bab iv hasil penelitian dan pembahasan baby sitter di...

148
153 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pemaparan hasil penelitian ini diawali dengan deskripsi mengenai kondisi empirik berbagai model pelatihan dalam penyiapan tenaga kerja baby sitter di Kota Bandung dan berbagai kondisi yang ada mengenai baby sitter dan kompetensi yang ada. Deskripsi dan analisis berbagai kondisi yang berkaitan dengan penyiapan tenaga kerja baby sitter serta permasalahan yang disajikan, memberikan gambaran tentang prakondisi yang menjadi dasar pijakan dalam pengembangan model yang dikembangkan. Selanjutnya sesuai dengan inti permasalahan, penelitian ini menyajikan uraian tentang model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter. Hasil penelitian ini memaparkan pula kajian mengenai implementasi model pelatihan in-service yang secara konseptual dan empirik dapat meningkatkan kompetensi baby sitter sehingga memungkinkan pencapaian profesionalisme baby sitter. Uraian selanjutnya diakhiri dengan penyajian evaluasi pelatihan mengenai keefektifan pelatihan yang dilaksanakan. Secara keseluruhan, hasil temuan penelitian ini dikemukakan dalam uraian berikut.

Upload: tranduong

Post on 03-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

153

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pemaparan hasil penelitian ini diawali dengan deskripsi mengenai kondisi

empirik berbagai model pelatihan dalam penyiapan tenaga kerja baby sitter di

Kota Bandung dan berbagai kondisi yang ada mengenai baby sitter dan

kompetensi yang ada. Deskripsi dan analisis berbagai kondisi yang berkaitan

dengan penyiapan tenaga kerja baby sitter serta permasalahan yang disajikan,

memberikan gambaran tentang prakondisi yang menjadi dasar pijakan dalam

pengembangan model yang dikembangkan. Selanjutnya sesuai dengan inti

permasalahan, penelitian ini menyajikan uraian tentang model pelatihan in-service

berbasis kompetensi bagi baby sitter.

Hasil penelitian ini memaparkan pula kajian mengenai implementasi model

pelatihan in-service yang secara konseptual dan empirik dapat meningkatkan

kompetensi baby sitter sehingga memungkinkan pencapaian profesionalisme baby

sitter. Uraian selanjutnya diakhiri dengan penyajian evaluasi pelatihan mengenai

keefektifan pelatihan yang dilaksanakan.

Secara keseluruhan, hasil temuan penelitian ini dikemukakan dalam uraian

berikut.

154

1. Kondisi Empirik model-model pelatihan bagi penyiapan tenaga kerja

baby sitter pada lembaga dan profesionalisme baby sitter

a. Data lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter di Kota Bandung

Baby sitter merupakan salah satu tenaga kerja yang saat ini menjadi

kebutuhan masyarakat. Lembaga kursus dan pelatihan yang ada di kota Bandung,

beberapa ada yang memfokuskan pada penyiapan dan penyaluran tenaga kerja

baby sitter, namun lebih banyak yang bersatu dengan pengadaan tenaga pembantu

rumah tangga (PRT), satpam, pengasuh orang tua, dan supir. Berbagai lembaga

kursus yang ada, beberapa sudah memiliki ijin dari Dinas Tenaga Kerja berkenaan

dengan ketenagakerjaan, namun kenyataannya bahwa bagi lembaga kursus pun

diharuskan terdaftar secara resmi di dinas pendidikan setempat, khususnya di kota

bandung.

Berdasarkan kajian data berbagai lembaga yang ada pada daftar lembaga

kursus pada dinas pendidikan dan data lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter

pada dinas tenaga kerja, dianalisa bahwa daftar lembaga yang ada tidaklah sama,

artinya ada lembaga yang terdaftar pada dinas tenaga kerja, tapi tidak terdaftar

pada dinas pendidikan, begitu pula sebaliknya. Hanya ada sedikit sekali lembaga

yang secara lengkap terdaftar baik pada pendataan di dinas pendidikan maupun

dinas tenaga kerja. Hasil wawancara dan observasi pada lembaga yang terdaftar

pada dua lembaga, mereka mengeluh cukup kebingungan kemana harus

menginduk dan laporan kegiatan haruslan dilaporkan pada dua dinas sekaligus.

Temuan lain didapatkan bahwa pada beberapa lembaga penyalur tenaga kerja pun

ada yang ada di bawah naungan dinas sosial. Lembaga-lembaga tersebut

155

menginduk pada dinas sosial, khususnya dalam pelayanan sosial untuk penyaluran

tenaga pembantu rumah tangga namun menyiapkan pula tenaga untuk baby sitter.

Lembaga-lembaga dengan label penyaluran tenaga kerja, salah satunya baby

sitter, yang sempat didatangi mengaku telah melaksanakan pelatihan bagi tenaga

kerjanya tersebut, dengan berbagai model pelatihan yang dapat mereka lakukan.

Hampir dipastikan bahwa control dan pelayanan dari dinas pendidikan, dinas

penyaluran tenaga kerja dan dinas sosial belumlah maksimal. Hal ini dapat

dibuktikan dengan beragamnya pelatihan, materi dan waktu pelaksanaan

khususnya standar kompetensi yang menjadi acuan dari setiap lembaga.

b. Deskripsi Model Pelatihan Baby sitter yang diselenggarakan lembaga

Proses pelatihan di beberapa lembaga seperti di Muslimah Center Daarut

Tauhiid, Bina Mandiri Dago, dan Yayasan Widia Rejeki Tama Kiaracondong

memiliki syarat untuk menjadi warga belajar pada kursus baby sitter umumnya

melalui proses seleksi seperti lulusan SMP/SMA atau usia antara 17 s.d. 35

tahun, mengikuti psikotest dan wawancara yang berkaitan dengan motivasi dan

komitmen serta tes kesehatan. Jika lembaga kursus baby sitter bersifat islami,

seperti Lembaga Muslimah Center Daarut Tauhiid, tes seleksi ditambah tes baca

tulis Al Qur’an, sedangkan jika bersifat kristiani tes seleksi ditambah dengan tes

kerohanian kristiani, dan tidak ada seleksi tambahan seperti di lembaga Bina

Mandiri Dago dan Yayasan Widia Rejeki Tama.

Setelah melalui proses seleksi warga belajar dapat mengikuti pendidikan

keterampilan baby sitter. Lamanya pendidikan/pelatihan baby sitter setiap

penyelenggara kursus tidaklah sama, ada yang selama 1 bulan hingga 2 bulan, ada

156

yang 3 bulan dan ada juga yang sampai 6 bulan maupun setahun. Sebagian besar

warga belajar belajar selama pelatihan tinggal di asrama tapi ada pula yang tidak

bertempat tinggal di asrama.

Tidak ada tingkatan level/tingkat dalam pelatihan/kursus baby sitter;

Penjejangan karir baby sitter ditentukan oleh lama dan pengalaman bekerja,

lamanya/sesi tatap muka berdasarkan kesepakatan instruktur dengan lembaga

yang bersangkutan sehingga terdapat perbedaan antara lembaga yang satu dengan

lembaga yang lain. Kompetensi instruktur sangat beragam, ada yang berprofesi

sebagai psikolog, perawat, dokter, guru TK juga mantan baby sitter senior.

Demikian juga dengan mata pelatihan kursus yang merupakan program

kurikulum, antara tempat penyelenggara kursus tidaklah sama. Umumnya materi

pelatihan yang diberikan sesuai dengan kompetensi lulusan baby sitter yang

diharapkan. Pada umumnya materi pelatihan mengacu pada :

1) Kelompok dasar (motivasi kerja, etika, kepribadian, karakter lingkungan/

pengguna jasa).

2) Kelompok Inti (penekanannya pada profesi baby sitter, seperti

perkembangan, perawatan, pengasuhan, penyakit, gizi dan kesehatan,

permainan dan bermain bayi dan balita serta tugas- tugas baby sitter).

3) Kelompok penunjang (spesialisasi) seperti terapi pijat bayi, bahasa

(inggris/arab) dan komputer.

4) Praktek Lapangan (Magang)

Berikut ini merupakan gambaran model pelatihan dari beberapa lembaga

kursus yang ada di kota Bandung, sebagai berikut:

157

Tabel 4.1

Karakteristik Model Pelatihan di Tiga Lembaga

Karakteristik Muslimah Center DT

Bina Mandiri Dago

Yayasan Widia Rejeki Tama

Kiaracondong Tujuan pelatihan

Pelatihan baby sitter yang dilaksanakan memiliki tujuan utama yaitu pemberdayaan masyarakat dhuafa. Sehingga yang menjadi prioritas peserta adalah peserta yang memiliki keterangan tidak mampu.

Penyediaan tenaga kerja baby sitter yang memiliki keahlian tertentu

Penyediaan tenaga kerja baby sitter yang memiliki keahlian tertentu

Kurikulum Penekanan pada muatan agama dan membangun karakter baby sitter

Materi kesehatan, perawatan anak secara umum.

Materi kesehatan dan perawatan anak secara umum

Materi Materi Orientasi (4 hari) � Ekspektasi

(harapan diri) � Motivasi � Pengenalan

program baby sitter � Pengenalan

Lingkungan � Pembiasaan Olah

Fisik � Muhasabah

Materi Pelatihan (1 bln) � Materi Diniyah � Materi

Profesi/Keperawatan

� Materi Kesehatan

Kelompok Umum � Tumbuh

kembang anak � Komunikasi

dengan anak

Kelompok Inti � Registrasi bayi-

balita untuk usia 0-5 tahun

� Kegawatdaruratan anak

� Perawatan bayi lahir normal

� Perawatan bayi sehat 1 – 5 tahun

� Gizi dan diet bayi balita

� Praktek

� Kepribadian � Etika dan

perilaku � Komunikasi � Kematangan

emosi dan motivasi kerja

� Legal aspek � Manajemen

Rumah Tangga � K3

(Keselamatan dan Keamanan kerja)

� Pendidikan Anak usia dini

� Fasilitatoran belajar dan bermain anak

� Membuat

158

pada Anak � Materi Kreativitas � Materi Pengetahuan

Dasar tentang Gizi dan Makanan Balita

� Materi Psikologi � Materi Motivasi Materi Praktek � Praktek langsung di

laboratorium � Magang Materi Pembiasaan � Sholat Qiyamul

Lail � Shaum Senin-

Kamis � Tilawah dan Tahfiz

Qur’an � Hafalan Doa

Harian

Kelompok Penunjang � Terapi pijat bayi � Teknik

pembuatan makanan tambahan balita

� Etika profesi dan motivasi kerja

variasi menu bergizi dan hygine untuk anak

� Magang

Waktu 3-4 bulan Fleksibel disesuaikan dengan kemampuan calon tenaga baby sitter. Apabila sudah punya anak, sebagian besar bisa lebih cepat karena sudah paham, ataupun yang sudah pernah bekerja memegang anak. Pelatihan dapat dilaksanakan mulai dari 1 minggu sampai maksimal 3 minggu. Umumnya dilaksanakan 2 minggu 3 minggu

1 minggu-2 minggu

Biaya 2 juta/orang, biaya dari DPU (peserta gratis)

1.000.000/orang, biaya dibayar individual dan bisa dicicil dari penghasilan yang

1.000.000/orang, biaya dibayar individu, dapat dicicil dari penghasilan yang

159

akan diterima kemudian

akan diterima kemudian

Kualifikasi staf

- Fasilitator : Santri di pesantren

- Terstruktur dan melibatkan kepanitian khusus

- Fasilitator : 1 staf

- Dikelola oleh satu orang pemilik yayasan dan dukungan 1 staf

- Staf front office sekaligus menjadi fasilitator peserta di asrama

- Staf yang membantu 2 orang

Pengelola Pelatihan yang dilaksanakan adalah sepenuhnya dikelola oleh lembaga Muslimah Center Daarut Tauhiid, dengan koordinasi dalam pendanaan dan rekruitmen dengan lembaga DPU serta penyaluran tenaga kerja dilaksanakan oleh lembaga GSP (Global Service Providers).

1 orang pemilik dan manajemen sederhana, yayasan milik pribadi

Manajemen, yayasan milik pribadi

Nara Sumber - Pemateri berasal dari STIKES, UPI, dsb

- Pemateri : 1 bidan/Perawat yang disewa secara pribadi

- Pemateri dilaksanakan pada pelatihan tertentu, peserta ditempatkan di satu rumah selama menunggu datang klien

Usia peserta pelatihan

Usia 18-35 tahun, jumlah 20-30 orang

Usia 18 ke atas Jumlah bisa terlaksana dengan ada 2-4 orang, tergantung situasi

Usia 18 ke atas Jumlah bisa terlaksana dengan 2-4 orang, tergantung situasi

160

Strategi pelatihan

Diasramakan selama 2-3 bulan di wilayah pesantren

Di rumah pemilik yayasan

Di tempatkan di satu rumah yang khusus menampung tenaga yang siap disalurkan

Pendekatan Pelatihan

- Orientasi motivasi

- Pembiasaan ibadah sholat dan shaum juga tahajud dalam lingkup asrama

- Magang di panti asuhan, rumah sakit dan rumah-rumah keluarga

- Materi disampaikan dan didemonstrasikan oleh satu orang bidan/perawat dari sebuah lembaga

- Magang di panti asuhan

Pelatihan dilakukan di sebuah tempat khusus dalam waktu khusus selama 2 minggu Materi umum perawatan dan kesehatan anak

Rekruitmen - Sosialisasi melalui media radio dan jemput langsung dengan menempatkan informasi melalui cabang-cabang lembaga DPU (Dompet Peduli Umat) di berbagai wilayah yang tersebar di Indonesia diantaranya Bandung, Jakarta, Kuningan.

- Membuka layanan pendaftaran dengan menentukan beberapa persyaratan (usia 16-35, tidak menikah, ikatan kerja, bersedia ikut pelatihan, dll) berbagai tes psikotes, tes fisik, tes pengetahuan dasar

Menempatkan staf perwakilan lembaga di daerah-daerah seperti : Jawa tengah untuk menjaring tenaga kerja yang mau bekerja menjadi seorang baby sitter Menerima langsung pengajuan dari perorangan calon tenaga kerja, atas informasi dari rekan lain yang pernah atau sudah bekerja melalui penyaluran lembaga Bina Mandiri

Menempatkan staf perwakilan lembaga di daerah-daerah seperti : Jawa tengah untuk menjaring tenaga kerja yang mau bekerja menjadi seorang baby sitter

161

c. Kondisi ketenagaan baby sitter yang ada di masyarakat

Ketenagaan baby sitter atau pengasuh anak menjadi kebutuhan masyarakat

di kota yang saat ini tidak terelakkan lagi. Semakin meningkatnya jumlah ibu

bekerja di luar rumah, menjadikan anak yang masih balita haruslah mendapatkan

pengasuhan dari seseorang pengganti ibu. Kenyataan yang ada di masyarakat kota

pada khususnya, ketenagaan pengasuhan anak di rumah ini dilakukan oleh

pengasuh yang mungkin saja adalah neneknya, keluarga lain, bahkan mengadakan

tenaga pengasuh anak, baik yang berasal dari lembaga, maupun tenaga pengasuh

anak yang asalnya merupakan pembantu rumah tangga.

Kondisi empirik yang ada bahwa jasa tenaga pengasuh anak di rumah atau

baby sitter dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu :

1) Baby sitter/pengasuh anak yang berasal dari pihak keluarga sendiri (nenek,

ua, bibi, dll)

2) Baby sitter/pengasuh anak yang berasal dari lembaga penyalur tenaga kerja

baby sitter

3) Baby sitter/pengasuh anak yang berasal dari pembantu rumah tangga yang

dialih fungsikan sebagai pengasuh anak plus

4) Baby sitter/pengasuh anak yang sengaja diambil oleh keluarga dari tempat

asalnya untuk fokus mengurus anak, dengan pola didikan yang langsung

didapatkan dari keluarga

Berbagai kondisi yang ada ini merupakan kenyataan yang perlu kita sikapi

dan tanggapi secara jernih. Artinya kebutuhan yang besar di masyarakat akan jasa

162

kepengurusan anak dirumah sebagai pengganti orang tua harus menjadi perhatian

khusus dari peneliti.

d. Profesionalisme baby sitter

Berbagai karakteristik asal dari tenaga baby sitter/pengasuh anak,

memberikan asumsi bahwa umumnya tenaga kerja baby sitter memberikan jasa

kepengasuhan sesuai dengan pengalaman yang diterimanya, bukan berdasarkan

sebuah proses pembelajaran yang secara khusus diberikan. Artinya dapat

dikatakan bahwa tenaga kerja yang berasal dari lembaga seharusnya memiliki

tingkat kompetensi lebih tinggi dibandingkan pengasuh anak/baby sitter yang

tidak melalui lembaga. Meskipun pertanyaan selanjutnya adalah standar

kompetensi seperti apa yang seharusnya dimiliki oleh tenaga pengasuh anak/baby

sitter.

Dalam hal ini, diungkapkan data hasil penelitian melalui FGD (Forum

Group Discussion) dengan baby sitter yang bekerja melalui sebuah lembaga,

wawancara dengan lembaga penyalur tenaga kerja dan berbagai kritik yang sering

diterima oleh lembaga mengenai kemampuan dan kondisi baby sitter yang telah

bekerja.

Berdasarkan data yang didapatkan berdasarkan hasil forum grup dengan

sekelompok baby sitter yang berasal dari lembaga, secara umum, baby sitter di

lapangan mendapatkan cukup banyak permasalahan, khususnya dalam hal

penyesuaian dengan keluarga dan yang paling utama adalah dalam interaksinya

dengan anak. Harapan dari baby sitter bahwa mereka menginginkan apabila ada

kumpulan selanjutnya, dapat diberikan materi-materi untuk meningkatkan

163

pengetahuan serta keterampilan mereka. Beberapa materi tersebut adalah

berkenaan dengan cara yang baik dalam mengurus, membimbing dan menghadapi

anak, diantaranya :

1) Materi mengenai cara cepat disukai dan memahami anak

2) Materi mengajarkan kebiasaan yang baik pada anak

3) Materi mengenai kreatifitas dan inisiatif baby sitter

4) Materi cara menghadapi kritik dari mitra dan lingkungan

5) Materi mengenai komunikasi dalam memberitahu apabila anak itu salah

6) Materi tentang menu makanan anak sesuai usia

Adapun hasil wawancara dengan keluarga dan informasi yang didapatkan

dari penyalur tenaga kerja baby sitter, terkadang ada beberapa kritikan dan saran

yang masuk mengenai baby sitter yang mereka salurkan. Meskipun keluarga

pengguna jasa pun mengungkapkan tingkat pengharapan pada baby sitter yang

tidak terlalu muluk, dengan keberadaan tenaga baby sitter dengan usia muda,

tingkat pendidikan SMP dan belum berpengalaman, namun pada prinsipnya

standar minimal baby sitter yang ada diharapkan, diantaranya : 1) memiliki

kebersihan diri, 2) kerapihan, 3) bisa menyesuaikan diri dengan anak dan

keluarga, 4) mampu mengurus kebutuhan anak seperti susu, makan dan pakaian

anak dengan baik, dan 5) dapat menjadi penghubung antara orang tua dan anak,

khususnya mendengarkan kebutuhan anak ketika orang tuanya tidak ada.

Dari standar minimal yang diharapkan keluarga tersebut, ada pula beberapa

komplain yang disampaikan sekaitan dengan performance kerja baby sitter yang

didapatkan dari data komplain kepada penyalur tenaga kerja dan juga dari hasil

164

wawancara serta angket. Beberapa masukan tersebut diantaranya adalah : 1)

Kurangnya kebersihan badan, bau badan dan penampilan tidak rapi; 2) Tidak

cekatan dalam mengatur waktu, artinya lambat, 3) Tidak siap ketika dikritik

majikan; 4) Ada yang belum mengetahui tentang manajemen penyiapan ASI; 5)

Beberapa menyerah ketika anak tidak mau makan; 6) Ada yang kurang sopan

kepada keluarga sehingga kurang keterampilan mengenal dan memahami mitra; 7)

Kurang dalam membujuk anak dan mengetahui kesenangan anak; 8) Kurang

kreatif dan inisiatif baby sitter kepada anak; 9) Masih perlu diingatkan untuk

memasak makanan anak dan mencuci botol hygienis; 10) Kurang mengetahui

dalam menyusun menu makanan menarik untuk balita; 11) Ada yang belum

memahami cara merawat pakaian anak; 12) Ada yang sikap dan perilakunya juga

bahasa yang belum memberi contoh serta mengajarkan kebiasaan baik pada anak;

13) Ada yang belum bisa menjaga kebersihan diri dan lingkungan; 14) Kurang

interaksi dalam mengajak anak bermain yang mendidik. Kenyataan akan

kemampuan dan kompetensi baby sitter tersebut didapatkan dari hasil wawancara

dengan 3 lembaga penyalur tenaga kerja di kota bandung, forum grup mengenai

curhat baby sitter dan ungkapan beberapa keluarga pengguna jasa yang

menggunakan jasa baby sitter.

Temuan dari hasil studi pendahuluan mengenai kebutuhan kompetensi di

lapangan pada jasa tenaga kerja baby sitter tersebut dapat dipahami karena

memang belum tertanganinya dengan baik penyelenggaraan pelatihan yang ada.

Pada beberapa lembaga yang peneliti datangi seperti Bina Mandiri Dago dan

Yayasan Widia Rejeki Tama Kiara Condong, penilaian akan kompetensi calon

165

tenaga baby sitter yang dilaksanakan lembaga pelatihan, hanya dengan melihat

latar belakang tenaga kerja. Bagi calon tenaga kerja yang misalnya mengaku

pernah mempunyai anak, maka dia hanya menjalani serangkaian tes yang

dilakukan oleh pengelola. Tes yang dilakukan diantaranya dengan melihat

simulasi cara menggendong boneka bayi, memandikan, memakaikan baju, dan

sebagainya. Bahkan penentuan waktu pelatihan yang akan dilaksanakan lebih

kepada “feeling” dari pengelola pelatihan saja. Pelatihan seperti di atas tentunya

sangat instan dan hanya berbasiskan pada kebutuhan pengguna jasa semata yang

sifatnya sangat mendesak.

Hasil studi tersebut dan beberapa data yang ada maka pada umumnya dapat

diambil kesimpulan bahwa dengan model-model pelatihan yang telah dilakukan

serta ketidakjelasan standar kompetensi yang menjadi acuan lembaga-lembaga

tersebut maka tentunya tenaga kerja baby sitter yang dihasilkan tidak akan

optimal. Artinya tenaga kerja yang ada dan telah bekerja tersebut belum

profesional. Hal ini menjadi temuan peneliti dan menjadi titik awal peneliti dalam

mengembangkan model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam

meningkatkan profesionalisme baby sitter.

e. Kondisi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk

bidang kerja baby sitter

Permasalahan mengenai kompetensi apa yang menjadi patokan dari profesi

baby sitter pada dasarnya secara tertulis sudah diatur dalam draft SKKNI (Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), namun dalam pelaksanaannya setiap

lembaga kursus yang menyelenggarakan pelatihan baby sitter dapat menggunakan

166

standar pelatihan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan kompetensi yang ingin

dicapai, dengan masa pelatihan yang berbeda dan materi yang juga berbeda dalam

variasinya, sesuai dengan visi dan misi lembaga masing-masing. Hal ini menjadi

permasalahan ketika pelatihan baby sitter yang dilaksanakan ternyata berada di

bawah standar bahkan tidak memiliki standar pelaksanaan. Meskipun ada

beberapa pelatihan baby sitter yang cukup baik melaksanakan, namun tidak

sedikit pula pelatihan yang hanya sekedarnya melatih tenaga kerja baby sitter

untuk sekedar mencari keuntungan semata.

Kompetensi bidang kerja baby sitter menurut SKKNI (Standar Kompetensi

Kerja Nasional Indonesia) meliputi 3 kompetensi yaitu unit kompetensi umum,

unit kompetensi inti serta Kelompok Unit Kompetensi Khusus. Untuk bidang

kerja baby sitter tingkat pemula, apabila dianalisa, pada prinsipnya elemen-

elemen kompetensi yang ada lebih memfokuskan pada perawatan anak secara

fisik, dan kurang menekankan pada prinsip-prinsip perkembangan, perawatan dan

pendidikan anak usia dini. (Lampiran) Adapun selayaknya dan menurut hemat

peneliti bahwa pengasuhan pada anak usia dini seharusnya lebih pada bagaimana

“early attachment” yang dapat mengembangkan dan menstimulasi anak usia dini

sehingga pertumbuhan dan perkembangan berbagai aspek potensial dalam diri

dapat berkembang dengan baik.

Fungsi dan peran baby sitter di keluarga adalah menjadi partner dari orang

tua dalam kepengasuhan sekaligus pendidikan anak usia dini ketika mereka

bekerja. Pada akhirnya, meskipun tetap akan berbeda dengan sentuhan orang tua,

baby sitter berperan sebagai orang tua pengganti sementara. Seperti yang

167

dilaporkan dalam sebuah penelitian aspek kunci dari kualitas pengasuhan adalah

kemampuan dari pengasuh untuk membangun hubungan dengan anak dan

sentuhan rasa aman bagi anak (Rush, 2006). Fenomena ini menunjukkan perlu ada

upaya serius dari berbagai pihak khususnya pemerintah untuk bersikap tegas dan

mengatur terselenggaranya pelayanan terhadap anak, khususnya mengenai jasa

ketenagaan baby sitter atau pengasuh anak di rumah, agar dapat sesuai dengan

prinsip-prinsip yang sesuai dengan perkembangan, pengasuhan dan pendidikan

anak usia dini.

2. Model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk

meningkatkan profesionalisme baby sitter

a. Hasil Analisa SWOT dari kondisi empirik

Telaah lingkungan internal dan eksternal, sekaitan dengan kondisi empirik

yang telah teridentifikasi adalah dapat dilihat dapat matriks berikut ini:

Tabel 4.2 Identifikasi Lingkungan Strategik Model-model Pelatihan Baby sitter

ASPEK INTERNAL EKSTERNAL

KEKUATAN (STRENGTH) PELUANG (OPPORTUNITIES)

Ketenagaan

1. Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja.

2. Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri

1. Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja

2. Standar gaji baby sitter terhitung relatifcukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa

168

Kelembagaan

3. Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menajdikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang profesional

3. Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak

4. Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga

Sumber daya (Sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan financial)

4. Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa.

5. Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak

6. Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga.

Kurikulum dan prosedur

5. Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter

7. Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan

Jejaring kemitraaan

6. Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter

8. Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga

9. Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan program

ASPEK KELEMAHAN (WEAKNESS)

TANTANGAN/ANCAMAN (THREAT)

Ketenagaan

1. Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan.

2. Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa

1. Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya

Kelembagaan

3. Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga kerja

4. Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional

2. Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercauaan masyarakat pada jasa baby sitter

Sumber daya (Sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan finansial)

5. Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas

3. Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada

169

Kurikulum dan prosedur

6. Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama

7. Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan.

8. Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak.

9. Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan

4. Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain.

Jejaring kemitraaan

10. Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk lembaga penyedia jasa baby sitter)

11. Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi

5. Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan

(Sumber format: Akdon, 2009)

Kesimpulan analisis faktor internal (KAFI) dan kesimpulan analisis faktor

eksternal (KAFE) merupakan daftar prioritas faktor lingkungan, baik internal

maupun eksternal serta dampaknya terhadap model pelatihan yang harus disusun.

Berikut ini adalah hasil kesimpulan analisis faktor internal (KAFI):

Tabel 4.3 Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI)

NO. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL

STRATEGIK BOBOT RATING SKOR KESIMPULAN

(PRIORITAS) 1 2 3 4 5 6

1. 2. 3. 4.

KEKUATAN Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja. Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menjadikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang professional Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di

0,12

0,05

0,10

0,04

3 2 3 2

0,36

0,10

0,30

0,08

1

4 2 6

170

5. 6.

lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa. Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter

0,05

0,06

2 2

0,10

0,12

5 3

Jumlah faktor kekuatan 0,42 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

KELEMAHAN Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan. Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga kerja (Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan. Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak. Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk

0.04

0.10

0.07

0,04

0,06

0.09

0,07

0.05

0,03

3

3

2 2 3 3 3 3 2

0,12

0,30

0,14

0,08

0,18

0,27

0,21

0,15

0,06

7 1 6 8 4 2 3 5 9

171

10.

lembaga penyedia jasa baby sitter) Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi

0,03

2

0,06

10

Jumlah faktor kelemahan 0,58 Jumlah total faktor internal 100% (Sumber format: Akdon, 2009)

Berikut ini adalah hasil kesimpulan analisis faktor eksternal (KAFE), yaitu :

Tabel 4.4 Kesimpulan Analisis Faktor Eksternal (KAFE)

NO. FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL

STRATEGIK BOBOT RATING SKOR KESIMPULAN

(PRIORITAS) 1 2 3 4 5 6

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

PELUANG Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja Standar gaji baby sitter terhitung relative cukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga. Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan program

0,16

0,06

0,07

0,06

0,08

0,07

0,09

0,04

0,05

3 2

3

3 3 3 3 2 2

0,48

0,12

0,21

0,18

0,24

0,21

0,27

0,08

0,10

1 7

4

6 3 5 2 9 8

Jumlah faktor kesempatan

0,68

172

1. 2. 3. 4. 5.

