bab iv hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam penulisan pada bab IV ini akan membahas
tentang hasil dari penelitian dan pembahasan selanjutnya
dalam bab ini, akan mencoba menganalisis tentang persepsi
jemaat terhadap kinerja dan karakter pendeta. Upaya analisis
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan
dalam bab I, dan akan memperhatikan kajian pustaka yang
telah dibahas di bab II. Tetapi sebelum masuk dalam
pembahasan hasil penelitian. Penulis mengawalinya dengan
menguraikan gambaran umum jemaat GPM Hative Besar.
4.1.GAMBARAN UMUM JEMAAT GPM HATIVE BESAR
4.1.1. Letak geografis dan keadaan iklim
Jemaat GPM Hative Besar berada di Negeri/Desa Hative
besar yang berada di dalam wilayah Kecamatan Leihitu Barat,
yang berdekatan dengan Desa Laha dan Wayame. Panjang 2
Km, Lebar 1 Km. Negeri Hative besar di bagian selatan pesisir
pulau Ambon yang berjarak 52 Km. Negeri Hative besar
memiliki batas-batas sebagai berikut: di sebelah utara
berbatasan dengan Desa Tawiri, di sebelah Barat berbatasan
dengan Desa Laha. di sebelah timur berbatasan dengan Desa
Wayame, dan di Sebelah selatan berbatasan dengan laut.
Keadaan alam Negeri Hative besar terdiri dari dataran
tinggi dan sebagian kecil di dataran rendah pada pesisir
pantai. Di Negeri Hative besar memiliki dua musim yaitu,
musim kemarau : yang biasanya ditandai dengan bertiupnya
angin barat. Berlangsung dari bulan September sampai
dengan Maret, dan musim hujan : yang biasanya ditandai
dengan bertiupnya angin timur. Berlangsung dari bulan April
sampai dengan Agustus.
Negeri Hative besar termasuk daerah yang memiliki
tanah yang subur. Hal ini ditandai dengan banyak tanaman
yang kemudian sangat tumbuh subur di negeri ini. Tanaman
tersebut seperti : sagu, umbi-umbian dan sayur – sayuran,
serta buah-buahan seperti: manggis, pisang, salak, durian,
kedondong, jambu, alvokat, dan langsat. Selain itu pula ada
juga tanaman umur panjang yaitu: kelapa, pala, cengkih.
Dengan kesuburan tanah yang dimiliki maka warga yang
berprofesi sebagai tani bisa mengelolah tanah dengan baik
untuk keperluan ekonomi.
4.1.2. Demografis
Jemaat GPM Hative besar memiliki jumlah Kepala
Keluarga (KK) sebanyak 461 KK dengan jumlah anggota
jemaat 1978 jiwa dengan perincian yaitu laki-laki 983 jiwa
dan perempuan 995 jiwa. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel No.1
Jumlah anggota jemaat GPM Hative Besar
No Sektor Jumlah
1
2
3
Elim
Bethesda
Galilea
595
604
779
Total 1.978
Sumber : Statistik Jemaat GPM Hative Besar 2013-2014
4.1.3. Kondisi Sosial dan ekonomi
Dilihat dari letaknya, Negeri Hative Besar berada pada
daerah pesisir pantai pulau Ambon yaitu di jazirah Leihitu
bagian selatan. Sejak lama penduduk Hative Besar hidup dari
hasil tangkapan ikan (nelayan), dan juga bertani. Namun
dalam perkembangan-perkembangan selanjutnya masyarakat
Hative Besar kemudian memiliki profesi lain juga yakni,
sebagai PNS, sopir, tukang ojek, penjahit, tukang batu, kayu
dan besi, bewiraswasta dan papalele.
Dengan melihat kondisi sosial dan ekonomi warga
Negeri Hative Besar, hal ini tidak berbeda jauh dengan kondisi
sosial ekonomi jemaat setempat. Pekerjaan mereka adalah
seorang nelayan, petani, bewiraswasta dan hanya sebagian
kecil adalah PNS. Penghasilan jemaat Hative Besar lebih
banyak di dapat dari hasil laut dan bertani, jemaat Hative
Besar pintar untuk mendagangkan hasil laut dan bertani
mereka. Maka jemaat Hative Besar yang hidup dari hasil laut
laut dan bertani, mereka dilihat lebih kaya dari mereka yang
mempunyai pekerjaan sebagai seorang PNS.
