bab iv hasil dan pembahasankerugian finansial = (total loss output x harga per kwh) = 92.583.340 kwh...

28
53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Histori Kerusakan Refractory Sealpot PLTU Unit 2 Berdasarkan data pareto loss output tahun 2018, PLTU Tenayan Unit 2 mengalami kerusakan refractory sebanyak 3x sehingga menyebabkan munculnya titik hotspot pada surface casing sealpot boiler. Hotspot pada surface sealpot dapat menyebabkan crack atau deformasi casing sealpot. Dari data XRF tahun 2017, material casing sealpot adalah low alloy carbon steel. Berdasarkan referensi API RP 530, bahwa limiting design metal temperature carbon steel adalah 540 °C, ketika casing sealpot diberikan temperatur yang tinggi maka akan sangat berpengaruh terhadap laju penurunan modulus elastisitas, kekuatan leleh dan kekuatan tarik yang maksimum apabila diberi temperature yang semakin tinggi. Guna mengatasi temperature casing sealpot tidak semakin tinggi, maka PLTU Tenayan Unit 2 harus shutdown untuk melakukan perbaikan refractory. Selama tahun 2018, PLTU Tenayan Unit 2 mengalami kerugian kerugian finansial sebesar Rp 120.358.342.000,00. Tabel 4.1 Deskripsi Pareto Loss Output PLTU Tenayan Unit 2 Tahun 2018 NO TANGGAL PROBLEM DAMPAK ACTION PARETO LOSS OUTPUT (kWh) 1 18-01-2018 Kerusakan Refractory Hotspot Sealpot 605 ºC Perbaikan Refractory Sealpot 34.543.670 2 01-02-2018 Kerusakan Refractory Hotspot Sealpot 557 ºC Perbaikan Refractory Sealpot 23.527.170 3 22-06-2018 Kerusakan Refractory Hotspot Sealpot 659 ºC Perbaikan Refractory Sealpot 34.512.500 Total Loss Output 92.583.340 Kerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00

Upload: others

Post on 06-Dec-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

53

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Histori Kerusakan Refractory Sealpot PLTU Unit 2

Berdasarkan data pareto loss output tahun 2018, PLTU Tenayan Unit 2

mengalami kerusakan refractory sebanyak 3x sehingga menyebabkan munculnya

titik hotspot pada surface casing sealpot boiler. Hotspot pada surface sealpot dapat

menyebabkan crack atau deformasi casing sealpot. Dari data XRF tahun 2017,

material casing sealpot adalah low alloy carbon steel. Berdasarkan referensi API

RP 530, bahwa limiting design metal temperature carbon steel adalah 540 °C,

ketika casing sealpot diberikan temperatur yang tinggi maka akan sangat

berpengaruh terhadap laju penurunan modulus elastisitas, kekuatan leleh dan

kekuatan tarik yang maksimum apabila diberi temperature yang semakin tinggi.

Guna mengatasi temperature casing sealpot tidak semakin tinggi, maka

PLTU Tenayan Unit 2 harus shutdown untuk melakukan perbaikan refractory.

Selama tahun 2018, PLTU Tenayan Unit 2 mengalami kerugian kerugian finansial

sebesar Rp 120.358.342.000,00.

Tabel 4.1 Deskripsi Pareto Loss Output PLTU Tenayan Unit 2 Tahun 2018

NO TANGGAL PROBLEM DAMPAK ACTION PARETO LOSS

OUTPUT (kWh)

1 18-01-2018 Kerusakan

Refractory

Hotspot Sealpot

605 ºC

Perbaikan

Refractory Sealpot 34.543.670

2 01-02-2018 Kerusakan

Refractory

Hotspot Sealpot

557 ºC

Perbaikan

Refractory Sealpot 23.527.170

3 22-06-2018 Kerusakan

Refractory

Hotspot Sealpot

659 ºC

Perbaikan

Refractory Sealpot 34.512.500

Total Loss Output 92.583.340

Kerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh)

= 92.583.340 kWh x Rp 1300

= Rp 120.358.342.000, 00

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

54

Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography Sealpot Tahun 2018

NO TANGGAL

KEJADIAN DESKRIPSI

SURFACE TEMPERATURE

CASING SEALPOT

VISUAL CEK INSIDE

SEALPOT PASCA UNIT

SHUTDOWN

1 18-01-2018 Hotspot

Sealpot

605 ºC

2 01-02-2018 Hotspot

Sealpot

557 ºC

3 22-06-2018 Hotspot

Sealpot

659 ºC

Gambar 4.1 Grafik Inlet Temperature vs Surface Temperature

0

200

400

600

800

1000

18 Januari 2018 01 Februari 2018 22 Juni 2018

Inlet Temperatur Sealpot Surface Temperatur Sealpot

(°C)

927 °C 932 °C 956 °C

659 °C 557 °C 605 °C

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

55

Gambar 4.2 Area Sealpot Yang Mengalami Hotspot

4.2 Validasi Kerusakan Refractory Berdasarkan Perhitungan Thermal.

Gambar 4.3 Sirkit Thermal Didalam Sealpot

Keterangan Gambar 4.3 :

T∞1 : Temperatur Flue Gas Sealpot (°C)

T1 : Temperatur Surface Wearable Castable (°C)

