bab iv hasil dan pembahasan 4.1. pengamatan selintas · 2019. 7. 12. · 27 bab iv hasil dan...

32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas Penelitian ini dilaksanakan pada dua lokasi, yaitu di lahan sawah tadah hujan dusun Ngringgit (lokasi 1) dan dusun Pengkel (lokasi 2), desa Dapurno, kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan, provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan pengukuran ketinggian tempat yang dilakukan oleh pusat studi SIMITRO, lokasi penanaman pada lahan sawah di dusun Ngringgit memiliki ketinggian tempat 58 m di atas permukaan laut (dpl). Lahan sawah di dusun Pengkel memiliki ketinggian tempat 59 m dpl. Menurut Romdon dkk (2014) padi varietas Ciherang tumbuh baik pada ketinggian tempat di bawah 500 m dpl, sehingga ketinggian tempat lahan sawah tadah hujan di dusun Ngringit dan dusun Pengkel sangat sesuai untuk budidaya tanaman padi. Penanaman padi di lokasi 1 mengikuti waktu tanam pranata mangsa yang dibuat oleh SIMITRO yaitu mulai tanggal 4 November 2016 hingga 5 Februari 2017. Dalam kalender pranata mangsa SIMITRO penanaman dilakukan mulai dari mangsa Kalimo (Kelima) dasarian ke 31 hingga mangsa Kapitu (Ketujuh) dasarian ke empat. Penanaman padi di lokasi 2 mengikuti waktu tanam kebiasaan petani yaitu mulai tanggal 11 November 2016 hingga 11 Februari 2017. Dalam kalender pranata mangsa SIMITRO penanamam dilakukan mulai dari mangsa Kanem (Keenam) dasarian ke 32 hingga mangsa Kawolu (Kedelapan) dasarian ke lima. Data suhu udara, curah hujan dan jumlah hari hujan selama penelitian diperoleh dari stasiun klimatologi kecamatan Wirosari, kabupaten Grobongan. Data suhu udara, curah hujan, dan jumlah hari hujan disajikan pada Tabel 4.1. Pada Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa rata-rata suhu udara di desa Dapurno, kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan adalah 24,4-32,4 o C, curah hujan total dari bulan Oktober-Februari tahun 2016 di desa Dapurno, kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan adalah 1.061 mm. Menurut Manurung dan Ismuadji (1998) dan Djaenudin (2000) suhu udara yang sangat sesuai untuk budidaya tanaman padi adalah 24-32 o C, serta curah hujan yang sesuai untuk budidaya tanaman padi dilahan sawah tadah hujan adalah 1000 mm atau lebih. Suhu udara dan curah

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 27

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Pengamatan Selintas

    Penelitian ini dilaksanakan pada dua lokasi, yaitu di lahan sawah tadah

    hujan dusun Ngringgit (lokasi 1) dan dusun Pengkel (lokasi 2), desa Dapurno,

    kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan, provinsi Jawa Tengah.

    Berdasarkan pengukuran ketinggian tempat yang dilakukan oleh pusat studi

    SIMITRO, lokasi penanaman pada lahan sawah di dusun Ngringgit memiliki

    ketinggian tempat 58 m di atas permukaan laut (dpl). Lahan sawah di dusun

    Pengkel memiliki ketinggian tempat 59 m dpl. Menurut Romdon dkk (2014) padi

    varietas Ciherang tumbuh baik pada ketinggian tempat di bawah 500 m dpl,

    sehingga ketinggian tempat lahan sawah tadah hujan di dusun Ngringit dan dusun

    Pengkel sangat sesuai untuk budidaya tanaman padi.

    Penanaman padi di lokasi 1 mengikuti waktu tanam pranata mangsa yang

    dibuat oleh SIMITRO yaitu mulai tanggal 4 November 2016 hingga 5 Februari

    2017. Dalam kalender pranata mangsa SIMITRO penanaman dilakukan mulai dari

    mangsa Kalimo (Kelima) dasarian ke 31 hingga mangsa Kapitu (Ketujuh)

    dasarian ke empat. Penanaman padi di lokasi 2 mengikuti waktu tanam kebiasaan

    petani yaitu mulai tanggal 11 November 2016 hingga 11 Februari 2017.

    Dalam kalender pranata mangsa SIMITRO penanamam dilakukan mulai dari

    mangsa Kanem (Keenam) dasarian ke 32 hingga mangsa Kawolu (Kedelapan)

    dasarian ke lima.

    Data suhu udara, curah hujan dan jumlah hari hujan selama penelitian

    diperoleh dari stasiun klimatologi kecamatan Wirosari, kabupaten Grobongan.

    Data suhu udara, curah hujan, dan jumlah hari hujan disajikan pada Tabel 4.1.

    Pada Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa rata-rata suhu udara di desa Dapurno,

    kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan adalah 24,4-32,4 oC, curah hujan total

    dari bulan Oktober-Februari tahun 2016 di desa Dapurno, kecamatan Wirosari,

    kabupaten Grobogan adalah 1.061 mm. Menurut Manurung dan Ismuadji (1998)

    dan Djaenudin (2000) suhu udara yang sangat sesuai untuk budidaya tanaman

    padi adalah 24-32oC, serta curah hujan yang sesuai untuk budidaya tanaman padi

    dilahan sawah tadah hujan adalah 1000 mm atau lebih. Suhu udara dan curah

  • 28

    hujan di desa Dapurno, kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan pada saat

    penelitian berlangsung sesuai untuk budidaya tanaman padi.

    Tabel 4.1.Data suhu udara, curah hujan dan jumlah hari hujan desa

    Dapurno, kecamatan Wirosari

    Bulan Rata-rata suhu

    min (oC)

    Rata-rata suhu

    maks (oC)

    Curah hujan

    (mm)

    Jumlah

    hari hujan

    November ‘16 25,0 32,4 390 13

    Desember ‘16 25,1 31,5 218 9

    Januari’17 24,8 31,3 123 11

    Februari’17 24,4 30,0 325 15 Keterangan: Data suhu dan curah hujan diperoleh dari stasiun klimatologi di kecamatan Wirosari yang

    kemudian ditampilkan per stadia tanaman. Min adalah mimimum dan maks adalah maksimum.

    Selama penelitian berlangsung lahan percobaan ditumbuhi oleh gulma, yang

    tumbuh di sekitar tanaman dan paling banyak pada barisan yang tidak ditanami

    pada sistem tanam jajar legowo. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara

    mencabut gulma yang ada di sekitar tanaman dan pada barisan yang tidak

    ditanami sistem tanam jajar legowo. Gulma yang sudah dicabut dipindahkan dan

    dikumpulkan di pematang sawah.

    4.2 Pengamatan Utama

    Pengamatan utama dalam penelitian ini dilakukan setelah pindah tanam bibit

    padi sampai dengan panen (masak morfologis). Data pertumbuhan dan hasil

    tanaman padi dianalisis menggunakan metode sidik ragam atau Analysis of

    Variance (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji beda

    nyata jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95%.

    4.2.1 Pengaruh Waktu Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

    Padi

    Waktu tanam yang diujikan adalah berdasarkan pranata mangsa di lokasi 1

    (A1) dan kebiasaan petani di lokasi 2 (A2). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada

    taraf kepercayaan 95% tehadap tinggi tanaman, dan jumlah anakan padi

    ditampilkan pada Tabel 4.2. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf

    kepercayaan 95% tehadap jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah per malai,

    jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, dan persentase gabah

    per malai tanaman padi disajikan pada Tabel 4.3. sedangkan hasil uji beda nyata

    jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95% tehadap bobot gabah per rumpun, bobot

    gabah per petak, bobot gabah per hektar, bobot brangkasan basah, bobot

    brangkasan kering, dan bobot 1000 butir gabah isi disajikan pada Tabel 4.4.

  • 29

    Padi yang ditanam pada lokasi 1 (waktu tanam berdasarkan pranata mangsa)

    menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah anakan, yang lebih tinggi dibandingkan

    dengan lokasi 2 (waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani) (Tabel 4.2).

    Tanaman padi di lokasi 1 menghasilkan jumlah malai, panjang malai, jumlah

    gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai, bobot

    gabah per rumpun, bobot gabah per petak, bobot gabah per hektar, bobot 1000

    butir gabah isi , bobot brangkasan basah dan bobot brangkasan kering yang lebih

    tinggi dibandingkan dengan di lokasi 2 (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4).

