk
dimulainya suatu perbaikan pembelajaran sejarah yang mengembangkan
ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa.
Setengah dari responden dosen menyatakan bahwa saat ini masih banyak
kegagalan mahasiswa saat PPL atas pertanyaan kritis siswa, serta mahasiswa
kurang mampu memilih, membuat dan menggunakan media. Hampir semua
responden dosen (85%) sependapat bahwa kemampuan guru sejarah dan hasil
belajar siswa di jenjang sekolah menengah secara tidak langsung, dan secara
umum disebabkan oleh pelaksanaan kurikulum dan proses perkuliahan yang
diterima calon guru saat di LPTK, sedangkan sebagian kecil responden lainnya
(15%) menyatakan bahwa pengaruh tersebut tidak dominan melainkan disebabkan
oleh faktor minat yang ada pada mahasiswa itu sendiri, dan kemauan untuk terus
membaca buku. Selain faktor mahasiswa juga dipengaruhi oieh faktor yang ada di
lingkungan orang tua mahasiswa dan sarana belajar yang tersedia.
B. Tahap Pengembangan Model
1. Tahap Penyusonan JDraft Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang dikembangkan pada penelitian ini didasari oleh
temuan-temuan dari tahapan pertama dalam penelitian ini, yaitu penelitian
lapangan dan penelitian kepustakaan. Permasalahan pembelajaran dan komponen-
komponen yang mempengaruhinya sebagai hasil temuan penelitian lapangan
menjadi acuan untuk memetakan, menyeleksi model pembelajaran yang
diperkirakan sesuai untuk dikembangkan. Dengan kata lain, model pembelajaran
yang dikembangkan adalah solusi bagi masalah pembelajaran yang ditemukan.
201
Jika melihat profil dari raw input sistem pembelajaran sejarah di LPTK Kota
Palembang, mahasiswa, yang sebagian besar memiliki sikap/pandangan positif
terhadap pelajaran sejarah, terlihat dari alasan yang mereka nyatakan saat untuk
memilih program studi pendidikan sejarah, dan tingkat kemandirian dengan
kemampuan melakukan pendalaman materi secara individu/berkelompok, atas
materi yang dianggap mereka kurang jeias diterimanya. Selain itu merekapun
adalah mahasiswa pilihan, yang memiliki minat dan semangat belajar tinggi
mengingat sebagian besar mereka datang dari berbagai daerah
kabupaten/kecamatan di luar kota Palembang. Serta mereka telah berhasil lulus
dari tes masuk perguruan tinggi, bahkan sebagian dari mereka juga adalah guru
SD atau guru IPS di sekolah menengah.
Sementara itu, dari sisi instrumental input, walaupun sebagian besar dosen
pendidikan sejarah belum memiliki jenjang pendidikan S 2, tetapi pengalaman
yang cukup lama mengajar merupakan suatu hal yang mendukung untuk
melakukan pengembangan model pembelajaran dalam penelitian ini. Unsur lain
yang menunjang dari para dosen adalah menyadari sepenuhnya akan perlunya
perbaikan dalam perkuliahan yang dilakukan.
Hal lain yang menunjang dari sisi environmental input, untuk dilakukan
inovasi model pembelajaran di LPTK kota Palembang adalah adanya sekolah
mitra (SMP/SMA) dan lingkungan masyarakat, serta pemerintah kota Palembang
sangat mendukung kegiatan pembelajaran sejarah dan selalu memberikan
kritik/saran bagi kemajuan pendidikan sejarah dalam berbagai pertemuan ilmiah.
202
Mengingat alumni di tiga LPTK inilah yang mengisi posisi guru sejarah di Kota
Palembang dan Propinsi Sumatra Selatan.
Sehubungan dengan metode pembelajaran, dalam pengembangan model
pembelajaran, akan tetap dipertahankan metode diskusi, tanya jawab, dan
mempresentasi hasil keija, dan akan menambahkan dengan metode inquiry dan
keija kelompok. Ha! ini sesuai dengan hasil temuan lapangan pada dosen dan
mahasiswa.
Dari temuan pra survey ini ditemukan juga hal-hal yang kurang
mendukung dan perlu untuk dipikirkan dalam upaya melakukan pengembangan
pembelajaran berpikir kesejarahan, seperti;
• Adanya kesalahpahaman antara dosen dan mahasiswa terkait dengan
tingkat partisipasi dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa.
Menurut sebagian besar mahasiswa, mereka cenderung menjadi tidak
aktif di dalam perkuliahan, hal ini disebabkan oleh bagaimana model
perkuliahan yang diterapkan dosen, metode yang digunakan, juga dari
sikap dosen terhadap mahasiswa. Metode yang tidak "menantang"
(ceramah dan dikte isi buku) mahasiswa untuk mengembangkan
ketrampilan berpikirnya, perkuliahan cenderung berpusat kepada dosen.
Mahasiswa sebagai pendengar,dan pencatat dari materi yang telah
"dipilih" dosen. Selain itu, sikap dosen yang dirasakan mahasiswa tidak
menempatkan mereka sebagai insan akademik (ilmiah) atau juga manusia
dewasa, baik melalui ucapan ataupun sikap dosen terhadap mereka, Hal ini
turut dirasakan mereka mempengaruhi motivasi untuk aktif dalam proses
203
pembelajaran. Akibatnya tingkat ketrampilan berpikir kesejarahan mereka
tidak "terlihat" oleh para dosen Sebaliknya, menurut dosen, mahasiswa
tidak memiliki semangat belajar, dan berkompetisi, dan kurang memiliki
ketrampilan berpikir kesejarahan tingkat tinggi dikarenakan malas
membaca yang disebabkan oleh tidak tersedianya sarana/media
pembelajaran yang memadai untuk tingkat perguruan tinggi serta lokasi
perkuliahan disatu LPTK yang cukup jauh sehingga dianggap telah
menyedot sebagian energi mahasiswa untuk belajar. Selain itu adanya
anggapan dosen, bahwa mahasiswa adalah calon guru sejarah, jadi tidak
perlu kajian buku yang banyak atau dengan materi sejarah yang dalam.
Kondisi ini menjadi dasar pemikiran pula untuk mengembangkan model
pembelajaran berpikir kesejarahan, yang dapat menjembati
kesalahpahaman tersebut. Melalui pemilihan pendekatan yang mengajak
mahasiswa tidak hanya meningkat ketrampilan berpikir kesejarahan dan
aktif, tetapi juga meningkatkan kinerja dosen.
• Hal yang paling mendasar menjadi masalah dalam pengembangan model
ini, yaitu pengadaan sumber primer/sekunder dan media pembelajaran.
Sehingga sangat diperlukan pengadaan sumber dan media tersebut melalui
kerjasama dengan para dosen sejarah di tiga LPTK tersebut.
Berdasarkan temuan lapangan, dan telaah pada kajian kepustakaan;
landasan teori belajar serta kajian-kajian terhadap konsep, tujuan pelajaran
sejarah juga strategi/model pembelajaran sejarah dalam pengembangan
ketrampilan berpikir kesejarahan, maka disusunlah satu draft awal model
204
pembelajaran berpikir kesejarahan yang didasarkan pada langkah-langkah
pendekatan holistik (Holistic approach in teaching thinking) dalam pengajaran
berpikir yang dikemukakan oleh Hans Vincent Ruggerio (1988). Pendekatan ini
memiliki 5 langkah, yaitu exploration, expression, investigation, ideaproduction
dan evaluation/refinement. Kemudian dipadukan dengan kerangka
konstrukstivisme dan berbagai teori dan hasil penelitian tentang pembelajaran
sejarah, khususnya dan umumnya dalam pembelajaran IPS. Setelah dilakukan
diskusi/pembahasan dengan para pakar, pembimbing penelitian dan dosen
pendidikan sejarah, akhirnya disusunlah draft desain model pembelajaran yang
mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan.
Pendekatan holistik dalam pengajaran berpikir ini, juga telah diteliti dan
dicobakan untuk pengembangan ketrampilan berpikir yang membuktikan hasil
yang positif (Morrison, 2002 dan Purwadhi, 2002). Belum ditemukan tulisan,
yang menerangkan pendekatan ini telah digunakan untuk pelajaran sejarah dalam
mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan.
Sebelum dilakukan kegiatan uji coba draft model oleh dosen, maka
dilakukan sosialisasi terbatas, yaitu hanya pada dosen yang mengajar mata kuliah
Sejarah Nasional Indonesia dari setiap LPTK pada awal semester genab
2004/2005. Jumlah dosen yang mengikuti kegiatan tersebut 10 orang, terdiri dari
5 orang dosen Unsri, 3 orang dosen Universitas PGRI dan 2 orang dosen
Universitas Muhammadiyah.
Pada awalnya, sebagian dosen meragukan penggunaan model ini dalam
perkuliahan bagi mahasiswa sejarah, karena target yang diinginkan terlalu tinggi.
205
Seperti diungkapkan salah satu dosen Unsri (ibu R)," Apa mungkin bisa tercapai
target untuk ketrampilan berpikir kesejarahan seperti dalam butir-butimya,
mahasiswa kita tidak pintar cobalah lihat dari setiap keias hanya sedikit yang
punya kemampuan nalar yang tinggi". Hal senada juga dari beberapa dosen lain,
tentang kemungkinan mahasiswa tidak mampu mengikuti model ini, dan tujuan
yang ingin dicapai. Selain itu ada juga yang mengkuatirkan tidak terkejarnya
target materi dalam silabus, karena draft model sepertinya memakan waktu
banyak. Kemudian, kekuatiran akan tidak tersedianya sumber primer, dan juga
sarana belajar yang kurang mendukung di lembaga, sehingga sulit model ini
dilaksanakan.
Setelah diberi penjelasan kembali mereka akhirnya dapat menerima, dan
mau mencoba untuk mengembangkannya sesuat dengan lingkungan dan
kurikulum LPTK, khususnya di program pendidikan sejarah. Penjelasan yang
diberikan kepada mereka bahwa dalam model ini, pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan yang selama ini dilakukan dalam proses perkuliahan, terutama
bagi dosen yang pernah mengajar dengan menggunakan metode inquiry, diskusi,
Tanya jawab dan keija kelompok. Model ini juga, sudah digunakan di jenjang
sekolah menengah dan mahasiswa di negara lain, dan mereka bisa. Apalagi terkait
dengan penerapan kurikulum 2004, LPTK juga dituntut untuk memberikan bekal
kompetensi berpikir kesejarahan kepada calon guru sejarah.
Mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia, rata-rata diberikan dalam 3 sks,
bahkan di universitas Muhammadiah dalam 4 sks. Sehingga kemungkinan target
materi akan dapat dicapai. Di setiap tahapan implementasi model, mahasiswa
206
diberi kesempatan melakukan analisis kritis dengan menggunakan alat Lembar
Kerja Analisis (LICA), dan bersama-sama dengan temannya dalam kelompok
mereka akan mendapatkan kesempatan mencari data/informasi, serta
mengemukakan ide, analisis terhadap sumber primer yang diberikan. Selain itu
model ini juga memberikan kesempatan mahasiswa mengemukakan
ide/ana! isis/interpretasinya secara divergen, dalam langkah produk ide, dan secara
bersama-sama melakukan evaluasi dan penyempurnaan hasil temuan kelompok.
Sementara itu, para dosen yang mengikuti sosialisasi konsep model
pembelajaran ini memberikan respon positif dan menaruh harapan besar terhadap
model ini. Salah satu ungkapan dari pak S, dari universitas PGRI,"... wah lebih
enak dong kalo begini mengajarnya,...kita tidak akan capek ngomong terus,
mahasiswa yang aktif.. ..jadi tidak bosan juga mahasiswa belajar, apalagi ....terus
terang aku sebenarnya malas mengajar Sejarah Nasional Indonesia, sebab
materinyo sudah basi...". Hal yang senada juga dinyatakan oleh beberapa dosen
lain, (Bpk A. Ibu Nly, ibu fs) bahwa model ini memberikan keaktifan mahasiswa
lebih besar, tidak cuma 3 D (duduk-dengar-diam), dan membawa mahasiswa
kesuasana lingkungan keija sejarawan.
Namun semula sebagian besar dosen sangat meragukan untuk
mendapatkan sumber primer dari setiap topik materi yang diajarkan. Setelah
diinformasikan bahwa dengan menggunakan buku-buku sekunder, autobiografi,
peta-peta sejarah yang sudah ada dapat digunakan, atau membuka internet atau
juga menghubungi arsip nasional, dan perpustakaan nasional, maka akan dengan
mudah mendapatkan sumber primer yang diinginkan dengan biaya yang murah.
i v ' - ' -; • .*» - .
Bahkan saat ini program Kantor Arsip Nasional untuk menspsifcl ts^l^y '" J
arsip sejarah dalam pembelajaran sejarah di sekolah, dengan memberikarvC!& ,4 ' , ' ! r. //
CD gratis yang berisi naskah, film dokumenter peristiwa sejarah pada sekolah^ ~~
sekolah. Akhirnya mereka menjadi lebih merasa yakin untuk mencoba model
yang dirancang ini. Adapun draft model rancangan yang akan dikembangkan,
seperti pada bagan di bawah ini.