T2 : Temperatur Surface Thermal Castable (°C)

T3 : Temperatur Surface Insulant Castable (°C)

T4 : Temperatur Surface Ceramic Blanket (°C)

T5 : Temperatur Surface Carbon Steel (°C)

T6 : Temperatur Surface Dinding Sealpot (°C)

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

56

h1 : Convection Heat Transfer Coefficient (W/m2.°K)

h2 : Conduction Heat Transfer Coefficient Wearable Castable (W/m2.°K)

h3 : Conduction Heat Transfer Coefficient Thermal Castable (W/m2.°K)

h4 : Conduction Heat Transfer Coefficient Insulant Castable (W/m2.°K)

h5 : Conduction Heat Transfer Coefficient Ceramic Blanket (W/m2.°K)

h6 : Conduction Heat Transfer Coefficient Carbon Steel (W/m2.°K)

r1 : Jari – Jari Dimensi Flue Gas (m)

r2 : Jari – Jari Dimensi Flue Gas + Wearable Castable (m)

r3 : Jari – Jari Dimensi Flue Gas + Thermal Castable (m)

r4 : Jari – Jari Dimensi Flue Gas + Insulant Castable (m)

r5 : Jari – Jari Dimensi Flue Gas + Ceramic Blanket (m)

r6 : Jari – Jari Dimensi Flue Gas + Carbon Steel (m)

Tabel 4.3 Lapisan Material Insulasi Sealpot

Material Thickness

(m)

Thermal

Conductivity (k)

(W/m.°K)

Jari – Jari (r)

(m)

0,705 (r1)

Wearable Castable 0,1 1,5 (k1) 0,805 (r2)

Thermal Castable 0,12 0,16 (k2) 0,925 (r3)

Insulant Castable 0,16 0,12 (k3) 1,085 (r4)

Ceramic Blanket 0,02 0,12 (k4) 1,105 (r5)

Carbon Steel 0,01 54 (k5) 1,115 (r6)

Berikut perhitungan kondisi refractory saat normal operasi :

Temperatur Flue Gas Sealpot (T∞1) = 930 °C

Temperatur Surface Wearable Castable (T1) = 927 °C

Temperatur Normal Casing Sealpot (T6) = 103 °C

Berdasarkan tabel Physical Properties of Air at Atmospheric Pressure, Pada

temperatur T = 927 °C = 1200 °K didapatkan nilai

𝜇 (Dynamic Viscosity) = 473 𝑥 10−7 = 0,0000473 𝑁. 𝑠/𝑚2

𝜌 (𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦) = 0,2902 𝑘𝑔/𝑚3

𝑃𝑟 (𝑃𝑟𝑎𝑛𝑑𝑡𝑙 𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟) = 0,728

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

57

Berdasarkan grafik manual book boiler dongfang, bahwa air flow sebesar

168407 Nm3/h dengan bed temperature sebesar 872,92 °C didapatkan velocity

boiler sebesar 3,8 m/s.

Asumsi ketinggian area hotspot adalah 1 meter.

Menghitung Nilai 𝑅𝑒

𝑅𝑒 =𝜌 . 𝜐 . 𝐿

𝜇

𝑅𝑒 =0,2902 . 3,8 . 1

0,0000473

𝑅𝑒 = 23314,16

Keterangan :

𝑅𝑒 : Reynold Number

𝜌 : Density (𝑘𝑔/𝑚3)

𝜐 : Velocity (m/s)

𝐿 : Linier Dimension (m)

𝜇 : Dynamic Viscosity (𝑁. 𝑠/𝑚2)

Menghitung nilai ℎ1

𝑁𝑢 = ℎ1𝑘

𝐿⁄

ℎ1 =𝑁𝑢 . 𝑘

𝐿

ℎ1 =(0,0296 . 𝑅𝑒

45 . 𝑃𝑟

13) . 𝑘

𝐿

ℎ1 =(0,0296 . 23314,16

45 . 0,728

13) . 1,5

1

ℎ1 = 124,601 𝑊𝑚2⁄ . °𝐾

Keterangan :

𝑁𝑢 : Nusselt Number

ℎ1 : Convection Heat Transfer Coefficient (𝑊

𝑚2⁄ . °𝐾)

𝑘 : Thermal Conductivity Wearable Castable (𝑊𝑚⁄ . °𝐾)

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

58

𝐿 : Linier Dimension (m)

𝑅𝑒 : Reynold Number

𝑃𝑟 : Prandtl Number

Menghitung nilai heat flux convection (�̇�𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖)

= ℎ1 . ( 𝑇∞1 − 𝑇1 )

= 124,601 . (930 − 927)

= 467,877 W/𝑚2

Menghitung nilai Conduction Heat Transfer Coefficient (h2 sampai h6)