    Tabel 4.2. Tinggi tanaman (TT) dan jumlah anakan (JA),

    Keterangan Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sebaliknya angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%

    Tabel 4.3. Jumlah malai (JM), panjang malai (PM), jumlah gabah per malai

    (JGPM), jumlah gabah isi per malai (JGIPM), jumlah gabah hampa per malai (JGHPM), dan persentase gabah isi per malai (PGIPM)

    Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan

    tidak berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sebaliknya angka yang diikuti

    oleh huruf yang berbeda pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata

    dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%

    *Uji BNJ dilakukan pada data setelah ditransformasi √ sedangkan angka yang disajikan

    merupakan data yang sesungguhnya (sebelum ditransformasi dengan √

    Tabel 4.4. Bobot gabah per rumpun (BGPR), bobot gabah per petak (BGPP),

    bobot gabah per hektar (BGPH), bobot brangkasan basah (BBB),

    bobot brangkasan kering (BBK), danbobot seribu butir (BSB).

    Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan

    tidak berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sedangkan angka yang diikuti

    oleh huruf yang berbeda pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata

    dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%.

    Waktu tanam TT (cm) JA (batang)

    Pranata mangsa (lokasi 1) (A1) 110,81 a 18,40 a

    Kebiasaan petani (lokasi 2) (A2) 107,49 b 15,43 b

    Waktu tanam JM

    (malai) PM

    (cm) JGPM (butir)

    JGIPM (butir)

    JGHPM (butir)*

    PGIPM (%)

    Pranata mangsa (lokasi 1) (A1)

    12,29 a 23,85 a 119,06 a 108,33 a 10,73 b 90,98 a

    Kebiasaan petani (lokasi 2) (A2)

    10,09 b 21,98 b 105,05 b 84,84 b 20,21 a 80,76 b

    Waktu tanam BGPR

    (g) BGPP (kg)

    BGPH (ton)

    BBB (g)*

    BBK (g)*

    BSB (g)

    Pranata mangsa (lokasi 1) (A1)

    34,37 a 6,03 a 9,64 a 191,48 a 45,13 a 27,03 a

    Kebiasaan petani (lokasi 2) (A2)

    31,43 b 5,34 b 8.55 b 144,00 b 27,96 b 26,92 b

  • 30

    *Uji BNJ dilakukan pada data setelah ditransformasi √ sedangkan angka yang disajikan

    merupakan data yang sesungguhnya (sebelum ditransformasi dengan √ )

    Dalam kalender pranata mangsa yang dibuat oleh Pusat Studi SIMITRO,

    waktu tanam padi sawah di kabupaten Grobogan jatuh pada mangsa Kalimo

    (Kelima) dan dipanen pada mangsa Kapitu (Ketujuh), sedangkan waktu tanam

    padi berdasarkan kebiasaan petani di kabupaten Grobogan jatuh pada mangsa

    Kanem (Keenam) dan dipanen pada mangsa Kawolu (Kedelapan).

    Mangsa Kalimo ditandai dengan mulai turunnya hujan. mangsa Kapitu

    adalah musim banjir, badai, dan longsor, sedangkan mangsa Kawolu adalah lahan

    diberakan (lahan diistirahatkan) karena banyak ulat atau banyak hama dan

    penyakit di lapangan. Pemanenan yang dilakukan pada mangsa Kapitu lebih baik

    dibandingkan pada mangsa Kawolu, karena untuk menghindari serangan hama

    dan patogen penyakit tanaman padi (Wisnubroto, 1997 dan Budianto, 2015).

    Pertumbuhan dan hasil tanaman padi sangat dipengaruhi oleh interaksi

    dari potensi genetis dengan lingkungannya. Kondisi lingkungan di sekitar

    tanaman yang sesuai akan membuat pertumbuhan tanaman mendekati potensi

    genetisnya. Tanaman yang tumbuh dengan lingkungan yang sesuai mampu

    menyerap unsur hara dari tanah dengan baik serta fotosintesis tanaman dapat

    berlangsung lebih tinggi (Yosida, 1998 dalam Aribawa, 2012 dan Edi, 2013).

    Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan panjang malai yang lebih tinggi pada

    lokasi 1 dibandingkan dengan lokasi 2, menunjukkan bahwa kondisi lingkungan

    pada lokasi 1 lebih sesuai untuk tanaman padi dibandingkan lokasi 2, sehingga

    tanaman padi bisa menampilkan sesuai potensi genetisnya. Menurut Hairmansis

    dkk (2015) kondisi lingkungan yang mempengaruhi tanaman dibagi menjadi

    lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Kondisi lingkungan abiotik yang

    diamati pada penelitian ini adalah suhu udara minimum dan maksimum serta

    curah hujan. Kondisi lingkungan biotik yang diamati pada penelitian ini adalah

    hama dan penyakit tanaman padi. Suhu udara dan curah hujan di lokasi 1 dan

    lokasi 2 sesuai untuk tanaman padi (Tabel 4.1). Populasi hama di lokasi 1 relatif

    lebih sedikit dibandingkan dengan di lokasi 2 (Tabel 4.10, 4.11, 4.12, 4.13, 4.14,

    4.15, 4.16, dan 4.17). Persentase penyakit dan intensitas serangan penyakit di

    lokasi 1 lebih sedikit dibandingkan dengan di lokasi 2 (Tabel 4.26 dan Tabel

  • 31

    4.27). Hal ini menunjukkan bahwa secara lingkungan biotik lokasi 1 lebih sesuai

    untuk tanaman padi dibandingkan dengan lokasi 2.

    Jumlah anakan setiap rumpun yang lebih banyak pada lokasi 1

    dibandingkan pada lokasi 2 membuat jumlah malai yang per rumpunnya juga

    lebih banyak. Menurut Simanulang (2001) jumlah anak tanaman padi yang lebih

    banyak per rumpun akan berpeluang menghasilkan jumlah malai yang lebih

    banyak per rumpun.

    Malai merupakan tempat tumbuhnya bunga padi yang nantinya menjadi

    gabah. Panjangnya malai tanaman padi akan mempengaruhi jumlah gabah per

    malai. Semakin panjang malai yang terbentuk berpeluang semakin banyak gabah

    yang dapat terbentuk per malai (Manurung dan Ismunadji, 1988 dan Aribawa,

    2012).

    Semakin banyaknya jumlah gabah isi per malai akan membuat semakin

    rendahnya jumlah gabah hampa per malai, sehingga berdampak pada persentase

    gabah isi yang tinggi. Pada saat stadia pembentukan malai, penambahan tinggi

    tanaman dan jumlah anakan sudah mulai berhenti sehingga fotosintat yang

    dihasilkan akan ditranslokasikan untuk pengisisan gabah pada malai. Pada stadia

    pematangan gabah, fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak ditranslokasikan

    untuk pengisian gabah pada malai (Makarim dan Suhartatik, 2009, Sari, 2012).

    Bobot gabah per rumpun sangat dipengaruhi oleh jumlah malai per

    rumpun, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai dan bobot

    1000 butir gabah isi. Semakin tingginya jumlah malai per rumpun, jumlah gabah

    isi per malai dan bobot 1000 butir gabah isi maka bobot gabah per rumpun akan

    semakin berat (Lutfianais 2012).

    Brangkasan basah dalam penelitian ini meliputi akar, batang, dan daun

    yang masih segar. Peningkatan jumlah jumlah akar, batang, dan daun setiap

    rumpunnya akan bertambah dengan semakin banyaknya jumlah anakan per

    rumpun tanaman, sehingga bobot brangkasan per rumpunnya akan lebih berat.

    Brangkasan kering dalam penelitian ini meliputi akar, batang, dan daun

    yang sudah dikeringkan sampai bobotnya konstan. Bobot berangkasan kering

    akan meningkat dengan bertambahnya akar, batang, dan daun. Tingginya bobot

    brangkasan kering menggambarkan bahwa semakin tingginya fotosintat yang

    disimpan tanaman. Daun merupakan organ utama yang menjadi tempat

  • 32

    berlangsungnya fotosintesis. Semakin banyaknya daun akan membuat fotosintesis

    tanaman lebih tinggi (Fitter dan Hay, 1981 dalam Lutfianais 2012).

    Hasil pengamatan menunjukkan bobot gabah kering panen per hektar

    dipengaruhi oleh bobot gabah per petak. Menurut Misran (2014), bobot gabah per

    petak sangat dipengaruhi oleh jumlah tanaman per petak dan bobot gabah per

    rumpun. Luasan petak yang sama dan populasi tanaman per petak yang sama,

    semakin tingginya bobot gabah per rumpun yang akan membuat bobot gabah per

    petak semakin berat.