Letak geografis yang dekat dengan Kota Ambon turut
mempengaruhi kehidupan jemaat dan warga Hative Besar,
entah di bidang sosial, politik, budaya. Hal-hal seperti cara
berpakaian, pola pikir, dan tinggkah laku kemudian
sangatlah tidak dapat dibedakan dengan masyarakat Kota
Ambon. Wawasan mereka pun turut berkembang sejalan
dengan perkembangan kota. Perkembangan di bidang
informasi, dengan tersedianya berbagai macam operator
telpon selular seperti dari Telkom, Telkomsel, Indosat, sangat
memungkinkan terjadinya kemudahan berkomunikasi.
Berbagai perkembangan yang terjadi, maka bukan saja
hal-hal positif dapat dirasakan warga setempat, namun pula
hal-hal negatif dari perkembangan ini tidak bisa dipungkiri.
Hal-hal sederhana yang dapat diamati dan dirasakan yakni
seperti halnya soal makan, orang dulu kurang suka makan
tempe dan tahu, perkembangan kemudian orang bisa makan
tempe dan tahu, bahkan ironisnya ada sebahagian warga
yang tidak bisa makan papeda. Budaya kemudian terkikis
sejalan dengan lajunya perkembangan ini. Contoh lain pula
yaitu soal pola hidup, orang kemudian karena perkembangan
memiliki pola hidup yang konsumtif.
4.1.4. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang masih
perlu mendapat perhatian khusus dari masyarakat Hative
Besar dan pihak-pihak yang terkait. Sebagian besar
masyarakat Hative Besar hanya menghabiskan pendidikannya
di bangku SMP dan SMA. Dan yang melanjutkan pendidikan
ke jenjang Perguruan Tinggi hanya sebahagiaan kecil. Hal ini
sudah jelas akan berdampak pada kualitas sumber daya
manusia. Berikutnya data jemaat menurut tingkat
pendidikan.
Tabel No. 2
Data jemaat menurut tingkat pendidikan
No Jenis pendidikan Jumlah
I
II
II
Pendidikan terakhir
SD
SLTP
SLTA
SI
Sementara dijalani
SD
SLTP
SLTA
SI
Belum bersekolah
278
133
108
120
305
356
346
350
291
Sumber: Statistik Jemaat GPM Hative Besar 2013-2014
4.1.5. Situasi Pelayanan
Untuk upaya memperlancar proses pelayanan dalam
jemaat ini maka strategi pelayanan jemaat GPM Hative besar
diatur sebagai berikut:Jemaat GPM Hative Besar memiliki 3
sektor pelayanan dan dibagi lagi menjadi 19 unit yang diatur
antara lain: Sektor Elim, memiliki 6 unit pelayanan yang
terdiri dari unit 1-6, Sektor Bethesda, memiliki 6 unit
pelayanan yang terdiri dari unit 7-12, dan Sektor Galilea,
memiliki 7 unit pelayanan yang terdiri dari unit 12-19.
Jemaat GPM Hative Besar dilayani oleh 2 orang pendeta
terdiri dari 1 Ketua majelis jemaat dan 1 Penghentar Jemaat.
Juga dibantu oleh 38 orang Mejelis Jemaat dan 163 orang
tenaga koordinator sektor dan unit pelayanan memiliki 45
pengasuh, 4 kostor, dan 3 orang pegawai.
Dari sisi institusi, jemaat GPM Hative Besar tidak jauh
berbeda dengan jemaat-jemaat lain dalam ruang lingkup GPM.
Yang mana jemaat wadah pelayanan laki-laki anggota 47
0rang, yang memiliki 2 sub komisi pelayanan yaitu sub
komisi laki-laki Elim 21 orang, dan sub komisi laki-laki
Bethesda 26 orang. Ada pun wadah pelayanan perempuan
dengan memiliki 69 anggota yang terdiri dari 3 sub komisi
antara lain sub komisi perempuan Elim 25 orang, sub komisi
perempuan Bethesda 22 orang, sub komisi perempuan Galilea
22 orang. Memiliki juga 2 organisasi Angkatan Muda GPM,
yaitu AM GPM Ranting Maranatha dan Bethel.
Tanggung jawab pastoralia yang dilakukan berdasarkan
hasil wawancara dengan Majelis Jemaat adalah dalam bentuk
penggembalaan dan konseling keluarga. Bagian kedua
melakukan tugas dan tanggung jawab pastoralia adalah Ketua
Majelis Jemaat, Penghentar Jemaat dan Pendeta Jemaat.