TANTANGAN Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada jasa baby sitter Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain. Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan

0.05

0.06

0.07

0.09

0.05

3

3 2 3 3

0,15

0,18

0,14

0.27

0,15

3 2 5

1 4

Jumlah faktor tantangan 0,32 Jumlah total faktor eksternal 100%

Model pelatihan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah hasil dari

analisis dari SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Tantangan) yang

dilakukan maka peneliti. Berdasarkan data penelitian mengenai kondisi empirik

berbagai model pelatihan pada lembaga yang ada, maka menurut matriks analisa

SWOT dapat ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:

173

Strength (Kekuatan)

1. Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja.

2. Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menjadikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang professional

3. Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter

4. Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri

5. Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter

6. Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa.

Weakness (Kelemahan)

1. Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa

2. Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan.

3. Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak.

4. Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama

5. Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan

6. Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga kerja (Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional

7. Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan.

8. Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas

9. Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk lembaga penyedia jasa baby sitter)

10. Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi

Opportunity (Peluang)

1. Tenaga kerja baby sitter yang ada dan

telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja

2. Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan

3. Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak

4. Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak

5. Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga.

S.O

1. Tenaga baby sitter yang telah bekerja masih perlu ditingkatkan kompetensinya.

2. Pelatihan dengan pendekatan berbasis masalah melalui individual learning perlu dilakukan untuk menjadikan baby sitter professional.

3. Pelibatan tenaga lain (perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, juga keahlian lainnya) perlu dilibatkan dalam membangun kompetensi di pelatihan baby sitter professional

W.O

1. Baby sitter yang belum dapat menunjukkan kompetensi professional membutuhkan dukungan pelatihan in-service

2. Standar kompetensi yang menjadi kebutuhan pengguna jasa perlu dibangun menjadi basis dari pelatihan

3. Standar kompetensi dan kurikulum yang dibangun, harus memperhatikan anak secara holistik, tidak hanya aspek fisik namun

INTERNAL

EKSTERNAL

174

6. Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga

7. Standar gaji baby sitter terhitung relative cukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa

8. Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan program

9. Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga

4. Sarana dan prasarana yang ada, termasuk keluarga pengguna jasa dijadikan tempat berlatih sekaligus bekerja baby sitter

5. Perlu ada upaya negosiasi dengan pemerintah untuk mulai memperhatikan jasa pengasuhan anak di rumah.

juga non-fisik anak 4. Perlu dibangun sosialisasi

dan program yang didukung pemerintah mengenai jasa kepengurusan anak di rumah sehingga menjadi sebuah bidang kerja yang diinginkan.

5. Lembaga pelatihan dan pemerintah harus terkoordinasi dan dapat saling bekerja sama dalam melayani masyarakat dan kepentingan anak usia dini

Threath

(Tantangan)

1. Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain.

2. Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada jasa baby sitter

3. Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya

4. Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan

5. Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada

S.T

1. Kebutuhan masyarakat yang besar akan jasa baby sitter, harus didampingi oleh pemerintah dalam penetapan standar, prosedur dan metode pelatihan juga dukungan biaya dalam lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan

2. Tingginya perhatian pemerintah dan internasional pada pendidikan anak, menjadi kesempatan bagi industri sektor penyedia jasa pengasuhan anak di rumah untuk melakukan pembenahan diri.

3. Penilaian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk bidang kerja baby sitter perlu dikuatkan dengan penetapan standar kompetensi yang disepakati bersama

W.T

1. Pihak pengelola pelatihan dan keluarga pengguna jasa dapat bekerja sama untuk melaksanakan program pembinaan melalui pelatihan on the job dalam meningkatkan kompetensi baby sitter yang telah bekerja dengan pola koordinasi yang diatur dengan baik

2. Standar kompetensi kerja bagi baby sitter harus diatur mekanisme dan sosialisasinya agar menjadi milik dari seluruh penyelenggara pelatihan dan asesor penilai

3. Berbagai pihak, pemerintah, perguruan tinggi dan industri penyedia jasa tenaga kerja baby sitter harus bekerja sama dalam mewujudkan profesionalisme baby sitter

Bagan 4.1 Matriks SWOT Keterhubungan Antar Faktor

(Sumber: Salusu J dan Kearns, dalam Akdon, 2009)

175

Dari analisis SWOT tersebut maka dapat ditentukan berbagai strategi yang

dimungkinkan harus dilaksanakan dalam menghadapi berbagai kondisi empirik,

baik kondisi lingkungan internal, maupun eksternal, khususnya sekaitan dengan

model pelatihan yang harus dimunculkan. Strategi-strategi sesuai dengan kondisi

dan analisis SWOT tersebut adalah sebagai berikut:

S.O (Strategi kekuatan untuk menghadapi peluang)

1. Tenaga baby sitter yang telah bekerja masih perlu ditingkatkan

kompetensinya.

2. Pelatihan dengan pendekatan berbasis masalah melalui individual learning

perlu dilakukan untuk menjadikan baby sitter professional.

3. Pelibatan tenaga lain (perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, juga

keahlian lainnya) perlu dilibatkan dalam membangun kompetensi di pelatihan

baby sitter professional

4. Sarana dan prasarana yang ada, termasuk keluarga pengguna jasa dijadikan

tempat berlatih sekaligus bekerja baby sitter

5. Perlu ada upaya negosiasi dengan pemerintah untuk mulai memperhatikan

jasa pengasuhan anak di rumah.

W.O (Strategi tanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang)

1. Baby sitter yang belum dapat menunjukkan kompetensi professional

membutuhkan dukungan pelatihan in-service

2. Standar kompetensi yang menjadi kebutuhan pengguna jasa perlu dibangun

menjadi basis dari pelatihan

176

3. Standar kompetensi dan kurikulum yang dibangun, harus memperhatikan

anak secara holistik, tidak hanya aspek fisik namun juga non-fisik anak

4. Perlu dibangun sosialisasi dan program yang didukung pemerintah mengenai

jasa kepengurusan anak di rumah sehingga menjadi sebuah bidang kerja yang

diinginkan.

5. Lembaga pelatihan dan pemerintah harus terkoordinasi dan dapat saling

bekerja sama dalam melayani masyarakat dan kepentingan anak usia dini

S.T (Strategi pakai kekuatan untuk menghindari ancaman)

1. Kebutuhan masyarakat yang besar akan jasa baby sitter, harus didampingi

oleh pemerintah dalam penetapan standar, prosedur dan metode pelatihan

juga dukungan biaya dalam lembaga-lembaga yang menyelenggarakan

pelatihan

2. Tingginya perhatian pemerintah dan internasional pada pendidikan anak,

menjadi kesempatan bagi industri sektor penyedia jasa pengasuhan anak di

rumah untuk melakukan pembenahan diri.

3. Penilaian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk bidang kerja baby sitter

perlu dikuatkan dengan penetapan standar kompetensi yang disepakati

bersama

W.T (Strategi perkecil kelemahan dan hindari ancaman)

1. Pihak pengelola pelatihan dan keluarga pengguna jasa dapat bekerja sama

untuk melaksanakan program pembinaan melalui pelatihan on the job dalam

177

meningkatkan kompetensi baby sitter yang telah bekerja dengan pola

koordinasi yang diatur dengan baik

2. Standar kompetensi kerja bagi baby sitter harus diatur mekanisme dan

sosialisasinya agar menjadi milik dari seluruh penyelenggara pelatihan dan

asesor penilai

3. Berbagai pihak, pemerintah, perguruan tinggi dan industri penyedia jasa

tenaga kerja baby sitter harus bekerja sama dalam mewujudkan

profesionalisme baby sitter

Strategi-strategi tersebut selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk program,

yang dalam penelitian ini, program yang akan dilakukan adalah dengan menyusun

model pelatihan yang diharapkan menjadi kebutuhan sesuai dengan kondisi

empirik yang ada.

b. Deskripsi Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi

Model ini diawali dengan membuat rancangan model konseptual sebagai

kerangka dasar dari model yang hendak disusun ke dalam model yang lebih

operasional dalam pelaksanaan uji coba model. Model yang dikembangkan ini

lahir dari analisis SWOT dari kondisi empirik mengenai kondisi penyelenggaraan

pelatihan bagi ketersediaan tenaga kerja baby sitter/pengasuh anak dalam lingkup

rumah tersebut diatas.

Adapun mengenai ketenagaan baby sitter yang bekerja di masyarakat

tersebut dapat meliputi baby sitter yang berasal dari lembaga pelatihan dan

penyaluran tenaga kerja baby sitter dan juga baby sitter/pengasuh yang mandiri.

Tenaga kerja baby sitter yang telah melalui pelatihan pun, setelah dilakukan

178

identifikasi dan kebutuhan kompetensi di beberapa keluarga yang mengambil dari

lembaga ternyata masih membutuhkan peningkatan kompetensi. Begitu pula

dengan baby sitter/pengasuh anak yang langsung memberikan pengasuhan dan

berinteraksi dengan anak tanpa melalui pelatihan yang memadai, khususnya

dalam kompetensi yang sesuai dengan prinsip perkembangan, perawatan dan

pendidikan anak usia dini, akan menjadi sasaran dari model ini.

Model pelatihan ini, dilakukan untuk baby sitter yang sedang bekerja di

keluarga, yang dengan dukungan keluarga diijinkan untuk dapat mengikuti

pelatihan. Pelaksanaan pelatihan ini akan dilakukan dalam dua setting, yaitu

setting belajar kelompok dan setting belajar mandiri, yaitu dilakukan di rumah

tempat ia bekerja di keluarga pengguna jasa. Model ini diharapkan dapat

meningkatkan profesionalisme baby sitter, dengan adanya penguasaan

kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk bidang tenaga kerja tersebut.

Keterbatasan peneliti dalam waktu dan tenaga juga biaya, menjadikan model

pelatihan yang akan menjadi prioritas dikembangkan adalah pelatihan in-service

bagi baby sitter yang memfokuskan pada unit kompetensi mendukung

perkembangan anak (KOMPA).

Menurut Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2006) serta

beberapa sumber yang ada bahwa pengukuran kompetensi dapat dilihat dari

penguasaan dari aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap dan nilai-nilai yang

sesuai dengan tujuan dari kompetensi tersebut. Sehingga untuk unit KOMPA

(Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak), pelatihan yang dilakukan

bertujuan agar baby sitter yang dilatih memahami, mampu dan terampil dalam

179

mengasuh anak yang dapat mendukung perkembangan anak sesuai dengan

usianya.

Adapun profesionalisme baby sitter dapat terbangun, apabila baby sitter

secara bertahap dapat memenuhi keseluruhan standar kompetensi yang

dikembangkan. Untuk dapat tercapainya profesionalisme tersebut, baby sitter

yang telah memenuhi unit kompetensi tertentu, dapat terus mengikuti program

pelatihan dalam pengembangan unit kompetensi yang lain, sehingga pemenuhan

kompetensinya menjadi lengkap dan dapat dikatakan sebagai baby sitter

professional. Masukan lain dalam sebuah proses ini dibutuhkan, yang diantaranya

adalah berupa dukungan yang terus menerus dari keluarga pengguna jasa,

kelembagaan sertifikasi dan penetapan standar yang kredibel di masyarakat,

sehingga ini dapat tercapai pada akhirnya.

Berdasarkan pemikiran diatas, komponen model yang dikembangkan dalam

pelatihan in-service ini meliputi rasional model, tujuan, pengembangan standar

kompetensi, sasaran, prinsip penerapan, deskripsi sebagai berikut :

1) Rasional Model

Model yang dikembangkan ini diawali dengan membuat rancangan model

konseptual yang berisi kerangka dasar dari model. Rancangan model konseptual

ini kemudian akan melalui proses validasi ahli dan ujicobakan di lapangan

sehingga menjadi sebuah model yang dapat digunakan secara luas. Model

pelatihan ini merupakan pengembangan dari model pelatihan yang berorientasi

dalam pencapaian kompetensi dalam bidang kerja tertentu, khususnya dalam

model ini dikembangkan pelatihan untuk kompetensi di bidang kerja baby sitter.

180

Model ini mencoba mengembangkan 2 hal utama, yaitu pertama,

mengembangkan standar kompetensi bagi baby sitter yang secara ideal dapat

dijadikan patokan dalam pelatihan dan kedua, mengembangkan model pelatihan

in-service yang tepat bagi tenaga kerja baby sitter yang sudah bekerja di keluarga-

keluarga pengguna jasa.

Pengembangan standar kompetensi mix ini dilakukan dengan melakukan

kompilasi antara standar kompetensi kerja nasional (SKKNI) untuk bidang kerja

baby sitter dan standar kompetensi yang berlaku dan diakui secara internasional.

Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil analisa dan berbagai masukan dari

berbagai lembaga penyelenggara pelatihan baby sitter, mereka menganggap

standar yang ada, dianggap belum memadai dan mewakili kebutuhan yang ada di

masyarakat serta kebutuhan secara idealnya tata cara kepengasuhan pada anak.

Standar yang ada pada tingkat nasional yaitu draft SKKNI untuk bidang kerja

baby sitter pemula terlihat masih hanya mementingkan aspek fisik anak seperti

memberi makan anak, memandikan, dan sebagainya tanpa menyebutkan berbagai

sikap yang tepat untuk memperhatikan berbagai aspek perkembangan, pendidikan

dan perawatan anak yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Standar kompetensi mix yang dikembangkan ini kemudian disesuaikan

dengan kondisi empirik masyarakat pengguna jasa di Indonesia serta kebutuhan

kompetensi baby sitter di lapangan sehingga standar kompetensi yang digunakan

dalam pelatihan menjadi sesuai harapan masyarakat.

Model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini mengutamakan pada

peningkatan kompetensi tenaga kerja baby sitter dalam upaya untuk

181

meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa untuk bidang kepengasuhan anak

di rumah. Secara konseptual model pelatihan ini ditujukan pada baby sitter yang

telah bekerja di bidang kerja tersebut, dengan dukungan orang tua pengguna jasa.

Untuk selanjutnya pelatihan yang dilaksanakan lebih mengutamakan pada

pencapaian kompetensi yang diharapkan khususnya dalam bidang kerja yang

memang menjadi kebutuhan dari baby sitter tersebut dalam upaya untuk

meningkatkan pelayanannya pada pengguna jasa.

Adapun secara bagan, model konseptual pelatihan in-service berbasis

kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter tersebut adalah

sebagai berikut :

Bagan 4.2 Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi Dalam

Meningkatkan Profesionalisme Baby sitter

PERANGKAT

PENDUKUNG

- Tim pelatihan

(Tutor,

Fasilitator,

Panitia)

- Waktu

- Uang

- Materi

pembelajaran

- Peralatan

- Teknologi

- Partner

(Lembaga

Penyalur

Tenaga Baby

sitter),

penyandang

dana, pengambil

keputusan dan

kebijakan.

PROSES PELATIHAN

PEMBELAJAR

AN

KELOMPOK

(Off the job)

PEMBELAJAR

AN

INDIVIDUAL

(on the job)

RAW

INPUT

BABY

SITTER

YANG

SUDAH

BEKERJA

Pre-

Test

OUTPUT

MENING

KAT

UNIT

KOMPA

KOMPETENSI YANG DIJADIKAN STANDAR

DALAM PELATIHAN

Belum

tercapai

IMPACT

BABY

SITTER

PROFESI

ONAL

MASUKAN

LAIN

DUKUNGAN

KELUARGA

PENGGUNA

JASA

Post

Test

Experential

Learning

Problem Based

Learning

182

2) Tujuan

Model pelatihan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan performance baby

sitter di dunia kerja sesuai kompetensi yang menjadi tuntutan pekerjaan sehingga

profesionalisme baby sitter dapat tercapai. Keterbatasan penelitian menjadikan

fokus utama dalam pengembangan penelitian ini adalah dalam meningkatkan unit

kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA).

3) Sasaran

Kelompok sasaran dari model pelatihan in-service ini adalah baby sitter

yang sudah bekerja di keluarga pengguna jasa dan mendapatkan dukungan dari

keluarga yang mempekerjakannya. Baby sitter yang berasal dari lembaga penyalur

tenaga kerja, maka peran dan dukungan lembaga penyalur tenaga kerja menjadi

cukup penting. Artinya lembaga tersebut menjadi institusi yang memberikan

rekomendasi serta membuka jalur komunikasi dengan keluarga pengguna jasa.

Sedangkan baby sitter yang berasal dari mandiri, pendekatan dilakukan kepada

keluarga pengguna jasa.

Adapun mengenai kelompok sasaran, yaitu baby sitter yang sudah bekerja

di keluarga tersebut meliputi karakteristik yang beragam berdasarkan kriteria-

kriteria :

a) Lama bekerja dan pengalaman bekerja

b) Usia

c) Latar belakang pendidikan

d) Dasar pengetahuan dan keterampilan serta motivasi bekerja

183

Beragamnya sasaran dalam lingkup pekerjaan baby sitter tersebut,

membutuhkan pemahaman akan kondisi sasaran. Sasaran yang terdiri dari

pendidikan orang dewasa, membutuhkan penyesuaian pembelajaran berdasarkan

prinsip-prinsip orang dewasa.

Untuk model ini, sasaran yang dapat mengikuti pelatihan in-service meliputi

kriteria :

a) Berusia 18-36 tahun

b) Jenis kelamin perempuan

c) Pendidikan minimal Sekolah Dasar

d) Sudah bekerja sebagai baby sitter, minimal 1 tahun

e) Bersedia mengikuti pelatihan dan mau meningkatkan kompetensi kerja

f) Mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengikuti pelatihan

4) Prinsip Penerapan

Prinsip penerapan model yang dilakukan adalah :

a) Prinsip pembelajaran mastery learning yang berorientasi pada pencapaian

kompetensi, yang artinya pencapaian dalam aspek pengetahuan,

keterampilan, sikap dan nilai yang sesuai dengan acuan yang ada

b) Pembelajaran berbasis masalah (PBL/Problem Based Learning), artinya

materi diawali dengan memunculkan dan mendiskusikan masalah serta

problem solving dari permasalahan yang sudah dialami.

c) Pembelajaran aktif dan menyenangkan, artinya digunakan strategi pelatihan

yang efektif dan efisien serta andragogis.

184

d) Pembelajaran berbasis pengalaman (EBL/Experential Based Learning)

menjadi prinsip pembelajaran. Artinya dengan melaksanakan on the job

training menjadikan pelatihan dan pembelajaran dilakukan dengan

mengalami langsung apa yang harus dilakukan. Peserta akan mendapatkan

fasilitasi dari fasilitator dengan memberikan pengalaman langsung di tempat

bekerja

e) Individual learning, artinya dalam pelatihan setting kelas, peserta pelatihan

dibekali oleh tutor berbagai pengetahuan dan pemahaman mengenai

kompetensi yang harus dimiliki, dan dalam pengembangannya, peserta

dibekali dengan tugas-tugas mandiri yang harus dilakukan di lapangan,

dengan fasilitasi di tempat bekerja.

5) Pengembangan Standar Kompetensi

Model pelatihan ini adalah berbasis kompetensi, artinya pelatihan yang

dilaksanakan mengacu pada pencapaian pada standar kompetensi yang sudah

ditetapkan dan ditentukan sesuai dengan bidang kerja dan keterampilan,

pengetahuan, sikap dan nilai yang dibutuhkan untuk lingkup pekerjaan tersebut.

Standar kompetensi yang digunakan adalah berdasarkan standar kompetensi mix

antara standar kompetensi internasional, yaitu certificate III bidang kerja baby

sitter, assissten childcare, out of scholl yang digunakan di Australia, SKKNI

(Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) dan Standar Pendidikan Anak

Usia Dini dalam Permendiknas no. 58 tahun 2009. Standar kompetensi mix

tersebut terdiri dari 13 unit kompetensi inti yang menjadi ukuran profesionalisme

seorang baby sitter.

185

Keterbatasan peneliti dalam mengembangkan seluruh unit kompetensi,

menjadikan model pelatihan in-service pada penelitian focus pada pengembangan

salah satu unit kompetensi yaitu unit kompetensi mendukung perkembangan anak

(KOMPA). Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter yang

dilaksanakan ini diharapkan dapat meningkat kompetensi baby sitter dalam unit

kompetensi mendukung perkembangan anak (unit KOMPA) yang akan

mendukung dalam pencapaian profesionalisme baby sitter.

6) Pengelolaan Pembelajaran

a) Perencanaan

Pengelolaan pembelajaran memiliki langkah-langkah yang dimulai dari

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Davis dalam Syafraruddin (2005)

menjelaskan bahwa “Perencanaan pembelajaran adalah pekerjaan yang dilakukan

oleh seorang tutor untuk merumuskan tujuan pembelajaran”.

Ada sembilan prinsip dalam membangun program pelatihan yang

profesional bagi pekerjanya, yaitu : 1)Mengetahui kekuatan dan kelemahan

peserta pelatihan yang berkaitan dengan motivasi untuk belajar dan mendesain

pelatihan untuk tujuan tersebut; 2) Tujuan pembelajaran berkaitan dengan tujuan

organisasi dan menunjukkan bagaimana pembelajaran sangat penting bagi

kesuksesan peserta dan organisasi.; 3) Menjelaskan tujuan dan arah program

dengan jelas sejak awal pelatihan; 4) Melibatkan peserta pelatihan lebih awal,

sehingga memaksimalkan perhatian, harapan dan memori; 5) Menggunakan

aktivitas pembelajaran yang sistematis, secara logis berkaitan dengan tahapan

186

pembelajarannya sehingga peserta pelatihan menguasai tahapan yang lebih rendah

dalam pembelajaran sebelum bergerak menuju level yang lebih tinggi;

6)Menggunakan variasi metode pelatihan; 7) Menggunakan pekerjaan yang

realistik atau materi pelatihan yang relevan dengan kehidupan; 8)Mengikuti

peserta dan bekerja bersama-sama dan berbagi pengalaman; 9)Menunjukkan

balikan yang jelas dan memberikan dukungan penuh untuk menumbuhkan

penilaian diri (Rae, 1997).

Untuk dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif, perencanaan

pembelajaran dalam pelatihan, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut yaitu : 1)

Analisis kebutuhan, dimana pada tahapan ini, melibatkan perbandingan apa yang

ada dan apa yang diharapkan dengan menyusun intervensi dalam pelatihan; 2)

Analisis situasi, yang pada tahapan ini melibatkan penilaian dari peserta pelatihan

dan analisa sumber yang tersedia untuk desain dan mengimplementasikan

pelatihan; 3) Penentuan pekerjaan dan analisis tugas. Pada tahapan ini melibatkan

mengidentifikasi keterampilan dan pengetahuan yang harus dibangun untuk

menunjukan kompetensi dari suatu pekerjaan; 4) Spesifikasi tujuan dari tingkah

laku, dimana menulis standar penampilan yang terukur dan menspesifikasikan

kondisi dimana penampilan akan terlihat; 5) Menseleksi, mendesain dan

memproduksi materi pelatihan. Pada tahapan ini melibatkan menyeleksi,

mendesain dan memproduksi metode dan media yang akan digunakan dalam

program pelatihan; 5)Menseleksi, mendesain dan memproduksi materi evaluasi,

yaitu meliputi menyeleksi, mendesain dan memproduksi instrumen yang

digunakan dalam menentukan tujuan tingkah laku yang sudah dicapai.

187

Berbagai komponen yang harus dipersiapkan meliputi komponen

kelembagaan, sosialisasi program pada keluarga pengguna jasa, pemateri,

fasilitator, tempat, sarana prasarana, waktu, biaya, termasuk strategi dan metode

pembelajaran dalam pelatihan dan instrumen evaluasi program.

b) Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran dalam model pelatihan ini, membutuhkan

kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak yang terlihat. Berbagai pihak yang

menentukan keberhasilan program ini adalah baby sitter, keluarga pengguna jasa

tempat baby sitter bekerja, lembaga penyalur tenaga kerja, kesiapan tutor dan

fasilitator, sarana prasarana, serta berbagai hal lain yang ikut mempengaruhi

pelaksanaan program.

Pelaksanaan program membutuhkan adanya 3 K yaitu Komunikasi,

koordinasi dan kontrol yang baik dari berbagai pihak yang terlibat. Untuk

mendukung itu perlu diadakan semacam panduan-panduan yang akan

mengkoordinasikan, mengkomunikasikan dan mengontrol pelaksanaan program

pelatihan ini. Panduan yang perlu dipersiapkan dalam mengatur pelaksanaan

program adalah panduan bagi tutor, panduan bagi fasilitator, skenario

pembelajaran dalam pelatihan, dan daftar media pembelajaran yang dibutuhkan

dalam pelatihan.

c) Evaluasi

Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

dan menilai proses implementasi pelatihan secara keseluruhan juga menilai

kegiatan evaluasi itu sendiri (Systemic evaluation approach). Hasil dari evaluasi

188

ini dapat menjadi umpan balik untuk perbaikan dan penyempurnaan program

pelatihan yang dilaksanakan, baik dalam pengembangan komponen-komponen

kurikulum maupun untuk penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan.

Model ini mengembangkan evaluasi berbasiskan pada kompetensi yang

sudah dikembangkan untuk menilai keberhasilan pencapaian hasil pembelajaran

dalam pelatihan, melalui tes unjuk kinerja maupun tes tertulis. Selain dari pada

itu, instrumen lain yang digunakan untuk melihat proses pembelajaran, baik

melalui penilai peserta pelatihan terhadap tutor dan fasilitator, partisipasi peserta

dalam pembelajaran serta penilaian peserta dan tutor terhadap pelaksanaan

pelatihan secara umum. Sehingga evaluasi dilakukan pada tiga titik waktu, yaitu :

evaluasi sebelum pelatihan, evaluasi pada saat pelatihan dan evaluasi setelah

pelatihan dilaksanakan. Keseluruhan evaluasi itu ditujukan untuk menilai

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

7) Struktur Kurikulum

Struktur kurikulum pelatihan berbasis kompetensi, tentunya akan mengacu

pada kompetensi atau tujuan yang ingin dicapai. Struktur kurikulum berbasis

kompetensi yang dilaksanakan untuk unit kompetensi mendukung perkembangan

anak (unit KOMPA) meliputi 8 elemen kompetensi yang terdiri dari pengetahuan,

keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Berikut adalah elemen kompetensi yang

menjadi tujuan dari pelatihan untuk unit KOMPA, sebagai berikut : (1)

Mendukung perkembangan anak dalam kelompok usia yang sesuai; (2)

Mendukung perkembangan fisik anak sesuai kelompok usia yang sesuai; (3)

Mendukung perkembangan sosial anak sesuai dengan kelompok usia yang sesuai;

189

(4) Mendukung perkembangan emosi dan psikologi anak pada usia yang sesuai;

(5) Mendukung perkembangan bahasa anak untuk kelompok usia yang sesuai; (6)

Mendukung perkembangan kreatif anak sesuai dengan tingkat usia yang sesuai;

(7) Mendukung perkembangan kognitif sesuai dengan kelompok usia yang sesuai;

(8) Mendukung perkembangan spiritual dan keagamaan sesuai dengan kelompok

usia yang sesuai

8) Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan cara atau sistem penyampaian isi

kurikulum dalam usaha dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Keberhasilan dalam pembelajaran banyak ditentukan oleh strategi pembelajaran

dalam pelatihan yang dilaksanakan oleh tutor, maupun fasilitator.

Pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada model pelatihan in-service

berbasis kompetensi ini menyesuaikan dengan prinsip penerapan yang telah

diungkapkan sebelumnya bahwa berupa pembelajaran tuntas (mastery learning),

pembelajaran aktif dengan pembelajaran berbasiskan masalah dan pembelajaran

berbasis pengalaman. Setting pelatihan yang dilaksanakan meliputi :

a) Setting kelas dengan pembelajaran kelompok (off the job training)

Pembelajaran di kelas dalam bentuk kelompok dilaksanakan dengan

bimbingan dari tutor. Teknik yang dilaksanakan menggunakan teknik

pembelajaran berbasis masalah. Artinya peserta pelatihan diberikan sejumlah

pertanyaan yang menggugah berbagai permasalahan yang dialaminya dalam

pekerjaan. Permasalahan tersebut kemudian menjadi awal dari diskusi, simulasi

190

dan pemahaman lebih lanjut mengenai solusi permasalahan. Tutor memfasilitasi,

membimbing untuk menemukan, dan menegaskan apa yang harus dilakukan

dalam menghadapi permasalahan.

b) Setting di tempat bekerja (on the job training)/OJT dengan pembelajaran

individual

Pelatihan dengan pendekatan pelatihan dalam setting di tempat bekerja,

dilakukan di rumah keluarga pengguna jasa tempat ia bekerja. Proses

pembelajaran mengikuti modul dan tugas-tugas yang telah disusun. Setting

pelatihan ini melibatkan peran fasilitator untuk memfasilitasi jalannya pelatihan di

tempat bekerja. Pendekatan pelatihan ini dapat meningkatkan pemahaman baby

sitter akan kompetensi seperti apa yang harus dilakukan sebagai hasil

pembelajaran kelompok dalam kelas, yang kemudian langsung dilaksanakan

dalam setting di tempat bekerja.