    Bobot 1000 butir gabah yang tinggi menunjukan bahwa translokasi

    fotosintat ke gabah berlangsung dengan baik. Bobot 1000 butir dapat menjadi

    gambaran proses pengisian gabah padi, semakin beratnya bobot 1000 butir

    menunjukkan bahwa translokasi fotosintat dari daun dan batang tanaman ke gabah

    berlangsung dengan baik, sehingga gabah dapat terisi penuh atau bernas.

    4.2.2 Pengaruh Waktu Tanam Dikombinasikan dengan Sistem Tanam

    terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi.

    Sistem tanam yang diujikan meliputi: tanpa jajar legowo (B1), jajar legowo

    6:1 (B2), dan jajar legowo 4:1 (B3). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf

    kepercayaan 95% terhadap tinggi tanaman, dan jumlah anakan disajikan pada

    Tabel 4.5. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95% tehadap

    jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai,

    jumlah gabah hampa per malai, dan persentase gabah per malai tanaman padi

    disajikan pada Tabel 4.6. sedangkan hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf

    kepercayaan 95% tehadap bobot gabah per rumpun, bobot gabah per petak, bobot

    gabah per hektar, brangkasan basah, bobot brangkasan kering dan bobot 1000

    butir gabah isi disajikan pada Tabel 4.7

    Tinggi tanaman pada perlakuan A1B3 berbeda dan lebih tinggi

    dibandingkan dengan A1B1, A1B2, A2B1, A2B2, dan A2B3. Tinggi tanaman

    A1B2 tidak berbeda dengan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A1B1,

    A2B1, dan A2B2. Tinggi tanaman pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan

    A2B1, A2B2, dan A2B3 (Tabel 4.5).

    Jumlah anakan pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1 dan

    A1B2 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2, dan A2B3.

  • 33

    Jumlah anakan pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A1B3, dan

    A2B2. Jumlah anakan A2B1 tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.5).

    Jumlah malai pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1 dan

    A1B2 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2 dan A2B3. Jumlah

    malai pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A1B3, A2B2, dan

    A2B3. Jumlah malai A2B1 tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.6).

    Panjang malai pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1, A1B2,

    dan A2B3 tetapi lebih panjang dibandingkan dengan A2B1 dan A2B2.

    Panjang malai pada A2B1 tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3. Jumlah gabah

    per malai pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1 dan A1B2 tetapi

    lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2 dan A2B3, sedangakan A2B1

    tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.6).

    Jumlah gabah isi per malai pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan

    A1B2 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A1B1, A2B1, A2B2 dan A2B3.

    Jumlah gabah isi per malai pada perlakuan A1B2 tidak berbeda dengan A1B1

    tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2 dan A2B3. Jumlah gabah

    isi per malai pada A2B3 tidak berbeda dengan A2B2 tetapi lebih tinggi

    dibandingkan dengan A2B1. Jumlah gabah isi per malai pada A2B2 tidak berbeda

    dengan A2B1 (Tabel 4.6).

    Jumlah gabah hampa per malai pada perlakuan A2B1 tidak berbeda

    diabandingkan dengan A2B2 dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan

    A1B1, A1B2, dan A1B3. Jumlah gabah hampa per malai A2B2 tidak berbeda

    dengan A2B3, A1B1, dan A1B2. Jumlah gabah hampa A1B1 tidak berbeda

    dengan A1B2 dan A1B3 (Tabel 4.6).

    Persentase gabah isi per malai pada A1B1 tidak berbeda dengan A1B2 dan

    A1B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2, dan A2B3.

    Persentase gabah isi per malai pada A2B3 tidak berbeda dengan A2B2 tetapi lebih

    tinggi dibandingkan dengan A2B1. Persentase gabah isi per malai pada A2B1

    tidak berbeda dengan A2B2 (Tabel 4.6).

    Bobot gabah per rumpun pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan

    A1B1 dan A1B2. Bobot gabah per rumpun pada perlakuan A1B1 tidak berbeda

    dengan A1B2, A1B3, A2B2, dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan

  • 34

    A2B1. Bobot gabah per rumpun pada perlakuan A2B1 tidak berbeda dengan

    A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.7).

    Bobot gabah per petak pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1,

    A1B2, dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1 dan A2B2.

    Bobot gabah per petak pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A1B3,

    A2B1, A2B2, dan A2B3 (Tabel 4.7).

    Bobot gabah per hektar pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B2

    dan A1B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2, dan A2B3.

    Bobot gabah per hektar pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A1B3,

    A2B2, dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan A2B1. Bobot gabah per hektar

    pada perlakuan A2B3 tidak berbeda dengan A2B1, dan A2B2 (Tabel 4.7).

    Bobot brangkasan basah pada perlakuan A1B3 tidak berbeda

    dibandingkan dengan A1B1 dan A1B2 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan

    A2B1, A2B2, dan A2B3. Bobot brangkasan basah pada perlakuan A1B1 tidak

    berbeda dibandingkan dengan A1B2, A1B3, A2B2, dan A2B3. Bobot brangkasan

    A2B1 tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.7).

    Bobot brangkasan kering pada perlakuan A1B3 lebih lebih tinggi

    dibandingkan dengan A2B1, A2B2, dan A2B3. Bobot brangkasan kering A1B2

    tidak berbeda dengan A1B1, A1B3, dan A2B3. Bobot brangkasan kering A2B1

    tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.7).

    Bobot 1000 butir gabah pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B2

    dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A1B1, A2B1, dan A2B2.

    Bobot 1000 butir gabah pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A2B1,

    A2B2, dan A2B3 (Tabel 4.7).

    Tabel 4.5. Tinggi tanaman (TT) dan jumlah anakan (JA)

    Perlakuan TT (cm) JA(batang)

    Pranata Mangsa (A1)

    Tanpa jajar legowo (A1B1) 107,48 c 18,21 ab

    Jajar legowo 6:1 (A1B2) 110,62 b 18,30 a

    Jajar legowo 4:1 (A1B3) 114,33 a 18,68 a

    Kebiasaan Petani (A2)

    Tanpa jajar legowo (A2B1) 106,56 c 14,40 c

    Jajar legowo 6:1 (A2B2) 107,73 c 15,88 c

    Jajar legowo 4:1 (A2B3) 108,17 bc 16,02 bc

  • 35

    Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda

    nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sebaliknya angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda

    pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan

    95%

    Tabel 4.6. Jumlah malai (JM), panjang malai (PM), jumlah gabah per malai (JGPM), jumlah gabah isi per malai (JGIPM), jumlah gabah hampa per malai (JGHPM) dan persentase gabah isi per malai (PGIPM).

    Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda

    nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sebaliknya angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda

    pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%

    *Uji BNJ dilakukan pada data setelah ditransformasi √ sedangkan angka yang disajikan merupakan data

    yang sesungguhnya (sebelum ditransformasi dengan √

    Tabel 4.7. Bobot gabah per rumpun (BGPR), bobot gabah per petak (BGPP),

    bobot gabah per hektar (BGPH), bobot brangkasan basah (BBB),

    dan bobot brangkasan kering (BBK), dan bobot seribu butir

    (BSB).

    Perlakuan BGPR

    (g) BGPP (kg)

    BGPH (ton)

    BBB (g)*

    BBK (g)*

    BSB (g)

    Pranata Mangsa (A1)

    Tanpa jajar legowo (A1B1) 32,93 ab 5,84 ab 9,35 ab 185,07 ab 40,44 ab 26,68 b

    Jajar legowo 6:1 (A1B2) 34,97 a 5,97 ab 9,56 ab 194,61 a 45,04 ab 27,40 ab

    Jajar legowo 4:1 (A1B3) 35,20 a 6,26 a 10,02 a 194,77 a 49,91 a 27,91 a

    Kebiasaan Petani (A2)

    Tanpa jajar legowo (A2B1) 30,37 c 5,19 b 8,30 c 137,13 c 26,54 c 26,50 b

    Jajar legowo 6:1 (A2B2) 31,50 bc 5,37 b 8,59 bc 146,06 bc 27,96 c 26,67 b

    Jajar legowo 4:1 (A2B3) 32,41 bc 5,46 ab 8,74 bc 148,82 bc 29,38 bc 27,04 ab Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda

    nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda

    pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%.