ℎ2 = 𝑟1

𝑘1 . 𝐿𝑛

𝑟2

𝑟1= (

0,705

1,5 . 𝑙𝑛

0,805

0,705) = 0,0623 𝑊

𝑚2⁄ . °𝐾

ℎ3 = 𝑟1

𝑘2 . 𝐿𝑛

𝑟3

𝑟2= (

0,705

0,16 . 𝑙𝑛

0,925

0,805) = 0,6122 𝑊

𝑚2⁄ . °𝐾

ℎ4 = 𝑟1

𝑘3 . 𝐿𝑛

𝑟4

𝑟3= (

0,705

0,12 . 𝑙𝑛

1,085

0,925) = 0,9373 𝑊

𝑚2⁄ . °𝐾

ℎ5 = 𝑟1

𝑘4 . 𝐿𝑛

𝑟5

𝑟4= (

0,705

0,12 . 𝑙𝑛

1,105

1,085) = 0,1073 𝑊

𝑚2⁄ . °𝐾

ℎ6 = 𝑟1

𝑘5 . 𝐿𝑛

𝑟6

𝑟5= (

0,705

54 . 𝑙𝑛

1,115

1,105) = 0,0001 𝑊

𝑚2⁄ . °𝐾

Menghitung Overall Heat Transfer Coefficient (U)

𝑈 = 1

ℎ1 + ℎ2 + ℎ3 + ℎ4 + ℎ5 + ℎ6 = 0,582 𝑊

𝑚2⁄ . °𝐾

Heat Flux Konduksi (�̇�𝐾𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖) :

= (𝑇1 − 𝑇6) . 𝑈

= (927 − 80) ∗ 0,582

= 492,628 W/𝑚2

Perhitungan T2

𝑇2 = 𝑇1 − (�̇�𝐾𝑜𝑛𝑑 . 𝑟1 . ln

𝑟2𝑟1

𝑘1)

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

59

𝑇2 = 927 − (492,628 . 0,705 . ln

0,8050,705

1,5)

𝑇2 = 897,122 °𝐶

Perhitungan T3

𝑇3 = 𝑇2 − (�̇�𝐾𝑜𝑛𝑑 . 𝑟1 . ln

𝑟3𝑟2

𝑘2)

𝑇3 = 897,122 − (492,628 . 0,705 . ln

0,9250,805

0,16)

𝑇3 = 603,701 °𝐶

Perhitungan T4

𝑇4 = 𝑇3 − (�̇�𝐾𝑜𝑛𝑑 . 𝑟1 . ln

𝑟4𝑟3

𝑘3)

𝑇4 = 603,701 − (492,628 . 0,705 . ln

1,0850,925

0,12)

𝑇4 = 154,50 °𝐶

Perhitungan T5

𝑇5 = 𝑇4 − (�̇�𝐾𝑜𝑛𝑑 . 𝑟1 . ln

𝑟5

𝑟4

𝑘4)

𝑇5 = 154,50 − (492,628 . 0,705 . ln

1,1051,085

0,12)

𝑇5 = 103,07 °𝐶

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

60

Perhitungan T6

𝑇6 = 𝑇5 − (�̇�𝐾𝑜𝑛𝑑 . 𝑟1 . ln

𝑟6

𝑟5

𝑘5)

𝑇6 = 103,07 − (492,628 . 0,705 . ln

1,1151,105

54)

𝑇6 = 103,01 °𝐶

Gambar 4.4 Grafik Heat Transfer Refractory Sealpot

Dari perhitungan diatas, didapatkan grafik heat transfer masing masing

layer refractory sealpot. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa ketika inlet flue

gas sealpot di kisaran 930 °C, maka dalam kondisi normal operasi surface

temperatur casing sealpot adalah 103 °C.

Jika melihat data thermography tanggal 18 Januari tahun 2018, terdapat

selisih antara temperatur flue gas dan temperatur casing sealpot sebesar 322 °C.

Hal ini dapat disimpulkan melalui grafik heat transfer, bahwa refractory di area

sealpot sudah mengalami kerusakan sampai dengan lapisan insulant castable.

Wea

rab

le C

ast

ab

le

Ther

ma

l Ca

sta

ble

Insu

lan

t C

ast

ab

le

Ceramic

Blanket Casing

Sealpot

Flu

e G

as

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

61

4.3 Validasi Kerusakan Menggunakan Simulasi CPFD.

Simulasi CPFD adalah simulasi dimana pergerakan partikel solid dan

fluida sama-sama bersifat dominan. Simulasi CPFD lebih sesuai untuk analisa

aliran di boiler CFB karena fraksi partikel cukup besar dan dapat mempengaruhi

aliran fluida. Pada tahapan awal pemodelan, masukkan ekstaksi data input dari data

operasi boiler (Tabel 4.4) dan rises (Tabel 4.5) pada beban maksimum di 110 MW.

Tabel 4.4 Data Operasi Boiler Di Daerah Furnace Bed

Tabel 4.5 Data Operasi Boiler Di Daerah Riser

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

62

Langkah selanjutnya membuat geometri boiler dimana geometri sealpot

disederhanakan menjadi penampang bujur sangkar karena keterbatasan jumlah

meshing pada domain simulasi. (Gambar 4.5)

Gambar 4.5 Geometri Boiler PLTU Tenayan

Setelah mendapatkan geometri, kemudian menentukan nilai syarat batas diambil

berdasarkan data operasi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Boundary Simulasi Boiler CFB PLTU Tenayan

Setelah dilakukan boundary, tahapan selanjutnya adalah melakukan iterasi

pada pemodelan hingga didapatkan hasil yang konvergen. Dari hasil simulasi dapat

dilihat bahwa pergerakan partikel menunjukkan bahwa pasir bed material memiliki

sirkulasi partikel yang sangat besar. Karakteristik pasir bed material mendekati

kondisi aerable, dimana pasir terlalu mudah terbawa aliran. Karakter aerable pada

pasir bed material akan sangat mempengaruhi karakter fluidized bed boiler, kondisi

ini menyebabkan abrasi yang merata pada boiler (Gambar 4.7).

