bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. hasil …eprints.uny.ac.id/53641/5/bab iv_novie...
TRANSCRIPT
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Umum
a. Profil Desa Wisata Jatimulyo
1) Batas Administrasi dan Wilayah Perencanaan Desa Wisata
Jatimulyo
Wilayah Desa Wisata Jatimulyo berbatasan dengan
wilayah Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, yang
memiliki potensi yang cukup strategis baik dibidang Agro
Wisata , peternakan kambing Peranakan Ettawa, dan potensi
lainnya. Desa Wisata Jatimulyo memiliki luas 1629,06050 Ha
yang terbagi menjadi 12 Pedukuhan, yakni: Pedukuhan
Sokomoyo, Pedukuhan Banyunganti, Pedukuhan Gunungkelir,
Pedukuhan Sonyo, Pedukuhan Kembang, Pedukuhan Pringtali,
Pedukuhan Sumberjo, Pedukuhan Beteng, Pedukuhan
Karanggede, Pedukuhan Sibolong, Pedukuhan Jonggrangan dan
Pedukuhan Gendu, dan terdiri dari 25 Rukun Warga (RW) dan
107 Rukun Tetangga (RT), dengan perbatasan wilayah sebagai
berikut:
(a) Sebelah barat: Desa Donorejo, dan Desa Tlogoguwo,
Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo
68
(b) Sebelah utara: Desa Tlogoguwo, Kecamatan Kaligesing, dan
Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo
(c) Sebelah timur: Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo
(d) Sebelah selatan: Desa Hargotirto, Desa Hargowilis,
Kecamatan Kokap, dan Desa Sidomulyo, Kecamatan
Pengasih.
2) Kondisi Demografis dan Wilayah Desa Wisata Jatimulyo
Berdasarkan jumlah penduduk tahun 2015, Desa
Jatimulyo memiliki penduduk sebanyak 7127 jiwa. Berdasakan
mata pencaharian, jumlah penduduk yang berperan melakukan
pekerjaan sebanyak 4.231 jiwa atau 59,37% dari jumlah
penduduk. Mata pencaharian pokok adalah pada usaha
pertanian, buruh tani: 435 jiwa (6,10%);buruh bangunan,
tukang, bengkel: 376 jiwa (5,27%); pedagang: 296 jiwa
(4,15%); pegawai negeri: 121 jiwa (1,70%); swasta: 378 jiwa
(5,30%); kerajinan rumah tangga: 104 jiwa (1,46%); lain-lain:
234 jiwa (3,28%). Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan,
jumlah penduduk belum sekolah dan pra sekolah (TK, PAUD)
sebanyak 595 jiwa (8,34%); pendidikan dasar (SD dan SMP)
sebanyak 4.047 jiwa (14,71%); pendidikan menengah (SLTA)
berjumlah 1.719 jiwa atau 24,19%; pendidikan tinggi sebanyak
214 jiwa (3%); dan yang tidak sekolah sebanyak 552 jiwa
(7,75%) (http://desajatimulyo.net/profil-desa/sosial/).
69
Kondisi Topografis Desa Wisata Jatimulyo yang luasnya
1.629,0605 ha, adalah merupakan wilayah pegunungan berada
diketinggian (800 m dpl), suhu udara (23-29derajat celcius ),
dengan curah hujan rata-rata 2000 mm.
Kondisi topografis Desa Wisata Jatimulyo terdiri dari
lahan perbukitan , tebing, jurang yang membentuk anak-anak
sungai kecil .Pada musim penghujan, aliran air dari lereng-
lereng bukit menggerus tanah permukaan yang berpotensi
terjadinya erosi, pendangkalan saluran drainase dan tanah
longsor. Pada bulan-bulan tertentu curah hujan disertai angin
kencang yang sering menimbulkan bencana pohon tumbang.
Pada musim kemarau, rawan dengan kesulitan air, karena
banyak mata air yang kering.
3) Sejarah Berdirinya Desa Wisata Jatimulyo
Desa Wisata Jatimulyo secara administratif berada di
wilayah Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Wisata Jatimulyo
berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah dan terletak di bagian barat-tengah Kabupaten Kulon
Progo. Desa wisata ini berada di ketinggian 500-600 mdpl
(meter dibawah permukaan laut) sehingga berhawa sejuk dan
memiliki kondisi geografis yang berbukit-bukit serta memiliki
lereng-lereng terjal khas kawasan pegunungan. Di bagian atas
70
merupakan kawasan karst yang mana keberadaan kawasan
karst ini memberikan nilai lebih yaitu sebagai kawasan
tangkapan dan reservoir air, dan habitat flora-fauna unik dan
spesifik.
Berdirinya Desa Wisata Jatimulyo bermula dari adanya
Kementerian Pariwisata yang secara nasional menganjurkan
untuk membentuk desa wisata. Sejak saat itu, Desa Wisata
Jatimulyo menjadi desa wisata yaitu sejak Juli 2008. Dari Desa
Jatimulyo mengirimkan 8 orang untuk melakukan pelatihan
desa wisata di Tembi, Bantul. Kemudian mereka
menyampaikan kepada tokoh-tokoh masyarakat yang ada
dengan cara bermusyawarah sehingga menghasilkan
kesepakatan untuk menjadikan Desa Jatimulyo menjadi desa
wisata.
Mulai ada Desa Wisata Jatimulyo pertama kali sejak
tahun 2008. Ada program dari Kementerian Pariwisata
tentang desa wisata, kemudian dari Jatimulyo
mengirimkan 8 orang untuk mengikuti pelatihan di
Tembi, Bantul. Dari situ kemudian ada kesepakatan
untuk diarahkan menjadi desa wisata (Suisno,
wawancara 21 Mei 2017).
Agar pengelolaan desa wisata dapat berjalan lancar,
maka dibentuklah kelompok pengelola desa wisata yang terdiri
dari pengurus inti, masyarakat penyedia homestay, dan sumber
daya pemandu. Kelompok pengelola desa wisata ini dibantu
oleh beberapa pihak yang peduli dengan pariwisata. Pihak-
71
pihak yang selama ini terlibat dalam tahap awal pengembangan
Desa Wisata Jatimulyo antara lain Dinas Pariwisata
Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kulon Progo,
perangkat pemerintahan Desa Jatimulyo, mahasiswa Kuliah
Kerja Nyata UGM (Universitas Gadjah Muda), mahasiswa
PKMM UGM, Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) dan
organisasi mahasiswa, komunitas pengamat dan pecinta
burung di Yogyakarta, penggiat penelusuran goa, dan lain-lain.
Pengelolaan desa wisata Jatimulyo masih terpusat di
Dusun Sokomoyo dan Sibolong karena dua dusun tersebut
memiliki daya tarik wisata yang memadai serta dianggap sudah
siap menjalankan aktivitas wisata. Sedangkan saat ini,
kepariwisataan di Desa Wisata Jatimulyo telah berkembang
sedemikian pesat hingga memiliki 8 unit pengelola wisata
alam. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Bapak Suisno saat
wawancara pada tanggal 21 Mei 2017.
“Pada tahun 2010, pengelola desa wisata dan
masyarakat mulai membedah potensi-potensi yang
ada disekitar. Potensi yang ada dibedah dengan
mengundang media massa, misalnya di Goa
Kiskendo ada kegiatan syuting. Dari situ masyarakat
diminta untuk menonton televisi yang menampilkan
potensi-potensi yang ada di Goa Kiskendo. Langkah
tersebut dilakukan secara terus menerus sampai di
Jatimulyo terdapat 8 unit pengelola alam seperti
Curug Setawing, Gunung Lanang, Grojogan Sewu,
Kedung Pedut, Kembang Soka, Goa Kiskendo,
Taman Sungai Mudal, dan Watu Blencong”.
72
4) Visi, Misi dan Tujuan Desa Wisata Jatimulyo
Visi dari Desa Wisata Jatimulyo adalah menjadi sebuah
kawasan wisata dengan tujuan bisa memberdayakan
masyarakat yang ada di dalamnya. Masyarakat menjadi pelaku
atau pelaksana wisata dengan memanfaatkan potensi budaya,
wisata dan kearifan lokal yang dimilikinya.
Jumlah penduduk Desa Wisata Jatimulyo kurang
lebihnya 8000 jiwa. Sepuluh persennya dari jumlah penduduk
yang ada diharapkan bisa menjadi pelaku wisata dengan tujuan
untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran,
dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Dengan adanya sebuah kawasan wisata, tujuan dari
dibentuknya pokdarwis dan desa wisata adalah untuk
mempersatukan masyarakat Desa Wisata Jatimulyo guna
mengembangkan sebuah potensi wisata yang ada di Desa
Wisata Jatimulyo. Pembentukan pokdarwis adalah sebagai
aduan pengusulan, merencanakan, mempola serta
mengusahakan untuk membentuk wisata. Sedangkan desa
wisata adalah eksekutor pelaku pelaksana kegiatan dalam
sebuah wisata. Jadi, pokdarwis bersama masyarakat melakukan
perencanaan, mengusulkan serta memproses untuk membentuk
kawasan wisata. Berbeda dengan desa wisata yang merupakan
pelaku pelaksana kegiatan dari apa yang sudah direncanakan
73
oleh pokdarwis. Desa wisata bersama dengan masyarakat atau
penduduk lokal yang ada untuk melakukan kegiatan wisata
dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
5) Sarana dan Prasarana
Pengembangan sebuah desa wisata membutuhkan saran
dan prasarana pendukung potensi yang dapat ditawarkan
kepada wisatawan. Tanpa adanya sarana dan prasarana,
pengembangan desa wisata tidak akan berjalan optimal.
Pokdarwis dan pengelola desa wisata berupaya untuk
menyiapkan berbagai sarana dan prasarana untuk mendukung
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo. Berikut ini adalah
sarana dan prasarana yang ada di Desa Wisata Jatimulyo yaitu:
(a) Joglo
Fungsi dari rumah joglo adalah sebagai tempat
pengunjung untuk berkumpul ketika akan melakukan
kegiatan paket wisata. Misalnya pengunjung yang
melakukan camping ground biasanya mereka bermalam di
Desa Wisata Jatimulyo selama 3 hari 2 malam.Joglo
merupakan tempat sentral bagi pengunjung untuk
berkumpul melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan paket
wisata.
74
(b) Mushola
Mushola di Goa Kiskendo berada tidak jauh dari
joglo. Tidak hanya di Goa Kiskendo saja, di setiap potensi
wisata yang ada di Desa Wisata Jatimulyo masing-masing
sudah terdapat fasilitas musholanya sehingga
memudahkan wisatawan untuk melakukan ibadah.
Mushola yang ada cukup luas, nyaman, bersih dan sudah
tersedia perlengkapan ibadah seperti mukena, sajadah, dan
sarung. Di tiap potensi wisata juga sudah terdapat fasilitas
mushola yang berada di sebelah tempat parkir.
(c) Area bermain anak-anak
Di taman Goa Kiskendo terdapat area bermain anak-
anak, seperti ayunan dan perosotan. Namun sayangnya
area bermain anak-anak ini pengelolaannya terlihat tidak
maksimal karena terkesan kotor dan kondisinya rusak.
(d) Toilet atau kamar mandi
Toilet atau kamar mandi merupakan sarana
prasarana yang paling utama. Di setiap potensi wisata
sudah terdapat toilet dan kamar mandi yang dapat
digunakan oleh pengunjung maupun masyarakat sekitar.
(e) Gazebo
Gazebo dibuat oleh masyarakat dengan bergotong
royong dan dengan menggunakan dana swadaya
75
masyarakat. Gazebo ini sudah ada di tiap potensi wisata
yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk beristirahat
maupun kegiatan lainnya.
(f) Area parkir
Di setiap potensi wisata Desa Wisata Jatimulyo
terdapat area parkir yang cukup luas. Lokasinya juga
berdekatan dengan potensi wisata sehingga pengunjung
tidak berjalan kaki terlalu jauh untuk menuju potensi
wisata yang ada di Desa Wisata Jatimulyo.
(g) Homestay
Di Desa Wisata Jatimulyo baru terdapat 14 rumah
yang dijadikan homestay. Tidak semua rumah penduduk
dijadikan homestay karena sebagian penduduk belum siap
kalau rumahnya dijadikan sebagai homestay. Tarif untuk
homestay yaitu sebesar Rp. 60.000,- per malam.
(h) Panggung teater
Panggung teater digunakan untuk menampilkan
pertunjukan kesenian bagi pengunjung yang melakukan
paket wisata. Panggung teater ini biasanya digunakan
untuk pertunjukan sendratari kolosal Sugriwa-Subali.
(i) Gardu pandang
Terdapat 2 buah gardu pandang di Padukuhan
Gendu yang dibuat dengan menggunakan dana dari
76
pemerintah Desa Jatimulyo. Pembuatan gardu pandang
disediakan olehpengelola untuk pengunjung yang ingin
beristirahat atau untuk menikmati pemandangan
perbukitan menoreh. Di bulan-bulan tertentu ketika pohon
tebu mulai berbunga, pemandangan menjadi lebih
menarik. Pada saat itu jumlah pengunjung juga semakin
banyak.
