bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1. 1....
TRANSCRIPT
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Langkah Pengembangan Model
4.1.1.Potensi dan Masalah
1. Perencanaan (Planning)
Pengawas maupun Kepala Sekolah Dasar di
lingkup kecamatan Getasan memiliki potensi
sumber daya manusia yang memadai. Program
supervisi yang telah disusun menjadi salah satu
tindakan pencapaian kinerja yang disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan. Langkah
tersebut juga mendapat dukungan dari kepala
UPTD setempat yang ikut serta mengawasi
perkembangan kompetensi kepala sekolah-
kepala sekolah di lingkungan kecamatan
Getasan. Hal tersebut sesuai dengan wawancara
dengan kepala UPTD:
“Kami sudah menyusun program supervisi
maupun kunjungan bagi kepala sekolah maupun guru secara rutin. Akan tetapi,
memang ada kendala-kendala yang dihadapi ketika akan melakukan supervisi. Misalnya
kendala kesiapan dari sekolah yang dikunjungi. Atau pengawas datang, kepala sekolah yang bersangkutan sedang
meninggalkan jam dinas.” (wawancara, kepala UPTD, 6 September
2017)
46
Hal tersebut sejalan dengan keterangan yang
diperoleh dari pengawas SD di lingkup
kecamatan Getasan:
“Program supervisi itu sudah kami siapkan supaya memudahkan kepala sekolah
maupun guru untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam melakukan tugasnya. Misalnya, kesulitan mengajar, mengelola
kelas, dan lain sebagainya. Akan tetapi saat di lapangan ditemukan banyak kendala yang
tidak terduga. Contohnya, kalau saya datang, kemudian guru maupun kepala
sekolah belum siap untuk disupervisi ada yang menawar hari supervisinya. Ada pula, ketika saya mau supervisi ternyata sudah
dirancang kegiatan lain di sekolah, dan lain-lain. Memang tidak mudah untuk
melaksanakan program supervisi itu dengan maksimal, apalagi keterbatasan waktu yang
sudah kami tentukan belum tentu sesuai dengan kegiatan sekolah yang akan kami kunjungi.”
(wawancara, pengawas, 6 September 2017)
Program supervisi yang dilaksanakan terkait
dengan kompetensi kepala sekolah dalam
melaksanakan program supervisi pembelajaran.
Untuk menguatkan pernyataan dari dua sumber
tersebut, peneliti mewawancarai dua kepala
sekolah mengenai pelaksanaan supervisi
pembelajaran:
“Program supervisi pasti ada dan sudah
disusun dari awal semester. Bahkan pelaksanaannya juga minimal satu semester.
Biasanya untuk melaksanakan program
47
supervisi kepada guru-guru perlu penjadwalan yang tepat disesuaikan dengan
jadwal guru tersebut saat mengajar.” (wawancara, kepala sekolah, 10 September 2017)
“Di awal semester program-program di
sekolah sudah harus di buat, salah satunya program supervisi guru. Program itu disusun
berdasarkan kebutuhan sekolah, seperti saya menyesuikan dengan sumber daya yang ada di sekolah.”
(wawancara, kepala sekolah, 9 September 2017)
Berdasarkan hasil wawancara dari
narasumber tersebut dapat disimpulan bahwa
program supervisi sudah disusun sesuai dengan
kebutuhan. Supervisi sebagai alat untuk
mengukur kinerja atau kompetensi baik
manusia maupun lembaga yang bertujuan
untuk mencari solusi dari kesulitan-kesulitan
yang dihadapi.
Perencanaan program supervisi yang
dilakukan baik pengawas maupun kepala
disusun berdasarkan kebutuhan daerah masing-
masing.
Perencanaan program merupakan langkah
awal yang menentukan langkah selanjutkan
dalam organisasi. Tujuan dari penyusunan
program supervisi yaitu untuk memberikan
48
secara pribadi maupun kelompok yang
mengalami kesulitan dalam suatu kegiatan.
Program supervisi dalam bidang pendidikan
memberikan gambaran sekaligus bantuan bagi
pelaku bidang pendidikan untuk meningkatkan
kompetensi sehingga dapat mencapai tujuan
pendidikan. Pada kenyataannya, perencaan
sebuah program belum dipersiapkan dengan
matang, sesuai yang diungkapkan kepala UPTD:
“Perencanaan program biasanya kami melaksanakan di awal tahun ajaran. Rancangan tersebut kami susun
berdasarkan waktu yang tidak bertepatan dengan kegiatan dinas lain yang sudah pasti.
Namanya merancanag program sudah pasti karena kami punya tujuan, yaitu membantu
kepala sekolah, guru di sekolah.” (Wawancara, Kepala UPTD, 6 September 2017)
Hal ini dikuatkan oleh pernyataan yang
disampaikan oleh pengawas:
“Selama ini kami menyusun program seperti yang sudah ada sebelumnya. Susunan program yang kami buat juga menyesuaikan
kebutuhan yang ada. Jadi, kalau susunan program memang belum ada yang berubah.
