4 hasil dan pembahasan 4.1 keragaman nyamuk … · adalah pulau lepar dan pulau pongok. pengamatan...
TRANSCRIPT
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis nyamuk Anopheles di Desa
Riau Kecamatan Riau Silip terdiri atas empat spesies, yaitu An. letifer (Gambar 4),
An. barbirostris (Gambar 5), An. nigerrimus (Gambar 6), dan An. indefinitus
(Gambar 7). Di antara empat spesies tersebut terdapat An. letifer yang telah
dikonfirmasi sebagai vektor di pulau Bangka (Boesri 2007).
Nyamuk An. letifer mempunyai ciri khas pada palpi tanpa gelang-gelang
pucat (a), bagian sternit abdomen segmen ke tujuh tanpa sikat yang terdiri atas
sisik gelap (b), dan tarsi kaki belakang dengan gelang pucat terutama pada
pangkalnya (c) (Gambar 4).
An. barbirostris mempunyai ciri khas palpi seluruhnya gelap (a), ruas
abdomen ke tujuh terdapat sisik/sikat gelap (b), pada costa dan urat I dari sayap
terdapat tiga atau kurang noda-noda pucat (c) (Gambar 5).
An. nigerrimus mempunyai ciri khas gelang-gelang tarsi kaki belakang
sedang, gelang pucat pada ruas 3-4 sama panjangnya dengan atau kurang dari ruas
5 (a), pada sayap terdapat tanda gelap preapical urat satu tanpa sisik-sisik pucat
atau kalau ada sedikit (b) (Gambar 6).
An. indefinitus mempunyai ciri khas pada probosis gelap seluruhnya (a),
gelang pucat di ujung palpi panjangnya dua kali dari panjang gelang gelap
dibawahnya (b), gelang pucat subapical palpus panjangnya ½ atau lebih dari
panjang gelang subapical (b1) (Gambar 7).
Nyamuk An. letifer merupakan jenis nyamuk Anopheles yang terbanyak
jumlahnya dalam penelitian ini, dan ditemukan secara teratur pada setiap
penangkapan, baik di dalam rumah maupun di luar rumah, sedangkan
An. nigerrimus dan An. indefinitus hanya ditemukan satu kali pada penangkapan
Maret dan April 2011. Nyamuk An. letifer lebih banyak menyebar di luar rumah,
hal ini dapat dilihat dari kelimpahan nisbi dan frekuensi tertangkap dengan umpan
orang dan istirahat.
2
b a
c
b
a
c
Gambar 4 An. letifer (a) palpi, (b) ujung abdomen, (c) tarsi belakang
a
b
c a
b
c
Gambar 5 An. barbirostris (a) palpi, (b) ujung abdomen, (c) sayap
3
b
a
a
b
Gambar 6 An. nigerrimus (a) tarsi, (b) sayap
a
b
a
b b1
Gambar 7 An. indefinitus (a) probosis, (b) palpi
Kelimpahan nisbi nyamuk An. letifer di luar rumah (42,65%) dengan
frekuensi (0,88). An. barbirostris merupakan jumlah nyamuk terbanyak kedua
setelah An. letifer, dengan kelimpahan nisbi dan frekuensi tertangkap di dalam
rumah dan di luar rumah tidak jauh berbeda. Kelimpahan nisbi di dalam rumah
(8,82%) dengan frekuensi (0,31), dan yang di luar rumah (7,35%) dengan
frekuensi (0,56). Nyamuk Anopheles yang sedikit jumlahnya tertangkap adalah
4
An. indefinitus dan An. nigerrimus, masing-masing ditemukan satu ekor dengan
kelimpahan nisbi (1,47%) di dalam dan di luar rumah (Tabel 1).
Berdasarkan nilai dominansi ternyata yang tertinggi adalah An. letifer di luar
rumah (37,32%), kemudian An. barbirostris di luar rumah (4,14%), sedangkan
An. nigerrimus dan An. indefinitus hanya di temukan satu kali yaitu di dalam
rumah dan di luar rumah dengan nilai dominansi masing-masing (0,09%).
Hasil penelitian ini jika dikaitkan dengan beberapa pengamatan yang telah
dilakukan di pulau Bangka dan pulau yang terdekat, ditemukan keragaman spesies
Anopheles yang sama, hal ini dapat disebabkan faktor lingkungan dan habitat
yang tidak jauh berbeda. Hasil pengamatan beberapa tempat di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung ditemukan nyamuk An. letifer di Desa Air Duren
Kecamatan Pemali, Kecamatan Gunung Muda, Kecamatan Bakam, Kecamatan
Jebus, dan Kecamatan Mentok. Nyamuk An. barbirostis ditemukan di Kecamatan
Gunung Muda dan Kecamatan Bakam. Selanjutnya An. nigerrimus ditemukan di
Kecamatan Jebus dan Kotamadya Pangkalpinang, sedangkan An. indefinitus baru
ditemukan di Kecamatan Pemali. Pulau yang berdekatan dengan Pulau Bangka
adalah Pulau Lepar dan Pulau Pongok. Pengamatan nyamuk di Pulau Pongok
belum pernah dilakukan, sedangkan hasil survei di Pulau Lepar ditemukan An.
letifer dan An. nigerrimus. Di beberapa kecamatan yang ada di Pulau Bangka
belum pernah dilakukan penelitian entomologi, termasuk Desa Riau Kecamatan
Riau Silip (Dinkes Kab. Bangka 2010).
Tabel 1 Keragaman jenis, kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominansi spesies Anopheles yang tertangkap dengan umpan orang dan istirahat di Desa Riau, Februari-Mei 2011.
Spesies
Anopheles
Di dalam Di luar
KN (%) Frek Dom (%) KN (%) Frek Dom (%)
An. letifer 38,24 0,69 26,29 42,65 0,88 37,32
An. barbirostris 8,82 0,31 2,76 7,35 0,56 4,14
An. nigerrimus 1,47 0,06 0,09 0,00 0,00 0,00
An. indefinitus 0,00 0,00 0,00 1,47 0,06 0,09
Keterangan : KN = Kelimpahan Nisbi, Frek= Frekwensi, Dom = Dominansi
5
Hadi et al. (2008) melaporkan bahwa di Kampung Matras Kecamatan
Sungailiat ditemukan An. letifer dan An. nigerrimus, begitu pula di Kelurahan
Bacang Kotamadya Pangkalpinang, ditemukan satu spesies yang sama yaitu
An. nigerrimus, dan satu spesies yang berbeda yaitu An. barbirostris (Qomariah
2004).
Nyamuk Anopheles spp. yang terdapat di Pulau Sumatera memiliki
keragaman yang tidak jauh berbeda dengan nyamuk Anopheles yang ada di Desa
Riau. Sitorus (2005) melaporkan di Desa Tegal Rejo, Kecamatan Belitang,
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan ditemukan jumlah
An. letifer (3,99%) lebih dominan daripada nyamuk An. barbirostris (0,64%), dan
An. nigerrimus (1,80%). Begitu pula di Desa Segara Kembang Kecamatan
Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan ditemukan An.
barbirostris dan An. nigerrimus (U’din 2005). Selanjutnya dilaporkan bahwa di
Desa Pondok Meja, Muaro Duo, Jambi, selain ditemukan An. barbirostris dan An.
nigerrimus ditemukan juga An. indefinitus. Nyamuk Anopheles yang paling
dominan ditemukan adalah An. barbirostris dengan angka dominansi tertingi di
luar rumah (10,18%), sedangkan yang terendah adalah An. tesselatus dengan nilai
dominansi di luar rumah (0,01%) (Maloha 2005).
Rahmawati (2010) melaporkan bahwa nyamuk Anopheles di Desa Lifuleo,
Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur ditemukan
An. barbirostris lebih banyak dengan metode umpan orang dalam rumah
(30,61%) daripada di luar rumah (27,52%), jumlah An. nigerrimus lebih banyak
ditemukan di luar rumah (23,49%) daripada di dalam rumah (18,37%), An.
indefinitus tidak ada yang ditemukan dengan umpan orang. Sementara An.
barbirostris yang ada di Kecamatan Padangcermin Kabupaten Pesawaran
merupakan spesies yang sama ditemukan Maloha di Muaro Duo Jambi, dan
ditemukan lebih banyak di luar rumah (70,42%) daripada di dalam rumah
(29,58%), hal yang sama ditemukan di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung
Selatan, An. barbirostris lebih banyak di luar rumah (61,73%) daripada di dalam
rumah (3,94%). Nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan Safitri (2009) di
Kecamatan Padang Cermin Lampung Selatan terdapat jenis nyamuk yang sama
6
ditemukan ditempat yang sama, yaitu An. barbirostris dan An. indefinitus (Suwito
2010).