6) Daftar harga
Wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Jatimulyo
pada dasarnya tidak dikenakan biaya apapun. Namun,
wisatawan akan dikenakan biaya ketika mereka melakukan
paket wisata. Paket wisata yang ada di Desa Wisata Jatimulyo
diantaranya camping ground, tracking, bird watching, jelajah
wisata, dan susur goa. Daftar paket wisata yang ditawarkan di
Desa Wisata Jatimulyo adalah sebagai berikut:
(a) Campingground 3 hari 2 malam
(1) 0 – 50 orang : Rp. 285.000 per orang
(2) 0 – 100 orang : Rp. 225.000 per orang
(3) 0 – 200 orang : Rp. 185.000 per orang
(4) 0 – 400 orang : Rp. 165.000 per orang
Fasilitas yang di dapat yaitu perizinan, retribusi, paket
tracking, jelajah wisata, truk penjemput, listrik, sound
system, joglo, dan makan lima kali.
77
(b) Tracking
Untuk paket tracking dilakukan selama satu hari dengan
tarif Rp. 185.000,- per orang dengan minimal 0-25
orang.
(c) Bird watching
Paket bird watching dilakukan selama satu hari satu
malam dari pagi sampai sore dengan menginap di
rumah penduduk. Tarif yang dikenakan untuk paket
bird watching ini sebesar Rp. 50.000,- per orang dengan
minimal jumlah 0-30 orang. Lokasi pengamatan
biasanya dilakukan di Padukuhan Sokomoyo, Beteng,
dan Banyungati.
(d) Jelajah wisata
Jelajah wisata merupakan paket wisata yang ditawarkan
pengelola desa wisata dan pokdarwis kepada wisatawan
dengan mendatangi unit potensi wisata yang ada.
Kegiatan dimulai dengan mengunjungi obyek wisata
Goa Kiskendo, Eko Wisata Sungai Mudal, Kembang
Soka, Kedung Pedut, dan Grojogan Sewu. Atau
wisatawan dapat menentukan sendiri mana yang akan
dikunjungi terlebih dahulu. Untuk paket jelajah wisata
ini wisatawan dikenai biaya sebesar Rp 150.000,-
dengan maksimal 10 orang.
78
(e) Susur goa
Paket ini dikenakan tarif sebesar Rp. 180.000,- untuk
tiap orang dengan maksimal pengunjung sebanyak 15
orang. Pengunjung menyusuri Goa Kiskendo dari mulut
goa sampai dengan bagian dalam goa. Goa Kiskendo
menawarkan pemandangan stalaktit dan stalakmit yang
ketika terkena cahaya akan berkilauan. Di samping itu,
di Goa Kiskendo merupakan goa yang masih hidup
karena goanya masih basah ada mata air yang mengalir
di dalamnya, seperti diungkapkan oleh Bapak Kuat
pada wawancara tanggal 10 Mei 2017 sebagai berikut:
“Dari segi keistimewaanya, goa kiskendo masih
seperti hidup karena goanya masih basah dan ada
air yang mengalir di dalamnya. Jadi masih benar-
benar alami dan terbentuk stalaktit dan stalakmit.
Air yang ada di goa biasa dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk kehidupan sehari-hari”.
7) Potensi wisata
Proses pengidentifikasian potensi-potensi yang ada di
Desa Wisata Jatimulyo terungkap setelah adanya berbagai
penelitian. Pihak yang telah berkontribusi dalam
pengidentifikasian potensi tersebut ada dari kalangan
akademisi, komunitas enthusiast, lembaga penelitian, maupun
lembaga swadaya masyarakat (LSM). Dari identifikasi tersebut
dihasilkan bahwa Desa Wisata Jatimulyo memiliki keunggulan
dalam keunikan alam, fenomena alam, dan budaya.
79
Adapun potensi yang ada di Desa Wisata Jatimulyo
adalah sebagai berikut:
(a) Keunikan alam
Keunikan alam didefinisikan sebagai kekayaan
biodiversitas atau keanekaragaman hayati yang merupakan
penyokong sistem ekologi suatu kawasan. Berdasarkan
pendataan yang dilakukan oleh para akademisi dari
beberapa universitas besar di Yogyakarta seperti
Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY), dan Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Kalijaga, kurang lebih terdapat 70 jenis burung yang
dapat dijumpai di Jatimulyo. Beberapa diantaranya adalah
jenis-jenis dilindungi dan jenis-jenis dengan sebaran
terbatas. Burung khas di Desa Wisata Jatimulyo misalnya
ciung air jawa (Marconous flavicollins), serak bukit
(Phodilus badius), dan pijantung gunung (Arachnothera
affinis). Ketiga jenis tersebut hanya dapat ditemui di
kawasan hutan dan perkebunan di Desa Wisata Jatimulyo.
Gambar 4. Burung ciung air jawa
80
Sumber: https://pratapapa81.wordpress.com/photographic-
guide-to/photographic-guide-to-birds/timaliidae/ pada 20
September 2017 pukul 14.20 WIB)
Keanekaragaman kupu-kupu di Desa Wisata
Jatimulyo relatif tinggi, dua jenis diantaranya merupakan
kupu-kupu yang dilindungi. Kedua jenis tersebut yaitu
Birdwing Throides helena dan T. Amphrysus. Anggrek
hutan jenis Coelegyne speciosa dan Vanda helvola juga
dapat dijumpai di wilayah Desa Wisata Jatimulyo.
Gambar 5. Anggrek Vanda helvola
Sumber: http://orchids.wikia.com/wiki/Vanda_helvola
pada 20 September 2017 pukul 14.25 WIB)
Selain itu, hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
Sungkono, mahasiswa Fakultas Biologi UGM mencatat
lebih dari 15 jenis capung dari mata air Tuksongo dan
sungai-sungai di sekitarnya, dua diantaranya adalah capung
endemik Jawa yaitu Nososticta insignis dan Rhinocypha
fenestrata. Temuan paling menakjubkan di Desa Wisata
Jatimulyo adalah laba-laba jenis Amauropelma
matakecil.Laba-laba ini adalah hanya hidup di dalam lorong
81
goa yang sangat dalam dan tidak dapat ditemukan di habitat
lain. Jenis ini tidak bermata dan berwarna putih pucat, serta
merupakan jenis endemik kawasan karst Menoreh dan tidak
dapat ditemukan di belahan bumi manapun selain di
Menoreh (http://visitjatimulyomenoreh.com/en/profil/profil-
desa-wisata6).
Kepedulian pemerintah desa dan masyarakat Desa
Wisata Jatimulyo dalam menjaga dan melestarikan
keberadaan flora dan fauna unik tersebut diatur dalam
Peraturan Desa (Perdes) Nomor 8 Tahun 2014 tentang
Pelestarian Lingkungan Hidup.
(b) Fenomena alam
Fenomena alam disini adalah bentukan alam yang
khas dan mencirikan suatu kawasan. Di Desa Wisata
Jatimulyo memiliki satu cagar geologi yang ditetapkan oleh
Badan Geologi, Kementerian ESDM (Energi dan Sumber
Daya Mineral), yaitu Goa Kiskendo. Goa Kiskendo
merupakan goa alamiah yang terbentuk melalui proses
pelarutan batu kapur karst Jonggrangan dengan memiliki
panjang total sekitar 2 kilometer. Di samping itu, masih ada
puluhan goa yang ada di Desa Wisata Jatimulyo yaitu Goa
Mudal, Goa Sogotamu, Goa Sepanggal, dan Goa Gembor.
82
Sebagian goa tersebut memiliki sistem sungai bawah tanah
sehingga memberikan kontribusi besar bagi masyarakat.
Di Desa Wisata Jatimulyo selain memiliki goa juga
terdapat bentukan lainnya berupa natural arch (monumen
alam) Watu Blencong, formasi bukit karst Pager Gunung,
tebing raksasa (Gunungkelir), dan beberapa curug atau air
terjun. Selain karst, di desa wisata ini terbentuk pula batuan
formasi Gunung Purba Menoreh. Hal ini dapat diamati di
Curug Kedungpedut, di mana ada fenomena dua tipe batu
berbeda yang dibatasi oleh sungai.
Selain itu, Desa Wisata Jatimulyo memiliki daya
tarik wisata alam yang dapat dikembangkan untuk kegiatan
pariwisataan, antara lain Curug Setawing, Sungai Mudal,
Grojogan Sewu, Kembangsoka, dan Gunung Lanang.
Gambar 6. Goa Kiskendo di Desa Wisata Jatimulyo
Sumber: http://jpswisata.com/blog/wisata-alam-goa-
kiskendo-di-perbukitan-menoreh/ pada 20 September 2017
pukul 14.35 WIB)
83
Gambar 7. Air terjun kembang soka
Sumber: http://traveljogja.net/air-terjun-kembang-soka-
surga-tersembunyi-di-kulon-progo/ pada 20 September
2017 pukul 22.03 WIB)
(c) Budaya
Desa Wisata Jatimulyo merupakan salah satu desa
budaya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta karena
memiliki budaya yang sangat unik dan beragam. Budaya
yang ada di Desa Wisata Jatimulyo terdiri dari upacara adat
dan kesenian. Upacara adat yang sekarang masih
dilestarikan antara lain upacara adat Bubak Kawah,
Gumbregi, dan aneka upacara Merti Dusun yang meliputi
Saparan, Rejeban, Muludan, Dulkaidahan, dan lain-lain.
Sedangkan kesenian yang ada di Desa Wisata
Jatimulyo antara lain angguk, rondha thethek, kosidrat,
solawat, kethoprak, gejog lesung, reog soreng, incling,
jathilan, karawitan, dan wayang kulit. Agar pengelolaan
kesenian tersebut menjadi terarah dan berjalan lancar maka
dibentuklah organisasi kesenian.
84
Gambar 8. Kesenian tari angguk
Sumber: http://www.tradisikita.my.id/2016/12/tari-
angguk-yogyakarta.html pada 20 September 2017
pukul 22.22 WIB
Kesenian tari angguk ini biasanya dimainkan secara
berkelompok terdiri dari 6-10 penari wanita berkostum
menyerupai serdadu Belanda dan dihiasi gombyok barang
emas, sampang, selendang, sampur, rompi, topi pet hitam,
kaus kaki warna merah, dan kacamata hitam. Tari angguk
disisipi hal-hal mistis yang konon bisa mengundang roh
halus untuk bermain dengan media tubuh sang penari.
Di taman Goa Kiskendo sering diadakan
pertunjukan sendra tari kolosal Sugriwa-Subali. Pertunjukan
ini melibatkan sekitar 100 orang penari dan penabuh
gamelan yang sebagian besar adalah masyarakat Desa
Wisata Jatimulyo dengan dibantu oleh Institut Seni
Indonesia (ISI) Yogyakarta.
85
Gambar 9. Sendratari Sugriwa-Subali
Sumber: https://www.otonomi.co.id/ pada 20
September 2017 pukul 22.30 WIB)
Untuk beberapa tahun mendatang dari Dinas
Pariwisata Kabupaten Kulon Progo menginginkan agar
sendra tari kolosal Sugriwa-Subali dapat seperti yang ada di
Prambanan dan dimainkan sendiri oleh masyarakat Desa
Wisata Jatimulyo dengan pemain yang lebih sedikit dan
durasi yang tidak terlalu panjang, seperti yang dikemukakan
oleh Bapak Kuat pada wawancara 10 Mei 2017.
“Dinas Pariwisatawa Kabupaten Kulon Progo
bersama dengan ISI Yogyakarta tertarik untuk
mengemas sendra tari kolosal Sugriwa-Subali.
Walaupun pemain intinya kebanyakan dari ISI, dari
dinas ingin agar nantinya sendratari kolosal
Sugriwa-Subali dapat dimainkan sendiri oleh
masyarakat. Durasinya dikemas tidak terlalu lama,
tidak usah seperti aslinya dan dengan jumlah
pemain yang lebih sedikit yaitu tidak 100 orang
bahkan mungkin hanya 50 orang saja, sehingga
nantinya dapat menjadi paket wisata”.
Kesenian tari angguk dan sendratari Sugriwa-Subali
merupakan salah satu warisan budaya yang perlu
dilestarikan. Para remaja di Desa Wisata Jatimulyo sudah
banyak mengikuti latihan tari angguk dan sendratari
86
Sugriwa-Subali yang selalu tampil memperingati
kemerdekaan Republik Indonesia maupun di acara lain.
Pernyataan terkait hal tersebut seperti yang diungkapkan
oleh Yayas pada tanggal 21September 2017:
“Saya biasanya ikut tari angguk bersama teman-
teman. Soalnya teman-teman saya banyak yang ikut
jadi saya tertarik. Biasanya main kalau pas
Agustusan, kadang juga pas ada hajatan di rumah
orang kami diundang”.
Pernyataan yang sama juga dilontarkan oleh Della
dalam wawancara pada tanggal 21 September 2017:
“Senang bisa ikut tari angguk. Kadang juga ada
yang ndadi (kesurupan) itu biasanya jadi rame, tapi
banyak yang takut juga. Kan Pak Dukuh nyuruh
kita latihan, nantinya setelah upacara Agustusan
dipentaskan”.