Sebenarnya ketika menyusun program baru, kami harus melihat evaluasi dari program
yang sudah dibuat dan dilaksanakan sebelumnya. Tapi, seringkali kami harus membagi waktu dengan kesibukan pekerjaan
yang lain, sehingga kekurangan program sebelumnya tidak kami evaluasi dan tidak
kami perbaharui dengan hal yang baru.”
49
(Wawancara, pengawas, 6 September 2017)
Selain wawancara, informasi mengenai
perencanaan supervisi juga diperoleh dari studi
dokumen, berupa program atau rencana
kegiatan supervisi pengawas, dan supervisi
kepala sekolah. dalam studi dokumen tidak
ditemukan hal-hal yang menjadi masalah pada
program supervisi.
Perencanaan diperlukan untuk
menghasilkan pelaksanaan yang efektif. Oleh
karena itu, perencanaan program supervisi
pengawas perlu dipersiapkan dengan baik
supaya dapat mencapai tujuan.
2. Pengorganisasian (organizing)
Setelah perencanaan tahap berikutnya dalam
pelaksanaan program supervisi pengawas adalah
pengorganisian. Pengorganisasian merupakan
cara mengumpulkan orang-orang dan
menempatkannya menurut kemampuan dan
keahlian masing-masing dalam rencana progam
yang sudah ditentukan. Pengawas sekolah di
lingkup kecamatan Getasan sudah melakukan
pengorganisasian supervisi kepala sekolah
dengan membentuk kelompok kerja kepala
sekolah. secara dokumentasi pembentukan
tersebut diwujudkan dalam surat kegiatan
kepala sekolah lingkup kecamatan getasan.
50
Berikut kutipan wawancara dengan kepala
UPTD:
“di lingkup kecamatan Getasan kami sudah membentuk paguyuban atau kelompok kerja
bagi kepala sekolah. perkumpulan tersebut bertujuan supaya memudahkan kami untuk
koordinasi jika ada kegiatan, maupun himbauan penting dari dinas terkait dengan
sekolah, guru, maupun kepala sekolah sendiri. Jadi, sebenarnya dengan adanya kegiatan pertemuan bersama dengan kepala
sekolah di lingkup kecamatan Getasan, sudah mempermuda untuk mengoordinir
mereka.” (Wawancara, Kepala UPTD, 6 September
2017)
Sejalan dengan pernyataan yang
disampaikan oleh kepala UPTD, pengawas juga
memberikan penjelasan yang sama terkait
pengorganisasian program supervisi:
“untuk memudahkan koordinasi dengan kepala sekolah di lingkungan kecamatan,
memang sudah dari dulu dibentuk perkumpulan atau kelompok kerja bagi kepala sekolah. kalau tidak ada kelompok
kerja itu, pasti kami sebagai pengawas maupun yang ada di dinas akan kesulitan
untuk memberitahukan informasi-informasi baru yang terkait dengan dinas maupun
sekolah. Biasanya kegiatan kepala sekolah tidak bisa dipastikan berapa pertemuan dalam satu bulan, karena yang berkaitan
dengan informasi dinas terkadang mendadak atau bisa juga lebih lama. Kepala sekolah
yang ada di lingkup kecamatan Getasan itu
51
ada kurang lebih 28 sekolah, kalau tidak ada kelompok kerja kepala sekolah kami
pengawas yang satu kecamatan hanya 2 tidak sanggup untuk menginformasikan ke tiap-tiap sekolah. Kadang kalau kami datang
tiba-tiba untuk menyampaikan informasi, yang terjadi kepala sekolah sedang ada
kegiatan di luar jam dinas, dan lain sebagainya. Untuk kegiatan yang dilakukan
melalui kelompok kerja tersebut seringkali mengenai kegiatan dinas, laporan dinas yang langsung berkaitan dengan tugas kepala
sekolah.” (wawancara, pengawas, 6 September 2017)
Melalui studi dokumentasi, pengawas
menunjukkan daftar hadir pertemuan kepala
sekolah dan juga surat undangan bagi kepala
sekolah. Dari hasil wawancara dan studi
dokumentasi pengorganisasian kepala sekolah,
dapat disimpulkan bahwa pengawas kurang
efektif dalam mengorganisasi kepala sekolah
terkait dengan program supervisi.
3. Pelaksanaan (actuating)
Tahap ketika dalam program supervisi
pengawas adalah pelaksanaan program.
Pelaksanaan program dilakukan sesuai dengan
pembagian program dan menggerakkan seluruh
sumber daya yang ada sehingga program yang
direncakan dapat dilakukan secara efektif.
52
Kepala UPTD, sebagai penanggung jawab
kegiatan-kegiatan yang diprogramkan pada dinas
pendidikan setempat menjelaskan tentang
pelaksanaan program supervisi:
“kalau kegiatan supervisi itu pasti dilakukan
dengan cara melihat atau mengobservasi secara langsung orang yang disupervisi.