    *Uji BNJ dilakukan pada data setelah ditransformasi √ sedangkan angka yang disajikan merupakan data

    yang sesungguhnya (sebelum ditransformasi dengan √

    Barisan kosong (legowo) pada sistem tanam jajar legowo dapat memberi

    sirkulasi udara yang lebih baik dan intensitas cahaya matahari lebih banyak

    sehingga kompetisi antar tanaman semakin rendah. Sirkulasi udara yang lebih

    baik pada sistem tanam jajar legowo membuat karbon dioksida lebih tersedia bagi

    Perlakuan JM (batang)

    PM (cm)

    JGPM (butir)

    JGIPM (butir)

    JGHPM (butir)*

    PGIPM (%)

    Pranata Mangsa (A1)

    Tanpa jajar legowo (A1B1) 11,55 ab 23,61 a 115,50 a 104,10 b 11,40 bc 90,12 a

    Jajar legowo 6:1 (A1B2) 12,55 a 23,91 a 119,60 a 108,35 ab 11,25 bc 90.59 a

    Jajar legowo 4:1 (A1B3) 12,78 a 24,01 a 122,08 a 112,54 a 9,54 c 92,18 a

    Kebiasaan Petani (A2)

    Tanpa jajar legowo (A2B1) 9,57 c 21,66 b 102,53 b 79,98 d 22,55 a 78,01 c

    Jajar legowo 6:1 (A2B2) 10,08 bc 21,74 b 104,76 b 85,39 cd 19,37 ab 81,51 bc

    Jajar legowo 4:1 (A2B3) 10,62 bc 22,52 ab 107,87 b 89,15 c 18,21 ab 82,65 b

  • 36

    tanaman. Kondisi lingkungan yang lebih baik pada sistem tanam jajar legowo

    membuat tanaman mampu tumbuh mendekati kemampuan genetisnya.

    Rendahnya kompetisi membuat tanaman padi dapat menampilkan kemampuan

    genetisnya untuk menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi, anakan yang

    lebih banyak, dan panjang malai yang lebih panjang (Azwir, 2008 dan Misran,

    2014).

    Lingkungan yang lebih terbuka pada sistem tanam jajar legowo membuat

    tanaman memiliki ruang yang lebih luas, sehingga dapat menghasilkan jumlah

    anakan per rumpun yang lebih banyak. Anakan yang lebih banyak membuat

    tanaman mampu menghasilkan malai per rumpun yang lebih banyak.

    Bobot brangkasan basah per rumpun pada sistem tanam jajar legowo akan lebih

    berat dikarnakan jumlah anakan yang menghasilkan malai yang lebih banyak.

    Menurut Sihotang (2014), ruang yang lebih luas pada tanaman padi membuat

    jumlah anakan dan malai per rumpun yang lebih banyak.

    Penerapan jajar legowo tidak menunjukkan perbedaan nyata pada panjang

    malai dan jumlah gabah per malai, tetapi menghasilkan jumlah gabah isi per malai

    yang lebih banyak. Semakin banyaknya jumlah gabah isi per malai akan membuat

    jumlah gabah hampa per malai semakin rendah, sehingga persentase gabah per

    malainya lebih tinggi. Jumlah gabah isi per malai yang lebih banyak pada sistem

    tanam jajar legowo dikarenakan adanya peningkatan fotosintat yang dapat

    ditranslokasikan untuk pengisisan gabah. Ruang yang lebih terbuka pada sistem

    tanam jajar legowo menurunkan kompetisi tanaman dalam hal menyerap unsur

    hara dari tanah, sehingga memudahkan tanaman untuk menyerap unsur hara yang

    dibutuhkan oleh tanaman. Kemudahan tanaman menyerap unsur hara dari tanah

    dan peningkatan fotosintesis karena sirkulasi udara yang baik dan banyaknya

    intesnsitas cahaya matahari yang didapatkan tanaman akan membuat peningkatan

    fotosintat tanaman. Meningkatnya fotosintat tanaman juga membuat akar, batang,

    dan daun dapat terbentuk dengan optimal, sehingga bobot brangkasan kering per

    rumpunnya juga akan lebih berat (Aribawa, 2012 dan Fagi dan De Datta dalam

    Ismunadji, 1988).

  • 37

    Bobot gabah per rumpun tanaman padi semakin berat seiring dengan

    semakin banyaknya jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per malai,

    persentase gabah isi per malai dan bobot 1000 butir gabah isi. Bobot gabah per

    petak dipengaruhi oleh bobot gabah per rumpun dan populasi tanaman per petak.

    Bobot gabah per rumpun yang semakin berat akan membuat bobot gabah

    per petak semakin berat, sehingga bobot gabah kering panen per hektar juga lebih

    berat. Bobot gabah kering panen per hektar pada waktu tanam berdasarkan

    pranata mangsa dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1 terdapat

    peningkatan hasil sebesar 7,16 % dan dengan menggunakan sistem tanam jajar

    legowo 6:1 peningkatan hasil sebesar 2,24 % dibandingkan dengan sistem tanam

    tanpa jajar legowo. Bobot gabah kering panen per hektar pada waktu tanam

    berdasarkan kebiasaan petani dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1

    terdapat peningkatan hasil sebesar 5,30 % dan dengan menggunakn sistem tanam

    jajar legowo 6:1 peningkatan hasil sebesar 3,5 % dibandingkan dengan sistem

    tanam tanpa jajar legowo. Menurut Misran (2014), penarapan sistem tanam jajar

    legowo 4:1 dan jajar legowo 6:1 menghasilkan gabah kering panen tanaman padi

    yang lebih tinggi dibandingkan tanpa jajar legowo.

    Dari Tabel 4.7 menunjukkan bobot gabah kering panen di lokasi 1 adalah

    9,35; 9,56; dan 10,02 ton per hektar dan lokasi 2 adalah 8,30; 8,59; dan 8,74 ton

    per hektar. Berdasarkan deskripsi varietas Ciherang, bobot gabah kering panen

    adalah 6 ton per hektar.

    Berdasarkan panduan Badan Pusat Statistik gabah kering panen akan

    mengalami susut ±19% apabila dikeringkan menjadi gabah kering giling (Hardjo,

    2012). Apabila bobot gabah kering panen pada setiap perlakuan dikonversikan

    menjadi bobot gabah kering giling akan diperoleh pada perlakuan A1B1: 7,5;

    A1B2: 7,74; A1B3: 8,11; A2B1: 6,72; A2B2: 6,95; A2B3: 7,08 ton per hektar.

    Bobot gabah kering giling pada lokasi 1 dan lokasi 2 berada diatas rata-rata hasil

    dari padi varietas Ciherang.

    Bobot 1000 butir gabah isi pada perlakuan A1B1, A1B2, A1B3, A2B1,

    A2B2, dan A2B3 adalah 26,68; 27,40; 27,91; 26,50; 26,67; dan 27,04 gram

    (Tabel 4.7). Berdasarkan deskripsi varietas Ciherang, bobot 1000 gabah isi adalah

  • 38

    28 gram. Bobot 1000 gabah isi pada lokasi 1 dan lokasi 2 berada dibawah

    deskripsi padi varietas Ciherang.

    Hasil pengamatan menunjukkan bobot 1000 butir gabah isi yang paling

    tinggi adalah pada penerapan sistem tanam jajar legowo 4:1, dan yang paling

    rendah adalah tanpa jajar legowo. Hal ini dimungkinkan peningkatan translokasi

    fotosintat untuk pengisian gabah pada malai yang relatif lebih banyak terjadi pada

    jajar legowo dibandingkan dengan tanpa jajar legowo sehingga gabah yang bernas

    relatif lebih tinggi. Aribawa (2012) menyatakan bahwa bobot 1000 butir gabah isi

    padi dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1 relatif lebih berat

    dibandingkan tanpa sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam jajar legowo 6:1,

    sedangkan bobot 1000 butir gabah isi padi dengan menggunakan sistem tanam

    jajar legowo 6:1 relatif lebih berat dibandingkan tanpa jajar legowo.

    4.2.3. Kehadiran Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan musuh alami.

    4.2.3.1. Hama dan Musuh Alami pada Tanaman Padi.

    Hama dan musuh alaminya diidentifikasi di laboratorium Proteksi Tanaman,

    Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana.

    Identifikasi hama dan musuh alaminya dilakukan sampai pada tingkat famili,

    dengan menggunakan kunci identifikasi yang terdapat pada buku karangan Borror

    dkk (1996) dan Kalshoven (1981).