Biasanya momen-momen yang dipakai untuk kegiatan ini
adalah HUT kelahiran dan perkawinan. Sepintas yang dapat
diamati hal ini dilakukan hanya satu kali dalam setahun,
namun tidak juga demikian karena kadang-kadang proses
konseling keluarga dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan
keluarga.
4.1.6.Pendeta Menurut GPM
Gereja Protestan Maluku secara institusi mengenal
adanya jabatan organisasi dan jabatan pelayanan fungsional
gereja. Jabatan secara organisasi gereja yaitu Ketua Majelis,
Wakil, Sekretaris, Bendahara, dan Komisi Pelayanan, atau
yang disebut juga Pimpinan Harian Majelis Jemaat (PHMJ).
Jabatan pelayanan fungsional yaitu Pendeta, Diaken, Penatua,
dan Pengajar. Jabatan organisasi gereja Pendeta sebagai
Ketua Majelis jemaat sekaligus pemimpin bagi organisasi
gereja. Jabatan pendeta tersebut memiliki peran, tugas dan
tanggung jawab pendeta sebagai pelayaan umat dan pemimpin
dalam jemaat GPM yang diatur dalam Tata Gereja GPM 1998 :
Bab I dan Bab II, demikian :
Memimpin serta bertanggungjawab atas
ibadah, Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen. Melaksanakan pelayanan
penggembalaan bagi semua pelayan dan anggota jemaat. Bersama Penatua dan Diaken
bertanggungjawab atas penyelenggaraan katekisasi, pembinaan umat, pendidikan
agama Kristen di sekolah.Bersama Penatua
dan Diaken bertanggung jawab atas pelaksanaan Pekabaran Injil, Pelayanan
Kasih danKeadilan. Membina serta mendorong semua warga jemaat untuk menggunakan
potensi dan karunia yang diberikan Tuhan secara bertanggung jawab.Melaksanakan
fungsi organisasi dalam Gereja Protestan Maluku sesuai ketentuan Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan Gereja yang berlaku.
Pendeta adalah salah satu instrument pelayanan dalam
tubuh Majelis Jemaat yang memiliki kewibawaan sebagai
teolog yang memberi perspektif teologi bagi keutuhan
pelayanan dalam jemaat. Pendeta juga adalah gembala yang
senantiasa berada di depan, di tengah dan di belakang majelis
jemaat serta selalu berada bersama segenap jemaat. Pendeta
dituntut untuk menjadi teladan iman dan memiliki disiplin
hidup dalam jemaat. Seorang pendeta memiliki tanggungjawab
yang besar dalam pelayanan. Pendeta tidak saja
bertanggungjawab terhadap sinode GPM sebagai lembaga
pengutus tetapi pendeta juga bertanggungjawab kepada
jemaat sebagai basis pelayan dan kepada Yesus Kristus
sebagai pemilik dan kepala gereja.
4.2. PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.2.1. Persepsi Jemaat Terhadap Kinerja Pendeta
Pendeta dalam melaksanakan tugasnya dituntut untuk
mengabdi dengan sepenuh hati, memberikan waktu dan
perhatian pada pelaksanaan amanat kerasulan, serta mampu
melaksanakan tugas-tugasnya secara maksimal, efisien dan
efektif.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan warga
jemaat tentang persepsinya terhadap kinerja pendeta,
ditemukan adanya beberapa persepsi yang berbeda-beda
antara pendeta A dan pendeta B. Sebagian besar jemaat pada
sektor Elim mengatakan bahwa kinerja pendeta B kurang
baik dengan alasan bahwa pelayanan yang dilakukan pendeta
terkadang diabaikan dan sering diserahkan kepada mejelis
jemaat untuk melayani. Sebaliknya, pendeta A dinilai lebih
bertanggungjawab dan setia dalam melaksanakan tugas
pelayanan. Selain itu persepsi dari beberapa jemaat yang
sudah berusia 50 tahun ke atas, mengatakan bahwa kinerja
pendeta B selama ini rendah karena dilihat dari pelayanan
pastoral tidak dijalankan dengan baik. Contohnya saat jemaat
yang mempunyai pergumulan dalam keluarga dan sangat
membutuhkan perhatian dari pendeta, tetapi terkadang
pelayanan itu tidak ada.