Pelaksanaan yang dilakukan biasanya pengawas berkunjung ke setiap sekolah di kecamatan Getasan pada jam dinas atau jam
kegiatan belajar mengajar berlangsung.” (wawancara, kepala UPTD, 6 September
2017)
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh
pengawas sekolah Kecamatan Getasan:
“memang yang biasa kami lakukan adalah
mengunjungi sekolah-sekolah di kecamatan Getasan, terutama kami ingin memantau kegiatan belajar mengajar dan perkembangan
yang dihasilkan oleh sekolah. Biasanya kami sudah menjadwalkan dan menyampaikan
terlebih dahulu kepada kepala sekolah jika kami akan visitasi ke sekolah. Tujuannya
supaya kepala sekolah siap di tempat, sehingga kalau kami sebagai pengawas ingin melihat laporan-laporan yang berkaitan
dengan sekolah, atau kami ingin mengetahui program kegiatan sekolah, kami bisa
wawancara dan bertukar pikiran. Di Kecamatan Getasan ini ada kurang lebih 28
sekolah yang kami bina, sedangkan pengawas hanya ada 2. Jika dibandingkan dengan jumlah pengawas dan jumlah sekolah yang
ada, tentu itu menjadi kesulitan bagi kami untuk mengefektifkan program supervisi.
Padahal sebenarnya ketika membuat program
53
itu kami ingin melaksanakan dengan maksimal, tetapi tugas kami yang lain juga
banyak, apalagi kalau ada keperluan dinas, undangan rapat, pelatihan, seminar, dan lain-lain yang menyita cukup banyak waktu bagi
kami pengawas.” (wawancara, pengawas, 6 September 2017)
Selain wawancara dengan kepala UPTD dan
Pengawas, berikut wawancara dengan dua kepala
sekolah yang menyampaikan pelaksanaan
supervisi pengawas:
“pengawas dalam melakukan kegiatan supervisi kepada kepala sekolah biasanya
datang ke sekolah untuk mensurvei kegiatan belajar mengajar, memantau program maupun kegiatan sekolah, dan lain-lain.
Kalau untuk kepala sekolah di Kecamatan Getasan, kami biasanya ada pertemuan
bersama untuk kepala sekolah, tapi dalam pertemuan tersebut tidak selalu membahas
mengenai supervisi dari pengawas. Biasanya di kegiatan kepala sekolah banyak membahas mengenai perubahan kurikulum, peraturan
dinas, berkas-berkas, dan hal-hal lain yang terkait dengan dinas pendidikan. Tetapi kalau
tidak ada paguyuban seperti itu, kepala sekolah seperti saya yang sudah sepuh pasti
kesulitan untuk mendapatkan informasi-informasi baru seperti untuk guru, untuk
siswa, untuk kepala sekolah, dan juga untuk kemajuan sekolah.” (wawancara, kepala sekolah 1, 10 September
2017)
“kalau untuk kegiatan supervisi pengawas, biasanya pengawas memberitahu terlebih
dahulu dan menjadwalkan datang ke sekolah
54
untuk kegiatan supervisi. Tetapi biasanya pengawas hanya datang untuk mewawancarai
saja terkait kegiatan yang dilakukan sekolah. Kalau untuk visitasi di kelas, tidak selalu dilaksanakan karena jam datang pengawas
tidak menentu. Terkadang pengawas datang pada saat jam kegiatan belajar mengajar
sudah selesai, sehingga tidak dapat visitasi kegiatan pembelajaran di kelas.”
(wawancara, kepala sekolah 2, 9 September 2017)
Selain itu, wawancara yang dilakukan peneliti
dengan kepala sekolah bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan supervisi
yang dilakukan kepala sekolah kepada guru:
“pada dasarnya program supervisi sudah saya susun sesuai dengan kebutuhan masing-
masing guru. Kalau menurut program seharusnya tiap semester saya harus supervisi semua guru yang ada, tetapi karena
menemukan banyak kendala pelaksanaan terkadang yang saya menjadwalkan supervisi
hanya satu kali dalam dua semester. Kendala-kendala itu seperti kegiatan dinas yang tidak
bisa saya tinggalkan, agenda kegiatan sekolah yang juga menyita waktu, dan beberapa kendala lain.”
(wawancara, kepala sekolah, 10 September 2017)
“program supervisi untuk guru sudah saya
buat biasanya diawal tahun ajaran. Kalau untuk pelaksanaannya memang belum maksimal. Hal itu karena ada kendala-
kendala yang tidak terduga, seperti panggilan dinas, kegiatan dinas di luar sekolah,
keterbatasan waktu dengan agenda sekolah.
55
Sebenarnya bisa dilaksanakan dengan maksimal kalau kendala-kendala itu bisa
diatasi. Apalagi jika melaksanakan supervisi itu harusnya mengikuti kegiatan pembelajaran dari awal sampai selesai, tetapi
karena keterbatasan waktu visitasi untuk supervisi hanya sampai kegiatan inti.”