DRAFT DESAIN MODEL PEMBELAJARAN BERPIKIR KESEJARAHAN
DISAIN
I. Tujuan : Ketrampilan berpikir kesejarahan 2. Materi: dikembangkan konsep waktu, tempat, diakronik dan sinkronik serta
multiperspektif. 3. Prosedur: kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Hoiistik dalam pengajaran
berpikir, melalui lima tahapan yaitu: eksplorasi, ekspresi, investigasi, produk ide dan evaluasi/penyempurnaan
4. Media/sumber: menggunakan (primary/secandary sourccs) 5. Evaluasi: evaluasi proses dan hasil belajar
IMPLEMENTASI
1. Eksplorasi : mengkondisikan rasa ingin tahu mahasiswa, melalui buku teks sejarah dan lembar keija fakta dan pendapa! sejarah dan diarahkan melalui pertanyaan-pertanyaan.
2. Ekspresi: mengarahkan mhs mendapatkan esensi dari masalah yang ada dalam peristiwa sejarah,
3. Investigasi: memfasilitasi dan membimbing mahasiswa mencari dan memperluas informasi, bukti-bukti sejarah yang terkait dengan masalah (peristiwa sejarah) dengan mencari berbagai sumber untuk memecahkan masalah, yang ada dalam dokumen sejarah
4. Produk Ide: membimbing dan memandu mhs dalam menuangkan ide-idenya melalui hasil analisis kritisnya terhadap dokumen sejarah yang ada.
Sebagai kesimpulan sementara 5. Evaluasi dan Penyempurnaan: kegiatan menguji, menilai dan menyempurnakan
hasil kesimpulan sementara yang telah dibuat
EVALUASI
1. Evaluasi Proses: Keaktifan mahasiswa dan ketrampilan berpikir kesejarahan (observasi)
2. Evaluasi Hasil: pasca tes (esay) dan angket evaluasi diri Bagan 4.4
Draft Desain Model Pembelajaran
208
Draft model yang disusun, seperti halnya model pembelajaran lain, terdiri
atas tiga komponen utama, yaitu: perencanaan (desain), implementasi (proses
pembelajaran) dan evaluasi. Secara umum bentuk rancangan awal dari
perencanaan model pembelajaran berpikir kesejarahan, yaitu:
n TPK
r ?
T M
^ opik ateri
J
r Ketrampilan berpikir kesejarahan (secara keseluruhan pada lima aspek berpikir kesejarahan, dengan konsep waktu dan tempat, sikronik dan diakronik)
Mengembangkan materi pembelajaran dengan konsep waktu/tempat, diakronik - sinkronik, serta multi perspektif
Jf
Skenario kegiatan pembelajaran melalui lima tahapan yaitu: eksplorasi, ekspresi, investigasi, produk ide dan evaluasi/penyempurnaan
J
media dan sumber belajar (primary/secondary sources) yang terkait dengan topik bahasan, sebagai alat perangsang ketrampilan berpikir kesejarahan
Menetapkan alat, jenis dan prosedur evaluasi Proses: pengamatan keaktifan dan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa (observasi) Hasil : Tes tertulis-essay
J Bagan 4.5.
Desain awal Perencanaan Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan
209
Rancangan awal implementasi model pembelajaran berpikir kesejarahan, disusun
dengan menggunakan pendekatan holistik dalam pengajaran berpikir yang terdiri
dari lima langkah yaitu eksplorasi, ekspresi, investigasi, produk ide dan
evaluasi/penyempurnaan. Desain awal tersebut, dapat dilihat pada bagan 4.6 di
bawah ini.
Dosen mendorong rasa ingin tahu mahasiswa. Mahasiswa mengidentifikasi, analisis, mengamati apa, mengapa muncul masalah seperti ini tidak seperti itu dan apa akibatnya
Dosen mengarahkan mhs mendapatkan esensi dari masalah yang ada dalam kajian sejarah, terkait dengan topik bahasan. Mahasiswa menyatakan pemikiran , bagaimana masalah ini terjadi dan apa esensinya
Dosen memfasilitasi dan membimbing mhs mencari dan memperluas informasi, bukti-bukti sejarah yang terkait dengan masalah (peristiwa sejarah dengan mencari berbagai sumber untuk
o memecahkan masaiah/merekstruksi „ V _ J f
Dosen membimbing dan memandu mhs dalam menuangkan ide-idenya melajui hasil analisis kritisnya terhdp dokumen sejarah. Sebagai kesimpulan sementara.
\ [Secara bersama mhs dan dosen menguji, menilai dan
menyempurnakan hasil kesimpulan — Bagan 4.6
Desain awal Implementasi Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan
210
Bentuk rancangan awal model evaluasi pembelajaran berpikir kesejarahan
disusun dengan sasaran agar mampu melihat kondisi motivasi, keaktifan serta
tingkat ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa yang mencakupi lima
bagian, yaitu:
1. Chrortological Thinking (berpikir kronologis)
2. Hislorical Comprehension (pemahaman kesejarahan)
3. Hislorical Analysis andInterpretation (kemampuan analsis dan interpretasi kesejarahan)
4. Hislorical Research Capabilities (kemampuan penelitian kesejarahan)
5. Hislorical Issues-Anaiysis and Decision Malang (kemampuan analisis isu kesejarahan dan pengambilan keputusan)
Secara umum rancangan evaluasi tersebut dapat dilihat pada bagan 4.4 di bawah
ini Evaluasi
Prosedur meliputi: • Keaktifan mahasiswa • Ketrampilan berpikir
Alat/teknik
Dilakukan secara terus menerus dalam kegiatan
1 .Chronologicai Thinking
l^Historical Comprehension 3 „ Hislorical Analysis and Interpretation 4. .Hislorical Research Capabilities 5. Hislorical Issues-Anaiysis and Decision Malang
kesejarahan: Pedoman observasi
Evaluasi diri (graphic rating Scale)
pembelajaran, terhadap dosen dan mahasiswa Tes-esay
(post-test)
Observasi wawancara
Bagan 4.7 Desain awal Model evaluasi pembelajaran berpikir kesejarahan
211
2.Tahap Uji Coba Model
Setelah terdapat keinginan yang sama antara peneliti dan para dosen
sejarah di tiga LPTK di Kota Palembang untuk mengembangkan model ini, maka
dilakukan ujicoba terbatas dan meluas. Para dosen sejarah yang mengikuti
sosialisasi memberikan komitmen berpartisipasi pada kegiatan ujicoba
pengembangan model. Atas saran mereka dan kesanggupan untuk terlibat, maka
disepakati ada tujuh topik bahasan yang dikembangkan untuk ujicoba model,
yaitu; Penjajahan Jepang, Proklamasi Kemerdekaan, Pengakuan Kedaulatan -
KMB, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, G 30 S PKI dan Peristiwa mempertahankan
kemerdekaan - perang dan diplomasi. Topik ini diambil karena merupakan bagian
dari materi di Sejarah Nasional Indonesia, Sejarah Indonesia Baru yang diajarkan
di semester genab dan ganjil.
Penelitian pada tahap kedua ini dengan menggunakan penelitian tindakan
(aetion research) dalam upaya mendapatkan model pembelajaran berpikir
kesejarahan yang sesuai dengan setting situasi kondisi di tiga LPTK kota
Palembang. Seperti diuraikan dalam bab sebelumnya, dalam penelitian tindakan
ini menggunakan langkah langkah perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi
yang kemudian menjadi suatu rekomendasi bagi perencanaan berikut pada siklus
uji coba berikutnya. Analisis data dilakukan dalam metode kualitatif (selama
ujicoba berlangsung), dan kuantitatif (hasil post test dan angket evaluasi diri).
Analisis kuantitatif dilakukan hanya untuk melihat kecendrungan, gambaran
peningkatan ataupun penurunan tingkat ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa.
212
Penetapan alokasi waktu kegiatan uji coba terbatas dilaksanakan di
semester ganjil. Mahasiswa yang dapat dijadikan subjek penelitian adalah
mahasiswa yang mengikuti mata kuliah SNI I hingga SNI VII. Mengingat
perkembangan diskusi dalam kegiatan sosialisasi terbatas dengan para dosen
sejarah, tentang kelancaran ujicoba terbatas dari draft model pembelajaran ini,
khususnya untuk tujuan peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan kepada
mahasiswa, dianggap cukup tinggi dan sulit dicapai mahasiswa, serta masukan
dari pakar/pembimbing, maka dipilihlah mahasiswa semester VII Universitas
Sriwijaya untuk uji coba terbatas. Untuk tahap uji coba diperluas dilaksanakan
pada mahasiswa semester VI. Tahap uji coba model dilakukan dalam dua tahap,
yaitu tahap uji coba terbatas dan uji coba meluas. Tahap ujicoba terbatas
dilakukan tiga kali pertemuan di satu lokasi penelitian, sedangkan uji coba meluas
di tiga perguruan tinggi di Kota Palembang.
Pada dasarnya tahap uji coba model (terbatas dan meluas) ini ditujukan
untuk memperbaiki dan menyempurnakan draft model pembelajaran yang telah
disusun, sehingga menghasilkan model pembelajaran yang efektif dalam
mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan bagi mahasiswa.
Pelaksanaan ujicoba mode! dilakukan secara berkesinambungan, dengan
menerapkan penelitian tindakan kelas. Setelah rancangan pembelajaran
disiapkan, maka dilaksanakan penerapan model di kelas, kemudian selama
pelaksanaan dilakukan observasi, serta berikutnya secara bersama antara dosen
dan peneliti melakukan refleksi dan diskusi untuk evaluasi dan penyusunan
kembali rancangann ujicoba berikutnya. Dengan kata lain, setelah dilaksanakan
213
ujicoba pertama, maka dilakukan evaluasi dan penyempurnaan desain oleh dosen
bersama peneliti untuk topik bahasan pada uji coba kedua, begitu seterusnya
sehingga sampai pada uji coba ke lima. Penghentian kegiatan uji coba model
bukan berdasarkan kepada banyaknya jumlah pelaksanaan uji coba, tetapi lebih
disebabkan oleh hasil yang didapat dari uji coba. Setelah didapat bahwa hasil uji
coba optimal dan konsisten, maka kegiatan uji coba bisa dihentikan.
2.1. Kegiatan Uji Coba Terbatas Pertama (UC I)
a. Perencanaan Pembelajaran
Topik bahasan yang dirancang untuk diajarkan pada uji coba terbatas
pertama ini ialah Pendudukan Jepang. Rancangan perencanaan pembelajaran yang
digunakan dalam ujicoba tahap 1 sesuai dengan model awal yang telah ditentukan,
terdiri dari lima komponen perencanaan pembelajaran, yaitu tujuan, topik
bahasan/materi, kegiatan belajar mengajar, alat/media dan sumber, serta
komponen evaluasi. Pada kegiatan ujicoba pertama, mahasiswa beijumlah 23
orang.
Pada komponen tujuan, dirumuskan tentang tingkah laku/tujuan yang
harus dicapai mahasiswa setelah proses pembelajaran. Perumusan tujuan
disesuaikan dengan materi, dan ketrampilan berpikir kesejarahan. Komponen
topik/materi, diambil dari kurikulum pendidikan sejarah. Komponen kegiatan
belajar mengajar, berisi tentang kegiatan dosen dan mahasiswa dengan
penggunaan pendekatan hofistik, yang terdiri dari lima langkah kegiatan, yaitu
eksplorasi, ekspresi, investigasi, produk ide dan evaluasi. Pada komponen
alat/media dan sumber, yang digunakan dalam proses pembelajaran seperti lembar
214
kerja fakta dan pendapat, lembar keija analisis fhoto, gambar/gambar sumber
primer sejarah pada masa pendudukan Jepang. Di komponen evaluasi, berisi
tentang alat untuk memperoleh data tentang kemampuan mahasiswa mengikuti
pembelajaran, khususnya ketrampilan berpikir kesejarahannya,
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pada awal pertemuan, dosen menyatakan tujuan perkuliahan dan topik
yang akan dipelajari hari ini, yaitu penjajahan Jepang. Kemudian sebagai kegiatan
eksplorasi, dosen menyuruh mahasiswa membaca, menganalisis dan
menginterpretasi isi buku sumber dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan oleh dosen secara tertulis di papan tulis. Adapun pertanyaan tersebut,
antara lain sebagai berikut: Sudah berapa lama peristiwa sejarah tersebut teijadi?
Bagaimana isi ringkasan peristiwa sejarah dalam topik bahasan hari ini?
Berdasarkan kajiannya, termasuk pada jenis sejarah apakah peristiwa sejarah ini?
Apakah penulis buku ini telah bersikap adil dalam menceritakan tokoh/kelompok
dalam peristiwa tersebut? Mengapa? Masih adakah kemungkinan bukti-bukti
sejarah yang belum disampaikan penulis buku tersebut? Jika ada seperti apa?.
Saat mahasiswa bekerja, dosen mengerjakan melakukan absensi, dan kemudian
secara bergilir melihat pelaksanaan kerja mahasiswa. Setelah dianggap dosen
cukup, dosen melanjutkan memberikan tugas secara kelompok mahasiswa
kembali menganalisis/ menginterpretasi, isi buku sumber dipandu dengan
lembaran fact and opinion untuk membedakan antara fakta sejarah dan
pendapat/interpretasi sejarah di dalam bacaan tersebut kemudian dituangkan
dalam lembaran kerja (fakta dan pendapat) fact and opinion.