Persepsi yang sedikit berbeda ketika wawancara penulis
juga dengan majelis jemaat, mereka mengatakan bahwa
kinerja kedua pendeta dinilai kurang maksimal dikarenakan
program-program yang direncanakan pada saat persidangan
jemaat, banyak yang belum terlaksana. Selanjutnya, pendeta
A dinilai memiliki hubungan kedekatan dan kerjasama yang
baik dengan majelis jemaat dan warga jemaat dari pada
pendeta B. menurut majelis jemaat pendeta B dinilai
pelayanan pastoralnya yang sangat minim. Maka berdasarkan
persepsi jemaat sektor Elim dari kinerja pendeta B yang
kurang baik maka terjadi kerenggangan antara pendeta B
dengan warga jemaat dan juga majelis jemaat.
Tetapi ada persepsi yang berbeda dari beberapa jemaat
di sektor Galilea, mereka mengatakan bahwa kinerja pendeta
A dan pendeta B cukup baik karena apa yang menjadi
kebutuhan pelayanan dalam jemaat bisa dapat dilalukakan
oleh kedua pendeta, mungkin belum semua terlaksana tetapi
ada hal yang mereka lihat bahwa pendeta sudah melakukan
tanggungjawabnya sebagai seorang pemimpin dalam jemaat.
Selanjutnya, persepsi dari jemaat di sektor Bethesda,
mereka mengatakan bahwa kinerja pendeta A lebih baik dari
pada kinerja pendeta B karena faktor kepemimpinan pendeta
B yang terlihat santai dan dinilai kurang perhatian terhadap
pelayanan jemaat. Selain itu Wawancara penulis juga dengan
sekertaris majelis jemaat, beliau mengatakan bahwa yang
menjadi faktor rendahnya kinerja pendeta B adalah
kurangnya kerjasama yang baik dari pendeta B dengan
majelis jemaat. Pendeta tidak akan berhasil dalam pelayanan
atau dikatakan kinerjatidak maksimal, apabila ia tidak
didukung oleh majelis jemaat sebagai rekan sepelayanannya
atau dapat dikatakan bahwa tidak ada kerjasama yang baik
dalam pelayanan.
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang
pemimpin jemaat (pendeta) dibantu oleh Majelis Jemaat
(penatua dan diaken). Dan proses koordinasi pelayanan
tersebut dikenal dengan asas kolegial (Tata peraturan GPM)
artinya, secara struktur memiliki kedudukan yang berbeda.
Namun secara koordinasi pelaksanaan pelayanan antara
pemimpinjemaat dan patner kerja (penatua dan diaken)
memiliki fungsi kontrol yang sama yakni, secara bersama-
sama mengkordinasikan pelayanannya. Proses koordinasi
pelayanan itu penting dilakukan secara efektif supaya, tujuan
dan proses pelayanan dapat berjalan dengan baik. Terlebih
penting pendeta selaku pemimpin mampu memiliki
kemampuan manajerial mencakup; perencanaan,
pengorganisasian, pengontrolan, dan evaluasi. Dengan
demikian dalam proses kepemimpinannya (pendeta) dapat
memberikan pengaruh positif bagi patner kerjanya namun
juga bagi warga jemaat.
Berkaitan dengan persepsi jemaat terhadap kinerja
pendeta, maka Kinerja juga merupakan salah satu ukuran
dari perilaku yang aktual di tempat kerja yang bersifat
multidimensional, dalam hal ini meliputi kualitas kerja,
kuantitas kerja, waktu kerja dan kerja sama dengan rekan
kerja (Mathis dan Jackson, 2002).
Pengaruh kepemimpinan pendeta terkadang
memberikan persepsi yang berbeda pada setiap anggota
organisasi. Memperkuat argument tersebut Penelitian
Latumahina (2011) membuktikan bahwa cara pandang
anggota jemaat terhadap pemimpinya dapat di lihat dari dua
sisi yang berbeda yakni, dari sisi negatif dan positif.
Pemahaman jemaat yang negatif disebabkan, proses
manajemen pelayanan kepada anggota jemaat yang kurang
baik, timbulnya rasa resah, kegelisahaan, dan rasa tidak
nyaman terhadap cara hidup pendeta dalam kegiatan formal
gereja ataupun juga kehidupan kesehariannya. Sedangkan
dari sisi positif pendeta dipandang sebagai hamba Tuhan yang
melakukan pelayanan dengan baik dan menjadi teladan. Kerja
keras pendeta dengan kesungguhan dan kegigihannya dalam
melayani jemaat, serta spritualitas pendeta telah melahirkan
terciptanya rasa hormat jemaat, sehingga menunjukan cara
pandang yang positif dari anggota jemaat. Pendeta sebagai
pemimpin di dalam jemaat (ketua majelis jemaat) diharapkan
kepemimpinannya memberikan makna positif atau pengaruh
bagi jemaatnya.
