bab iv hasil dan pembahasan 4.1. pengamatan selintas ......hasil dan pembahasan . 4.1. pengamatan...

18
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas Lokasi percobaan, terletak pada ketinggian 900 meter dpl. Menurut Kessler (1998), tanaman petunia dapat ditanam di dataran dengan ketinggian minimal 800 meter dpl. Berdasarkan referensi ini, dapat disimpulkan bahwa lokasi percobaan termasuk cukup ideal dilihat dari elevasinya. Selain elevasi, dilakukan pengamatan selintas kondisi lingkungan percobaan, meliputi suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya disajikan dalam Grafik 4.1. Grafik 4.1. Rata-rata suhu harian dan kelembaban udara Pada Grafik 4.1, dapat dilihat bahwa suhu rata-rata harian selama percobaan dari hari 0 hst hingga hari ke 56 hst. Suhu harian selama penelitian tertinggi pada 34 hst sebesar 29,5 o C dan terendah pada 4 hst sebesar 21,5 o C. Rentang kelembaban udara di lingkungan percobaan tertinggi dicapai pada 18 hst sebesar 72,3% dan terendah pada 56 hst sebesar 33%. Menurut Kessler (1998), kondisi suhu rata-rata harian yang dikehendaki tanaman petunia antara 10 o C hingga 25 o C. Dari referensi tersebut dapat disimpulkan bahwa dari aspek suhu harian udara tanaman petunia kurang begitu cocok dengan suhu diatas 25 o C dan menyebabkan kelembaban lingkungan pada hari itu menjadi rendah, rata-rata suhu selama penelitian didapat sebesar 25 o C dimana suhu tersebut masih dalam batas ideal. 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 RH (%) Suhu harian Hari ke- Rata suhu harian RH

Upload: others

Post on 13-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 18

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Pengamatan Selintas

    Lokasi percobaan, terletak pada ketinggian 900 meter dpl. Menurut

    Kessler (1998), tanaman petunia dapat ditanam di dataran dengan ketinggian

    minimal 800 meter dpl. Berdasarkan referensi ini, dapat disimpulkan bahwa lokasi

    percobaan termasuk cukup ideal dilihat dari elevasinya. Selain elevasi, dilakukan

    pengamatan selintas kondisi lingkungan percobaan, meliputi suhu udara,

    kelembaban udara dan intensitas cahaya disajikan dalam Grafik 4.1.

    Grafik 4.1. Rata-rata suhu harian dan kelembaban udara

    Pada Grafik 4.1, dapat dilihat bahwa suhu rata-rata harian selama

    percobaan dari hari 0 hst hingga hari ke 56 hst. Suhu harian selama penelitian

    tertinggi pada 34 hst sebesar 29,5oC dan terendah pada 4 hst sebesar 21,5

    oC.

    Rentang kelembaban udara di lingkungan percobaan tertinggi dicapai pada 18 hst

    sebesar 72,3% dan terendah pada 56 hst sebesar 33%. Menurut Kessler (1998),

    kondisi suhu rata-rata harian yang dikehendaki tanaman petunia antara 10oC

    hingga 25oC. Dari referensi tersebut dapat disimpulkan bahwa dari aspek suhu

    harian udara tanaman petunia kurang begitu cocok dengan suhu diatas 25oC dan

    menyebabkan kelembaban lingkungan pada hari itu menjadi rendah, rata-rata suhu

    selama penelitian didapat sebesar 25oC dimana suhu tersebut masih dalam batas

    ideal.

    0.0

    10.0

    20.0

    30.0

    40.0

    50.0

    60.0

    70.0

    80.0

    0.0

    5.0

    10.0

    15.0

    20.0

    25.0

    30.0

    35.0

    0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

    RH

    (%

    )

    Suh

    u h

    aria

    n

    Hari ke-

    Rata suhu harian RH

  • 19

    Grafik 4.2. Rata-rata suhu max dan min

    Pada Grafik 4.2, dapat dilihat suhu maximum dan minimum selama 0 hst

    hingga 56 hst. Dimana pada hari ke-50 suhu maximum mencapai puncak atau

    ekstrim sebesar 36,8oC dan pada hari ke-5 suhu minimum mencapai puncak atau

    ekstrim sebesar 7,6oC. Dari pengukuran intensitas cahaya matahari pada siang hari

    (pukul 12.00 WIB), rentang intensitas cahaya yang diterima selama peneltian di

    lingkungan percobaan adalah 21.931 – 27.003 lux dengan tingkat naungan 25%.