9) Tenaga Tutor dan Fasilitator Pelatihan

Tutor memiliki peran utama dalam memberikan fasilitasi dalam pelatihan di

setting kelompok dalam kelas. Kriteria tutor adalah seorang praktisi yang

memahami masalah yang berkaitan dengan materi untuk pencapaian unit

kompetensi yang dikembangkan. Sedangkan fasilitator memiliki tugas membantu

dan memfasilitasi peserta baby sitter di tempat bekerjanya sendiri, yaitu di

keluarga asal tempat baby sitter bekerja.

Tutor adalah tenaga yang menjadi nara sumber dalam pelatihan untuk

menyampaikan materi umum mengenai unit kompetensi mendukung

perkembangan anak. Kriteria tutor adalah berasal dari tenaga edukatif yang

191

memiliki pemahaman dan pengalaman yang mumpuni di bidang yang sesuai

dengan materi dan kompetensi yang akan dibangun. Fasilitator adalah tenaga yang

merupakan bagian dari model pelatihan, yang sudah terseleksi, sesuai kriteria dan

sebelumnya mendapatkan pelatihan. Fasilitator adalah tenaga yang memiliki

kriteria tertentu, khususnya memahami masalah yang berkaitan dengan materi unit

KOMPA (Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak) dan sudah menjadi

praktisi di bidang pekerjaan pendidikan anak usia dini, serta memiliki

keterampilan sebagai seorang fasilitator.

10) Metode Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran dalam pelatihan yang dilakukan melalui off the

job dan on the job training, menjadikan pelatihan dilakukan dengan dua setting

tempat. Pembelajaran pada off the job dilakukan melalui metode pembelajaran

ceramah, diskusi, kerja kelompok dan demonstrasi. Pada prinsipnya pelatihan

dapat menggali pengalaman dan pembelajaran berbasis masalah.

Pembelajaran selanjutnya dilakukan pembelajaran yang dilakukan secara

individual melalui fasilitasi di tempat bekerja yaitu di keluarga (on the job).

Pendekatan ini mendasari pelatihan yang untuk sebuah bentuk pembelajaran

mastery/ketuntasan. Pembelajaran mastery dalam pelatihan ini menggunakan

pembelajaran individual dengan penggunakan modul serta tugas-tugas mandiri

yang akan mengarahkan peserta sehingga memudahkan peserta mencapai hasil

belajar, sesuai dengan standar kompetensi yang diharapkan dalam program

pelatihan. Metode pembelajaran yang dilakukan dalam setting on the job

dilakukan menggunakan metode demonstrasi, diskusi dan penugasan individual.

192

11) Bahan dan Media Belajar

a) Bahan Belajar

Bahan belajar yang digunakan adalah berbagai sumber belajar yang

berkaitan dengan pencapaian kompetensi yang menjadi standar. Standar

kompetensi dan kriteria unjuk kerja yang ada menjadi patokan peserta dalam

mencari bahan pendalaman materi dari berbagai sumber yang tersedia, maupun

sumber yang direferensikan dalam pelatihan.

b) Media Belajar

Media belajar yang digunakan dalam pelatihan dibagi menjadi dua setting

pembelajaran, yaitu setting pembelajaran kelompok dan setting pembelajaran

individual di tempat kerja. Media pembelajaran di kelas yaitu dengan

menggunakan berbagai media yang mendukung terjadinya proses pembelajaran

yang aktif dan menyenangkan melalui simulasi serta menggunakan pendekatan

pembelajaran berbasis masalah . Berbagai media yang digunakan seperti : flip

chart, papan tulis, infocus, kartu game, alat simulasi, dsb.

Media pembelajaran yang digunakan di tempat bekerja yaitu dengan

menggunakan peralatan yang memungkinkan peserta pelatihan mengkreasikan

hasil pengetahuan dan pemahaman di kelas serta arahan dari fasilitator di

lapangan tempat bekerja. Tempat bekerja yang digunakan adalah dalam lingkup

keluarga tempat baby sitter tersebut bekerja.

c) Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran yang dilakukan dalam model ini adalah

menggunakan systemic evaluation approach (Bramley, 1996), artinya keefektifan

193

dari model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan

profesionalisme baby sitter ini akan dievaluasi secara keseluruhan.

Salah satu pengujian yang dilakukan untuk menguji keefektifan pelatihan

secara keseluruhan yaitu dengan melakukan pengujian dengan melaksanakan tes,

yaitu dengan menyelenggarakan pre-test dan post test sebelum dan sesudah

pelatihan, juga observasi dalam lingkup tempat bekerja pada saat sebelum dan

sesudah pelatihan melalui format tes unjuk kerja dalam pekerjaan. Tes yang

diberikan adalah berupa tes tertulis dan tes unjuk kerja yang akan dilakukan

penilaiannya oleh orang penilai yaitu penilai dari luar dan penilai dari keluarga

pengguna jasa.

Selain itu penilaian secara proses akan menggunakan instrumen observasi

dan wawancara dalam pelaksanaan dan penyampaian materi dari tutor kepada

peserta pelatihan dan dari fasilitator terhadap peserta di tempat bekerja, juga hasil

forum grup peserta pelatihan mengenai penilaian pada penyelenggaraan pelatihan

secara umum Sebagai tambahan data, dilakukan pula penilaian proses terhadap

aspek partisipasi peserta pelatihan dalam pembelajaran di dalam setting kelompok

maupun setting individual di tempat bekerja di keluarga.

c. Validasi Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi

Tahapan yang dilakukan setelah rancangan konseptual disusun adalah

dengan melakukan validasi, dimana untuk mendapatkan model akhir, model

konseptual tersebut masih membutuhkan perbaikan, penyempurnaan, penajaman

dan pemantapan dengan mendengarkan masukan dan pandangan dari pakar

194

pendidikan luar sekolah dan pakar pelatihan serta praktisi di bidang sesuai dengan

kompetensi mendukung perkembangan anak.

Pada tahap selanjutnya, dilakukan pula diskusi dengan pengelola pelatihan

baby sitter, keluarga pengguna jasa dan baby sitter yang akan terlibat dalam

model pelatihan ini. Diskusi dilakukan dengan memberikan rancangan model

konseptual model untuk mendapatkan perbaikan, penyempurnaan, penajaman dan

pemantapan. Diskusi dengan pihak keluarga pengguna jasa dilakukan dengan

diadakan wawancara dan sosialisasi kesediaan untuk terlibat beserta berbagai

konsekwensinya, kemungkinannya dan kelayakterapannya di keluarga. Diskusi

dengan baby sitter pun dilakukan dengan wawancara dalam ketertarikan dan

kelayakannya untuk semakin mempertegas model yang harus dijalankan.

Berbagai masukan yang didapatkan dari diskusi dengan para pakar dan

praktisi tersebut selanjutnya dikompilasikan untuk menghasilkan rancangan

model yang terbaik. Dalam penelitian ini dilakukan dua tahapan pengujian

validasi, yaitu teoritik dan empirik. Berikut beberapa masukan penting yang

didapatkan dari berbagai nara sumber.

1) Penilaian ahli terhadap model konseptual

Model konseptual yang disusun, mendapatkan berbagai masukan dari para

ahli di bidang kepelatihan, Masukan yang diberikan diantaranya adalah :

a) Model ini dianggap cukup inovatif dan menantang untuk dapat dilakukan

karena ada kebutuhan masyarakat untuk peningkatan kompetensi tenaga

pengasuh anak/baby sitter

195

b) Model ini dianggap cukup menantang karena ada upaya untuk melakukan

intervensi kepada keluarga, yang secara konsep dikatakan bahwa keluarga

adalah sebuah lembaga yang tidak mudah untuk diintervensi.

c) Sekaitan dengan gambar keseluruhan model konseptual pelatihan in-service

berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter yang

kurang tegas dalam menunjukkan 2 setting pelatihan yang dilakukan.

Masukan yang di dapat adalah sekaitan dengan mempertegas pada gambar

model mengenai setting pelatihan yang dilaksanakan, termasuk diantaranya

penonjolan setting keluarga di dalam model ini.

d) Model pelatihan ini harus memiliki berbagai panduan yang sekiranya dapat

menjadi pegangan bagi yang ingin dapat melaksanakan lebih lanjut,

khususnya yang berkaitan dengan panduan bagi fasilitator.

e) Model ini perlu dilengkapi dengan dibuat penegasan dan panduan mengenai

kriteria fasilitator seperti apa yang dapat secara efektif memfasilitasi pelatihan

in-service ini.

f) Standar kompetensi mix yang dikembangkan, dianggap sangat kompleks

sehingga disarankan untuk memilih satu kompetensi yang dianggap prioritas

untuk penelitian ini.

g) Sekaitan dengan pemilihan satu unit kompetensi dengan penamaan unit

KOMPA (Unit Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak), sangat baik

dirasa tepat serta cukup baik. Pemilihan kompetensi yang menjadi prioritas

yaitu unit KOMPA dalam penelitian ini dianggap sesuai dengan kebutuhan

yang ada di masyarakat.

196

h) Pola model yang meliputi berbagai karakteristik serta panduan yang jelas,

akan menjadikan hasil penelitian sehingga keutuhan model ini dapat

terbangun.

i) Model pelatihan, khususnya dalam penunjukkan peran tutor dan fasilitator

pada model pelatihan, hendaknya diperjelas dengan mencantumkan posisi

tutor dan fasilitator pada gambar sehingga dapat tergambarkan bahwa ada

peran tutor dan fasilitator dengan setting pelatihan yang berbeda untuk

memberikan pelatihan dan fasilitasi pada baby sitter.

j) Penggunaan bahasa standar dalam standar kompetensi hendaknya harus

dipahami oleh penilai, dengan diperjelas sub indicator

k) Format unjuk kerja baby sitter sebaiknya tidak hanya pilihan ya dan tidak,

namun ada pilihan lain, bahkan paparan deskriptif yang akan memperjelas

sudah sampai tahap mana kompetensi baby sitter tersebut.

l) Konsep yang dikembangkan masih perlu dieksplorasi, khususnya mengenai

pendekatan pembelajaran yang berbasis masalah dan pembelajaran melalui

pengalaman.

Berdasarkan hasil masukan dari tim ahli, maka dapat disimpulkan bahwa

dalam model ini beberapa aspek yang perlu diperkuat adalah sekaitan dengan (1)

visualisasi model; (2) sosialisasi program pada mitra lembaga pelatihan dan

keluarga yang bertahap; (3) proses dan alur pelatihan serta pendekatan pada

keluarga; (4) penyiapan dan berbagai penyiapan fasilitator dalam model pelatihan;

(5) bahan belajar dan penyiapan media yang tepat.

197

Berdasarkan berbagai masukan dari nara sumber, model konseptual

pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme

baby sitter ini dilakukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan terutama

berkaitan dengan kejelasan alur dan visualisasi model, instrumen unjuk kerja, dan

skenario untuk sosialisasi program, penyiapan fasilitator dengan berbagai

panduannya yang perlu diperjelas juga bahan belajar yang sesuai.

2) Penilaian praktisi terhadap desain model konseptual

Penilaian praktisi terhadap model ini dilakukan oleh praktisi lembaga

pelatihan dan penyalur tenaga kerja. Beberapa masukan untuk model ini

diantaranya adalah (1) pelatihan yang dilaksanakan di keluarga memerlukan

negosiasi yang cukup intens serta komunikasi serta kepercayaan yang baik; (2)

Dalam tataran implementasi perlu adanya surat rekomendasi dari lembaga

penyalur tenaga kerja, agar mempermudah akses masuk ke keluarga; (3) model ini

cukup menantang untuk bisa dilakukan, dengan adanya dukungan ada pada

lembaga apabila membutuhkan bantuan dan dukungan lebih lanjut.

3) Tanggapan keluarga pengguna jasa baby sitter terhadap model

konseptual

Pendapat beberapa keluarga mengenai model pelatihan yang akan

dilaksanakan, menjadi penentu bagaimana model pelatihan ini dapat dilaksanakan

lebih lanjut. Hal ini terjadi karena keluarga memiliki karakteristik yang unik dan

menetukan apakah program ini dapat terlaksana dengan baik atau tidak. Beberapa

masukan yang diberikan oleh keluarga adalah : (1) diharapkan tempat pelatihan

198

adalah tempat yang mudah dijangkau oleh baby sitter apabila ingin diajak untuk

pelatihan; (2) waktu pelatihan hendaknya bisa menyesuaikan dengan jadwal cuti

mereka; (3) waktu pelatihan bisa diefektifkan agar tidak terlalu lama

meninggalkan tempat bekerja; (4) mempertanyakan bagaimana penilaian unjuk

kerja dilakukan dan mungkin ke depan dapat digunakan kamera tersembunyi. Dari

beberapa masukan, pada dasarnya, mereka cukup tertarik dengan model ini dan

ingin bisa berpartisipasi bahkan memberi dukungan terlaksananya program ini.

4) Tanggapan peserta pelatihan terhadap model konseptual

Calon peserta pelatihan yaitu baby sitter pada dasarnya senang dan

menyetujui apabila ada pelatihan yang akan meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap mereka. Peningkatkan pengetahuan dan keterampilan

mereka dirasakan penting untuk ditingkatkan, dikarenakan permasalahan di

lapangan kerja yang cukup menyita energi mereka. Mereka siap mengikuti

pelatihan dengan syaratnya adalah mereka diijinkan oleh keluarga pengguna jasa.

Dari berbagai masukan dari berbagai sumber mengenai model pelatihan,

melalui proses validasi model konseptual, maka dilakukan berbagai perubahan

yang dibutuhkan. Pada dasarnya terjadi beberapa perubahan yang ditunjukkan

dalam bagan kerangka model konseptual. Perubahan yang cukup nyata khususnya

terjadi pada bagan komponen perangkat pendukung, bentuk bagan penegasan

pada output pelatihan dan penegasan dalam alur panah dalam pelatihan yang

terjadi.

Bagan visualisasi model konseptual revisi, dapat diperhatikan dalam bagan

sebagai berikut :

199

Bagan 4.3 Model Konseptual (Hasil Validasi) Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi

dalam Meningkatkan Profesionalisme Baby sitter

3. Deskripsi Model Konseptual yang dikembangkan

Berdasarkan kajian dan elaborasi berbagai masukan yang didapatkan dari

para nara sumber, maka model pelatihan in-service berbasis kompetensi dapat

dideskripsikan sebagai berikut :

a. Rasional Pengembangan Model

Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter ini

dibangun sekaitan dengan permasalahan kebutuhan dan fenomena penyiapan

ketenagaan pengasuh anak/baby sitter di rumah yang belum seluruhnya optimal

PERANGKAT

PENDUKUNG

- Waktu

- Uang

- Materi

pembelajaran

- Peralatan

- Teknologi

- Partner

(Lembaga

Penyalur

Tenaga Baby

sitter),

penyandang

dana, pengambil

keputusan dan

kebijakan.

- Penyiapan tim

pelatih (tutor

dan fasilitator)

melalui

rekruitmen dan

pelatihan

PROSES PELATIHAN

PEMBELAJAR

AN

KELOMPOK

DI KELAS

(Off the job)

TUTOR

PEMBELAJAR

AN

INDIVIDUAL

DI KELUARGA

(on the job)

FASILI

TATOR

RAW

INPUT

BABY

SITTER

YANG

SUDAH

BEKERJA

Pre-

Test

KOMPETENSI YANG DIJADIKAN STANDAR DALAM

PELATIHAN

Belum

tercapai

IMPACT

BABY

SITTER

PROFESI

ONAL

MASUKAN

LAIN

DUKUNG

AN

KELUAR

GA

PENGGU

NA JASA

Post

Test

Pembelajaran

Berbasis Pengalaman

Pembelajaran

Berbasis Masalah

OUTPUT

MENING

KAT

UNIT

KOMPA

200

dan memadai. Hasil studi pendahuluan dan penelitian terbatas pada beberapa

lembaga serta kondisi empirik akan kebutuhan tenaga ini, membuat peneliti

tergerak untuk dapat membuat model pelatihan bagi baby sitter yang sudah dan

sedang bekerja di keluarga, sehingga mereka dapat meningkat pengetahuan,

keterampilan dan sikapnya. Model pelatihan ini dibuat sangat fleksibel dan

menjadi mitra keluarga dalam membina baby sitter dalam melakukan pekerjaan

pengasuhan pada anak mereka.

Belum memenuhinya standar kompetensi yang dapat memayungi tenaga

kerja baby sitter secara diakui penuh, menantang peneliti untuk mengembangkan

standar kompetensi bagi baby sitter/pengasuh yang sesuai dengan prinsip-prinsip

perkembangan, perawatan dan pendidikan anak usia dini. Untuk kepentingan

tersebut maka dibangun standar kompetensi mix, yang diharapkan dapat secara

holistik mampu memenuhi kebutuhan kompetensi kerja dan tugas seorang tenaga

kerja baby sitter/pengasuh anak.

Kegiatan pembelajaran dalam pelatihan ini bersifat aktif dan berbasis pada

masalah serta melalui pengalaman langsung. Artinya baby sitter yang dilatih akan

secara langsung aktif terlibat dalam pembelajaran, bahkan mereka akan

melakukan penyusunan program kerja sesuai tuntutan kompetensi yang harus

dicapai secara individual dengan fasilitasi oleh fasilitator.

Peran fasilitator adalah menjadi ujung tombak dari model pelatihan yang

harus dibangun juga sampai titik mana peran seorang fasilitator dan harus seperti

apa. Model ini mensyaratkan adanya peran seorang fasilitator yang sangat penting

dalam menentukan apakah pelatihan ini akan efektif ataupun tidak.

201

b. Tujuan Pengembangan Model Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi

Tujuan yang ingin dicapai dalam rancangan model konseptual yang akan

dikembangkan dalam penelitian ini adalah meliputi tujuan yang meliputi hasil

jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Tujuan jangka pendek yang dilakukan penelitian ini adalah meningkatnya

unit KOMPA (kompetensi mendukung perkembangan anak) bagi baby sitter yang

mengikuti pelatihan.

Adapun untuk jangka menengah, yaitu diharapkan baby sitter memiliki

dukungan dan kesempatan yang terbuka dari keluarga pengguna jasa untuk terus

dapat mengikuti pelatihan secara bertahap hingga mencapai 13 unit kompetensi

yang menjadi tujuan.

Pada jangka panjang, harapan model ini dapat menjadikan tenaga pengasuh

anak dirumah yaitu baby sitter menjadi professional yaitu baby sitter mitra

keluarga dalam jasa kepengasuhan anak yang handal dan terpercaya.

c. Ruang lingkup

Ruang lingkup pengembangan :

1) Sasaran terdiri atas perempuan berjumlah 10 orang baby sitter yang

memegang 10 anak, dalam 8 keluarga pengguna jasa.

2) Aspek-aspek yang dikembangkan terdiri dari pengelolaan pelatihan yang

meliputi perencanaan program, pelaksanaan program dan evaluasi program

untuk mencapai tujuan sesuai standar kompetensi yang dibangun.

3) Kompetensi yang dituju oleh peserta focus pada unit kompetensi mendukung

perkembangan anak (KOMPA).

202

4) Profesionalisme dapat terbangun apabila baby sitter dapat memenuhi standar

kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dalam dunia kerjanya. Unit

KOMPA menjadi satu unit kompetensi yang harus dikuasai apabila ingin

dianggap sebagai baby sitter professional.

d. Strategi Pengembangan

Strategi pengembangan model pelatihan ini dilakukan melalui beberapa

tahapan, yang diawali dengan identifikasi kondisi empirik di lapangan sekaitan

dengan kebutuhan dari keluarga serta stake holders yaitu lembaga-lembaga

pelatihan baby sitter dan penyalur tenaga kerja akan model pelatihan in-service

berbasis kompetensi. Model pelatihan ini dibangun melalui tahapan-tahapan

sebagai berikut :

1) Identifikasi standar kompetensi

Dalam mengidentifikasi standar kompetensi untuk tenaga baby sitter

dilakukan upaya pengkajian terhadap draft Standar Kompetensi Kerja Nasional

Indonesia (SKKNI) untuk baby sitter pemula, pencarian berbagai draft standar

kompetensi untuk baby sitter yang diakui internasional, melakukan validasi

bahasa dari standar kompetensi certificate III yang digunakan di Australia, dan

mengkaji standar pendidikan Anak Usia Dini dalam Permendiknas no.58 tahun

2009. (terlampir)

2) Pengembangan standar kompetensi mix dari draft SKKNI, standar

internasional dan standar pendidikan anak usia dini

203

Pada tahap ini dilakukan upaya penyusunan standar kompetensi mix yang

merupakan penggabungan dari standar kompetensi yang ada (terlampir). Berikut

adalah kompilasi dari standar kompetensi yang dikembangkan, yaitu :

a) Mengidentifikasi dan merespon anak-anak yang beresiko

b) Memastikan kesehatan dan keselamatan anak

SKKNI : Menjaga kebersihan bayi sebelum dan / atau sesudah bayi makan

dan minum, Menjaga bayi dari gangguan hewan piaraan, Menjauhkan bayi

dari benda atau / zat berbahaya,

Permendiknas no. 58/2009 : Memahami layanan dasar kesehatan dan

kebersihan anak, Terampil dalam melakukan perawatan kebersihan anak.

c) Memberikan perawatan kepada anak-anak

SKKNI : Menjaga bayi saat ibu bayi keluar rumah, Melayani kebutuhan susu

dan makan bayi secara periodik, Menggendong dan memangku bayi dengan

kasih sayang, Menidurkan bayi pada tempat tidur bayi

d) Memberikan kontribusi bagi pemberian makanan dengan gizi seimbang

dengan cara yang aman dan higinis

Permendiknas no. 58/2009: Memahami pola makan dan kebutuhan gizi

masing-masing anak

e) Bekerja dalam lingkup hukum dan etika yang relevan

SKKNI : Membekali diri tentang kondisi kerja dan resiko kerja, Membekali

diri tentang remitansi, dokumen diri, perjalanan dan perjanjian kerja.

204

f) Mendukung perkembangan anak

Permendiknas no. 58/2009: Memahami peran pengasuhan terhadap

pertumbuhan dan perkembangan anak.

g) Melakukan interaksi yang efektif dengan anak-anak

SKKNI : Mengendalikan emosi diri.

Permendiknas no. 58/2009 : Berperilaku sabar, tenang, ceria, penuh

perhatian, serta melindungi anak, Memiliki kepekaan dan humoris dalam

menyikapi perilaku anak, Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa,

arif, dan bertanggung jawab, Berpenampilan rapi, bersih, dan sehat.

h) Memberi pengalaman untuk bermain dan belajar anak

SKKNI : Menemani dan menjaga bayi bermain

Permendiknas no. 58/2009 : Terampil bermain dan berkomunikasi secara

verbal dan non verbal dengan anak, Terampil merawat kebersihan fasilitas

bermain anak

i) Mengembangkan pemahaman atas minat dan kebutuhan anak

Permendiknas no. 58/2009 : Mengenali dan mengatasi ketidaknyamanan

anak, Menyayangi anak secara tulus

j) Menerapkan pertolongan pertama

k) Memberikan kontribusi dalam proses OHS/K3 (Keselamatan dan

Keamanan Kerja)

SKKNI : Menerapkan prosedur K3 di rumah tangga

l) Bekerja secara efektif dengan keluarga untuk merawat anak-anak mereka

205

SKKNI : Melakukan komunikasi dengan ibu bayi / orang tua bayi dan anggota

keluarga bayi.

Permendiknas no. 58/2009 : Berperilaku santun, menghargai, dan hormat

kepada orang tua anak

m) Bekerja secara efektif dengan klien dan rekan kerja yang berlatar budaya

beragam

Hasil kompilasi ketiga standar kompetensi tersebut dapat diperhatikan,

bahwa standar kompetensi yang ada pada standar internasional (certificate III

yang diakui di Australia) sementara ini, unit kompetensi intinya, sifatnya lebih

umum dan mencakup beberapa standar yang disebutkan di standar pendidikan

anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 tahun 2009, maupun standar

kompetensi kerja Indonesia (SKKNI) untuk bidang kerja baby sitter. Hal tersebut

menunjukkan bahwa secara cakupan maka standar internasional dalam

kepengsuhan anak yang ada, sudah melingkupi standar yang ada di Indonesia dan

bahkan masih ada beberapa unit kompetensi yang ada pada standar internasional

yang masih belum terwakili.

Berdasarkan hasil analisa dan kompilasi, maka standar kompetensi mix

dalam model pelatihan ini meliputi standar kompetensi mix yang menjadi basis

kompetensi pelatihan ini terdiri dari 13 unit kompetensi, yaitu : 1)

Mengidentifikasi dan merespon anak-anak yang beresiko; 2) Memastikan

kesehatan dan keamanan anak; 3) Memberikan perawatan kepada anak-anak; 4)

Memberikan kontribusi bagi pemberian makanan dengan gizi seimbang dengan

cara yang aman dan higinis; 5) Bekerja dalam lingkup hukum dan etika yang

206

relevan; 6) Mendukung perkembangan anak; 7) Melakukan interaksi yang efektif

dengan anak-anak; 8) Memberi pengalaman untuk bermain dan belajar anak; 9)

Mengembangkan pemahaman atas minat dan kebutuhan anak; 10) Menerapkan

pertolongan pertama; 11) Memberikan kontribusi dalam proses OHS/K3

(Keselamatan dan Keamanan Kerja); 12) Bekerja secara efektif dengan keluarga

untuk merawat anak-anak mereka; 13) Bekerja secara efektif dengan klien dan

rekan kerja yang berlatar budaya beragam

3) Validasi standar kompetensi mix

Tahapan selanjutnya adalah melakukan diskusi dan validasi dengan ahli

mengenai standar kompetensi yang dibangun. Validasi standar kompetensi mix

melalui diskusi dengan pakar praktisi, yaitu sebagai ahli terapis untuk

perkembangan anak, memberikan validasinya terhadap standar kompetensi yang

ada. Beliau menyatakan bahwa standar kompetensi ini dirasa cukup komprehensif

untuk kompetensi seorang pengasuh anak, hanya perlu penyesuaian apakah

memang unit tersebut menjadi kebutuhan masyarakat.

Kegiatan validasi standar kompetensi mix pun dilakukan dengan akademisi

di bidang program studi pendidikan dasar yang mengatakan bahwa standar

kompetensi ini sangat komprehensif dan sangat kompleks. Beliau mengatakan

selayaknya ini menjadi payung penelitian yang akan membawahi beberapa kajian

lainnya. Beliau pun menyarankan agar fokus pada satu unit kompetensi yang

menjadi prioritas kebutuhan mendesak masyarakat untuk meningkatkan

kompetensi baby sitter tersebut. Sehingga secara bertahap dapat meningkatkan

profesionalisme baby sitter.

207

Berdasarkan berbagai kajian dan pembahasan mengenai standar kompetensi

mix tersebut, maka peneliti melakukan pula identifikasi kebutuhan masyarakat

akan kompetensi baby sitter yang menjadi prioritas dibutuhkan. Identifikasi

kebutuhan ini adalah untuk semakin memperkuat peneliti dalam menentukan

kompetensi yang memang dibutuhkan dan menjadi prioritas dari lingkup kerja

baby sitter. Identifikasi dilakukan pada berbagai stakeholders seperti pengguna

jasa dan baby sitter juga pemangku kebijakan dan kelembagaan.

4) Identifikasi kebutuhan kompetensi baby sitter

Pada tahap ini, diadakan forum grup discussion dengan baby sitter dengan

fasilitasi dari lembaga penyalur tenaga baby sitter, dilakukan wawancara dengan

lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter, lembaga penyalur tenaga kerja baby

sitter, dan keluarga pengguna jasa. (Terlampir).

Hasil angket dan pemilihan prioritas unit kompetensi, pada dasarnya

keluarga pengguna jasa sangat mendambakan seorang baby sitter yang memiliki

kreatifitas dalam melakukan aktivitas dengan anak dan sikap yang penuh kasih

sayang serta perhatian pada anak yang diasuh. Sikap ini akan menjadikan

hubungan komunikasi dengan anak berjalan lancar sehingga anak menjadi merasa

bahagia dan senang tetapi tetap dalam proporsi yang tepat. Sehingga berdasarkan

hasil identifikasi kebutuhan kompetensi dengan menggunakan teknik wawancara

dan angket dalam menetukan urutan prioritas standar kompetensi mix, maka

hasilnya adalah dimana ada 3 unit kompetensi prioritas dari 13 unit kompetensi

yang ada yang menjadi kebutuhan dari masyarakat. Unit kompetensi prioritas

menurut kacamata masyarakat adalah unit kompetensi mendukung perkembangan

208

anak, unit kompetensi memberikan perawatan pada anak, dan unit kompetensi

pengembangan pemahaman akan kebutuhan anak. Ketiga unit kompetensi ini

pada akhirnya menjadi perhatian peneliti untuk selanjutnya dilakukan pengkajian

lebih lanjut

5) Analisis kebutuhan kompetensi yang akan dikembangkan dan pengembangan

standar kompetensi serta kurikulum dan bahan ajar untuk model pelatihan in-

service.