4.2.2. Persepsi Jemaat Terhadap Aspek-aspek
Penilaian Kinerja Pendeta
Aspek-aspek penilaian kinerja yang dirumuskan oleh
GPM ada 8 aspek kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab,
kedekatan dan kerjasama, kejujuran, prakarsa, kehidupan
moral, kepemimpinan. Alasan pengambilan aspek-aspek yang
dipakai oleh Gereja Protestan Maluku (GPM) untuk mengukur
kinerja yang selama ini dilakukakan oleh pendeta dalam
melakukan pelayanan.
Ketika pertanyaan penulis kepada jemaat tentang
penilaian kinerja pendeta, pertanyaannya adalah apakah
dengan diberlakukannya penilaian kinerja terhadap pendeta,
maka kinerja pendeta akan baik? Jawaban dari seorang
majelis jemaat mengatakan bahwaakan baik, karena
pelayanan pendeta terkontrol, pendeta akan termotivasi untuk
melayani dengan lebih baik, dapat meminimalisir barbagai
persoalan yang berhubungan dengan kinerja pendeta, dan
salah satu jemaat juga mengatakan bahwa penilaian kinerja
itu akan baik karena menjadi pedoman bagi kinerja pendeta
untuk pelayanan di jemaat.Tetapi adapula jawaban yang
berbeda dari ketua sektor Bethesda, beliau mengatakan
bahwa walaupun adanya penilaian kinerja pendeta tetapi
masih ada saja kinerja pendeta yang kurang baik di dalam
jemaat. Contohnya pelayanan pendeta B yang saat ini sedang
melayani di jemaat kami (Jemaat Hative Besar) memiliki
kinerja yang belum maksimal, dalam hal ini adalah kedekatan
dan kerjasama pendeta dengan jemaat, maka dari itu saya
menilai bahwa belum berhasilnya penilaian kinerja yang
diterapkan oleh pendeta dalam pelayanan di jemaat kami.
Berdasarkan gambaran hasil wawancara ini bisa disimpulkan
bahwa warga jemaat sendiri memiliki persepsi yang berbeda
tentang penilaian kinerja pendeta dengan apa yang mereka
lihat dari kinerja pendeta secara langsung.
Penilaian kinerja pendeta adalah suatu proses yang
dilakukan oleh manajemen GPM untuk mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja karyawan dalam hal ini pendeta dalam
pelaksanaan tugas pelayanan, baik secara individu atau
kelompok orang sesuai visi dan misi GPM.Penilaian kinerja
pendeta dibuat bukan hanya untuk memberi informasi yang
obyektif tentang pelayanan seorang pendeta, tetapi
diharapkan mampu memotivasi pendeta untuk memiliki
komitmen pelayanan yang tinggi.
Penilaian kinerja akan mendorong pendeta untuk
melayani dengan mengejar target yang ditetapkan, dan tidak
memperhatikan kualitas dari pelayanan itu sendiri. Analisis
jabatan hendaknya dilakukan untuk dapat mengungkapkan
kriteria kinerja secara efektif. Pengukuran kinerja
membutuhkan penggunaan kriteria penilaian kinerja yang
relevan yang difokuskan pada aspek-aspek yang paling
penting dari kinerja karyawan (Mathis dan Jackson, 2002).
Hal ini sangat berhubungan dengan deskripsi tugas dari
pendeta yang ditetapkan oleh GPM.
4.2.3. Persepsi Jemaat Terhadap Karakter Pendeta
Karakter seorang pendeta bisa menimbulkan persepsi
yang positif dan negatif dari jemaat. Berbagai macam persepsi
jemaat terhadap karakterkedua pendeta yang melayani di
jemaat GPM Hative Besar. Berdasarkan hasil wawancara
dengan warga jemaat, sebagian besar jemaat merasa nyaman
dengan karakter pendeta A sedangkan sebagian besar jemaat
tidak merasa nyaman dengan karakter pendeta B. Kehidupan
para pendeta tidak terlepas dari apa yang ingin ditunjukkan
dalam gambaran idealis mengenai diri (gembala/pendeta) di
tengah-tengah umat, namun kenyataan kemampuan berperan
seperti itu tidak bisa dilakukan dengan baik oleh semua
pendeta. Oleh karena terjadi persoalan-persoalan sikap etis,
keemimpinan yang mengakibatkan adanya konflik antara
pendeta dengan jemaat mengakibatkan pendeta tidak mampu
menempatkan diri sebagai pribadi yang utuh dalam
pelayanan.