    Pada penelitian Ratri dkk (2018), bahwa tanaman petunia sebagai tanaman full

    sun tentu akan tumbuh optima jika tanpa naungan.

    Tabel 4.1. pH larutan nutrisi dan EC

    Bulan pH larutan nutrisi EC (mS)

    Agustus’18 6,5 1,2

    September’18 6,5 1,2

    Oktober’18 6,5 1,2

    Sumber: Data primer

    Pada Tabel 4.1, terlihat bahwa kisaran pH larutan adalah 6,5. Nilai pH yang

    dianjurkan dalam budidaya hidroponik berkisar antara 5,5-6,5 (Sutiyoso, 2006),

    dapat dikatakan pH larutan masih diambang batas normal. Kadar EC yang cocok

    untuk tanaman petunia berkisar antara 0,8-1,2 mS (Anonim, 2009). Dalam

    percobaan ini, nilai EC adalah 1,2 mS, dapat dikatakan bahwa nilai EC larutan

    termasuk cukup ideal untuk tanaman petunia.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

    Suh

    u (

    C)

    Hari ke-

    suhu min suhu max

  • 20

    Tabel 4.2. Kandungan klorofil daun dan Jumlah stomata daun tanaman petunia

    yang ditanam pada berbagai media tanam selain tanah

    Jenis media Kandungan klorofil

    (SU)

    Jumlah stomata (1μm2)

    Rockwool 45,22 ± 9,93 6.63 ± 0.95

    Sekam mentah 41,55 ± 12,71 6.38 ± 0.95

    Arang sekam 44,85 ± 9,84 6.63 ± 1.49

    Batu-bata 56,17 ± 7,80 6.75 ± 0.50

    Cocopeat 39,86 ± 7,47 6.13 ± 1.25

    Zeolit 49,34 ± 6,33 6.88 ± 0.25

    Keterangan: Nilai klorofil diukur menggunakan alat klorofil meter (SPAD), ± : standar deviasi

    Klorofil adalah zat warna yang memberikan warna hijau pada daun dan

    berperan dalam proses fotosintesis pada tumbuhan untuk menghasilkan asimilat.

    Pada Tabel 4.2, terlihat bahwa kandungan klorofil tertinggi terdapat pada daun

    tanaman petunia yang ditaman menggunakan media pecahan batu-bata, sedangkan

    terendah terdapat pada daun tanaman petunia yang ditanam menggunakan media

    cocopeat. Sintesis klorofil dalam daun tanaman, memerlukan unsur-unsur hara

    seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Hendriyani dan Setiari, 2009). Tingginya

    kandungan klorofil dalam daun tanaman petunia yang ditanam menggunakan

    pecahan batu-bata dibandingkan yang menggunakan jenis media yang lain,

    menunjukkan bahwa proses sintesis klorofil berlangsung lebih baik. Diduga hal

    ini disebabkan oleh tercukupinya kebutuhan unsur hara N pada tanaman yang

    ditanam dalam media pecahan batu-bata. Sumber unsur hara tersebut terutama

    berasal dari pupuk AB mix yang larut dalam air dan terserap oleh perakaran

    tanaman melalui bantuan sumbu kain flanel.

    Rendahnya kandungan klorofil daun dari tanaman petunia yang ditanam

    dalam cocopeat menunjukkan proses sintesis klorofil terganggu. Hal itu diduga

    adanya zat tanin pada media tersebut. Jika proses penyerapan hara dari akar

  • 21

    terganggu maka proses sintesis klorofil juga ikut terganggu. Kandungan tanin

    pada cocopeat yang berakibat menghambat pertumbuhan tanaman terutama

    perkembangan akar. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Fahmi (2015),

    bahwa zat tanin diketahui sebagai zat yang menghambat perumbuhan tanaman

    termasuk pertumbuhan akar pada media cocopeat.