(wawancara, kepala sekolah, 9 September 2017)
Untuk menguatkan pernyataan kepala
sekolah tersebut, dua guru yang diwawancarai
juga menyampaikan hal serupa mengenai
pelaksanaan supervisi guru:
“kegiatan supervisi dari kepala sekolah tidak pasti untuk waktunya, kadang hanya satu kali dalam dua semester. Kalau kepala
sekolah mensupervisi biasanya juga tidak selesai sampai akhir kegiatan karena kepala
sekolah seringkali sudah ada agenda lain terkait kegiatan dinas.”
(wawancara, guru, 10 september 2017) “tidak tentu untuk kegiatan supervisi kepala
sekolah, karena kepala sekolah lebih banyak kegiatan lain yang berkaitan dengan
administrasi, laporan, rapat, tugas dinas, kegiatan dinas, dan lain-lain yang tidak
terduga. Sehingga, untuk pelaksanaan supervisi biasanya tergantung kapan kepala
sekolah akan mengadakannya.” (wawancara, guru, 9 September 2017)
Melalui studi dokumentasi, pelaksanaan
supervisi kepala sekolah maupun pengawas
diperoleh dari laporan penilaian supervisi yang
dilakukan.
56
Berdasarkan masalah-masalah yang
ditemukan berdasarkan wawancara dan hasil
dokumentasi, dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan program supervisi pengawas belum
meningkatkan kompetensi supervisi kepala
sekolah. Untuk mengatasi kendala-kendala dalam
pelaksanaan supervisi kepala sekolah, maka
dibutuhkan model pelaksanaan supervisi
pengawas yang dapat menjawab permasalahan
kompentensi supervisi kepala sekolah.
4. Evaluasi (controling)
Setelah ketiga tahapan tersebut dilakukan,
tahapan terakhir adalah evaluasi. Kegiatan
evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk menilai sejauhmana pelaksanaan program
tersebut berhasil. Pelaksanaan program supervisi
dilakukan kegiatan evaluasi untuk mengukur
dan menilai keterlaksanaan program tersebut
yang berupa laporan penilaian.
Evaluasi yang dilakukan oleh pengawas pada
pelaksanaan program supervisi dijelaskan oleh
kepala UPTD pada hasil wawancara:
“bentuk evaluasi yang dilakukan pengawas, melakukan penilaian dari kegiatan supervisi
yang dilakukan kepala sekolah.” (wawancara, kepala UPTD, 6 September 2017)
57
Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil
wawancara dengan pengawas yang menjelaskan
tentang evaluasi kegiatan supervisi:
“untuk evaluasi supervisi yang kami lakukan memberikan penilaian kepada kepala sekolah
mengenai pelaksanaan program supervisi yang dilakukan kepala sekolah. Pada form penilaian kegiatan suda memberikan kritik,
saran, atau masukan bagi kepala sekolah terkait kegiatan supervisi. Harapannya supaya
dengan masukan-masukan dari saya, kepala sekolah dapat mengintrospeksi diri dan
semakin meningkatkan kemampuan supervisi kepala sekolah. Hasil evaluasi ini juga harus saya laporkan dengan mengetahui kepala
UPTD, sebagai bukti pelaksanaan program yang sudah disusun.”
(wawancara, pengawas, 6 September 2017)
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa evaluasi pelaksanaan
supervisi belum dilakukan secara maksimal.
Sebagaimana pernyataa dari kepala UPTD dan
pengawas tersebut, kepala sekolah juga
memberikan pernyataan terkait evaluasi
pelaksanaan supervisi yang dilakukan
pengawas:
“biasanya pengawas hanya menilai pelaksanaan supervisi yang saya lakukan
kepada guru. Penilaian itu didasarkan pada bukti fisik laporan penilaian supervisi yang sudah saya lakukan. Tetapi hanya pada hal
itu saja. Belum ada diskusi bersama untuk membahas masalah, kendala yang dihadapi
atau memberikan masukan secara lisan.”
58
(wawancara, kepala sekolah, 10 September 2017)
“evaluasi yang diberikan pengawas berupa penilaian, juga kritik dan saran yang
ditujukan bagi kepala sekolah. Tetapi, kepala sekolah tida diberi instrumen hasil penilaian,
sehingga tidak banyak tahu bagaimana perbaikan yang harus dilakukan.”
Menurut pernyataan-pernyataan hasil
wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa
evaluasi pelaksanaan program supervisi
pengawas masih mengalami kelemahan yang
diperlukan adanya perbaikan. Evaluasi yang
tepat dapat memberikan perbaikan bagi
pelaksanaan program.
Berdasarkan uraian tersebut, pelaksanaan
program supervisi pengawas di Kecamatan
Getasan belum beberapa masalah. Dari aspek
perencanaan masalah yang dihadapi kurang
adanya pembaharuan program supervisi dengan
program sebelumnya, sehingga program yang
dibuat menggunakan metode yang sama.
Pada aspek pengorganisasian, pengawas
belum dapat mengorganisasi kepala sekolah di
kecamatan getasan untuk melaksanakan
program supervisi dengan baik. Pada aspek
pelaksanaan program supervisi pengawas
terdapat kendala berupa waktu yang terbatas,
59
kurang maksimalnya pelaksanaan program yang
sesuai dengan rancangan, keterbatasan tenaga
pengawas dibandingkan dengan jumlah kepala
sekolah.