Hasil wawancara penulis dengan jemaat di unit 1-6
pada sektor Elim, sebagian besar jemaat memiliki persepsi
yang sama. Mereka mengatakan bahwa, pendeta B terlalu
cuek dengan pelayanan dalam jemaat, serta memiliki sikap
yang santai dan mengganggap segala persoalan yang dihadapi
jemaat itu hanya persoalan biasa. Dikarenakan alasan warga
jemaat melihat bahwa kurangnya pendekatan pelayanan
pendeta kepada anggota jemaat yang membutuhkan
pelayanan. Sedangkan pendeta A dinilai lebih menjalin
komunikasi yang baik dengan majelis jemaat dan warga
jemaat juga peduli atas pelayanan kepada warga jemaat serta
setia dalam setiap tugas pelayanan kepada jemaat yang
membutuhkan.
selanjutnya wawancara penulis juga dengan ketua
sektor Galilea, beliau mengatakan bahwa menurut beliau
karakter pendeta A yang melayani di jemaat Hative Besar,
memiliki karakter yang tenang, berani, optimis dan selalu
bersikap santai dalam situasi apapun, tetapi tegas dalam
mengambil keputusan contohnya situasi saat persidangan
jemaat beliau selalu santai menanggapi pembahasan-
pembahasan yang menjadi persoalan dalam pelayanan
terdapat pro dan kontra dalam persidangan jemaat.
Persepsi yang sama dari beberapa anggota jemaat yang
mengatakan bahwa, pribadi pendeta A memiliki sikap yang
tenang, sabar, serta bisa mengontrol diri dalam mengahadapi
sikap warga jemaat. Contoh yang mereka katakan adalah
ketika dalam persidangan jemaat ada jemaat yang
mengungkapkan pendapatnya dengan nada suara yang keras
dan terlihat emosi dalam persidangan, dan saat itu terlihat
pendeta menunjukan sikap yang tenang, sabar dan tidak
emosi dalam menanggapi sikap jemaat yang emosi, bukan
hanya itu tetapi yang membuat beberapa anggota jemaat
nyaman dengan karakter pendeta tersebut adalah ketika
pendeta dengan sabar mengahadapi persoalan dalam jemaat.
seperti halnya yang dikatakan mereka bahwa ada jemaat
memiliki persoalan dalam keluarga, pendeta dengan sabar
serta kepeduliannya melayani keluarga tersebut. Hal ini yang
Menurut Klann (2007) dalam 5 atribut yang berpengaruh pada
karakter kepemimpinan yaitu Kontrol diri berarti
mengendalikan emosi, tindakan, keinginan, dan hasrat
pribadi. Ini tentang bagaimana mengendalikan tindakan,
kebiasaan, kekuatan, dan keinginan kita. Kontrol diri
mencakup kedisiplinan diri dalam perilaku dan gaya hidup.
Bagi pemimpin, kontrol diri juga berarti melakukan hal-hal
yang secara normal memiliki pengaruh positif yang besar
terhadap orang lain dan menghindari hal-hal yang memiliki
pengaruh negatif. Kontrol diri juga berarti suatu kemampuan
untuk beradaptasi dan fleksibel ketika situasi berubah.Dan
pengaruh Positif Kontrol Diri, Kontrol diri merupakan fondasi
dari pencapaian pribadi dalam jangka panjang.Kontrol diri
membantu seseorang untuk terus termotivasi dan fokus pada
tujuan.Kurangnya kontrol diri merupakan alasan utama
mengapa banyak pemimpin yang tidak sukses. Ketika kontrol
diri ada, seorang pemimpin atau pendeta memiliki kekuatan
untuk melakukan banyak hal yang oleh orang lain bisa jadi
dianggap sangat sulit terutama dalam menghadapi persoalan
jemaat. Hal ini mendatangkan rasa hormat dan rasa kagum
dari warga jemaat yang pada akhirnya akan meningkatkan
pengaruhnya pada warga jemaat. Juga pendeta A memiliki
krakter kepedulian yang menurut Klann (2007) kepedulian
berarti rasa tertarik yang tulus untuk memperhatikan orang
lain.
