bab iv hasil dan pembahasan 4.1. pengamatan selintas · 2019. 7. 12. · 27 bab iv hasil dan...
TRANSCRIPT
-
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengamatan Selintas
Penelitian ini dilaksanakan pada dua lokasi, yaitu di lahan sawah tadah
hujan dusun Ngringgit (lokasi 1) dan dusun Pengkel (lokasi 2), desa Dapurno,
kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan, provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan pengukuran ketinggian tempat yang dilakukan oleh pusat studi
SIMITRO, lokasi penanaman pada lahan sawah di dusun Ngringgit memiliki
ketinggian tempat 58 m di atas permukaan laut (dpl). Lahan sawah di dusun
Pengkel memiliki ketinggian tempat 59 m dpl. Menurut Romdon dkk (2014) padi
varietas Ciherang tumbuh baik pada ketinggian tempat di bawah 500 m dpl,
sehingga ketinggian tempat lahan sawah tadah hujan di dusun Ngringit dan dusun
Pengkel sangat sesuai untuk budidaya tanaman padi.
Penanaman padi di lokasi 1 mengikuti waktu tanam pranata mangsa yang
dibuat oleh SIMITRO yaitu mulai tanggal 4 November 2016 hingga 5 Februari
2017. Dalam kalender pranata mangsa SIMITRO penanaman dilakukan mulai dari
mangsa Kalimo (Kelima) dasarian ke 31 hingga mangsa Kapitu (Ketujuh)
dasarian ke empat. Penanaman padi di lokasi 2 mengikuti waktu tanam kebiasaan
petani yaitu mulai tanggal 11 November 2016 hingga 11 Februari 2017.
Dalam kalender pranata mangsa SIMITRO penanamam dilakukan mulai dari
mangsa Kanem (Keenam) dasarian ke 32 hingga mangsa Kawolu (Kedelapan)
dasarian ke lima.
Data suhu udara, curah hujan dan jumlah hari hujan selama penelitian
diperoleh dari stasiun klimatologi kecamatan Wirosari, kabupaten Grobongan.
Data suhu udara, curah hujan, dan jumlah hari hujan disajikan pada Tabel 4.1.
Pada Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa rata-rata suhu udara di desa Dapurno,
kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan adalah 24,4-32,4 oC, curah hujan total
dari bulan Oktober-Februari tahun 2016 di desa Dapurno, kecamatan Wirosari,
kabupaten Grobogan adalah 1.061 mm. Menurut Manurung dan Ismuadji (1998)
dan Djaenudin (2000) suhu udara yang sangat sesuai untuk budidaya tanaman
padi adalah 24-32oC, serta curah hujan yang sesuai untuk budidaya tanaman padi
dilahan sawah tadah hujan adalah 1000 mm atau lebih. Suhu udara dan curah
-
28
hujan di desa Dapurno, kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan pada saat
penelitian berlangsung sesuai untuk budidaya tanaman padi.
Tabel 4.1.Data suhu udara, curah hujan dan jumlah hari hujan desa
Dapurno, kecamatan Wirosari
Bulan Rata-rata suhu
min (oC)
Rata-rata suhu
maks (oC)
Curah hujan
(mm)
Jumlah
hari hujan
November ‘16 25,0 32,4 390 13
Desember ‘16 25,1 31,5 218 9
Januari’17 24,8 31,3 123 11
Februari’17 24,4 30,0 325 15 Keterangan: Data suhu dan curah hujan diperoleh dari stasiun klimatologi di kecamatan Wirosari yang
kemudian ditampilkan per stadia tanaman. Min adalah mimimum dan maks adalah maksimum.
Selama penelitian berlangsung lahan percobaan ditumbuhi oleh gulma, yang
tumbuh di sekitar tanaman dan paling banyak pada barisan yang tidak ditanami
pada sistem tanam jajar legowo. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara
mencabut gulma yang ada di sekitar tanaman dan pada barisan yang tidak
ditanami sistem tanam jajar legowo. Gulma yang sudah dicabut dipindahkan dan
dikumpulkan di pematang sawah.
4.2 Pengamatan Utama
Pengamatan utama dalam penelitian ini dilakukan setelah pindah tanam bibit
padi sampai dengan panen (masak morfologis). Data pertumbuhan dan hasil
tanaman padi dianalisis menggunakan metode sidik ragam atau Analysis of
Variance (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji beda
nyata jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95%.
4.2.1 Pengaruh Waktu Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Padi
Waktu tanam yang diujikan adalah berdasarkan pranata mangsa di lokasi 1
(A1) dan kebiasaan petani di lokasi 2 (A2). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada
taraf kepercayaan 95% tehadap tinggi tanaman, dan jumlah anakan padi
ditampilkan pada Tabel 4.2. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf
kepercayaan 95% tehadap jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah per malai,
jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, dan persentase gabah
per malai tanaman padi disajikan pada Tabel 4.3. sedangkan hasil uji beda nyata
jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95% tehadap bobot gabah per rumpun, bobot
gabah per petak, bobot gabah per hektar, bobot brangkasan basah, bobot
brangkasan kering, dan bobot 1000 butir gabah isi disajikan pada Tabel 4.4.