Kelemahan yang ditemukan pada aspek
evaluasi adalah kurangnya tindak lanjut dari
pengawas terkait hasil penilaian supervisi.
Tindak lanjut penilaian tersebut perlu dilakukan
supaya kepala sekolah dapat mengevaluasi
kemampuan dirinya sendiri dalam
melaksanakan program supervisi. Oleh karena
itu, dibutuhkan model supervisi untuk
menjawab kendala dan permasalah yang
dialami, supaya pelaksanaan program supervisi
pengawas dapat dilaksanakan secara efektif.
4.1.2.Desain Produk
Pengembangan model supervisi pengawas
melalui teknik workshop menggunakan model
pengembangan proseduran, yang
menggambarkan langkah-langkah yang harus
diikuti untuk menghasilkan suatu produk
tertentu. Berdasarkan analisis potensi dan
masalah pelaksanaan supervisi pengawas di
kecamatan Getasan, maka dibuat sebuah model
supervisi pengawas melalui teknik workshop
60
untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Perencanaan (planning)
Pada tahap ini dilakukan terlebih dahulu
identifikasi kebutuhan terkait dengan kegiatan
supervisi pengawas melalui teknik workshop.
Identifikasi kebutuhan didasarkan pada
masalah-masalah yang ditemukan dalam
pelaksanaan supervisi pengawas, yang diperoleh
melalui pengumpulan data dari narasumber.
Langkah selanjutnya adalah merumuskan
tujuan. Perumusan tujuan ini didasarkan pada
identifikasi kebutuhan. Sehingga, tujuan yang
diperoleh sesuai dan terarah. Berdasarkan
identifikasi kebutuhan dan perumusan tujuan,
selanjutnya disusun kegiatan supervisi melalui
teknik workshop. Dalam tahap perencanaan
pengawas dibantu oleh kepala UPTD dan staf
terkait dapat merencanakan kegiatan workshop
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kompetensi kepala sekolah.
2. Pengorganisasian dan Pelaksanaan
Pengorganisasian merupakan langkah yang
dilakukan untuk cara untuk menggunakan
sumber daya yang ada. Pengorganisasian yang
dilakukan dalam supervisi pengawas melalui
teknik workshop dilakukan dengan
61
berkoordinasi dengan kepala UPTD, pengawas,
dan kepala sekolah di kecamatan Getasan.
Koordinasi tersebut dilakukan untuk
memudahkan pelaksanaan kegiatan supervisi
melalui teknik workshop. Selain itu,
pengorganisasian dilakukan agar adanya
pemahaman bersama mengenai kegiatan
supervisi melalui workshop.
Langkah selanjutnya yaitu pengorganisasian
panitia dan peserta supervisi. Langkah ini
diperlukan agar pelaksanaan supervisi dapat
maksimal. Panitia yang dibentuk bertugas
untuk menyiapkan alat bahan, materi, dan
instrumen lain terkait kegiatan workshop.
Kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaa.
Kegiatan pelaksanaan meliputi kegiatan pra
workshop yang dilakukan dengan sosialisasi
kepada peserta workshop. Kegiatan sosialisasi
ini dilakukan dengan memberikan surat
undangan dan pemberitahuan kepada kepala
sekolah terkait dengan pelaksanaan supervisi
pengawas. Kegiatan sosialsasi kepada kepala
sekolah bertujuan agar kepala sekolah
menyiapkan terlebih dahulu baik dokumen
yang diperlukan dalam penilaian supervisi,
sehingga pada saat pelaksanaan kegiatan
62
workshop kepala sekolah sudah memiliki bekal
mengenai hal-hal yang akan dibahas.
Selanjutkan dilakukan kegiatan supervisi
pengawas dengan teknik workshop. kegiatan
supervisi ini dilakukan agar kepala sekolah
dapat menyampaikan masalah yang dihadapi
terkait pelaksanaan supervisi pembelajaran.
Pengawas, bertanggung jawab untuk
memberikan pembinaan, pengarahan, dan
penilaian terkait dengan supervisi
pembelajaran yang dilakukan kepala sekolah.
Kegiatan selanjutnya pada pelaksanaan
supervisi pengawas adalah evaluasi dan tindak
lanjut kegiatan supervisi melalui teknik
workshop. Kegiatan ini diperlukan untuk
menjadi bahan refleksi bagi pengawas dan
panitia untuk menilai kesuksesan kegiatan
tersebut.
3. Evaluasi
Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan
penilaian mengenai model atau program yang
dilakukan. Evaluasi ini bertujuan untuk
menentukan apakah kegiatan tersebut
menjawab kebutuhan supervisi dan efektif
untuk dilaksanakan pada waktu yang akan
datang. Akhir dari tahap ini diharapkan
63
pengawas mendapat penilaian kompetensi
supervisi kepala sekolah.