Pada tahap ini dilakukan analisa mendalam mengenai hasil kebutuhan

kompetensi dari masyarakat dan dibandingkan dengan standar kompetensi mix

yang telah disusun. Hasil analisa tersebut menghasilkan standar kompetensi serta

unit kompetensi yang akan digunakan yang kemudian dibuat kurikulum untuk

pelatihannya. Proses ini diikuti dengan kegiatan validasi standar kompetensi dari

pakar pendidikan anak usia dini untuk unit kompetensi yang dikembangkan.

Dari 13 unit kompetensi yang dikembangkan, telah didapatkan 3

kompetensi prioritas yang menjadi kebutuhan masyarakat. Namun dengan adanya

diskusi dan validasi dengan ahli, maka disarankan untuk dapat lebih fokus pada

satu unit kompetensi saja. Fokus utama dalam pengembangan model ini akan

lebih dahulu mengembangkan unit kompetensi mendukung perkembangan anak

(unit KOMPA), yang meliputi 8 elemen kompetensi. Alasan pemilihan fokus

kompetensi ini adalah karena unit ini adalah yang paling utama dan pertama

dalam kaitannya dengan tugas kepengurusan dan berhubungan dengan anak.

Adapun unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA)

meliputi elemen-elemen kompetensi : 1) Mendukung perkembangan anak dalam

209

kelompok usia yang sesuai; 2) Mendukung perkembangan fisik anak sesuai

kelompok usia yang sesuai; 3) Mendukung perkembangan sosial anak sesuai

dengan kelompok usia yang sesuai; 4) Mendukung perkembangan emosi dan

psikologi anak pada usia yang sama; 5) Mendukung perkembangan bahasa anak

untuk kelompok usia yang sesuai; 6) Mendukung perkembangan kreatif anak

sesuai dengan tingkat usia yang sesuai; 7) Mendukung perkembangan kognitif

sesuai dengan kelompok usia yang sesuai; 8) Mendukung perkembangan spiritual

dan keagamaan sesuai dengan kelompok usia yang sesuai.

Unit kompetensi mendukung perkembangan anak yang meliputi 8 elemen

kompetensi untuk selanjutnya dijabarkan dalam bentuk indicator capaian baik

dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai.

Berikut adalah struktur kurikulum untuk unit kompetensi mendukung

perkembangan anak (KOMPA), yaitu:

Tabel 4.5 Struktur Kurikulum

Unit Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak (KOMPA)

Elemen Kompetensi

Pengetahuan Keterampilan Kriteria Unjuk Kerja

Jumlah JP

1. Mendukung perkembangan anak dalam kelompok usia yang sesuai

Mengetahui pola perkembangan anak dan perbedaan-perbedaan kemampuan anak pada tingkat usia yang berbeda

Mampu memberikan fasilitatoran yang tepat dan membangun sesuai tingkat perkembangan anak sehingga anak terbangun kemandiriannya

- Memberikan dorongan pada setiap anak sesuai tingkatan usianya. - Menggunakan bahasa dengan tepat dalam kompleksitas bahasa dan kehangatannya - Menunjukkan komunikasi yang relevan dengan ketertarikan dan kapabilitas anak

8 JP

210

- Menunjukkan harapan pada tingkah laku anak yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. - Menunjukkan strategi dan pengelolaan tingkah laku pengasuhan yang tepat dengan tingkat pemahaman anak - Menunjukkan intensitas fasilitatoran yang disesuaikan dengan kemampuan dari perkembangan anak. - Menunjukkan tipe fasilitatoran pada anak untuk meningkatkan perkembangan akan kemandirian anak - Menunkukkan komunikasi yang respek pada anak, merespon anak dan mengikuti anak

c) Mendukung perkembangan fisik anak sesuai kelompok usia yang sesuai

Mengetahui pola perkembangan fisik anak Mengetahui cara menstimulasi perkembangan fisik anak yang tepat

mampu menyediakan pengalaman yang tepat melalui kegiatan rutin dalam permainan, stimulasi alat mainan dan peralatan lain yang tepat dalam mendukung perkembangan fisik anak

- Menunjukkan aktivitas rutin harian yang dijadikan kesempatan untuk melatih dan mempraktekkan keterampilan/skill fisik anak dalam kegiatan rutin sehari-hari - Menunjukkan aktivitas menggunakan peralatan bermain dan mainan untuk membangun keterampilan/skill fisik anak

8JP

211

d) Mendukung perkembangan sosial anak sesuai dengan kelompok usia yang sesuai.

Mengetahui bagaimana mendukung anak dalam membangun persahabatan dengan teman dan mengetahui cara memberi pemahaman pada anak akan aturan di masyarakat/ lingkungan sekitar

mampu mengkondisikan interaksi anak pada lingkup satu teman, interaksi dengan lingkup kelompok kecil dan interaksi dengan lingkup kelompok besar

- Mengikuti bersama anak berbagai kegiatan dan acara-acara yang secara budaya dilakukan di lingkungan masyarakat - Menyediakan kesempatan untuk interaksi dengan satu teman, interaksi dengan kelompok kecil dan interaksi dengan kelompok lebih besar. - Menunjukkan cara komunikasi yang tepat sehingga dapat menjadi model yang baik untuk anak. - Memberikan pemahaman akan perbedaan, melalui penilaian dan respek ketika dalam berbicara mengenai anak dan dengan anak.

8JP

e) Mendukung perkembangan emosi dan psikologi anak pada usia yang sama

Mengetahui tentang pengembangan konsep diri, percaya diri, dan mengatasi emosi anak

mampu menyediakan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan dan menunjukan perhatian pribadi

- Memberikan kesempatan pada individu anak dan kelompok anak untuk dapat mengambil keputusan selama ada pada lingkungan yang aman - Menunjukkan usaha dan upaya menghargai, mendukung dan mengapresiasi anak. - Menunjukkan perhatian penuh pada anak - Menunjukkan perhatian pada perasaan anak dengan

8JP

212

merespon secara terbuka dan penuh respek

f) Mendukung perkembangan bahasa anak untuk kelompok usia yang sesuai

Mengetahui mengenai pola perkembangan bahasa dapat terbentuk/terbangun pada anak

mampu berinteraksi melalui berbahasa yang tepat dengan anak dan menyediakan pengalaman yang tepat untuk perkembangan bahasa anak

- Memberikan dukungan pada anak untuk dapat mengekspresikan diri secara verbal/lisan - Memberikan pengalaman-pengalaman agar anak dapat mengungkapkan berbagai bentuk-bentuk bahasa.

8JP

g) Mendukung perkembangan kreatif anak sesuai dengan tingkat usia yang sesuai.

Mengetahui pentingnya kreativitas dan mengetahui cara menyediakan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitas

mampu memberikan fasilitatoran dalam bermain dalam imaginasi, drama, melukis, menggambar, bermain malam (playdough), menari, musik, puisi dan menulis komposisi lagu.

- Memberikan berbagai kesempatan pada anak untuk menggunakan seluruh rasa mereka - Memberikan dukungan pada anak-anak untuk mengekspresikan imajinasi dan kreativitas dalam interaksi bermain mereka - Memberikan berbagai pengalaman yang mendukung anak agar dapat mengeksplorasi dan mengekspresikan diri. - Menyediakan sumber peralatan dan alat yang tepat sehingga dapat memudahkan anak mengembangkan aktivitas kreatif.

8JP

h) Mendukung perkembangan kognitif sesuai dengan kelompok usia yang sesuai

Mengetahui bagaimana kognisi dapat terbentuk

mampu menyediakan pengalaman dan pengkondisian untuk memberi dukungan

- Memberikan lingkungan dan kesempatan-kesempatan agar dapat memberikan stimulasi perkembangan

8JP

213

lingkungan untuk stimulasi dalam perkembangan kognisi anak

kognitif - Memberikan dukungan agar anak dapat mengeksplorasi dan menyelesaikan permasalahan dengan peralatan dan pengalaman mereka yang beraneka ragam.

i) Mendukung perkembangan spiritual dan keagamaan sesuai dengan kelompok usia yang sesuai

Mengetahui pentingnya penanaman spiritual/keagamaan pada anak sejak dini

Mampu menyediakan pengalaman dan pengkondisian untuk memberi dukungan lingkungan untuk stimulasi dalam perkembangan spiritual dan keagamaan anak

- Mendukung keluarga dalam melaksanakan ritual keagamaan secara proporsional

- Memperkenalkann anak pada ciptaan Tuhan

- Mendukung anak untuk melakukan kegiatan berdoa

- Mengarahkan anak untuk melatih melaksanakan ritual keagamaan sesuai agamanya

8 JP

Adapun untuk jumlah Jam Pelajaran untuk unit KOMPA (Kompetensi

Mendukung Perkembangan Anak) adalah : 13 JP (elemen perkembangan anak

secara umum) + 8 JP (7 elemen kompetensi) = 69 JP. Jumlah tersebut meliputi

kegiatan pelatihan dengan tutor dengan pembelajaran kelompok dengan setting

kelas dan kegiatan pelatihan dengan fasilitasi dari fasilitator di tempat bekerja

Dari susunan struktur kurikulum dengan elemen kompetensi dan indikator

ketercapaiannya, maka dirumuskan materi dan bahan ajar yang akan disampaikan

dalam model pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk baby sitter.

(terlampir)

214

6) Penyusunan model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi

Pada tahap ini mulailah dilakukan penentuan model pelatihan yang akan

dilakukan serta standar kompetensi yang akan dijadikan basis uji coba pelatihan.

Hasil validasi dari pakar pelatihan dan perkembangan anak maka untuk penelitian

ini unit kompetensi yang akan menjadi fokus adalah pelatihan untuk

meningkatkan kompetensi untuk unit KOMPA (Kompetensi Mendukung

Perkembangan Anak) yang selanjutnya diikuti dengan kegiatan pengembangan

kurikulum dan standar kompetensi untuk unit KOMPA serta instrumen unjuk

kerja.

Berdasarkan kerangka model konseptual di atas dapat dijelaskan aspek-

aspek komponen pelatihan dalam pengelolaan program pelatihan dan

pendekatannya dalam model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby

sitter, dimana perencanaan pelatihan dilakukan melalui beberapa tahap program.

Program yang dilaksanakan meliputi program penyiapan perangkat pendukung,

pelaksanaan model pelatihan, dan evaluasi program pelatihan. Adapun program

yang meliputi penyiapan perangkat pendukung meliputi kegiatan-kegiatan :

(1) Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter,

(2) Program sosialisasi dan rekruitmen tutor

(3) Program sosialisasi dan rekruitmen fasilitator

(4) Program TOF (Training of Facilitator)

Adapun program dalam rangka proses pelatihan yang dilakukan adalah :

(1) Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off

the job training)

215

(2) Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran

individual di tempat bekerja (on the job training)

Untuk tahapan perencanaan dari setiap program yang merupakan bagian

dari model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini, maka dilakukan kegiatan

perencanaan program yang meliputi :

a. Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter, tutor, dan fasilitator

Keterlaksanaan program ini dilakukan melalui berbagai perencanaan diantaranya :

1) Seleksi calon fasilitator baby sitter dengan metode psikotest dan wawancara

(lampiran); 2) Merekrut calon peserta pelatihan, dengan menjalin kemitraan pada

lembaga penyalur baby sitter untuk memperoleh data baby sitter; 3) Perijinan

pada keluarga tempat baby sitter bekerja untuk mengikutsertakan baby sitter

dalam pelatihan in-service berbasis kompetensi dengan menyertakan surat

keterangan dari lembaga penyalur baby sitter.

b. Program sosialisasi dan rekruitmen tutor

Program penyiapan komponen utama seperti penyiapan tenaga tutor, materi dan

bahan ajar (baik untuk TOF maupun pelatihan in-service baby sitter), dan

instrumen evaluasi program (keseluruhan program). Dalam program ini, yang

dilakukan adalah : 1) Menyusun kurikulum, silabus, dan RPP pelatihan untuk

TOF dan pelatihan baby sitter (lampiran); 2) Menyusun panduan bagi tutor dan

fasilitator; 3) Menyusun instrumen evaluasi

c. Program sosialisasi dan rekruitmen fasilitator

Program penyiapan komponen utama seperti penyiapan tenaga fasilitator, materi

dan bahan ajar (untuk pelatihan in-service), dan instrumen evaluasi program

216

(keseluruhan program). Dalam program ini, yang dilakukan adalah : 1) Menyusun

kurikulum, silabus, dan RPP pelatihan baby sitter (lampiran); 2) Menyusun

panduan bagi tutor dan fasilitator; 3) Menyusun instrumen evaluasi

d. Program TOF (Training of Facilitator)

1) Menyusun jadwal pelatihan Training of Trainer (TOT) bagi calon fasilitator

(lampiran); 2) Menyiapkan kelengkapan administrasi seperti daftar hadir, data

lengkap, dll; 3) Menyiapkan scenario pembelajaran yang detail; 4)Menyiapkan

sarana dan prasarana pendukung; 5) Menyusun jadwal latihan fasilitasi di

keluarga sebagai uji coba awal

Adapun program yang berkenaan dengan proses pelatihan, dilakukan

berbagai penyiapan dalam mengembangan program-program yang meliputi :

a. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off

the job training)

Penyiapan sarana dan prasarana pendukung, 2)format kehadiran, 3) Media

pelatihan, 4) Materi

b. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran

individual di tempat bekerja (on the job training)

Perijinan dari keluarga pengguna jasa; 2) penyiapan format-format yang

dibutuhkan; 3) Penyiapan denah lokasi

217

4. Implementasi model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam

meningkatkan profesionalisme baby sitter

Implementasi uji coba model pelatihan in-service berbasis kompetensi

dilaksanakan mulai bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011. Dalam

kurun waktu tersebut, melalui uji coba yang dilaksanakan, model konseptual yang

disusun telah mengalami pengembangan secara operasional. Pelaksanaan uji coba

model pelatihan ini dilakukan pada 10 orang baby sitter yang telah bekerja

keluarga dengan memberikan pengasuhan pada 10 anak usia dini. Pelaksanaan

ujicoba ini pun dapat terlaksana berkat dukungan dari 8 keluarga yang menjadi

pengguna jasa dari 10 orang baby sitter tersebut. Uji coba ini dilakukan di kota

Bandung.

Adapun dalam pelaksanaan model pelatihan in-service berbasis kompetensi

ini meliputi beberapa program yaitu meliputi program penyiapan perangkat

pendukung, dan program proses pelaksanaan model pelatihan. Adapun program

yang meliputi penyiapan perangkat pendukung meliputi kegiatan-kegiatan :

a. Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter,

b. Program rekruitmen tutor

c. Program rekruitmen tenaga fasilitator

d. Program penyiapan tenaga fasilitator melalui TOF (training of facilitator)

Adapun program dalam rangka proses pelatihan yang dilakukan adalah :

a. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off

the job training)

218

b. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran

individual di tempat bekerja (on the job training)

Setiap program yang dilaksanakan, merupakan bagian dari model pelatihan

in-service berbasis kompetensi untuk meningkatkan profesionalisme baby sitter.

Program-program yang dijalankan tersebut masing-masing meliputi tahapan

persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahapan evaluasi.

Deskripsi kegiatan pada setiap tahapan dalam program-program tersebut

dijelaskan dalam uraian berikut ini :

a. Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter yang meliputi tahapan :

1) Perencanaan

Pada tahapan perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah :

a) Menentukan persyaratan baby sitter yang dapat diikutsertakan di dalam

pelatihan in-service berbasis kompetensi

Adapun yang menjadi persyaratan peserta pelatihan ini adalah baby

sitter/pengasuh yang memenuhi kriteria di bawah ini, yaitu : (1) usia : 17 – 40

tahun; (2) pengalaman bekerja dengan anak minimal 1 tahun; (3) jenis

Kelamin perempuan; (4) tingkat pendidikan minimal SD; (5) sedang bekerja

di keluarga dan mengasuh anak.

Penentuan persyaratan ini diambil untuk dapat memudahkan pelaksanaan

pelatihan dan kesesuaian dengan syarat minimal sehingga keefektifan

pelatihan dapat terukur.

219

b) Menentukan lembaga pelatihan baby sitter dan penyalur tenaga kerja serta

keluarga yang dapat menjadi mitra dalam penyusunan model pelatihan in-

service.

Pengambilan sampel dan penentuan keluarga serta lembaga asal tidak dibatasi

dengan persyaratan apapun, namun lebih kepada faktor ketermudahan dan

keterjangkauan dalam melakukan koordinasi dan kemudahan akses dalam

pelaksanaan pelatihan.

c) Koordinasi penelitian yang dilakukan dengan lembaga penyalur tenaga kerja

dan keluarga pengguna jasa

Pada tahap ini, dipersiapkan berbagai hal yang berkaitan dengan rancangan

pelaksanaan pelatihan mengenai berbagai komponen pelatihan yang akan

dilaksankan.Hal tersebut meliputi waktu, jadwal, Materi/kurikulum, pemateri,

pengelola, dll

2) Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :

a) Dalam penentuan lembaga pelatihan, dari beberapa lembaga yang ada di kota

Bandung, maka ditentukan tiga lembaga yang dapat menjadi mitra dalam

menjembatani antara peneliti dan keluarga pengguna jasa. Lembaga tersebut

memberikan data-data alamat dan telepon keluarga yang bisa dihubungi, yang

menurut lembaga, dapat kooperatif dan akan tertarik dengan pelatihan ini. Alat

yang digunakan peneliti dalam tahapan pendekatan kepada keluarga adalah

dengan memberikan surat tugas. Surat tugas menunjukkan bahwa lembaga

memiliki kerjasama dalam mengembangkan pelatihan in-service berbasis

220

kompetensi dengan lembaga penyalur tenaga kerja. Adapun lembaga yang

menjadi mitra peneliti dalam penelitian ini adalah LPK Bina Mandiri Dago,

Muslimah Center Yayasan Daarut Tauhiid, dan Yayasan Mutiara Bandung.

b) Langkah selanjutnya adalah peneliti menentukan baby sitter yang akan

mengikuti pelatihan berdasarkan ijin dan dukungan dari keluarga pengguna

jasa baby sitter. Dalam hal ini, peneliti langsung mendatangi keluarga

pengguna jasa untuk dapat memberikan informasi rencana penelitian sekaligus

melakukan wawancara sekaitan dengan kompetensi baby sitter yang bekerja di

keluarga pengguna jasa. Baby sitter yang diijinkan oleh keluarga pengguna

jasa inilah yang selanjutnya yang akan menjadi subjek penelitian. Pemilihan

keluarga dilakukan berdasarkan data yang didapatkan dari lembaga pelatihan

baby sitter dan penyalur tenaga kerja maupun informasi yang sifatnya umum

mengenai data keluarga.

c) Informasi lain mengenai kesediaan beberapa keluarga untuk mengikut

sertakan baby sitternya yang merupakan bukan dari lembaga, pada akhirnya

ditindaklanjuti oleh peneliti karena memang fenomena yang ada, jumlah baby

sitter yang tidak dari lembaga lebih mendominasi pasar tenaga kerja baby

sitter yang ada.

d) Dalam memberikan advokasi dan undangan untuk mengikuti pelatihan peneliti

melakukan negosiasi serta melakukan pendekatan dengan keluarga-keluarga

tersebut. Peneliti mendapatkan informasi mengenai sifat dan karakter keluarga

pengguna jasa dari pengelola lembaga penyaluran tenaga kerja sehingga dalam

221

melakukan negosiasi dan penyampaian informasi, dilakukan sesuai dengan

kebutuhan yang ada.

e) Berdasarkan hasil rekruitmen dan advokasi serta berbagai pendekatan yang

dilakukan, maka didapatkan peserta sebanyak 10 orang baby sitter yang

mengasuh dan menjaga 10 anak usia dini, pada 8 keluarga pengguna jasa. Dari

10 baby sitter yang menjadi subjek penelitian dalam model pelatihan in-

service berbasis kompetensi ini, 4 orang baby sitter diantaranya adalah baby

sitter yang berasal dari lembaga. Sedangkan sisanya 6 orang adalah baby sitter

yang bukan dari lembaga.

Berikut adalah daftar baby sitter dan keluarga yang menjadi subjek

penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.6 Penyebaran Subjek Penelitian

No Nama Baby sitter

Usia Baby sitter

Tingkat Pendidik

an

Asal Baby sitter

Alamat Keluarga Pengguna

Jasa/Pekerjaan

Usia anak yang

diasuh 1 SS 18 thn

SMP LPK Bina

Mandiri Jl. Bengawan Bandung/Kadivre POS V Indonesia

18 Bulan

2 US 19 thn MTs Muslimah Center Daarut Tauhiid

Jl. Kota Mas Raya /Dokter

24 Bulan

3 YI 17 thn SMP Muslimah Center Daarut Tauhiid

Perumahan Bojong Koneng Makmur Timur /IT Perusahaan Swasta

36 Bulan

4 DJ 36 thn SMP Yayasan Mutiara

Jl. Pakar Permai Bandung/Dokter Spesialis Bedah Jantung

7 Bulan

5 SKh 18 thn SMP Mandiri Jl. Pakar Permai VII/6 Bandung/ Dokter Spesialis Bedah Jantung

48 Bulan

222

6 JJ

28 thn SD Mandiri Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD

18 Bulan

7 EN 31 thn SMP Mandiri Jl. Cisaranten Kulon Bandung/TNI

30 Bulan

8 SH 17 thn SMP Mandiri Venus Barat Bandung/Swasta

36 Bulan

9 CH 18 thn SMP Mandiri Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD

18 Bulan

10 Ptr 17 thn SMP Mandiri Jl.Idiadimaja Bandung/Swasta

48 bulan

f) Koordinasi dengan lembaga pelatihan dan khususnya dengan keluarga

dilakukan dengan memberikan beberapa informasi yang berkaitan dengan

program pelatihan yang akan dilaksanakan. Adapun informasi yang diberikan

oleh lembaga pelatihan adalah berkaitan dengan hal-hal dibawah ini, yaitu :

(1)Waktu pelaksanaan pelatihan; (2) Materi Pelatihan; (3) Lamanya pelatihan;

(4) Metode pelatihan; (5) Jadwal pelatihan.

3) Evaluasi

Kegiatan sosialisasi dan rekruitmen baby sitter membutuhkan waktu yang

cukup intensif. Artinya, pendekatan yang dilakukan dari satu keluarga ke keluarga

lain. Pola pendekatan yang dilakukan harus sesuai dengan fleksibilitas keluarga

yang dihadapi. Penjabaran mengenai program yang akan dilaksanakan secara jelas

dan dapat dipertanggungjawabkan, menjadi kunci berhasilnya ajakan pada

keluarga.

Pada umumnya, keluarga-keluarga yang didatangi, sangat tertarik dengan

model pelatihan dan ingin mengikutsertakan baby sitternya dalam program.

Kendala mengenai kesanggupan waktu menjadi kendala yang perlu disikapi

223

secara arif dan fleksibel. Penyesuaian waktu dan solusi terhadap permasalahan ini

menjadi salah satu masukan yang berarti dan menjadi bagian dari pengembangan

model pelatihan ini.

b. Program Rekruitmen tutor

Model pelatihan ini menempatkan posisi nara sumber yang dilakukan oleh

tutor. Adapun dalam kegiatan ini, dilakukan tahapan :

1) Perencanaan.

Pada tahap ini dilakukan beberapa hal, yaitu :

a) Menentukan panduan dan kriteria tutor

Tutor dalam pengertiannya disebut juga sebagai seorang pembimbing suatu

kegiatan pembelajaran dan berfungsi sebagai penentu arah serta model dari

pendidikan yang akan dilaksanakan dalam suatu kegiatan belajar mengajar yang

bersumber dari kemauan atau permintaan dari warga belajar itu sendiri. Sehingga

dengan adanya tutor keberhasilan proses pembelajaran sangat tergantung dari

keterampilan serta kecakapan seorang tutor menjadi seorang fasilitator dalam

proses belajar.

Adapun yang menjadi kualifikasi dari tutor adalah Sarjana Pendidikan

minimal S1, sehat, dan memiliki beberapa kompetensi yang dipersyaratkan, yaitu

memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi

pedagogik, dan kompetensi sosial. Adapun yang menjadi tugas yang menjadi

bagian keahliannya adalah (1) mampu mengidentifikasi perkembangan anak asuh

peserta pelatihan dengan mengacu pada standar tingkat pencapaian perkembangan

anak sesuai kelompok usia (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58

224

Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini); (2) mampu

memberikan materi tentang pengasuhan anak yang menunjang pada

perkembangan sesuai dengan usia; (3) mampu menyusun silabus pelatihan sesuai

dengan kurikulum pelatihan yang telah ditentukan oleh penyelenggara; (4) mampu

mengembangkan rencana pembelajaran sesuai dengan usia perkembangan anak

asuh peserta pelatihan saat itu; (5) mampu mengelola kegiatan pelatihan secara

menarik agar peserta pelatihan tidak jenuh; (6) mampu menjalin komunikasi yang

baik dengan peserta secara langsung maupun tidak langsung (media elektronik

misalnya : telepon, pesan singkat).

b) Merencanakan program seleksi tutor

Program seleksi tutor dilakukan dengan melakukan rekruitmen dan

pengumuman melalui brosur dan penyebaran informasi dalam lingkup lembaga

tertentu yang berkaitan dengan kompetensi tutor yang dibutuhkan, dalam hal ini

adalah tutor yang memiliki keahlian dan mampu menyampaiakn materi yang

berkaitan dengan unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA).

Program seleksi tutor lebih pada melihat curriculum vitae dan porto folio

yang ada serta melalui kegiatan wawancara mendalam dalam menimba

pengalaman yang sudah dilakukan oleh calon tutor. Kegiatan seleksi tutor ini

didasarkan pula pada berbagai informasi dan masukan yang menunjukkan bahwa

tutor tersebut memang berkompeten dalam memberikan materi dan

pembimbingan dalam peningkatan unit KOMPA.

225

2) Pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan beberapa hal yaitu :

a) Menyebarkan informasi dan rekruitmen tutor

Kegiatan ini dilakukan dengan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya

mengenai kebutuhan tutor untuk pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk

unit kompetensi mendukung perkembangan anak bagi baby sitter. Pada tahapan

ini, calon tutor yang memenuhi kriteria dipersilakan untuk melampirkan

curriculum vitae yang tersedia dan menyerahkan pada panitia penyelenggara.

b) Melaksanakan seleksi tutor dan penentuan tutor

Seleksi tutor dilaksanakan sebagai bagian dari pemenuhan perangkat yang

sangat penting dalam pelaksanaan pelatihan. Seleksi dilakukan melalui

pemeriksaan berkas-berkas curriculum vitae dan porto folio yang ada serta

melakukan wawancara mendalam dengan calon tutor. Berbagai masukan dan

diskusi dalam pemilihan pun dilakukan dengan pihak yang berkompetensi seperti

para ahli terkait.

3) Evaluasi

Kegiatan seleksi tutor pada prinsipnya berjalan dengan lancar dan

memberikan masukan bahwa tutor yang dilibatkan sebaiknya selain memiliki

pemahaman dalam materi mengenai peran pengasuhan anak dalam mendukung

perkembangan anak, juga tutor memiliki dasar-dasar pemahaman dalam mendidik

orang dewasa (andragogy) sehingga materi yang disampaikan dapat menjadi

efektif diterima dan efektif dalam penyampaiannya.

226

c. Program Rekruitmen fasilitator

1) Perencanaan

Program rekruitmen fasilitator adalah bagian yang paling penting dalam

penelitian ini. Hal ini dirasakan penting karena fasilitator akan menjadi ujung

tombak dari program pelatihan yang dilaksanakan. Fasilitator akan menjadi

seseorang yang langsung bersentuhan dan berinteraksi dengan peserta pelatihan

yaitu baby sitter, stake holders yaitu keluarga pengguna jasa dan juga anak yang

diasuh serta masyarakat lain sebagai bagian dari keluarga tersebut. Pentingnya

peran dari seorang fasilitator dalam pelatihan ini, maka dalam proses perencanaan,

dilakukan persiapan dari beberapa hal seperti :

a) Pola rekruitmen yang meliputi sasaran sosialisasi program untuk penerimaan

calon fasilitator

Dalam kaitan dengan sasaran fasilitator, maka ditetapkan area sasaran untuk

calon peserta seleksi fasilitator adalah wilayah yang dekat dengan kompetensi

yang dikembangkan yaitu unit kompetensi mendukung perkembangan anak (unit

KOMPA). Diantaranya yang menjadi sasaran awal adalah tenaga praktisi di

Yayasan Surya Kanti, praktisi pengajar anak usia dini, praktisi yang menggeluti

bidang kepengasuhan anak usia dini, yang juga memenuhi syarat administrasi

minimal sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

b) Penyusunan panduan fasilitator

Panduan fasilitator yang disusun, mengacu pada standar minimal seorang

fasilitator yang disesuaikan dengan kebutuhan dari pelatihan in-service berbasis

kompetensi. (Terlampir)

227

c) Penyusunan tim penyeleksi

Tim penyeleksi fasilitator dalam model pelatihan ini, terdiri dari tim ahli

dalam kepelatihan, tutor pelatihan, dan pengelola. Tim penyeleksi tersebut

melakukan diskusi dan kesepakatan untuk menentukan berbagai pola seleksi, isi

materi untuk seleksi, metode dan alur seleksi sehingga ada kesepahaman

mengenai pola dan kriteria fasilitator yang diharapkan.

d) Penyusunan instrumen penyeleksian fasilitator

Kegiatan seleksi mengacu pada panduan fasilitator dan syarat minimal

seorang fasilitator untuk pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk fokus

pada unit kompetensi mendukung perkembangan anak. Beberapa instrumen yang

disusun adalah:

- Soal tertulis esai (terlampir)

- Instrument psikotest terdiri dari soal pilihan ganda yang mengacu pada

kualifikasi yang dibutuhkan sebagai fasilitator pelatihan. (terlampir)

- Pedoman wawancara adalah pengembangan dari psikotest untuk memperkuat

jawaban psikotest yang sulit diukur dari jawaban psikotes.(terlampir)

- Wawancara (terlampir)

- Praktek

e) Menyiapkan administrasi; profil calon fasilitator, daftar hadir seleksi

Untuk tertib administrasi, maka profil calon fasilitator dan daftar hadir

seleksi harus disiapkan lebih dahulu. Profil fasilitator digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam proses wawancara.