Tidak hanya dari kesenian tari angguk saja, salah
satu penari yang biasanya diundang untuk menari sendratari
Sugriwa-Subali adalah Andri yang berperan sebagai kera,
seperti yang dikemukakan pada tanggal 21 September 2017:
“Tari Sugriwa-Subali mengisahkan dua kera, nah
salah satunya aku kadang diundang untuk berperan
sebagai kera. Dari sekali pentas aku bisa dapat uang
Rp 50.000”.
Selain budaya dan kesenian yang telah dijelaskan di
atas, di Desa Wisata Jatimulyo banyak cerita legenda yang
kemudian menjadi nama tempat maupun bentukan alam
sesuai dengan kisah tersebut. Misalnya Gunungkelir,
diberikan nama tersebut karena pada satu tebing raksasa
87
yang dari kejauhan nampak seperi kelir (latar) pada
perunjukan wayang kulit. Watu Kethuk, Watu Kenong,
Watu Damar, Watu Blencong adalah nama-nama yang
bentuknya menyerupai properti wayang yang porak poranda
oleh ulah Prabu Boko. Sedangkan lubang yang dibuat oleh
anak panah Bandungbondowoso laksana lubang tembus di
sebuah bukit yang bernama Gunung Bolong.
(d) Potensi pendukung
(1) Makanan dan minuman khas. Untuk makanan khas yang
ada di Desa Wisata Jatimulyo yang diunggulkan antara
lain sego urap sambel korek, gembhel, dan sengek
geblek. Salah satu icon kuliner khas adalah dhawet
sambel yang dapat ditemui di obyek wisata Grojogan
Sewu. Sedangkan untuk minumannya antara lain
wedhang legen, wedhang jahe, wedhang temulawak,
dan wedhang gula aren.
Gambar 10. Sengek geblek
Sumber: http://www.dutawisata.co.id/geblek-tempe-
kulonprogo-nikmat-dan-gurih-yang-memikat-
wisatawan/ pada 20 September 2017 pukul 22.45 WIB
88
Gambar 11. Dhawet sambel yang hanya dapat ditemui
di obyek wisata Grojogan Sewu
Sumber: http://makankeliling.com/dawet-sambel-
makanan-khas-kokap-kulonprogo/ pada 20 September
2017 pukul 22.40 WIB)
(2) Sentra kerajinan bambu. Pasokan bambu yang ada di
Desa Wisata Jatimulyo cukup melimpah sehingga
banyak masyarakat yang memanfaatkannya menjadi
kerajinan bambu. Selain itu ada seni akar, seni ukir, dan
seni lukis.
(3) Potensi agro. Mayoritas masyarakat petani di Desa
Wisata Jatimulyo adalah pengrajin gula kelapa dan
sebagian lainnya memproduksi gula aren. Di Desa
Wisata Jatimulyo terkenal dengan peternak kambing PE
yang menghasilkan anakan kambing yang berkualitas
tinggi. Sedangkan hasil bumi yang diandalkan
masyarakat adalah kayu keras, cengkih, kopi, cokelat,
salak, dan lain-lain. Kelompok Wanita Tani (KWT) dan
ibu-ibu PKK melakukan upaya optimalisasi pekarangan
dengan menanam sayur mayur, taman keluarga, dan
tanaman obat. Dari kelompok ini juga dihasilkan produk
89
unggulan seperti keripik dari dedaunan, keripik talas,
dan keripik pisang.
2. Deskripsi Data Hasil Penelitian
a. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Desa
Wisata Jatimulyo
Dalam sebuah pengembangan desa wisata, tidak terlepas
dari adanya peran masyarakat yang diberdayakan. Pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu usaha untuk memberikan atau
meningkatkan potensi yang sudah ada dalam masyarakat. Dari
kegiatan pemberdayaan yang telah dilaksanakan, nantinya
masyarakat dapat mengandalkan kemampuannya sendiri dan
mereka dapat hidup mandiri untuk meningkatkan perekonomian.
Untuk melakukan pemberdayaan di Desa Wisata Jatimulyo
awalnya memang susah. Masyarakat lokalnya sebagian besar
berpendidikan sampai dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
sehingga memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Masyarakat
Desa Wisata Jatimulyo belum memiliki pengetahuan yang cukup
akan pentingnya pariwisata. Mereka lebih memilih untuk bekerja
di ladang atau sebagai buruh tani.
Usaha kegiatan pemberdayaan dinilai efektif untuk
meningkatkan kapasitas yang dimiliki untuk mengembangkan desa
wisatanya. Kegiatan pemberdayaan yang ada di Desa Wisata
Jatimulyo adalah sebagai berikut:
90
1) Bantuan modal
Dalam melakukan sebuah pemberdayaan masyarakat
tidak lepas dari adanya kebutuhan akan modal. Permodalan
ini merupakan aspek yang sangat penting dan menjadi
permasalahan yang sering dihadapi.Desa Wisata Jatimulyo
pernah mendapatkan bantuan modal dari PNPM Mandiri
Pariwisata sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 2012 dan
tahun 2013. Pada tahun 2012, Desa Wisata Jatimulyo
mendapat bantuan sebesar Rp. 75.000.000,- dan pada tahun
2013 sebesar Rp. 100.000.000,-. Seperti yang dijelaskan
oleh Bapak Kuat, Staff Kepala Seksi Pengembangan
Kapasitas dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata
Kabupaten Kulon Progosebagai berikut:
“....Alhamdulillah, pada tahun 2012 dan 2013
Jatimulyo pernah mendapat bantuan PNPM Mandiri
Pariwisata sebanyak 2 kali, dengan rincian dana Rp.
75.000.000,- dan Rp. 100.000.000,-”. (Wawancara
pada tanggal 10 Mei 2017).
Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Anom dalam
wawancara pada tanggal 4 Mei 2017.
“Dulunya ada program PNPM Mandiri yang
melakukan pemberdayaan. Dari situ Jatimulyo
mendapatkan bantuan dana sebesar Rp. 75.000.000,-
dan Rp. 100.000.000,- pada tahun 2012 dan 2013”.
2) Bantuan pembangunan prasarana
Bantuan pembangunan prasarana merupakan salah
satu komponen penting dalam melakukan kegiatan
91
pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya pembangunan
prasarana di Desa Wisata Jatimulyo, dapat mendorong
masyarakat untuk menggali dan mengembangkan potensi-
potensi yang ada. Masyarakat menjadi lebih kreatif dan
memiliki banyak ide untuk mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Prasarana yang ada di Desa Wisata Jatimulyo
meliputi gardu pandang, mushola, kamar mandi, joglo,
ruang aula, panggung teater, dan lain-lain. Hal tersebut
diungkapkan oleh Bapak Kuat saat wawancara pada tanggal
10 Mei 2017.
“Fasilitas sarana dan prasarana yang ada yaitu toilet,
gedung kesenian, joglo biasanya untuk perkumpulan
kegiatan kemah, dan pentas panggung teater”.
Mengenai prasarana yang ada di Desa Wisata
Jatimulyo juga diungkapkan oleh Bapak Suisno dalam
wawancara pada tanggal 21 Mei 2017.
“Sarana dan prasarana di pokdarwis banyak
mengacu di Goa Kiskendo yaitu mushola, kamar
mandi, joglo, dan permainan anak, karena itu adalah
tanahnya dari dinas.
Walapun di setiap potensi wisata pengembangannya
masih berasal dari swadaya masyarakat, namun di setiap
potensi wisata tersebut sudah ada prasarana umum yaitu
kamar mandi, loket pintu masuk wisata, mushola, aula, dan
gazebo. Pembuatan prasarana tersebut berasal dari dana
retribusi wisatawan yang berkunjung ke potensi-potensi
92
wisata di Desa Wisata Jatimulyo, seperti diungkapkan
dalam wawancara dengan Bapak Suisno pada tanggal 21
Mei 2017.
“Di potensi wisata lokal, masyarakat sudah banyak
ide dan kreatif, di setiap potensi sudah ada satu
kamar mandi, mushola, loket pintu masuk, tempat
aula/pertemuan, dan gazebo. Potensi wisata lokal
membuat sarana prasarana sendiri dengan dana dari
masyarakat. Dari hasil retribusi masuk, hasilnya
dibagi untuk tenaga, sebagian lagi untuk
pembangunan wisata”.
Meskipun sarana prasarana yang telah dijelaskan di
atas di rasa sudah cukup, namun masih terdapat masalah
prasarana yang sering dikeluhkan oleh wisatawan yang
menggunakan paket wisata. Masalah tersebut yaitu belum
adanya pondok kuliner yang menawarkan makanan khas di
Desa Wisata Jatimulyo. Para wisatawan yang menggunakan
paket wisata biasanya memesan makan kepada pokdarwis
maupun pengelola desa wisata. Karena di Desa Wisata
Jatimulyo tidak bisa mengandalkan pengunjung harian
seperti di obyek wisata lain. Tapi di Desa Wisata Jatimulyo
menawarkan paket wisata yang mana pendapatan pengelola
desa wisata diperoleh dari paket wisata yang dijual, seperti
dikemukakan oleh Bapak Kuat pada wawancara 10 Mei
2017.
“Menjadi keluhan pengunjung karena tidak ada
pondok kuliner. Pengunjung yang melakukan paket
wisata kemah biasanya memesan makan kepada
93
pokdarwis maupun pengelola desa wisata. Kita tidak
bisa mengandalkan pengunjung harian seperti di
obyek wisata lain. Kita kan pengunjung minat
khusus, jadi tidak menyediakan pondok makan”.
Selain itu, di Desa Wisata Jatimulyo terdapat 2 buah
gardu pandang di Padukuhan Gendu yang dibuat dengan
menggunakan dana dari pemerintah Desa Jatimulyo.
Pembuatan gardu pandang disediakan oleh pengelola untuk
pengunjung yang ingin beristirahat atau untuk menikmati
pemandangan perbukitan menoreh. Di bulan-bulan tertentu
ketika pohon tebu mulai berbunga, pemandangan menjadi
lebih menarik. Pada saat itu jumlah pengunjung juga
semakin banyak.
Untuk pengembangan prasarana yang ada di Desa
Wisata Jatimulyo dilakukan dengan sistem community
based tourism yaitu konsep pengembangan wisata dimana
masyarakat turut andil dalam perencanaan, pengembangan
serta pengelolaannya. Dari pemerintah Desa Jatimulyo,
Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo dan masyarakat
Desa Wisata Jatimulyo telah sepakat bahwa pengelolaan
Desa Wisata Jatimulyo oleh, dari dan untuk masyarakat.
3) Bantuan pendampingan
Bantuan pendampingan yang ada di Desa Wisata
Jatimulyo yaitu berupa pelatihan-pelatihan. Pelatihan
pemberdayaan masyarakat tersebut diadakan oleh Dinas
94
Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pariwisata
Kabupaten Kulon Progo, maupun dari pemerintah Desa
Jatimulyo. Desa Wisata Jatimulyo mendapat bantuan
pendampingan berupa pelatihan pemandu wisata,
manajemen wisata, pembukuan tentang wisata,struktur
organisasi, pengelolaan obyek wisata goa, bahasa asing,
kuliner, dan manajemen pengelolaan wisata perdesaan
Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Bapak Suisno
pada wawancara pada tanggal 21 Mei 2017.
“Pelatihan pemberdayaan masyarakat ada dari Dinas
Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, Dinas
Pariwisata DIY, dan pemerintah Desa Jatimulyo, itu
pelatihannya meliputi: pemandu wisata, manajemen
wisata, pembukuan tentang wisata, pelayanan prima,
dan struktur organisasi”.
Mengenai pelatihan pemberdayaan masyarakat di
Desa Wisata Jatimulyo, juga diungkapkan oleh Bapak Kuat
dalam wawancara pada tanggal 10 Mei 2017:
“...Banyak pelatihan yang sering kita lakukan, yaitu
pelatihan pengelolaan obyek wisata goa, pemandu
umum juga ada pelatihan pemandu goa, pelatihan
manajemen, kuliner, bahasa asing, dan manajemen
wisata perdesaan”.
Pelatihan-pelatihan tersebut diikuti oleh perwakilan
dari tiap-tiap anggota pokdarwis maupun pengelola desa
wisata yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Setelahitu,
mereka sudah memiliki pengetahuan maupun kemampuan
kemudian diajarkan kembali kepada masyarakat.
95
Di sisi lain, dari penelitian yang telah dilakukan
dalam wawancara dengan Ibu Ana pada tanggal 25 Mei
2017 sebagai berikut.
“Kalau pelatihan saya rasa masih kurang ya, mbak.
Padahal masyarakat kan inginnya pelatihan kuliner
karena disini kan banyak makanan lokal yang bisa
diolah. Seperti air nira kelapa yang bisa jadi gula
jawa, gula semut, dan lain-lain”.
4) Penguatan kelembagaan
Keberadaan lembaga dalam pemberdayaan
masyarakat sangat penting untuk memfasilitasi masyarakat
dan memberikan kemudahan dalam melakukan akses-akses
yang diinginkan oleh masyarakat.Lembaga lembaga yang
berkaitan dengan pengembangan Desa Wisata Jatimulyo
adalah RT, RW, pemerintah Desa Jatimulyo, Kecamatan
Girimulyo, pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo,
pemerintah daerah Provinsi DIY dan desa wisata
lain.Seperti yang dikemukakan Bapak Anom dalam
wawancara pada tanggal 4 Mei 2017 sebagai berikut.