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

63

Gambar 4.7 Sirkulasi Partikel Pasir Bed Material Boiler PLTU Tenayan

Abrasi pada penggunaan pasir bed material terjadi pada area yang lebih

luas berdasarkan kontur volume seperti ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Indeks Abrasi Pada Boiler PLTU Tenayan

Distribusi tekanan pada penggunaan pasir bed material pada Gambar 4.9 memiliki

selisih tekanan yang tinggi pada daerah sealpot. Fraksi pasir yang tinggi

menyebabkan kenaikan hambatan aliran yang tinggi.

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

64

Gambar 4.9 Distribusi Tekanan Boiler PLTU Tenayan

Simulasi aliran khusus di daerah sealpot dilakukan untuk mengetahui

beban yang terjadi di dalam sealpot. Gambar 4.10 menunjukkan geometri dan

meshing di sealpot yang lebih akurat.

Gambar 4.10 Geometri Dan Meshing Di Sealpot

Syarat batas diambil dari ekstrak data di penampang sebelum dan sesudah

sealpot, pada simulasi sebelumnya (Gambar 4.11).

Gambar 4.11 Boundary Simulasi Aliran Di Sealpot

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

65

Hasil simulasi menunjukkan bahwa partikel dengan ukuran kecil banyak

yang tertinggal di dasar sealpot dan terjadi penumpukan partikel di dasar sealpot

sebesar 56% selama 500 detik (Tabel 4.6).

Tabel 4.6 Keseimbangan Partikel Pasir di Sealpot

Kondisi ini akan menghambat sirkulasi aliran partikel, termasuk partikel

batu bara, residence time partikel yang lebih lama, dan dapat menyebabkan terjadi

penyumbatan dan overheating pada daerah tersebut. Pada Gambar 4.12a

menunjukkan bahwa pasir tertinggal di dasar sealpot sedangkan gambar 4.12b.

menunjukkan indeks abrasi yang rendah.

Gambar 4.12 Hasil Simulasi Sealpot : a). Aliran Partikel, b). Indeks Abrasi

Berdasarkan data operasional boiler PLTU Tenayan pada kondisi beban

110 MW, bahwa flow udara yang digunakan untuk proses bubbling sebesar 168497

Nm3/h dengan bed temperatur sebesar 872 °C (Gambar 4.13)

(a) (b)

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

66

Gambar 4.13 Data operasi PLTU Tenayan Pada Beban 110 MW

Untuk mengetahui nilai velocity yang terjadi di dalam furnace boiler,

maka digunakan grafik hubungan antara air flow to bed terhadap velocity dan bed

temperature. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa velocity yang ada di

sistim boiler CFB Tenayan di kisaran 3,8 m/s (Gambar 4.14)

Gambar 4.14 Velocity PLTU Tenayan Pada Beban 110 MW

Berdasarkan referensi buku Prof. Prabir Basu perihal velocity ideal yang

terjadi pada boiler CFB di kisaran 4 – 6 m/s (Tabel 4.7). Jika melihat nilai velocity

boiler PLTU Tenayan saat beban 110 MW (Gambar 4.14), maka velocity boiler

PLTU Tenayan sudah termasuk ke dalam regime fluidizing CFB Boiler

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

67

Tabel 4.7 Comparasion of Fluidized Bed With Other Types of Boilers

Sumber : P. Basu, S.A. Fraser, Circulating Fluidized Bed Boilers, Springer, 1991.

Dikarenakan velocity boiler sudah sesuai, maka boiler CFB di PLTU

Tenayan tidak memiliki potensi abrasi yang terlalu kritis. Potensi kegagalan operasi

justru ditimbulkan oleh overhating di sealpot karena terjadi penumpukan pasir dan

menyebabkan residence time yang besar pada partikel batu bara. Overheating di

sealpot dapat berpotensi menyebabkan kerusakan refractory.

4.4 Analisa Permasalahan

Metode yang dipakai untuk mencari akar permasalahan adalah dengan

Fish Bone Diagram. Dari beberapa mode penyebab kerusakan, peneliti melakukan

identifikasi semua kemungkinan penyebab & masing-masing penyebab

diidentifikasi sampai dengan ditemukan penyebab awalnya. Tahapan selanjutnya

adalah melakukan verifikasi setiap akar penyebab dan menentukan akar penyebab

yang sesungguhnya.

Akar penyebab yang sudah didapatkan akan dilakukan analisa agar dapat

menghasilkan failure defense task untuk mengatasi, menghilangkan dan

meminimalisasi kegagalan agar tidak terjadi lagi.

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

68

Gambar 4.15 Fishbone Diagram Kerusakan Refractory Sealpot

Bedasarkan fish bone diagram, kerusakan refractory sealpot disebabkan

oleh dua hal yaitu karena kegagalan material refractory dan pengaruh temperatur

yang ada di dalam sealpot. Penjelasan fishbone diagram akan dibahas pada sub bab

dibawah ini.