64
Gambar 4.1. Desain Model Supervisi Pengawas melalui Teknik Workshop untuk
Meningkatkan Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah
65
4.1.3.Validasi Data
Validasi model supervisi pengawas melalui
teknik workshop dilakukan melalui 4 validator, yaitu
(1) Dr. Ade Iriani, M.M. (2) Dra. Bety Dwi Jatmi, M.Pd.
(3) Yahya Kristanto, S.Pd. (4) Siska Indria Yuniarti,
S.Pd. Hasil uji validasi dari keempat pakar terhapada
model supervisi pengawas melalui teknik workshop
dapat di lihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Hasil Uji Validasi
Model Supervisi Pengawas melalui Teknik Workshop
NO PERTANYAAN
VALIDATOR
Dr. Ade
Iriani, M.M
Dra. Bety
Dwi
Jatmi,
M.Pd
Yahya
Kristanto
, S.Pd
Siska
Indria
Yuniarti,
S.Pd
1 Latar Belakang Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4)
2 Tujuan Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4)
3 Sasaran Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4)
4 Landasan Hukum Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4)
5 Konsep
Manajemen
Cukup
Jelas (3)
Jelas (4) Jelas (4) Sangat
jelas (5)
6 Konsep
Manajemen
Kepala Sekolah
Cukup
Jelas (3)
Jelas (4) Jelas (4 Jelas (4)
7 Konsep Supervisi
Pembelajaran
Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4) Sangat
jelas (5)
8 Konsep Teknik
Penyusunan
Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4 Jelas (4)
66
Supervisi
Pembelajaran
9 Konsep Teknik
Pelaksanaan
Supervisi
Pembelajaran
Cukup
Jelas (3)
Jelas (4) Jelas (4 Jelas (4)
10 Konsep Teknik
Workshop
Cukup
jelas (3)
Jelas (4) Jelas (4 Jelas (4)
11 Model Supervisi
Pengawas Melalui
Teknik Workshop
Cukup
Jelas (3)
Jelas (4) Jelas (4 Cukup
Jelas (3)
12 Penutup Jelas (4) Jelas (4) Jelas (4 Jelas (4)
Total Nilai 43 48 48 49
Rata-rata 4,3 4,8 4,8 4,9
Keterangan:
Tidak Jelas : 1
Kurang Jelas : 2
Cukup Jelas : 3
Jelas : 4
Sangat Jelas : 5
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa rata-rata nilai
yang diberikan validator 1, Dr. Ade Iriani, M.M. adalah
4,3 dalam kategori jelas. Rata-rata nilai yang diberikan
validator 2, Dra. Bety Dwi Jatmi, M.Pd. adalah 4,8
dalam kategori jelas. Rata-rata nilai yang diberikan
validator 3, Yahya Kristanto, S.Pd. adalah 4,8 dalam
67
katerogi sangat jelas. Validator 4 memberikan nilai
dengan rata-rata 4,9 dalam kategori sangat jelas. Hal
ini menunjukkan bahwa model yang dikembangkan
memenuhi kriteria yang baik.
Beberapa saran dari validator tersebut antara
lain:
1. Validator 1 : Perbaikan tata bahasa dalam bahasa
Indonesia yang baik, memperbaiki penulisan daftar
pustaka.
2. Validator 2 : Pada prinsipnya sudah baik hanya
masih ada yang perlu disesuaikan pada latar
belakang dengan apa yang disampaikan sebagai
masukan.
3. Validator 3 : Teknik supervisi dengan workshop
sudah jelas, perlu diimplementasikan dalam bentuk
uji coba di lapangan sehingga perlu
menyempurnakan supervisi teknik workshop.
4. Validator 4 : Sudah jelas.
4.1.4.Perbaikan Desain
Berdasarkan hasil validasi dan saran dari
validator, selanjutnya dilakukan revisi sehingga
diperoleh model supervisi pengawas melalui teknik
workshop untuk meningkatkan kompentensi kepala
sekolah. Revisi yang dilakukan antara lain:
1. Memperbaiki susunan kalimat dan tata bahasa
yang belum menggunakan ejaan bahasa Indonesia
68
yang baik sehinga tidak menimbulkan pemahaman
yang ambigu.
2. Memperbaiki latar belakang agar sesuai dengan
judul sehingga mudah untuk dimengerti.
4.2. Pembahasan
Model supervisi pengawas melalui teknik
workshop ini dikembangkan sesuai dengan kondisi
tempat penelitian yang dilakukan, agar dapat
diimplementasikan dengan mudah. Keberhasilan
model ini adalah pada tahapan manajeman, yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
evaluasi. Tahapan-tahapan tersebut dapat dilakukan
dengan baik apabila ada kerjasama yang baik antara
pengawas dengan kepala sekolah.