“Sebelum dijadikan desa wisata kan kita
mengundang tokoh masyarakat, RT, RW, dan lain
sebagainya itu untuk mengadakan musyawarah.
Bagaimana kalau Jatimulyo dijadikan sebagai desa
wisata. kemudian banyak yang menyetujui akan hal
itu. Ya sudah, karena banyak yang setuju maka
jadilah Desa Wisata Jatimulyo”.
Namun, lembaga yang berkenaan langsung dengan
pengembangan desa wisata adalah kelompok pengelola
96
desa wisata dan pokdarwis. Sebagaimana diutarakan oleh
Bapak Suisno dalam wawancara pada tanggal 21 Mei 2017.
“Tujuan dibentuknya pengelola desa wisata ini
adalah untuk menjadi sebuah kawasan wisata yang
dapat mempersatukan masyarakat untuk
mengembangkan sebuah potensi yang ada di
Jatimulyo”.
Pembentukan pokdarwis dan pengelola desa wisata
adalah untuk mempersatukan potensi-potensi yang ada
untuk kemudian menjadi satu kawasan wisata. Selain itu,
sebagai acuan ataupun pedoman dalam pengembangan
kegiatan wisata di Desa Wisata Jatimulyo.
Untuk menunjang pengelolaan dapat berjalan
dengan lancar, maka dibentuklah kelompok pengelola desa
wisata yang dipusatkan di Dusun Sokomoyo dan Dusun
Sibolong. Pembentukan kelompok desa wisata agar
kepariwisataan yang ada di Desa Jatimulyo dapat
berkembang sedemikian pesat. Penguatan struktur dan
fungsi pengurus desa wisata dilakukan melalui pelatihan-
pelatihan, ikut dalam forum desa, studi banding, dan lain-
lain.
5) Penguatan kemitraan
Desa Wisata Jatimulyo melakukan kemitraan dengan
pihak lain seperti perguruan tinggi, geologi karst, pelaku
wisata minat khusus, organisasi-organisasi di bidang rescue
97
dan desa wisata lain yang ada di DIY. Hal tersebut seperti
yang dikemukakan oleh Bapak Kuat pada wawancara
tanggal 10 Mei 2017.
“Kemitraan biasanya dengan perguruan tinggi, juga
ada ahli geologi karst, pelaku wisata minat khusus
(paket susur goa), organisasi-organisasi yang
bergerak di bidang RESCUE, sering untuk ke
pemanduan (organisasi pemandu wisata), dari UGM.
Luasan kemitraan sudah semakin jelas. Selain itu
melakukan kemitraan dengan desa wisata lain yang
ada di DIY”.
Mengenai pengembangan Desa Wisata
Jatimulyodalam hal kemitraan diungkapkan juga oleh
Bapak Anom pada wawancara tanggal 4 Mei 2017.
“Kemitraan dengan pihak ketiga yaitu UGM, UNY.
Kalau swasta dari tauhid, rumah zakat, Indosat,
PLN, yakum, Indonesia Membangun Rakyat, jogja
bird watching dari UGM, dan lain-lain”.
Sebuah desa wisata perlu adanya kemitraan dengan
pihak-pihak lain. Kemitraan tersebut adalah sebagai upaya
untuk memperkuat perkembangan desa wisata. Sebuah desa
wisata tidak akan berkembang secara maksimal jika tidak
melakukan kemitraan dengan pihak-pihak lain.
b. Bentuk pengembangan Desa Wisata Jatimulyo
Pengembangan sebuah desa wisata tidak lepas dari adanya
peran masyarakat setempat. Masyarakat setempat berperan sebagai
obyek aktif yang mengelola desa wisatanya. Mereka berhak ikut
98
andil dalam pengembangannya mulai dari perencanaan,
pengimplementasian, dan evaluasi.
Lebih lanjut bentuk pengembangan yang ada di Desa
Wisata Jatimulyo ditempuh dengan upaya-upaya sebagai berikut:
1) Pengembangan sumber daya manusia (SDM)
Pelaksanaan pembangunan SDM di Desa Wisata
Jatimulyo dilakukan melalui pelatihan-pelatihan, diskusi,
maupun kegiatan lain yang berhubungan dengan
kepariwisataan. Kegiatan pelatihan-pelatihan tersebut yaitu
pelatihan pemandu wisata, manajemen wisata, pembukuan
tentang wisata, struktur organisasi, pengelolaan obyek wisata
goa, bahasa asing, kuliner, dan manajemen pengelolaan
wisata perdesaan. Seperti yang dikemukakan Bapak Kuat
dalam wawancara pada tanggal 10 Mei 2017 sebagai berikut.
“Dulu ada PNPM Pariwisata itu isinya banyak
pelatihan disamping juga kita sering melakukan
pelatihan: 1. Pelatihan pengelolaan obyek wisata goa,
disitu ada ketentuan menteri untuk standar
pengelolaan goa. Ada dua orang, disamping pemandu
umum juga ada pelatihan pemandu goa; 2. Pelatihan
manajemen; dalam setahun ada tiga pelatihan, kuliner,
bahasa asing, pemandu, dan manajemen wisata
perdesaan. Ada 15 kali pertemuan dalam setahun”.
2) Kemitraan
Kemitraan dalam pengembangan Desa Wisata
Jatimulyo dilakukan dengan pihak lain. Bidang-bidang usaha
yang dikerjasamakan antara lain seperti bidang akomodasi,
99
perjalanan, pelatihan, dan lain-lain. Desa Wisata Jatimulyo
menjalin kerja sama atau kemitraan dengan pihak geologi
karst, pelaku wisata minat khusus, organisasi-organisasi di
bidang rescue dan desa wisata lain yang ada di DIY. Selain
itu ada tauhid, rumah zakat, Indosat, PLN, yakkum, Indonesia
Membangun Rakyat (IMR), jogja bird watching, dan lain-
lain.
Untuk pelatihan di bidang tertentu seperti pelatihan
kuliner dan pengelolaan goa, Dinas Pariwisata Kabupaten
Kulon Progo mengundang tenaga ahli. Tenaga ahli di undang
karena sebagai daya tarik masyarakat agar mau ikut
pelatihan, seperti yang diungkapkan Bapak Kuat dalam
wawancara pada tanggal 10 Mei 2017.
“Kalau tentang manajemen pengembangan wisata
perdesaan, dinpar mengundang tenaga ahli. Yang
narasumber biasa Rp. 150.000,-/jam, sedangkan
tenaga ahli seperti kuliner dari restoran-restoran
biasanya lebih mahal. Karena sebagai daya tarik
masyarakat untuk ikut pelatihan. Dinpar hanya
sebagai narasumber untuk ketentuan-ketentuan
maupun pengembangan-pengembangan”.
3) Kegiatan pemerintahan di desa
Kegiatan pemerintahan dalam rangka pengembangan
Desa Wisata Jatimulyo dilakukan oleh pemerintah Desa
Jatimulyo. Pada hari-hari tertentumisalnya pada bulan Sapar,
di Desa Wisata Jatimulyo mengadakan kegiatan Saparan.
Disebut Saparan karena pelaksanaan upacara diadakan di
100
bulan Sapar sebagai tradisi untuk mensyukuri desa supaya
tetap makmur dan sejahtera serta mengirim doa dan dzikir
bersama. Pelaksanaan tradisi tersebut dilakukan setiap satu
tahun sekali yang diikuti oleh masyarakat Desa Wisata
Jatimulyo.
Selain kegiatan Saparan, di Desa Wisata Jatimulyo
yang merupakan desa budaya, banyak kegiatan adat budaya
yang dilakukan. Kegiatan tersebut seperti muludan,
gumbregi, hari jadi desa, dan kegiatan lainnya, seperti yang
dikemukan oleh Bapak Suisno dalam wawancara pada
tanggal 21 Mei 2017.
“Kegiatan upacara yang ada di desa berkaitan dengan
adat budaya Jatimulyo yaitu saparan, gumbregi,
muludan, hari jadi jatimulyo, pentas-pentas yang
berhubungan dengan masyarakat yang sifatnya
keseluruhan”.
Mengenai kegiatan pemerintahan yang ada di desa
juga diungkapkan oleh Bapak Anom dalam wawancara pada
tanggal pada tanggal 4 Mei 2017.
“Kalau event itu dari Dinas Pariwisata. Desa itu
ibaratnya bisa tapi tidak maksimal. Karena event
terkait dengan bersifat kegiatan. Event sifatnya
pelestarian. Misalnya pelestarian adat, kita masih
konsentrasi ke pengembangan infrastruktur. Kalau
pelestarian ya kita laksanakan tapi sifatnya ke
pelestariannya saja tidak event”.
4) Promosi
101
Desa Wisata Jatimulyo sering mengikuti berbagai
pameran dan lomba sebagai bentuk promosi. Pameran dan
lomba yang diikutkan mulai dari potensi pangan yang
dimiliki oleh Desa Wisata Jatimulyo, seperti dikemukakan
Bapak Kuat dalam wawancara pada tanggal 10 Mei 2017.
“Pemasaran sering diikutkan dalam beberapa
pameran, termasuk desa wisatanya. Salak di Jatimulyo
cukup terkenal, disalurkan ke beberapa hotel.
Pameran sering ikut, juga ada beberapa lomba yang
diikutkan”.
Selain mengikuti lomba dan pameran, promosi yang
dilakukan Desa Wisata Jatimulyo untuk mendatangkan
pengunjung adalah dari mulut ke mulut, media sosial,
televisi, dan media cetak. Hal tersebut juga diungkapkan oleh
Bapak Anom dalam wawancara pada tanggal 4 Mei 2017.
“Promosi dengan se-jaring, yang klasik ya dari mulut
ke mulut. Sejaring itu ya maksudnya media sosial,
media cetak, televisi”.
Pemasaran dan promosi wisata dengan media-media
di atas memiliki peran penting dalam meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Jatimulyo. Dengan
memanfaatkan teknologi informasi yang berkembang pesat
seperti sekarang ini, media pemasaran tersebut dianggap
efektif karena masyarakat luas dapat mengetahui potensi-
potensi yang ada di Desa Wisata Jatimulyo. Sehingga dari
102
kegiatan promosi yang dilakukan dapat meningkatkan
kunjungan wisatawan setiap tahunnya.
5) Festival/pertandingan
Salah satu kegiatan-kegiatan yang bisa menarik
wisatawan untuk mengunjungi sebuah desa wisata adalah
dengan menyelenggarakan festival/pertandingan. Di Desa
Wisata Jatimulyo mengadakan berbagai macam
festival/pertandingan seperti festival kesenian Jathilan,
pertandingan volly, dan lain sebagainya. Kegiatan
festival/pertandingan ini dilakukan secara berkala dan rutin.
Biasanya dilakukan dalam rangka memperingati 17 Agustus.
6) Membina organisasi masyarakat
Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, Pemerintah
Desa Jatimulyo, pokdarwis, dan desa wisata selalu berusaha
untuk membina masyarakat. Dalam hal ini adalah golongan
muda yang notabene mereka sebagai generasi penerus.
Pemuda-pemuda di Desa Wisata Jatimulyo setelah
melaksanakan kewajibannya untuk bersekolah, mereka
merantau ke luar kota. Mereka lebih memilih bekerja sebagai
buruh daripada ikut andil dalam mengelola Desa Wisata
Jatimulyo. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Anom pada
wawancara tanggal 4 Mei 2017 sebagai berikut.
103
“Masyarakat dulunya petani tulen, kalau pemudanya
merantau. Pokoknya setelah selesai sekolah, mereka
kebanyakan merantau keluar kota”.
Namun, dari pihak pemerintah desa tidak henti-
hentinya untuk membina mereka. Lebih lanjut Bapak Anom
menjelaskan upaya yang ditempuh oleh pemerintah untuk
mengajak masyarakat khususnya pemuda-pemuda untuk
tidak merantau. Berikut penuturan dari Bapak Anom dalam
wawancara pada tanggal 4 Mei 2017.
“Upayanya ya ajak bicara dengan membangun
generasi kedua yaitu dalam arti yang generasi penerus
kita ajak auranya, kita ajak bicara. Kita menciptakan
bahasa komunikasi dulu. Bahasa komunikasi iso lewat
gitaran, bakar-bakar ubi. Ya itu, langkahnya
menciptakan bahasa komunikasi kepada generasi
kedua. Karena yang sudah generasi sepuh ya sudah
ya, masanya dia dulu juga pernah menjadi generasi
muda”.
Selain dari pemerintah Desa Jatimulyo, Dinas
Pariwisata Kabupaten Kulon Progo juga melakukan
pembinaan kepada kader-kader baru. Namun sayangnya
kader-kader yang telah dibina dan diberi pelatihan
tersebutpindah ke luar kota dan bahkan mereka
mengembangkan destinasi wisata di tempat lain, seperti yang
dikemukakan oleh Bapak Kuat dalam wawancara pada
tanggal 10 Mei 2017.