    Dari hasil pengamatan hama pada setiap stadia pertumbuhan tanaman padi

    ditemukan: Wereng coklat - Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delpacidae),

    Ulat penggulung daun - Cnaphalocrosis sp. (Lepidoptera: Pyralidae), Kepinding -

    Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae), Ulat penggerek batang -

    Scripophaga spp. (Lepidoptera: Crambidae), Walang sangit - Leptocorisa

    oratorius F. (Hemiptera: Alydidae), Belalang - Oxya hyla intricata Stål

    (Orthoptera: Acrididae) (Gambar 4.1). Kehadiran hama pada pada stadia

    pertumbuhan tanaman padi ddisajikan pada Tabel 4.8.

  • 39

    Gambar 4.1. Hama yang ditemukan di lokasi 1 dan lokasi 2. (a) Wereng coklat - Nilaparvata

    lugens Stål (Homoptera: Delpacidae), (b) Ulat penggulung daun - Cnaphalocrosis sp. (Lepidoptera: Pyralidae), (c) Kepinding - Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae), (d) Ulat penggerek batang - Scripophaga spp. (Lepidoptera: Crambidae), (e) Walang sangit - Leptocorisa oratorius F. (Hemiptera: Alydidae), Belalang - Oxya hyla intricata Stål (Orthoptera: Acrididae)

    Musuh alami pada tanaman padi yang ditemukan: Laba-laba – Philidipus

    spp. (Araneae: Salticidae), laba-laba – Agelenopsis spp. (Araneae: Agelenidae),

    Philidipus spp. (Araneae: Salticidae), kumbang koksi - Adalia bipunctata L.

    (Coleoptera: Coccinellidae), Tomcat - Paederus fuscipes F. (Coleoptera:

    Staphylinidae), Kumbang karabid - Ophionea nigrofasciata Schmidt-Gobel

    (Coleoptera: Carabidae), lalat rawa - Sepedon sphegea F. (Diptera: Sciomyzidae),

    Capung besar - Orthetrum sabina D. (Odonata: Libellulidae), Capung kecil -

    Agriocnemis falcifera P. (Odonata: Coenagrionidae) (Gambar 4.2). Kehadiran

    musuh alami pada stadia pertumbuhan tanaman padi disajikan pada Tabel 4.9.

    (a)

    (b) (c)

    (e)

    (d)

    . (f)

    https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae

  • 40

    Gambar 4.2. Musuh alami yang ditemukan di lokasi 1 dan lokasi 2 (a) laba-laba – Agelenopsis spp.

    (Araneae: Agelenidae), (b) Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) (c) kumbang koksi

    - Adalia bipunctata L. (Coleoptera: Coccinellidae), (d) Tomcat - Paederus

    fuscipes F. (Coleoptera: Staphylinidae), (e) Kumbang karabid - Ophionea

    nigrofasciata Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae), (f) lalat rawa - Sepedon

    sphegea F. (Diptera: Sciomyzidae), (g) Capung besar - Orthetrum sabina D.

    (Odonata: Libellulidae),(h) Capung kecil - Agriocnemis falcifera P. (Odonata:

    Coenagrionidae).

    Pada tabel 4.8. memperlihatkan kehadiran hama wereng coklat (Nilaparvata

    lugens Stål) dan kepinding tanah (Scotinophara coarctata F.) pada perlakuan

    waktu tanam berdasarkan pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan

    petani ditemukan mulai dari stadia dua (anakan) hingga stadia Sembilan (gabah

    matang penuh). Hama belalang (Oxya hyla intricata Stål) pada waktu tanam

    berdasarkan pranata mangsa ditemukan mulai dari stadia dua (anakan) dan stadia

    enam (pembungaan), sedangkan pada waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani

    ditemukan pada stadia dua. Hama ulat penggulung daun (Cnaphalocrosis sp.)

    pada waktu tanam berdasarkan pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan

    (a)

    (b)

    (c)

    (d)

    (e) (f)

    (g)

    (h)

    https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae

  • 41

    kebiasaan petani ditemukan mulai stadia dua (anakan) hingga stadia tujuh (gabah

    matang susu).

    Hama penggerek batang (Scirpophaga spp.) pada waktu tanam berdasarkan

    pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani ditemukan mulai

    dari stadia tujuh (gabah matang susu) hingga stadia Sembilan (gabah matang

    penuh. Hama walang sangit (Leptocorisa oratorius F.) pada waktu tanam

    berdasarkan pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani

    ditemukan pada stadia tujuh (gabah matang susu), stadia delapan (gabah setengah

    matang), dan stadia Sembilan (gabah matang penuh) (Tabel 4.8).

    Serangga Laba-laba (Philidipus spp.) (Agelenopsis spp.), kumbang koksi

    (Adalia bipunctata L.), tomcat (Paederus fuscipes F.), pada waktu tanam

    berdasarkan pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani

    ditemukan pada semua stadia pertumbuhan tanaman padi. Serangga Kumbang

    karabid (Ophionea nigrofasciata Schmidt-Gobel) dan lalat rawa (Sepedon

    sphegea F.) pada waktu tanam berdasarkan pranata mangsa ditemukan pada

    stadia tiga (pemanjangan batang) hingga stadia Sembilan (gabah matang penuh),

    sedangkan pada waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani ditemukan pada stadia

    lima (keluarnya malai) hingga stadia sembislan (gabah matang penuh) (Tabel 4.9).

    Serangga Capung besar (Orthetrum sabina D.) pada waktu tanam

    berdasarkan pranata mangsa ditemukan pada stadia dua (anakan) dan delapan

    (gabah setengah matang), sedangkan pada waktu tanam berdasarkan kebiasaan

    petani ditemukan pada stadia dua (anakan). Serangga Capung kecil (Agriocnemis

    falcifera P.) pada waktu tanam berdasarkan pranata mangsa ditemukan pada saat

    tanaman padi stadia enam (pembungaan), sedangkan pada waktu tanam

    berdasarkan kebiasaan petani tidak ditemukan capung kecil (Tabel 4.9).

  • 42

    Tabel 4.8. Hama yang ditemukan pada stadia pertumbuhan tanaman padi.

    Stadia pertumbuhan padi Spesies hama yang

    ditemukan di lokasi 1

    Spesies hama yang

    ditemukan di lokasi 2

    Stadia 2

    (Anakan)

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata,

    Oxya hyla intricata

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata,

    Oxya hyla intricata.

    Stadia 3

    (Pemanjangan batang)

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata.

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata

    Stadia 4

    (Pembentukan malai)

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata.

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata

    Stadia 5

    (Keluarnya malai)

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata.,

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata.,

    Stadia 6

    (Pembungaan)

    Nilaparvata spp.,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata,

    Oxya hyla intricata.,

    Leptocorisa oratorius

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata.,

    Stadia 7

    (Gabah matang susu)

    Nilaparvat lugens.,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata..

    Scirpophaga spp.

    Leptocorisa oratorius

    Nilaparvat lugens,

    Cnaphalocrosis sp.,

    Scotinophara coarctata

    Scirpophaga spp.

    Leptocorisa oratorius

    Stadia 8

    (Gabah setengah matang)

    Nilaparvat lugens.,

    Scotinophara coarctata

    Scirpophaga spp.

    Leptocorisa oratorius

    Nilaparvat lugens,

    Scotinophara coarctata.

    Scirpophaga spp.

    Leptocorisa oratorius

    Stadia 9

    (Gabah matang penuh)

    Nilaparvat lugens.,

    Scotinophara coarctata

    Scirpophaga spp.

    Leptocorisa oratorius

    Nilaparvat lugens,

    Scirpophaga spp.

    Scotinophara coarctata ,

    Leptocorisa oratorius.

  • 43

    Tabel 4.9. Musuh alami yang ditemukan pada stadia pertumbuhan tanaman padi.

    Populasi dari hama pada setiap stadia anakan, pemanjangan batang,

    pembentukan malai, keluarnya malai, pembungaan, matang susu, setengah

    matang, dan matang penuh disajikan pada Tabel 4.10; 4.11; Tabel 4.12; Tabel

    4.13; Tabel 4.14; Tabel 4.15; Tabel 4.16; dan Tabel 4.17.