Daryanto dan Farid (2013:198) menyatakan
bahwa pengawas dalam satuan pendidikan adalah
pelaksana secara teknis di bidang pengawasan secara
akademik dan pengawasan manajerial. Pada
hakekatnya fungsi pengawasan tersebut untuk
memberi bantuan profesional yang dilaksanakan
dalam diskusi mengenai masalah pendidikan untuk
meningkatkan kompetensi kepala sekolah, guru,
maupun tenaga kependidikan lain yang ada di
sekolah. Fungsi pegawasan tersebut dituangkan dalam
sebuah program supervisi.
69
Program supervisi merupakan program yang
susun berdasarkan kebutuhan untuk menilai
pelaksanaan suatu kegiatan. Pada penyusunan
program diperlukan adanya langkah-langkah
manajemen, yaitu idetifikasi masalah, menganalisis
masalah, merumuskan cara pemecahan masalah,
implementasi pemecahan masalah, evaluasi dan
tindak lanjut (Purwanto, 2010:80-81). Pada dasarnya
keberhasilan supervisi pengawas juga terletak pada
susunan program supervisi. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Slameto (2016) yang
meneliti tentang supervisi akademik pengawas. Dalam
penelitiannya, Slameto menemukan bahwa pengawas
perlu menyusun program supervisi dengan melibatkan
kepala sekolah binaan, sehingga dapat menyesuikan
dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi.
Pada tahap perencaan, pengawas perlu
menyusun program supervisi terlebih dahulu
berdasarkan identifikasi kebutuhan yang ada.
Identifikasi kebutuhan dapat dilakukan dengan dialig
bersama kepala sekolah binaan, atau berdasarkan
hasil evaluasi pelaksanaan program supervisi
sebelumnya.
Berdasarkan identifikasi kebutuhan yang sudah
ditemukan, pada tahap perencanaan selanjutnya
dilakukan perumusan tujuan penyusunan program.
Perumusan masalah tersebut didasarkan pada
70
temuan-temuan masalah yang dihadapi pada
pelaksanaan supervisi. Pelaksanaan supervisi harus
mencakup komponen-komponen yang terkait dan
mempengaruhi keberhasilan program, yang terdiri dari
komponen perencanaan, implementasi dan dampak
dari program supervisi (Daryanto dan Farid,
2013:196).
Pada langkah perencanaan selanjutnya
dilakukan penyusunan program supervisi melalui
teknik workshop. Salah satu ciri pelatihan workshop
yaitu mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan
perilaku (Sagala, 2010:54). Selain itu ciri teknik
workshop mampu memberikan perubahan iklim yang
kondusif dan lebih baik melalui pembinaan dan
peningkatan profesi (Mulyasa, 2012: 19-20).
Melalui pelaksanaan supervisi dengan teknik
workshop baik peserta workshop, yaitu kepala sekolah
maupun narasumber (pengawas) dapat saling
menyampaikan pendapat, gagasan secara terbuka
mengenai kendala-kendala yang dialami dalam
meningkatkan kompetensi. Kesulitan yang dihadapi
pengawas dalam melaksanakan supervisi untuk
meningkatkan kompetensi supervisi kepala sekolah
dapat diatasi dengan melakukan perencanaan
program yang disesuikan dengan kondisi masing-
masing.
71
Pengawas merupakan penggerak utama dalam
pelaksanaan kegiatan koordinasi. Kepala sekolah
kcamatan Getasan tidak dapat berkoordinasi sendiri
tanpa adanya bimbingan dari pengawas. Pada
pelaksanaan workshop diperlukan pengorganisasian
antara pengawas dengan kepala sekolah. Oleh karena
itu, pengawas memiliki fungsi sebagai koordinator
yang melekat dalam jabatannya untuk membantu
kepala sekolah meningkatkan kompetensinya.
Pada tahap pelaksanaan, pengawas memberikan
pembinaan kepada kepala sekolah mengenai supervisi
pembelajaran. Pembelakalan tersebut bertujuan agar
kepala sekolah dapat memahami tugas dan
tanggungjawabnya sebagai supervisor di sekolah.
sebagai seorang supervisor, kepala sekolah
bertanggungjawab memberikan bimbingan bagi guru,
bantuan dan pengawasan, serta penulaian pada
masalah-masalah yang terkait dengan penyeleggaraan
belajar mengajar (Daryanto dan Fardi, 2013).
Pada akhir kegiatan workshop, dilanjutkan
dengan kegiatan evaluasi kegiatan dan tindak lanjut
untuk kegiatan selanjutnya. Evaluasi kegiatan
workshop diperlukan untuk menilai ketercapaian
tujuan menggunakan model yang digunakan.
Pada tahap evaluasi, pengawas perlu
memberikan penilaian yang sepadan dengan kinerja
kepala sekolah mengenai supervisi pembelajaran.
72
Evaluasi ini tidak hanya pada penilaian, namun juga
disertai dengan penguatan, tindak lanjut, maupun
masukan bagi kepala sekolah untuk meningkatkan
kemampuannya dalam supervisi pembelajaran. Seperti
pernyataan yang dikemukaan oleh Ulfatin dan
Triwiyanto (2016) bahwa evaluasi bertujuan
memberikan obyektivitas pengamatan terhadap
perilaku hasil untuk mengetahui kemampuan dan
kelayakan.