4.4.1 Choice and Mixing Refractory.

Berdasarkan manual instruction dari Dongfang Boiler Group Co. Ltd,

Drawing no. 29H8321-23 Lining Detail of Circumfluence Fitting, konfigurasi

refractory dapat disampaikan sebagai berikut :

Gambar 4.16 Konfigurasi Refractory Inlet U – Valve Sealpot Boiler

Flue Gas Surface

Sealpot

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

69

Sesuai dengan kondisi di lapangan yang ditunjukkan di gambar 4.17

mengindikasikan bahwa pemasangan refractory tidak mengikuti kaidah seperti

yang ada di gambar 4.6. Terdapat material glass wool yang terpasang di inlet u-

valve sealpot boiler pada permukaan steel casing. Sedangkan berdasarkan manual

instruction, pada titik tersebut yang terpasang seharusnya adalah Ceramic Blanket.

Dengan adanya hal tersebut maka hal ini berpotensi menyebabkan rendahnya

kekuatan refractory yang terpasang pada daerah tersebut dan menyebabkan

refractory rentan untuk pecah, terutama di daerah “overhead”.

Gambar 4.17 Pemasangan Tidak Mengikuti Kaidah Manual Instruction

4.4.2 Surface Preparation

Berdasarkan Manual Instruction, surface preparation dibagi menjadi steel

surface preparation, refractory surface preparation dan refractory interlayer

surface preparation. Construction notes untuk refractory daerah sealpot dapat

dijabarkan sebagai berikut :

Sebelum melakukan pemasangan refractroy, pastikan permukaan plat sealpot

sudah dibersihkan.

Semua permukaan logam yang kontak dengan refractory di lapisi dengan

aluminium – silicate refractory fiber (ASRF) ketebalan 2 mm.

Pemasangan wearable castable dibuat per segmen dengan ukuran 600 – 800 mm.

Jarak antar segmen diberi jarak pemuaian sekitar 2 mm dengan aluminium –

silicate refractory fiber (ASRF) ketebalan 2 mm.

Sebelum pemasangan wearable castable, anchor harus dilapisi oleh asphaltum

dengan ketebalan 1 – 2 mm.

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

70

Antar layer diberikan jarak pemuaian sekitar 3 mm dengan aluminium – silicate

refractory fiber (ASRF) ketebalan 4 mm.

Diantara lapisan thermal castable dan no-asbestos calcium-silicate di beri kertas

minyak untuk menyerap air.

Diameter anchor sebesar 6 mm dengan material SA-479GR309S.

Aturan pemasangan dari vendor boiler menunjukkan metode pemasangan

refractory yang dianjurkan. Mulai dari surface preparation, pemasangan anchor,

pemasangan material ekspansi, maupun bentuk dari ekspansi. Aturan vendor ini

sudah sesuai dengan best practice pemasangan refractory untuk boiler CFB.

Sehingga penerapan di lapangan jika menerapkan aturan tersebut, akan memberikan

service life yang cukup panjang untuk refractory.

Selain aturan tertulis, ditunjukkan juga gambar pemasangan. Hal ini

memperjelas lokasi dan bentuk pemasangan untuk setiap titik yang memiliki

karakteristik berbeda.

Dari gambar terlihat dimensi maupun bentuk dari refractory. Seperti

terlihat di gambar 4.16, terdapat berbagai jenis refractory dengan ketebalan masing-

masing yang berbeda. Hal ini menyesuaikan dengan kebutuhan lingkungan kerja,

maupun kontur geometri sealpot. Dapat terlihat di gambar, ketebalan lapisan

wearable castable adalah 100 mm. Namun, penerapan di lapangan menunjukkan

hal yang berbeda. Gambar 4.18 menunjukkan ketebalan refractory yang terpasang

mencapai lebih dari 130 mm. Perbedaan ketebalan ini menyebabkan kenaikan

beban kerja yang disebabkan oleh naiknya berat refractory. Karena tingginya berat,

maka potensi terjadinya keretakan dan kerusakan refractory meningkat.

Gambar 4.18 Ketebalan Wearable Castable Sealpot

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

71

4.4.3 Installation Method Refractory

Pada perbaikan refractory tanggal 28 Juni 2018, digunakan refractory

repair jenis corundum dengan spesifikasi sesuai tabel 4.8 sebagai berikut :

Tabel 4.8 Spesifikasi Refractory Repair Dari EPC Contractor

Refractoriness > 1790 oC

Temperature > 1500 oC

Bulk Density (after drying) 2800 kg / m3

Plastic Index 25 to 40 %

Thermal Conductivity (hot surface 1000 oC) > 1.5 W / m.K

Porosity < 17 %

The rate of change line (815 oC ~ 1100 oC) 0 ~ -0.2 %

Compressive Strength (110 oC) > 65 Mpa

(815 oC) > 85 Mpa

(1100 oC) > 95 Mpa

Lanjutan

Flexural Strength (110 oC) > 10 Mpa

(815 oC) > 15 Mpa

(1100 oC) > 18 Mpa

Thermal shock times (1000 oC water cooling) > 25 times

(1350 oC air cooled) > 50 times

Abrasion resistance (ASTMC-704) < 8 cc

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

72

Use : boiler furnace water wall, platen superheater, platen reheaters and

air inside the chamber at the top, which are pin area, sealpot and imported

flue at the site has a pin

Berdasarkan data-data di tabel tersebut, refractory repair bisa digunakan

sebagai metoda repair. Namun perlu diperhatikan metode mixing dan aplikasi pada

sealpot. Metoda mixing yang digunakan Pihak EPC Contractor adalah

menggunakan mesin mixer seperti terlihat pada gambar 4.19.