215
Berikutnya pada tahap ekspresi, dosen memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk menyampaikan hasil jawaban dan kerja kelompok secara
klasikal. Dosen hanya memberikan kesempatan dua kelompok dari lima kelompok
yang dibentuk lalu dilanjutkan dengan penjelasan sejarah Jepang oleh dosen.
Kemudian untuk kegiatan investigasi dosen kembali meminta mahasiswa
membagi diri ke dalam 5 kelompok, dan membagikan fhoto-fhoto/ yang terkait
dengan topik bahasan. Setiap kelompok mendapat satu dokumen dan satu lembar
keija analisis fhoto. Kemudian kelompok diminta untuk mengamati apa yang ada
di dalam dokumen tersebut. Dosen kemudian duduk dimejanya, sambil
memeriksa makalah-makalah yang dikumpulkan mahasiswa, lalu berkata,"
...cepat kerjanya ya, nanti setengah jam lagi, masing-masing kelompok tampil ke
depan, kita diskusi...". Kesibukan mahasiswa dalam kelompok terlihat, tetapi
tampak sebagian besar mereka belum mengerti apa yang dilakukan. Mahasiswa
sibuk mempertanyakan apa yang diamati dalam gambar sesama mereka anggota
kelompok, merekapun berdebat dalam menentukan kesimpulan sementara
kelompok yang dipandu oleh lembar keija analisis. Namun kerja mereka diminta
stop oleh dosen dengan alasan waktu yang diberikan sudah melebihi 30 menit,
bahkan 45 menit. Para mahasiswa protes dengan mimik muka tidak puas, dan
berkata,"...belum sudah bu...belum diisi LKAnya". Merekapun cenderung tidak
berantusias untuk tampil ke depan menyampaikan temuan mereka. Hal ini terlihat
dari sikap "lempar-lemparan" menunjuk wakil kelompok ke depan. Dosen
mengatasi hal tersebut dengan mengatakan," ayo cepat, masing-masing kelompok
216
dua orang, secara panel saja biar lebih cepat.....ayo cepat ke depan, apa adanya
saja yang ditemukan...".
Pada tahapan produk ide, masing-masing kelompok secara bergilir dalam
diskusi panel, menyampaikan hasil analisis mereka terhadap dokumen mereka.
Walaupun kelima kelompok telah mendapat kesempatan mengungkapkan hasil
kesimpulan sementara mereka. Kegiatan evaluasi/penyempurnaan sebagai
langkah akhir model ini tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan. Hanya dua
kelompok yang bisa dikritisi, di evaluasi oleh dua orang mahasiswa. Dosen tidak
memperhatikan keinginan beberapa mahasiswa yang menunjukan jari tangannya
untuk ikut memberikan evaluasinya atas karya kelompok yang tampil. Kegiatan
penyempurnaan juga tidak bisa dilakukan dengan melibatkan mahasiswa,
sebaliknya dosenlah yang kemudian merumuskan kesimpulannya karena waktu
tidak mencukupi. Kemudian dosen memberikan tes akhir pembelajaran yang
dikerjakan di rumah, bersama dengan angket lembaran evaluasi diri.
c. Hasil Observasi dan Rekomendasi
Sebelum dilakukan putaran ujicoba kedua, dosen dan peneliti melakukan
pertemuan, untuk mendiskusikan temuan selama ujicoba pertama. Peneliti
menyampaikan hasil observasi, dan dosen menyampaikan kesulitan yang
dirasakan dalam melaksanakan pembelajaran.
Dari hasil observasi, peneliti menemukan bahwa secara umum, langkah-
langkah dalam kegiatan pembelajaran ini, dijalankan dengan secara kaku dan
tergesa-gesa, sehingga belum terlihat pembelajaran yang menyenangkan bagi
mahasiswa. Mahasiswa terlihat sibuk, tetapi tidak menuntaskan pekeijaannya, dan
217
memberikan kepuasan terhadap hasil keijanya, dikarenakan tidak dinilai hasilnya.
Sebagian besar mahasiswa terlihat kecewa karena tidak mendapat kesempatan
untuk menyampaikan produk ide dan evaluasinya atas hasil investigasi temannya
dari kelompok yang berbeda. Walaupun demikian, sebagian sudah terlihat
langkah-langkah yang dijalankan dalam pembelajaran ini, yang mengarahkan
mahasiswa untuk beraktivitas dalam pembelajaran. Melalui hasil keija mahasiswa
di lembar fakta dan pendapat sejarah, dan lembar ketja analisis fhoto, sudah
terlihat ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Dalam proses
pembelajaranpun, sudah tampak khususnya saat tahap investigasi dan produk ide.
Mahasiswa mencoba memberikan pemahaman dan aalisisnya terhadap dokumen
sejarah. Ungkapan-ungkapan seperti,"... mengapa seperti itu? ...kalau betul itu
...mengapa tidak terlihat., menurut saya itu bukan akibat penjajahan Jepang,
karena orangnya bukan orang Indonesia,..siapa yang buat dokumen itu...apa
buktinya?..." terdengar selama tahapan tersebut. Walaupun masih terlihat adanya
beberapa mahasiswa yang kebingungan apa yang harus dikenakannya, sehingga
hanya diam dan bercakap-cakap dengan teman di dekatnya sambil (pura-pura?)
membolak-balik buku sejarah.
Pada tahap eksplorasi, terlihat pekerjaan yang menumpuk pada mahasiswa
dalam melakukan pencarian jawaban dan pengisian lembar fakta dan pendapat
sejarah. Mahasiswa tampak bingung dalam melakukan tugas yang disuruh untuk
dikeijakan pada tahap ini. Namun, diskusi antar mahasiswa dalam kelompok serta
upaya lain, seperti membaca dari beberapa buku, sangat kental terlihat Pada
tahap, ekspresi, masih terdapat mahasiswa yang belum mampu untuk tampil
218
percaya diri memberikan hasil pikirannya ataupun kelompoknya. Saat ditanya, hal
ini disebabkan belum selesainya pekeijaan yang dilakukan, disebabkan waktunya
terbatas sekali. Proses interaksi hanya terjadi dari dosen ke mahasiswa. Belum
diberikan kesempatan mahasiswa untuk menilai ungkapan dari temannya.
Saat di tahap investigasi, mahasiswa sangat antusias mencoba memberikan
interpretasi mereka terhadap dokumen sejarah, sehingga terjadi diskusi, sayang
dikarenakan waktu dan sumber bacaan yang terbatas dibawa ke dalam kelas, maka
kegiatan investigasi data belum baik.
Di dalam tahapan produk ide, tidak tampak jelas hasil ide, gagasan,
elaborasi mahasiswa, dikarenakan hanya sebagian kecil dari mereka yang bisa
menyampaikan hasil kelompoknya, dan sebagian kecil juga mahasiswa yang
memberikan kritik, evaluasi terhadap gagasan temannya. Selain dibatasi waktu,
tahapan ini juga belum memberikan kesempatan mahasiswa untuk menyampaikan
gagasan, kritik, penilaian atas suatu hasil gagasan, produk ide temannya.
Kegiatan dosen, yang cenderung "melepaskan" kerja pembelajaran ke
pihak mahasiswa, belum sepenuhnya berperan sebagai fasilitator. Tahapan
penyempurnaan, belum dilakukan mahasiswa, tetapi hanya oleh dosen sendiri.
Dosen yang menjadi pelaksana pada ujicoba terbatas ini, juga memberikan
masukan, seperti; perlu adanya waktu yang memberikan informasi/petunjuk
kepada mahasiswa untuk mengikuti langkah-langkah dalam pembelajaran ini.
Selain itu buku-buku sumber sebagai bahan untuk melakukan investigasi
diperbanyak, atau jika memungkinkan dilakukan di ruang baca (ruang
perpustakaan) saja. Waktu 150 menit untuk satu pokok bahasan, tidak
219
memberikan kenyamanan bagi dosen melakukan kegiatan pembelajaran sesuai
dengan langkah-langkah dalam pembelajaran. Masukan ini juga disampaikan
oleh mahasiswa, bahwa mereka mengeijakan tahap investigasi dan produk ide
sangat terbatas dalam penyediaan buku-buku sumber dan waktupun yang terbatas
sekali. Mahasiswa juga mengeluhkan, adanya teman-temannya yang mendominasi
dalam kegiatan produk ide.
Dari masukan dosen dan dipadukan dengan hasil observasi, maka
penelitidan dosen menyepakati bahwa model yang diujicobakan pada tahap
pertama ini, belum bisa dijadikan model yang diinginkan sesuai dengan tujuan
penelitian. Maka peneliti dan dosen menyepakati rekomendasi-rekomendasi
untuk perbaikan model, yang akan di ujicobakan pada putaran kedua. Adapun
rekomendasi tersebut adalah;
" Langkah eksplorasi: dosen lebih optimal dalam mendorong mahasiswa
untuk mengidentifikasi masalah, mengamati dan menanyakan soal yang
terkait dengan topik. Lembaran fakta dan pendapat sejarah, diberikan
secara individu, dan cukup hanya mengisi dua butir fakta sejarah dan dua
pendapat sejarah dari buku yang dipilih mahasiswa.
• Langkah Ekspresi: Dosen harus memunculkan langkah ini, dengan
mendorong mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya terkait dengan
hasil eksplorasi yang dilakukannya. Kemudian diberikan juga kesempatan
kepada mahasiswa untuk menilai ungkapan, ekspresi temannya. Jadi di
tahap ini kegiatan evaluasi juga dilakukan.
220
Langkah investigasi, harus dibarengi dengan kegiatan study pustaka atau
mencari sumber lain. Oleh karena perlu ketersediaan buku yang lebih
(perpustakaan) dan bila diperlukan mencari data melalui sumber lain,
seperti dari internet agar informasi yang diperlukan untuk merekonstruksi,
menganalisis, menyimpulkan isi yang terkait dengan dokumen tersebut
lebih luas dan dalam.
Langkah Produk Ide : langkah ini harus dimunculkan dan memberi
kesempatan kepada mahasiswa untuk menunjukan hasil pemikirannya dan
kelompoknya. Kegiatan evaluasi juga dilakukan pada tahap ini, agar
mahasiswa secara langsung dapat menilai produk ide kelompok lain atas
kerja investigasinya.
Langkah evaluasi/penyempurnaan: Pada tahap ini, dilakukan hanya
kegiatan penyempurnaan saja terhadap hasil kesimpulan sementara yang
disampaikan di tahap sebelumnya. Kemudian perlu dilakukan sesuai
dengan rancangan pembelajaran, dengan melibatkan mahasiswa dalam
membuat penyempurnaan/kesimpulan.
waktu yang tidak sesuai dengan langkah-langkah dalam draft model untuk
dilakukan dalam satu kali pertemuan (3 sks), selanjutnya perlu
diperhatikan untuk dilakukan dua kali pertemuan untuk satu topik bahasan.
Diperlukan adanya tahapan orientasi sebelum masuk pada tahap
eksplorasi.
221
• Tahapan kegiatan pembelajaran mengalami penyesuaian, yaitu terdiri dari,
orientasi, eksplorasi, ekspresi/evaluasi, investigasi, produk ide, evaluasi,
penyempurnaan.
2.2. Kegiatan Ujicoba Terbatas Kedua (UC 2)
a. Perencanaan Pembelajaran
Seperti telah digambarkan di atas, adanya rekomendasi perbaikan pada uji
coba kedua dalam waktu tatap muka (2 x 150 menit), dan perubahan dalam
langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang dijalankan. Walaupun demikian
komponen perencanaan pembelajaran pada tahap ujicoba kedua ini, tidak berbeda
dengan ujicoba pertama. Hanya di Komponen KB M, dilakukan dengan enam
tahapan, yaitu orientasi, eksplorasi, ekspresi/evaluasi, investigasi, produk
ide/evaluasi dan terakhir penyempurnaan. Topik bahasan pada ujicoba terbatas
kedua ini adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pada tahap orientasi, guru tidak hanya memberikan penjelasan tentang
topik bahasan hari ini, juga memberikan penjelasan agenda keija yang akan
dilakukan oleh mahasiswa, serta menyampaikan tujuan pembelajaran yang perlu
dicapai oleh mahasiswa setelah selesai perkuliahan nantinya.
Pada tahap eksplorasi, dosen membawa mahasiswa kepada kegiatan
menggali pemahamannya terhadap topik bahasan dengan alat pertanyaan, buku
teks sejarah, dan lembar keija fakta dan pendapat sejarah.
Pada tahap ekspresi/evaluasi, sebagian besar mahasiswa sudah mampu
menggunakan waktu untuk mengekspresikan temuan mereka. Di tahap ini
222
sekaligus dilakukan evaluasi, terhadap hasil ekspresi yang disampaikan.
Walaupun masih terkesan interaksi, berlangsung antara dosen ke mahasiswa, dan
belum optimal tejjadi interaksi mahasiswa ke dosen, mahasiswa ke mahasiswa.
Pada tahap investigasi, mahasiswa dibagi dalam enam kelompok
diberikan gambar dan dokumen primer sejarah yang berbeda beserta lembar keija
analisis dokumen dan fhoto. Pelaksanaan tahap investigasi diarahkan dilakukan di
ruang baca perpustakaan, ataupun melalui sumber lain.