Nyamuk Anopheles yang paling sedikit ditemukan ada dua jenis yaitu
An. nigerrimus dan An. indefinitus. Boesri (2005) melaporkan bahwa nyamuk An.
nigerrimus telah dikonfirmasi sebagai vektor di Sumatera Selatan, dan tidak
mempunyai pilihan tertentu tentang sumber darah yang diperlukan, artinya dapat
mengisap darah manusia atau hewan.
Nyamuk An. indefinitus selama penelitian ditemukan hanya satu ekor
dengan umpan orang di luar rumah, kemungkinan besar nyamuk ini memang
jarang mengisap darah manusia. Rahmawati (2010) melaporkan di Desa Lifuleo,
Kecamatan Kupang Barat, kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur ditemukan
An. indefinitus lebih banyak ditemukan dengan perangkap hewan (62,5%)
daripada dengan umpan orang dalam rumah (9,09%) dan luar rumah (22,73%).
Maloha (2005) melaporkan bahwa An. indefinitus di Desa Pondok Meja, Muaro
Duo, Jambi lebih banyak ditemukan pada perangkap cahaya dengan kelimpahan
nisbi 1,47% dan umpan hewan dengan kelimpahan nisbi 2,50%, sedangkan
dengan umpan orang tidak ada nyamuk yang tertangkap. Garjito et al. (2002)
melaporkan hal sama bahwa An. indefinitus lebih banyak ditemukan pada umpan
hewan dengan kelimpahan nisbi 22,70% dibandingkan umpan orang dalam rumah
(19,77%) dan umpan orang di luar rumah (21,05%).
Keragaman dari Anopheles yang diuraikan di atas merupakan ciri dan
kemampuan dari beberapa spesies Anopheles dapat berkembangbiak pada tempat
yang berbeda tergantung pada karakteristik habitatnya. Hal ini menggambarkan
adaptasi yang spesifik dari berbagai spesies Anopheles untuk berkembangbiak.
Nyamuk Anopheles spp. yang paling sering tertangkap baik dengan umpan
orang maupun istirahat di Desa Riau adalah An. letifer dibandingkan dengan
spesies lainnya, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kubangan di tempat
teduh, agak gelap, dan air tawar merupakan habitat yang disenangi An. letifer.
Nyamuk An. letifer di Pulau Bangka ditemukan di beberapa tempat, dan telah
dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Bangka (Boesri 2007).
7
4.2 Perilaku Mengisap Darah Nyamuk Anopheles spp.
Nyamuk An. letifer ditemukan dengan kepadatan tertinggi dibandingkan
dengan nyamuk Anopheles lainnya. Rata-rata kepadatan nyamuk di dalam rumah
dan di luar rumah tidak berbeda secara signifikan, di dalam rumah 0,12
nyamuk/orang/jam, sedangkan di luar rumah 0,13 nyamuk/orang/jam (Tabel 3).
An. letifer ditemukan paling padat pada bulan April di luar rumah (0,31
nyamuk/orang/jam). Kepadatan An. letifer pada bulan ini disebabkan indeks curah
hujan yang tinggi pada minggu kedua (112,43 mm) sehingga banyak habitat yang
tidak menyusut dan kering. Dari Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku
nyamuk An. letifer mencari darah cenderung bersifat eksofagik.
Nyamuk Anopheles yang ditemukan selain An. letifer adalah An.
barbirostris. Rata-rata kepadatan nyamuk An. barbirostris di dalam dan di luar
rumah menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, kepadatan di dalam rumah
0,03 nyamuk/orang/jam, sedangkan di luar rumah 0,02 nyamuk/orang/jam. Hal ini
belum dapat menyimpulkan perilaku mengisap darah An. barbirostris. Namun
demikian, kepadatan An. barbirostris pada bulan Februari dan Maret
menunjukkan lebih tinggi di dalam rumah (0,06 nyamuk/orang/jam) daripada di
luar rumah (0,04 nyamuk/orang/jam), maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
An. barbirostris mencari darah cenderung bersifat endofagik.
Nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Riau, terdapat kesamaan
dan perbedaan perilaku mengisap darah di beberapa tempat. Juliawaty (2008)
melaporkan bahwa An. letifer di Palangka Raya, Kalimantan Tengah paling
banyak ditemukan di dalam maupun di luar rumah pada bulan Februari, dan
perilaku mengisap darah cenderung bersifat eksofagik dan antropofilik.
Tabel 2 Rataan kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang mengisap darah per orang per jam (Man Hour density) di Desa Riau, Februari-Mei 2011.
Spesies
Anopheles
Februari Maret April Mei Rata-rata
UD UL UD UL UD UL UD UL UD UL
An. letifer 0.04 0.02 0.19 0.13 0.23 0.31 0.04 0.06 0.12 0.13
An.barbirostris 0.06 0.04 0.06 0.04 0 0 0 0 0.03 0.02
An.nigerrimus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
An.indefinitus 0 0 0 0.02 0 0 0 0 0 0.005
Keterangan : UD= Umpan orang dalam rumah, UL= Umpan orang luar rumah
8
Noor (2002) melaporkan bahwa An. barbirostris di Desa Sedayu,
Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah cenderung bersifat
endofagik karena lebih banyak mengisap darah orang di dalam rumah (0,036
nyamuk/orang/jam) daripada di luar rumah (0,015 nyamuk/orang/jam). Hal yang
berbeda ditemukan di Kecamatan Lengkong, Sukabumi, bahwa An. barbirostris
cenderung bersifat eksofagik karena lebih banyak ditemukan mengisap darah di
luar rumah (21,67 nyamuk/orang/jam) daripada di dalam rumah (6,50
nyamuk/orang/jam) (Munif et al. 2007). Hal yang sama ditemukan di Desa Alat
Hantakan Kalimantan Selatan, bahwa An. barbirostris cenderung bersifat
eksofagik karena lebih banyak mengisap darah di luar rumah (0,34
nyamuk/orang/jam) daripada di dalam rumah (0,07 nyamuk/orang/jam) (Salam
2005).
Perilaku An. nigerrimus mengisap darah tidak dapat diketahui karena
selama penangkapan tidak ada yang ditemukan, baik yang di dalam rumah
maupun di luar rumah. Namun demikian, informasi mengenai perilaku mengisap
darah An. nigerrimus dari hasil penelitian yang telah dilakukan di tempat lain
perlu diketahui. Jastal (2005) menyatakan bahwa An. nigerrimus di Desa Tongoa,
Donggala, Sulawesi Tengah cenderung bersifat eksofagik karena lebih banyak
ditemukan di luar rumah (8,6 nyamuk/orang/jam) daripada di dalam rumah (5,1
nyamuk/orang/jam), dan An. nigerrimus cenderung menunjukkan perilaku zoofilik
daripada antropofilik, karena dari hasil penangkapan nyamuk dewasa lebih
banyak ditemukan mengisap darah hewan (112 nyamuk/bulan) daripada darah
manusia (6,85 nyamuk/bulan).
Nyamuk An. indefinitus di Desa Riau ditemukan hanya satu kali pada
bulan Maret dan menggigit di luar rumah (0,02 nyamuk/orang/jam). Hasil
penelitian ini belum dapat disimpulkan bahwa An. indefinitus lebih padat di luar
rumah dan bersifat eksofagik, karena nyamuk ini hanya ditemukan satu ekor.
Kemungkinan nyamuk An. indefinitus jarang menggigit orang, seperti yang
ditemukan di Desa Lufileo Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, bahwa An.
indefinitus merupakan spesies yang jarang ditemukan menggigit orang
(Rahmawati 2010). Hal yang sama ditemukan di di Desa Pondok Meja, Muaro
Duo, Jambi bahwa An. indefinitus tidak ditemukan dengan menggunakan umpan
9
orang, dan hanya ditemukan dengan perangkap cahaya dan umpan hewan
(Maloha 2005). Namun, kemungkinan juga An. indefinitus cenderung bersifat
eksofagik karena di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, ditemukan An. indefinitus cenderung bersifat eksofagik (Hasan 2006).