228

f) Penyusunan agenda seleksi fasilitator

Dalam tahapan ini dilakukan penyusunan agenda seleksi untuk fasilitator.

Adapun yang menjadi susunan agenda kegiatan tersebut disusun ke dalam run

down kegiatan seleksi fasilitator untuk pelatihan in-service berbasis kompetensi

untuk baby sitter, sebagai berikut :

Tabel 4.7 Agenda Kegiatan

Penyiapan Fasilitator Pelatihan Baby sitter

NO KEGIATAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB

1 Sosialisasi program seleksi fasilitator dengan kriteria yang dibutuhkan

April 2011 Penyelenggara

2 Penyebaran syarat lamaran untuk menjadi calon fasilitator

Mei 2011 Penyelenggara

3 Penentuan batas waktu penerimaan berkas

20 Juni 2011 Penyelenggara

4 Penentuan waktu seleksi fasilitator

20 Juni 2011 Penyelenggara

5 Koordinasi dengan tim seleksi fasilitator

15 Juni 2011 Penyelenggara

6 Pelaksanaan seleksi 23 Juni 2011 Penyelenggara 7 Pengolahan hasil

seleksi dan pengumuman

24-30 Juni 2010 Penyelenggara

8 Pelatihan fasilitator 5-7 Juli 2011 Penyelenggara

2) Pelaksanaan

Seleksi calon fasilitator dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pengisian

soal tes tertulis esai, mengerjakan psikotest, dan wawancara serta praktek. Teknis

penyelenggaraan, untuk mengefektifkan waktu maka peserta yang sedang

229

mengerjakan soal esai, kemudian berdasarkan daftar hadir dilakukan pemanggilan

untuk melakukan wawancara. Wawancara dilakukan oleh tim penyeleksi yaitu

ketua pelaksana pelatihan dibantu oleh satu orang panitia dan panitia pengawas.

a) Agenda kegiatan seleksi

Penetapan fasilitator yang memenuhi kriteria seluruhnya dipanggil. Adapun

dalam seleksi ini, dari sekitar 15 orang peserta seleksi, maka ada 5 orang yang

bersedia melaksanakan tugas sebagai fasilitator. Penetapan fasilitator ditentukan

oleh tim penilai berdasarkan kualifikasi yang dibutuhkan, sehingga penyelenggara

pelatihan menetapkan lima orang fasilitator. Berikut adalah agenda kegiatan

seleksi, sebagai berikut :

Tabel 4.8 Agenda Kegiatan

Seleksi Fasilitator Pelatihan Baby sitter

WAKTU KEGIATAN TEMPAT PENANGGUNG JAWAB

09.00 – 09.30 Mengisi daftar hadir

Kelas Penyelenggara

09.30 – 10.30 Pembukaan Kelas Penyelenggara 10.30 – 12.00 Tes tertulis Kelas Penyelenggara

12.00 – 13.00 Ishola Mushola Penyelenggara

13.00-15.00 wawancara Kelas Penyelenggara

15.30 Penutupan Kelas Penyelenggara

b) Materi wawancara dan praktek

Materi wawancara dan praktek yang dilakukan dalam proses seleksi

fasilitator, yaitu : (1) Kesesuaian riwayat hidup secara lisan (latar belakang

keluarga, asal dan pekerjaan kegiatan saat ini, kegiatan pelatihan yang pernah

diikuti, pendidikan terakhir); (2) Komitmen waktu pada kegiatan fasilitasi; (3)

230

Keminatan pada anak; (4) Mengungkapkan pengalaman selama ini dengan anak-

anak dan berbagai kasus menarik; (5) Pemahaman pendekatan andragogis; (6)

Pemahaman karakter dari fasilitator. Dalam hal ini tim penilai hendaknya

memperhatikan calon fasilitator dengan mengobservasi beberapa hal berkaitan

dengan yang ada dibawah ini, yaitu sikap dan akhlak (cara bersalaman-

kepercayaan diri, cara duduk, cara menatap, gerak-gerik/bahasa tubuh,

penampilan/pakaian, sopan santun bersikap), cara berkomunikasi (gaya bahasa,

intonasi, memaksakan ide pribadi, demokratis); (7) Praktek, dimana dalam

tahapan ini peserta seleksi diminta untuk mempraktekkan cara memberikan

fasilitasi kepada baby sitter, dengan situasi diandaikan mereka sedang berada di

rumah keluarga bersama baby sitter, menghadapi kondisi tertentu. Seleksi praktek

ini telah meliputi berbagai hal yang utamannya berkaitan dengan keterampilan

dan kemampuan memfasilitasi, pemahaman andragogis, dan karakter yang

diharapkan sebagai fasilitator. Mengenai stimulasi pertanyaan yang diberikan

kepada fasilitator diantaranya diantaranya : (a) Menurut anda, pengasuhan untuk

mendukung perkembangan anak seperti apa yang tidak tepat diberikan baby sitter

kepada anak?; (b) Coba praktekkan/mensimulasikan cara anda mengarahkan baby

sitter yang kurang tepat dalam memberikan pengasuhan.

3) Evaluasi

Pada umumnya kegiatan seleksi fasilitator berjalan dengan baik dan lancar.

Kegiatan seleksi dengan jumlah peserta seleksi sekitar 15 orang dalam 1 hari

dirasakan cukup padat. Sehingga apabila kemudian jumlah peserta melebihi

231

jumlah tersebut, hendaknya dipertimbangkan penambahan jumlah penilai ataupun

jumlah hari penyeleksian.

d. Program penyiapan tenaga fasilitator melalui TOF (Training of Facilitator)

1) Perencanaan

Program ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan seleksi calon fasilitator.

Penyelenggaraan pelatihan untuk fasilitator ini dilakukan setelah pelaksanaan

seleksi. Fasilitator yang diundang dalam kegiatan tersebut adalah fasilitator yang

dianggap telah lulus seleksi untuk fasilitator yang telah dilaksanakan.

Pelaksanaan pelatihan untuk fasilitator dilakukan pada fasilitator yang telah

lulus seleksi dan dianggap telah siap menjadi fasilitator. TOF (Training of

Facilitator) adalah pelatihan yang dilaksanakan bagi fasilitator pelatihan baby

sitter. Pada umumnya kegiatan ini memiliki tujuan untuk menyiapkan tenaga

fasilittor yang dapat memfasilitasi baby sitter di tempat bekerja yaitu di keluarga.

Fasilitator yang melakukan tugas di keluarga diharapkan memiliki pemahaman

dan kemampuan dalam: a) Memahami perkembangan anak; b) Memahami

bagaimana memperlakukan anak; c) Mampu berkomunikasi dengan orang lain

secara luwes dan fleksibel; d) Mampu mendidik orang dewasa; e) Memahami

instrumen penilaian yang akan dikerjakan; f) Sopan santun dan dapat dipercaya;

g) Mampu berkomunikasi tepat dengan keluarga.

Program pelatihan untuk fasilitator ini meliputi kegiatan pelatihan yang

bersifat teori dan praktek. Hal ini mengandung makna bahwa para fasilitator

terpilih tersebut akan mendapatkan pelatihan dengan pendekatan pelatihan aktif

melalui kegiatan diskusi, demonstrasi dan eksplorasi suatu topik. Kegiatan

232

tersebut kemudian dilanjutkan dengan latihan praktek fasilitasi dalam

memfasilitasi baby sitter di keluarga. Dalam tahapan persiapan beberapa yang

dipersiapkan, yaitu :

a) Menyusun kurikulum, silabus, dan RPP pelatihan (terlampir)

b) Menyusun jadwal pelatihan Training of Facilitator (TOF) bagi calon

fasilitator

c) Menyiapkan sarana prasarana keluarga yang akan dijadikan tempat berlatih

praktek fasilitator

d) Menyiapkan kelengkapan administrasi seperti daftar hadir.

2) Pelaksanaan

Pelaksanaan TOF dilakukan dalam dua metode pelatihan, yaitu pelatihan

yang sifatnya kelas dan pelatihan yang sifatnya melalui latihan praktek.

Pelaksanaan pelatihan di kelas dilakukan dengan metode ceramah, diskusi, dan

demonstrasi selama 1 hari penuh. Sedangkan kegiatan latihan praktek dilakukan

langsung di rumah keluarga yang dijadikan tempat berlatih.

Kegiatan praktek dari pelatihan untuk fasilitator dilaksanakan dalam rangka

untuk dapat mengkondisikan kesiapan fasilitator dalam menghadapi situasi rumah

dan keluarga sebenarnya. Fasilitator dibekali dengan instrument yang akan

digunakan pada arena yang nanti akan dihadapi. Kesempatan ini dijadikan pula

sebagai arena peneliti melakukan ujicoba instrument sehingga untuk selanjutnya

instrumen teruji validitas dan reliabilitasnya.

Berikut ini adalah hasil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan

tersebut, yaitu:

233

a) Profil peserta fasilitator yang memenuhi panggilan dan telah lulus seleksi

Tabel 4.9 Profil Peserta Fasilitator

No Nama Fasilitator Pendidikan

Terakhir Pekerjaan Pengalaman

1 F Dju SMA (sedang kuliah)

Guru Tk dan Penanggung Jawab Program

1998-2003 di AJB Bumi Putera 1999-sekarang mengajar di TK

2 F YK SMA Guru TK / Tutor PAUD)

Tutor PAUD Tutor Keaksaraan Fungsional(KF)

3 F IJ D3-KA STMIK Bandung

Guru PAUD Az-zahra Aisyiyah 2

Guru SMA Negeri 6 Bandung Guru TK Saipullah Administrasi kontraktor Imanuel Bandung

4 F CH SPG Tutor Tutor PAUD Tutor Keaksaraan Fungsional Tutor Kesetaraan

5 F SA SMA Pengajar Tutor PAUD Tutor Keaksaraan Fungsional Tutor Kesetaraan Pengajar Privat

234

b) Pelatihan fasilitator di kelas

Kegiatan ini dilaksanakan melalui kegiatan orientasi 1 hari, yang

dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1011. Adapun mengenai materi yang

disampaikan adalah berkaitan dengan (1) materi umum pertumbuhan dan

perkembangan anak; (2) materi stimulasi perkembangan anak dalam lingkup

perawatan anak di rumah; (3) materi peran dan tugas fasilitator di keluarga dalam

memfasilitasi baby sitter serta etika fasilitasi di keluarga; (4) materi pembahasan

instrumen fasilitasi baby sitter di lapangan. (Jadwal terlampir)

c) Pelatihan fasilitator praktek di keluarga

Kegiatan praktek dalam pelatihan untuk fasilitator merupakan kelanjutan

dari kegiatan orientasi dan pelatihan yang dilaksanakan di kelas. Tujuan dari

pelatihan praktek untuk fasilitator di keluarga tersebut adalah : (1) Melatih situasi

fasilitasi dalam rumah; (2) Melatih komunikasi dengan keluarga; (3) Melatih

penerapan instrumen penilaian; (4) Melatih kegiatan fasilitasi pada baby

sitter/pengasuh untuk mengikuti sesuai materi dalam mendukung perkembangan

anak.

Pelaksanaan pelatihan praktek ini dilakukan secara individual oleh masing-

masing fasilitator. Mereka diberikan jadwal selama 5 jam untuk dapat hadir di

keluarga dan melakukan latihan fasilitasi. Dalam persiapan sebelum latihan

praktek, fasilitator dibekali dengan prosedur tahapan yang harus dilaksanakan dan

instrument yang harus dikerjakan dalam fasilitasi. Adapun tahapan yang harus

dilakukan adalah : (1) Memperkenalkan diri kepada keluarga sebagai fasilitator

untuk baby sitter/pengasuh; (2) Mengenali aktivitas baby sitter/pengasuh sehari-

235

hari; (3) Memperhatikan apa yang dilakukan baby sitter/pengasuh, mengacu pada

instrumen penilaian; (4) Memberikan penilaian yang dilakukan baby sitter dan

membuat catatan yang diperlukan (dilakukan sesaat sesudah fasilitasi agar tidak

menimbulkan kecurigaan); (5) Memberikan pendampingan sesuai materi stimulasi

mendukung perkembangan

3) Evaluasi

Kegiatan pelatihan untuk fasilitator pada umumnya secara proses berjalan

dengan baik dan lancar. Masa orientasi dan pelatihan di kelas selama 1 hari

dirasakan cukup karena pada dasarnya peserta fasilitator telah memiliki

pemahaman dasar mengenai isi materi fasilitasi. Kegiatan pelatihan lebih kepada

memberikan penguatan dengan melakukan diskusi, demonstrasi dan melakukan

eksplorasi kasus-kasus. Fokus utama dalam kegiatan pelatihan di kelas adalah

memberikan pemahaman pada peran dan tugas sebagai fasilitator di keluarga.

Kegiatan pelatihan praktek di keluarga, sangat membantu peserta fasilitator

dalam memberikan pemahaman dan pengalaman yang menyeluruh sebagai bekal

fasilitator melakukan tugas yang sebenarnya kemudian. Uji coba sekaligus latihan

praktek ini diketahui manfaatnya melalui kegiatan evaluasi fasilitasi. Hasil

evaluasi dari pengalaman peserta fasilitator, memberikan masukan dan perbaikan

dalam pola implementasi fasilitasi yang kemudian dilaksanakan. Adapun masukan

dari hasil pengalaman latihan praktek fasilitasi dari peserta fasilitator, adalah : a)

Penguatan bahwa sangat pentingnya memahami data base keluarga yang akan

dikunjungi, sehingga sebelum hadir di tempat fasilitasi/keluarga, fasilitator telah

memahami kondisi keluarga pengguna jasa, baby sitter/pengasuh anak, dan anak

236

yang diasuhnya; b) Keluarga sebaiknya mengetahui mengenai profil dan latar

belakang dari fasilitator yang akan memfasilitasi baby sitter di rumahnya; c)

Fasilitator harus memiliki persiapan dan kesiapan dalam pemahaman mengenai

standar perkembangan anak sesuai dengan usia anak yang akan difasilitasi, sesuai

dengan perkembangan usia anak; d) Target utama pada kedatangan pertama

adalah perkenalan diri dan saling mengenal secara sosial dan emosi, targetnya

adalah ada rasa aman, nyaman, dan bisa memebri manfaat pada keluarga; e)

Target lain dalam pertemuan pertama adalah mengidentifikasi pola keseharian

anak dan jam rutin anak per hari; f) Perlu dilakukan identifikasi bersama-sama

secara partisipatif dengan baby sitter dalam mengenal tingkat perkembangan

anak, sebagai sarana memperkenalkan baby sitter mengenai unit kompetensi

KOMPA; g) Identifikasi tersebut dilakukan dengan alamiah dan tidak

mencurigakan serta alamiah sesuai dengan situasi kondisi dan dengan melakukan

permainan dengan anak, artinya dilakukan secara informal; h) Suasana dalam

pertemuan pertama, hindari mengeluarkan kertas dan menulis serta alat perekam

lainnya, pendataan dilakukan sesaat setelah fasilitasi di luar rumah keluarga; i)

Fasilitasi harus diupayakan dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta

bersahabat, seolah-olah kita adalah tamu yang datang ke rumah tersebut; j) Waktu

kedatangan pertama di rumah, tidak terlalu lama, berikan kesan yang baik dan

menyenangkan pada pertemuan pertama (2-3 jam sudah cukup); (k) Penilaian

terhadap kinerja baby sitter sesuai standar, dilakukan tidak di hadapan keluarga

dan baby sitter.

237

Hasil kegiatan evaluasi dari kegiatan dan pengalaman dalam latihan kerja

tersebut menjadi masukan yang sangat berharga dalam pengembangan model

implementasi pelatihan in-service yang akan dilaksanakan yang kemudian

menjadi panduan fasilitasi di keluarga yang harus dijalankan oleh fasilitator di

lapangan keluarga yang sebenarnya.

e. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas

(off the job training)

1) Perencanaan

Ruang lingkup pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter

dalam setting kelompok di kelas ini dilaksanakan bagi baby sitter. Adapun

mengenai materi yang disampaikan adalah sekaitan dan mencakup unit

kompetensi mendukung perkembangan anak dalam pengasuhan anak dalam

mencapai tugas perkembangan berdasarkan kelompok usia.

Adapun materi pelatihan diarahkan pada pengertian perkembangan anak dan

cara pemberian stimulus pada setiap aspek perkembangan anak yaitu aspek fisik

(motorik kasar dan halus), kognitif, bahasa, sosial emosional.

Tujuan pelatihan yang dilaksanakan, secara umum adalah untuk

meningkatkan kompetensi baby sitter dalam menjalankan pekerjaannya sehingga

menjadi baby sitter professional dan juga bekal dalam meningkatkan

kesejahteraan hidup.

Sedangkan yang menjadi tujuan khusus adalah menjadikan baby sitter

mampu untuk : 1) mengidentifikasi kebutuhan perkembangan anak; 2) merancang

program pengasuhan harian, mingguan, bulanan dalam membantu anak dalam

238

mencapai standar perkembangan anak; 3) memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam

melaksanakan rancangan program yang telah disusun, sesuai dengan situasi dan

kondisi pada saat pengasuhan; 4) menilai tingkat pencapaian perkembangan anak

asuh.

2) Pelaksanaan

Pelatihan Baby sitter dalam setting kelas dalam kelimpok ini dilaksanakan

di Daarul Muthmainnah pada hari sabtu tanggal 9 Juli 2011. Peserta pelatihan

terdiri baby sitter yang berasal dari berbagai lembaga penyalur baby sitter maupun

mandiri yang berjumlah 10 orang dan fasilitator yang berjumlah 5 orang. Tempat

bekerja baby sitter berasal dari keluarga menengah ke atas, dimana rata-rata

orangtua anak sibuk karena pekerjaannya. Sebelum pelatihan dimulai, peserta

melakukan registrasi terlebih dahulu dengan mengisi daftar hadir dan mengisi

format biodata diri dan format biodata keluarga yang menjadi tempatnya bekerja.

Pelatihan dimulai dengan melakukan ice breaking yang dipimpin oleh Teh

Hani yang berasal dari pelatihan Daarut Tauhiid di departemen Santri Siap Guna

(SSG DT). Peserta diminta untuk membuat lingkaran dan melakukan perkenalan

terlebih dahulu, baik dari panitia, pemateri, fasilitator dan baby sitter. Perkenalan

dilakukan dengan menyebutkan nama, asal dan menyanyikan lagu untuk anak-

anak dengan menggunakan gayanya masing-masing. Setiap peserta diminta untuk

menghafalkan nama dan asal dari masing-masing peserta. Setelah peserta

diberikan lembaran kerja “3 menit” yang diberikan oleh pemateri yang berisi

tentang soal yang menanyakan kebiasaan sehari-hari. Peserta diberi waktu 3 menit

untuk mengerjakannya. Kemudian peserta diberikan ice breaking melempar

239

gulungan kertas kecil kedalam aqua gelas yang ada di depan mereka. kegiatan

tersebut bertujuan untuk melihat seberapa besar usaha kita untuk mencapai tujuan

yang kita inginkan dalam hidup. Peserta mulai melempar satu demi satu gulungan

kertas yang dimilikinya ke dalam gelas plastik yang ada di depannya sambil

mengucapkan keinginannya.

Setelah semua peserta merasa refresh dan semangat untuk mengikuti

pelatihan tersebut, barulah teh Hani menyampaikan materi tentang motivasi

menjadi seorang baby sitter atau pengasuh anak. Pada materi yang disampaikan

oleh teh hani tediri dari cara mengembangkan diri sebagai baby sitter yang

memiliki kemampuan diri dalam memotivasi dirinya.

Sebelum dilanjutkannya materi yang kedua, pemateri kedua meminta

peserta mengisi lembaran pre test tentang kemampuan kognitif peserta dalam

memahami perkembangan dan pertumbuhan anak yang mereka asuh. soal

dikerjakan pada saat istirahat untuk persiapan materi ke dua selama 15 menit.

Selanjutnya adalah materi ke dua tentang aspek perkembangan yang

dimiliki oleh anak usia dini. Peserta diberikan simulasi otak kanan dan otak kiri

dengan menggunakan jari kelingking dan jari jempol. Materi stimulasi pada anak

ini dibedakan berdasarkan usia anak kemudian pemateri melakukan metode brain

storming tentang aktivitas sehari-hari anak asuh mereka. Menganalisis tentang

semua aktivitas anak, dari mulai bangun tidur sampai dengan tidur kembali. Dan

mengklasifikasi anak berdasarkan usia.

Peserta dibagi kelompok dengan jumlah tiap kelompok 5 orang dan mereka

memilih usia anak asuh mereka. Satu persatu diminta memperagakan dan

240

mendemonstrasikan aktivitas yang dilakukan sehari-hari bersama anak asuhnya.

Untuk memudahkan proses demonstrasi, maka disiapkan anak yang menjadi

model untuk memudahkan peragaan.

Panitia membagikan kertas rancangan unjuk kerja baby sitter yang

didampingi oleh fasilitator untuk merencanakan program stimulasi yang akan

dilakukan. Pemateri menjelaskan tugas peserta, kemudian peserta mengisi bagian

kosong dalam rancangan unjuk kerja. Hasil peserta digabung dan didiskusikan

bersama. Pemateri memberi masukan jika masih ada yang belum terisi. Pelatihan

ditutup dengan makan malam bersama dan melakukan wawancara mendalam

kepada peserta (2 orang fasilitator dan 2 orang baby sitter). Wawancara dilakukan

untuk mengetahui kesan dan pesan untuk pelatihan tersebut.

3) Evaluasi

Kegiatan evaluasi dari pelatihan kepada baby sitter didapatkan dari peserta

baby sitter, peserta fasilitator, dan tutor. Adapun yang menjadi masukan dari

kegiatan pelatihan ini pada dasarnya adalah kegiatan berjalan dengan baik dan

lancar. Kesan dan pesan selama mengikuti pelatihan, umumnya mereka

mendapatkan tambahan pengetahuan yang juga dibuktikan dari hasil tes yang

dilakukan. Selain itu, dengan metoda pelatihan yang variatif, berupa diskusi,

permainan, demonstrasi dan kelompok kerja, dirasakan pelatihan sangat

menyenangkan dan tidak membosankan.

241

f. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran

individual di tempat bekerja (on the job training)

1) Perencanaan

Pelatihan in-service berbasis kompetensi di tempat bekerja dilaksanakan di

keluarga tempat baby sitter bekerja dengan fasilitasi dari fasilitator. Untuk

terlaksananya kegiatan ini, maka disusun berbagai hal yang berkaitan dengan :

a) Menyusun materi dan bahan ajar

Materi yang diberikan adalah meliputi materi-materi yang berkaitan dengan

unit kompetensi mendukung perkembangan anak, yang sudah lebih

dioperasionalkan dengan situasi kondisi pekerjaan di rumah. Dalam kaitan dengan

ini, peserta difasilitasi untuk dapat menyusun kegiatan harian dalam

pengurusannya dengan anak dan dibantu untuk dapat memberikan stimulasi

kepada anak asuhannya sesuai dengan kebutuhan dalam mengembangkan

perkembangan anak. Standar aspek perkembangan anak yang digunakan sebagai

patokan adalah yang ada pada permendiknas no. 58 tahun 2009. (Terlampir)

Kompetensi yang diharapkan ada pada baby sitter adalah ditunjukkan

dengan unjuk kerja dengan patokan standar kompetensi dalam unit mendukung

perkembangan anak yang telah disusun dan menjadi acuan dari pelatihan

ini.(Terlampir)

b) Menyusun skenario pelatihan on the job

Skenario pelatihan on the job disusun untuk dapat memberikan arahan

kepada fasilitator mengenai kegiatan apa yang harus dilakukan di lapangan.

242

Berikut adalah skenario pelatihan on the job yang menjadi arahan bagi fasilitator,

dalam melaksanakan kegiatan fasilitasi di keluarga, yaitu :

Tabel 4.10 Skenario Fasilitasi Baby sitter

oleh Fasilitator di Tempat Kerja

NO TAHAPAN KEGIATAN KETERANGAN 1. Persiapan

sebelum berangkat

a. Data base keluarga (orang tua, anak, baby sitter)

Profil keluarga

b. Menyiapkan pemahaman dan pengetahuan tentang aspek perkembangan sesuai dengan usia anak yang akan didatangi

Instrumen penilaian perkembangan anak

c. Penampilan fasilitator yang meyakinkan

� Pakaian sopan � Pakaian rapi

d. ID Card (kartu pengenal) � Profil fasilitator dan surat pengantar

e. Jadwal fasilitasi dan kejelasan alamat serta denah tempat tinggal

� Jadwal dan denah alamat yang jelas

2. Identifikasi a. Membuat kondisi nyaman dengan keluarga

� Membangun komunikasi yang baik � Memahami keinginan keluarga � Mengikuti pola pengasuhan (untuk

sementara) � Bersikap ramah � Tidak menggurui � Terbuka � Prinsip : Aku aman bagimu, aku

bermanfaat bagimu, aku menyenangkan bagimu

b. Mengidentifikasi tahapan perkembangan anak dengan mencobakan beberapa stimulasi

� Menggunakan instrumen penilaian perkembangan anak (terlampir), namun tidak mengeluarkan kertas sedikitpun

c. Mengidentifikasi pola keseharian anak (aktivitas anak)-cukup dihafalkan, diingat-ingat

� Jadwal bangun, mandi, makan, main, tidur

� Kebiasaan anak

d. Mengidentifikasi sikap baby sitter

� Bagaimana pengasuhan yang biasa dilakukan baby sitter

e. Mengidentifikasi stimulasi yang sudah dilakukan oleh baby sitter

� Stimulasi apa yang sudah dilakukan baby sitter?

f. Mengidentifikasi pengetahuan baby sitter (tumbuh kembang

� Apakah baby sitter mengetahui aspek perkembangan anak?

243

anak dan aspek-aspek perkembangan)

� Apakah baby sitter mengetahui kebutuhan anak sesuai usianya?

Segera mencatat hasil identifikasi, tanpa dilihat keluarga dan baby sitter

a. Menganalisis permasalahan (perkembangan anak, sikap baby sitter dan stimulasi yang sudah atau belum dilakukan)

� Apa saja kekurangan baby sitter? � Apa saja kesalahan yang dilakukan

baby sitter?

b. Merancang program fasilitasi sesuai masalah dan kebutuhan baby sitter

� Apa saja yang harus dilatihkan pada baby sitter?

� Bagaimana cara memberi pemahaman dan contoh pada baby sitter?