Pada tahap produk ide, tidak seperti saat ujicoba pertama, yang dilakukan
secara panel. Maka di ujicoba kedua, dosen memfasilitasi setiap kelompok untuk
menyampaikan hasil investigasinya secara bergiliran.Setiap kelompok secara
bergiliran, menyampaikan hasil inversitigasi mereka terhadap suatu dokumen
sejarah, dan menayangkan nya melalui OHP. Di saat itu juga, kelompok tersebut
mendapatkan evaluasi dari mahasiswa lain dan dosen, serta membuat kesimpulan
sementara.
Di tahap penyempurnaan, dosen memberikan arahan dan kesempatan
kepada mahasiswa untuk memberikan penyempurnaan dari kesimpulan sementara
yang diberikan temannya, dalam bentuk penguatan/kesimpulan akhir dari topik
bahasan hari ini. Dosen menunjuk dua mahasiswa untuk tugas ini, kemudian
dilanjutkan oleh dosen.
c. Hasil Observasi dan Rekomendasi Kegiatan
Pada ujicoba terbatas kedua ini, dilihat dari catatan observasi, secara
umum aktivitas mahasiswa sudah tinggi, pelaksanaan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran, sudah dapat dijalankan dosen walau masih ada sedikit kekakuan
saat proses pengalihan langkah-langkah pembelajaran. Ketrampilan bei^il
kesejarahan mahasiswa, yang terlihat dari hasil lembar keija fakta dan p e r t ^ a ^ ^ ^ ^ . ^
sejarah, lembar keija analsis dokumen dan fhoto serta dari ungkapan pendapat,
saat pembelajaran berlangsung sudah lebih baik. Para mahasiswa sudah
"tergelitik" untuk bergabung dan aktif dalam memberikan hasil interpretasi dan
analisisnya. Sebagai contoh, pada saat kelompok pertama menunjukkan poster
"DEKATI MERDEKA", diskusi berlangsung hangat dalam melihat posisi berdiri
tentara Jepang di antara orang Indonesia. Mengapa tidak berdiri sebelah kanan
sekali, mengapa harus berdiri disitu, apakah makna dia mengangkat tangan
(bersorak?) tapi dengan mengangkat senjata? Jadi siapa yang bikin poster itu? Apa
makna poster itu? Hal yang sama terjadi juga dalam tampilan produk ide
kelompok lain, yang menganalisis dan menginterpretasi naskah teks proklamasi
ditulis tangan dengan naskah teks yang diketik. Mereka mencoba membangun
kembali secara imaginative, peristiwa penulisan naskah tersebut dan proses
perubahan beberapa kata setelah diketik, sekaligus juga dibincangkan makna kata-
kata "keramat" (istilah mereka, saat diskusi). Begitu juga dalam kelompok analisis
fhoto, hampir semua menunjukan bagaimana tingkat ketrampilan berpikir
kesejarahan yang mereka miliki. Kebingungan mahasiswa dengan tugas yang
dirasakan banyak pada tahap eksplorasi, membuat sebagian tugas yang diminta
dosen tidak selesai dikerjakan.
Dalam kegiatan diskusi (tahap produk ide), kendala yang masih dihadapi
adalah sukarnya semua mahasiswa melihat gambar, poster, atau dokumen yang
dianalisis temannya, jika tidak duduk di barisan depan, hal ini mengingat
224
penunjukan gambar/photo/dokumen tidak menggunakan OHP. Hal ini berakibat
dengan lambatnya dimulai kegiatan produk ide dan evaluasi, disebabkan kegiatan
mengedarkan media dokumen tersebut ke semua mahasiswa.
Dosen yang melaksanakan kegiatan pembelajaran ini juga memberikan
komentar kepuasannya, karena hambatan yang ditemukan pada ujicoba pertama,
sebagian sudah berkurang. Dia merasa yakin, jika dicoba sekali lagi, maka akan
semakin tampak sosok model pembelajaran ketrampilan berpikir kesejarahan ini.
Hal ini juga dilihat dari antusias belajar mahasiswa tinggi, dan kemampuan
mahasiswa menganalisis, memberikan kritik, pendapat terhadap rekonstruksi
sejarah Proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Dari diskusi antara peneliti dan dosen, maka rekomendasi untuk
pelaksanaan ujicoba ketiga, adalah; proses perkuliahan tetap mengacu pada desain
yang dibuat. Kemudian ditambahkannya tahapan klasifikasi dan generalisasi.
Serta difungsikannya media OHP, dan setiap kelompok diberikan
gambar/dokumen/poster sejarah yang sama, walau kajian setiap kelompok
berbeda. Interaksi belajar mengajar, hendaknya mengarah kepada transaksi, yaitu
interaksi tidak hanya satu arah saja, dari dosen ke mahasiswa melainkan antara
mahasiswa ke mahasiswa, dan Interaksi mahasiswa ke dosen (muIri arah).
2.3. Kegiatan Ujicoba Terbatas Ketiga (UC 3)
a. Perencanaan Pembelajaran
Berdasarkan hasil rekomendasi ujicoba kedua, maka komponen
perencanaan pembelajaran di putaran ketiga tidak mengalami perubahan untuk
setiap komponennya. Pada kegiatan belajar mengajar, jika pada ujicoba
225
sebelumnya dengan enam tahapan, maka di ujicoba ke tiga ini dilakukan dengan
delapan tahapan, yaitu orientasi, eksplorasi, ekspresi/evaluasi, eksplorasi,
ekspresi/evaluasi, investigasi, produk ide/evaluasi, penyempurnaan. Topik
bahasan pada ujicoba terbatas ketiga adalah Pemberontakan G 30 S PKL
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Tahap orientasi, dosen memberitahukan topik bahasan diperkuliahan kati
ini, serta memberikan tujuan yang harus dicapai dalam perkuliahan ini. Selain itu,
dosen juga menyampaikan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan mahasiswa
selama proses pembelajaran pada topik bahasan kali ini.
Pada tahap eksplorasi, dosen membawa mahasiswa kepada kegiatan
menggali pemahamannya untuk berimajinasi, menganalisis dan menilai tafsirtan-
tafsiran sejarah oleh penulis/sejarawan pada buku teks sejarah. Pada tahap
ekspresi, dosen sudah mampu mengarahkan mahasiswa untuk memberikan
ekspresi mereka, tidak lagi menunggu harus ditunjuk dosen. Interaksi berlangsung
antara dosen ke mahasiswa, dan interaksi mahasiswa ke dosen, mahasiswa ke
mahasiswa.
Mahasiswa tampak lebih antusias dan konsentrasi dalam mengidentifikasi
"fakta" dan "pendapat" sejarah melalui lembar kerja. Mahasiswa menjadi lebih
cepat, dan tertib, karena masing-masing mahasiswa sudah membawa buku teks
sejarah, bahkan ada yang lebih dari satu. Setelah melewati tahap klasifikasi,
mahasiswa menilai, membandingkan dan menyimpulkan hasil klasifikasi yang
dilakukan. Mahasiswa terlihat mampu memberikan argumentasi atas pembedaan
226
yang dilakukan, serta membuat satu simpulan atas suatu fakta sejarah dan
pendapat yang menggambarkannya.
Pada tahap investigasi, seperti ujicoba sebelumnya, mahasiswa dibagi
dalam enam kelompok. Masing-masing kelompok diberikan gambar dan dokumen
primer sejarah yang sama beserta lembar keija analisis dokumen dan fhoto. Setiap
kelompok ditentukan kajian dokumen sejarah yang dianalisis. Pelaksanaan tahap
investigasi diarahkan dilakukan di ruang baca perpustakaan, ataupun melalui
sumber lain.
Pada tahap produk ide, dosen memfasilitasi setiap kelompok untuk
menyampaikan hasil investigasinya secara bergiliran setiap kelompok. Tidak
seperti saat ujicoba pertama, secara panel. Secara bergiliran setiap kelompok
menyampaikan hasil investigasinya dengan media OHP. Semua mahasiswa
mengetahui dan turut memberikan interpretasinya, karena mereka juga memiliki
copyan dokumen sejarah tersebut, secara bersamaan dilakukan evaluasi dari
mahasiswa lain dan dosen terhadap hasil produk ide setiap kelompok.
Di tahap penyempurnaan, seperti di ujicoba kedua dosen memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk memberikan penyempurnaan dari evaluasi
yang diberikan temannya, dalam bentuk kesimpulan dari topik bahasan hari ini.
Dosen memberikan kesempatan kepada enam mahasiswa dari tiap kelompok,
kemudian dilanjutkan oleh dosen,
c. Hasil Observasi dan rekomendasi
Dari catatan observasi dapat disimpulkan bahwa, pelaksanaan
ujicobaketiga ini sudah menggambarkan isi perencanaan pembelajaran. Sosok
227
model pembelajaran sejarah yang dapat meningkatkan ketrampilan berpikir
kesejarahan sudah terlihat. Sehingga periu untuk diujicobakan pada sample yang
lebih luas.
Setelah dirancang bentuk model pembelajaran hipotetik yang disusun
berdasarkan temuan dan rekomendasi dari uji coba terbatas, maka dilakukan
kembali ujicoba dengan sampel yang lebih luas. Pelaksanaan ujicoba lebih luas ini
dilakukan di tiga universitas yang memiliki program studi pendidikan sejarah di
Kota Palembang, yaitu Universitas Sriwijaya, Universitas PGRI dan Universitas
Muhammadiah. Sampel responden yang dipilih adalah mahasiswa semester VI,
atau yang mengikuti mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia VI, atau Sejarah
Indonesia Mutakhir I.
2.4. Kegiatan Uji Coba Lebih Luas I (UC 4)
a. Perencanaan Pembelajaran
Topik bahasan yang dipelajari pada uji coba lebih luas pertama ini adalah
Pengakuan Kedaulatan RI - Konfrensi Meja Bundar untuk semua responden
mahasiswa semester VI yang mengikuti mata Kuliah SNI VI atau Sejarah
Indonesia Mutakhir I di tiga universitas yang dijadikan lokasi penelitian.
Rancangan perencanaan pembelajaran, tidak berbeda dengan ujicoba terbatas
tiga, dan sesuai dengan rancangan model perencanaan yang disusun setelah
ujicoba terbatas.
b. Pelaksanaan pembelajaran
Untuk menggambarkan jalannya pelaksanaan pembelajaran, maka akan
diuraikan satu persatu di tiap lokasi penelitian. Di Universitas Sriwijaya, secara
228
< umum dos^n telah mampu menciptakan suasana belajar di kelasnya dengan
menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang tertuang dalam rencana
pembelajarannya. Hanya pada tahap produk ide/evaluasi, dosen menggunakan
pembatasan jumlah mahasiswa (3 orang) yang bertanya untuk setiap kelompok
yang tampil. Pada tahap penyempurnaan, dosen tidak memberikan penguatan atas
kesimpulan yang diberikan mahasiswa.
Di Universitas PGRI, secara umum dosen telah melaksanakan langkah-
langkah pembelajaran yang ada. Walau mengingat keterlambatan hadir maka,
tahapan orientasi tidak dilakukan sepenuhnya, hanya sebatas memberikan tugas
yang akan dilakukan mahasiswa. Pada tahapan eksplorasi pertama, dosen belum
optimal mengarahkan mahasiswa untuk mengeksplorasi permasalahan dalam
peristiwa sejarah, masih terlihat sebagian mahasiswa bingung dan hanya
membaca saja buku teks sejarah yang ada. Sehingga pada tahap ekspresi pun ada
sebagian mahasiswa yang tidak aktif memberikan pemikirannya, tetapi pada tahap
klasifikasi, sudah beijalan baik. Pada tahap produk ide, sedikit mendapat
hambatan dan tidak betjalan sepenuhnya, karena tidak tersedianya sarana listrik
untuk peresentasi. Pada tahap penyempurnaan dosen belum memberikan
penguatan atas kesimpulan yang disusun mahasiswa. Selain itu penggunaan
waktu, banyak habis terbuang oleh penyiapan sarana pembelajaran.
Di Universitas Muhammadiah, secara umum dosen sudah melakukan
tahapan pembelajaran yang ada dalam perencanaan pembelajaran. Hanya belum
optimal pada tahap produk ide/evaluasi dan penyempurnaan, dosen belum
memberikan penguatan atas evaluasi mahasiswa dan kesimpulan semen
dibuat mahasiswa,
c. Observasi dan Rekomendasi;
Dari hasil observasi pelaksanaan pembelajaran di tiga lokasi penelitian,
secara umum terlihat bahwa langkah-langkah pembelajaran telah dilakukan dosen
dengan baik walau belum sepenuhnya optimal. Dari refleksi atas hasil observasi
tersebut, peneliti dan dosen model menyiapkan rekomendasi -rekomendasi untuk
uji coba berikutnya, seperti kehadiran tepat waktu, penyiapan sarana/fasilitas dan
tidak memberikan batasan mahasiswa untuk memberikan ide/evaluasi atas
ide/karya temannya, serta memberikan penguatan terhadap kesimpulan yang
disusun mahasiswa, dengan cara membenarkan, menambahkan, memberikan
contoh/analogi ataupun mengkoreksi.