    Gambar 7. Stomata pada daun petunia dengan perbesaran 400 kali

    Stomata merupakan lubang mikroskopis yang terdapat pada epidermis yang

    dibatasi oleh sel penutup. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah stomata

    yang disajikan dalam Tabel 4.2, terlihat bahwa jumlah stomata persatuan luas

    1μm2 pada semua jenis media tanam yang digunakan relatif sama. Hal ini

    menunjukkan bahwa perbedaan sifat media tanam tidak sampai mempengaruhi

    jumlah stomata. Diduga jumlah stomata persatuan luas tersebut bersifat genetis

    dan tidak terpengaruh oleh faktor lingkungan. Hal tersebut diperkuat oleh

    pernyataan Widya (2015), bahwa jumlah stomata dipengaruhi oleh faktor-faktor

    internal mencakup gen, hormon, serta struktur morfologi dan anatomi organ

    tumbuhan tersebut.

  • 22

    Tabel 4.3. pH media, Suhu media dan water holding capacity media

    Jenis media pH media Suhu media

    ( Co )

    Kelembaban

    media (%)

    Persentase air

    (WHC) (%)

    Rockwool 7,6 ± 0,06 27,4 74 37,37

    Sekam mentah 6,3 ± 0,06 31,6 57 7,58

    Arang sekam 7 ± 0,1 27,1 70 11,63

    Batu-bata 6,8 ± 0,6 26,9 82 18,37

    Cocopeat 6,6 ± 0,15 24,5 88 71

    Zeolit 6,6 ± 0,11 29,3 80 14,99

    Sumber: Data primer, ± : standar deviasi

    Hasil pengamatan pH, suhu, kelembaban dan WHC media, disajikan

    dalam Tabel 4.3, terlihat bahwa setiap jenis media tanam memiliki nilai pH yang

    berbeda. Media tanam rockwool memilki nilai pH yang cukup tinggi sebesar 7,6.

    Menurut Sutiyoso (2006), pH media yang tinggi menyebabkan tanaman tidak

    tumbuh secara optimal dan menyebabkan tanaman mudah mati. Untuk

    menurunkan pH media rockwool harus dilakukan perendaman dengan air atau

    aquades akan tetapi pada saat pelaksanaan perendaman kurang lama berakibat pH

    media masih tinggi.

    Rata – rata suhu media tertinggi pada media sekam mentah sebesar 31,6oC

    dan terendah pada media cocopeat sebesar 24,5oC. Suhu pada media

    mempengaruhi kelembaban media. Kelembaban media tertinggi pada media

    cocopeat 88% dan terendah pada sekam mentah 57%. Semakin tinggi suhu udara,

    kelembaban akan semakin rendah dan sebaliknya. Water holding capacity media

    adalah kemampuan menyimpan air suatu media tanam. Dalam hal ini persentase

    air terbesar pada media cocopeat sebesar 71% sedangkan persentase terendah

    pada media sekam mentah sebesar 7,58%. Menurut Lingga (2005), Kemampuan

    mengikat air suatu media tergantung dari ukuran partikel, bentuk dan

    porositasnya.

  • 23

    4.2. Pengamatan Utama

    4.2.1. Komponen Pertumbuhan

    Hasil pengamatan terhadap beberapa variabel pertumbuhan tanaman

    petunia, disajikan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5. Pada tabel tersebut terlihat bahwa

    jenis media tanam berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah

    cabang, luas daun, panjang akar, diameter tajuk, namun tidak berpengaruh

    terhadap diameter batang.

    Tabel 4.4. Variabel komponen tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang dan

    luas daun

    Jenis media Tinggi tanaman Jumlah daun Jumlah cabang Luas daun

    Rockwool 12,24 ab 53.48 bc 3,27 bc 8,03 b

    Sekam

    mentah

    9,65 b 21,48 d 1,75 c 2,64 c

    Arang

    Sekam

    12,57 ab 63,98 b 3,84 abc 7,54 b

    Batu-bata 15,21 a 96,73 a 7,40 a 12,32 a

    Cocopeat 8,68 b 41,00 c 4,13 abc 5,45 bc

    Zeolit 16,09 a 96,53 a 6,46 ab 12,61 a

    Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata antar

    perlakuan sedangkan angka diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata antar

    perlakuan.