� Jadwal memberikan pelatihan c. Menyampaikan program kepada

keluarga

2. Fasilitasi pertama

a. Melaksanakan program pada baby sitter, mencontohkan apa yang harus dilakukan

b. Mengamati baby sitter melaksanakan apa yang menjadi program

c. Menilai aktivitas baby sitter sesuai instrument

Instrument penilaian baby sitter (terlampir)

3. Fasilitasi kedua

a. Melaksanakan program pada baby sitter, mencontohkan apa yang harus dilakukan

b. Mengamati baby sitter melaksanakan apa yang menjadi program

c. Menilai aktivitas baby sitter sesuai instrument

4. Fasilitasi ketiga

a. Melaksanakan program pada baby sitter, mencontohkan apa yang harus dilakukan

b. Mengamati baby sitter melaksanakan apa yang menjadi program

c. Menilai aktivitas baby sitter sesuai instrument

c) Menyusun instrumen penilaian baby sitter

Instrumen penilaian baby sitter yang digunakan adalah : (1) instrumen

dalam bentuk check list unjuk kerja baby sitter sesuai dengan standar kompetensi

244

untuk unit mendukung perkembangan anak. (Terlampir); (2) Ketercapaian dalam

upaya mencobakan stimulasi kepada anak asuhan, dengan demonstrasi dari

fasilitator; (3) Ketercapaian perkembangan anak sesuai dengan patokan

(Meskipun ini tidak menjadi ukuran yang utama).

d) Menyusun jadwal kegiatan fasilitasi dan pembagian tugas fasilitator pada

keluarga

Dalam menyusun jadwal kegiatan fasilitasi, dilakukan beberapa pengaturan

yang dianggap menajdi penting dan krusial dalam penentuan fasilitator siapa,

dimana dan kepada siapa. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah jarak

tempuh dari fasilitator pada alamat keluarga pengguna jasa tempat baby sitter

bekerja. Pertimbangan yang lain adalah dalam hal karakter fasilitator dan

kesesuaian dengan karakter baby sitter yang akan dilatih. Kegiatan pelatihan di

kelas, memungkinkan penyelenggara mengenal lebih jauh dan menentukan jadwal

agar kegiatan pelatihan dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan pelatihan on the

job kepada baby sitter yang dilakukan di rumah keluarga tempat baby sitter

tersebut bekerja di pengguna jasa, meliputi pengaturan sebagai berikut :

245

Tabel 4.11 Jadwal Fasilitasi kepada Baby sitter di keluarga

Nama Fasilitator

Nama Baby sitter

Asal Baby sitter

Alamat Keluarga Pengguna

Jasa/Pekerjaan

Usia anak yang diasu

h

Waktu Fasilitasi

I II III IV

F Dj SS LPK Bina

Mandiri

Jl. Bengawan Bandung/Kadivre POS V Indonesia

18 Bulan

Juli minggu

ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke-IV

Agts minggu

ke-I F YK US Muslima

h Center Daarut Tauhiid

Jl. Kota Mas Raya /Dokter

24 Bulan

Juli minggu

ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke IV

Agts minggu

ke I

F Dj YI Muslimah Center Daarut Tauhiid

Perumahan Bojong Koneng Makmur Timur /IT Perusahaan Swasta

36 Bulan

Juli minggu

ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke IV

Agts minggu

ke I

F SA DJ Yayasan Mutiara

Jl. Pakar Permai Bandung/Dokter Spesialis Bedah Jantung

7 Bulan

Juli minggu

ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke IV

Agts minggu

ke I

F S A SKh Mandiri Jl. Pakar Permai Bandung/ Dokter Spesialis Bedah Jantung

48 Bulan

Juli minggu

ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke IV

Agts minggu

ke I

F CH Ju

Mandiri Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD

18 Bulan

Juli minggu

ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke IV

Agts minggu

ke I F YK EN Mandiri Jl. Cisaranten

Kulon Bandung/TNI

30 Bulan

Juli minggu

ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke IV

Agts minggu

ke I F IJ SH Mandiri Venus Barat

Bandung/Swasta 36

Bulan Juli

minggu ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke IV

Agts minggu

ke I F CH CH Mandiri Jl. Jati Indah

Bandung/Dosen UNPAD

18 Bulan

Juli minggu

ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke IV

Agts minggu

ke I F IJ Ptr Mandiri Jl.Idiadimaja

Bandung/Swasta 48

Bulan Juli

minggu ke-II

Juli minggu ke-III

Juli minggu ke IV

Agts minggu

ke I

246

e) Menyusun instrumen evaluasi program

Keseluruhan program hendaknya dapat terevaluasi. Dalam hal ini perlu

disusun mengenai : (1) pedoman wawancara kepada keluarga pengguna jasa

mengenai peran dan kinerja dari fasilitator dan memfasilitasi pembelajaran

(terlampir); (2) pedoman wawancara kepada peserta baby sitter mengenai kesan

dan pesan dalam mengikuti fasilitasi dari fasilitator (terlampir); (3) pedoman

wawancara kepada keluarga pengguna jasa, baby sitter dan fasilitator mengenai

kesan dan pesan serta masukan bagi kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan.

(terlampir)

2) Pelaksanaan

Pelaksanaan pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk meningkatkan

profesionalisme baby sitter, dilakukan melalui pendekatan off the job dan atau on

the job training. Kegiatan on the job training, dilakukan oleh peserta pelatihan

(baby sitter) dalam lingkup tempat bekerja yang dalam hal ini adalah tempat

rumah keluarga tempat masing-masing bekerja. Berikut ini disajikan kegiatan

pelatihan on the job yang difasilitasi oleh fasilitator terhadap baby sitter di tempat

bekerja. (terlampir)

3) Evaluasi

Evaluasi dalam pelaksanaan pelatihan on the job training, dilakukan baik

dalam proses maupun melihat hasil yang dicapai oleh peserta pelatihan. Evaluasi

dilakukan oleh fasilitator dan juga user yaitu keluarga pengguna jasa. Evaluasi

proses dilakukan melalui wawancara dan juga dilakukan tes uji penampilan dalam

tiga fase berdasarkan standar kompetensi yang ada.

247

Hasil evaluasi pada setiap fase pada setiap baby sitter dan keluarga adalah

sebagai berikut :

a) Nama baby sitter : Cu

Nama Fasilitator : F CH

Hasil evaluasi didapatkan berupa identifikasi awal situasi dan kondisi serta

peran dan tugas baby sitter di rumah keluarga Ibu R, yaitu dikarenakan

ibunya adalah pengusaha, maka waktu bekerja disesuaikan dengan kondisi

anak. Artinya pola pengasuhan secara keseluruhan tetap didapatkan dari

kedua orang tua. Adapun apabila ibu harus keluar tumah, anak yang kembar

tersebut dan berusia 7 bulan tersebut, mengikuti program ibu. Diidentifikasi

bahwa anak dan baby sitter lebih sering berada di luar rumah daripada di

dalam rumah, yaitu mengikuti aktivitas ibu ke kantor. Baby sitter bertugas

hanya pada proses memandikan, makan dan tidur saja, tetap tetap

mendapatkan pengawasan dan arahan dari ibu. Harapan awal orang tua dalam

mengikuti program ini adalah diharapkan baby sitternya dapat semakin

kreatif sehingga dapat menambah pintar anak asuhnya. Orang tua ingin

anaknya pintar bahasa inggris, tetapi baby sitter tidak bisa berbahasa inggris

sehingga dimotivasi terus untuk terus belajar

Hasil identifikasi dan wawancara dengan baby sitter yang bersangkutan, dia

sangat senang bisa diikutkan dengan program ini, meskipun memang baby

sitter merasa tidak nyaman dan tertekan dengan permintaan orang tua untuk

penggunaan bahasa inggris. Baby sitter merasa tidak bisa mengasuh anak

dengan benar

248

Tantangan yang ada di keluarga ini, pada awalnya ibu R sangat tertutup dan

kurang terlalu merespon program yang ada, namun fasilitator terus berusaha

membuka komunikasi dengan pihak keluarga. Usaha ini masih terus

berlangsung dan akan terus ditingkatkan untuk menambah perhatian dan

kepercayaan dari orang tua.

Pada akhir fase pelaksanaan program, orang tua sangat senang dan merasa

ada peningkatan pada kedua anaknya. Baby sitter pun merasa lebih percaya

diri untuk dapat memberikan stimulasi pada anak yang diasuhnya. Rasa

kebanggaan dan puas kedua orang tua ini, ditunjukkan dengan memberikan

cindera mata pada fasilitator dan undangan untuk bisa datang pada saat lain

untuk memberikan program serupa.

b) Nama baby sitter : US

Nama Fasilitator : F YK

Hasil identifikasi awal, bahwa terlihat bahwa baby sitter kurang memberikan

stimulasi untuk mendukung perkembangan anak, anak terlihat ada masalah

dalam makan (makan 1,5 jam). Identifikasi menunjukkan bahwa anak perlu

ditingkatkan dalam perkembangan bahasa.

Hasil identifikasi akan kebutuhan pada aspek meningkatkan stimulasi dalam

perkembangan bahasa, menjadikan program disusun dalam rangka

meningkatkan perkembangan bahasa anak. Hal ini dilakukan dengan

mengarahkan dan membantu baby sitter semakin intens dalam mengajak anak

berkomunikasi, bernyanyi, bercerita dan berbicara.

249

Di akhir kegiatan, baby sitter sudah mulai dapat melakukan stimulasinya

sendiri meskipun masih harus dibantu. Tanggapan dari keluarga pengguna

jasa, dia merasakan baby sitternya mendapatkan banyak masukan yang

berharga. Memang dirasa ucu tidak terlalu bermasalah, hanya perlu

ditingkatkan sisi kreativitasnya dalam memberikan permainan dan mengajak

anak bermain. Sehingga peningkatan akan baby sitter dirasa cukup memadai.

Hasil wawancara dengan keluarga, fasilitator harus lebih ditingkatkan dalam

kemampuan berkomunikasinya. Baby sitter dan orang tua merasa kurang bisa

berkomunikasi dengan baik, meskipun tahu bahwa yang disampaikannya

adalah hal yang baik.

c) Nama baby sitter : EN

Nama Fasilitator : F YK

Hasil evaluasi awal, fasilitator menilai bahwa baby sitter cukup tegas dalam

memberikan aturan kepada anak, namun kurang konsisten. Artinya anak yang

berusia 2,5 tahun ada kalanya diminta membereskan mainannya sendiri, namun

pada saat yang lain dia lupa dan tidak menerapkannya. Perkembangan anak

asuh sudah cukup baik, hanya perlu ditingkatkan dalam perkembangan

kognitif, berupa warna-warna, meskipun belum pada batas akhir usia.

Keluarga sangat terbuka, baby sitter diperlakukan sebagai anggota keluarga

sendiri. Beban yang diberikan kepada baby sitter cukup berat dengan tugas

yang tidak hanya mengurus anak namun juga kegiatan rumah sehari-hari

lainnya. Meskipun memang pengaturan waktunya disesuaikan dengan jadwal

tidur dan istirahat anak ketika tugas rumah dilakukan.

250

Pada akhir fase, baby sitter sudah memahami apa yang harus dilakukan dalam

memberikan stimulasi kognitif kepada anak. Anak diajak untuk mengobservasi

warna benda yang ada di sekelilingnya dan memberikan pemahaman konsep

warna. Keluarga berpendapat bahwa terjadi peningkatan yang luar biasa pada

baby sitter. Gaya bahasa dan cara memilih bahasa yang digunakan serta

kelembutan, mulai ditingkatkan dibalik ketegasannya. Anak menjadi lebih

nyaman dan senang bermain dengan baby sitter. Anak terlihat semakin

berkembang dalam sisi perkembangan kognitifnya.

d) Nama baby sitter : Ju

Nama Fasilitator : F CH

Hasil evaluasi didapatkan berupa identifikasi awal situasi dan kondisi serta

peran dan tugas baby sitter di rumah keluarga Ibu R, yaitu dikarenakan

ibunya adalah pengusaha, maka waktu bekerja disesuaikan dengan kondisi

anak. Artinya pola pengasuhan secara keseluruhan tetap didapatkan dari

kedua orang tua. Adapun apabila ibu harus keluar tumah, anak yang kembar

tersebut dan berusia 7 bulan tersebut, mengikuti program ibu. Diidentifikasi

bahwa anak dan baby sitter lebih sering berada di luar rumah daripada di

dalam rumah, yaitu mengikuti aktivitas ibu ke kantor. Baby sitter bertugas

hanya pada proses memandikan, makan dan tidur saja, tetap tetap

mendapatkan pengawasan dan arahan dari ibu. Harapan awal orang tua dalam

mengikuti program ini adalah diharapkan baby sitternya dapat semakin

kreatif sehingga dapat menambah pintar anak asuhnya. Orang tua ingin

251

anaknya pintar bahasa inggris, tetapi baby sitter tidak bisa berbahasa inggris

sehingga dimotivasi terus untuk terus belajar

Hasil identifikasi dan wawancata dengan baby sitter yang bersangkutan, dia

sangat senang bisa diikutkan dengan program ini, meskipun memang baby

sitter merasa tidak nyaman dan tertekan dengan permintaan orang tua untuk

penggunaan bahasa inggris. Baby sitter merasa tidak bisa mengasuh anak

dengan benar

Tantangan yang ada di keluarga ini, pada awalnya ibu R sangat tertutup dan

kurang terlalu merespon program yang ada, namun fasilitator terus berusaha

membuka komunikasi dengan pihak keluarga. Usaha ini masih terus

berlangsung dan akan terus ditingkatkan untuk menambah perhatian dan

kepercayaan dari orang tua.

Pada akhir fase pelaksanaan program, orang tua sangat senang dan merasa

ada peningkatan pada kedua anaknya. Baby sitter pun merasa lebih percaya

diri untuk dapat memberikan stimulasi pada anak yang diasuhnya. Rasa

kebanggaan dan puas pengguna jasa ditunjukkan dengan memberikan cindera

mata pada fasilitator dan undangan untuk bisa datang pada saat lain untuk

memberikan program serupa.

e) Nama baby sitter : SS

Nama Fasilitator : F Dju

Hasil identifikasi awal, baby sitter memiliki tugas yang cukup berat, terutama

setelah pukul 1 siang, karena 2 kakaknya datang, sehingga ia dibebani dengan

3 anak yang tergolong manja. SS mengasuh 3 anak (2,5 tahun, kelas 1 SD dan

252

4 SD). Pola didik keluarga, sepenuhnya diserahkan pada baby sitter. Ibu dari

anak ada di rumah, namun sibuk dengan kegiatan sebagai istri dari pejabat di

kantor sehingga tidak memiliki waktu khusus dengan anak. Perkembangan

anak terlihat sangat mengkhawatirkan terutama dalam sisi perkembangan

sosial dan emosi. Pada usianya, dia belum mampu buang air besar dan kecil di

kamar mandi. Tidak ada teguran dari orang tua agar anak mandiri. Nilai

agama pun terlihat kurang dimiliki oleh baby sitter dan tidak ada budaya

penanaman nilai yang terlihat di keluarga.

Program disusun untuk bagaimana baby sitter dapat memberikan stimulasi

untuk meningkatkan kemandirian anak, sosialisasi dan emosi anak. Namun

dalam pelaksanaan program tidak seluruhnya mulus dapat dilaksanakan.

Meskipun begitu baby sitter terlihat ada upaya peningkatan kemampuan

dengan pemahaman setelah mengikuti pelatihan. Pengguna jasa lebih sering

tidak ada di rumah, namun pada prinsipnya keluarga sangat senang dan

mendukung program ini. Keluarga khususnya ibu sangat terbuka dan

memberikan keleluasaan fasilitator untuk dapat memberikan arahan pada baby

sitter.

Hasil evaluasi akhir terlihat ada perkembangan bahasa pada anak asuh. Anak

tertarik dengan media untuk melakukan stimulus mengembangkan

perkembangan anak. Baby sitter yang awalnya malas mengeluarkan mainan

pada saat waktu main anak, dengan motivasi dan dukungan, ternyata anak

sangat menikmati permainan yang ada.

253

f) Nama baby sitter : YI

Nama Fasilitator : F Dju

Hasil identifikasi awal terlihat bahwa baby sitter sangat pasif sekali, artinya

dia kurang kreatif dan sangat pendiam. Dukungan keluarga dan orang tua

dalam program ini sangat besar. Baby sitter didukung untuk terus mengikuti

program dengan baik. Perkembangan anak, cukup baik, artinya anaknya

kreatif dan cerdas, terlihat pula banyakntya sarana dan media belajar dan

bermain anak seperti buku dan mainan yang lengkap.

Program disusun untuk dapat meningkatkan keaktifan dan bahasa baby sitter

kepada anak. Anak yang aktif dan cerdas, akan sangat baik bila didukung

dengan pengasuh yang juga mendukung kemajuan anak. Perkembangan sosial

emosi dan kemandirian masih harus ditingkatkan dengan kenyataan bahwa

anak belum mau buang air besar di kamar mandi. Berbagai upaya dilakukan

untuk dapat memotivasi anak melakukannya. Kekurangan baby sitter yang

lain adalah dia kurang memberikan pembiasaan kebersihan dan kerapihan,

terkadang langsung tidur setelah main ke luar rumah, tanpa cuci kaki dulu.

Baby sitter menyadari kekurangannya diantaranya kurang kreatif, kurang

komunikasi dengan anak dan perlu ilmu dan pembiasaan pada saat makan

anak agar tidak sambil berjalan karena jika makan sedang duduk sebenarnya

bisa.

Pada akhir kegiatan dan evaluasi didapatkan bahwa baby sitter sangat senang

bisa mendapatkan bimbingan langsung. Karakter yang pendiam dan kaku,

dengan adanya masukan dia ebrsaha untuk bisa bekerja lebih baik lagi dengan

254

anak. Terlihat oleh orang tua bahwa sudah ada upaya upaya dari baby sitter

untuk dapat mengajak anak lebih kreatif, mengajak makan di dalam rumah,

membiasakan buang air besar di kamar mandi, dan lebih sering mengajak anak

mengobrol.

g) Nama baby sitter : DJ

Nama Fasilitator : F SA

Hasil identifikasi awal, baby sitter sudah cukup berpengalaman kerja.

Dukungan dari keluarga yang cukup baik, sangat menyambut program ini.

Hasil identifikasi awal, ditemukan bahwa perkembangan anak pada dasarnya

sudah cukup berkembang, namun perlu ada dukungan lebih lanjut dalam

stimulasi pada perkembangan fisik anak. Kesibukan ibu sebagai dokter anak,

menjadikan tidak ada kesempatan beliau untuk melihat proses fasilitasi.

Namun dalam satu kesempatan, ibu dari anak asuh mengikuti program

pelatihan dan ikut mendengarkan arahan dari fasilitator serta stimulasi yang

diberikan kepada anak.

Proses pelatihan berjalan dengan baik, dan baby sitter semakin merasa ingin

tahu pada materi yang disampaiakan oleh fasilitator. Baby sitter semakin aktif

bertanya dan mencoba berbagai materi stimulus yang diberikan. Anak abisha

yang masih berusia 7 bulan, distimulasi agar mulai mau merangkak dan

duduk.

Di akhir fase, hasil evaluasi menunjukkan bahwa baby sitter, sangat baik

perkembangannya, artinya dengan dukungan usia dan tingkat kematangannya,

materi stimulasi dapat diterima dengan mudah dan ada keinginan untuk

255

mempraktekannya. Orang tua pun merasa senang dan puas dalam program

pelatihan yang dilaksanakan.

h) Nama baby sitter : SKh

Nama Fasilitator : F SA

Hasil identifikasi awal, sambutan keluarga sangat terbuka dalam pelaksaan

pelatihan bagi baby sitter ini. Bahkan orang tua berharap baby sitternya dapat

meningkat kemampuannya karena dirasakan dia masih sangat hijau dan

kurang pengalaman. Anak yang berusia 4 tahun, terlihat masuh belum mampu

mandiri, yang terlihat masih menggunakan pampers, tidak bisa berganti

pakaian sendiri dan tidak mau mencoba makan sendiri. Kedala dalam proses

pelatihan adalah baby sitter dan anak yang sudah sekolah, lebih sering di luar

rumah, sehingga intensitas lamanya pertemuan menjadi kurang maksimal.

Meskipun begitu baby sitter sangat bersemangat untuk belajar dan bertanya.

Pada akhir fase pelatihan, terlihat bahwa baby sitter sudah lebih percaya diri

dalam melakukan dampingan dan pengasuhan pada anak. Baby sitter menjadi

lebih paham pada aspek perkembangan anak dan memiliki alternatif cara dan

stimulasi yang dapat dilakukan untuk dapat mendukung perkembangan anak.

i) Nama baby sitter : Ptr

Nama Fasilitator : F IJ

Hasil evaluasi pada fase awal, baby sitter yang dilatih masih sangat muda dan

belum berpengalaman. Dia mengasuh anak usia 4 tahun. Dalam melihat

perkembangan anak, memang anak sudah memiliki tingkat perkembangan

256

yang cukup sesuai dengan standar perkembangan yang ada, namun terkadang

dalam sisi sosial emosinya masih harus dibangun.

Program pelatihan yang dirancang lebih mengarah pada bagaimana baby

sitter dapat memberikan stimulasi dalam mendukung sosial emosi anak,

khususnya dikarenakan anak cukup ekstrim mengungkapkan tangisannya

apabila ada permasalahan. Dukungan keluarga yang sangat baik, membuat

fasilitator sangat leluasa memberikan arahan dan masukan pada baby sitter.

Baby sitter pun semangat mengikuti program.

Pada akhir fase, baby siiter sudah lebih matang dan memiliki kepercayaan diri

dalam memberikan pengasuhan pada anak. Anak asuh pun terlihat lebih

tenang dan tidak terlalu beremosi apabila menemukan permasalahan.

j) Nama baby sitter : SH

Nama Fasilitator : F IJ

Hasil evaluasi pada fase awal, diketahui bahwa baby sitter ini masih sangat

muda dan belum berpengalaman. Baby sitter belum sepenuhnya diberikan

tanggung jawab mengasuh anak yang berusia 3,5 tahun. Ibu anak baru

memiliki adik bayi sehingga intensitas ibu di rumah sangat tinggi, meskipun

perhatiannya sudah tertuju pada adik bayi. Perkembangan anak pada dasarnya

sudah cukup baik, namun pada masa ini dia harus diberikan pemahaman akan

hadirnya adik yang baru.

Program disusun untuk memberikan stimulasi dalam bahasa, kreatifitas dan

kognitif anak sehingga pada akhirnya baby sitter diajak untuk sejak awal

memahami seluruh aspek perkembangan anak. Metoda pemberian pelatihan

257

dengan dukungan keluarga yang sangat baik, memungkinkan dilakukan

semacam kuliah pengantar awal dalam aspek perkembangan anak. Selanjutnya

pola contoh dan suri tauladan dari fasilitator, sert arahan dan dukungan

dilakukan pada baby sitter

Pelaksanaan pelatihan, sepenuhnya diikuti pula oleh orang tua atau ibu anak

yang memang ada selalu di sekitar pelatihan. Tanggapan keluarga dan orang

tua pada akhir pelatihan, adalah dirasakan kegiatan ini sangat baik dan

bermanfaat juga termasuk bagi orang tua. Harapannya adalah kegiatan serupa

bisa terus dilakukan dan ditingkatkan intensitas waktunya sehingga bisa lebih

lama dari 1 bulan.

Berdasarkan hasil evaluasi keseluruhan maka, dalam pengembangan

program ini, tahapan yang dilakukan fasilitator setelah fase awal ke fase

selanjutnya secara umum adalah :

a) Mengevaluasi hasil identifikasi awal mengenai pola keseharian anak, sikap

baby sitter, pengetahuan baby sitter, dan unjuk kerja yang dilakukan baby

sitter.

b) Menyusun hasil evaluasi dan deteksi perkembangan anak, serta sikap dan

pengetahuan serta unjuk kerja baby sitter

c) Menyusun solusi dari permasalahan dan kekurangan yang ada, dengan

menyajikan program stimulasi yang menarik dan dapat dilakukan di rumah

tersebut.

d) Program yang ditawarkan tersebut, akan dikomunikasikan kepada keluarga

untuk selanjutnya dapat diterapkan pada pertemuan selanjutnya

258

Fase selanjutnya, pada umumnya dilakukan dengan :

a) Bina suasana dan refreshing perkenalan dengan seluruh anggota rumah

b) Mulai memberikan arahan dengan memberi contoh pada baby sitter

c) Mendiskusikan berbagai hal mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak

d) Baby sitter dimotivasi untuk juga mencoba melakukan stimulasi dan sikap

serta komunikasi yang tepat sesuai arahan program

e) Melakukan penilaian secara tidak terbuka, mengenai upaya dan kesulitan

baby sitter dalam melakukan program serta evaluasi pelaksanaan

pendampingan secara umum

f) Catatan yang harus dilakukan baby sitter di rumah kepada anak menjadi

catatan program di rumah tersebut untuk mengisi kekurangan yang ada

g) Perubahan dilakukan secara bertahap.

5. Efektivitas model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam

meningkatkan profesionalisme baby sitter

Implementasi model pelatihan telah dilaksanakan dalam beberapa tahapan

program yang dilaksanakan. Adapun untuk mengetahui keefektifan dari pelatihan,

dilakukan pula uji efektifitas untuk mengetahui keefektifan model pelatihan in-

service berbasis kompetensi untuk meningkatkan profesionalisme baby sitter. Uji

efektivitas dalam satu kelompok ini dilakukan melalui pengujian berulang/time

series desain.

Pelatihan yang dilakukan dalam kurun waktu dua bulan ini, dibagi menjadi

tiga fase dalam penilaian. Untuk dapat mengukur keefektifan model pelatihan ini

maka uji efektivitas yang dilakukan meliputi dua tahap analisis, yaitu pertama,

259

melalui analisis korelasi antara variabel X dan variabel Y pada setiap fase dan

kedua, analisis korelasi hasil pelatihan antar fase.

Untuk analisa pertama yaitu dengan analisa korelasi pada setiap fase

pelatihan dilakukan dengan analisis korelasi antara variabel bebas (persepsi

mengenai model pelatihan in-service berbasis kompetensi) dan variable terikat

(profesionalisme baby sitter) sedangkan analisis kedua, dilakukan dengan melihat

uji beda hasil pelatihan yaitu profesionalisme baby sitter (variabel Y) antar fase.

a. Hasil Skor variabel X dan variabel Y

Proses pengumpulan data tentang persepsi peserta pelatihan terhadap

pelaksanaan model pelatihan in-service berbasis kompetensi (variabel X)

diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.12 Persepsi Terhadap Model Pelatihan

No Peserta X1 X2 X3 1 DD 55 57 64 2 EN 63 65 65 3 US 59 60 62 4 YI 54 59 64 5 SKh 53 57 62 6 Ju 55 55 60 7 SS 54 58 54 8 SN 52 54 63 9 CH 51 57 62 10 Ptr 53 52 57

RATA-RATA 54.90 57.40 61.30

Tabel di atas menunjukkan perolehan skor mengenai persepsi baby sitter

terhadap model pelatihan yang mengalami peningkatan dari setiap fase pelatihan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Peningkatan Persepsi terhadap M

Selanjutnya adalah mengukur variabel

selama proses pelatihan. Namun untuk melihat kompetensi awal

sebelum mengikuti pelatihan, peneliti melakukan pre

Y0 , kemudian test pertama setelah pelatihan disebut Y

Adapun perolehan data sebagai berikut :

No 1 DD2 EN 3 US4 YI 5 SKh 6 Ju

7 SS

8 SN

9 CH

10 Ptr

RATA

Bagan 4.4 Peningkatan Persepsi terhadap Model Pelatihan

tnya adalah mengukur variabel Y yaitu profesionalisme

selama proses pelatihan. Namun untuk melihat kompetensi awal

sebelum mengikuti pelatihan, peneliti melakukan pre-test yang hasilnya disebut

test pertama setelah pelatihan disebut Y1,selanjutnya Y

Adapun perolehan data sebagai berikut :

Tabel 4.13 Profesionalisme Baby sitter

Peserta Y0 Y1 Y2 Y3

D 75.75 76.75 77.00 80N 75.75 77.50 78.00 81.25S 76.50 82.00 83.00 86.25

YI 66.75 69.75 71.25 80Kh 66.25 68.50 68.75 73.75

Ju 57.50 61.00 57.50 72.5SS 64.50 65.75 66.50 70.75SN 63.75 66.00 66.75 74.75CH 53.75 58.75 60.50 68.5

tr 60.75 62.00 62.75 67.75RATA-RATA 66.13 68.80 69.20 75.55

260

profesionalisme baby sitter

selama proses pelatihan. Namun untuk melihat kompetensi awal baby sitter

test yang hasilnya disebut

,selanjutnya Y2, dan Y3.

Y3 80

81.25 86.25

80 73.75 72.5 70.75 74.75 68.5 67.75 75.55

Terlihat adanya peningkatan rata

sudah termasuk dengan fase nol yaitu hasil pre

dapat dilihat pada gambar

Peningkatan profesionalisme

b. Uji efektifitas model dalam setiap fase

Berdasarkan data tersebut maka dilakukan

melihat korelasi antara persepsi

kompetensi (variabel X

setiap fase, mulai dari fase pertama, fase kedua dan fase ketiga. Pengkodean untuk

fase pertama adalah X

sedangkan untuk fase ketiga adalah X

variabel y dihitung menggunakan

aplikasi SPSS 17.0. Perhitungan yang dilakukan menghasilkan perolehan data

sebagai berikut :

Terlihat adanya peningkatan rata-rata skor peserta selama empat fase

sudah termasuk dengan fase nol yaitu hasil pre-test. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Bagan 4.5 Peningkatan profesionalisme Baby sitter

efektifitas model dalam setiap fase

Berdasarkan data tersebut maka dilakukan uji efektivitas model dengan

melihat korelasi antara persepsi mengenai model pelatihan in-

variabel X) dengan profesionalisme baby sitter (variabel Y

setiap fase, mulai dari fase pertama, fase kedua dan fase ketiga. Pengkodean untuk

fase pertama adalah X1 dengan Y1, untuk fase kedua yaitu X2

fase ketiga adalah X3 dengan Y3, Korelasi antara

menggunakan rumus Spearmen Brown dengan

. Perhitungan yang dilakukan menghasilkan perolehan data

261

rata skor peserta selama empat fase

test. Untuk lebih jelasnya maka

s model dengan

-service berbasis

variabel Y) dari

setiap fase, mulai dari fase pertama, fase kedua dan fase ketiga. Pengkodean untuk

dengan Y2, dan

antara variabel x dan

dengan menggunakan

. Perhitungan yang dilakukan menghasilkan perolehan data

262

1) Fase 1 : Perolehan analisis statistik dalam korelasi antara persepsi mengenai

model pelatihan dan profesionalisme baby sitter (Analisis Korelasi X1

dengan Y1)

Correlations

X1 Y1

Spearman's rho X1 Correlation Coefficient 1.000 .679*

Sig. (2-tailed) . .031

N 10 10

Y1 Correlation Coefficient .679* 1.000

Sig. (2-tailed) .031 .