    Stadia pertumbuhan

    padi

    Spesies musuh alami yang

    ditemukan di lokasi 1

    Spesies musuh alami yang

    ditemukan di lokasi 2

    Stadia 2

    (Anakan)

    Philidipus spp., Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Orthetrum sabina

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Orthetrum sabina

    Stadia 3

    (Pemanjangan batang)

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes, Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,

    Stadia 4

    (Pembentukan malai)

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,

    Stadia 5

    (Keluarnya malai)

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Stadia 6

    (Pembungaan)

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Agriocnemis falcifera

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Stadia 7

    (Gabah matang susu)

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Stadia 8

    (Gabah setengah

    matang)

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea, Orthetrum

    sabina

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Stadia 9

    (Gabah matang penuh)

    Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes,Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

    Philidipus spp., Agelenopsis spp.,

    Adalia bipunctata, Paederus

    fuscipes, Ophionea nigrofasciata,

    Sepedon sphegea

  • 44

    Pada Tabel 4.10 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia

    anakan di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah hama ulat penggulung daun. Populasi hama

    paling rendah pada stadia anakan di lokasi1 adalah kepinding tanah, serta di lokasi

    2 adalah belalang.

    Pada Tabel 4.11 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia

    pemanjangan batang di lokasi 1 adalah wereng batang coklat, serta di lokasi 2

    adalah ulat penggulung daun. Populasi hama paling rendah pada stadia

    pemanjangan batang di lokasi 1 dan di lokasi 2 adalah kepinding tanah.

    Pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 memperlihatkan populasi hama paling

    tinggi pada stadia pembentukan malai dan stadia keluarnya malai di lokasi 1 dan

    di lokasi 2 adalah wereng coklat. Populasi hama paling rendah pada stadia

    pembentukan malai dan keluarnya malai di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah kepinding

    tanah.

    Pada Tabel 4.14 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia

    pembungaan di lokasi 1 dan di lokasi 2 adalah wereng coklat. Populasi hama

    paling rendah pada stadia pembungaan di lokasi 1 adalah belalang, serta pada

    lokasi 2 adalah kepinding tanah.

    Pada Tabel 4.15 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia

    matang susu di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah wereng coklat. Populasi hama paling

    rendah pada stadia matang susu dilokasi 1 adalah hama penggulung daun, serta di

    lokasi 2 adalah walang sangit.

    Pada Tabel 4.16 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia

    setengah matang di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah wereng coklat. Populasi hama

    paling rendah ditemukan pada stadia setengah matang di lokasi 1 adalah ulat

    penggerek batang, serta pada lokasi 2 adalah ulat penggulung daun.

    Pada Tabel 4.17 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia

    matang penuh di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah wereng coklat. Populaasi hama

    paling rendah pada stadia matang penuh di lokasi 1 adalah walang sangit, serta di

    lokasi 2 adalah ulat penggerek batang.

  • 45

    Tabel 4.10. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1

    dan 2 pada stadia anakan maksimum per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam

    berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar

    legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Tabel 4.11. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1

    dan 2 pada stadia pemanjangan batang per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Tabel 4.12. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1 dan 2 pada stadia pemebentukan malai per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3

    Wereng coklat

    Nilaparvata lugens Stål

    (Homoptera: Delphacidae)

    18 22 11 4 23 19

    Ulat penggulung daun

    Cnaphalocrosis sp.

    (Lepidoptera: Pyralidae)

    57 85 83 45 33 34

    Kepinding tanah

    Scotinophara coarctata F.

    (Hemiptera: Pentatomidae)

    2 3 1 0 2 0

    Belalang

    Oxya hyla intricata Stål

    (Orthoptera: Acrididae)

    1 3 4 0 0 1

    Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3

    Wereng coklat

    Nilaparvata lugens Stål

    (Homoptera: Delphacidae)

    14 35 36 21 30 30

    Ulat penggulung daun

    Cnaphalocrosis sp.

    (Lepidoptera: Pyralidae)

    23 27 31 35 28 29

    Kepinding tanah

    Scotinophara coarctata F.

    (Hemiptera: Pentatomidae)

    0 2 4 0 1 0

    Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat

    Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)

    99 57 66 158 122 100

    Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.

    (Lepidoptera: Pyralidae)

    17 21 23 11 10 12

    Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)

    1 0 0 0 2 0

  • 46

    Tabel 4.13. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1 dan 2 pada stadia keluarnya malai per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Tabel 4.14. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1 dan 2 pada stadia pembungaan per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat

    Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)

    123 155 280 623 441 183

    Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.

    (Lepidoptera: Pyralidae)

    13 19 24 20 24 40

    Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)

    1 1 0 1 0 1

    Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat

    Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)

    664 634 467 689 584 571

    Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.

    (Lepidoptera: Pyralidae)

    18 22 25 23 27 41

    Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)

    2 3 1 0 2 0

    Belalang Oxya hyla intricata Stål (Orthoptera: Acrididae)

    0 0 1 0 0 0

    Walang sangit Leptocorisa oratorius F. (Hemiptera: Alydidae)

    0 0 2 0 0 0

  • 47

    Tabel 4.15. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1 dan 2 pada stadia matang susu per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Tabel 4.16. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1

    dan 2 pada stadia setenagah matang per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat

    Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)

    759 681 343 759 806 530

    Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.

    (Lepidoptera: Pyralidae)

    0 1 0 0 17 7

    Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)

    2 5 2 2 1 1

    Ulat penggerek batang Scirpophaga spp.

    (Lepidoptera: Crambidae)

    0 0 3 0 2 3

    Walang sangit Leptocorisa oratorius F. (Hemiptera: Alydidae)

    1 0 2 1 2 1

    Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat

    Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)

    120 116 91 346 325 234

    Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.

    (Lepidoptera: Pyralidae)

    0 0 0 0 0 2

    Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)

    13 1 0 0 0 0

    Ulat penggerek batang Scirpophaga spp.

    (Lepidoptera: Crambidae)

    2 1 1 3 1 0

    Walang sangit Leptocorisa oratorius F. (Hemiptera: Alydidae)

    2 1 3 3 2 4

  • 48

    Tabel 4.17. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan pada lokasi 1

    dan 2 pada stadia matang penuh per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stål) merusak tanaman padi dengan

    menghisap cairan dari tanaman padi. Ulat penggulung daun (Cnaphalocrosis sp.)

    memakan cairan hijau daun tanaman padi. Belalang (Oxya hyla intricata Stål)

    memakan daun hijau dari tanaman padi. Walang sangit (Leptocorisa oratorius F.)

    Menghisap cairan dari gabah padi. Kepinding tanah (Scotinophara coarctata)

    merusak tanaman padi dengan cara menghisap cairan dari pada bagian batang

    tanaman padi. Gejala serangan hama Penggerek batang (Scirpophaga spp.) pada

    fase generatif saat padi bunting disebut beluk (white heads) dengan gejala malai

    mati dengan bulir hampa yang kelihatan berwarna putih.

    Pada setiap pertumbuhan tanaman padi hama yang relatif paling banyak

    ditemukan adalah hama wereng coklat (Tabel 4.10; 4.11; Tabel 4.12; Tabel 4.13;

    Tabel 4.14; Tabel 4.15; Tabel 4.16; dan Tabel 4.17). Hama ini muncul pada setiap

    stadia pertumbuhan tanaman padi. Menurut Baehaki dan Widiarta (2009), wereng

    coklat memiliki siklus hidup 21-33 hari dan satu ekor induk betina dapat

    menghasilkan 100-500 telur. Siklus hidup yang cukup pendak dan kemanpuan

    induk betina menghasilkan telur dalam jumlah yang cukup banyak menjadi salah

    satu faktor penyebab populasi hama pada waktu tanam berdasarkan pranata

    mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani menjadi sangat tinggi.

    Populasi dari musuh alami pada setiap stadia anakan, pemanjangan batang,

    pembentukan malai, keluarnya malai, pembungaan, matang susu, setengah

    Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3

    Wereng coklat Nilaparvata lugens Stål

    (Homoptera: Delphacidae)

    120 116 91 214 181 196

    Kepinding tanah

    Scotinophara coarctata F.

    (Hemiptera: Pentatomidae)

    4 8 1 2 2 1

    Ulat penggerek batang (Scirpophaga spp.)

    (Lepidoptera: Crambidae)

    0 0 8 0 0 1

    Walang sangit

    Leptocorisa oratorius F.

    (Hemiptera: Alydidae)

    1 2 4 2 2 7

  • 49

    matang, dan matang penuh ditampilkan pada Tabel 4,18, 4.19; Tabel 4.20; Tabel

    4.21; Tabel 4.22; Tabel 4.23; Tabel 4.24; dan Tabel 4.25.