  • 24

    Tabel 4.5. Variabel komponen panjang akar tanaman, diameter batang, dan

    diameter tajuk

    Jenis media Panjang akar Diameter batang Diameter tajuk

    Rockwool 10,74 cd 2,74 a 14,94 c

    Sekam mentah 8,93 d 2,54 a 9,48 c

    Arang

    Sekam

    15,30 cd 3,04 a 17,24 bc

    Batu-bata 22,51 ab 3,32 a 26,24 ab

    Cocopeat 17,29 bc 2,95 a 13,05 c

    Zeolit 25,53 a 3,20 a 28,68 a

    Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata antar

    perlakuan sedangkan angka diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata antar

    perlakuan

    Tanaman bertambah tinggi karena adanya pembelahan sel dan pemanjangan

    sel apikal. Pada Tabel 4.4, terlihat bahwa penggunaan media tanam zeolit dan

    batu-bata menyebabkan tanaman petunia lebih tinggi secara nyata dibandingkan

    yang menggunakan media tanam sekam mentah dan cocopeat. Hal ini karena

    pertumbuhan akar pada media tanam zeolit dan batu-bata berlangsung dengan

    baik dapat dilihat pada tabel 4.4 parameter panjang akar. Nutrisi yang diserap

    akan digunakan sebagai proses metabolisme yang menghasilkan metabolit yang

    kemudian ditranlokasikan ke sel-sel baru untuk proses pembelahan sel dan

    perbesaran sel, sehingga tanaman bertambah tinggi ukurannya. Menurut Lingga

    (2005), proses pertumbuhan tinggi tanaman didukung oleh ketersediaan unsur

    hara nitrogen yang menyebabkan proses pembelahan sel akan berjalan dengan

    cepat.

  • 25

    Grafik 4.3. Grafik Tinggi Tanaman dari 0 – 56 hari setelah transplanting

    Pada grafik 4.3, dapat dilihat proses petumbuhan tinggi tanaman selama 56

    hst. Dari 0 hst hingga 56 hst untuk perlakuan media cocopeat dan sekam mentah

    pertumbuhannya paling lambat, hal ini disebabkan oleh perakaran pada media

    cocopeat dan sekam mentah yang pertumbuhannya tidak sebaik pada media zeolit

    dan batu-bata yang mengakibatkan penyaluran nutrisi untuk proses metabolisme

    tanaman menjadi terganggu, dapat dilihat pada Tabel 4.4 parameter panjang akar.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), tinggi tanaman mempunyai

    hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang diamati, yaitu

    jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bunga, panjang akar, diameter batang,

    diameter tajuk, berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup

    terhadap luas daun. Artinya bahwa semakin tinggi tanaman petunia maka jumlah

    daun, jumlah cabang jumlah bunga semakin banyak.

    Daun adalah organ salah satu tanaman yang memiliki fungsi sebagai tempat

    berlangsungnya fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun yang dihasilkan, maka

    tempat untuk melakukan fotosintesis semakin banyak. Pada Tabel 4.4, terlihat

    bahwa tanaman petunia yang ditanam pada media batu-bata dan zeolit, jumlah

    daunnya lebih banyak dibandingkan yang ditanam pada media yang lain. Jumlah

    daun ini berkorelasi positif dengan tinggi tanaman, karena pertumbuhan ke arah

    0.0

    2.0

    4.0

    6.0

    8.0

    10.0

    12.0

    14.0

    16.0

    18.0

    0 10 20 30 40 50 60

    Tin

    gg

    i (c

    m)

    Waktu (HST)

    P1 Rockwool

    P2 Sekam mentah

    P3 Arang sekam

    P4 Batu bata

    P5 Cocopeat

    P6 Zeolite

  • 26

    apikal selain menyebabkan tanaman bertambah tinggi, juga menyebabkan jumlah

    daun meningkat.

    Grafik 4.4. Jumlah daun dari 0 – 56 hari setelah transplanting

    Pada grafik 4.4, penambahan jumlah daun meningkat mulai umur 0-56 hst

    dan pada perlakukan media sekam mentah memiliki pertumbuhan jumlah daun

    yang paling lambat dibandingkan perlakuan lainnya. Media sekam mentah kurang

    cocok sebagai media tanam tunggal dimana media ini sangat mudah kering dan

    mudah sekali menguap dengan suhu media 31,6oC dan kelembaban media hanya

    sebesar 57%. Hal ini didukung oleh pernyataan Perwtasari dkk (2012), pada suhu

    tinggi sekam mentah cepat kering karena tidak mampu menahan evaporasi tinggi

    yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata jumlah daun tanaman

    mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang

    diamati, yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga, panjang akar,

    diameter batang, diameter tajuk, berat brangkasan basah dan kering tetapi

    memiliki korelasi cukup terhadap luas daun. Artinya bahwa semakin banyak daun

    maka beberapa parameter diatas juga meningkat.