2.5. Kegiatan Uji Coba Lebih Luas kedua (UC 5)
a. Perencanaan Pembelajaran
Topik bahasan yang dipelajari pada uji coba lebih luas kedua ini adalah
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Rancangan perencanaan pembelajaran, tidak berbeda
dengan ujicoba sebelumnya.
b. Pelaksanaan pembelajaran
Secara umum ketiga model dosen di tiga lokasi penelitian telah
melaksanakan pembelajaran dengan langkah-langkah yang sesuai dalam
perencanaan pembelajaran. Rekomendasi yang diberikan sudah dilaksanakan.
230
c. Hasil Observasi dan Rekomendasi
Proses pembelajaran berlangsung lebih interaktif dari yang sebelumnya.
Dosen telah menciptakan suasana belajar yang memebrikan kesempatan
mahasiswa untuk menggali pemahaman yang telah dimilikinya, dan melakukan
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang aktif, kritis terhadap permasalahan sejarah
yang dipelajari. Selain itu tidak ada yang merasa dominan aktif atau dominan
pasif dalam proses pembelajaran.
3.Bentuk Akhir Model
Setelah dilakukan ujicoba terbatas sebanyak tiga kali dan uji coba lebih luas dua
kali (lima kali uji coba) maka ditemukan gambaran model pembelajaran sejarah yang
dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Perbaikan yang
dilakukan di setiap ujicoba, membawa suatu bentuk model yang sedikit berubah dari
model yang dirancang saat sebelum ujicoba. Jika pada awalnya langkah kegiatan belajar
terdiri dari lima langkah kegiatan, maka berikutnya mengalami perubahan. Pembahan
terjadi setelah didapat berbagai hambatan dari penerapan draft model sebelumnya.
Langkah-langkah kegiatan belajar, walau masih tetap apa yang diberikan oleh Ruggiero,
pendekatan holistik dalam pengajaran berpikir, namun mengalami perkembangan dalam
hierarki penerapan serta dilakukannya penambahan satu kegiatan, yaitu tahap orientasi.
Jika draft awal, kegiatan pembelajam dilakukan dengan Hma tahapan, maka akhir dari
ujicoba terbatas, berkembang menjadi delapan langkah. Kegiatan pembelajaran tidak
bisa dilakukan hanya satu kali tatap muka untuk semua tahapan, melainkan dua kali tatap
muka. Secara rinci dapat dilihat rangkuman rekaman catatan proses perkuliahan pada
tahap pengembangan model (Ujicoba 1-5) pada bagan 4.8.
231
Dtttil Pereacaaaaa: 1. Perumusan tujuan pembelajaran (KBK) 2. Penentuan topik bahasan/materi pelajaran
Penetapan prosedur perkuliahan dengan lima tahapan dari pendekatan holistik
4. Pemilihan/penetapan media/sumber belajar 5, Penetapan alat evaluasi baik proses maupun hasil Implementasi:
Eksplorasi Ekspresi Investigasi Produk ide Evaluas i/penyempurrnaan KasII Observasi/Umpan Balik: 1. desain perencanaan belum berfungsi 2, Tahapan proses kaku/dipaksakan karena waktu,
bahkan tahapan akhir tidak dilakukan. 3 media/sumber belajar belum menunjang
pembelajaran 4. Mahasiswa belum terlibat semua dalam kegiatan
kelas, terutama tahap eksplorasi dan ekspresi Kesimpalan: Model pembelajaran holistik belum terbentuk Rekomendasi: I. Proses perkuliahan dengan memperhatikan desain 2 Penyediaan waktu, dengan pelaksanaan 2 X TM 3 Penyediaan sumber belajar yang memadai 4. diperlukan tahapan orientasi, pemisahan evaluasi
dengan penyempurnaan 5 Dosai memfasilitasi mahasiswa urttuk aktif
D m l a Perencanaan: Desain perencanaan disusun sesuai dengan ujicoba sebelumnya, hanya berbeda lopik bahasan ImpleoMatasi: Dilaksanakan dengan g tahapan sesuai dengan ujicoba sebelumnya Ha* 11 Obaetvasl/Vinpaa Balik: I Di LPTK yang kategori baik, tahapan penyempurnaan ndak berlangsung baik. Di dua LPTK yang sedang dan .rendah, tahapan berjalan, baik walau kurang sempurna 2. Mahasiswa terlibat aktif, dan terlihat ketrampilan betptkir kesejarahannya, sudah cukup tinggi. Keslmpalaa: Model pembelajaran holistik sudah terbentuk lebih mantap RdiMWBdaah Dosen dapat menjalankan tahapan dengan sempurna, dan mempersiapkan ketersediaan media/sarana sebelum pakulihan.
Desaia Perencanaan: 1. Perumusan tujuan pembelajaran (KBK) 2. Penemuan topik bahasan/materi pelajaran 3. Penetapan prosedur pettadulHii dengan enam
tahapan dari modifikasi pendekatan holistik 4. Pemil ilaii/peoetapan media/sumber belajar 5. Penetapan alat evaluasi baik proses maupun hasil I inplemeatash Orientasi Eksplorasi Ekspresi Investigasi Produk ide/Evaluasi Penyempurnaan HasO ObservasWJmpan Bilik: 1. desain perencanaan sudah berfungsi 2. Tahapan proses sudah berjalan baik, 3. sumber belajar cukup menunjang proses
pembelajaran, kecuali media/sarana belum 4. Mahasiswa sebagian besar sudah menunjukan
ketrampilan berpikir dan aktif dalam tahapan Kafanpataa: Model pembelajaran holistik mulai terbentuk Rekomendasi: 1 Proses perkuliahan dengan memperhatikan desain 2 Pengoptimalan penggunaan media/sarana 3 Diadakan tahapan eksplorasi, dan ekspresi ke 2, 4 Mengoptimalkan interaksi belajar yang multi arah
Desain Perencanaan: Desain perencanaan disusun sesuai dengan ujicoba sebelumnya, hanya berbeda jumlah KBM menjadi 8 langkah, dan topik bahasan V Orientasi Eksplorasi Ekspresi Klasifikasi Generalisasi Investigasi Produk ide/ Evaluasi penyempurnaan Hm8 Otacrvasl/Umpaa Batik: 1. Keaktifan/ keantusiasan mahasiswa belajar besar 2. ketrampilan berpikir kesejarahan, dari setiap rtnn
: Model pembelajaran holistik sudah terbentuk Re komentari: 1. Dosen dapat mempertahankan pola yang sudah ada 2. Menyepakati model pembelajaran holbtik tni
ditindaklanjuti dalam uiicotn kbih luas di tiea LPTK.
Desain Powauia: Desain perencanaan disusun sesuai dengan ujicoba sebelumnya, hanya berbeda topik bahasan lmptraentaai: Dilaksanakan dengan 8 tahapan sesuai dengan ujicoba sebelumnya Hwill Otacrvaal /Unpu BaUkj 1. Di LFTK yang kategori baik, sedang dan .rendah, tahapan pembebgaran berjalan sesuai desain 2. Mahasiswa terlibat aktif, dan terlihat ketrampilan berpikir kesejarahannya 3. penggunaan mcdiafcarana dan sumber belajar sangat baik. 4. Hasil pasca tes ke t i p LPTK : 92.04 ; 87,458 , 85,143 Kerimpnlaa: Model pembelajaran holistik sudah terbentuk baik Rekomendasi: Adanya signifikansi peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan baik dalam proses maupun hasil belajar, maka model pembelajaran holistik ini siap untuk diuji validasi
Bagan 4.8 Rangkuman Proses Pengembangan Model Hipotetik
232
Setelah mengalami beberapa kali perbaikan model pembelajaran selama
uji coba, maka dimantapkan bentuk akhir model hipotetik yang siap untuk
diujivalidasikan, lebih jelas terlihat pada pada bagan 4.9 di bawah ini.
233
MODEL PEMBELAJARAN BERPIKIR KESEJARAHAN
DISAIN
1 Tujuan : ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa dan merekonstruksi pengetahuan bani
2. Materi : konsep-konsep sejarah dalam sejarah Indonesia 3. Prosedur: Skenario kegiatan pembelajaran dengan delapan tahapan yaitu:
- orientasi, eksplorasi, ekspresi, klasifikasi, generalisasi, investigasi, produk idd evaluasi, dan penyempurnaan
4. Media/sumber: media dan sumber belajar (primary/secondary sources) yang terkait dengan topik bahasan
5. Evaluasi: evaluasi proses dan hasil belajar
IMPLEMENTASI
1. Orientasi : Penyiapan kondisi belajar, pemfokusan perhatian pada topik yang akan diajarkan serta recalling pengetahuan lama.
2.Eksplorasi : kegiatan menganalisis, mengkritisi, berimajinasi dan membangun pemahaman sejarah atas tafsiran sejarah yang disusun penulis buku sejarah/sejarawan
3. Ekspresi : menyusun, menyampaikan, membandingkan, menilai hasil keija di tahap eksplorasi
4. Klasifikasi: Pengembangan kemampuan mencari, menganalisis, menentukan, membedakan antara "fakta" dan "pendapat" sejarah dari suatu tafsiran sejarah pada buku teks
5. Generalisasi: Pengembangan kemampuan memberikan argumentasi dan menilai kelengkapan atau tidaknya fakta dan pendapat sejarah yang ditemukan serta menyusun simpulan atas hasil di tahap klasifikasi.
6. Investigasi: Pengembangan kemampuan mencari dan memperluas informasi, bukti-bukti searah dari berbagai sumber untuk merekonstruksi peristiwa sejarah melalui dokumen primer/sekunder
7. Produk Ide/evaluasi: Penuangan ide- ide, perekonstruksian sejarah melalui hasil analisis kritis, interpretasi, pengambilan keputusan atas suatu dokumen primer/sekunder sejarah.
S. Penyempurnaan: Pengembangan kemampuan menilai dan memberikan pandangan yang komprehensif atas hasil rekonstruksi sejarah yang telah dilakukan dan menemukan nilai-nilai sejarah yang bisa diteruskan di masa kini dan masa depan..
EVALUASI 1. Evaluasi Proses: Keaktifan mahasiswa dan ketrampilan berpikir kesejarahan
(observasi) 2. Evaluasi Hasil: pasca tes (esay) dan angket evaluasi diri .
Bagan 4.9. Draft model hipotetik setelah ujicoba
234
Dari rancangan draft model yang telah dikembangkan melalui lima kali uji
coba, maka desain perencanaan mengalami perubahan pada prosedur kegiatan
pembelajaran, secara rinci dapat dituangkan dalam bagan 4.10 di bawah ini.
s TPK
s
*
KBM — = ;
—i
r Mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan (secara keseluruhan pada lima aspek berpikir kesejarahan, dengan konsep waktu dan tempat, sikronik
^ dan diakronik) ^
Mengembangkan materi pembelajaran dengan konsep waktu/tempat, sinkronik, diakronik serta multiperfektif
Menetapkan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Holistik dalam pengajaran berpikir, melalui delapan tahapan yaitu: orientasi, eksplorasi, ekspresi, klasifikasi, generalisasi, investigasi, produk ide/evaluasi dan penyempurnaan
Media Sumber
I Evaluasi
Menetapkan media dan sumber bc\a]ar(primary/secondary sources) yang terkait dengan topik bahasan
Menetapkan alat, jenis dan prosedur evaluasi Proses: pengamatan implementasi model, keaktifan dan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa Hasil : Tes tertulis-essay
Bagan 4.10
Desain Perencanaan Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan setelah uji coba
Secara umum rancangan draft implementasi model pembelajaran berpikir
kesejarahan setelah dilakukan ujicoba terbatas, disusun dengan mengembangkan
tahapan pendekatan Holistik dalam pengajaran berpikir, yaitu terdiri dari delapan
langkah yaitu orientasi, eksplorasi, ekspresi/evaluasi, eksplorasi, ekspresi/valuasi,
investigasi, produk ide/ evaluasi dan penyempurnaan. Desain model tersebut,
dapat dilihat pada bagan 4.11 di bawah ini.
235
f Penyiapan kondisi belajar, pemfokusan perhatian pada topik yang akan diajarkan serta recallirtg pengetahuan lama
V
/T kegiatan menganalisis, mengkritisi, berimajinasi dan membangun pemahaman sejarah atas tafsiran sejarah yang disusun penulis buku sej arah/sej ara wan
r menyusun, menyampaikan, membandingkan, menilai hasil keija di tahap eksplorasi
V /
Pmengembangan kemampuan mencari, menganalisis, menentukan, membedakan antara "fakta" dan "pendapat" sejarah dari suatu tafsiran sejarah pada buku teks
Pengembangan kemampuan memberikan argumentasi dan menilai kelengkapan atau tidaknya fakta dan pendapat sejarah yang ditemukan, serta menyusun simpulan
r; Pengembangan kemampuan mencari dan memperluas informasi, bukti-bukti sejarah dari berbagai sumber untuk merekonstruksi peristiwa sejarah melalui dokumen primer/sekunder
Ceramah Tanya jawab
Tanya Jawab kerja kelompok
Tanya Jawab Keija kelompok
Keija kelompok
Tanya Jawab keija kelompok
Inquiry (document
study) Ketja kelompok
236
Penuangan ide- ide, perekonstruksian sejarah melalui has i! analisis kritis, interpretasi, pengambilan keputusan atas suatu dokumen primer/sekunder sejarah.