Gambar 4.19 Mesin Mixer Refractory Yang Digunakan EPC Contractor

Mixing dengan mesin mixer relatif lebih menjamin homogenitas dari

adonan refractory + binder, sehingga proses pencampuran akan lebih sempurna.

Namun pihak EPC Contractor kurang memperhatikan komposisi pencampuran.

Tidak adanya gelas ukur atau alat timbangan di lapangan menyebabkan komposisi

masing-masing bahan kurang terukur. Hal ini berpotensi menyebabkan kurang

homogennya refractory, sehingga mengurangi kekuatan refractory.

Pada saat proses pemasangan, pihak EPC Contractor menggunakan

metode aplikasi manual dengan alat Hand Trowel. Hal ini diperbolehkan, meskipun

kurang memadai dalam hal homogenitas campuran. Selain itu, tidak ada bekisting

(frame cetak semen) pada proses pemasangan di lapangan. Dengan tidak adanya

bekisting, maka ketebalan permukaan akan tidak rata. Mengingat bahwa kecepatan

aliran di daerah sealpot cukup signifikan, maka ketidak-rataan permukaan akan

menyebabkan rugi aliran yang berdampak pada terganggunya aliran di sealpot,

maupun adanya takikan-takikan kecil sebagai pemicu awal kerusakan refractory.

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

73

Salah satu titik perbaikan ditunjukkan pada gambar 4.20.

Gambar 4.20 Contoh Perbaikan Refractory Yang Dilakukan EPC

Dari gambar terlihat bahwa pemasangan refractory kurang rata. Hal ini

berdampak pada rugi aliran pada sealpot. Selain itu, tidak memperhitungkan laju

ekspansi refractory. Hal ini dapat terlihat pada tidak adanya pemasangan lapisan

ekspansi refractory 2 layer ASRF fiber felt, dan permukaan anchor tidak di lapisi

dengan aspal sesuai dengan instruction notes vendor sealpot. Hal ini menimbulkan

potensi keretakan pada temperatur tinggi yang berdampak pada kerusakan

refractory.

Gambar 4.21 Metoda Perbaikan Refractory Sesuai Dengan Best Practices

Sebaiknya pemasangan refractory baik baru maupun repair mengikuti

aturan instruction notes, dan mengikuti kaidah-kaidah pemasangan refractory.

Salah satu contoh metoda perbaikan yang bisa digunakan adalah seperti pada

gambar 4.21.

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

74

4.4.4 Anchor Design

Anchor design untuk sealpot PLTU Tenayan menggunakan plat dengan

ketebalan 5 mm dan panjang 335 mm menggunakan material yang belum diketahui

spesifikasinya, yang dikombinasikan dengan Rod berbentuk “Y”. Mengingat tidak

ada spesifikasi yang jelas tentang material yang terpasang, maka tidak bisa

diketahui ketahanan material yang dipergunakan, maupun metoda pengelasan (tipe

pengelasan, jenis kawat las yang digunakan dan keahlian pemasangan yang

diperlukan). Maka diperlukan uji komposisi kimia untuk melihat anchor yang

dipergunakan dan melihat karakteristik ketahanan material pada pembebanan

temperatur kerja.

Umumnya material yang digunakan pada boiler CFB sebagai anchor

adalah SS 304, SS 316, Incoloy-800HT, dan Hayness-230. Pertimbangan pemilihan

material berdasarkan pada kekuatan dan ketahanan pada temperatur kerja.

4.4.5 Installation Anchor Welding

Pengelasan Anchor pada Steel Casing memiliki pengaruh yang sangat

dominan pada kekuatan refractory. Stabilitas refractory terutama pada posisi

“overhead” sangat dipengaruhi pada kekuatan anchor. Lepasnya Anchor dari Steel

Casing akan menyebabkan rapuhnya refractory dan menyebabkan terjadinya

fracture. Hal ini bisa terlihat pada gambar berikut :

Gambar 4.22 Kegagalan Pengelasan Anchor Pada Steel Casing

Dari gambar terlihat bahwa pengelasan anchor tidak sempurna (incomplete

weld), dan pola patahan mengindikasikan anchor dan Steel Casing tidak menyatu

(incomplete fusion). Anchor design untuk sealpot PLTU Tenayan menggunakan

plat dengan ketebalan 5 mm. Berdasarkan standart SNI 03-1729-2000, dengan tebal

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

75

metal 5 mm maka didapatkan tebal mimimal las sudut sebesar 3 mm sepanjang

pengelasan (L).

Tabel 4.13 Ukuran Minimal Las Sudut

Sumber : Standart SNI 03-1729-2000

Gambar 4.23 Design Fillet Weld Anchor

Dari pengamatan di lapangan, ketebalan pengelasan tidak merata dengan ukuran 1-

5 mm sehingga menyebabkan anchor mudah lepas sehingga tidak ada kekuatan

penahan refractory dan menyebabkan refractory mudah lepas (spallation).