    Pada Tabel 4.4, nampak bahwa jumlah cabang tanaman petunia yang

    ditanam menggunakan media batu-bata memiliki jumlah cabang lebih banyak

    dibandingkan yang ditanam dalam media tanam rockwool dan sekam mentah.

    0.0

    10.0

    20.0

    30.0

    40.0

    50.0

    60.0

    70.0

    80.0

    90.0

    100.0

    0 10 20 30 40 50 60

    Ju

    mla

    h D

    au

    n (

    hel

    ai)

    Waktu (HST)

    P1 Rockwool

    P2 Sekam mentah

    P3 Arang sekam

    P4 Batu bata

    P5 Cocopeat

    P6 Zeolite

  • 27

    Diduga karena media rockwool masih mengandung pH yang tinggi sebesar 7,6

    dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Sedangkan

    tanaman petunia yang ditanam pada media sekam mentah diduga karena

    pertumbuhannya yang berbanding lurus dengan pertumbuhan tinggi dan jumlah

    daun yang kurang optimal mengakibatkan tanaman petunia memiliki jumlah

    cabang yang sedikit. Menurut Sutiyoso (2006), kandungan pH yang tinggi

    menyebabkan unsur hara tidak dapat diserap baik oleh akar dan tanaman

    mengalami defisiensi unsur hara.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata jumlah cabang tanaman

    mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang

    diamati, yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, diameter batang, tajuk,

    berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi yang cukup dengan

    luas daun. Artinya bahwa jika jumlah cabang banyak akan diikuti peningkatan

    pada beberapa parameter diatas.

    Akar adalah organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-

    bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil

    analisis panjang akar pada Tabel 4.5, perlakuan media zeolit memiliki rata-rata

    paling panjang dibanding perlakuan lainnya. Hal tersebut didukung dengan

    beberapa komponen pertumbuhan pada media zeolit yang menunjukan rata-rata

    hasil tertinggi disetiap parameter. Faktor media tanam berkaitan erat dengan daya

    dukungnya terhadap pertumbuhan akar. Pada media zeolit dan batu-bata diduga

    mempunyai sirkulasi oksigen yang baik di area perakaran karena memiliki

    rongga-rongga udara, sehingga perkembangan panjang akar memiliki respon yang

    baik dan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak terhambat. Menurut Aida

    (2015), bahwasanya pergerakan air dan hara tanaman terjadi lewat ruang pori

    dimana terjadi sirkulasi O2 dan CO

    2, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan

    tanaman lewat pengaruhnya terhadap perkembangan akar tanaman.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata panjang akar tanaman

    mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang

    diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bunga, diameter batang,

    tajuk, berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi yang cukup

  • 28

    dengan luas daun. Artinya bahwa semakin panjang akar maka beberapa parameter

    diatas juga ikut meningkat.

    Hasil analisis luas daun pada Tabel 4.4, perlakuan media zeolit memberikan

    hasil paling tinggi sebesar 12,61 cm2. Berdasarkan data tersebut saat pembentukan

    luas daun, tanaman petunia membutuhkan unsur hara yang digunakan untuk

    memacu pertumbuhan vegetatif seperti nitrogen. Hal ini didukung oleh media

    zeolit dan batu-bata yang lebih banyak menyerap nitrogen pada nutrisi yang

    disediakan. Jika akar semakin optimal dalam menyerap unsur hara terutama

    nitrogen maka fotosintat yang dihasilkan lebih tinggi, sehingga cadangan

    makanan lebih dipergunakan untuk pembelahan dan perbesaran sel daun. Menurut

    Sarido dan Junia (2017), laju pertumbuhan tanaman cenderung meningkat seperti

    halnya luas daun dikarenakan unsur hara nitrogen yang dimanfaatkan dengan baik

    oleh akar.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata luas daun mempunyai

    hubungan yang cukup terhadap beberapa parameter lain yang diamati, yaitu

    tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bunga, diameter batang, tajuk, berat

    brangkasan basah dan kering. Artinya bahwa semakin luas daun maka beberapa

    parameter diatas juga meningkat.