V-
Pengembangan kemampuan menilai dan memberikan pandangan yang komprehensif alas hasil rekonstruksi sejarah yang telah dilakukan dan menemukan nilai-nilai sejarah
J
Keija klmpk, presentasi dan diskusi kelas
Diskusi
Bagan 4.11
Desain Implementasi Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan
Setelah Ujicoba
Adapun bentuk rancangan model evaluasi pembelajaran berpikir
kesejarahan yang disusun setelah ujicoba, pengembangan model, masih sama
bentuk dan jenis evaluasinya, yaitu evaluasi proses dan hasil, dengan bentuk tes
tertulis, esay dan angket evaluasi diri.
4. Ketrampilan berpikir Kesejarahan Mahasiswa dari Hasil Uji Coba
Pengembangan Model
Untuk mendapatkan data bagaimana hasil belajar mahasiswa khususnya
ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa di setiap ujicoba terbatas
dilaksanakan, maka dilakukan pasca tes. Selain itu juga diberikan angket evaluasi
diri yang berbentuk graphic rating scale, untuk mendapatkan data yang sama
Diharapkan dari dua bentuk instrument ini, maka data ketrampilan berpikir
kesejarahan mahasiswa menjadi lebih akurat
237
a. Hasil Tes
Tes yang diberikan kepada mahasiswa di setiap akhir perkuliahan satu
pokok bahasan berisi sepuluh butir soal, dan setiap soal menguji ketrampilan
berpikir mahasiswa dan pemahaman materinya. Dalam penghitungan ketrampilan
berpikir kesejarahan, dilihat dari perolehan nilai di setiap komponennya yaitu
komponen chronological thinking (CT), historical comprehension (HQ),
historical analysis and interpretation (HAI), historical research capabilities
(HRC), dan historical issues analysis and decision making (HIADM). Untuk
mengetahui data keseluruhan dapat dilihat pada lampiran 8
Untuk mengetahui secara visual, gambaran kecendrungan peningkatan
ketrampilan berpikir kesejarahan secara keseluruhan dari setiap aspek di setiap
ujicoba yang diakibatkan oleh penerapan model hipotetik pembelajaran, dapat
dilihat pada tabel 4.9di bawah ini.
Tabel 4.9 Data Hasil Belajar Ketrampilan Berpikir Kesejarahan (HT)
pada Tahap Pengembangan Model
u c N Mean Std. deviasi
F Sig.
1 23 55.6696 9.14680 79.665 <0,01 2 23 75.3478 6.16890 3 23 86.7391 4.76939 4 70 82.6286 9.50966 5 70 88.4000 7.04520
Dari tabel di atas, tampak bahwa skor rata-rata ujicoba kesatu hingga uji
coba kelima menunjukkan perbedaan. Hasil anova untuk perbedaan rata-rata
kemampuan berpikir kesejarahan mahasiswa yang diakibatkan oleh penerapan
model hipotetik pembelajaran holistik adalah signifikan pada a 0,05 (F=79.665,
238
memiliki signifikansi < 0,05). Jika diteliti lebih lanjut pada tabel 4.9, tampak
bahwa rata-rata pada ujicoba 4 teijadi penurunan sebesar 3,91. Penurunan ini
kecil dibandingkan dengan kenaikan yang teijadi pada uji coba berikutnya yaitu
5,57. Hal sebaliknya, teijadi pula kenaikkan Standard deviasi pada uji coba
keempat sebesar 4,74 dan kemudian pada uji coba kelima menurun sebesar 2,46.
Hal ini tidak terlepas dengan variasi yang cukup besar dari dua LPTK yang baru
diikutkan pada ujicoba keempat dibandingkan LPTK pertama
(pengetahuan/kemampuan dosen, tingkat pengetahuan mahasiswa dan
sarana/prasarana di tiga perguruan tinggi yang ada berbeda). Setelah dilakukan
adaptasi dengan kondisi dua LPTK tersebut dan dilakukan penyiapan
sarana/prasarana yang diperlukan dalam model pembelajaran ini, maka akhirnya
dapat mengurangi rentangan variasi antar responden pada akhir uji coba kelima.
Walaupun demikian secara keseluruhan dari kegiatan di tahap ini berarti telah
terjadi kenaikan rata-rata pada ketrampilan berpikir kesejarahan yang diakibatkan
oleh model pembelajaran yang dikembangkan. Apabila disajikan dalam bentuk
histogram, rata-rata kenaikan itu tampak seperti disajikan pada gambar 4.1.
239
Ertnuted feUrgJnd Mnm of PUmampuan bwplUr «Jarahan
g * Z 1 c e X ?
mtoobiK*
Gambar 4.1 Perbandingan Rata-Rata Ketrampilan berpikir Kesejarahan
Pada Tahap Pengembangan Model Pembelajaran Berpikir Kesejarahan
Dapat disimpulkan bahwa penerapan model hipotetik ini telah
memberikan pengaruh yang besar terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa. Hal ini dilihat dari adanya perbedaan yang signifikan antara
kelompok ujicoba, dalam kelima aspek ketrampilan berpikir kesejarahan.
b. Hasil Angket Evaluasi Diri {self Evaluation)
Seperti juga pada tes esay tertulis, angket evaluasi diri ini juga disusun
untuk mendapatkan gambaran ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa yang
merupakan hasil reflektif mahasiswa terhadap pengaruh pembelajaran yang
diikutinya terhadap ketrampilan berpikir kesejarahanya. Oleh karena itu,
instrument ini disusun berdasarkan komponen yang ada dalam ketrampilan
berpikir kesejarahan tersebut (lihat lampiran 8). Di bawah ini digambarkan data-
data yang diperoleh dari hasil penyebaran angket evaluasi diri pada tahap
pengembangan model.
240
Diketahui dari hasil lima kali ujicoba, adanya perbedaan rata-rata skor
evaluasi diri mahasiswa terhadap lima aspek ketrampilan berpikir kesejarahan
yang semakin meningkat Diasumsikan karena adanya perbedaan responden,
sarana, lingkungan kelas/universitas maka skor rata-rata pada uji coba ke empat
lebih rendah dibanding uji coba sebelumnya, tetapi pada uji coba kelima
meningkat atau memperlihatkan adanya pengaruh penerapan model pembelajaran
terhadap aspek ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa seperti yang
dirasakan mahasiswa tersebut
Secara visual, bagaimana gambaran refleksi diri mahasiswa terhadap
ketrampilan berpikir kesejarahan mereka di setiap ujicoba yang diakibatkan oleh
penerapan model hipotetik, dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 4.10 Data Hasil Angket Evaluasi Diri Mahasiswa terhadap Ketrampilan berpikir
Kesejarahan pada Tahap Pengembangan Model
uc N Mean Std. deviasi F Sig.
1 23 22.3415 .96961 88.786 <.001 2 23 24.0107 1.01628 3 23 25.6082 1.13053 4 70 25.1110 1.04813 5 70 26.7235 1.03831
Pada tabel di atas, tampak bahwa skor rata-rata evaluasi diri mahasiswa
terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan dari ujicoba kesatu hingga uji coba
kelima menunjukkan perbedaan. Hasil anova untuk perbedaan rata-rata refleksi
diri mahasiswa atas ketrampilan berpikir kesejarahannya yang diakibatkan oleh
penerapan model hipotetik pembelajaran berpikir kesejarahan adalah signifikan
241
pada a 0,05 (F=88,786 memiliki signifikansi < 0,05). Jika diteliti lebih lanjut pada
tabel 4.20, tampak bahwa rata-rata pada ujicoba 4 teijadi penurunan sebesar 0,50
Penurunan ini kecil dibandingkan dengan kenaikan yang tetjadi pada uji coba
berikutnya sebesar 1,61. Hal ini disebabkan oleh faktor/kondisi yang sama seperti
yang teijadi pada hasil tes. Secara keseluruhan berarti mahasiswa telah merasakan
akibat pengaruh model pembelajaran yang dikembangkan, terlihat dengan
terjadinya kenaikan rata-rata pada kemampuan berpikir kesejarahan yang
dirasakan mahasiswa. Apabila disajikan dalam bentuk histogram, rata-rata
kenaikan itu tampak seperti disajikan pada gambar 4.2.
UJtoob» K*
Gambar 4.2 Perbandingan Rata-Rata Ketrampilan Berpikir Kesejarahan Pada Tahap
Pengembangan Model Pembelajaran Holistik Berdasarkan Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa
Dari hasil observasi selama uji coba pengembangan model, mahasiswa
terlihat semakin antusias dan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini
menunjukkan motivasi belajar mahasiswa sudah semakin besar dalam mengikuti
pembelajaran sejarah dengan menggunakan model pembelajaran berpikir
242
kesejarahan ini. Untuk mengukur bagaimana peningkatan motivasi mahasiswa
belajar sejarah dengan menggunakan model yang dikembangkan ini, maka dalam
evaluasi diri juga digali bagaimana kondisi motivasi belajar yang mereka miliki.
Hasil temuan bagaimana kecenderungan motivasi mahasiswa tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.11 Data Hasil Angket Evaluasi Diri Mahasiswa terhadap Motivasi Belajar Sejarah
pada Tahap Pengembangan Model
uc N Mean Std. deviasi F Sig.
i 23 3.5217 .31109 83,198 <001 2 23 3,8652 .29674 3 23 4,1630 .30608 4 70 4,1460 .17383 5 70 4,4271 .16099
Pada tabel 4.11 di atas, tampak bahwa skor rata-rata evaluasi diri
mahasiswa terhadap motivasi belajar sejarah yang mereka miliki, dari ujicoba
kesatu hingga uji coba kelima menunjukkan perbedaan. Hasil anova untuk
perbedaan rata-rata refleksi diri mahasiswa atas ketrampilan berpikir
kesejarahannya yang diakibatkan oleh penerapan model hipotetik adalah
signifikan pada a 0,05 (F=83,198 memiliki signifikansi < 0,05). Jika diteliti lebih
lanjut pada tabel tersebut, tampak bahwa rata-rata pada ujicoba 4 terjadi
penurunan sebesar 0,01. Penurunan ini kecil dibandingkan dengan kenaikan yang
terjadi pada uji coba berikutnya. Dari ujicoba ke 4 dan 5 juga teijadi kenaikan
sebesar 0,28. Secara keseluruhan berarti teijadi kenaikan rata-rata pada motivasi
belajar sejarah yang dirasakan mahasiswa akibat pengaruh model pembelajaran
243
yang dikembangkan. Apabila disajikan dalam bentuk histogram, rata-rata
kenaikan itu tampak seperti disajikan pada gambar 4.3
Uftooba K*
Gambar 4.3 Perbandingan Rata-Rata Motivasi Belajar Sejarah Pada Tahap Pengembangan
Model pembelajaran holistik Berdasarkan Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa
Melalui gambaran visual kecenderungan tingkatan motivasi belajar sejarah
mahasiswa, semakin jelas, bahwa model pembelajaran holistik ini, telah mampu
mengembangkan motivasi belajar sejarah yang dimiliki mahasiswa .
Dari semua temuan penelitian di atas terhadap implikasi model
pembelajaran holistik terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa baik
dilihat dari butir soal hasil belajar maupun dari hasil refleksi diri mereka yang
dituangkan melalui angket evaluasi diri yang diberikan. Kedua instrumen tersebut
memberikan gambaran peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa.
Oleh sebab itu, dilakukan berikutnya tahapan pengujian model hipotetik,
dibandingkan dengan model pembelajaran lain. Bagaimana hasil pengujian model
ini, dapat dilihat pada sub bab berikut.
244
C. Hasil Pengujian Model
Pada tahap pengujian model, peneliti masih melakukannya di tiga lokasi
penelitian sebelumnya, tetapi dengan responden mahasiswa yang berbeda.
Responden mahasiswa yang digunakan adalah mahasiswa pada semester V, atau
yang sedang mengikuti perkuliahan Sejarah Nasional Indonesia (SNI) V atau
Sejarah Indonesia Baru (SIB). Topik bahasan yang diajarkan pada tahap pengujian
model ini adalah Mempertahankan Kemerdekaan yang terbagi dalam dua sub
topik, yaitu kedatangan NICA kemudian Perang dan Diplomasi. Topik materi
pelajaran tersebut diberikan di kedua kelas kelompok kontrol dan kelas kelompok
eksperimen. Pembagian jumlah mahasiswa untuk kelas kontrol dan eksperimen
adalah dengan membagi jumlah mahasiswa yang mengikuti perkuliahan di SNI V
atau di SIB. Temuan yang difokuskan untuk dilihat dari tahapan pengujian model
yaitu bagaimana pengaruh model pengembangan ini terhadap ketrampilan berpikir
kesejarahan mahasiswa,
a. Hasil Tes
I) Keadaan Awal Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Sebagaimana sudah dijelaskan dalam bab tiga, rancangan eksperimen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah the Matching Only pra test post test
control group design. Konsekuensi dari penggunaan rancangan ini adalah kedua
kelompok yang mau dibandingkan secara statistik harus dalam kondisi yang sama
sebelum perlakuan (treatment) diberikan.
Untuk mengetahui keadaan awal sebelum perlakuan (treatment) diberikan
(antara eksperimen dan kontrol), dilakukan pemberian pra tes kepada dua
245
kelompok subyek (eksperimen dan kontrol) yang mau diberi perlakuan
(treatment) itu. Secara ringkas, hasil pengolahan komputer SPSS Versi 12.00
terhadap data pra test, disajikan pada lampiran 8.