    Pada Tabel 4.18 populasi musuh alami tertinggi pada stadia anakan di

    lokasi dan lokasi 2 adalah laba-laba. Populasi musuh alami terendah pada stadia

    anakan di lokasi 1 adalah kumbang karabid, serta di lokasi 2 adalah kumbang

    koksi.

    Pada Tabel 4.19 populasi musuh alami tertinggi pada stadia pemanjangan

    batang di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah laba-laba. Populasi musuh alami terendah

    pada stadia pemanjangan batang di lokasi 1 adalah kumbang karabid, serta di

    lokasi 2 adalah kumbang koksi.

    Pada Tabel 4.20 populasi musuh alami tertinggi pada stadia pembentukan

    malai di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah laba-laba. Populasi musuh alami terendah

    pada stadia pembentukan malai di lokasi 1 adalah kumbang koksi, serta di lokasi 2

    adalah tomcat.

    Pada Tabel 4.21 populasi musuh alami tertinggi pada stadia keluarnya malai

    di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah laba-laba. Populasi musuh alami terendah pada

    stadia pembentukan malai di lokasi 1 adalah kumbang koksi, serta di lokasi 2

    adalah lalat rawa.

    Pada Tabel 4.22 populasi musuh alami tertinggi pada stadia pembungaan di

    lokasi 1 adalah laba-laba, serta di lokasi 2 adalah tomcat. Populasi musuh alami

    terendah pada stadia pembungaan di lokasi 1 adalah kumbang koksi dan capung

    kecil, serta di lokasi 2 adalah kumbang koksi.

    Pada Tabel 4.23 populasi musuh alami tertinggi pada stadia matang susu di

    lokasi 1 adalah laba-laba, serta di lokasi 2 adalah tomcat. Populasi musuh alami

    terendah pada stadia matang susu di lokasi 1 adalah kumbang karabid, serta di

    lokasi 2 adalah kumbang karabid dan lalat rawa.

    Pada Tabel 4.24 populasi musuh alami tertinggi pada stadia setengah

    matang di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah tomcat. Populasi musuh alami terendah

    pada stadia setengah matang di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah lalat rawa.

    Pada Tabel 4.25 populasi musuh alami tertinggi pada stadia matang penuh

    di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah tomcat. Populasi musuh alami terendah pada stadia

    matang penuh di lokasi 1 adalah lalat rawa, serta di lokasi 2 adalah kumbang

    karabid.

  • 50

    Tabel 4.18. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia

    anakan maksimum per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Tabel 4.19. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia

    pemanjangan batang per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3

    Laba-laba

    Philidipus spp.

    (Araneae: Salticidae)

    dan Agelenopsis spp.

    (Araneae: Agelenidae)

    19 16 16 9 7 11

    Kumbang koksi

    Adalia bipunctata L. (Coleoptera: Coccinellidae)

    0 0 0 0 1 0

    Tomcat

    Paederus fuscipes F. (Coleoptera: Staphylinidae)

    7 5 0 2 2 1

    Kumbang karabid

    Ophionea nigrofasciata Schmidt-Gobel

    (Coleoptera: Carabidae)

    0 0 3 0 0 0

    Capung besar

    Orthetrum sabina D. (Odonata: Libellulidae)

    0 0 4 1 0 1

    Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3

    Laba-laba

    Philidipus spp.

    (Araneae: Salticidae)

    dan Agelenopsis spp.

    (Araneae: Agelenidae)

    12 13 16 8 7 10

    Kumbang koksi

    Adalia bipunctata L.

    (Coleoptera: Coccinellidae)

    0 1 0 0 1 0

    Tomcat

    Paederus fuscipes F.

    (Coleoptera: Staphylinidae)

    3 1 0 1 2 2

    Kumbang karabid

    Ophionea nigrofasciata

    Schmidt-Gobel

    (Coleoptera: Carabidae)

    0 0 1 0 0 0

  • 51

    Tabel 4.20. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia

    pembentukan malai per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Tabel 4.21. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia

    keluarnya malai per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3

    Laba-laba

    Philidipus spp.

    (Araneae: Salticidae)

    dan Agelenopsis spp.

    (Araneae: Agelenidae)

    3 7 7 4 2 1

    Kumbang koksi

    Adalia bipunctata L. (Coleoptera: Coccinellidae)

    0 1 1 0 1 1

    Tomcat

    Paederus fuscipes F. (Coleoptera: Staphylinidae)

    3 4 2 0 1 0

    Kumbang karabid

    Ophionea nigrofasciata Schmidt-Gobel

    (Coleoptera: Carabidae)

    0 2 0 0 0 0

    Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3

    Laba-laba

    Philidipus spp.

    (Araneae: Salticidae)

    dan Agelenopsis spp.

    (Araneae: Agelenidae)

    16 3 12 8 4 2

    Kumbang koksi

    Adalia bipunctata L.

    (Coleoptera: Coccinellidae)

    0 1 0 1 0 1

    Tomcat

    Paederus fuscipes F.

    (Coleoptera: Staphylinidae)

    4 0 0 2 0 2

    Kumbang karabid

    Ophionea nigrofasciata

    Schmidt-Gobel

    (Coleoptera: Carabidae)

    0 0 2 0 1 1

    Lalat rawa Sepedon sphegea F.

    (Diptera: Sciomyzidae) 0 0 2 0 1 0

    https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae

  • 52

    Tabel 4.22. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia pembungaan per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Tabel 4.23. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia gabah matang susu per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3 Laba-laba

    Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) dan Agelenopsis spp.

    (Araneae: Agelenidae)

    10 11 9 5 1 5

    Kumbang koksi Adalia bipunctata L.

    (Coleoptera: Coccinellidae)

    0 2 1 1 2 1

    Tomcat Paederus fuscipes F.

    (Coleoptera: Staphylinidae)

    3 1 4 6 2 6

    Kumbang karabid Ophionea nigrofasciata

    Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae)

    1 6 1 1 2 2

    Lalat rawa Sepedon sphegea F.

    (Diptera: Sciomyzidae) 1 2 2 1 2 3

    Capung kecil Agriocnemis falcifera P.

    (Odonata: Coenagrionidae) 0 2 1 0 0 0

    Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3 Laba-laba

    Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) dan Agelenopsis spp.

    (Araneae: Agelenidae)

    8 5 12 4 3 6

    Kumbang koksi Adalia bipunctata L.

    (Coleoptera: Coccinellidae)

    2 4 5 7 4 6

    Tomcat Paederus fuscipes F.

    (Coleoptera: Staphylinidae)

    4 4 3 10 6 2

    Kumbang karabid (Ophionea nigrofasciata)

    Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae)

    3 1 1 0 0 2

    Lalat rawa Sepedon sphegea F.

    (Diptera: Sciomyzidae)

    3 1 4 0 0 2

    https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidaehttps://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae

  • 53

    Tabel 4.24. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia gabah matang setengah matang per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Tabel 4.25. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia

    gabah matang penuh per 100 rumpun padi

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Laba-laba, tomcat, capung besar, capung kecil, kumbang koksi, kumbang

    karabid dan lalat rawa merupakan musuh alami yang tergolong sebagai predator.

    Laba-laba merupakan predator dari hama wereng coklat dan ulat, kumbang

    Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3 Laba-laba

    Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) dan Agelenopsis spp.

    (Araneae: Agelenidae)

    9 7 10 7 13 1

    Kumbang koksi Adalia bipunctata L.

    (Coleoptera: Coccinellidae)

    2 5 7 3 8 6

    Tomcat Paederus fuscipes F.

    (Coleoptera: Staphylinidae)

    14 11 7 7 9 15

    Kumbang karabid (Ophionea nigrofasciata)

    Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae)

    0 5 2 4 0 0

    Lalat rawa Sepedon sphegea F.

    (Diptera: Sciomyzidae)

    2 0 0 0 1 0

    Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3 Laba-laba

    Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) dan Agelenopsis spp.

    (Araneae: Agelenidae)

    4 8 4 4 1 3

    Kumbang koksi Adalia bipunctata L.

    (Coleoptera: Coccinellidae)

    2 5 7 3 8 6

    Tomcat Paederus fuscipes F.

    (Coleoptera: Staphylinidae)

    14 11 7 7 9 15

    Kumbang karabid Ophionea nigrofasciata

    Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae)

    0 5 2 4 0 0

    Lalat rawa Sepedon sphegea F.