    Hasil analisis diameter batang pada Tabel 4.5, menunjukan hasil berbagai

    media tanam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang. Besar

    kecilnya diameter batang suatu tanaman disebabkan oleh tinggi rendahnya proses

    pembelahan sel suatu tanaman. Diduga pembelahan sel apikal cenderung

    mengarah ke tinggi tanaman dari pada pembesaran batang.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), diameter batang mempunyai

    hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang diamati, yaitu

    tinggi, jumlah daun,jumlah cabang, jumlah bunga, diameter tajuk, berat

    brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas daun.

    Hasil analisis diameter tajuk pada Tabel 4.5, menunjukan bahwa jenis media

    berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter tajuk. Dari beberapa perlakuan

    tersebut media zeolit menghasilkan diameter tajuk paling tinggi yaitu 28,68 cm.

    Tetapi untuk media sekam mentah memiliki rata-rata diameter tajuk paling rendah

    sebesar 9,48 cm. Hal ini karena kemampuan media zeolit mempunyai sirkulasi

  • 29

    oksigen yang baik di area perakaran, dan mempengaruhi pertumbuhan diameter

    tajuk semakin lebar diameter tajuk semakin panjang pertumbuhan akar. Menurut

    Sitompul dan Guritno (1995), peran akar dalam pertumbuhan tanaman sama

    pentingnya dengan tajuk, tajuk berfungsi untuk menyediakan karbohidrat melalui

    proses fotosintesis, maka fungsi akar adalah menyediakan unsur hara dan air yang

    diperlukan dalam metabolisme tanaman.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata diameter tajuk mempunyai

    hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang diamati, yaitu

    tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bunga, diameter batang, berat

    brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas daun.

    Artinya bahwa semakin besar diameter tajuk maka diikuti meningkatnya beberapa

    parameter diatas.

    4.2.2. Komponen Bunga dan Hasil

    Hasil analisis komponen bunga dan hasil dari tanaman petunia disajikan pada

    Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 dengan parameter sebagai berikut :

    Grafik 4.5. Kemunculnya bunga pada 0 hst sampai 56 hari setelah transplanting.

    0.0

    20.0

    40.0

    60.0

    80.0

    100.0

    120.0

    140.0

    160.0

    0 7 14 21 28 35 42 49 56

    Jum

    lah

    bu

    nga

    Waktu (HST)

    P1 Rockwool

    P2 Sekam mentah

    P3 Arang sekam

    P4 Batu bata

    P5 Cocopeat

    P6 Zeolite

  • 30

    Tabel 4.6. Akumulasi jumlah bunga pertanaman, bobot segar bunga pertanaman

    dan bobot kering bunga pertanaman.

    Jenis media Akumulasi

    bunga/tan

    Bobot segar

    bunga (g)/tan

    Bobot kering

    bunga (g)/tan

    Rockwool 10.15 c 0,97 c 0,14 cd

    Sekam mentah 2.35 d 0,19 c 0,03 d

    Arang sekam 11.05 bc 1,31 bc 0,19 bc

    Batu-bata 22.60 a 2,85 ab 0,34 ab

    Cocopeat 4.3 d 0,76 c 0,11 cd

    Zeolit 19.55 ab 3,08 a 0,42 a

    Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata antar

    perlakuan sedangkan angka diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata antar

    perlakuan.

    Pada grafik 4.3, dapat dilihat mulai munculnya bunga petunia selama 56 hst.

    Pada petumbuhan 21 hst hingga 42 hst untuk perlakuan media zeolit dan batu-bata

    memiliki kenaikan jumlah bunga paling signifikan dari pada media lainnya seperti

    cocopeat dan sekam mentah diduga hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

    pada media zeolit dan batu-bata yang baik. Pada media cocopeat dan sekam

    mentah berbanding lurus dengan pertumbuhan tanaman pada kedua media

    tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Fahmi (2015) bahwa kekurangan

    cocopeat adalah banyak mengandung tanin. Zat tanin diketahui sebagai zat yang

    menghambat pertumbuhan tanaman, sebab akar tidak tumbuh optimal

    mengakibatkan penyerapan usur hara untuk pembentukan bunga menjadi

    terganggu.