4.3 Perilaku Istirahat Nyamuk Anopheles spp.
Gambaran nyamuk Anopheles spp. yang istirahat per orang per jam di
Desa Riau, Kecamatan Riau Silip disajikan pada Tabel 3. An. letifer yang
tertangkap istirahat di dalam dan di luar rumah mulai ditemukan pada bulan Maret
dengan kepadatan 0,16 dan 0,08 nyamuk/orang/jam, dengan kepadatan tertinggi
terjadi pada bulan April di luar rumah (0,24 nyamuk/orang/jam). Rata-rata
kepadatan An. letifer lebih padat di luar rumah (0,08 nyamuk/orang/jam) daripada
di dalam rumah (0,04 nyamuk/orang/jam). Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kebiasaan nyamuk An. Letifer mencari tempat istirahat
cenderung bersifat eksofilik. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang ditemukan
di sekitar Pusat Reintroduksi orangutan Nyaru Menteng, Palangkaraya,
Kalimantan Tengah, karena perilaku istirahat An. letifer cenderung bersifat
endofilik (Juliawaty 2005).
Jenis nyamuk lain yang ditemukan pada saat istirahat adalah An.
nigerrimus walaupun dalam jumlah yang sedikit, bahkan pada bulan Februari dan
bulan Maret tidak ditemukan. Pada bulan April baru ditemukan di dalam rumah
satu kali dengan kepadatan 0,08 nyamuk/orang/jam, pada bulan Mei tidak
ditemukan lagi, maka belum dapat disimpulkan perilaku istirahat nyamuk ini.
Tabel 3 Rataan kepadatan nyamuk Anopheles spp. istirahat di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
Spesies
Anopheles
Februari Maret April Mei Rata-rata
Dd Dl Dd Dl Dd Dl Dd Dl Dd Dl
An. letifer 0 0 0,16 0,08 0 0,24 0 0 0.04 0.08
An. barbirostris 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
An. nigerrimus 0 0 0 0 0,08 0 0 0 0.02 0
An. indefinitus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan : Dd=Dinding Dalam, Dl=Dinding Luar
10
Walaupun demikian, dari hasil penelitian ditempat lain dapat diketahui
bahwa An. nigerrimus mencari tempat istirahat cenderung eksofilik, seperti yang
ditemukan di Desa Pondok Meja, Jambi Luar Kota, Muaro Jambi, Jambi, dapat
diketahui bahwa nyamuk ini cenderung bersifat eksofilik (Maloha 2005).
An. barbirostris dan An. indefinitus tidak diketahui perilaku istirahatnya
karena dari penangkapan nyamuk istirahat tidak ditemukan selama empat bulan di
dalam dan di luar rumah. Namun, dari hasil penelitian Rianti (2002) di Desa
Sedayu, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dapat diketahui
bahwa perilaku An. barbirostris mencari tempat istirahat cenderung bersifat
eksofilik.
An. barbirostris, An. nigerrimus, dan An. indefinitus selama penangkapan
nyamuk istirahat ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, bahkan ada yang
tidak ditemukan, maka untuk dapat menyimpulkan nyamuk di Desa Riau bersifat
endofagik atau eksofagik, endofilik atau eksofilik perlu dilakukan penelitian yang
lebih lama.
4.4 Hubungan MBR Anopheles spp. Dengan Kasus Malaria
Data angka kesakitan malaria dari Puskesmas Riau Silip, Kabupaten
Bangka dari Bulan Februari sampai Mei 2011 di ambil berdasarkan MoMI
(monthly malaria incidence) dan MoPI (monthly parasite incidence). Pengertian
MoMI adalah angka kesakitan malaria berdasarkan gejala klinis per 1000
penduduk dalam satu bulan dan di satu lokasi yang sama yang dinyatakan dalam
‰ (permil). MoPI adalah berdasarkan angka yang diperoleh dari sediaan ulas
darah yang positif mengandung Plasmodium dalam satu bulan di satu wilayah
dibandingkan terhadap jumlah penduduk berisiko pada bulan yang sama, dan
dinyatakan dalam ‰ (permil) (Ditjen PP&PL 2009). Kasus penyakit malaria di
Desa Riau Kecamatan Riau Silip berdasarkan MoMI dari bulan Februari hingga
April 2011 berturut-turut adalah 4,26‰, 6,17‰, 6,75‰, dan 6,05‰. Berdasarkan
MoPI tidak ada kasus penyakit malaria yang ditemukan hingga bulan April,
kemudian pada bulan Mei baru ditemukan dua kasus (Tabel 4).
0-11 1-4 5-9 10-14 > 15
11
Tabel 4 Data kasus penyakit malaria di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
Positif
Bulan MK MoMI (‰)
Jml
bln thn Thn Thn Thn L P L P L P L P L P L P
MoPI (‰)
Februari 12 4,26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Maret 11 6,17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
April 19 6,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mei 14 6,05 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 0 14,28
Keterangan: MK= Malaria klinis, MOMI =Data kasus malaria dengan gejala klinis perbulan (‰) MOPI =Data kasus malaria dengan pemeriksaan mikroskopis perbulan (‰).
Angka kesakitan malaria klinis berdasarkan MoMI mengalami
peningkatan dari bulan Februari (4,26‰) menjadi (6,17‰) kemudian meningkat
(6,75‰) di bulan April, dan kembali turun pada Bulan Mei (6,05‰). Kasus
penyakit positif malaria dengan pemeriksaan mikroskop (MoPI) ditemukan bulan
Mei pada anak-anak usia 6,3 tahun dan remaja usia 14,7 tahun disaat kepadatan
An. letifer menurun (0,05 nyamuk/orang/malam).
Malaria terjadi sebagai interaksi antara penderita, parasit Plasmodium,
lingkungan dan adanya vektor (nyamuk Anopheles spp.). Hasil pemeriksaan
mikroskopis selama tiga bulan penelitian (Februari-Mei 2011) terhadap penderita
demam tidak ditemukan Plasmodium positif. Penderita malaria dengan positif
Plasmodium baru ditemukan dua orang pada bulan Mei, yaitu Plasmodium
falcifarum dan Plasmodium tertiana. Jenis nyamuk yang diduga sebagai vektor
malaria di Desa Riau adalah An. letifer bila dilihat dari kepadatannya yang diukur
dengan angka MBR (Tabel 5).
Hubungan antara kasus malaria selama empat bulan (MoPI) dengan
kepadatan MBR An. letifer selama empat bulan di sajikan pada Gambar 8.
Hubungan kepadatan An. letifer dengan angka kesakitan malaria menunjukan
grafik yang berbanding terbalik. Pada saat kepadatan An. letifer meningkat pada
bulan Februari-April, maka kasus penyakit berdasarkan MoPI tidak ada yang
ditemukan. Tetapi ketika kepadatan nyamuk menurun (0,02 nyamuk/orang/jam)
pada bulan Mei, maka kasus penyakit malaria dengan pemeriksaan laboratorium
baru ditemukan (14,28‰).
Kep
adat
anny
amuk
An.
letife
r (n
yam
uk/o
rang
/mal
am)
Ang
kaM
oPI
MBR 0,06 0,07 0,01 0,005 0 0 0 0,01 0,15
12
Tabel 5 Rataan kepadatan nyamuk Anopheles spp. mengisap darah orang per malam (MBR) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
An. nigerrimus An. indefinitus Rataan
UOD UOL UOD UOL UOD UOL UOD UOL MBR
Februari 0,02 0,01 0,03 0,02 0 0 0 0 0,02
Maret 0,09 0,06 0,02 0 0 0 0 0,01 0,05
April 0,11 0,16 0 0 0 0 0 0 0,07
Mei 0,02 0,03 0 0 0 0 0 0 0,01
Rataan
Keterangan : UOD=Umpan Orang dalam, UOL=Umpan Orang Luar Rataan MBR (/orang/malam)
0,12
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
16
14
12
10
8
6
4
2
0 Februari Maret April Mei
An.letifer 0,02 0,09 0,11 0,02
MoPI 0 0 0 14,28
Gambar 8 Hubungan angka kesakitan malaria bulanan (MoPI) dengan kepadatan nyamuk An. letifer (MBR) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011
Hasil perhitungan korelasi pearson antara kepadatan (MBR) An. letifer
dengan kasus malaria berdasarkan MoPI pada bulan Februari-Mei 2011 diperoleh
nilai r = -0,57, hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang tidak cukup
erat antara kepadatan nyamuk An. letifer dengan kasus malaria. Oleh karenanya
kasus malaria di Desa Riau belum tentu disebabkan oleh An. letifer walaupun
telah dikonfirmasi sebagai vektor penularan malaria di Bangka (Boesri 2007).
13
Jarak antara kepadatan tertinggi An. letifer mengisap darah pada bulan
April dengan munculnya kasus malaria pada bulan Mei menunjukkan masa
inkubasi intrinsik dari penyakit malaria. Masa inkubasi intrinsik adalah mulai
masuknya sporozoit kedalam tubuh manusia hingga timbul gejala demam, yaitu
selama 8-37 hari (Muklis 2011).