Rata-rata skor pre test ketrampilan berpikir kesejarahan pada kelompok
eksperimen adalah 53,75, sedangkan pada kelompok kontrol 55,625. Hasil
statistik uji-t untuk perbedaan kedua rata-rata itu adalah 1,571 yang memiliki a =
0,120. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada beda rata-rata sebesar 1,875
ternyata secara statistik perbedaan itu tidak signifikan. Dengan demikian berarti
secara umum kondisi awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
adalah sama.
2) Perbedaan Hasil Pra tes Pasca tes Kelompok Eksperimen
Rata-rata skor pra tes dan pasca tes ketrampilan berpikir kesejarahan yang
diperoleh mahasiswa untuk kelompok eksperimen, adalah 53,75 sedangkan rata-
rata skor pasca tes adalah 85,77. Hasil ini menunjukkan bahwa ada peningkatan
ketrampilan berpikir kesejarahan pada mahasiswa kelompok eksperimen sebesar
32,02. Hasil statistik uji-t untuk perbedaan rata-rata kedua kelompok tersebut
adalah 24,865 yang signifikan pada a < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada
efek perlakuan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Semua
aspek ketrampilan berpikir kesejarahan adalah signifikan pada a = 0,05. Untuk
melihat lebih jelas tabel data perbedaan hasil pra tes dan pasca tes kelompok
eksperimen dapat dilihat pada lampiran 8. Dengan demikian, berarti ada dampak
positif yang signifikan dari model yang diujicobakan terhadap semua aspek
ketrampilan berpikir kesejarahan.
246
3) Perbedaan Hasil Pra tes Pasca tes Kelompok Kontrol
Rata-rata skor pra tes dan pasca tes ketrampilan berpikir kesejarahan yang
diperoleh mahasiswa untuk kelompok kontrol, adalah 55,63 sedangkan rata-rata
skor pasca tes adalah 62,46. Hasil ini menunjukkan bahwa ada peningkatan
ketrampilan berpikir kesejarahan pada mahasiswa kelompok kontrol sebesar 6,83-
Hasil statistik uji-t untuk perbedaan rata-rata kedua kelompok tersebut adalah
3,403 yang signifikan pada a < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok
kontrol pun ada efek perlakuan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa. Untuk mengetahui data lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 8.
•) perbedaan Gained Score Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Untuk melihat perbedaan dampak yang ditimbulkan oleh perlakuan yang
diberikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, digunakan gained
score. Ringkasan hasil statistik uji-t yang dilakukan dengan menggunakan
program SPSS Versi 12.00 untuk perbedaan dampak perlakuan yang diberikan
pada kelompok eksperimen dan kontrol, disajikan pada tabel 4.12 di bawah ini.
Tabel 4.12 Perbandingan Gained Score Tes Hasil Belajar Kelompok Eksperimen Kontrol
Variabel/ aspek KHonpok Rji(i-r<ta t Sign-
CT Eksperimen 2,9091 8,021 0 , 0 0 1 CT
Kontrol 0.8642 8,021 0 , 0 0 1
HC Eksperimen 5,2045 9,912 <0,001 HC
Kontrol 1,3750 9,912 <0,001
HAI
H RC
Eksperimen 4.0341 2,736 0,007 HAI
H RC Kontrol Eksperimen
1,4375 2,736 0,007 HAI
H RC Kontrol Eksperimen 7,7500 9,532 <0,001
HAI
H RC Kontrol 1,4792
9,532 <0,001
HIADM Eksperimen 8,5455 9,861 <0,00) HIADM
Kontrol 1,687b 9,861 <0,00)
HT Eksperimen 28.4432 9,506 <0,001 HT
Kontrol 6,8333 9,506 <0,001
247
Rata-rata gained score kelompok eksperimen ketrampilan berpikir
kesejarahan adalah 28,44 sedangkan rata-rata gained score kelompok kontrol
adalah 6.83. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata gained score yang diperoleh
kelompok eksperimen lebih tinggi sebesar 21,61 dibanding dengan gained score
kelompok kontrol. Hasil statistik uji-t untuk perbedaan rata-rata kedua kelompok
tersebut adalah 9,506 yang signifikan pada a < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
ada dampak signifikan perlakuan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa, di mana kelompok eksperimen lebih baik dibanding kelompok
kontrol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model pembelajaran holistik
berdampak positif dalam meningkatkan ketrampilan berpikir kesejarahan.
5.Perbandingan Rata-Rata Gained Score Hasil Tes Mahasiswa pada
Kelompok Kontrol dan Eksperimen Berdasarkan Kategori
Perguruan Tinggi
Untuk melihat bagaimana pengaruh model, pada ketrampilan berpikir
kesejarahan di setiap perguruan tinggi, dengan kategorisasi baik sedang dan
rendah. Kategorisasi perguruan tinggi ini, diasumsikan dari sebaran dosen di
perguruan tinggi tersebut yang memiliki latarbelakang pendidikan Strata 2. Di
bawah ini, dipaparkan hasil temuan perbandingan penerapan model dengan model
pembelajaran lain terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa di tiga
perguruan tinggi di Kota Palembang.
Setelah melihat perbandingan rata - rata gained scored per aspek dari
ketrampilan berpikir kesejarahan antara kelompok eksperimen dan kontrol maka
dapat disimpulkan bahwa pengaruh perbedaan penerapan model pembelajaran
248
holistik dengan model pembelajaran sejarah konvensional sangat signifikan.
Meskipun tidak ada beda yang signifikan di tiga perguruan tinggi dengan kategori
tinggi, sedang, rendah. Lebih jelas perbedaan tersebut, dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.13 Perbandingan Rata-Rata Gained Scored pada Aspek Ketrampilan Berpikir
Kesejarahan Mahasiswa, Berdasarkan Kategori Perguruan Tinggi
Variabel/Aspek
Variabel
Kategori
PT
Mean Gain Score F Sign Variabel/Aspek
Variabel
Kategori
PT kontrol eksperimen
F Sign
Kemampuan Berpikir kesejarahan
tinggi 17.43 34.27 1.048 0.488 Kemampuan Berpikir kesejarahan
Sedang 15.27 31.31 1.048 0.488 Kemampuan
Berpikir kesejarahan Rendah 13.42 30.15
1.048 0.488
Total 15.44 31.98
1.048 0.488
F
Sign
63! .446
<0,05
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor kelompok eksperimen
pada perguruan tinggi dengan kategori tinggi, lebih tinggi dibanding dengan dua
perguruan tinggi yang lainnya, yang berkategori sedang dan rendah. Hasil anova
untuk perbedaan rata-rata yang diakibatkan oleh penerapan model antar ketiga
perguruan tinggi adalah tidak signifikan pada a =0,05 (F=l,048, memiliki
signifikansi 0,488). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada beda
siknifikan yang ditimbulkan oleh model pembelajaran holistik terhadap
ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa pada ketiga perguruan tinggi yang
dikaji, meskipun kemampuan tersebut pada mahasiswa perguruan tinggi dengan
. . . . . c kategori tinggi, lebih tinggi dibanding dengan kemampuan mahasisv
perguruan tinggi lainnya. ! \ ^ V ' " ^ ^ ^ A'-'
Tabel di atas juga menunjukkan bahwa rata-rata kelompok eksperfiH5fF;
lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Harga F sebesar 631,446 yang memiliki
signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, berarti pula ada beda yang
signifikan pada hasil belajar yang menunjukan ketrampilan berpikir kesejarahan
mahasiswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Mahasiswa di
kelompok eksperimen lebih tinggi ketrampilan berpikir kesejarahannya
dibandingkan kelompok kontrol. Secara lebih jelas perbedaan itu. dapat
ditampilkan dalam histogram, seperti pada gambar 4.4 berikut.
Estimated Marginal Means of Kemampuan berpikir kesejarahan
Kelompok Poriftkuort
KatonipoK Eksperimen K*4ompofc Kontrai
f_ Uniwenrt»* PGRI UnwvaMM Mutwwtdm
Pe r gu ruan T ingg i
Gambar 4.4 Perbandingan Rata-Rata Skor Ketrampilan berpikir Kesejarahan Pada Tahap
Pengujian Model Berdasarkan Kategori perguruan Tinggi
250
b. Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa
Pemberian angket evaluasi diri {sel/ evaluatiori) pada tahap pengujian
model pembelajaran holistik. dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa, menurut hasil refleksi
diri mahasiswa itu sendiri. Angket ini disusun dengan butir item pernyataan yang
sama dengan yang diberikan pada tahap pengembangan model. Di bawah ini
diuraikan juga hasil temuan penelitian bagaimana gambaran rata-rata skor pra tes
dan pasca tes pada kelompok eksperimen dan juga kontrol. Kemudian dipaparkan
juga, perbandingan hasil pra tes di kelompok eksperimen dan kontrol, serta hasil
pasca les di dua kelompok tersebut. Ditambah pula dengan gambaran
perbandingan rata-rata gain score kelompok eksperimen dan kontrol. Pada bagian
ini juga diuraikan bagaimana gambaran perbedaan hasil evaluasi diri mahasiswa
terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mereka pada tiga perguruan tinggi yang
ada di Kota Palembang.
I. Perbandingan Rata-Rata Skor Pra Tes dan Pasca Tes Hasil Evaluasi Diri
Mahasiswa pada kelompok Eksperimen
Temuan hasil penelitian yang menunjukan adanya pengaruh penerapan
model pembelajaran holistik. dapat dilihat pada hasil pre tes dan pasca tes
kelompok yang menerima perlakuan penerapan model tersebut, yaitu kelompok
eksperimen. Hasil rata-rata pasca tes kelompok eksperimen lebih besar dari pra
tesnya Hal ini menunjukan adanya pengaruh yang diberikan model pembelajaran
holistik terhadap peningkatan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa. Data
dapat dilihat pada lampiran 8.
251
Setelah dari setiap aspek ketrampilan berpikir kesejarahan pada angket
evaluasi diri dinilai, maka dapat diartikan bahwa secara keseluruhan, responden
mahasiswa mengakui ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa sesudah
menerima pembelajaran lebih tinggi sebesar 3,76 dibanding dengan kemampuan
mahasiswa sebelum menerima penerapan model tersebut. Hasil uji t untuk
pengujian kesamaan dua rata-rata tersebut diperoleh sebesar 19.122 yang
signifikan pada a = 0.05. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan rata-rata post
test dengan pre tes pada aspek ketrampilan berpikir kesejarahan, dimana rata-rata
skor posttes lebih tinggi dibanding pre test. Hal ini berarti, mahasiswa merasakan
dan mengakui bahwa terdapat pengaruh yang besar dari penerapan model
pembelajaran berpikir kesejarahan terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan
mereka.
2. Perbandingan Rata-Rata Skor Pra Tes dan Pasca Tes Hasil Evaluasi Diri
Mahasiswa pada Kelompok Kontrol
Pada kelompok kontrol, responden mahasiswa juga merasakan adanya
pengaruh penerapan model pembelajaran yang digunakan dosennya, namun lebih
rendah dari kelompok eksperimen. Untuk melihat lebih jelas hasil perbandingan
ini. dapat di lihat pada lampiran S.
Ditemukan bahwa menurut mahasiswa pada kelompok kontrol,
ketrampilan berpikir kesejarahan mereka dan di setiap aspeknya tidak berbeda
signifikan setelah menerima pembelajaran dibandingkan dengan sebelumnya.
Secara keseluruhan, ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa sesudah
menerima pembelajaran holistik tidak lebih besar dari 0.25 dibanding dengan
252
kemampuan mahasiswa sebelum menerima penerapan model tersebut. Hasil uji t
untuk pengujian kesamaan dua rata-rata tersebut diperoleh 0,884 yang tidak
signifikan pada a = 0,05 (stgn 0,379). Meskipun ada perbedaan rata-rata skor post
test dan pra tes, namun secara statistik, perbedaan itu tidak signifikan. Hal ini
berarti pula, walaupun mahasiswa merasakan dan mengakui bahwa terdapat
pengaruh dari penerapan model pembelajaran berpikir kesejarahan terhadap
ketrampilan berpikir kesejarahan mereka, namun sangat kecil.
Hasil statistik uji-t pada semua aspek ketrampilan berpikir kesejarahan
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ternyata pada semua aspek
vang dikaji harga statistik uji-t memiliki a > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
pada semua aspek ketrampilan berpikir kesejarahan, juga tidak ada perbedaan
yang signifikan. Dengan kata lain, secara statistik keadaan awal antara evaluasi
diri mahasiswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada semua
aspek ketrampilan berpikir kesejarahan adalah sama. Hal ini diasumsikan karena
responden berada pada semester dan kelas yang sama. Sehingga memiliki rata-
rata kemampuan yang relatif sama. Diketahui bahwa hasil pada pra tes.
kelompok eksperimen lebih tinggi 0,08 dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Hasil statistik uji-t untuk perbedaan kedua rata-rata itu adalah 0,331 yang
memiliki a = 0,741. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada beda rata-rata
namun secara statistik perbedaan itu tidak signifikan. Dengan demikian berarti
secara umum kondisi awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
adalah sama. Selain itu juga , diasumsikan karena mereka dari angkatan tahun,
semester yang sama.