N 10 10

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Nilai sig (2-tailed) sebesar 0,031 adalah < 0.05 maka data tersebut

memiliki korelasi yang siginifikan. Dimana berdasarkan penghitungan data di atas

diperoleh nilai sig (2-tailed) yaitu 0,031<0,05 maka X1 memiliki korelasi yang

signifikan terhadap Y1 dengan besar korelasinya adalah sebesar 0,679.

2) Fase 2 : Perolehan analisis statistik dalam korelasi antara persepsi mengenai

model pelatihan dan profesionalisme baby sitter (Analisis korelasi X2 dengan

Y2 )

263

Correlations

X2 Y2

Spearman's rho X2 Correlation Coefficient 1.000 .706*

Sig. (2-tailed) . .023

N 10 10

Y2 Correlation Coefficient .706* 1.000

Sig. (2-tailed) .023 .

N 10 10

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Melihat hasil tersebut maka dihasilkan nilai sig (2-tailed) < 0.05, yaitu

0,023<0,05. Artinya bahwa X2 memiliki korelasi yang signifikan terhadap Y2.

Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi

mengenai model pelatihan in-service berbasis kompetensi pada fase kedua (X2)

dengan profesionalisme baby sitter pada fase kedua (Y2), dengan besar koefisien

korelasi sebesar 0,706.

3) Fase 3 : Perolehan analisis statistik dalam korelasi antara persepsi mengenai

model pelatihan dan profesionalisme baby sitter (Analisis Korelasi X3

dengan Y3)

264

Correlations

X3 Y3

Spearman's rho X3 Correlation Coefficient

1.000 .728*

Sig. (2-tailed) . .017

N 10 10

Y3 Correlation Coefficient

.728* 1.000

Sig. (2-tailed) .017 .

N 10 10

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Melihat hasil tersebut maka dihasilkan nilai sig (2-tailed) < 0.05 artinya data

tersebut memiliki korelasi yang siginifikan, berdasarkan penghitungan data di atas

diperoleh nilai sig (2-tailed) yaitu 0,017<0,05. Artinya bahwa X3 memiliki

korelasi yang signifikan terhadap Y3. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang signifikan antara persepsi mengenai model pelatihan in-service

berbasis kompetensi pada fase ketiga (X3) dengan profesionalisme baby sitter

pada fase ketiga (Y3), dengan besar koefisien korelasi sebesar 0,728.

c. Uji efektifitas model dengan uji beda antar fase

Uji keefektifan kedua adalah dengan melakukan uji beda dari

profesionalisme baby sitter antar fase. Analisis uji beda antar fase dihitung dengan

menggunakan tes non parametrik dengan distribusi bebas karena jumlah

responden kurang dari 30 orang, sehingga menggunakan friedman test.

265

Data perolehan hasil tes dari mulai pre-tes, tes pada fase satu, tes pada fase

dua, dan tes pada fase tiga untuk 10 orang peserta pelatihan, diperoleh hasil

sebagai berikut :

Tabel 4.14 Profesionalisme Baby sitter

No Peserta Y0 Y1 Y2 Y3 1 DD 75.75 76.75 77.00 80 2 EN 75.75 77.50 78.00 81.25 3 US 76.50 82.00 83.00 86.25 4 YI 66.75 69.75 71.25 80 5 SKh 66.25 68.50 68.75 73.75 6 Ju 57.50 61.00 57.50 72.5 7 SS 64.50 65.75 66.50 70.75 8 SN 63.75 66.00 66.75 74.75 9 CH 53.75 58.75 60.50 68.5

10 Ptr 60.75 62.00 62.75 67.75 RATA-RATA 66.13 68.80 69.20 75.55

Berdasarkan data yang ada, dihitung dengan menggunakan SPSS 17.0

diketahui hasil sebagai berikut :

Friedman Test

Ranks

Mean Rank

pretest 1.05

satu 2.10

dua 2.85

tiga 4.00

266

Test Statisticsa

N 10

Chi-Square 28.091

Df 3

Asymp. Sig. .000

Interpretasi hasil pengolahan data adalah sebagai berikut :

1) Data variabel Y adalah signifikan jika nilai sig (2-tailed)<0,05.

2) Data variabel Y adalah tidak signifikan jika nilai sig (2-tailed)>0,05.

Berdasarkan hasil pengolahan data melalui friedman test yang dilakukan

atas hasil capaian kompetensi dalam tiap fase, dihasilkan data chi-square sebesar

28.091 dan nilai probabilitas 0,00 (lebih kecil dari 0,05), sehingga kesimpulannya

adalah bahwa data-data tersebut memiliki perbedaan yang signifikan antar fase.

Berdasarkan data capaian kompetensi yang menunjukkan profesionalisme

baby sitter pada beberapa fase tersebut maka dihasilkan bahwa mean rank dari

pre-test sebesar 1,05, tes fase satu sebesar 2,10, tes fase dua sebesar 2,85, tes fase

tiga sebesar 4,0. Maka dapat dikatakan terdapat perbedaan yang positif dari pretest

sampai fase akhir dari model pelatihan yang dilaksanakan, artinya ada

peningkatan capaian sehingga pelatihan ini dapat dikatakan efektif.

Berdasarkan hasil implementasi model yang telah dilaksanakan, maka

dihasilkan beberapa perubahan dari bagan model konseptual sebelumnya menjadi

bagan visualisasi model implementasi sebagai berikut :

267

Bagan 4.6 Model Akhir Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi

Dalam Meningkatkan Profesionalisme Baby sitter

B. Pembahasan

Model pelatihan ini dapat terbentuk dan terlaksana atas dukungan dan

proses pendalaman yang cukup intens. Peneliti melakukan berbagai diskusi

dengan beberapa ahli dalam dunia pendidikan dan pelatihan, ahli dalam

perkembangan anak, praktisi pelatihan, keluarga, baby sitter/pengasuh, juga

rekan-rekan kolega yang sama-sama berkecimpung di dunia pendidikan luar

sekolah. Hambatan dan tantangan tentunya sangat banyak dan beragam. Penelitian

PROSES PELATIHAN

PERANGKAT

PENDUKUNG

- Waktu

- Uang

- Materi

pembelajaran

- Peralatan

- Teknologi

- Partner

(Lembaga

Penyalur

Tenaga Baby

sitter),

penyandang

dana, pengambil

keputusan dan

kebijakan.

- Penyiapan tim

pelatih (tutor

dan fasilitator)

melalui

rekruitmen dan

pelatihan

RAW

INPUT

BABY

SITTER

YANG

SUDAH

BEKERJA

Pre-

Test

Belum

tercapai

IMPACT

BABY

SITTER

PROFESI

ONAL

MASUKAN

LAIN

DUKUNG

AN

KELUAR

GA

PENGGU

NA JASA

Post

Test

Pembelajaran

Berbasis Pengalaman

Pembelajaran

Berbasis Masalah

OUTPUT

MENING

KAT

UNIT

KOMPA

KOMPETENSI UNIT KOMPA (KOMPETENSI

MENDUKUNG PERKEMBANGAN ANAK) YANG

DIJADIKAN STANDAR DALAM PELATIHAN

PEMBELAJAR

AN

KELOMPOK

DI KELAS

(Off the job)

TUTOR

PEMBELAJAR

AN

INDIVIDUAL

DI KELUARGA

(on the job)

FASILI

TATOR

268

ini berawal dari mulai bulan Juli 2010 sampai dengan masa akhir implementasi

model pelatihan di bulan Agustus 2011.

Pada rentang waktu tersebut, pada bulan Agustus 2010 sampai dengan

November 2010, peneliti mendapat kesempatan mengikuti program Sandwich-like

di University of Sydney, Australia. Bekal pengalaman dan referensi yang dibawa

dari sana menjadi bahan diskusi dengan promotor, co-promotor dan anggota untuk

terus dilakukan kajian dalam menghasilkan model ini. Pada akhirnya, dengan

upaya penekunan dan keyakinan yang tidak berhenti, implementasi model dapat

terlaksana mulai persiapan di bulan Maret 2011 dan berakhir di bulan Agustus

2011.

Peneliti berusaha mengkaji lebih dalam mengenai model pelatihan yang

tepat dan efektif dalam menghasilkan tenaga pengasuh anak di rumah khususnya

baby sitter. Tantangan yang cukup beragam, mulai dari keterbatasan waktu baby

sitter, keterbukaan keluarga, dan berbagai pendekatan dan komunikasi dalam

penyelenggaraan pelatihan, juga penyiapan fasilitator yang efektif, menjadi kajian

peneliti.

Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa anak usia dini adalah tonggak

utama pembangunan sumber daya manusia. Di samping itu, keluarga merupakan

institusi dan lembaga pertama yang utama bagi pertumbuhan dan perkembangan

anak. Keyakinan ini menjadi dasar peneliti bahwa kepengurusan anak di dalam

rumah di keluarga adalah menjadi pilar penting dalam pembentukan manusia.

Perhatian ini membawa semangat bagi peneliti untuk melakukan peningkatan

269

kemampuan pada tenaga kerja baby sitter yang saat ini sedang bekerja di keluarga

melalui model pelatihan ini.

Untuk dapat melengkapi kajian yang sebelumnya telah disampaikan, dalam

bagian pembahasan ini akan disampaikan uraian mengenai beberapa hal yang

berkaitan dengan kondisi empiris model-model pelatihan bagi penyiapan tenaga

kerja baby sitter dan kompetensi baby sitter yang ada, model konseptual,

implementasi dan uji efektivitas model. Hasil analisis peneliti ini merupakan

berbagai kajian dari hasil kondisi empiris yang terjadi yang dihubungkan dengan

berbagai dukungan kajian teoritis. Berikut disampaikan pembahasan dalam

pokok-pokok bahasan sebagai berikut :

1. Kondisi Empirik model-model pelatihan bagi penyiapan tenaga kerja

baby sitter dan profesionalisme baby sitter

Model Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi bagi baby sitter terbentuk

setelah melalui berbagai kajian dari kondisi empirik yang terjadi. Studi

pendahuluan dilakukan pada beberapa lembaga pelatihan untuk baby sitter yang

ada di kota Bandung dan juga berdasarkan hasil kajian dokumen yang terkait

dengan penyelenggaraan pelatihan baby sitter di beberapa lembaga di Jawa Barat.

Berdasarkan studi pendahuluan melalui kondisi empirik yang disampaikan

diatas mengenai kondisi ketenagaan baby sitter di Indonesia serta standar

kompetensi yang berlaku dan kompetensi baby sitter yang ada, maka dilakukan

analisa SWOT. Berikut merupakan paparan identifikasi dari SWOT (Strength,

Weakness, Opportunity and Threat) yang terjadi dalam lingkup permasalahan ini

sebagai berikut :

270

a. Kekuatan, meliputi : 1) Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa

baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja; 2)

Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada

pelayanan bagi anak usia dini, menjadikan lembaga pelatihan yang ada dapat

menjadi penyedia jasa baby sitter yang professional; 3) Keluarga pengguna

jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga

baby sitter; 4) Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-

keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri;

5) Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan

tenaga kerja baby sitter; 6) Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi

dalam asrama di lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu

calon pengguna jasa.

b. Kelemahan, meliputi : 1) Kompetensi baby sitter belum memuaskan

pengguna jasa; 2) Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi

tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan; 3) Kurikulum

yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada

pengasuhan non-fisik anak; 4) Setiap lembaga memiliki kurikulum yang

bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama; 5)

Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan

mereka melalui program pelatihan; 6) Kurangnya pengawasan dan ketegasan

serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga

kerja (Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga

pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu

271

dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan

nasional; 7) Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan

pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan

penghargaan yang sepadan; 8) Sumber daya manusia yang ahli sangat

terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang

berkualitas; 9) Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan

yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk

lembaga penyedia jasa baby sitter); 10) Belum ada kerjasama dengan mitra

perguruan tinggi

c. Peluang, meliputi : 1) Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja

membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di

tempat bekerja; 2) Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman,

serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat

digunakan; 3) Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga

pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak; 4)

Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan

pendidikan anak; 5) Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk

tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga; 6) Komitmen

yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi

anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam

tataran keluarga; 7) Standar gaji baby sitter terhitung relative cukup besar

dibandingkan dengan pembantu rumah biasa; 8) Lembaga pelatihan dapat

bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan

272

program; 9) Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan

kerjasama termasuk dengan pihak keluarga

d. Tantangan, meliputi : 1) Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby

sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada

upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga

khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain;

2) Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa

pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada jasa

baby sitter; 3) Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan

tindakan amoral kepada anak asuhannya; 4) Lembaga sertifikasi profesi baby

sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang

dikembangkan; 5) Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk

penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan

masyarakat yang ada

Hasil identifikasi dari berbagai potensi tersebut diatas, dilakukan analisa

SWOT yang pada akhirnya melahirkan strategi-strategi untuk model pelatihan

yang dibangun. Berbagai strategi yang didapatkan adalah sebagai berikut :

a. Tenaga baby sitter yang telah bekerja masih perlu ditingkatkan kompetensinya.

b. Pelatihan dengan pendekatan berbasis masalah melalui individual learning

perlu dilakukan untuk menjadikan baby sitter professional.

c. Pelibatan tenaga lain (perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, juga

keahlian lainnya) perlu dilibatkan dalam membangun kompetensi di pelatihan

baby sitter professional

273

d. Sarana dan prasarana yang ada, termasuk keluarga pengguna jasa dijadikan

tempat berlatih sekaligus bekerja baby sitter

e. Perlu ada upaya negosiasi dengan pemerintah untuk mulai memperhatikan jasa

pengasuhan anak di rumah.

f. Baby sitter yang belum dapat menunjukkan kompetensi professional

membutuhkan dukungan pelatihan in-service

g. Standar kompetensi yang menjadi kebutuhan pengguna jasa perlu dibangun

menjadi basis dari pelatihan

h. Standar kompetensi dan kurikulum yang dibangun, harus memperhatikan anak

secara holistik, tidak hanya aspek fisik namun juga non-fisik anak

i. Perlu dibangun sosialisasi dan program yang didukung pemerintah mengenai

jasa kepengurusan anak di rumah sehingga menjadi sebuah bidang kerja yang

diinginkan.

j. Lembaga pelatihan dan pemerintah harus terkoordinasi dan dapat saling

bekerja sama dalam melayani masyarakat dan kepentingan anak usia dini

k. Kebutuhan masyarakat yang besar akan jasa baby sitter, harus didampingi oleh

pemerintah dalam penetapan standar, prosedur dan metode pelatihan juga

dukungan biaya dalam lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan

l. Tingginya perhatian pemerintah dan internasional pada pendidikan anak,

menjadi kesempatan bagi industri sektor penyedia jasa pengasuhan anak di

rumah untuk melakukan pembenahan diri.

m. Penilaian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk bidang kerja baby sitter

perlu dikuatkan dengan penetapan standar kompetensi yang disepakati bersama

274

n. Pihak pengelola pelatihan dan keluarga pengguna jasa dapat bekerja sama

untuk melaksanakan program pembinaan melalui pelatihan on the job dalam

meningkatkan kompetensi baby sitter yang telah bekerja dengan pola

koordinasi yang diatur dengan baik

o. Standar kompetensi kerja bagi baby sitter harus diatur mekanisme dan

sosialisasinya agar menjadi milik dari seluruh penyelenggara pelatihan dan

asesor penilai

p. Berbagai pihak, pemerintah, perguruan tinggi dan industri penyedia jasa tenaga

kerja baby sitter harus bekerja sama dalam mewujudkan profesionalisme baby

sitter

Strategi-strategi tersebut di atas, untuk selanjutnya menjadi bagian yang

menyatu dengan model pelatihan yang dibangun, sesuai dengan konteks yang

dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan dalam peningkatan kemampuan

kerja baby sitter.

2. Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi dalam

meningkatkan profesionalisme baby sitter

Model pelatihan bagi baby sitter ini dikarenakan bagi baby sitter yang

sudah bekerja, maka dikatakan sebagai model pelatihan in-service. Kompetensi

sebagai inti dari target capaian sesuai dengan standar yang dibangun, maka model

pelatihan in-service ini berbasis kompetensi.

Tujuan dari pelatihan ini secara keseluruhan adalah meningkatkan

profesionalisme baby sitter, artinya pengasuh anak dapat diakui profesinya

275

sebagai sesuatu yang sangat penting bagi pembangunan sumber daya manusia dan

masa depan bangsa Indonesia ada pada baby sitter sebagai mitra keluarga dalam

memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak, khususnya anak usia dini dengan

masa golden age dalam lingkup rumah.

Tahap pengembangan meliputi desain model konseptual mengenai model

pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter, validasi desain model,

perbaikan desain model, uji coba pemakaian dan revisi model kembali. Pada

tahap awal, pengembangan model pelatihan dikaji berdasarkan kebutuhan

lapangan dan berbagai kajian teoritis dan konseptual. Model pelatihan yang telah

tersusun secara konseptual kemudian mendapatkan masukan dan tanggapan dari

stakeholders, diantaranya praktisi lembaga pelatihan terkait, baby sitter melalui

forum diskusi, para akademisi dan ahli di bidang pelatihan serta bidang

pendidikan anak usia dini.

Model konseptual ini tentunya mendapatkan tanggapan dan saran yang

sangat bermakna bagi perbaikan model konseptual. Para akademisi memberikan

beberapa masukan sekaitan dengan alur pelatihan, penggunaan istilah asing,

proses pelatihan dan berbagai komponen dalam program yang perlu

disempurnakan.

Adapun masukan dari para praktisi dan penyelenggara pelatihan lebih

memberikan komentar mengenai berbagai hal yang terkait dengan proses

penyelenggaraan pelatihan, diantaranya adalah mengenai berbagai tantangan

dalam merekrut dan mendapatkan ijin untuk kegiatan pelatihan.

276

Berbagai masukan yang ada menjadi bahan bagi revisi model konseptual

sehingga dapat dirancang dan dipikirkan berbagai hal sekaitan dengan pola model

secara gambar dan juga antisipasi penyelenggaraan program yang akan

dilaksanakan. Pada prinsipnya adalah model konseptual pelatihan in-service

berbasis kompetensi bagi baby sitter dapat menjadi salah satu alternatif program

dan model pelatihan yang dapat dilaksanakan dalam lingkup yang menjadi fokus

sasaran penelitian.

Desain model konseptual dari pelatihan in-service berbasis kompetensi ini

melalui proses yang cukup panjang yaitu melalui tahapan pengelolaan pelatihan.

Konsep pengelolaan pelatihan secara umum menurut Djudju Sudjana, meliputi

kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. (Sudjana,

1998:186). Adapun dalam pelatihan berbasis kompetensi, mensyaratkan adanya

standar kompetensi yang menjadi acuan. Menurut Zainudin Arif (1990:75) model

pelatihan yang berorientasi pada kompetensi diawali dengan pengumpulan

informasi mengenai standar kompetensi baby sitter dan kompetensi baby sitter

yang ada dengan melibatkan stake holders, yaitu lembaga pelatihan yang melatih

dan menyalurkan baby sitter serta dukungan keluarga pengguna jasa baby sitter.

Untuk menyusun rancangan model pelatihan ini, dilakukan berbagai tahapan

sebagai berikut yaitu :

a. Melakukan identifikasi dan pengumpulan informasi mengenai standar

kompetensi baby sitter yang ideal dan kebutuhan kompetensi yang ada, dari

keluarga pengguna jasa serta baby sitter yang bekerja di keluarga.

277

b. Melakukan penyusunan tujuan pelatihan yang akan dilaksanakan yang

meliputi kompetensi yang akan dituju yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap

dan nilai.

c. Menyusun kurikulum pelatihan, yang melingkupi berbagai komponennya

seperti tujuan yaitu kompetensi dan kriteria unjuk kerja, silabus dan rpp,

materi, media, metode, alokasi waktu dan evaluasi pembelajaran.

d. Melakukan penyiapan delivery system program pelatihan, dimulai dari

sosialisasi kepada lembaga/stake holders yang berkaitan dan akan dilibatkan

dalam pelaksanaan uji coba pelatihan in-service bagi baby sitter, pendekatan

kepada keluarga yang menggunakan jasa baby sitter atas referensi dari

lembaga penyalur, pendekatan kepada baby sitter yang sedang bekerja

melalui berbagai cara.

e. Melakukan persiapan delivery system dalam pembelajaran, yang dilakukan

dengan melakukan koordinasi dengan tutor mengenai strategi pembelajaran

dalam pelatihan sampai pada penyusunan skenario pembelajaran, melakukan

pelatihan untuk fasilitator, menyusun panduan bagi tutor dan fasilitator

f. Melakukan persiapan untuk evaluasi dan uji coba keefektifan model,

dilakukan dengan menyiapkan berbagai format evaluasi, mulai dari format tes

tulisan, format panduan observasi dan panduan wawancara yang sesuai untuk

penyelenggaraan pelatihan.

Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan mengenai sebuah sistem

pelatihan in-service berbasis kompetensi yang komprehensif menurut Rycus

(2000) dapat dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :

278

a. Mendefinisikan target peserta pelatihan, yang dalam penelitian ini

mengandung makna menyusun, melakukan validasi dan menetapkan standar

kompetensi yang akan menjadi acuan.

b. Melakukan analisis tugas dalam pekerjaan

Tujuan utama dari pelatihan inservice berbasis kompetensi adalah

mendukung ketercapaian “praktek terbaik”, sehingga penting sekali untuk

mendefinisikan dan menggabungkan baik standar unjuk kerja yang

merefleksikan “best practice” dan aktivitas-aktivitas pekerjaan yang penting

untuk membutuhkan “best practice” tersebut. Best practice ini digali melalui

identifikasi kebutuhan kompetensi yang dilakukan oleh peneliti. Hasil dari

penelusuran ini menghasilkan kejelasan akan kebutuhan praktis dari

pengguna jasa juga baby sitter mengenai kompetensi yang benar-benar

dibutuhkan dan menjadi prioritas.

c. Membangun Kompetensi-kompetensi

Kompetensi adalah seperangkat elemen-elemen yang terdiri dari pengetahuan

dan keterampilan yang dibutuhkan dalam mengefektifkan penampilan dari

sebuah tugas pekerjaan. Seseorang yang kompeten memiliki kemampuan dari

pengetahuan dan keterampilan yang menjadi syarat untuk pemenuhan

penampilan dalam pekerjaannya.

Untuk memenuhi ini disusun kompetensi berdasarkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap serta nilai yang harus ditunjukkan oleh baby sitter

yang telah dilatih. Karakteristik dari pelatihan in-service berbasis kompetensi

adalah bahwa kumpulan kompetensi-kompetensi menunjukkan semua

279

komponen-komponen dari sistem pelatihan termasuk penilaian kebutuhan

pelatihan individual, identifikasi dan seleksi kurikulum pelatihan, penilaian

dan seleksi pelatih, pengembangan perencanaan pelatihan, dan aktivitas

pembelajaran. Hal ini menjadikan peneliti sangat serius dalam membangun

kompetensi yang akan dijadikan acuan sampai pada format penilaian serta

kurikulum yang harus disusun. Hasil pekerjaan ini dituangkan dalam format

penilaian unjuk kerja, struktur kurikulum, sub indikator capaian, jadwal dan

berbagai format lainnya untuk mendukung proses perencanaan dalam

pelatihan. (terlampir)

d. Penilaian kebutuhan pelatihan individu (Individual Training Need

Assessment/ITNA)

Pada tataran ini, dibutuhkan pula identifikasi kebutuhan secara individu dari

masing-masing peserta pelatihan. Peneliti melakukan kajian dan pendekatan

secara khusus dengan pihak keluarga pengguna jasa untuk dapat menggali

apa yang menjadi inti permasalahan dari tenaga kerja tersebut. Identifikasi ini

termasuk digali dari sisi peserta pelatihan yaitu baby sitter mengenai berbagai

hal yang berkaitan dengan permasalahan, kesulitan, ketidakpahaman, dsb.

Tujuannya adalah dapat memetakan kondisi real serta kebutuhan secara

individu sehingga diharapkan pelatihan dapat menjawab apa yang menjadi

kebutuhan praktisnya tersebut dalam menjalankan pekerjaan.

e. Identifikasi dan Pemilihan kurikulum

Kurikulum adalah menjadi jantungnya pelatihan sehingga kegiatan ini dapat

dilaksanakan dengan baik. Unit kompetensi mendukung perkembangan anak

280

(KOMPA) ditetapkan sebagai unit kompetensi yang akan dikembangkan.

Penyusunan materi, metoda dan media serta evaluasi pelatihan mengacu pada

tujuan pembelajaran berupa kompetensi yang telah disusun sebelumnya.

f. Mengembangkan perencanaan pelatihan

Pada tahapan ini, dilakukan berbagai persiapan sekalitan dengan delivery

system dalam pelatihan yang akan dirancang. Persiapan ini dimuali dari

persiapan sosialisasi, rekruitmen peserta, penyiapan berbagai perangkat

pelatihan seperti tutor dan fasilitator, sampai pada persiapan sarana dan

prasarana pelatihan, bahkan berbagai instrument untuk memandu dan menilai

pelatihan menjadi kajian peneliti.

g. Menyelenggarakan Pelatihan

Penyelenggaraan pelatihan merupakan puncak pelaksanaan model ini.

Pelaksanaan pelatihan dalam model ini tidaklah langsung diselenggarakan,

namun karena model perlu dilakukan melalui beberapa kali uji coba, maka

peneliti melakukan semacam uji coba terbatas dari model pelatihan in-service

berbasis kompetensi bagi baby sitter ini dalam tataran yang mikro.

Maksudnya adalah untuk mengujicobakan berbagai perangkat yang ada dan

telah dipersiapkan.

h. Mengimplementasikan aktivitas pembelajaran/Transfer of Learning

Aktivitas pembelajaran dalam pelatihan berbasis kompetensi ini

menggunakan pendekatan mastery learning dan experiential learning.

Pendekatan ini mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran adalah

menjadi aktif dalam pembelajaran, dimana peserta benar-benar melaksanakan

281

pelatihan secara langsung dengan mengalami dan dilakukan drill atau latihan

secara terus menerus sampai dapat terkuasainya kompetensi tersebut.

Peningkatan dalam capaian kompetensi, diasumsikan sebagai sebuah proses

menjadi lebih baik yang menjadi ukuran bahwa pelatihan ini dapat dikatakan

efektif dan dapat dikembangkan lebih lanjut.

i. Melakukan evaluasi dan balikan

Kegiatan evaluasi dan balikan dalam penelitian ini dilaksanakan dalam 3 fase.

Artinya pada setiap fase dilakukan evaluasi baik mengenai proses

pelatihannya maupun hasil capaian kompetensi dari peserta pelatihan. Fase

dalam pelatihan ini mengikuti patokan per-minggu.

Elemen-elemen di dalam sebuah sistem pelatihan in-service berbasis

kompetensi yang disampaikan dalam Rycus (2000) sejalan dengan apa yang

disampaikan pada kajian disertasi Weatherman (1976). Berbagai sumber tersebut

menekankan bahwa dalam penyelenggaraan pelatihan in-service, akan mengalami

beberapa tahapan penting yang meliputi berbagai hal di bawah ini, yaitu :

a. Menilai kebutuhan kompetensi, tahapan ini meliputi deskripsi pekerjaan

bersamaan dengan analisis kenyataan secara lokal dan nasional.

b. Memspesifikasikan kompetensi, tahapan ini meliputi menyusun pernyataan

kompetensi dan memberikan laporan dilapangan sejauh mana pentingnya

kompetensi ini dalam pekerjaan

c. Menjelaskan komponen-komponen kompetensi, tahapan ini ditentukan

elemen kompetensi, urutan dan kriteria unjuk kerja sebagai performance yang

harus ditunjukkan dalam pekerjaan

282

d. Mengidentifikasi prosedur pencapaian kompetensinya, dimana pada tahapan

ini ditentukan isi, metode, materi dari program pelatihan.

e. Membangun penilaian, meliputi proses menspesifikkan kriteria dan ukuran

dari kompetensi yang akan dilihat/dinilai. Ini adalah tahapan yang paling

penting dalam mendesain program pelatihan berbasis kompetensi.

Hambatan dan tantangan yang ada dalam pelaksanaan penelitian dan uji

coba model ini dijadikan kesempatan bagi peneliti untuk dapat dipelajari

mengenai berbagai hal yang belum dipahami. Uji coba pemakaian model

pelatihan pun dilakukan dalam rangka mencobakan model pelatihan in-service ini,

sekaligus pula uji coba instrumen yang akan digunakan dalam skala uji coba

pelatihan yang lebih luas. Berbagai hal yang perlu diperbaiki untuk dapat

sempurnanya pelatihan ini dilakukan agar dapat menghasilkan hasil yang optimal.

3. Implementasi model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam

meningkatkan profesionalisme baby sitter

Model pelatihan ini dapat menggunakan pendekatan mastery learning.