4.5 Hubungan MBR Nyamuk Anopheles spp. Dengan ICH
Curah hujan di Desa Riau Kecamatan Riau Silip bulan (Februari-Mei)
berkisar antara 43,7-157,4 mm/bulan, dan pada bulan April curah hujan tertinggi
mencapai 157,4 mm/bulan dan mengalami penurunan pada bulan Mei menjadi
154,2 mm/bulan hingga 39,4 mm/bulan. Jumlah hari hujan pada bulan Februari,
Maret, April dan Mei masing-masing adalah 15 hari hujan, 23 hari hujan, 20 hari
hujan dan 19 hari hujan. Jumlah indeks curah hujan dari bulan Februari-Mei 2011
mengalami fluktuasi, pada bulan Februari (166 mm/bulan), kemudian naik (169,5
mm/bulan) selanjutnya naik lagi (249,3 mm/bulan), dan pada bulan Mei turun
(210,8 mm/bulan) (BMKG Pangkalpinang, 2011).
Selama penelitian berlangsung (Februari-Mei 2011) keadaan indeks curah
hujan dari awal sampai akhir penelitian sangat fluktuatif . Indeks curah hujan
tertinggi terjadi pada minggu ke sepuluh penangkapan (112,43 mm/bulan) dan
terendah pada minggu ke limabelas (16,89 mm/bulan) (Lampiran 2).
Indeks curah hujan sangat mempengaruhi keberadaan habitat
perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles. Indeks curah hujan mempengaruhi
kepadatan nyamuk An. Letifer dan An. Barbirostris yang diduga dapat menularkan
penyakit malaria di Desa Riau. Selama penelitian berlangsung (Februari-Mei
2011) keadaan indeks curah hujan sangat fluktuatif, demikian juga kepadatan
nyamuk Anopheles spp. (Gambar 9).
Indeks curah hujan pada bulan Februari menurun (166 mm/bulan) maka
kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan mengisap darah orang juga
menurun (0,02 nyamuk/orang/jam). Demikian pula pada bulan Maret, indeks
curah hujan (169,53 mm/bulan) tidak jauh berbeda dengan bulan Februari, maka
kepadatan nyamuk Anopheles spp. ikut naik (0,05 nyamuk/orang/jam).
Indekcurahhujan(m
m)
MB
R(/
oran
g/m
alam
)
14
0,1
0,09
0,08
0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
300 250 200 150 100 50
0 Februari Maret April Mei
0
ICH 166,02 169,53 249,34 210,78
MBR 0,02 0,05 0,07 0,01
Gambar 9 Hubungan indeks curah hujan (mm/bulan) dengan kepadatan nyamuk Anopheles spp. (MBR) di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011.
Kepadatan nyamuk Anopheles spp. ditemukan paling tinggi pada bulan
Maret dan April (0,05 dan 0,07 /orang/malam), sedangkan pada bulan Mei indeks
curah hujan menurun diiringi menurunnya kepadatan nyamuk Anopheles spp.
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan hubungan yang tidak erat (r = 0,47)),
dan didapatkan nilai koefisien determinasi (R² = 0,22), artinya pengaruh indeks
curah hujan terhadap kepadatan nyamuk Anopheles yang ada di Desa Riau hanya
sebesar 22%.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Rahmawati
(2010) di Desa Lifuleo, hubungan antara curah hujan dengan kepadatan Anopheles
berbanding lurus, artinya curah hujan tinggi diikuti meningkatnya kepadatan
nyamuk Anopheles spp. Sementara di Kabupaten Rajabasa dan Pesawaran
Lampung Selatan dilaporkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara indeks
curah hujan dengan jumlah An. sundaicus hinggap di badan per orang per malam
(Suwito 2010). Keadaan yang berbeda terjadi di Desa Tongoa, Donggala,
Sulawesi Tengah, curah hujan kurang mempengaruhi angka kepadatan An.
barbirostris dan An. nigerrimus,tetapi kepadatan nyamuk Anopheles dipengaruhi
oleh pertumbuhan padi, dimana pada saat padi membutuhkan air, kepadatan
Kep
adat
anny
amuk
Ano
phel
es
(nya
muk
/ora
ng/j
am)
15
nyamuk juga meningkat dan saat musim panen atau mengolah sawah, kepadatan
nyamuk juga menurun (Jastal 2005).
4.6 Aktivitas Mengisap Darah Pada Malam Hari
Nyamuk Anopheles mempunyai aktivitas mengisap darah pada malam hari
(nokturnal) dan mempunyai fluktuasi aktivitas mengisap darah pada jam-jam
tertentu. Nyamuk Anopheles spp. yang berhasil ditangkap dengan umpan orang
setiap jam selama 12 jam menunjukan fluktuasi aktivitas mengisap darah nyamuk
An. letifer dan An. barbirostris, karena kedua spesies nyamuk merupakan yang
paling sering ditemukan selama penangkapan mulai bulan Februari hingga Mei
2011 (Gambar 10 dan 11).
Di dalam rumah, aktivitas mengisap darah An. letifer menunjukkan
fluktuasi secara teratur, dan mengisap darah sepanjang malam, mulai mengisap
darah pukul 18.00 hingga 06.00 WIB. Puncak kepadatan mengisap darah An.
letifer terjadi pada pukul 19.00-20.00 WIB di saat orang berkumpul di ruang
keluarga. Aktivitas mengisap darah di dalam rumah terjadi lagi pada waktu orang
sedang istirahat tidur (24.00-02.00 WIB).
0,18
0,16
0,14
0,12
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0 18- 19
19- 20
20- 21
21- 22
22- 23
23- 24
24- 01
01- 02
02- 03
03- 04
04- 05
05- 06
An.letifer 0,02 0 0,06 0 0,17 0,06 0,06 0,02 0 0,04 0,06 0,02
An.barbirostris 0 0 0 0,02 0,02 0,04 0,02 0 0 0 0 0
An.indefinitus 0 0 0 0 0 0 0 0,02 0 0 0 0
Gambar 10 Rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang dalam rumah per orang per jam di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011.
16
Nyamuk An. barbirostris mulai aktif mengisap darah di dalam rumah
mulai pukul 19.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB, dan puncak mengisap darah
terjadi lagi pada pukul 21.00-22.00 WIB, pada waktu penduduk sudah istirahat
tidur. Selama penelitian nyamuk An. indefinitus hanya ditemukan satu kali pada
pukul 01.00-02.00 WIB, sedangkan nyamuk An. nigerrimus tidak ada yang
ditemukan.
Aktivitas mengisap darah An. letifer di Desa Riau menunjukkan persamaan
waktu mengisap darah pada beberapa tempat. Friaraiyatini et al. (2006)
melaporkan bahwa A. letifer di Desa Sedayu, Kecamatan Loano, Kabupaten
Purworejo, jawa Tengah, aktivitas mengisap darah mulai pukul 18.00 WIB, dan
puncaknya pada pukul 22.00WIB. Keadaan yang tidak jauh berbeda di Kampung
Bongor, Grik yang terletak di bagian timur barat Hulu Perak, Malaysia, bahwa
aktivitas mengisap darah An. letifer sejam selepas senja dan meningkat setelah
dua jam (Yee 2008). An. letifer di Desa Alat Hantakan, Hulu Sungai Tengah,
Kalimantan Selatan ditemukan di dalam rumah dengan aktivitas mengisap darah
sepanjang malam dari pukul 18.00 hingga pukul 06.00 pagi (Salam 2005).
Nyamuk Anopheles yang menunjukkan aktivitas mengisap darah di dalam
rumah selain An. letifer adalah A. barbirostris, dan ditemukan mengisap darah
sepanjang malam. Hal ini tidak berbeda dengan aktivitas mengisap darah
An. barbirostris di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah, ditemukan
sepanjang malam dari pukul 18.00-06.00 baik di dalam maupun di luar rumah,
dan puncak kepadatan mengisap darah di dalam rumah terjadi pada pukul 22.00-
24.00 (Jastal 2005).
Nyamuk An. indefinitus tidak menampakan fluktuasi aktivitas mengisap
darah karena nyamuk yang tertangkap hanya satu ekor di dalam rumah selama
empat bulan penangkapan (Tabel 2). Hasil penelitian di tempat lain merupakan
informasi yang dapat menjelaskan perilaku aktivitas mengisap darah nyamuk An.
nigerrimus. Jastal (2005) menyatakan bahwa aktivitas mengisap darah An.
nigerrimus berfluktuasi dari pukul 18.00-06.00, dan puncak mengisap darah di
dalam rumah pada pukul 22.00-24.00. Di Sulawesi Tengah nyamuk ini belum
dikonfirmasi sebagai vektor penyakit malaria.