Persepsi yang berbeda juga disaat penulis wawancara
dengan beberapa majelis jemaat mereka mengatakan bahwa,
terkadang pendeta B mengeluarkan sifatnya yang sombong
dan kurang peduli alasannya karena pendeta B dalam
melakukan pelayanan terkadang membedakan warga jemaat
yang ingin dilayani dan kurang pedulinya pendeta B terhadap
pelayanan pastoral bagi warga jemaat yang membutuhkan.
Selanjutnya, mereka mengatakan bahwa hal ini yang menjadi
penyebab kerenggangan antara pendeta B dengan jemaat dan
juga majelis jemaat. sifat yang sombong dan kurang
kepeduliannya membuat jemaat merasa tidak nyaman ketika
berkomunikasi dengan pendeta B.
Ketika diskusi dilakukan dengan majelis jemaat mereka
mengatakan bahwa, seharusnya pendeta yang ada di
jemaatnya tidak hanya menjadi pemimpin jemaat semata,
tetapi mampu menjadi pemimpin yang melayani jemaatnya.
Dikarenakan pemimpin yang diperlukan bukan untuk
memikirkan kepentingan dirinya sendiri tetapi, pendeta
terpanggil untuk melayani jemaatnya dan mampu merasakan
penderitaan yang dialami jemaatnya. Majelis jemaat yakin
bahwa keterpanggilan seorang pendeta dalam melayani
jemaatnya akan terbukti melalui, ketulusan hati dalam
melayani jemaatnya. Menzies dan Horton (2003) mengatakan
bahwa, Karakter hamba dan pimpinan yang baik akan
menampakkan diri pada sikap dan perilaku yang terikat
kepada kebenaran, kebajikan, kejujuran, kesetiaan, dan
ketahanan dalam pengabdian. Demikian juga karakter yang
baik membuahkan kebaikan moral, relasi social dengan orang
lain, sehingga menjamin keberhasilan dalam pelayanan.
Ketulusan hati dalam melayani mampu menjadi modal
bagi seorang pendeta. Jadilah teladan bagi anggota yang
dipimpinnya dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan,
dan dalam kesucian. Tidak hanya itu saja bahwa seorang
pendeta harus diliputi sifat rendah hati dalam hubungan
dengan jemaat. Hal ini yang menurut Klann (2007) tentang 5
atribut pada karakter kepemimpinan yang berhubungan
dengan kepedulian berarti rasa tertarik yang tulus untuk
memperhatikan orang lain. Konsep kepedulian meliputi hal-
hal seperti pertimbangan, empati, pemeliharaan, dan cinta.
Kepedulian bukan berarti memberikan toleransi dan tidak
memperhatikan hal-hal negatif yang dilakukan organisasi,
sikap-sikap yang buruk, dan ketidakjujuran. Menciptakan
kebudayaan dan lingkungan yang berkepedulian juga tidak
berarti membiarkan semua orang melakukan apa saja yang
membuat mereka senang. Kepedulian berarti memandang
manusia sebagai sumber daya yang paling penting dalam
sebuah organisasi. Pengaruh Positif Kepedulian, Apabila
pemimpin memperlakukan pengikut mereka dengan perilaku
kepedulian seperti penghargaan, pengertian, perhatian,
kesetiaan, penguatan, maka sebaliknya si pemimpin akan
memperoleh perilaku mau bekerja sama dan suportif dari
pengikutnya. Warga jemaat yang menerima kepedulian akan
menghormati pendeta yang memimpin dan akan bekerja keras
untuk tidak mengecewakan pendeta. Selain itu akan muncul
hubungan emosional yang positif antara pendeta dan warga
jemaat serta majelis jemaat ketika ada kepedulian yang
diberikan pendeta.
Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa karakter yang dimiliki seorang pendeta
adalah pendeta harus memahami arti dari pelayanan.
Berbagai kata yang digunakan oleh gereja dengan arti
pelayanan, mengabdi atau menghamba kepada Tuhan dan
bukan kepada orang lain. Pola hidup yang bukan lagi hidup
untuk diri sendiri melainkan hidup untuk Tuhan dan untuk
orang lain. Dorongan untuk melayani Tuhan dan orang lain
darinya adalah karena Yesus sendiri sudah melayani kita.
Tujuan hidup-Nya bukanlah untuk mendapatkan pelayanan,
melainkan untuk memberi pelayanan. Isi hidup-Nya bukanlah
dilayani, melainkan melayani.