253
Paparan perbandingan hasil pasca tes pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, menunjukkan hal yang berbeda. Perbedaan rata-rata skor
pasca tes di kelompok eksperimen dibanding kelompok kontrol lebih tinggi 3,68
dibanding perbedaan rata-rata skor pra tes di kedua kelompok tersebut. Hal ini
menunjukan adanya pengaruh perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen
lebih besar dibanding pengaruh yang diakibatkan oleh perlakuan yang diberikan
pada kelas kontrol.
Secara keseluruhan, ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa di
kelompok eksperimen lebih tinggi sebesar 3,76 dibanding mahasiswa di
kelompok kontrol. Hasil statistik uji t untuk pengujian kesamaan dua rata-rata
tersebut diperoleh 14,539 yang signifikan pada a = 0,05. Ini berarti ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pasca tes di kelompok eksperimen
dan di kelompok kontrol. Hal ini berarti, mahasiswa yang berada di kelompok
eksperimen merasakan dan mengakui bahwa terdapat pengaruh dari penerapan
model pembelajaran berpikir kesejarahan terhadap ketrampilan berpikir
kesejarahan mereka.
3. Perbandingan Rata-Rata Gained Score Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa
pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Setelah mengkaji perbandingan pra tes dan pasca tes antara kelompok
eksperimen dan kontrol, maka berikut dipaparkan bagaimana perbedaan gained
scored kedua kelompok tersebut. Seperti pada tabel sebelumnya, diketahui bahwa
rata-rata skor post tes kelompok eksperimen lebih besar dibanding kelompok
254
kontrol. Maka gain score kelompok eksperimenpun lebih besar dibanding
kelompok kontrol. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.14 Perbandingan Gain Score dari Hasil Angket Evaluasi Diri
Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Variabel/ aspek Kelompok Mean t Sign.
Variabel CT Eksperimen .6974 20.868 <0.001
Kontrol .0549 HC Eksperimen .7324 14.848 <0.001
Kontrol .0460 HAI Eksperimen ,8572 26.884 <0.001
Kontrol .0406 H RC Eksperimen .8810 34.030 <0.001
Kontrol .0542 HIADM Eksperimen .7625 17.756 <0.001
Kontrol ,0531 HT Eksperimen 3.9305 39.679 <0.001
Kontrol 2489
Dari tabel tersebut diketahui bahwa menurut hasil refleksi mahastsiwa .
ketrampilan berpikir kesejarahan mereka yang berada di kelompok eksperimen
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara keseluruhan,
ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa di kelompok eksperimen lebih tinggi
sebesar 3.68 dibanding mahasiswa di kelompok kontrol. Hasil statistik uji t untuk
pengujian kesamaan dua rata-rata tersebut diperoleh 39.679 yang signifikan pada
a = 0.05. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata gained score
di kelompok eksperimen dan di kelompok kontrol. Hal ini berarti, mahasiswa
yang berada di kelompok eksperimen merasakan dan mengakui bahwa terdapat
255
pengaruh dari penerapan model pembelajaran berpikir kesejarahan terhadap
ketrampilan berpikir kesejarahan mereka.
6. Perbandingan Rata-Rata GainedScore Hasil Evaluasi Diri Mahasiswa
pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Berdasarkan Kategori
Perguruan Tinggi
Hasil penelitian pada tahapan pengujian model di tiga perguruan tinggi
(tinggi, sedang dan rendah) tentang ketrampilan berpikir kesejarahan, menurut
refleksi diri mahasiswa sebelum dan sesudah perlakuan, penerapan pembelajaran
sejarah di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dipaparkan berikut ini.
Dari temuan penelitian terhadap hasil evalusi diri mahasiswa per aspek
dalam ketrampilan berpikir kesejarahan, pada tahap pengujian model di tiga
perguruan tinggi dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Secara statistik, di
tiga perguruan tinggi tersebut menunjukan bahwa, kelompok eksperimen lebih
tinggi rata-rata skor evaluasi dirinya dibanding kelompok kontrol. Ini berarti ada
beda yang signifikan. Namun perbandingan rata-rata skor ini. tidaklah beda
signifikan pada perbandingan untuk ketiga perguruan tinggi tersebut. Untuk lebih
jelas dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut.
256
Tabel 4.15 Perbandingan Rata-Rata Gained Scored Evaluasi Diri Mahasiswa Terhadap Ketrampilan Berpikir Kesejarahan Berdasarkan Kategori Perguruan Tinggi
Variabel/Aspek
Variabel
Kategori
PT
Mean Gain Score F Sign Variabel/Aspek
Variabel
Kategori
PT kontrol eksperimen
F Sign
Kemampuan Berpikir Kesejarahan
Tinggi 0.2527 j 3,6858 1,048 0,488 Kemampuan Berpikir Kesejarahan
Sedang 0.2413 ! 3,9184 1,048 0,488 Kemampuan
Berpikir Kesejarahan Rendah 0,2583 4,2279
1,048 0,488
Total 0,2489 3.935
1,048 0,488
F
Sign
631.446
0.002
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor kelompok eksperimen
pada perguruan tinggi dengan kategori baik, lebih tinggi dibanding dengan dua
perguruan tinggi yang lainnya, yang berkategori sedang dan rendah. Hasil anova
untuk perbedaan rata-rata yang diakibatkan oleh penerapan model pembelajaran
holistik antar ketiga perguruan tinggi adalah tidak signifikan pada a =0.05
(F= 1.048, memiliki signifikansi 0,488). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tidak ada beda sikniftkan yang ditimbulkan oleh model pembelajaran holistik
terhadap ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa pada ketiga perguruan
tinggi yang ada, meskipun kemampuan tersebut pada mahasiswa perguruan tinggi
dengan kategori rendah lebih tinggi dibanding dengan kemampuan mahasiswa di
dua perguruan tinggi lainnya.
Tabel di atas juga menunjukkan bahwa rata-rata kelompok eksperimen
lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Harga F sebesar 631,446 yang memiliki
signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, berarti pula ada beda yang
257
signifikan pada hasil refleksi diri mahasiswa yang menunjukan bahwa
ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa antara kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol. Kelompok eksperimen lebih baik kemampuan penelitian
kesejarahannya dibandingkan kelompok kontrol. Secara lebih jelas perbedaan itu.
dapat ditampilkan dalam histogram, seperti pada gambar 4.5 berikut.
Estimated Marginal Means of Kemampuan berpikir kesejarahan
Keftompok Pertakuao EKsewwnen
Kontrol
Gambar 4.5 Perbandingan Rata-Rata Skor Ketrampilan berpikir Kesejarahan dari Hasil
Evaluasi Diri Pada Tahap Pengujian Model pembelajaran holistik Berdasarkan Kategori perguruan Tinggi
7. Hasil Evaluasi Diri terhadap Motivasi Belajar Sejarah Mahasiswa Pada
Tahap Pengujian Model
Pada uraian di sub B, tahap pengembangan model telah disampaikan
bahwa motivasi belajar sejarah mahasiswa di kelas yang menggunakan model
pembelajaran holistik menunjukkan hasil yang menggembirakan. Begitu juga
pada saat pengujian model. Di tahap ini observasi yang dilakukan hanya pada
258
kelompok eksperimen di tiga perguruan tinggi yang dikaji. Dari ketiga lokasi
tersebut menunjukan aktivitas belajar / motivasi belajar yang relatif sama.
Pada saat kegiatan pembelajaran terlihat jelas, keantusiasan mahasiswa
untuk terlibat aktif baik dalam bentuk pengerjaan tugas, pelaporan, penyampaian
ide. gagasan yang ada dalam delapan tahapan kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran menjadi terlihat menyenangkan bagi mahasiswa.
Pada tahap eksplorasi, mahasiswa secara individu mencoba menemukan
dan membedakan antara fakta dan pendapat sejarah, kemudian terlihat adanya
diskusi kecil sesama mereka sebelum dosen meminta mereka mengeekpresikan
dan mengevaluasi temuan temannya. Salah satu contoh evaluasi mahasiswa yang
berupa komentar atas pernyataan temannya yang menyampaikan hasii temuannya
tentang bukti sejarah yang harus disertai atau dilihat sebagai dasar menentukan
suatu kalimat/paragraf adalah fakta atau pendapat.
Keantusiasan/semangat belajar juga tampak teijadi saat dosen menggali
pemahaman mereka atas materi sejarah dari beberapa buku sejarah yang berbeda.
Pada saat dosen mengarahkan mereka untuk menginvestigasi dokumen primer
sejarah yang diberikan, suasana tampak ramai dengan komentar yang lebih
menunjukan ketertarikan dan keingintahuan. Bahkan terkadang mereka
mentertawakan dokumen sejarah tersebut, karena tidak mampu dan mencoba-coba
menafsirkan tulisan dengan ejaan lama atau gambar-gambar karikatur dari
beberapa koran masa kemerdekaan, interpretasi yang terkadang "lucu" terdengar
saat mahasiswa mencoba memaknai simbol-simbol yang ada dalam dokumen
259
sejarah. Suasana ramai dengan pertanyaan, komentar atas hasil interpretasi
temannya tampak lebih terlihat saat tahap produk ide dan evaluasi.
Pertanyaan, komentar yang menunjukkan keingintahuan mahasiswa atas
temuan '"produk ide" temannya terhadap suatu dokumen, misalnya diantanya
mereka mempertanyakan atau mengkoreksi jawaban mengenai dasar pemikiran
temannya dalam menentukan jenis, tahun, pembuat dokumen tersebut, makna
kata/kalimat ataupun posisi/sikap yang tampak dalam dokumen/fhoto sejarah yang
di kaji. Selain adanya sikap keingintahuan dan memberikan argumentasi atas
suatu hasil "investigasi dan rekonstruksi" sejarah yang disampaikan dengan dasar
kajian-kajian pengetahuan awal yang dimiliki, ada juga beberapa mahasiswa
yang memberikan argumentasi dengan berekspresi secara emosional Sebagai
contoh, seperti kajian pada karikatur Van Mook memberikan umpan padi/beras di
dalam suatu perangkap ayam. Mereka merasa rakyat Indonesia direndahkan
bahkan sejajar dengan ayam, karenanya mereka berdebat tentang siapa pembuat
karikatur tersebut. Akibatnya mahasiswa terpecah dalam dua kelompok yang
berbeda pandangan. Sebagian beranggapan yang membuat karikatur tersebut
orang Indonesia, tetapi sebagian lain orang Belanda. Terlihat bahwa tidak ada lagi
mahasiswa yang sibuk ber "sms" atau duduk dengar diam (3 d) atau juga
mengerjakan hal yang tidak terkait dengan topik bahasan.
Secara statistik bagaimana perbedaan motivasi belajar sejarah mahasiswa
di kelompok eksperimen dan kontrol dan bagaimana perbedaannya di tiga
perguruan tinggi di Kota Palembang, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
260
Tabel 4.16 Perbandingan Rata-Rata Gain Score Evaluasi Diri Mahasiswa Terhadap Motivasi
Belajar Sejarah Berdasarkan Kategori Perguruan Tinggi
i Variabel/Aspek
Variabel i
Kategori
PT
Mean Gain Score F Sign i Variabel/Aspek
Variabel i
Kategori
PT kontrol eksperimen
F Sign
i Motivasi i Belajar Sejarah
Tinggi .1036 .8467 .106 .900 i Motivasi i Belajar Sejarah Sedang .0591 .9000
.106 .900 i Motivasi i Belajar Sejarah
Rendah .0458 .8654
.106 .900
Total .0688 .8716
.106 .900
i F
Sign
331,196
<0,001
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor kelompok eksperimen
pada perguruan tinggi dengan kategori baik, lebih tinggi dibanding dengan dua
perguruan tinggi yang lainnya, yang berkategori sedang dan rendah. Hasil anova
untuk perbedaan rata-rata yang diakibatkan oleh penerapan model pembelajaran
holistik antar ketiga perguruan tinggi adalah tidak signifikan pada a =0,05 (F=
0,106 , memiliki signifikansi 0,900). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tidak ada beda siknifikan yang ditimbulkan oleh model pembelajaran holistik
terhadap motivasi belajar sejarah mahasiswa pada ketiga perguruan tinggi yang
ada, meskipun kemampuan tersebut pada mahasiswa perguruan tinggi dengan
kategori sedang lebih tinggi dibanding dengan kemampuan mahasiswa di dua
perguruan tinggi lainnya.
Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa di kelompok
eksperimen merasakan motivasi belajar sejarah meningkat lebih tinggi dari pada
kelompok kontrol. Harga F sebesar 331,196 yang memiliki signifikansi lebih kecil
261
dari 0.05. Dengan demikian, berarti pula ada beda yang signifikan pada hasil
reileksi diri mahasiswa tersebut terhadap pengaruh penerapan model
pembelajaran holistik terhadap motivasi belajar sejarah mereka. Secara lebih jelas
perbedaan itu. dapat ditampilkan dalam histogram, seperti pada gambar 4.6
Efttmatod Maiylnal Mvans Mott^Jtt t>*toi|«r rahan
i
Gambar 4.6 Perbandingan Rata-Rata Skor Motivasi Belajar Sejarah dari Hasil Evaluasi Diri
Pada Tahap Pengujian Model pembelajaran Holistik Berdasarkan Kategori perguruan Tinggi
Dari temuan data di atas, dapat diartikan bahwa mahasiswa di kelompok
eksperimen di tiga perguruan tinggi, merasakan motivasi belajar sejarah mereka
meningkat lebih tinggi dari sebelumnya.