“Setiap tahun kita mengadakan pelatihan-pelatihan
kepada generasi muda khususnya. Ketika mereka
sudah diberi bekal pengetahuan dan keterampilan,
mereka malah merantau ke luar kota. Memang tugas
104
kita untuk mencetak SDM, tapi ya itu kita sering
keteteran kalau kader-kader yang sudah dicetak malah
keluar”.
7) Kerja sama dengan universitas
Kerja sama dengan universitas atau perguruan tinggi
dilakukan untuk melakukan pengembangan dan pengabdian
supaya dilaksanakan di desa wisata. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Heri dalam wawancara pada tanggal
21 Mei 2017 sebagai berikut.
“Dulunya itu ada anak KKN dari UGM mbak. Mereka
melihat kalau di Jatimulyo banyak potensi wisata
yang bisa dikembangkan. Dengan dibantu oleh
mahasiswa KKN UGM, kegiatan ini berhasil
mengidentifikasi potensi-potensi yang ada”.
Desa Wisata Jatimulyo menjalin kerja sama dengan
perguruan tinggi yang ada di DIY. Perguruan tinggi yang
melakukan kerja sama dengan Desa Wisata Jatimulyo antara
lain UGM, UNY, ISI, UIN Sunan Kalijaga, dan lain-lain.
Kerja sama dengan perguruan tinggi guna membuka peluang
dan masukan bagi kegiatan di desa wisata.
c. Faktor-faktor Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pengembangan Desa Wisata Jatimulyo
1) Faktor pendukung
Terdapat beberapa faktor pendukung pemberdayaan
masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Jatimulyo,
yaitu:
105
(a) Potensi wisata Desa Wisata Jatimulyo yang melimpah
Desa Wisata Jatimulyo memiliki potensi yang sangat
beragam dan menarik, baik dari segi budaya, keindahan
alam, kesenian daerah, maupun upacara adat. Lokasinya
yang berada di Pegunungan Menoreh menjadi kawasan
yang sangat cocok untuk pengembangan pariwisata. Selain
itu, menjadi aset yang sangat besar nilainya.
Wilayah Desa Wisata Jatimulyo merupakan kawasan
keanekaragaman hayati yang tinggi. Beberapa jenis
keanekaragaman hayati tersebut di antaranya adalah jenis-
jenis yang dilindungi dan hanya dapat ditemui di kawasan
hutan dan perkebunan di Desa Wisata Jatimulyo.
Keanekaragaman hayati yang ada di Desa Wisata
Jatimulyo meliputi burung,kupu-kupu, anggrek, laba-laba
dan capung.
Potensi daya tarik wisata yang ada di Desa Wisata
Jatimulyo meliputi ekowisata sungai mudal, watu
blencong, air terjun grojogan sewu, gunung lanang, air
terjun setawing, goa kiskendo, air terjun kembangsoka,
dan air terjun kedung pedut. Sedangkan potensi wisata lain
adalah pada bidang kebudayaan, keagamaan, kesenian,
upacara adat, serta potensi pendukung yang meliputi
kuliner khas, potensi agro wisata, dan aneka kerajinan.
106
Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Andi dalam
wawancara tanggal 21 Mei 2017.
“Usaha atau kerajinan sebetulnya banyak sekali.
Contohnya pemanfaatan akar kayu menjadi sebuah
meja atau kursi, pembuatan kripik pegagan, gula
semut, kerajinan kayu menjadi topeng, pembuatan
bambu (kepang), pembuatan piring lidi”.
Mengenai potensi yang ada di Desa Wisata
Jatimulyo juga diungkapkan oleh Bapak Heri dalam
wawancara pada tanggal 21 Mei 2017.
“Adat budaya yang ada di Jatimulyo meliputi
saparan, gumbregi, muludan, hari jadi Jatimulyo,
pentas-pentas yang berhubungan dengan masyarakat
yang sifatnya keseluruhan”.
(b) Semangat dan respon positif dari masyarakat Desa Wisata
Jatimulyo
Pada awal perencanaan, pembentukan dan
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo, banyak
masyarakat yang belum mengerti akan pentingnya
pariwisata. Namun, dengan adanya upaya dari tokoh-tokoh
masyarakat yang terus menerus melakukan sosialisasi
kepada masyarakat maka lambat laun masyarakat mampu
menyadari kalau di wilayahnya terdapat potensi-potensi
yang mampu untuk pengembangan pariwisata. Setelah
banyaknya media dari televisi swasta maupun nasional
yang meliput potensi wisata di Desa Wisata Jatimulyo,
masyarakat menjadi bersemangat untuk melakukan
107
kegiatan gotong royong mulai dari membersihkan tempat
wisata sampai membangun fasilitas. Pembangunan
fasilitas yang ada di unit potensi wisata sebagian besarnya
berasal dari dana swadaya masyarakat. Sehingga fasilitas
yang ada di unit potensi wisata tersebut bersifat seadanya,
meliputi loket tiket masuk, gazebo, dan kamar mandi.
Respon positif dari masyarakat dapat ditunjukkan
dalam kegiatan pertunjukan sendratawi Sugriwa-Subali.
Masyarakat Desa Wisata Jatimulyo ikut berperan dalam
pertunjukan sendratari kolosal tersebut. Walaupun
pemeran intinya berasal dari mahasiswa dari Institut Seni
Indonesia (ISI) Yogyakarta. Keikutsertaan masyarakat
tersebut menunjukkan bahwa adanya semangat dan respon
positif dari masyarakat untuk mengembangkan potensi
wisata di daerahnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak
Kuat dalam wawancara pada tanggal 10 Mei 2017.
“Pada tahun 2015, pertunjukan sendratari Sugriwa-
Subali meledak. Dinas Kebudayaan provinsi
maupun ISI Jogja tertarik mengemas sendratari
kolosal Sugriwo-Subali.sehingga ISI melatih anak-
anak yang ada disitu, mulai dari anak-anak muda,
petani, untuk ikut menjadi pemain pentas sendratari
itu”.
Selain itu, respon positif lainnya terlihat pada
partisipasi masyarakat dalam penjagaan loket wisata,
petugas parkir, pemandu wisata, dan lain sebagainya.
108
Kegiatan seperti penjagaan loket wisata dilakukan secara
bergiliran, tidak orang itu saja yang menjaga. Sebelumnya
sudah ada kesepakatan untuk melakukan giliran penjagaan
loket. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kecemburuan
sosial di antara masyarakat. Sehingga tiap masyarakat
dapat merasakan kebermanfaatan dari adanya
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo. Masyarakat
mendapatkan penghasilan tambahan dari kegiatan tersebut.
Seperti yang dikemukakan Ibu Ana dalam wawancara
pada tanggal 25 Mei 2017.
“Saya ikut menjaga loket ini karena sebelumnya ada
sosialisasi dari tokoh-tokoh masyarakat, pak RT, pak
RW, kepala desa, dan lainnya. Masyarakat
dikumpulkan di rumah warga kemudian masyarakat
diajak untuk ikut andil dalam pengelolaannya”.
(c) Bantuan PNPM Mandiri Pariwisata
Bantuan modal dari PNPM Mandiri Pariwisata
kepada Desa Wisata Jatimulyo dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu pada tahun 2012 dan tahun 2013. Pada tahun
2012, Desa Wisata Jatimulyo mendapat bantuan sebesar
Rp. 75.000.000,- dan pada tahun 2013 sebesar Rp.
100.000.000,-. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Kuat
dalam wawancara pada tanggal 10 Mei 2017sebagai
berikut:
“....Alhamdulillah, pada tahun 2012 dan 2013
Jatimulyo pernah mendapat bantuan PNPM Mandiri
109
Pariwisata sebanyak 2 kali, dengan rincian dana Rp.
75.000.000,- dan Rp. 100.000.000,-”.
2) Faktor penghambat
Faktor penghambat pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo berasal dari pihak
internal maupun eksternal masyarakat Desa Wisata Jatimulyo.
Berikut adalah faktor-faktor penghambatnya:
(a) Kualitas SDM yang masih rendah dan kurang profesional
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Wisata
Jatimulyo tidak cukup tinggi sehingga kebanyakan
masyarakatnya bekerja sebagai buruh dan petani.
Walaupun ada yang berprofesi sebagai pegawai negeri
sipil tetapi sedikit jumlahnya. Tingkat pendidikan
masyarakat yang rendah ini menyebabkan masyarakat
kurang mampu untuk mengembangkan desa wisatanya.
Kapasitas SDM dari pengelola Desa Wisata
Jatimulyo dapat dikatakan kurang. Karena kader-kader
yang semula telah diberi pelatihan, mereka kemudian
merantau ke daerah lain. Selain itu, pengelola yang kurang
profesional menjadi kendala dalam pengembangan Desa
Wisata Jatimulyo. Seperti yang dikemukakan Bapak Heri
dalam wawancara pada tanggal 21 Mei 2017.
“SDM di Jatimulyo masih rendah dan belum
sempurna, kita melatih 50 orang yang jadi hanya 15
orang saja. Tapi pemahaman-pemahaman yang di
110
berikan kita tangkap tapi yang jadi hanya berapa
persennya.
Tidak hanya SDM dari masyarakat maupun
pengelola Desa Wisata Jatimulyo, SDM dari Dinas
Pariwisata Kabupaten Kulon Progo memiliki latar
belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan
kompetensinya.Seperti yang dikemukakan Bapak Kuat
dalam wawancara tanggal 10 Mei 2017 berikut ini.
“Banyak diantara kita pejabat-pejabatnya yang
pindah. Sehingga pengelolaannya kurang maksimal.
SDM dinpar yang tidak ahli dibidangnya, latar
belakang pendidikan tidak sesuai dengan
kompetensinya”.
(c) Belum adanya dasar hukum yang mengatur tentang Desa
Wisata Jatimulyo
Dasar hukum atau peraturan yang mengatur tentang
Desa Wisata Jatimulyo untuk saat ini belum ada. Dinas
Pariwisata Kabupaten Kulon Progo mengusulkan untuk
membuat peraturan daerah yang mengatur tentang
pokdarwis dan desa wisata, khususnya di Desa Wisata
Jatimulyo. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Kuat
dalam wawancara pada tanggal 10 Mei 2017 berikut ini.
“Peraturan bupati baru akan dibuat tentang
pokdarwis dan desa wisata agar tidak ada pungutan
liar. Ada beberapa desa wisata yang memungut
tanpa dasar. Dinas Pariwisata sedang membuat
perbup yang nantinya tiap desa membuat perdes.
Perdes tentang potensi pariwisata apa yang
111
kemanfaatannya untuk perekonomian desa dan
nantinya diatur dalam perdes”.
Tidak hanya dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Kulon Progo saja, dari pemerintah Desa Jatimulyo juga
belum ada dasar hukum yang mengatur tentang
pengelolaan dan pengembangan Desa Wisata Jatimulyo.
Peraturan desa (perdes) yang ada selama ini yaitu Perdes
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Lembaga Kemasyarakatan
Desa Jatimulyo dan Perdes Nomor 8 Tahun 2014 tentang
Pelestarian Lingkungan Hidup. Untuk perdes yang
mengatur tentang pengelolaan dan pengembangan Desa
Wisata Jatimulyo untuk saat ini belum ada.
Selama ini pengelolaannya berdasarkan Surat
Keputusan (SK) dari Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon
Progo. SK tersebut dikeluarkan karena sebelumnya ada
surat pernyataan dari kepala desa bahwa dibentuk
kelompok atau pengelola wisata yang ingin dilegalkan
keberadaannya. Sehingga kelompok atau pengelola
tersebut memiliki legalitas dari kepala desa dan Dinas
Pariwisata Kabupaten Kulon Progo. Hal ini dikemukakan
oleh Bapak Kuat dalam wawancara pada tanggal 10 Mei
2017.
“Selama ini pengelolaannya ada SK dari dinpar. Jadi
desa wisata itu ada 3 kriterianya, satu tidak dikelola
sendiri oleh perorangan/kelompok, ada
112
pengurusannya, nanti pengurusannya ada legalitas
dari desa dan legalitas dari dinpar”.
(d) Pencatatan kepariwisataan yang belum jelas
Berdasarkan data penelitian yang di dapat, peneliti
melihat bahwa di tiap unit potensi wisata yang ada di Desa
Wisata Jatimulyo belum terdapat buku pencatatan
mengenai berapa jumlah wisatawan yang datang, berapa
pendapatan yang di dapat setiap harinya, dan lain-lain.
Pada awal pembukaan, setiap wisatawan mencatat di buku
kehadiran yang berisi data nama, alamat, kesan dan pesan
untuk pengembangan wisata ke depannya. Tetapi
semenjak menggunakan karcis, pengelola tidak lagi
mencatatnya.
B. Pembahasan
1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata
Jatimulyo
Suatu desa dapat dikatakan sebagai desa wisata jika kawasan
pedesaan tersebut memiliki suasana yang asli dan khas baik dari
kehidupan ekonomi, sosial-budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki
arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, kegiatan
perekonomian yang menarik, serta memiliki potensi yang dapat
dikembangkan, misalnya atraksi, akomodasi, makanan dan minuman,
113
serta kebutuhan wisata lainnya (Pariwisata Inti Rakyat-PIR dalam
Hadiwijoyo: 2012: 68).