Kep
adat
anny
amuk
Ano
phel
es
(nya
muk
/ora
ng/ja
m)
17
0,09
0,08
0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0 18‐ 19‐ 20‐ 21‐ 22‐ 23‐ 24‐ 01‐ 02‐ 03‐ 04‐ 05‐ 19 20 21 22 23 24 01 02 03 04 05 06
An.letifer 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
An.barbirostris 0 0 0,0 0,0 0 0,0 0 0 0 0 0,0 0
Gambar 11 Rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang luar rumah pada jam 18.00-06.00 WIB di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
Di luar rumah, aktivitas mengisap darah nyamuk An. letifer di Desa Riau
mulai menjelang senja (18.00-19.00 WIB), pada waktu orang berkumpul di teras
rumah. Kebiasaan masyarakat di desa Riau setelah sholat atau setelah makan
malam duduk santai di teras rumah. Puncak mengisap darah di luar rumah pada
waktu menjelang malam (22.00-23.00 WIB), dan aktivitas mengisap darah mulai
menurun menjelang pagi. Kemudian aktivitas mengisap darah An. barbirostris
mulai di luar rumah menjelang malam dan berakhir tengah malam, yaitu dari
pukul 21.00 sampai 01.00 WIB, dan puncak mengisap darah pada pukul 23.00-
24.00 WIB (Gambar 6).
Aktivitas nyamuk Anopheles spp. mengisap darah menunjukkan waktu dan
puncak mengisap darah yang bervariasi pada beberapa tempat. Jastal (2005)
melaporkan bahwa aktiviats mengisap darah An. barbirostris di Desa Tongoa,
Donggala, Sulawesi Tengah dari pukul 18.00-06.00 WITA dengan puncak
kepadatan mengisap darah di luar rumah terjadi pada pukul 22.00-24.00 WITA.
Sementara di Desa Segara kembang, Kecamatan Lengkiti, Ogan Komering Ulu,
Sumatera Selatan, ditemukan An. barbirostris mulai mengisap darah di luar rumah
mulai pukul 18.00-20.00 WIB, dan puncak mengisap darah terjadi pada pukul
24.00-02.00 WIB (U’din 2005). Selanjutnya di Kecamatan Lengkong, Sukabumi
18
ditemukan An. Barbirostris mengisap darah sepanjang malam, dan terdapat dua
kali puncak mengisap darah, yaitu pukul 19.00-20.00 dan pukul 02.00-03.00 WIB
(Munif et al. 2007).
Fluktuasi aktivitas mengisap darah nyamuk Anopheles di Desa Riau
menunjukan perbedaan puncak mengisap darah, hal ini dapat di pengaruhi iklim,
seperti angin dan curah hujan. Dari beberapa kali penangkapan yang dilakukan
tidak ada terasa angin pada waktu menjelang malam, tetapi pada waktu menjelang
tengah malam hingga menjelang fajar terasa angin semilir. Kemudian curah hujan
selama empat bulan termasuk tinggi karena hampir setiap hari hujan. Munif et al.
(2007) menyatakan bahwa puncak aktivitas mengisap darah nyamuk Anopheles
pertama kali sebelum tengah malam dan menjelang pagi, keadaan ini dapat
berubah karena adanya pengaruh suhu, kelembaban udara dan angin yang dapat
menyebabkan bertambah dan berkurangnya kehadiran nyamuk di suatu tempat.
4.7 Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp.
4.7.1 Jenis Habitat Potensial
Jenis habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. yang di
temukan di Desa Riau Kecamatan Riau Silip sebanyak 24 titik yang terdiri dari 7
jenis habitat (Tabel 6), dan tersebar di empat dusun, yaitu sembilan titik di Dusun
Riau, lima titik di Dusun Simpang Lumut, Empat titik di Dusun Sinar Gunung,
dan enam titik di Dusun Tirus (Tabel 7).
Selama pengamatan empat bulan, hanya satu habitat potensial yang positif
ditemukan larva Anopheles dengan kepadatan 0,01 larva/cidukan, sedangkan 23
habitat tidak ditemukan larva Anopheles spp. Keberadaan predator pada suatu
habitat dapat mengurangi populasi nyamuk. Predator yang ditemukan pada
sebagian habitat terdiri atas berudu dan ikan, maka hal ini merupakan salah satu
penyebab sulitnya menemukan larva Anopheles spp. Juliawati (2008) melaporkan
di sekitar pusat Reintroduksi orangutan nyaru Menteng, Palangkaraya,
Kalimantan Tengah tidak ditemukan larva Anopheles spp. dari 13 titik
pengamatan habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp.
19
Tabel 6 Jenis habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
Jenis Habitat Jumlah Habitat
Positif
Kepadatan Persentase
(larva/cidukan)
Parit 7 0 0 29.17
Kubangan 8 1 0,01 33.33
Rawa-rawa 1 0 0 4.17
Sumur 2 0 0 8.33
Kolong 3 0 0 25
Kubakan 2 0 0 8.33
Kolam 1 0 0 4.17
Jumlah 24 0 0,01 100
Larva Anopheles yang ditemukan pada habitat kubangan di Dusun Tirus,
kemudian di pelihara, dan setelah menjadi nyamuk Anopheles dewasa di
identifikasi dengan kunci identifikasi nyamuk dewasa Sumatera dan Kalimantan
oleh O’Connor dan Soepanto (Ditjen PP & PL 2000). Hasil identifikasi
menunjukan bahwa larva yang ditemukan adalah nyamuk An. letifer.
Jenis-jenis habitat yang ditemukan di Desa Riau dari bulan Februari
hingga Mei 2011 dapat dijelaskan sebagai berikut :
4.7.1.1 Parit
Parit merupakan lahan basah buatan berupa perairan mengalir. Selain
istilah parit, istilah selokan juga kadang digunakan untuk menyebut perairan
mengalir buatan berukuran kecil (Puspita et al. 2005).
Pengamatan larva selama empat bulan tidak ditemukan larva Anopheles.
Pengukuran karakteristik habitat didapatkan kisaran suhu 27-28ºC, pH 6,9-7,1,
salinitas 0‰, kekeruhan 6-12 NTU, dasar parit berupa lumpur dan pasir,
kedalaman parit mencapai 5-20 cm, tidak terdapat tanaman air, terdapat berudu
dan ikan yang berpotensi sebagai predator larva nyamuk (Gambar 12). Parit
merupakan habitat potensial larva Anopheles spp. seperti di Desa Doro Kabupaten
Maluku Selatan ditemukan An. farauti, An. punctulatus, dan An. vagus (Mulyadi
2010).
20
a) Parit 1 b) Parit 2 c) Parit 3 d) Parit 4 e) Parit 5 f) Parit 6
g) Parit 7
Gambar 12 Parit merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
Di Kecamatan Padangcermin dan Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan,
parit merupakan habitat nyamuk Anopheles spp. (Suwito 2010), demikian juga di
lembah Artibonite Haiti (Caillouet et al. 2007).
4.7.1.2 Kubangan
Kubangan adalah lekukan pada daratan yang berisi air bercampur lumpur
(Poerwadarminta 2006).
21
a) Kubangan 1 b) Kubangan 2 c) Kubangan 3 d) Kubangan 4 e) Kubangan 5 f) Kubangan 6
g) Kubangan 7 h) Kubangan 8
Gambar 13 Kubangan merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
Kubangan yang ditemukan sebanyak 8 habitat, dan hanya satu habitat yang
positif dengan kepadatan 0,01 larva/cidukan. Karakteristik habitat yang diamati
pH 6,0-6,7, suhu 24-27ºC, salinitas 0‰, kekeruhan 6-41 NTU, dasar habitat
lumpur, kedalaman 5-27 cm, tidak terdapat tanaman air, dan terdapat ikan kepala
timah dan berudu (Gambar 13). Sekitar kubangan terdapat tanaman peneduh,
karena tumbuhan yang ada ditempat perindukan nyamuk merupakan tempat
berlindung bagi larva, dan dapat dijadikan nyamuk dewasa sebagai naungan
Russel et al. (1963).
22
Habitat yang disenangi larva Anopheles spp. bervariasi, seperti di Desa
Doro ditemukan An. farauti dan An. vagus pada habitat kubangan (Mulyadi
2010). Begitu pula An. vagus dan An. barbirostris ditemukan di Rajabasa dan
Padangcermin, Lampung Selatan pada habitat kubangan (Suwito 2010).