Penelitian terdahulu mengenai supervisi yang
dilakukan oleh Ashari (2011) mengenai Supervisi
Akademik Pengawas Madrasah Tsanawiyah di
kabupaten Jepara. Penelitian ini juga dilakukan
melalui tahapan proseduran supervisi yang sudah
disusun oleh kepala sekolah untuk meningkatkan
kinerja guru. Wahid (2013) juga melakukan penelitian
yang berjudul Supervisi Pembelajaran Kepala
Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru.
Temuan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh kepala
sekolah/ madrasah ditandai dengan membuat
perencanaan jadwal supervisi, pelaksanaannya
menggunakam model, pendekatan dan teknik
supervisi, dan menindaklanjuti supervisi.
Penelitian lain dilakukan oleh Nehtry (2016)
melakukan penelitian yang berjudul pengembangan
model supervisi akademik teknik mentoring bagi
73
pembinaan kompetensi pedagogik guru kelas. Pada
penelitian ini teknik mentoring menjadi salah satu
jawaban atas masalah menurunnya kompetensi
pedagigik guru karena pelaksanaan supervisi yang
belum maksimal.
S.M Kilminster & B.C Folly (2006) melakukan
penelitian yang berjudul effective supervision in clinical
practice setting: a literature review. Hasil penelitian ini
menunjukkan dalam kegiatan supervisi diperlukan
hubungan timbal balik agar evaluasi dapat
disampaikan untuk perbaikan selanjutnya.
Penelitian mengenai supervisi untuk
meningkatkan kompetensi guru juga dilakukan oleh
Harahap (2014) melakukan penelitian yang berjudul
supervisi akademik teknik workshop meningkatkan
kemampuan guru melaksanakan pembelajaran aktif.
Penelitian dengan teknik serupa juga dilakukan oleh
Sukamto (2016) juga melakukan penelitian serupa
yang berjudul upaya peningkatan kompetensi guru
dalam membuat penilaian tindakan kelas melalui
supervisi akademik teknik workshop di SMA
Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam Aceh.
Hasil dari penelitian dengan teknik workshop tersebut
menunjukkan adanya peningkatkan kompetensi guru
setelah dilakukan model supervisi melalui teknik
workshop.
74
Model supervisi pengawas melalui teknik
workshop dikembangkan dengan metode
pengembangan Borg 7 Gall. Pada tahap analisis
potensi dan masalah, disusun pengembangan model
supevisi pengawas yang sesuai dengan kebutuhan
tempat penelitian. Pada siklus ini mengacu pada
tahapan manajemen, yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi.
Perbedaan model ini dengan model yng digunakan
pada pelaksanaan supervisi sebelumnya adalah
kejelasan tahapan dalam kegiatan supervisi, yaitu: (1)
perencanaan, pada tahap ini dijelaskan langkah-
langkah yang ada di dalamnya (identifikasi kebutuhan,
perumusan tujuan, penyusunan kegiatan supervisi);
(2) pengorganisasian, dijelaskan bentuk organisasi
yang dilakukan pengawas untuk melaksanakan
supervisi teknik workshop; (3) pelaksanaan,
menjelaskan mengenai kegiatan apa saja yang
dilakukan pada tahap pelaksanaan. Kegiatan pada
tahap pelaksanaan adalah kegiatan pra workshop
dengan melakukan sosialisasi kepada kepala sekolah,
supervisi kepala sekolah, dan kegiatan evaluasi
kegiatan workshop; (4) evaluasi, tahap evaluasi
dilakukan untuk mendapatkan gambaran keefektivan
pelaksanaan supervisi melalui teknik workshop.
Adapun yang menjadi kekurang dari model ini
pada dasarnya sudah dilakukan oleh penelitian
75
terdahulu mengenai supervisi yang dilakukan kepala
sekolah melalui teknik workshop, namun belum
ditemukan penelitian yang spesifik mengenai supervisi
pengawas. Sehingga, pengembangan yang dilakukan
pada model ini didasarkan pada teori-teori yang ada.
Selain itu, kekurangan dari penelitian ini perlu
diujicobakan untuk melihat keefektivan model dengan
peningkatan kompetensi supervisi kepala sekolah.
Diharapkan melalui model ini, pengawas dapat
melaksanakan supervisi secra efektif untuk
meningkatkan kemampuan supervisi kepala sekolah.
4.3. Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi hasil penelitian ini meliputi:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini memberikan
implikasi terhadap pengembangan model supervisi
pengawas melalui teknik workshop, di mana model
ini dikembangkan dalam 4 komponen manajemen
sehingga kegiatan supervisi pengawas dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisian sesuai
tujuan.
2. Penerapan model supervisi pengawas melalui
teknik workshop menuntut baik pengawas maupun
kepala sekolah bertanggungjawab dan berkomitmen
atas keseluruhan tahapan supervisi, sehingga
supervisi pengawas untuk meningkatkan
76
kompetensi supervisi pembelajaran oleh kepala
sekolah.