    (Diptera: Sciomyzidae)

    0 2 2 4 0 2

    https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidaehttps://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae

  • 54

    karabid merupakan predator dari wereng coklat dan ulat penggulung daun,

    kumbang koksi adalah predator dari hama wereng coklat, capung merupakan

    predator dari hama wereng coklat dan ngegat dari ulat penggulung daun,

    sedangkan tomcat merupakan predator dari hama wereng coklat (Kalshoven, 1981

    dan Lubis, 2005). Rendahnya populasi musuh alami yang mempunyai

    karakteristik mampu bermigrasi jarak jauh (capung besar dan capung kecil)

    diduga karena kebiasaan petani di sekitar lokasi penelitian yang masih

    menggunakan insektisida secara intensif dengan cara disemprotkan.

    4.2.3.2. Penyakit pada Tanaman Padi.

    Penyakit tanaman padi yang ditemukan adalah penyakit blas pada daun,

    blas pada batang, dan blas pada leher malai (Gambar 4.3). Menurut Semangun

    (1993), penyakit blas disebabkan oleh serangan patogen cendawan

    Pyricularia spp.. Serangan patogen penyakit blas terjadi pada daun, batang dan

    leher malai. Persentase serangan patogen penyakit blas disajikan pada Tabel 4.26.

    Intensitas serangan patogen penyakit blas pada daun, disajikan pada Tabel 4.27.

    Gejala penyakit blas pada daun adalah terbentuknya bercak dengan ujung-

    ujung yang runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan

    biasanya memiliki tepi berwarna coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit

    blas pada leher malai adalah bercak coklat pada cabang malai, hingga dapat

    menimbulkan patahnya malai karena busuknya leher malai. Gejala blas pada

    batang adalah bercak hitam pada buku batang dan patahnya batang padi

    (Semangun, 1993 dan Mukelar dan Kardin, 1991).

    Gambar 4.3. Penyakit yang ditemukan di lokasi 1 dan lokasi 2. (a) Blas pada daun,

    (b) blas pada batang, (c) blas pada pada leher malai.

    (a) (b) (c)

  • 55

    Pada tabel 4.27, terlihat bahwa persentase penyakit blas daun, blas pada

    batang dan blas pada leher pada lokasi 2 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

    lokasi 1. Blas batang dan blas leher malai muncul pada saat tanaman padi stadia

    gabah setengah matang (delapan) dan stadia pematangan penuh (sembilan).

    Tabel 4.26. Persentase serangan patogen penyakit

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Tabel 4.27. Intensitas serangan patogen penyakit blas

    Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.

    Pada tabel 4.28, terlihat bahwa intensitas penyakit blas pada daun pada

    lokasi 1 menggunakan tanpa jajar legowo, lebih tinggi dibandingkan lokasi 1

    menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1 atau jajar legowo 6:1. Lokasi 2

    dengan tanpa jajar legowo, memiliki intensitas penyakit blas pada daun lebih

    tinggi dibandingkan dengan lokasi 2 menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1,

    atau jajar legowo 6:1. Hal ini dikarenakan adanya barisan kosong (legowo) pada

    sistem tanam jajar legowo, sehingga lingkungan sekitar tanaman padi yang

    ditanam dengan menggunakan sistem jajar legowo memiliki sirkulasi yang lebih

    baik dan mendapatkan pencahayaan matahari yang lebih banyak dibandingkan

    tanpa jajar legowo.

    Penanaman padi dengan sistem tanam jajar legowo akan membuat kondisi

    lingkungan kurang mendukung untuk perkembangan patogen penyakit blas.

    Barisan kosong pada sistem tanam jajar legowo membuat tanaman mendapatkan

    intesitas cahaya matahari yang lebih banyak dan sirkulasi udara lebih baik,

    Jenis penyakit Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3

    Blas pada daun (%) 92 81 79 95 86 83

    Blas batang (patah batang) (%)

    0 0 0 7 10 4

    Blas leher malai (patah leher malai) (%)

    9 8 3 39 31 27

    Jenis penyakit Lokasi 1 Lokasi 2

    B1 B2 B3 B1 B2 B3

    Blas pada daun (%) 28,3 21,3 17,0 39,3 26,3 21,0

  • 56

    sehingga akan mengurangi kelembaban disekitar kanopi pertanaman, mengurangi

    terjadinya embun dan air gutasi, serta mengurangi gesekan daun antar tanaman

    sebagai media penularan patogen penyakit (Nasution dkk, 2014 dan Misran,

    2014).

    Tingginya persentase blas pada daun pada waktu tanam berdasarkan

    pranata mangsa (A1) dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani (A2)

    dikarenakan tanaman padi yang ditanam rentan terhadap serangan patogen

    Pyricularia spp. Dewi dkk (2013), mengemukakan bahwa tanaman padi varietas

    Ciherang, merupakan tanaman padi yang rentan terhadap serangan patogen

    penyakit Pyricularia spp.

    4.2.4. Pengaruh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terhadap

    Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi.

    Pengaruh organisme pengganggu tanaman (OPT) terhadap pertumbuhan

    dan hasil tanaman di analaisis dengan korelasi. Pada stadia keluarnya malai

    populasi wereng coklat dan ulat penggulung daun dikorelasikan dengan jumlah

    malai per rumpun. Pada stadia gabah matang susu populasi walang sangit

    dikorelasikan dengan jumlah gabah isi per malai. Pada stadia matang penuh

    populasi wereng coklat, kepinding tanah, walang sangit, dan ulat penggerek

    batang dikorelasikan dengan bobot gabah per petak. Persentase serangan penyakit

    blas pada daun, blas pada batang, blas pada malai, dan intesitas serangan patogen

    penyakit dikolerasi dengan bobot gabah per petak. Data korelasi disajikan pada

    Tabel 4.28; Tabel 4.29; Tabel 4.30; dan Tabel 4.31; dan Tabel 4.32.

    Pada tabel 4.28 memperlihatkan populasi wereng coklat dan ulat

    penggulung daun menurunkan jumlah malai per rumpun. Nilai korelasi populasi

    wereng coklat terhadap jumlah malai per rumpun adalah -0,704. Nilai korelasi

    populasi ulat penggulung daun terhadap jumlah malai per rumpun adalah -0,223.

    Pada tabel 4.29 memperlihatkan populasi walang sangit menurunkan

    jumlah gabah isi per malai. Nilai korelasi populasi walang sangit terhadap jumlah

    gabah isi per malai adalah -0,749.

    Pada tabel 4.30 memperlihatkan populasi populasi wereng coklat dan

    walang sangit menurunkan bobot gabah per petak. Nilai korelasi populasi wereng

  • 57

    coklat terhadap bobot gabah per petak adalah -0,975. Nilai korelasi populasi

    walang sangit terhadap bobot gabah per petak adalah -0,024.

    Pada Tabel 4.31 memperlihatkan persentase serangan patogen penyakit

    dan intensitas serangannya menurunkan bobot gabah per petak. Nilai korelasi

    persentase serangan patogen penyakit blas pada daun terhadap bobot gabah per

    petak adalah -0,644. Nilai korelasi persentase serangan patogen penyakit blas

    pada batang terhadap bobot gabah per petak adalah -0,854. Nilai korelasi

    persentase serangan patogen penyakit blas pada malai terhadap bobot gabah per

    petak adalah -0,978. Nilai korelasi intensitas serangan patogen penyakit blas

    terhadap bobot gabah per petak adalah -0,731.

    Tabel 4.28. Nilai korelasi populasi wereng coklat dan ulat penggulung daun

    pada stadia keluarnya malai terhadap jumlah malai per rumpun

    Populasi Korelasi terhadap jumlah malai per rumpun

    Wereng coklat -0,704

    Ulat penggulung daun -0,223

    Tabel 4.29. Nilai korelasi populasi walang sangit pada stadia matang susu

    terhadap jumlah gabah isi per malai

    Populasi Korelasi terhadap jumlah gabah isi per malai

    Walang sangit -0,749

    Tabel 4.30. Nilai korelasi populasi wereng coklat dan walang sangit pada

    stadia matang penuh terhadap bobot gabah per petak

    Populasi Korelasi terhadap bobot gabah per petak

    Wereng coklat -0,975

    Walang sangit -0,024

    Tabel 4.31. Nilai korelasi persentase serangan patogen penyakit dan

    intensitas serangan patogen penyakit terhadap jumlah bobot

    gabah per petak

    Pengamatan Korelasi terhadap bobot gabah per petak

    Persentase serangan patogen blas pada daun -0,644

    Persentase serangan patogen blas pada batang -0,854

    Persentase serangan patogen blas pada malai -0,978

    Intensitas serangan patogen penyakit blas -0,731

  • 58