Desa Jatimulyo merupakan salah desa yang telah menjadi desa
wisata dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Sebelum menjadi
desa wisata memang masyarakat tidak ada niatan untuk desanya
dijadikan sebagai desa wisata. Pendirian Desa Wisata Jatimulyo
bermula dari adanya Kementerian Pariwisata yang secara nasional
menganjurkan untuk membentuk desa wisata. Kemudian pada Juli
2008 menjadi Desa Wisata Jatimulyo.
Desa Wisata Jatimulyo memiliki potensi-potensi yang dapat
dimanfaatkan sebagai kegiatan kepariwisataan. Adapun potensi yang
ada yaitu meliputi keunikan alam atau keanekaragaman hayati,
fenomena alam maupun potensi alam, budaya, makanan dan minuman
khas, sentra kerajinan bambu, dan potensi agro. Dari semua potensi ini
apabila masyarakat mampu mengemas menjadi kegiatan pariwisata
maka akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Dalam pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan Desa
Wisata Jatimulyo dilakukan dengan beberapa tahapan yang harus
dilalui seperti yang dikemukakan oleh Ambar Teguh Sulistiyani (2004:
83) sebagai berikut: Tahapan pertama adalah tahap penyadaran dan
pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga
merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Masyarakat pada
tahap ini mulai muncul kesadaran akan pentingnya pemberdayaan
114
masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Jatimulyo. Pokdarwis
dan pengelola desa wisata memberikan arahan dan sosialisasi kepada
masyarakat untuk dapat berpartisipasi dan ikut dalam mengembangkan
desanya. Cara yang dilakukan oleh pokdarwis dan pengelola desa
wisata adalah dengan mengadakan musyawarah kemudian mengajak
masyarakat untuk menonton televisi yang menayangkan potensi-
potensi di Desa Wisata Jatimulyo. Sosialisasi tersebut terus dilakukan
sampai masyarakat bergabung dan membentuk kelompok-kelompok
yang berkaitan dengan kegiatan desa wisata.
Tahapan kedua yaitu tahap transformasi kemampuan berupa
wawasan pengetahuan, kecakapan, keterampilan agar terbuka wawasan
dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran
di dalam pembangunan. Pada tahap ini Dinas Pariwisata Kabupaten
Kulon Progo memberikan pelatihan-pelatihan kepada pokdarwis dan
pengelola desa wisata yang ada di Kabupaten Kulon Progo, kemudian
pokdarwis dan pengelola desa wisata memberikan pelatihan kepada
masyarakat. Namun, pengadaan pelatihan tersebut tidak dilakukan oleh
dinas saja, tetapi dinas mengundang dan mendatangkan tenaga ahli
dari pihak luar. Seperti pelatihan kuliner yang mendatangkan tenaga
ahli dari rumah makan.
Tahapan ketiga yaitu tahap peningkatan kemampuan
intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan
kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian. Pada
115
tahap ini masyarakat sudah mendapatkan pelatihan dalam kegiatan
pemberdayaan. Di Desa Wisata Jatimulyo memiliki potensi agro
seperti cengkeh, kelapa, kopi, coklat, salak, dan lain-lain. Namun
masyarakat belum dapat memaksimalkan kemampuan dan
keterampilannya untuk membuat potensi agro yang ada dijadikan
sebagai olahan makanan dan minuman yang memiliki nilai ekonomis
tinggi. Hal ini diakibatkan karena masyarakat belum memiliki modal
yang cukup dan di tiap potensi wisata belum ada tempat yang khusus
menyediakan makanan dan minuman, souvenir, maupun kerajinan
yang khas dari Desa Wisata Jatimulyo. Kebanyakan warung-warung
yang ada menawarkan makanan mie instan dan minuman-minuman
dalam kemasan.
Dari ketiga tahapan dalam pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo dapat dikatakan bahwa
masyarakat mulai bertransformasi dari semula yang tidak memiliki
kemampuan atau tidak berdaya menjadi memiliki kemampuan yang
dapat digunakan masyarakat untuk menjadi mandiri dan dapat
meningkatkan taraf hidup mereka. Penjelasan mengenai pemberdayaan
masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Jatimulyo dapat
dijelaskan dengan teori menurut Mardi Yatmo Hutomo (2000: 7-10),
kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dikelompokkan
dalam beberapa kegiatan, yaitu bantuan modal, bantuan pembangunan
116
prasarana, bantuan pendampingan, penguatan kelembagaan, dan
penguatan kemitraan. Berikut penjelasannya:
a. Bantuan modal
Dalam sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat, aspek
permodalan merupakan salah satu komponen yang penting. Selain
itu, permodalan menjadi salah satu aspek yang sering dihadapi.
Bantuan modal yang diberikan kepada Desa Wisata Jatimulyo
adalah berbentuk modal uang atau biaya dari PNPM Mandiri
Pariwisata sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 2012 dan tahun
2013. Pada tahun 2012, Desa Wisata Jatimulyo mendapat bantuan
sebesar Rp. 75.000.000,- dan pada tahun 2013 sebesar Rp.
100.000.000,-.
Pada awal pembentukan, bantuan yang didapat dari PNPM
tersebut digunakan untuk penguatan kelembagaan dan kapasitas
SDM. Dari adanya bantuan tersebut kemudian dibentuk kelompok
sadar wisata (pokdarwis) dan pengelola desa wisata. Masyarakat
diberikan sosialisasi dan diajak untuk ikut dalam kelembagaan.
Banyak dari mereka yang kemudian ikut dalam pokdarwis maupun
pengelola desa wisata, terutama anak-anak muda. Dari hasil
pembentukan kelembagaan masyarakat atas nama desa wisata ini,
hasilnya cukup mengena pada kebutuhan akan peralatan untuk
menunjang kegiatan pariwisataan di Desa Wisata Jatimulyo.
117
Menurut Prof. Meij dalam Bambang Riyanto (2010: 18)
mengartikan modal sebagai kolektifitas dari barang-barang modal
yang terdapat dalam neraca sebelah debit, sedangkan yang
dimaksud dengan barang-barang modal adalah semua barang-
barang yang ada dalam rumah tangga perusahaan dan fungsi
produktifnya untuk membentuk pendapatan. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Listyawan Ardi Nugraha
(2011: 9)adalah uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk
berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda (uang,
barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk
menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan.
Seperti yang telah disebutkan, modal dalam suatu usaha
merupakan unsur yang utama untuk mendukung pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan dan pengembangan Desa Wisata
Jatimulyo. Modal ini berasal dari pemberian pemerintah melalui
program PNPM Mandiri Pariwisata yang digunakan secara optimal
untuk penguatan kelembagaan dan kapasitas SDM Desa Wisata
Jatimulyo. Masalah keuangan memegang peranan penting, karena
tanpa adanya dana maka suatu organisasi tidak akan berjalan baik.
Suatu organisasi membutuhkan dana untuk dapat beroperasi
dan menunjang kelangsungan hidup organisasi. Pokdarwis dan
pengelola Desa Wisata Jatimulyo harus dapat mengelola keuangan
secara efektif dan efisien karena untuk melakukan pengeluaran
118
sebagai modal awal seperti membeli perlengkapan untuk susur goa
yaitu senter, helm, sepatu anti air dan lain-lain. Dari barang-barang
yang dibeli tersebut akan menghasilkan output yang dapat dijual
sehingga menghasilkan keuntungan yang lebih besar lagi. Dengan
demikian, modal yang cukup sangat menentukan untuk
dilaksanakannya kegiatan organisasi dan keberhasilan usaha
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo.
b. Bantuan pembangunan prasarana
Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
dalam Suripin (2004: 2), sarana dan prasarana didefinisikan sebagai
bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung
kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang
yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan
dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca,
sehingga dapat hidup dengan sehat dapat berinteraksi satu dengan
lainnya dalam mempertahankan kehidupannya.
Bantuan prasarana dalam melakukan pemberdayaan
masyarakat merupakan usaha untuk mendorong masyarakat agar
berdaya. Tersedianya prasarana di tengah-tengah masyarakat yang
kurang berdaya akan mendorong dan meningkatkan mereka untuk
menggali potensi-potensi yang dimilikinya. Selain itu, dengan
adanya prasarana akan memudahkan mereka untuk melakukan
aktivitasnya. Bantuan pembangunan prasarana di Desa Wisata
119
Jatimulyo di dapat dari pemerintah Desa Jatimulyo dan Dinas
Pariwisata Kabupaten Kulon Progo. Prasarana yang ada di Desa
Wisata Jatimulyo yang ada selama ini meliputi gardu pandang,
mushola, kamar mandi, joglo, ruang aula, permainan anak,
panggung teater, dan lain-lain.
Sebenarnya pengembangan prasarana yang ada di Desa
Wisata Jatimulyo dilakukan dengan swadaya masyarakat. Terlebih
di setiap unit pengelola wisata, pembangunan prasarana berasal
dari dana masyarakat. Di awal-awal masa pembukaan potensi
wisata, wisatawan belum dikenakan tarif masuk wisata. Masyarakat
masih menerapkan dana suka rela kepada wisatawan yang datang.
Dari dana suka rela yang telah terkumpul tersebut kemudian
digunakan untuk membangun prasarana umum, seperti loket
masuk, kamar mandi, gazebo, dan lainnya. Masyarakat
melakukannya dengan sistem gotong royong.
Di Desa Wisata Jatimulyo mengembangkan community
based tourism yaitu konsep pengembangan wisata dimana
masyarakat turut andil dalam perencanaan, pengembangan serta
pengelolaannya. Dari pemerintah Desa Jatimulyo, Dinas Pariwisata
Kabupaten Kulon Progo dan masyarakat Desa Wisata Jatimulyo
telah sepakat bahwa pengelolaan Desa Wisata Jatimulyo oleh, dari
dan untuk masyarakat. Walaupun dengan adanya investasi dari
swasta ini akan membuat pengembangan Desa Wisata Jatimulyo
120
menjadi pesat, tapi mereka sudah konsekuen untuk tidak
mengembangkan kepada pihak swasta.
Oleh karena infrastruktur merupakan pendukung utama
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terlebih untuk kegiatan
kepariwisataan di Desa Wisata Jatimulyo, alangkah baiknya apabila
fasilitas infrastruktur tersebut dibangun lebih dahulu. Infrastruktur
yang sudah dirancang dan di bangun akan membuat wisatawan
merasa nyaman ketika berkunjung ke Desa Wisata Jatimulyo.
Semakin baik kualitas infrastrukturnya maka akan meningkatkan
jumlah kunjungan wisatawan dan semakin besar pula tingkat
perekonomian desa wisata tersebut.
c. Bantuan pendampingan
Pendampingan dalam pemberdayaan masyarakat memang
perlu dan penting. Tugas utama seorang pendamping adalah
memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator
untuk masyarakat. Yang perlu dipikirkan bersama adalah mengenai
siapa yang paling efektif menjadi pendamping masyarakat karena
pemberdayaan masyarakat merupakan proses yang berkelanjutan.
Edi Suharto (2005: 93) menguraikan bahwa pendampingan
merupakan satu strategi yang sangat menentukan keberhasilan
program pemberdayaan. Selanjutnya Primahendra (2002: 6)
mengatakan bahwa pendampingan adalah kegiatan pemberdayaan
121
masyarakat dengan menempatkan tenaga pendamping yang
berperan sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator.
Pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu
mendorong terjadinya pemberdayaan fakir miskin secara optimal.
Perlunya pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan
pemahaman di antara pihak yang memberikan bantuan dengan
sasaran penerima bantuan. Kesenjangan dapat disebabkan oleh
berbagai perbedaan dan keterbatasan kondisi sosial, budaya, dan
ekonomi. Oleh karenanya para pendamping di tingkat lokal harus
dipersiapkan dengan baik agar memiliki kemampuan untuk
memfasilitasi dengan sumber-sumber baik formal dan informal
(Gunawan Sumodiningrat, 2009: 106).
Berkaitan dengan itu, peran pendamping di Desa Wisata
Jatimulyo pada awalnya adalah sebagai motivator, yaitu berupaya
untuk menyadarkan dan mendorong masyarakat untuk mengenali
potensi dan masalah yang ada. Dari mengembangkan potensi
tersebut kemudian akan memecahkan permasalahan yang ada.
Selanjutnya pada tahap pelaksanan, peran pendamping berusaha
memberikan pengarahan dan pelatihan pemandu wisata,
manajemen wisata, pembukuan tentang wisata, struktur organisasi,
pengelolaan obyek wisata goa, bahasa asing, kuliner, dan
manajemen pengelolaan wisata perdesaan. Pada tahap ini,
pendamping mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan,
122
mengkondisikan iklim kelompok yang harmonis, serta
memfasilitasi terjadinya proses saling kerja sama dalam kelompok.
Tidak hanya sampai pada tahap pelaksanaan pemberdayaan,
peran pendamping juga berlanjut pasca pendampingan yaitu
sebagai katalisator. Dalam hal ini, pendamping sebagai
penghubung antara kelompok pendampingan (masyarakat) dengan
lembaga atau organisasi di luar kelompok, seperti lembaga
pelayanan keterampilan.