Dalam pendekatan ini, beberapa variabel yang digunakan oleh pendidik yaitu : 1)

variabel petunjuk; 2) penguatan, 3) partisipasi siswa, 4) umpan balik dan 5)

koreksi. Variabel-variabel tersebut digambarkan oleh Bloom sebagai kegiatan

mengajar yang berkualitas. Menurut teori ini, jika fitur pengenalan terhadap siswa

(aspek kognitif dan afektif siswa) yang terkait dengan kegiatan mengajar adalah

positif dilakukan, maka hasil belajar akan mencapai tingkat yang tinggi. Dengan

283

hasil yang tinggi tersebut maka perbedaan antara para siswa akan berada di

tingkat minimum (Sever, 1997:55).

Model pelatihan ini menggunakan cara-cara yang menjadi variable dalam

pendekatan mastery learning tersebut, dimana yang dilakukan adalah 1) variable

petunjuknya adalah target capaian kompetensi yang jelas dan terperinci secara

jelas. Perangkat ini menjadi kejelasan tujuan dan petunjuk yang dapat diikuti,

disertai modul pelatihan yang sederhana dan jelas; 2) penguatan dilakukan secara

intens, karena pelatihan dilakukan langsung di tempat bekerja baby sitter; 3)

partisipasi peserta pelatihan ditunjukkan dengan kegiatan pelatihan on the job

yang mana peserta memang melakukan aktivitas pekerjaaan disana; 4) umpan

balik dalam model pelatihan ini dilakukan dalam tiap kali dilakukan kegiatan

fasilitasi oleh fasilitator. Berbagai masukan dan saran serta pertanyaan dari

kesulitan dalam program pelatihan yang dilaksanakan dapat langsung ditanyakan

pada fasilitator. Peserta pelatihan dapat menanyakan segala kesulitan dan

permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan dan dapat langsung ditunjukkan

cara menyelesaikannya; 5) koreksi dalam model pelatihan ini tentu saja dapat

dengan mudah dan langsung diberikan oleh fasilitator pelatihan, sesuai dengan

apa yang perlu dikoreksi. Pelatihan yang dilakukan evaluasi proses secara fase

per-minggu sangat memungkinkan koreksi secara umum per fase pun dapat

dilakukan.

Pendekatan mastery learning ini apabila dilakukan dalam sebuah pelatihan,

menurut (Mulyasa, 2002:97) maka meliputi beberapa persyaratan, yaitu :

284

a. Secara jelas menyebutkan tujuan yang mewakili maksud kursus; maksudnya

dalam penelitian ini telah dilakukan penetapan tujuan dari pelatihan melalui

penetapan standar kompetensi yang akan dituju.

b. Kurikulum dibagi menjadi unit-unit pembelajaran yang relatif kecil, masing-

masing unit terdiri dari tujuan dan penilaian sendiri; Penelitian ini telah

menyusun standar kompetensi yang dapat dijadikan acuan, namun

keterbatasan penelitian akan waktu, tenaga dan biaya, maka atas dukungan

berbagai pihak, fokus penelitian lebih pada satuunit kompetensi yaitu unit

kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA).

c. Bahan pembelajaran bahan dan strategi pengajaran diidentifikasi, meliputi

pengajaran, model, praktek, evaluasi formatif, mengajar kembali, penguatan,

dan termasuk evaluasi sumatif;

d. Setiap unit diawali dengan tes diagnostik singkat, atau penilaian formatif;

e. Hasil tes formatif digunakan untuk memberikan instruksi tambahan, atau

kegiatan korektif untuk membantu pelajar mengatasi masalah.

Dikatakan juga bahwa pengembangan kurikulum, mastery learning tidak

berfokus pada konten, namun pada proses untuk menguasai itu. Hal ini

menjadikan peneliti mengumpulkan berbagai bahan materi berdasarkan berbagai

sumber yang ada, dan dilakukan proses pelatihan yang sangat fleksibel. Fasilitator

sebagai salah satu sumber belajar, modul yang ada, lembar tugas yang disiapkan

serta penilaian kompetensi, menjadi alat yang digunakan untuk mendukung

tercapainya kompetensi serta penggalian materi pelatihan yang disiapkan.

285

Pendekatan ini dikombinasikan pula dengan pendekatan pembelajaran

melalui pengalaman yang menurut Andresen, Boud & Cohen dalam Folley

(2000:103), EBL didasarkan pada seperangkat asumsi tentang belajar dari

pengalaman. Seperangkat asumsi yang diidentifikasi oleh Boud et al. (1993:87)

yaitu: 1) Pengalaman adalah dasar dan stimulus untuk belajar; 2) Pembelajar aktif

membangun pengalaman mereka sendiri; 3) Peserta didik adalah proses holistik;

4) Belajar dikonstruksi secara sosial dan kultural; 5) Belajar dipengaruhi oleh

konteks sosioemosional di mana ia terjadi. Model pelatihan ini menggunakan

setting di kelas dan juga setting di tempat bekerja yaitu di rumah keluarga tempat

bekerja. Peneliti menggunakan asumsi yang digunakan oleh Boud et al, bahwa

pengalaman adalah menjadi dasar dan stimulus untuk belajar artinya pengalaman

yang telah dialami oleh baby sitter dalam dunia pekerjaannya menjadi dasar dari

apa yang akan mereka pelajari di dalam pelatihan. Pelatihan di kelas,

menggunakan teknik refleksi dari apa yang telah mereka alami di dunia pekerjaan

untuk dapat digali apa yang perlu diperbaiki dan apa yang harus ditingkatkan.

Khususnya dalam unit KOMPA, baby sitter diajak untuk merefleksikan, cara

pengasuhan seperti apa yang mereka lakukan kemudian dibukakan mengenai

berbagai hal yang selayaknya dilakukan dalam kepengasuhan kepada anak.

Peserta pelatihan diharapkan dapat merefleksikan kegiatan sehari-hari mereka

dengan format yang ada, untuk dikaji apa yang perlu ditingkatkan dari kegiatan

pengasuhan yang telah mereka lakukan.

Pembelajaran melalui pengalaman menuntut tiga faktor yang masing-

masing dapat beroperasi, pada tingkat tertentu, yaitu :

286

a. Keterlibatan seluruh orang, baik dalam kecerdasan, perasaan dan indera.

Misalnya, dalam pembelajaran melalui permainan peran (role plays) dan

permainan, proses bermain atau bertindak yang biasanya melibatkan

pemikiran, beberapa atau lain melibatkan indera dan berbagai perasaan.

Belajar terjadi melalui semua kegiatan ini. Kegiatan ini dilakukan dalam

pelatihan dalam setting kelas. Peserta pelatihan dilibatkan dalam berbagai

permainan untuk memotivasi belajar mereka, bahkan mereka dilibatkan untuk

mendemonstrasikan berbagai tindakan yang harus dilakukan dalam

kepengasuhan pada anak asuhnya dengan menggunakan anak sebagai

“boneka” dalam bermain peran tersebut.

b. Pengakuan dan menggunakan secara aktif semua pengalaman hidup

pembelajar yang relevan dan pengalaman belajar. Dimana belajar baru akan

bisa berhubungan dengan pengalaman pribadi, artinya diturunkan dan

diintegrasikan ke dalam nilai-nilai pemahaman dari pembelajar. Untuk factor

ini, peserta baby sitter diberikan kesempatan untuk merefleksikan berbagai

pengalaman yang telah dihadapi. Untuk baby sitter yang hanya mengikuti

pelatihan di tempat bekerja, kegiatan ini dilakukan di tempat bekerja, dengan

juga merefleksikan kegiatan-kegiatan sehari-hari yang dilakukan kepada

anak. Artinya baby sitter merefleksikan agenda jadwal anak sehari-hari secara

tertulis, sehingga dapat terlihat pada jam mana saja stimulasi untuk

mendukung perkembangan anak pada aspek mana dan pada saat mana, dapat

dilakukan.

287

c. Refleksi yang berkelanjutan pada pengalaman sebelumnya dalam rangka

untuk menambah dan mengubah menjadi pemahaman yang lebih dalam. Hal

ini dilakukan dalam model pelatihan ini dengan adanya kesempatan untuk

melakukan refleksi dalam pelatihan pada setiap fase pelatihan yang

dilakukan.

Pendekatan lain yang digunakan untuk melengkapi pendekatan mastery

learning dalam penelitian ini maka digunakan pula pola pendekatan dari

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Gagasan utama dari

Problem based Learning (PBL) adalah bahwa titik awal untuk belajar harus dari

suatu permasalahan, pertanyaan atau teka-teki yang dengan hal tersebut warga

belajar berkeinginan untuk memecahkannya. (Boud & Felletti 1991).

Penelitian ini memenuhi pendekatan tersebut dengan melaksanakannya pada

model pelatihan yang khususnya dilaksanakan dalam setting kelas. Kegiatan yang

dilaksanakan dalam pelatihan tersebut diantaranya dengan melaksanakan

permainan puzzle yang pada akkhirnya menjadi teka-teki yang menganalogikan

permasalahan dalam mengurus anak. Metode ini digunakan dalam pelatihan untuk

memunculkan rasa rekreatif, rasa keingintahuan, bahkan motivasi untuk terus

menggali apa yang dijadikan permasalahan tersebut.

Model pelatihan in-service ini pun ditujukan bagi peserta pelatihan yang

memang baby sitter/pengasuh yang sedang bekerja di keluarga pengguna jasa.

Tentunya potensi yang dimiliki adalah mereka hadir dalam pelatihan dengan

segudang permasalahan dan berbagai teka-teki kehidupan dalam kepengasuhan

anak yang ingin diketahui jalan keluarnya. Potensi ini menjadi prasyarat awal

288

dalam pembelajaran berbasis masalah sehingga pendekatan yang dapat dilakukan

menjadi sangat ideal dan memungkinkan untuk dapat dilaksanakan.

Berdasarkan kajian, maka beberapa prinsip yang mendasari pembelajaran

berbasis masalah menurut Barrows dan Tamlyn dalam Boud (1985:14), yaitu : 1)

Masalah diangkat saat pertama dalam urutan belajar, sebelum ada persiapan atau

belajar telah terjadi; 2) Situasi permasalahan disajikan kepada peserta pelatihan

persis seperti yang ada dalam kenyataan; 3) Peserta pelatihan bekerja dengan

permasalahan yang diangkat, dengan cara yang memungkinkannya meningkatkan

kemampuan dengan berbagai alasan dan menantang dengan menerapkan

pengetahuan serta mengevaluasi sesuai dengan tingkatan belajar dari warga

belajar tersebut; 4) Keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui

pembelajaran dengan masalah tersebut, diterapkan kembali ke masalah, untuk

mengevaluasi efektivitas pembelajaran dan untuk memperkuat hasil belajar; 5)

Pembelajaran yang terjadi dalam penyelesaian masalah dan dalam proses

pembelajaran mandiri (individual learning) dirangkum dan diintegrasikan ke

dalam pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan yang telah terbentuk.

Model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini dilaksanakan melalui

pelatihan dalam setting kelas secara berkelompok dengan bimbingan tutor, juga

dilakukan dalam setting di tempat kerja secara individual dengan bimbingan dari

fasilitator. Kategori pelatihan di tempat bekerja dapat digolongkan kepada

pelatihan melalui OJT (On the job training). Berdasarkan konsep yang ada bahwa

untuk dapat melaksanakan OJT dengan sukses, ada beberapa tantangan yang besar

yaitu:

289

a. Waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan program, dimana harus ada

ahli yang berpengalaman dalam pekerjaan tersebut dalam mempersiapkan

program. Beberapa persiapan yang dilakukan yaitu persiapannya pada materi

pembelajaran, membangun keterampilan dalam menjelaskan program,

beradaptasi dengan gaya belajar individu, menyiapkan evaluasi dan

bekerjasama dengan peserta pelatihan. Persiapan program ini dilakukan pada

tahap perencanaan program dengan mengadakan tukar pikiran dengan tim

tutor dan fasilitator yang akan dilibatkan di dalam proses pelatihan. Persiapan

program dirancang secara partisipatif untuk dapat menggali dan

mengembangkan program inti.

b. Hilangnya waktu dalam mempersiapkan ini, menjadikan harus melepaskan

pekerjaan yang biasa dilakukan. Hal ini terjadi, dimana tutor yang telah

terpilih untuk dilibatkan dalam program juga fasilitator yang juga merupakan

praktisi yang sedang mengenyam dunia pendidikan pun harus meluangkan

waktu mereka secara khusus untuk dapat berdiskusi dan mengembangkan

program (Piskurich, 2000:20).

Desain dan tahapan dalam OJT dilakukan oleh desainer pelatihan dan expert

dalam materi tersebut. Dalam hal ini yang menjadi desainer pelatihan adalah

peneliti sendiri sedangkan expert dalam materi tersebut, peneliti melibatkan ahli

yang berkaitan dengan unit kompetensi yang dikembangkan, yaitu pedagog dari

surya kanti, akademisi pendidikan anak usia dini, dan praktisi serta akademisi di

bidang pelatihan. Ada dua hal esensial yang harus dibangun oleh pendesain

program, yaitu :

290

a. Petunjuk/panduan untuk pelatih/fasilitator/pendamping, yang berisi panduan

mengenai tugas dan peran tutor dan fasilitator yang terlibat di dalam pelatihan

dengan model ini.

b. Petunjuk/panduan untuk peserta pelatihan, yang berisi mengenai arahan bagi

baby sitter sebagai peserta pelatihan sekaitan dengan pelaksanaan pelatihan.

Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter melalui

pendekatan dengan setting di tempat bekerja ini melibatkan fasilitator. Adapun

pemilihan fasilitator melalui proses seleksi dan pembekalan serta pelatihan yang

harus memadai. Prasyarat awal dari fasilitator yang terlibat adalah mengikuti

karakteristik sebagai berikut : 1) Paling utama dan pertama adalah pengetahuan

yang mendalam pada subjek tersebut artinya materi pelatihan harus sangat jelas

dan mudah untuk dipahami dan dilakukan. Berkaitan dengan materi pelatihan,

untuk unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA), maka

fasilitator adalah para praktisi yang juga berpendidikan di bidang ranah

pendidikan anak usia dini. (tutor PAUD yang telah berpengalaman dan memiliki

wawasan keilmuan yang memadai); 2) Kesungguhan dari pelatih dalam

menjalankannya, dimana pelatihan memakan waktu dan tenaga juga emosi. Hal

yang juga penting adalah dalam saat pemilihan pelatih juga harus bijaksana dan

tepat. Berkaitan dengan ini, peneliti menerapkan sistem komitmen bersama untuk

membangun kesuksesan bersama. Artinya kegiatan yang berbasis pada kesuksesan

bersama menjadikan komitmen akan waktu, emosi, pikiran dan perasaan dapat

dilaksanakan.

291

Model pelatihan ini melaksanakan TOF (Training of Facilitator) dalam

rangka penyiapan fasilitator bagi pelatihan di tempat bekerja. Proses

penyiapannya tidak hanya dalam tataran pemahaman materi dan proses pelatihan.

Peneliti melakukan uji coba dan latihan secara praktek bagi fasilitator yang akan

dilibatkan dalam pelatihan yang sesungguhnya. Syarat utama dari pelatihan

dengan model on the job training adalah penguasaan dalam metode pembelajaran

sesuai dengan prinsip pembelajaran orang dewasa. Hal ini dikaitkan dengan

tempat fasilitator akan memberikan fasilitasi ke keluarga. Artinya seorang

fasilitator yang telah memiliki keahlian dalam pembelajaran orang dewasa, prinsip

andragogisnya ini akan dengan efektif diterapkan untuk menghadapi orang tua

dalam keluarga sebagai pemilik rumah dan pengguna jasa, juga pada baby sitter.

Prinsip andragogis dari fasilitator pun perlu diimbangi dengan pemahaman

akan konsep keluarga dan karakteristik orang tua. Adapun apabila ditinjau dari

ciri-ciri orang tua, bagaimana sikap orang tua terhadap anaknya tergantung pada

beberapa faktor seperti :

a. Tingkat pendidikan dan status sosial

Pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa orang

tua dengan tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi rendah lebih

cenderung ke sikap menuruti dan membiarkan saja. Sedangkan orang tua

yang tingkat pendidikan dan status ekonomi lebih tinggi lebih cenderung ke

sikap pendidikan yang menekankan pada disiplin dan tuntutan terhadap

prestasi. Orang yang berpendidikan rendah, tingkat informasi dan

pengetahuan yang dimiliki akan terbatas. Dalam hal pengasuhan anak yang

292

berkaitan juga dengan hal pendidikan, orang yang berpendidikan tinggi akan

mempunyai wawasan yang luas tentang makna pendidikan bagi anak.

Sehingga mereka mengetahui fungsi aktivitas belajar, orang yang

berpendidikan tinggi akan menyediakan situasi, sarana dan melatih anak

untuk menentukan tujuan hari depannya dan selalu mendorong anak untuk

belajar. Karena mengetahui fungsi pendidikan dan fungsi belajar maka orang

tua akan memberikan perhatian yang besar dalam bentuk keterlibatan orang

tua terhadap aktivitas anak dalam belajar seperti penyediaan fasilitas belajar,

mengingatkan, memberi pujian atau teguran. Pemahaman ini dalam beberapa

sampel keluarga yang lebih cenderung memiliki tingkat pendidikan yang

tinggi, maka pemahaman akan hal tersebut menjadi dasar untuk berpijak dan

berbuat lebih lanjut.

b. Hubungan suami istri

Jika hubungan suami istri hangat serta serasi, maka sikap mereka terhadap

anak lebih menunjukkan sikap yang pengertian dan toleransi.

c. Jumlah anak dalam keluarga

Pada keluarga dengan satu anak, orang tua lebih cenderung untuk memberi

perhatian lebih pada anak dan cenderung menuntut banyak pada anak.

d. Kepribadian orang tua

Kepribadian orang tua tidak dapat lepas dari bagaimana orang tua itu dulu

diasuh oleh orang tuanya. Banyak orang tua yang berlaku keras dalam

pendidikan anaknya karena dulupun mereka mendapat perlakuan yang keras

dari orang tuanya.

293

e. Pengalaman orang tua

Bagaimana pengaruh orang tua terhadap perkembangan perilaku dan

kepribadian anaknya ditentukan oleh sikap, perilaku dan kepribadian orang

tua. Perilaku orang tua terhadap anaknya ditentukan oleh sikapnya terhadap

pengasuhan anak yang juga merupakan aspek dari struktur kepribadiannya.

Kepribadian orang tua mempunyai dampak tehadap situasi psikologis dalam

suatu keluarga dan terhadap perkembangan kepribadian anak.

Keterampilan lain yang harus dimiliki oleh pelatih/fasilitator adalah

keterampilan one and one. Keterampilan tersebut berkaitan dengan keterampilan

menyelesaikan permasalahan (George M. Piskurich, 2000:121-130). Beberapa

tahapan keterampilan yang dilakukan adalah keterampilan dalam 1)

merencanakan; 2) mempersiapkan; dan 3) mempresentasikan. Hal ini menjadi

penting sekali di dalam model ini karena yang terjadi adalah dimana setiap

fasilitator bertugas dalam secara individu membantu peserta pelatihan baby sitter

di tempat kerjanya untuk dapat meningkat kompetensinya dalam unit KOMPA.

Untuk memenuhi target capaian sesuai dengan standar kompetensi,

fasilitator perlu secara kreatif mampu merencanakan, mempersiapkan dan

mempresentasikan sesuai dengan kebutuhan belajar setiap individu. Sebagai

panduan, peneliti mempersiapkan format-format identifikasi untuk fasilitator agar

dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar dari baby sitter tersebut. (terlampir).

Fasilitator diharapkan benar-benar harus mampu mengidentifikasi sampai dapat

dirancang materi stimulasi seperti apa yang harus dilakukan oleh baby sitter

kepada anak asuhnya.

294

Adapun secara proses pengajaran untuk memperhatikan urutan

pembelajaran, dalam pelatihan ini menggunakan metode teknik pengajaran

pekerjaan/Job Instruction Technique (JIT). JIT menggunakan strategi behavioral

dengan fokus pada pengembangan keterampilan. JIT meliputi empat tahapan, :

Gold, L. Job Instruction: Four Steps to Success. Training and Development

Journal (September 1981:28-32) dalam Blanchard & Thacker, 2007:244), yaitu :

a. Prepare-Persiapan. Pada tahapan ini wilayah pembelajaran yang dituju adalah

memunculkan atensi dan motivasi dari peserta pelatihan. Hal yang dilakukan

adalah merinci pekerjaan, mempersiapkan rencana pembelajaran dan

melibatkan peserta pelatihan.

b. Present-Menampilkan. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah mengatakan,

menunjukkan, mendemonstrasikan, dan menjelaskan. Tujuannya adalah untuk

menghasilkan penyimpanan dalam kode-kode symbol dan organisasi kognitif.

c. Try Out-Menguji coba. Pada tahapan ini, diberikan kesempatan peserta

pelatihan untuk bertanya mengenai pekerjaan yang harus dilakukan, meminta

fasilitator untuk menjelaskan bagaimana hal itu bisa dilakukan, kemudian

peserta pelatihan dibiarkan untuk melakukan pekerjaan tersebut, memberikan

masukan positif maupun negatif. Pada akhirnya fasilitator membiarkan peserta

untuk melatihkan apa yang sudah dikomentari. Tujuan tahapan ini adalah untuk

penyimpanan dalam pengulangan simbolis dan reproduksi tingkah laku.

d. Follow up-Mengikuti untuk melakukan pengecekan, artinya dalam tahapan ini

diharapkan dapat menghasilkan pola tingkah laku yang diinginkan dalam

pekerjaan tersebut. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengecekan kemajuan

295

secara rutin dan bertahap, mengatakan pada peserta pelatihan bahwa apabila

ada kesulitan dapat menemui siapa, dan secara rutin dilakukan pengecekan

akan kemajuan dari peserta pelatihan.

4. Efektivitas model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam

meningkatkan profesionalisme baby sitter

Efektivitas model pelatihan in-service berbasis kompetensi memiliki

pengaruh yang signifikan pada peningkatan unit kompetensi mendukung

perkembangan anak (KOMPA). Keterbatasan peneliti dalam mengkaji unit

kompetensi yang lain, karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, menjadikan

focus penelitian pada satu unit. Harapan peneliti dari capaian keefektifan model

pelatihan dalam mengembangkan unit KOMPA, menjadi asumsi dasar bahwa

model pelatihan ini dapat efektif dalam mengembangkan unit kompetensi yang

lain. Melihat pola dan tahapan yang telah ditemukan dalam model pelatihan ini,

tentunya menjadi pijakan dasar yang cukup kuat bagi pengembangan lebih lanjut.

Tinjauan efektifitas tersebut di atas, tentunya dikatakan memiliki signifikasi

dalam pengaruh dari model tanpa mengesampingkan faktor-faktor lain yang juga

pasti berpengaruh di dalamnya. Kajian hasil skor dari variabel persepsi model

pelatihan dan variabel tingkat capaian kompetensi, menunjukkan hasil yang

efektif meningkat dalam beberapa fase waktu pengukuran. Namun tidak dapat

dipungkiri tentunya berbagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses

penilaian dan pemunculan skor akan menjadi salah satu hambatan keajegan dari

data yang ada. Meskipun juga untuk memperkecil kesalahan, peneliti berusaha

296

bahwa penilaian terhadap hasil capaian kompetensi baby sitter, tidak hanya

dilakukan oleh fasilitator namun yang paling utama adalah penilaian dari keluarga

pengguna jasa. Pengambilan keputusan tersebut berdasarkan pada apa yang

disampaikan oleh (Wolf, 1995:2) bahwa ada tiga komponen dari penilaian

berbasis kompetensi yang sangat penting yaitu: a) dalam penilaian yang berbasis

kompetensi sangat mengutamakan hasil yang terlihat nyata dan hasil yang dapat

diyakini oleh penilai memang ditunjukkan oleh peserta; b) transparansi dan

kejelasan dari aspek yang menjadi ukuran ketercapaian, menjadi sangat utama

dalam penilaian berbasis kompetensi; c) untuk menghindari subjektivitas

penilaian maka penilaian dapat dilakukan oleh pihak ketiga dengan mengacu pada

standar dan ukuran yang sangat jelas.

Untuk dapat mengkaji keefektifan pelatihan pun, lebih lanjut peneliti

melakukan kajian secara kualitatif melalui wawancara mendalam kepada pihak

keluarga dan melakukan diskusi mendalam dengan baby sitter pasca pelatihan.

Hasil yang didapatkan pun ternyata bisa lebih dalam lagi membedah apa yang

sebenarnya terjadi di dalam proses pelatihan, serta menghasilkan temuan-temuan

untuk penghalusan model pelatihan lebih lanjut. Diskusi mendalam dengan

keluarga pengguna jasa, pada umumnya mereka merasakan manfaat dari

terlaksananya pelatihan ini. Peningkatan dalam kemampuan baby sitter,

khususnya pada tampilan baby sitter yang lebih bersemangat dan memiliki

program yang jelas dalam memberikan pengasuhan pada anak. Pengetahuan dan

pemahaman yang meningkat dalam berbagai aspek perkembangan anak, membuat

baby sitter bisa lebih memahami keinginan dan kebutuhan anak.

297

Hasil diskusi dengan orang tua pengguna jasa yang lain, didapatkan bahwa

terlihat baby sitter menjadi lebih percaya diri dalam bermain dengan anak asuh.

Mereka mulai lebih kreatif menyodorkan mainan dan mengajak anak

berkomunikasi secara intens kepada anak. Hasilnya adalah anak menjadi senang

dan bisa lebih kooperatif dengan baby sitternya. Pengakuan lain dari baby sitter

digali bahwa ia merasa setelah mengikuti pelatihan, menjadi lebih tahu apa

kemauan anak. Anak menjadi tidak sulit untuk dipahami ketika kita mengetahui

apa yang dibutuhkannya dan mengetahui bagaimana mestimulasi untuk

mendukung perkembangan anak.

Hasil kompetensi yang diukur, melalui penetapan standar kompetensi mix,

pada dasarnya telah mengikuti capaian ranah kognitif, ranah afektif dan ranah

psikomotor (taksonomi Bloom) dan definisi kompetensi pun memang seharusnya

meliputi penentuan pengetahuan, keterampilan, sikap dan bahkan nilai-nilai yang

sesuai dengan bidang kerjanya. Berdasarkan Gonczi et al., (1993;. Hager dan

Beckett, 1995, Gonczi, 2004 dalam (Foley, 2000; Tennant, 2006) kompetensi

harus dipandang secara terpadu dan holistik, dengan memfokuskan pada aplikasi

dalam konteks tertentu, dari atribut-atribut yang ada pada seorang individu

(pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai).

Profesionalisme baby sitter dalam penelitian ini difokuskan pada

penguasaan pada unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA),

dalam arti bahwa baby sitter yang telah dilatih akan menunjukkan kompetensinya

dalam : a) Mengetahui pola perkembangan anak dan perbedaan-perbedaan

kemampuan anak pada tingkat usia yang berbeda serta mampu memberikan

298

pendampingan yang tepat dan membangun sesuai tingkat perkembangan anak

sehingga anak terbangun kemandiriannya; b) Mengetahui pola perkembangan

fisik anak serta mampu menyediakan pengalaman yang tepat melalui kegiatan

rutin dalam permainan, stimulasi alat mainan dan peralatan lain yang tepat dalam

mendukung perkembangan fisik anak; c) Mengetahui bagaimana mendukung anak

dalam membangun persahabatan dengan teman, cara memberi pemahaman pada

anak akan aturan di masyarakat/lingkungan sekitar serta mampu mengkondisikan

interaksi anak pada lingkup satu teman, interaksi dengan lingkup kelompok kecil

dan interaksi dengan lingkup kelompok besar; d) Mengetahui tentang

pengembangan konsep diri, percaya diri, dan mengatasi emosi anak serta mampu

menyediakan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan dan menunjukan

perhatian pribadi; e) Mengetahui bagaimana bahasa dapat terbentuk /terbangun

pada anak sehingga mampu berinteraksi melalui berbahasa yang tepat dengan

anak dan menyediakan pengalaman yang tepat untuk perkembangan bahasa anak;

f) Mengetahui pentingnya kreativitas dan mengetahui cara menyediakan

kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitas dengan memberikan

pendampingan dalam bermain dalam imaginasi, drama, melukis, menggambar,

bermain malam (playdough), menari, musik, puisi dan menulis komposisi lagu; g)

Mengetahui bagaimana kognisi dapat terbentuk dan mampu menyediakan

pengalaman dan pengkondisian untuk memberi dukungan lingkungan untuk

stimulasi dalam perkembangan kognisi anak; h) Mengetahui pentingnya

menanamkan pemahaman agama/spiritual sejak dini dan mampu menciptakan

lingkungan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

299

Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter ini pada

akhirnya dapat menunjukkan keefektifannya dalam meningkatkan profesionalisme

baby sitter. Artinya seorang pengasuh anak atau baby sitter yang telah mengikuti

pelatihan ini, dalam melakukan interaksi dengan anak yang menjadi asuhannya

telah memiliki kompetensi profesional dalam unit kompetensi mendukung

perkembangan anak.

122