4.4.6 Mechanical Properties Refractory.

Refractory yang tersusun di dalam sealpot terdiri dari tiga lapisan. Lapisan

pertama yang berhubungan langsung dengan flue gas adalah wearable castable.

Lapisan kedua adalah thermal castable, sedangkan lapisan ketiga adalah insulant

castable. Masing masing lapisan refractory memiliki fungsi kandungan mechanical

properties yang berbeda beda antar lapisannya sesuai dengan beban yang terjadi di

dalam sealpot. Guna mengetahui kandungan mechanical properties pada

refractory, maka bahan refractory harus dilakukan pengujian di laboratorium untuk

didapatkan nilai yang akan dibandingkan dengan dengan technical data sheet. Nilai

dari sifat mechanical properties dapat digunakan untuk melakukan analisa

penyebab kegagalan refractory dari sisi material refractory.

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

76

Berikut perbandingkan nilai refractory hasil laboratorium dengan data

manufacrture.

A. Lapisan Pertama (Wearable Castable)

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Wearable Castable

No Tested Items Test Method Unit Test Result Standart

Manufacture

1 Bulk Density ASTM C-134

After drying at 1000 °C G/cm3 2,7 2,5 ~ 2,8

2 Cold Crushing Strength ASTM C-133

After firing at 1000 °C N/mm2 13,4 ≥ 20

3 Modulus of Rupture ASTM C-133

After firing at 1000 °C N/mm2 3,6 ≥ 2,5

4 Permanent Linier Change ASTM C-113

After firing at 1000 °C % 0 0 ~ (-0,2)

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.9, bahwa nilai Cold Crushing

Strength jauh lebih rendah dari nilai standart manufacture, hal ini mengindikasikan

bahwa refractory tidak mampu menahan beban yang tinggi seperti beban panas

tinggi dan beban thermal shock sehingga refractory mengalami crack. Crack pada

lapisan wearable castable membentuk kontur celah sehingga memudahkan pasir

bed material masuk kedalam refractory lapisan kedua.

B. Lapisan Kedua (Thermal Castable)

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Thermal Castable

No Tested Items Test Method Unit Test Result Standart

Manufacture

1 Bulk Density ASTM C-134

After drying at 1000 °C G/cm3 0,92 0,8 ~ 1

2 Cold Crushing Strength ASTM C-133

After firing at 1000 °C N/mm2 2,3 ≥ 1,5

3 Modulus of Rupture ASTM C-133

After firing at 1000 °C N/mm2 1,6 ≥ 2

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

77

Lanjutan

4 Permanent Linier Change ASTM C-113

After firing at 1000 °C % -0,1 0 ~ (-0,1)

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.10, bahwa nilai modulus of

rupture lebih rendah dari nilai standart manufacture, hal ini mengindikasikan bahwa

refractory tidak mampu menahan beban abrasi yang tinggi. Dikarenakan pada layer

pertama sudah terjadi crack dan pasir bed material sudah masuk ke lapisan kedua,

maka berpotensi terjadinya abrasi refractory yang mengakibatkan refractory cepat

habis karena gesekan secara terus menerus.

C. Lapisan Ketiga (Insulant Castable)

Tabel 4.11 Hasil Pengujian Insulant Castable

No Tested Items Test Method Unit Test Result Standart

Manufacture

1 Bulk Density ASTM C-134

After drying at 1000 °C G/cm3 0,3 0,5 ~ 0,6

2 Cold Crushing Strength ASTM C-133

After firing at 1000 °C N/mm2 3,7 ≥ 0,4

3 Modulus of Rupture ASTM C-133

After firing at 1000 °C N/mm2 1,5 ≥ 2

4 Permanent Linier Change ASTM C-113

After firing at 1000 °C % 1 0 ~ (-0,2)

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.11, bahwa nilai bulk density lebih

rendah dari nilai standart manufacture, hal ini mengindikasikan bahwa refractory

lebih ringan dan berongga dibanding dengan layer pertama dan kedua. Hal ini di

perparah dengan nilai modulus of rupture dan permanent linier change yang juga

rendah. Dampak dari hal tersebut adalah volume refractory tidak stabil dan tidak

mampu menahan beban abrasi dari bed material sehingga refractory mudah

menjadi rapuh dan bed material mudah menembus ke lapisan berikutnya yaitu

ceramic blanket dan kontak langsung dengan carbon steel. Hal ini yang menjadi

penyebab terjadinya hotspot pada casing sealpot.

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

78

4.4.7 Ekpansi Thermal Antara Refractory Dan Metal

Material refractory memiliki koefisien ekspansi thermal yang berbeda

dengan koefisien ekspansi thermal metal (casing dan anchor). Manufacture boiler

Dongfang sudah menyebutkan pada Manual Instruction beberapa tindakan yang

diperlukan untuk memfasilitasi perbedaan ekspansi thermal ini. Diantaranya adalah

pelapisan aspal pada permukaan steel dan anchor, serta membungkus dengan

Alumunium-Silicate Refractory Fiber (ASRF) Felt 2 mm. Dengan menggunakan

metoda ini diharapkan bisa memfasilitasi ekspansi thermal terutama pada material

anchor dan steel yang terjadi pada saat diaplikasikan pada temperatur operasi.