    Pada Tabel 4.6, terlihat bahwa akumulasi jumlah bunga pertanaman selama

    pengamatan pada media zeolit dan batu-bata menghasilkan akumulasi jumlah

    bunga pertanaman lebih tinggi dibandingkan pada media tanam rockwool, sekam

    mentah, arang sekam dan cocopeat. Rendahnya produktifitas bunga pada media

  • 31

    rockwool dan sekam mentah erat kaitannya dengan pertumbuhan tanaman pada

    media tersebut yang bisa dikatakan tidak sebaik media zeolit dan batu-bata. Hal

    ini disebabkan karena media zeolit dan batu-bata memiliki pertumbuhan yang

    baik dari pada media lainnya dilihat dari hasil rerata beberapa parameter

    pertumbuhan yang diamati. Agar mendapatkan bunga yang ideal perlu adanya

    pemeliharaan cabang produktif, semakin banyak cabang maka kesempatan

    munculnya bunga semakin banyak juga. Hal tersebut sejalan dengan rerata jumlah

    cabang produktif media zeolit dan batu-bata yang lebih banyak dibanding dengan

    media lainnya. Menurut March dan Arifin (2013), setiap penambahan jumlah

    bunga, terjadi pula peningkatan jumlah daun, anakan daun, dan jumlah cabang

    produktif.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata jumlah bunga mempunyai

    hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain yang diamati,

    yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk, berat

    brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas daun.

    Artinya bahwa semakin banyak jumlah bunga maka diikuti peningkatan beberapa

    parameter tersebut.

    Gambar 8. Tanaman petunia yang sedang berbunga pada umur 55 hari setelah

    tranplanting

  • 32

    Hasil analisis bobot segar bunga pada Tabel 4.6, menunjukkan bahwa

    perlakuan media batu-bata dan zeolit memberikan hasil tertinggi terhadap

    parameter bobot segar bunga pada akhir pengamatan sebesar 3,08 gram. Hal

    tersebut didukung oleh data akumulasi jumlah bunga media batu-bata dan zeolit

    yang tinggi. Media batu-bata dan zeolit merupakan media yang mudah sekali

    mengikat unsur hara dan air karena itu berdampak pada produksi bunga yang

    banyak dan berakibat bobot segar bunga yang tinggi juga. Hal ini didukung

    dengan pernyataan Mance dkk (2016), bahwa media zeolit memiliki porositas

    yang baik keberadaan ruang-ruang kosong atau pori-pori di dalam struktur kristal

    yang diisi air sehingga mampu menyimpan dan menahan air dalam kapasitas

    besar dan disalurkan sesuai kebutuhan tanaman.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot segar bunga

    mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain

    yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,

    berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas

    daun. Artinya bahwa semakin berat bobot segar bunga maka diikuti peningkatan

    beberapa parameter tersebut.

    Hasil analisis bobot kering bunga pada Tabel 4.6, menunjukan hasil bahwa

    berbagai jenis media memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering bunga.

    Kemudian perlakuan batu-bata dan zeolit memberikan hasil paling tinggi dari

    media lainnya. Pada parameter berat kering bunga dengan hasil bobot kering

    sebesar 0,42 untuk media zeolit dan 0,34 untuk media batu-bata. Bobot kering

    bunga yang tinggi pada perlakuan batu-bata dan zeolit sejalan dengan bobot segar

    bunga pada kedua media tersebut, bobot kering bunga menunjukkan hasil

    akumulasi biomassa bunga selama pertumbuhan.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot kering bunga

    mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain

    yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,

    berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas

    daun. Artinya bahwa semakin berat bobot kering bunga maka diikuti peningkatan

    beberapa parameter tersebut.

  • 33

    Tabel 4.7. Bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, bobot segar akar, dan bobot

    kering akar.