Pelatihan pemberdayaan masyarakat tersebut diadakan oleh
Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pariwisata
Kabupaten Kulon Progo, maupun dari pemerintah Desa Jatimulyo.
Akan tetapi, sebagian masyarakat ada yang belum mendapatkan
pelatihan seperti pelatihan kuliner. Seharusnya kegiatan
pendampingan dan pelatihan tersebut tidak hanya dilakukan oleh
tenaga pendamping saja, tetapi juga masyarakat terlibat dalam
setiap prosesnya karena masyarakat yang lebih mengetahui apa
yang dimiliki dan menjadi permasalahannya.
d. Penguatan kelembagaan
Leopold von Wiese dan Howard Becker dalam Soekanto
(2000: 219) melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut fungsinya
diartikan sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antar
manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk
memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya sesuai
123
dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.
Lembaga sosial pada dasarnya merupakan perwujudan fungsi-
fungsi kesejahteraan sosial yang melahirkan bentuk-bentuk
program pelayanan yang bervariasi. Ini dapat dilihat dari bidang
pelayanan sosial dalam praktek pekerjaan sosial. Dalam
menjalankan fungsi-fungsinya, lembaga sosial dapat memberikan
sanksi-sanksi dan sumber-sumber yang diperlukan pekerja sosial
dan profesi lainnya terkait dalam menjalankan kegiatan
praktek(Fadhil Nurdin, 1989: 41).
Sedangkan Ruttan dan Hayami (Tony Djogo, Sunaryo,
Didik Suharjito, dan Martua Sirait, 2003: 3) lembaga adalah aturan
di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang
memfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka
dengan harapan dimana setiap orang dapat bekerja sama atau
berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama
yang diinginkan.
Keberadaan lembaga atau organisasi di dalam sebuah
masyarakat adalah untuk memfasilitasi masyarakat dan
memberikan kemudahan bagi mereka dalam melakukan akses-
akses yang diinginkan, seperti permodalan, media musyawarah,
dan lain sebagainya. Beberapa lembaga yang berkaitan dengan
keberadaan Desa Wisata Jatimulyo adalah RT, RW, pemerintah
Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, pemerintah daerah
124
Kabupaten Kulon Progo, pemerintah daerah Provinsi DIY dan desa
wisata lain. Namun yang berhubungan langsung dengan
pengelolaan Desa Wisata Jatimulyo adalah pokdarwis dan
kesekretariatan pengelola desa wisata.
Sebagai wadah dari masyarakat untuk melakukan akses-
akses yang diinginkan, maka sebuah lembaga atau organisasi harus
ada upaya untuk melakukan penguatan. Program kerja yang jelas
dan adanya kemandirian dalam pengelolaan akan mengantarkan
desa wisata menuju pengembangan yang lebih baik. Sebuah
lembaga atau organisasi tidak hanya menyusun program kerja,
tetapi termasuk mengendalikan program ekonomi, lingkungan,
sosial kebudayaan; melakukan perencanaan program pendidikan
dan pelatihan; menyusun strategi marketing; peraturan yang
berhubungan dengan wisata, dan lain sebagainya. Penguatan
kelembagaan dalam pemberdayaan menjadi faktor penting karena
lembagalah yang berperan sebagai pengelola kegiatan
pemberdayaan. Agar penguatan kelembagaan berjalan sesuai yang
dikehendaki maka aspek pemberdayaan dan pendampingan harus
mendapat perhatian serius.
e. Penguatan kemitraan
Permberdayaan masyarakat di Desa Wisata Jatimulyo
dilakukan oleh berbagai aktor yang terlibat. Sehingga penguatan
kemitraan yang ada di Desa Wisata Jatimulyo sudah dikatakan
125
baik. Secara ekonomi menurut Mia Nur Damayanti (2009: 18)
kemitraan didefinisikan sebagai:
1) Efisiensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik
berupa tenaga (labour) maupun benda (property) atau
keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian
kegiatan dilakukan bersama dimana pembagian keuntungan
dan kerugian distribusi di antara dua pihak yang bermitra.
2) “Partnership” atau “Alliance” adalah suatu asosiasi yang
terdiri dari dua orang atau usaha yang sama-sama memiliki
sebuah perusahaan dengan tujuan untuk mencari laba.
3) Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau
lebih sebagai pemilik bersama yang menjalankan suatu
bisnis mencari keuntungan.
4) Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah
pemilik uang menikmati bersama keuntungan-keuntungan
dari perusahaan dan masing-masing menanggung liabilitas
yang tidak terbatas atas hutang-hutang perusahaan (Mia Nur
Damayanti, 2009: 18).
Konteks kemitraan dalam pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo adalah kemitraan yang
terjalin antara aparat pemerintahan Desa Jatimulyo, Dinas
Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, perguruan tinggi di DIY,
organisasi di bidang rescue, PLN, indosat, dan lainnya. Kemitraan
ini dilakukan karena terdapat prinsip saling membutuhkan dan
saling menguntungkan. Karena pada dasarnya masing-masing
pihak memiliki kelebihan dan kelemahan yang mana masing-
masing pihak tersebut akan saling melengkapi yang lain dan
sebaliknya.
Pembangunan sektor wisata dengan menjalin kemitraan
antara masyarakat, pemerintah, dan swasta akan menentukan
keberhasilan pembangunan kepariwisataan. Peran serta dari semua
126
pihak untuk ikut serta dalam membangun dan memanfaatkan sektor
pariwisata nantinya dapat menunjang peningkatan pendapatan
semua lapisan masyarakat. Sehingga masyarakat menjadi mandiri
dan dapat hidup lebih sejahtera.
Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan desa wisata
dapat dikatakan sebagai Community Based Tourism (CBT). Menurut
Hudson dan Timothy (1999) dalam Sunaryo (2013: 139) pariwisata
berbasis masyarakat atau CBT merupakan pemahaman yang berkaitan
dengan kepastian manfaat yang diperoleh oleh masyarakat dan adanya
upaya perencanaan pendampingan yang membela masyarakat lokal
serta kelompok lain yang memiliki ketertarikan atau minat kepada
kepariwisataan setempat, dan tata kelola kepariwisataan yang memberi
kontrol yang lebih besar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
setempat.
Sedangkan menurut Nicole Hausler (2000) dalam Sri Endah
Nurhidayati (2007: 6) mengemukakan dua poin definisi dari CBT yaitu
bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan pada masyarakat
lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dalam
pembangunan pariwisata dan menuntut pemberdayaan secara politis
dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang
kurang beruntung.
Penelitian tentang pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo ini sejalan dengan penelitian
127
yang dilakukan oleh Sugi Rahayu, dkk (2015: 68) yang menyebutkan
bahwa pengembangan pariwisata selain dapat digunakan sebagai salah
satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan menyejahterakan
masyarakat juga dapat dijadikan sebagai sarana melestarikan budaya
dan membangun kearifan lokal. Kemudian dijelaskan kembali oleh
Sugi Rahayu, dkk (2015: 70-71), dalam pengembangan desa wisata
masyarakat akan sadar betapa pentingnya kebersihan dan belajar dari
para wisatawan tentang kualitas hidup. Tumbuhnya kreatifitas
masyarakat untuk melakukan usaha-usaha pengembangan desa wisata
dapat meningkatkan kreatifitas masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya seperti membuat souvenir, membuat
pertunjukan seni, dan penyediaan jasa laundry. Kecintaan masyarakat
terhadap desa wisata semakin tinggi karena mereka akan sadar tentang
keberadaan desa yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Dapat dikatakan bahwa peran serta dari masyarakat lokal sangat
penting untuk pengembangan Desa Wisata Jatimulyo. Masyarakat
sudah seharusnya menjadi pelaksana kegiatan pengembangan desanya.
Peran dari masyarakat dibutuhkan karena mereka yang mengetahui
kondisi dan menjadi tuan rumah di desanya. Dengan adanya partisipasi
masyarakat yang aktif akan mampu meningkatkan pendapatan,
mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, menciptakan
masyarakat yang kreatif, dan menjadi sarana untuk melestarikan
kearifan lokal.
128
2. Bentuk Pengembangan Desa Wisata Jatimulyo
Pengembangan desa wisata dikatakan berhasil apabila
masyarakat ikut serta dalam pengembangannya. Menurut Soemarno
(2010: 2-4), menyatakan bahwa suksesnya pengembangan wisata
ditempuh melalui upaya-upaya antara lain (1) pengembangan sumber
daya manusia (SDM); (2) kemitraan;(3) kegiatan pemerintahan di
desa; (4) promosi; (5) festival/pertandingan; (6) membina organisasi
masyarakat; dan (7) kerja sama dengan universitas.
Sumber daya manusia menurut Ike Kusdyah (2008: 5) adalah
faktor sentral dalam satu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya,
organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan
manusia dan dalam pelaksanaannya misi tersebut dikelola oleh
manusia. Pengembangan sumber daya manusia di Desa Wisata
Jatimulyo dilakukan melalui pelatihan-pelatihan, diskusi, maupun
kegiatan lain yang berhubungan dengan kepariwisataan, yakni
pelatihan pemandu wisata, manajemen wisata, pembukuan tentang
wisata, struktur organisasi, pengelolaan obyek wisata goa, bahasa
asing, kuliner, dan manajemen pengelolaan wisata
perdesaan.Pokdarwis maupun pengelola desa wisata tidak henti-
hentinya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Kemitraan. Menurut Yusuf Wibisono (2007: 103) dalam
melakukan kemitraan terdapat tiga prinsip penting, yaitu kesetaraan
atau keseimbangan, transparansi, dan saling menguntungkan. Bidang-
129
bidang yang dikerjasamakan dalam pengembangan Desa Wisata
Jatimulyo antara lain dengan pihak geologi karst, pelaku wisata minat
khusus, organisasi-organisasi di bidang rescue dan desa wisata lain
yang ada di DIY. Selain itu ada tauhid, rumah zakat, Indosat, PLN,
yakkum, Indonesia Membangun Rakyat (IMR), jogja bird watching,
dan lain-lain. Untuk pelatihan, Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon
Progo mengundang tenaga ahli dari restoran. Hal ini dilakukan agar
masyarakat tertarik dan mau ikut serta. Sedangkan dinas sebagai
narasumber untuk ketentuan-ketentuan teknisnya.
Kegiatan pemerintahan di desa antara lain seperti rapat-rapat
dinas, pameran pembangunan, dan upacara hari-hari besar (saparan,
muludhan, gumbregi, hari jadi desa, dan lain-lain) yang
diselenggarakan di desa wisata. Pameran pembangunan dapat
dijadikan sebagai media promosi yang efektif untuk memperkenalkan
potensi-potensi Desa Wisata Jatimulyo kepada masyarakat luas.
Dengan harapan mereka tertarik untuk berkunjung ke Desa Wisata
Jatimulyo.
Promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran
pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam
memasarkan produk (A. Hamdani dalam Danang Sunyoto, 2012: 154-
155). Promosi yang dilakukan Desa Wisata Jatimulyo adalah dengan
mengikuti berbagai pameran, lomba antar desa wisata, televisi, iklan,
130
promosi penjualan, pemasaran dari mulut ke mulut, publisitas, acara
dan pengalaman.
Festival/pertandingan. Pada hari libur tertentu Desa Wisata
Jatimulyo mengadakan festival seperti pertunjukan kesenian Jathilan.
Sementara untuk sendratari kolosal Sugriwa-Subali biasanya diadakan
di Goa Kiskendo. Selain itu diadakan pertandingan bola voli antar
pedukuhan, kuliner, futsal, dan lain-lain.
Membina organisasi masyarakat. Maksudnya adalah penduduk
desa yang biasanya merantau kemudian mudik atau tradisi lain dapat
dibina dan diorganisir untuk memajukan desa wisata mereka.
Sebagian besar pemuda di Desa Wisata Jatimulyo merantau ke luar
kota untuk bekerja. Banyak pemuda yang kurang menyadari akan
pentingnya pariwisata bagi daerahnya. Pokdarwis dan pengelola desa
wisata dibantu dengan pemerintah desa, telah melakukan upaya
pembinaan kepada mereka. Dengan menciptakan bahasa komunikasi
yang ringan diharapkan pemuda-pemuda bisa ikut andil karena
mereka sebagai generasi penerus.
Kerja sama dengan universitas. Universitas atau perguruan
tinggi melakukan pengembangan dan pengabdian supaya dilaksanakan
di desa wisata. Pihak universitas dan masyarakat membedah potensi-
potensi yang ada di Desa Wisata Jatimulyo. Hal ini guna membuka
peluang dan masukan bagi kegiatan di desa wisata tersebut.
131
Dalam kegiatan kepariwisataan ada beberapa pihak yang
memiliki peran dan terlibat langsung dalam kegiatan kepariwisataan.
Pihak tersebut adalah masyarakat, pemerintah, dan swasta.