Pada program pemeliharaan refractory tanggal 28 Juni 2018, tidak

ditemukan adanya pelapisan aspal setebal 2 mm pada anchor. Hal ini bisa

menyebabkan timbulnya crack akibat perbedaan ekspansi thermal antara anchor

dan refractory.

4.4.8 Pemuaian Refractory

Disintegrasi pada refractory dapat terjadi akibat thermal stress yang

diakibatkan oleh perbedaan koefisien ekspansi antara binder dan aggregat. Untuk

memfasilitasi ini, pada saat instalasi refractory, dibagi menjadi beberapa segmen

dengan ukuran expand - gap diatur sebesar 2 mm mengikuti kontur atau mengikuti

sumbu dengan jarak antar segmen adalah sebesar 600 ~ 800 mm. Expand-gap ini

diisi menggunakan 2 Alumunium - Silicate Refractory sepanjang arah lebar dan

panjang dengan berbentuk “T”. Namun pada aplikasi di lapangan, aturan ini tidak

sepenuhnya diikuti, menyebabkan timbulnya crack akibat thermal stress pemuaian

refractory, seperti terlihat pada gambar 4.14. berikut :

Gambar 4.24 Keretakan Akibat Thermal Stress Pemuaian

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

79

4.4.9 Proses Curing Dan Dry-Out Refractory

Curing merupakan proses mengontrol laju dan tingkat hilangnya moisture

dari refractory. Curing membutuhkan perhatian khusus terutama proses curing

insitu dimana kondisi lingkungan lebih susah untuk dikontrol. Refractory sebaiknya

dilakukan curing setelah pemasangan, namun sebelum proses start-up Furnace.

Direkomendasikan permukaan refractory tetap lembab (curing compound, wet

canvas bags, penyemprotan air atau cetakan/bekisting basah) dalam kurun waktu

paling sedikit 24 jam. Dry-up (pengeringan) dilakukan setelah proses curing selesai.

Langkah ini menghilangkan semua air yang tertinggal di refractory. Skedul

pengeringan merupakah langkah kritis untuk mencapai kekuatan memadai dari

refractory. Contoh diagram curing dan dry-out dapat terlihat pada gambar 4.25.

Temperatur kritis fase dry-out adalah 100 oC, dimana pada temperatur

tersebut, semua air dalam refractory akan berubah menjadi uap. Uap yang

mengembang secara cepat dapat mengerosi refractory pada saat keluar dari

permukaan dalam refractory. Jika kenaikan temperatur terlalu cepat, maka timbul

kantong bertekanan pada refractory yang akan mendorong (internal stress) dan

membuat rongga (void) atau retak sehingga menimbulkan kerusakan refractory.

Umur refractory di boiler hampir sangat tergantung pada bagaimana

perlakuan awal pada saat start-up pasca instalasi refractory. Dengan menggunakan

slow warm-up boiler yang terkontrol, umur yang panjang dari refractory dapat

dipastikan. Dry-out refractory dapat menggunakan ignitor atau burner portable.

Operasi dengan ignitor atau burner portable akan memberikan input panas yang

lambat, sehingga grafik pemanasan bisa mendekati grafik heat curing curve

Gambar 4.25 Refractory Heat Curing Curve Standart API 936

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANKerugian Finansial = (Total Loss Output x Harga per kWh) = 92.583.340 kWh x Rp 1300 = Rp 120.358.342.000, 00 54 Tabel 4.2 Data Visual Cek dan Thermography

80

Setiap jenis refractory memiliki grafik Heat Curing Curve sendiri,

sehingga pemasangan refractory perlu memperhatikan curing curve yang sesuai

dengan jenis refractory.

Gambar 4.26 Curing Curve Untuk Repair Refractory Dari EPC Contractor

Pada perbaikan tanggal 28 Juni 2018, pihak EPC Contractor memberikan

diagram curing curve sebagai berikut :

Pada aplikasi di lapangan, heat curing curve ini kurang begitu

diperhatikan. Hal ini bisa terlihat dari tidak adanya langkah-langkah untuk menjaga

curing curve. Durasi kurang dari 10 jam, Unit #1 langsung firing. Hal ini berpotensi

menyebabkan kerusakan awal karena fase curing yang belum sempurna, dan fase

dry-out yang terlalu cepat, sehingga timbul pressure pocket dan void pada

refractory yang menyebabkan retak awal sebagai pemicu kerusakan refractory.

4.4.10 Kondisi Pengoperasian

Kondisi operasi akan mempengaruhi kekuatan refractory. Pembebanan

cyclic terutama start-stop dan fluktuasi beban besar dengan grafik perubahan

temperatur yang terlalu cepat akan menyebabkan terjadinya perbedaan ekspansi

thermal antara refractory dan steel (anchor dan sealpot). Hal ini akan meningkatkan

laju kerusakan pada material refractory.

Mengingat bahwa pengoperasian PLTU Tenayan pada tahun 2018 masih

mengikuti supervisi vendor EPC, maka kemungkinan kerusakan akibat pola operasi

yang tidak sesuai dengan prosedur relatif kecil.