    Jenis media Bobot segar

    tajuk (g)

    Bobot segar

    akar (g)

    Bobot kering

    tajuk (g)

    Bobot kering

    akar (g)

    Rockwool 9,30 bc 1,06 cd 1,53 bc 0,37 c

    Sekam mentah 3,21 c 0,55 d 0,49 c 0,37 c

    Arang sekam 12,38 ab 2,74 bc 1,45 bc 0,46 c

    Batu-bata 21,85 a 4,10 ab 3,57 a 0,72 ab

    Cocopeat 12,51 ab 1,55 cd 0,79 c 0,47 bc

    Zeolit 20,12 a 5,52 a 2,64 ab 0,89 a

    Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata antar

    perlakuan sedangkan angka diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata antar

    perlakuan.

    Bobot segar merupakan hasil pengukuran dari berat segar biomassa tanaman

    sebagai akumulasi bahan yang dihasilkan selama pertumbuhan. Kemudian hasil

    analisis bobot segar tajuk pada Tabel 4.7, menunjukan bahwa perlakuan batu-bata

    dan zeolit memberikan hasil tertinggi sebesar 21,85 gram dan 20,12 gram. Hal ini

    diduga karena banyak hara yang mampu diserap oleh media tanam maka tanaman

    akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut Bhaskoro dkk. (2015),

    tanaman dengan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal akan memiliki

    produktvitas panen yang maksimal secara kuantitas dan kualitas.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot segar tajuk

    mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain

    yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,

    berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas

    daun. Artinya bahwa semakin berat bobot segar tajuk maka diikuti peningkatan

    beberapa parameter tersebut.

  • 34

    Hasil analisis berat kering tajuk pada tabel 4.7, menunjukan bahwa

    perlakuan batu-bata memberikan hasil paling tinggi pada parameter berat kering

    tajuk dengan hasil bobot kering sebesar 3,57 gram. Hal ini erat kaitannya dengan

    biomassa bagian tajuk makin tinggi biomassanya maka berat kering juga makin

    tinggi. Menurut Istarofah dan Salamah (2017), semakin kering berat kering suatu

    tanaman menunjukkan bahwa semakin banyak pula unsur hara yang

    ditranslokasikan kebagian batang dan daun.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot kering tajuk

    mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain

    yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,

    berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas

    daun. Artinya bahwa semakin berat bobot kering tajuk maka diikuti peningkatan

    beberapa parameter tersebut.

    Berat segar akar, menunjukkan pertumbuhan akar selama kurun waktu

    penanaman, diukur melalui berat segarnya. Penimbangan berat segar akar

    bertujuan untuk menduga kapasitas perakaran dalam menyerap air dan unsur hara

    dari masing masing tanaman yang ditanam pada media tanam yang berbeda. Hasil

    analisis bobot segar akar pada Tabel 4.7, memperlihatkan bahwa perlakuan zeolit

    memberikan hasil tertinggi terhadap parameter bobot segar akar sebesar 5,52

    gram. Hal ini berbanding lurus dengan parameter panjang akar pada media zeolit

    lebih panjang dari tanaman yang ditanam pada media lainnya. Semakin berat akar

    maka kapasitas akar dalam menyerap unsur hara dan air juga semakin tinggi, hal

    ini didukung oleh media tanam zeolit yang dapat menahan unsur hara dan air

    untuk dimanfaatkan tanaman dalam proses pertumbuhan. Menurut Oktarina dan

    Purwanto (2009), dalam hal ini akar berfungsi sebagai penyerap unsur hara,

    dimana semakin panjang dan banyak akar, membuat unsur hara yang diserap akan

    semakin banyak, sehingga kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman

    akan semakin tercukupi.

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot segar akar

    mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain

    yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,

    berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas

  • 35

    daun. Artinya bahwa semakin berat bobot segar akar maka diikuti peningkatan

    beberapa parameter tersebut.

    Hasil analisis bobot kering akar pada Tabel 4.7, menunjukan bahwa

    perlakuan zeolit memberikan rata-rata hasil tertinggi terhadap bobot kering akar

    sebesar 0,89 gram. Hal ini sejalan dengan berat segar akar pada media zeolit.

    Berat kering akar erat kaitanya dengan biomassa akar. Semakin tinggi biomassa

    akar maka berat kering akar semakin berat (Sarawa, 2011).

    Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot kering akar

    mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain

    yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,

    berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas

    daun. Artinya bahwa semakin berat bobot kering akar maka diikuti peningkatan

    beberapa parameter tersebut.