4.2.4. Pemahaman Jemaat Terhadap Hubungan
Karakter Dan Kinerja
Perbedaan karakter setiap karyawan mampu
memperlihatkan kinerja karyawan yang berbeda pula. Hal ini
pun terjadi di dalam ruang lingkup organisasi gereja yang
dimiliki oleh seorang pemimpin gereja (pendeta). Terkait
dengan hubungan karakter pendeta dan kinerja pendeta,
penulis mendapatkan jawaban yang berbeda dari warga
jemaat antara karakter dan kinerja pendeta A dan B. Namun
secara umum terlihat sebuah pola dimana pendeta yang
berkinerja baik cenderung memiliki karakter yang baik dan
sebaliknya. Dari hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar
jemaat dan majelis jemaat menilai karakter pendeta A
cenderung setia dalam pelayanan kepada jemaat, santai,
tenang, sabar, peduli, kontrol diri, dalam menghadapi segala
persoalan jemaat dan selalu menjaga hubungan baik dengan
warga jemaat. Hal ini sejalan dengan kinerja pendeta A yang
dinilai memiliki gaya kepemimpinan baik yang terlihat dari
kepedulian dan ketegasan dalam menghadapi dan
menyelesaikan persoalan Jemaat. Selain itu, pendeta A juga
dinilai mampu menjalani hubungan baik antara rekan
sepelayanan dalam melakukan tugas pelayanan. Dapat
dikatakan bahwa tidak terdapat kerenggangan antara pendeta
A dan jemaat.
Sementara itu karakter Pendeta B dinilai terlalu cuek,
mengaggap segala persoalan jemaat sebagai hal biasa atau
dengan kata lain tidak terlalu peduli dengan pesoalan jemaat,
terkesan sombong dan terkadang membeda-bedakan jemaat
yang ingin dilayani. Hal ini sejalan dengan kinerja pendeta B
yang dinilai pelayanan pastoralnya sangat minim, sering
menyerahkan tanggungjawab pelayanan kepada majelis
jemaat, pelayanan yang kurang maximal, kurangnya
hubungan kerjasama yang baik dengan rekan sepelayanan
dalam hal ini majelis jemaat. Karakter pendeta B yang sejalan
dengan kinerjanya dapat dikatakan sebagai penyebab
terjadinya kesenjangan atau kerenggangan antara majelis dan
warga jemaat dengan pendeta B dalam kehidupan berjemaat.
Berdasarkan penjelasan pemahaman warga jemaat
mengenai hubungan kinerja dan karakter pendeta A dan
pendeta B maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara kinerja dengan karakter pendeta. Dimana, pemimpin
yang memiliki karakter baik akan berdampak pada kinerja
yang baik pula dan sebaliknya.
karakter seorang pendeta akan berpengaruh terhadap
kinerjanya. Pendeta adalah pemimpin jemaat yang menjadi
contoh kepada jemaat yang dilayani, melalui sikapnya dan
akan berdampak pada kinerja. Pendeta yang adalah pemimpin
sangat memiliki pengaruh yang besar kepada jemaat.
Menggerakan orang lain menurut Walter Wright (2004)
seorang pemimpin yang masuk ke dalam hubungan dengan
orang lain untuk mempengaruhi. Melalui perilaku, nilai-nilai,
atau sikap pemimpin akan menyarankan bahwa semua orang
Kristen mampu melakukannya. Atau lebih tepatnya bahwa
semua orang kristen seharusnya menjalankan kepemimpinan,
dan berusaha membuat sebuah perbedaan dalam kehidupan
sekitar. Perbedaan rumusan kepemimpinan secara umum dan
kepemimpinan kristen, bukan terletak pada metode, jabatan
atau kedudukan melainkan pada panggilan nilai dari
filosofinya.
Ketika seorang pendeta yang adalah pemimpin dalam
jemaat menjadi teladan yang baik bagi jemaatnya dan
membangun kerjasama yang baik dengan rekan sepelayanan
(Majelis Jemaat), maka secara langsung dan tanpa disadari
karakter serta kinerja pendeta akan dinilai baik oleh jemaat
yang dipimpin. Dan oleh sebab itu, jemaat akan merasa
nyaman dengan karakter pendeta tersebut dengan semua
kinerjanya, serta tidak terjadinya kerenggangan antara
pendeta dengan jemaat.