4.7.1.3 Rawa-rawa
Rawa-rawa adalah tanah rendah yang selalu tergenang air karena tidak
ada pelepasan air (drainase) (Click 2011). Rawa-rawa di Desa Riau merupakan
genangan air yang luas dan terdapat vegetasi seperti rumput air, kerapatan rumput
air yang tinggi, dan tidak mengalir (Gambar 14).
Karakteristik habitat terdiri atas pH 6,3-6,4, suhu 28ºC, salinitas 0‰,
kekeruhan 6-14 NTU, kedalaman air pada bagian pinggir 12-15 cm, dasar habitat
tanah liat, terdapat tanaman rumput, dan ditemukan ikan. Larva Anopheles tidak
ditemukan, tetapi habitat rawa-rawa merupakan habitat potensial tempat
perkembangbiakan larva Anopheles spp. (Gambar 14). Mulyadi (2010)
melaporkan bahwa An. farauti di desa Doro ditemukan pada rawa-rawa.
Sementara nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Kecamatan Rajabasa
lampung selatan dan Kecamatan Padangcermin Pesawaran pada rawa-rawa lebih
beragam.
Gambar 14 Rawa-rawa merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
23
Di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan ditemukan An. sundaicus, An.
barbirostris, An. subpictus, An. vagus, dan An. aconitus, sedangkan di Kecamatan
Padangcermin Pesawaran ditemukan An. sundaicus, An. vagus, dan An. subpictus
(Suwito 2010). Demikian juga larva Anopheles spp. di Kenya ditemukan pada
rawa-rawa (Mwangangi et al. 2007).
4.7.1.4 Sumur
Sumur adalah lubang yang sengaja dibuat menembus lapisan tanah untuk
memperoleh air, minyak, atau gas (Poerwadarminta, 2006).
Sumur yang ditemukan di Desa Riau tidak digunakan/dimanfaatkan lagi,
sumur pertama terletak di areal perkebunan dan dibawah pohon jambu, maka
banyak jambu dan ranting busuk di dalam sumur, sedangkan sumur kedua terletak
di areal terbuka dan di kelilingi tanaman rumput (Gambar 15).
Air sumur bersuhu 24-25ºC, salinitas 0‰, pH 5,4-6,1, kekeruhan 2 NTU,
dasar sumur berupa tanah liat dan pasir, kedalaman 2-2,5 meter, tidak terdapat
tanaman air, dan terdapat ikan. Larva Anopheles spp. tidak ditemukan, namun
merupakan habitat potensial karena sudah tidak digunakan/dimanfaatkan lagi
(Gambar 15).
a) Sumur 1 b) Sumur 2
Gambar 15 Sumur merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
24
Mulyadi (2010) menyatakan bahwa larva An. farauti di Desa Doro
Halmahera Selatan ditemukan pada sumur yang sudah tidak digunakan lagi
dengan kepadatan rata-rata 1,7 larva/cidukan, terdapat ganggang hijau, kedalaman
80-120 cm, dasar pasir dan dinding terbuat dari semen. Sementara itu, Suwito
(2010) melaporkan bahwa An. sundaicus, An. annularis, An. vagus, dan An. kochi
di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin dapat hidup dan berkembang di dalam
sumur.
4.7.1.5 Kolong
Kolam/danau bekas penambangan (dikenal dengan sebutan kolong)
adalah perairan/badan air yang terbentuk dari lahan bekas penambangan bahan
galian (Wardoyo dan Ismail 1998 dalam Puspita et al. 2005).
Gambar pertama dan kedua bekas tambang timah yang sudah lama
sehingga banyak di tumbuhi semak belukar di sekelilingnya, dan gambar kolong
tiga merupakan kolong yang baru di tinggalkan sehingga masih meninggalkan
warna air keruh berwarna putih (Gambar 16).
Kolong berisi air dengan pH 6,4-7,3, suhu 26-27ºC, salinitas 0‰,
kekeruhan 10-17 NTU, dasar kolong berupa lumpur dan pasir, kedalaman air
dapat mencapai 10 meter, terdapat tanaman rumput, juga terdapat ikan dan
berudu. Dari tiga kolong yang diamati tidak ditemukan larva Anopheles. a) Kolong 1 b) Kolong 2 c) Kolong 3
Gambar 16 Kolong merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
25
Qomariah (2004) melaporkan bahwa An. philippinensis, An. peditaeniatus,
An. barbirostris dan An. nigerrimus ditemukan dari pencidukan larva pada
Kolong Ijo, Kelurahan Bacang, Kotamadya Pangkalpinang.
4.7.1.6 Kobakan
Kobakan adalah lubang kecil di tanah yang berisi air sehabis hujan
(Poerwadarminta, 2006). Kobakan di Desa Riau merupakan lobang kecil/lekuk
pada tanah berukuran sempit (kurang dari 1 m ²), hanya berisi air pada waktu
hujan dan tidak permanen (Gambar 17).
Selama pengamatan tidak ada ditemukan larva Anopheles spp. Hal ini
kemungkinan disebabkan air kobakan berwarna merah keruh, dan pada kobakan
kedua terdapat predator berudu.
Habitat kobakan di Desa Riau tidak ditemukan larva Anopheles. Kobakan
terletak pada areal terbuka dengan kedalaman 6-8 cm, suhu 27°C, pH 5-6,6,
salinitas 0‰, dasar kobakan berupa pasir, kekeruhan 2-14 NTU, tidak terdapat
tanaman air, dan terdapat berudu. Larva Anopheles spp. di beberapa tempat
ditemukan di air jernih dan keruh (Gambar 17).
Larva An. sundaicus, An. barbirostris dan An.vagus di Daerah pantai
Banyuwangi, Jawa Timur ditemukan pada air keruh dengan kedalaman air 50 cm,
dan larva An. barbirostris dan An. sundaicus terdapat pada habitat kobakan
(Shinta et al. 2003).
a) Kobakan 1 b) Kobakan 2
Gambar 17 Kobakan merupakan habitat potensial perkembangbiakann nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
26
Adapun larva An. farauti, An. punctulatus, An. vagus dan An. kochi di
Desa Doro, Halmahera Selatan, Maluku Utara, ditemukan pada kobakan dengan
kedalaman berkisar antara 5-10 Cm, air tidak mengalir, warna air jernih dan keruh
(Mulyadi 2010).
4.7.1.8 Kolam
Kolam merupakan lahan yang dibuat untuk menampung air dalam jumlah
tertentu sehingga dapat dipergunakan pemeliharaan ikan dan hewan air lainnya
(Susanto 1992 di dalam Puspita et al. 2005).
Kolam terdapat di depan rumah penduduk dengan jarak sekitar 300 meter,
jarang dibersihkan dan di dalamnya terdapat berudu. Pada kolam seluas 1m²
terdapat tanaman teratai, pH air berkisar antara 6,2-6,4, suhu 25-27ºC, salinitas
0‰, kekeruhan 22-23 NTU, dasar kolam berupa tanah dan pasir, kedalaman 10-
12 cm, terdapat berudu (Gambar 18). Larva Anopheles spp. tidak ditemukan larva
Anopheles selama empat bulan (Februari-Mei 2011) (Gambar 18).
Sitorus (2005) melaporkan bahwa larva An. barbirostris yang didapat
selama penelitian (April 2004-Desember 2005) di Desa Tegal Rejo, Kecamatan
Belitang, Kabupaten OKU, ditemukan pada kolam dengan kepadatan 0,045
larva/cidukan. Larva Anopheles spp. di Kenya juga ditemukan pada tipe habitat
kolam (Mwangangi et al. 2007). Habitat larva Anopheles yang ditemukan di
Korea Selatan ada 51 buah yang dikelompokkan dalam 12 tipe habitat, pada
habitat kolam yang berjumlah lima buah ditemukan larva 10% di Provinsi
Chungcheongnam dan Jeju Korea Selatan (Rueda et al. 2006).
Gambar 18 Kolam merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
27
4.7.2 Pengukuran Karakteristik Fisik, Kimia dan Biologi Habitat Potensial
Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
Pengukuran karakteristik habitat potensial perkembangbiakan Anopheles
dilakukan satu bulan sekali, sehingga didapatkan data yang jelas tentang
karakteristik habitat larva dan habitat potensial perkembangbiakan larva
Anopheles spp. (Lampiran 1).