Masyarakat merupakan tuan rumah dan menjadi pelaku penting dalam
pengembangan desa wisata dalam keseluruhan tahapan mulai dari
tahap perencanaan, pengawasan, dan implementasi. Sudah seharusnya
masyarakat menjadi pelaksana atau subjek pengembangan dari
kegiatan kepariwisataan di desanya. Peran dari masyarakat ini perlu
diseimbangkan dengan peran pemerintah dan peran swasta. Swasta
sebagai investor yang mempunyai dana untuk berinvestasi dalam
kegiatan pengembangan desa wisata agar sarana dan prasarana dapat
terpenuhi dengan maksimal. Namun peran dari pihak swasta masih
minim dalam pengembangan Desa Wisata Jatimulyo. Investor belum
mau turut berkontribusi dalam mengembangkan potensi
pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata
Jatimulyo.
Selain itu pemerintah berperan sebagai fasilitator yang
menyediakan pelatihan kepada masyarakat, memberi bantuan PNPM
Mandiri Pariwisata, selain itu memfasilitasi investor dan pengusaha
wisata yang ingin memberikan kontribusinya dalam pengembangan
Desa Wisata Jatimulyo. Tetapi, peran masyarakat dalam
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo masih sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena lemahnya kemampuan masyarakat untuk
132
mengelola potensi-potensi desanya. Sehingga keikutsertaan
masyarakat dalam pengembangan desa wisata belum terlalu besar.
Adiyoso (2009) dalam Mona El Sahawi (2015: 39)
menegaskan bahwa partisipasi masyarakat merupakan komponen
terpenting dalam upaya pertumbuhan kemandirian dan proses
pemberdayaan. Perencanaanpembangunan pariwisata harus
mengakomodasi keinginan dan kemampuan masyarakat lokal untuk
berpartisipasi serta memperoleh nilai manfaat yang maksimal dari
pembangunan pariwisata. Partisipasi masyarakat lokal sangat
dibutuhkan dalam pengembangan desa wisata karena masyarakat lokal
sebagai pemilik sumber daya pariwisata yang ditawarkan kepada
wisatawan (Mona El Sahawi, 2015: 39). Selain itu, sektor pariwisata
merupakan salah satu instrumen yang sangat efektif untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat, penanggulangan atau
pengentasan kemiskinan, dan dapat dijadikan sebagai sarana untuk
melestarikan budaya serta kearifan lokal.
3. Faktor-faktor Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan
Desa Wisata Jatimulyo
a. Faktor pendukung
Dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo di lapangan terdapat faktor
pendukung dan penghambat. Faktor pendukung dalam penelitian
ini yaitu, pertama, potensi wisata yang ada di Desa Wisata
133
Jatimulyo dapat dikembangkan menjadi potensi pariwisata yang
dapat memajukan perekonomian desa. Potensi wisata yang ada di
Desa Wisata Jatimulyo antara lain keunikan alam atau
keanekaragaman hayati, fenomena alam, budaya, serta potensi
pendukung seperti makanan dan minuman khas, sentra kerajinan
bambu, dan potensi agro. Dukungan dari pemerintah daerah kepada
aparat pemerintahan desa, pelaku wisata dan masyarakat dapat
menjadi semangat bagi mereka untuk mengeksplorasi dan
mengembangkan potensi yang ada untuk membangun desa wisata.
Adanya keseriusan dari masyarakat juga akan membuat pemerintah
memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan kegiatan
kepariwisataan.
Kedua, semangat dan respon positif dari masyarakat.
Keterlibatan masyarakat sebagai pelaku wisata sudah ditunjukkan
oleh masyarakat dalam kegiatan penjagaan loket wisata, petugas
parkir, pemandu wisata, penjual makanan dan lain sebagainya.
Masyarakat lokal memiliki kesempatan yang sama untuk berperan
dalam menyelenggarakan kegiatan kepariwisataan mulai dari
proses perencanaan, pelaksanaan, membangun, memiliki dan
mengelola langsung kegiatan tersebut. Adanya semangat dari pihak
penyelenggara pemberdayaan untuk terus melakukan sosialisasi
kepada masyarakat dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk menyadari akan pentingnya kepariwisataan. Sehingga
134
diharapkan dapat memberikan manfaat secara langsung dari segi
ekonomi dan mengurangi tingkat pengangguran.
Ketiga, bantuan PNPM Mandiri Pariwisata. Permodalan
merupakan aspek yang penting dan menjadi permasalahan yang
sering dihadapi. Desa Wisata Jatimulyo pernah mendapatkan
bantuan modal dari PNPM Mandiri Pariwisata sebanyak dua kali
yaitu pada tahun 2012 dan 2013 dengan rincian dana sebesar Rp.
75.000.000,- dan Rp. 100.000.000,-. Dana tersebut digunakan
untuk keperluan kelembagaan dan kapasitas sumber daya manusia
pokdarwis dan pengelola desa wisata. Adanya bantuan PNPM
Mandiri Pariwisata ini, diharapkan dapat membangun kesadaran
masyarakat dan menjadi pelaku yang handal dalam usaha
kepariwisataan khususnya di Desa Wisata Jatimulyo.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yohanes R.
Juanda, Maesaroh, dan Amni Z. Rahman (2016) faktor pendukung
dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan di Desa Wisata Kandri
antara lain terkait hubungan antar organisasi serta faktor sumber
daya dalam pelaksanaan. Dalam faktor sumber daya, dibedakan
menjadi dua yaitu sumber daya manusia dan anggaran. SDM
pelaksana dalam hal ini seluruh SKPD Kota Semarang sudah
terlibat untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain
itu, ditunjang dengan dua pokdarwis yang bergerak sebagai
pelaksana teknis dalam menggerakkan wilayah Kandri sebagai
135
sebuah desa wisata. Adanya pengaruh keterlibatan SDM pelaksana
ini kemudian dapat menutup minimnya anggaran dari pihak
Disbudpar dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan di Desa
Wisata Kandri.
Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Susi
Lestari (2009) mengatakan bahwa bentuk pemberdayaan yang ada
di Desa Wisata Kembang Arum sepenuhnya dikelola oleh
masyarakat. karena masyarakat memiliki hak yang sama untuk
berpartisipasi dalam setiap kegiatan kepariwisataan di daerahnya.
Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat, akan melatih
mereka untuk berinteraksi dengan orang lain. Pengalaman dan
pengetahuan masyarakat akan bertambah sehingga akan
menciptakan suatu masyarakat yang memiliki sumber daya yang
berkualitas. Bentuk lain pemberdayaan masyarakat yang ada di
Desa Wisata Kembang Arum yaitu sistem bagi hasil jika ada
wisatawan yang berkunjung. Sistem ini telah disepakati bersama
agar tidak terjadi kecemburuan sosial. Hasil pendapatan dari
kegiatan kepariwisataan di Desa Wisata Kembang Arum memang
bukan pendapatan utama, namun dapat membantu masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b. Faktor penghambat
Faktor penghambat yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah kualitas SDM baik dari Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon
136
Progo maupun masyarakat Desa Wisata Jatimulyo. Masyarakat
sebagian besar berpendidikan sampai dengan SMP sehingga tingkat
pemahaman akan kepariwisataan dapat dikatakan masih rendah.
Selain itu, SDM dari Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo
belum sepenuhnya berkompeten dalam bidang pariwisata. Hal ini
tentunya menjadi kendala dalam melakukan pengembangan desa
wisata.
Pemerintah daerah telah melakukan upaya untuk
peningkatan kualitas SDM di Desa Wisata Jatimulyo dengan
melakukan kegiatan pelatihan kuliner, kelembagaan, pemandu
wisata, bahasa asing, manajemen wisata pedesaan, dan lain-lain.
Walaupun pelatihan terus dilakukan, namun tingkat daya tangkap
setiap manusia berbeda-beda. Misalnya masyarakat yang sudah ikut
pelatihan sebanyak 50 orang tetapi yang memahami hanya
sebagiannya saja.Pemerintah terus melakukan kegiatan pelatihan-
pelatihan agar masyarakat atau pelaku wisata dapat bekerja secara
profesional dan berkompeten dalam melayani wisatawan dan
menciptakan kesenangan serta kenyaman kepada para wisatawan.
Membangun konsep sebuah desa wisata diperlukan adanya
peraturan atau dasar hukum untuk memutuskan konsep dan langkah
desa wisata selanjutnya. Selama ini pemerintah daerah Kabupaten
Kulon Progo belum memiliki dasar hukum yang mengatur tentang
pengelolaan desa wisata. Dari Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon
137
Progo baru merencanakan peraturan tentang pengelolaan desa
wisata. Pokdarwis dan pengelola desa wisata menggunakan Surat
Keputusan (SK) dari Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo
yang merupakan aturan keputusan bersama yang telah disepakati
dan diketahui oleh Kepala Desa Jatimulyo. Sebelumnya ada
rekomendasi dari pihak desa untuk melegalkan kegiatan
kepariwisataan yang ada di Desa Wisata Jatimulyo termasuk
pokdarwis dan pengelola desa wisata. Kemudian Dinas Pariwisata
Kabupaten Kulon Progo menyetujuinya dengan mengeluarkan SK
tersebut.
Aturan yang akan dibuat oleh pemerintah daerah
Kabupaten Kulon Progo nantinya akan mengatur semua tentang
ketentuan pengelolaan desa wisata mulai dari penentuan paket
wisata, penarikan retribusi, tarif parkir, pengelolaan kuliner, akses
jalan menuju lokasi wisata, dan pembuatan fasilitas penunjang
kegiatan kepariwisataan. Permasalahan tentang retribusi merupakan
masalah yang sering dihadapi karena tidak adanya dasar hukum
yang jelas.
Dengan adanya dasar hukum yang jelas akan menciptakan
ketertiban, keteraturan, dan keserasian dari para penyelenggaraan
kepariwisataan yaitu pemerintah, badan-badan usaha, dan
masyarakat. Selain itu, menjadi pedoman yang jelas bagi para
penyelenggaraan kepariwisataan dan menciptakan keadilan bagi
138
mereka. Adanya kejelasan mengenai hasil-hasil yang diperoleh
masyarakat lokal dan dapat memberi manfaat bagi kehidupannya.
Seperti penelitian yang ditemukan dalam pemberdayaan
masyarakat Desa Wisata Kembang Arum oleh Susi Lestari yaitu
adanya sistem bagi hasil yang jelas dan telah ditentukan bersama.
Sehingga masyarakat tidak mengalami kecemburuan sosial jika ada
wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Kembang Arum.
Berdasarkan data penelitian yang di dapat, peneliti melihat
bahwa di tiap unit potensi wisata yang ada di Desa Wisata
Jatimulyo belum terdapat buku pencatatan mengenai berapa jumlah
wisatawan yang datang, berapa pendapatan yang di dapat setiap
harinya, dan lain-lain. Pada awal pembukaan, setiap wisatawan
mencatat di buku kehadiran yang berisi data nama, alamat, kesan
dan pesan untuk pengembangan wisata ke depannya. Tetapi
semenjak menggunakan karcis, pengelola tidak lagi mencatatnya.
Pencatatan ini digunakan untuk mengetahui jumlah
wisatawan yang datang dan jumlah pendapatan yang di dapat.
Selain itu, sebagai bahan evaluasi bagi pengelola wisata untuk
selalu kreatif dan inovatif untuk mengelola potensi wisata sehingga
dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.
Faktor penghambat dalam pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo ini hampir sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yohanes R. Juanda, Maesaroh, dan
139
Amni Z. Rahman (2016) yaitu belum adanya suatu standar atau
acuan yang menjadi dasar untuk pelaksanaan kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk Desa Wisata
Kandri. Hal ini berdampak pada rancunya kegiatan-kegiatan yang
dijalankan serta ketidakjelasan dari tujuan yang hendak dicapai.
Ketidakjelasan standar ini berdampak pada tidak adanya kriteria
mengenai sasaran kegiatan sehingga terdapat ketidakjelasan
kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dari kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
Aspek lainnya yaitu mengenai karakteristik agen pelaksana
yang menunjukkan bahwa usaha Disbudpar Kota Semarang dalam
membina masyarakat setempat menuju perubahan-perubahan yang
dicapai melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut
senyatanya masih minim. Hal ini dikarenakan adanya benturan
permasalahan terkait dengan penetapan agenda prioritas.
Kepengurusan pokdarwis Desa Wisata Kandri terbagi
menjadi dua kepengurusan sehingga menyebabkan kondisi
ekonomi menjadi bermasalah. Kalangan yang dapat memanfaatkan
potensi pariwisata hanya terdapat di beberapa sektor khususnya
yang ditangani Pokdarwis Sukomakmur. Sedangkan yang ditangani
oleh Pokdarwis Pandanaran masih belum dapat memaksimalkan
potensi pariwisata di Desa Wisata Kandri untuk meningkatkan
perekonomian.
140
Pihak Disbudpar Kota Semarang dalam menanggapi dan
menangani beragam bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat di
Desa Wisata Kandri dianggap masih belum maksimal. Hal ini
ditunjukkan dengan belum siapnya keseluruhan masyarakat
setempat dalam menyadari dan mengambil sikap yang sesuai dalam
memanfaatkan potensi pariwisata di Desa Wisata Kandri untuk
peningkatan perekonomian dalam rangka peralihan mata
pencaharian penduduk setempat.