Selama pengamatan ditemukan larva Anopheles hanya pada satu habitat
yaitu habitat kubangan. Sedangkan 23 titik habitat yang dilakukan pengamatan
selama empat bulan tidak ditemukan larva Anopheles spp. Hal ini disebabkan
banyak faktor yang mempengaruhi, seperti adanya predator, tambang timah rakyat
yang masih aktif, dan curah hujan. Hasil pengukuran karakteristik habitat
potensial perkembangbiakan larva Anopheles yang potisif disajikan pada Tabel 7.
4.7.2.1 Suhu Air
Suhu air habitat perkembangbiakan An. letifer dari bulan Februari sampai
Mei tidak mengalami perubahan (24⁰C), dan suhu ini masih dalam batas suhu
optimum untuk perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp., yaitu 23⁰C-27⁰C
(WHO 1982 di dalam Mulyadi 2010). Beberapa tempat menunjukan larva
Anopheles spp. dapat hidup dan berkembangbiak pada suhu yang bervariasi.
Larva Anopheles spp. yang ditemukan di Dusun Mataram Lengkong Kabupaten
Sukabumi menunjukan kisaran suhu optimal air di ketiga kolam antara 22,9⁰C
sampai dengan 31,2⁰C (Saleh 2002). Suhu habitat larva Anopheles spp. yang
ditemukan di Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa lebih tinggi, yaitu 33,5°C
(Setyaningrum 2007).
Tabel 7 Karakteristik habitat potensial perkembangbiakan An. letifer di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
Bulan pH Suhu (°C)
Sal. (‰)
keruh (NTU)
Dasar
Habitat
Kdl
(Cm)
Tanaman
Air
Predator
Februari 6,1 24 0 6 lumpur 20 Tidak ada Berudu
Maret 6,1 24 0 6 lumpur 25 Tidak ada Berudu
April 6,1 24 0 6 lumpur 22 Tidak ada Berudu
Mei 6,0 24 0 6 lumpur 13 Tidak ada Berudu
Keterangan : Sal=Salinitas, Keruh=Kekeruhan, Kdl=Kedalaman
28
4.7.2.2 pH Air
Air alami pada umumnya mempunyai pH yang bersifat netral, tidak
bersifat asam atau basa (pH netral antara 6-9). Pengukuran karakteristik habitat
larva An. letifer dari bulan Februari-Mei masih dalam batas normal, yaitu 6,0-6,1.
Pada bulan Februari pH air 6,1 tetapi tidak ditemukan larva Anopheles spp.
Kemudian bulan Maret pH air 6,1 ditemukan An. letifer dengan kepadatan 0,01
larva/cidukan. Selanjutnya bulan April-Mei pH air 6,1 dan 6,0 tidak ditemukan
larva Anopheles spp. pH air di beberapa tempat menunujukan kisaran pH air yang
netral, seperti larva Anopheles di Desa Doro Halmahera Selatan Maluku Utara
ditemukan pada pH air yang yang netral 6,8-7,1 (Mulyadi 2010). Demikian juga
di Desa Hargotirto, Kabupaten Kulonprogo ditemukan larva Anopheles pada pH
yang netral pada sungai berkisar antara 6,78-7,12, sedangkan pada pada mata air
berkisar antara 6,70-7,24 (Santoso 2005).
4.7.2.3 Salinitas
Larva An. letifer ditemukan pada habitat kubangan dengan salinitas 0‰.
Secara geografis Desa Riau letaknya jauh dari laut, maka air di Desa Riau tidak
mengandung kadar garam. Habitat potensial yang ditemukan semuanya dengan
salinitas 0‰. Larva Anopheles spp. pada suatu tempat dapat hidup dan
berkembangbiak pada salinitas yang bervariasi. Hasil ini sama dengan penelitian
Setyaningrum (2007) di Desa Way Muli Lampung Selatan ditemukan larva
Anopheles di selokan air mengalir dengan salinitas 0‰, begitu juga di rawa-rawa
dan selokan air tergenang. Berbeda dengan yang ditemukan Suwito (2010) di
Kecamatan Padangcermin, larva Anopheles hidup pada salinitas 0-34‰, tetapi
larva Anopheles di Rajabasa Lampung Selatan ditemukan dengan salinitas lebih
rendah, yaitu salinitas 0-5‰.
4.7.2.4 Kekeruhan
Kekeruhan biasanya disebabkan oleh zat pada tersuspensi, baik yang
bersifat organik maupun anorganik. Pada dasarnya zat organik merupakan
makanan bagi bakteri atau mikroorganisme yang ada dalam air dan mendukung
perkembangbiakannya. Larva nyamuk An. letifer ditemukan pada habitat air
29
jernih dengan kekeruhan 6 NTU (natelson turbidity units). Larva Anopheles spp.
bukan hanya dapat hidup dan berkembangbiak di air yang jernih, di beberapa
tempat larva Anopheles spp. dapat hidup dan berkembangbiak di air yang keruh
bahkan sangat keruh, seperti larva nyamuk Anopheles di Dusun Mataram
Lengkong Kabupaten Sukabumi menunjukkan kisaran kekeruhan air yang disukai
larva Anopheles 70-150 NTU (Saleh 2002).
4.7.2.5 Dasar Habitat
Dasar habitat larva An. letifer adalah lumpur. Pada habitat dengan dasar
pasir dan tanah liat tidak ditemukan larva, seperti rawa-rawa, kolong, dan sumur.
Dasar habitat larva Anopheles di beberapa tempat menunjukkan kesamaan. Larva
Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin sebagian besar
ditemukan pada perairan dengan dasar lumpur (Suwito, 2010), hal yang sama
ditemukan di Desa Doro Halmahera Selatan (Mulyadi 2010) dan di Desa Way
Muli Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan (Setyaningrum 2007).
4.7.2.6 Kedalaman
Larva An. letifer yang ditemukan pada habitat tipe dangkal dan tidak
permanen karena air habitat akan kering bila tidak hujan satu minggu. Kedalaman
air selama empat bulan berfluktuasi karena curah hujan dari bulan Februari hingga
April 2011 berfluktuasi. Larva An. letifer ditemukan pada bulan Maret dengan
kedalaman air 25 cm. Walaupun An. letifer hanya ditemukan pada satu habitat
dengan kedalaman 25 cm, namun di beberapa tempat nyamuk Anopheles spp.
dapat bertahan hidup dan berkembang dengan kedalaman air yang berbeda-beda.
Grieco et al. (2007) menyatakan bahwa larva Anopheles ditemukan pada air
dengan kedalaman 30-50 cm. Setyaningrum et al. (2007) melaporkan bahwa larva
Anopheles spp. di Desa Way Muli, Lampung Selatan ditemukan pada kedalaman
15 cm pada habitat selokan air mengalir, 100 cm pada rawa-rawa, dan 25 cm pada
selokan air tergenang. Sementara itu, di Kecamatan Padangcermin, Pesawaran,
Lampung Selatan ditemukan pada kedalaman air yang bervariasi, An. tesselatus
(5 cm), An. maculatus (50-150 cm), An. indefinitus (20-150 cm), An. aconitus
(10-15 cm) dan An. subpictus (20-200 cm), adapun di Kecamatan Rajabasa
30
ditemukan An. tesselatus (100-200 cm), An. indefinitus (10 cm), An. aconitus (10-
200 cm) dan An. subpictus (10-200 cm) (Suwito 2010). Selanjutnya, di Pulau Pari,
Kabupaten Kepulauan Seribu, ditemukan larva An. subpictus pada kedalaman 50-
100 cm pada kolam rendaman rumput laut, 30-70 cm pada sumur dangkal,
sedangkan di Pulau Tidung ditemukan pada sumur dengan kedalaman 50-150 cm
(Ariati et al. 2007). Adapun di Daerah Pasang Surut Asahan, Sumatera Selatan
ditemukan larva An. sundaicus pada kedalaman habitat 70-75 cm (Sembiring
2005).
4.7.2.7 Tanaman Air
Tanaman air dapat mempengaruhi keberadaan larva Anopheles spp. pada
suatu tempat. Larva An. letifer yang ditemukan pada habitat kubangan tidak
terdapat tanaman air pada permukaan air. Di sekitar habitat terdapat pohon yang
dapat berguna sebagai naungan. Walaupun di Desa Riau hanya ditemukan satu
habitat yang positif selama penelitian, tetapi ada kemungkinan nyamuk Anopheles
spp. dapat berkembangbiak pada habitat potensial, karena larva Anopheles spp.
menyukai habitat dengan tanaman air atau tidak ada tanaman air. Lee et al. (1999)
menyatakan bahwa beberapa spesies nyamuk Anopheles menyukai air yang teduh,
tetapi ada juga yang menyenangi habitat air yang terkena matahari langsung, dan
yang lainnya menyukai habitat air yang ada tanaman air. Umumnya larva
Anopheles lebih menyukai air bersih dan tidak terpolusi. Sitorus (2005)
melaporkan bahwa jenis-jenis tanaman air yang ditemukan dari seluruh habitat
nyamuk Anopheles spp. di Desa Tegal Rejo, kecamatan Belitang, Kabupaten OKI,
yaitu eceng gondok, kangkung dan rumput, sedangkan di persawahan ditumbuhi
tanaman padi. Adapun di Desa Doro, Halmahera Selatan, ditemukan tanaman air
berupa ganggang hampir pada seluruh habitat larva Anopheles spp. (Mulyadi
2010)
4.7.2.8 Predator
Jenis predator yang ditemukan pada habitat hanya anak katak (berudu)
dan dalam jumlah yang cukup banyak. Hal yang sama di Desa Doro Halmahera
Selatan ditemukan predator berudu pada habitat parit, kobakan, kubangan,
31
kolam,sumur, kali, dan rawa-rawa, selain itu ditemukan ikan dan larva capung
(Mulyadi 2010). Adapun di Pantai Asahan Sumatera Utara terdapat ikan-ikan
kecil pada habitat larva An. sundaicus yang diduga sebagai predator (Sembiring
2005). Sementara predator nyamuk Anopheles yang ada di Desa Tongoa,
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, ditemukan pada tiga habitat
berbeda-beda. Habitat kolam dengan naungan ditemukan ikan kepala timah
(Aplocheilus panchax) dan larva capung (Libellula sp.). Habitat kolam tanpa
naungan ditemukan berudu (Chadijah 2005).
4.7.3 Pemetaan Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.
Pemetaan habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp.
terletak di Desa Riau dengan luas wilayah desa 51.720 Km². Desa Riau terdiri atas
empat dusun, dan keadaan tanahnya merupakan dataran rendah dan beriklim
tropis tipe A (BPS & BPPD Kab. Bangka 2010).
Pengukuran karakteristik habitat potensial perkembangbiakan larva
Anopheles spp. dilakukan pada setiap dusun dengan titik koordinat secara UTM
48 (universal transfer mercarator) terletak antara 598144 BT-593063 BT dan
9802730 LS-9802853 LS dengan ketinggian antara 10-35 di atas permukaan laut
(Gambar 19).
Gambar 19 menunjukan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk
Anopheles tersebar dari Dusun Riau hingga Dusun Tirus. Habitat yang ditemukan
sebanyak 24 habitat, dan habitat negatif yang ditemukan sebanyak 23 habitat
(Titik hitam), sedangkan habitat positif hanya satu habitat (Titik Merah). Habitat
terbanyak adalah kubangan (33,33%) dan menyebar pada empat dusun, sedangkan
jumlah habitat yang sedikit adalah rawa-rawa (4,17%) terletak di Dusun Riau, dan
kolam (4,17%) terletak di Dusun Tirus. Letak habitat potensial dekat dengan
pemukiman penduduk sekitar 300 meter, tambang timah yang masih aktif dan
yang sudah tidak aktif lagi sehingga banyak air yang tercemar limbah bahan
bakar, kemudian di sekitar habitat masih banyak semak belukar, hutan, dan daerah
ladang luas yang belum dimanfaatkan.
ar 19 Titik habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011
33
Tabel 8 Titik koordinat habitat potensial perkembangbiakan Anopheles spp. di Desa Riau, Februari-Mei 2011
NO GPS JH Kpd K Dusun
Bujur Lintang (L/C) 1 598144 9809207 Parit 1 0 35 Riau
2 597942 9808824 Kubangan 1 0 21 Riau
3 597961 9808753 Rawa-rawa 1 0 19 Riau
4 597943 9808635 Sumur 1 0 21 Riau
5 597523 9808453 Parit 2 0 16 Riau
6 595397 9807532 Parit 3 0 10 Riau
7 595081 9806803 kubangan 2 0 23 Riau
8 594982 9806632 Kubangan 8 0 17 Riau
9 594908 9806579 Kubakan 1 0 34 Riau
10 594915 9806539 Parit 4 0 21 Simpang Lumut
11 593063 9806579 Parit 5 0 22 Simpang Lumut
12 594569 9804352 Kolong 1 0 21 Simpang Lumut
13 594908 9803554 Kubangan 3 0 17 Simpang Lumut
14 594943 9803554 Parit 6 0 22 Simpang Lumut
15 594866 9802908 Kolong 2 0 31 Sinar Gunung
16 594799 9802587 Kubangan 4 0 28 Sinar Gunung
17 594758 9802492 Parit 7 0 10 Sinar Gunung
18 594725 9802495 Kolong 3 0 28 Sinar Gunung
19 594181 9803257 Kubangan 5 0 16 Tirus
20 593921 9802968 Sumur2 0 10 Tirus
21 593742 9802713 Kubangan 7 0 24 Tirus
22 593611 9802736 Kolam 0 10 Tirus
23 593096 9802853 Kubangan 6 0.01 21 Tirus
24 593063 9802730 Kubakan 2 0 22 Tirus
Keterangan : JH= Jenis Habitat, Kpd= kepadatan, LC = Larva/Cidukan, K=Ketinggian Sumber : Penandaan titik dengan GPS Garmin 6.0
Habitat potensial larva An. Letifer yang ditemukan di dusun Tirus letaknya tidak
jauh dari pemukiman penduduk sekitar 200 meter, disekitarnya terdapat daerah yang
belum di manfaatkan, masih banyak terdapat semak belukar yang dapat digunakan
nyamuk sebagai tempat untuk istirahat, tambang timah masih aktif (tambang
inkonvensional) yang biasa di sebut TI oleh masyarakat Bangka dan masih banyak
34
terdapat di Desa Riau. Keadaan lingkungan yang mendukung dan adanya habitat yang
sesuai dengan An. Letifer, maka berpotensi akan meningkatkan populasi nyamuk.
Penularan penyakit malaria tidak lepas dari peranan nyamuk Anopheles spp.
sebagai vektor. Habitat yang ditemukan di Desa Riau merupakan habitat yang sangat
potensial sebagai tempat perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles spp. dengan
ditemukannya nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang dan
istirahat, yaitu An. letifer, An. barbirostris, An. nigerrimus, dan An. indefinitus.
Nyamuk ini menyukai air tenang, bersih, dan terdapat semak belukar sebagai tempat
nyamuk istirahat.
Penyebaran nyamuk berdasarkan jarak terbang nyamuk Anopheles yaitu berkisar
0,5-2,5 Km, dan bila ada angin dapat mencapai 5 Km, maka penyebaran nyamuk dari
titk positif dapat mencapai titik 19 dan dapat mencapai perbatasan Dusun Tirus dan
Dusun Sinar Gunung. Pergerakan nyamuk dari tempat berkembangbiak ke tempat
istirahat, lalu ke tempat hospes, dan selanjutnya ditentukan oleh kemampuan terbang
nyamuk (Ditjen. PP&PL 2007). Fenomena ini dapat diperkirakan penyebaran An.
letifer dapat mencapai perbatasan antara dusun Tirus dan dusun Sinar Gunung yang
berjarak sekitar 2 km. Habitat potensial terletak dekat dengan permukiman penduduk,
hal ini merupakan faktor yang sangat penting terjadinya penularan malaria (Vas Dev et
al. 2004), sesuai dengan penelitian Erdinal et al. (2006) bahwa kasus malaria yang
ditemukan di Kecamatan Kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar, jarak antara
permukiman dengan habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles berjarak kurang dari
2 km.
Desa Riau mempunyai kondisi geografis dan demografis yang menunjang
sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles, seperti permukiman penduduk
yang berdekatan dengan kolong, rawa-rawa, semak belukar, dan pohon-pohon yang
sebagian memungkinkan tempat beristirahat nyamuk Anopheles spp.
Rumah penduduk yang sebagian besar terletak dekat dengan habitat potensial,
jarak antar rumah yang tidak terlalu rapat, juga di sekitar rumah dikelilingi semak
belukar dan ladang yang belum digunakan merupakan tempat yang disukai nyamuk
Anopheles spp. untuk beristirahat.
35
Aktivitas penduduk yang suka berkumpul di luar rumah dan tinggal di pondok
tempat dilakukan penambangan timah (tambang inkonvensional), keadaan ini
merupakan kondisi yang sangat memudahkan nyamuk Anopheles spp. hinggap dan
mengisap darah manusia.