-
29
Padi yang ditanam pada lokasi 1 (waktu tanam berdasarkan pranata mangsa)
menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah anakan, yang lebih tinggi dibandingkan
dengan lokasi 2 (waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani) (Tabel 4.2).
Tanaman padi di lokasi 1 menghasilkan jumlah malai, panjang malai, jumlah
gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai, bobot
gabah per rumpun, bobot gabah per petak, bobot gabah per hektar, bobot 1000
butir gabah isi , bobot brangkasan basah dan bobot brangkasan kering yang lebih
tinggi dibandingkan dengan di lokasi 2 (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4).
Tabel 4.2. Tinggi tanaman (TT) dan jumlah anakan (JA),
Keterangan Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sebaliknya angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%
Tabel 4.3. Jumlah malai (JM), panjang malai (PM), jumlah gabah per malai
(JGPM), jumlah gabah isi per malai (JGIPM), jumlah gabah hampa per malai (JGHPM), dan persentase gabah isi per malai (PGIPM)
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sebaliknya angka yang diikuti
oleh huruf yang berbeda pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata
dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%
*Uji BNJ dilakukan pada data setelah ditransformasi √ sedangkan angka yang disajikan
merupakan data yang sesungguhnya (sebelum ditransformasi dengan √
Tabel 4.4. Bobot gabah per rumpun (BGPR), bobot gabah per petak (BGPP),
bobot gabah per hektar (BGPH), bobot brangkasan basah (BBB),
bobot brangkasan kering (BBK), danbobot seribu butir (BSB).
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sedangkan angka yang diikuti
oleh huruf yang berbeda pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata
dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%.
Waktu tanam TT (cm) JA (batang)
Pranata mangsa (lokasi 1) (A1) 110,81 a 18,40 a
Kebiasaan petani (lokasi 2) (A2) 107,49 b 15,43 b
Waktu tanam JM
(malai) PM
(cm) JGPM (butir)
JGIPM (butir)
JGHPM (butir)*
PGIPM (%)
Pranata mangsa (lokasi 1) (A1)
12,29 a 23,85 a 119,06 a 108,33 a 10,73 b 90,98 a
Kebiasaan petani (lokasi 2) (A2)
10,09 b 21,98 b 105,05 b 84,84 b 20,21 a 80,76 b
Waktu tanam BGPR
(g) BGPP (kg)
BGPH (ton)
BBB (g)*
BBK (g)*
BSB (g)
Pranata mangsa (lokasi 1) (A1)
34,37 a 6,03 a 9,64 a 191,48 a 45,13 a 27,03 a
Kebiasaan petani (lokasi 2) (A2)
31,43 b 5,34 b 8.55 b 144,00 b 27,96 b 26,92 b
-
30
*Uji BNJ dilakukan pada data setelah ditransformasi √ sedangkan angka yang disajikan
merupakan data yang sesungguhnya (sebelum ditransformasi dengan √ )
Dalam kalender pranata mangsa yang dibuat oleh Pusat Studi SIMITRO,
waktu tanam padi sawah di kabupaten Grobogan jatuh pada mangsa Kalimo
(Kelima) dan dipanen pada mangsa Kapitu (Ketujuh), sedangkan waktu tanam
padi berdasarkan kebiasaan petani di kabupaten Grobogan jatuh pada mangsa
Kanem (Keenam) dan dipanen pada mangsa Kawolu (Kedelapan).
Mangsa Kalimo ditandai dengan mulai turunnya hujan. mangsa Kapitu
adalah musim banjir, badai, dan longsor, sedangkan mangsa Kawolu adalah lahan
diberakan (lahan diistirahatkan) karena banyak ulat atau banyak hama dan
penyakit di lapangan. Pemanenan yang dilakukan pada mangsa Kapitu lebih baik
dibandingkan pada mangsa Kawolu, karena untuk menghindari serangan hama
dan patogen penyakit tanaman padi (Wisnubroto, 1997 dan Budianto, 2015).
Pertumbuhan dan hasil tanaman padi sangat dipengaruhi oleh interaksi
dari potensi genetis dengan lingkungannya. Kondisi lingkungan di sekitar
tanaman yang sesuai akan membuat pertumbuhan tanaman mendekati potensi
genetisnya. Tanaman yang tumbuh dengan lingkungan yang sesuai mampu
menyerap unsur hara dari tanah dengan baik serta fotosintesis tanaman dapat
berlangsung lebih tinggi (Yosida, 1998 dalam Aribawa, 2012 dan Edi, 2013).
Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan panjang malai yang lebih tinggi pada
lokasi 1 dibandingkan dengan lokasi 2, menunjukkan bahwa kondisi lingkungan
pada lokasi 1 lebih sesuai untuk tanaman padi dibandingkan lokasi 2, sehingga
tanaman padi bisa menampilkan sesuai potensi genetisnya. Menurut Hairmansis
dkk (2015) kondisi lingkungan yang mempengaruhi tanaman dibagi menjadi
lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Kondisi lingkungan abiotik yang
diamati pada penelitian ini adalah suhu udara minimum dan maksimum serta
curah hujan. Kondisi lingkungan biotik yang diamati pada penelitian ini adalah
hama dan penyakit tanaman padi. Suhu udara dan curah hujan di lokasi 1 dan
lokasi 2 sesuai untuk tanaman padi (Tabel 4.1). Populasi hama di lokasi 1 relatif
lebih sedikit dibandingkan dengan di lokasi 2 (Tabel 4.10, 4.11, 4.12, 4.13, 4.14,
4.15, 4.16, dan 4.17). Persentase penyakit dan intensitas serangan penyakit di
lokasi 1 lebih sedikit dibandingkan dengan di lokasi 2 (Tabel 4.26 dan Tabel
-
31
4.27). Hal ini menunjukkan bahwa secara lingkungan biotik lokasi 1 lebih sesuai
untuk tanaman padi dibandingkan dengan lokasi 2.
Jumlah anakan setiap rumpun yang lebih banyak pada lokasi 1
dibandingkan pada lokasi 2 membuat jumlah malai yang per rumpunnya juga
lebih banyak. Menurut Simanulang (2001) jumlah anak tanaman padi yang lebih
banyak per rumpun akan berpeluang menghasilkan jumlah malai yang lebih
banyak per rumpun.
Malai merupakan tempat tumbuhnya bunga padi yang nantinya menjadi
gabah. Panjangnya malai tanaman padi akan mempengaruhi jumlah gabah per
malai. Semakin panjang malai yang terbentuk berpeluang semakin banyak gabah
yang dapat terbentuk per malai (Manurung dan Ismunadji, 1988 dan Aribawa,
2012).
Semakin banyaknya jumlah gabah isi per malai akan membuat semakin
rendahnya jumlah gabah hampa per malai, sehingga berdampak pada persentase
gabah isi yang tinggi. Pada saat stadia pembentukan malai, penambahan tinggi
tanaman dan jumlah anakan sudah mulai berhenti sehingga fotosintat yang
dihasilkan akan ditranslokasikan untuk pengisisan gabah pada malai. Pada stadia
pematangan gabah, fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak ditranslokasikan
untuk pengisian gabah pada malai (Makarim dan Suhartatik, 2009, Sari, 2012).
Bobot gabah per rumpun sangat dipengaruhi oleh jumlah malai per
rumpun, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai dan bobot
1000 butir gabah isi. Semakin tingginya jumlah malai per rumpun, jumlah gabah
isi per malai dan bobot 1000 butir gabah isi maka bobot gabah per rumpun akan
semakin berat (Lutfianais 2012).
Brangkasan basah dalam penelitian ini meliputi akar, batang, dan daun
yang masih segar. Peningkatan jumlah jumlah akar, batang, dan daun setiap
rumpunnya akan bertambah dengan semakin banyaknya jumlah anakan per
rumpun tanaman, sehingga bobot brangkasan per rumpunnya akan lebih berat.
Brangkasan kering dalam penelitian ini meliputi akar, batang, dan daun
yang sudah dikeringkan sampai bobotnya konstan. Bobot berangkasan kering
akan meningkat dengan bertambahnya akar, batang, dan daun. Tingginya bobot
brangkasan kering menggambarkan bahwa semakin tingginya fotosintat yang
disimpan tanaman. Daun merupakan organ utama yang menjadi tempat
-
32
berlangsungnya fotosintesis. Semakin banyaknya daun akan membuat fotosintesis
tanaman lebih tinggi (Fitter dan Hay, 1981 dalam Lutfianais 2012).
Hasil pengamatan menunjukkan bobot gabah kering panen per hektar
dipengaruhi oleh bobot gabah per petak. Menurut Misran (2014), bobot gabah per
petak sangat dipengaruhi oleh jumlah tanaman per petak dan bobot gabah per
rumpun. Luasan petak yang sama dan populasi tanaman per petak yang sama,
semakin tingginya bobot gabah per rumpun yang akan membuat bobot gabah per
petak semakin berat.
Bobot 1000 butir gabah yang tinggi menunjukan bahwa translokasi
fotosintat ke gabah berlangsung dengan baik. Bobot 1000 butir dapat menjadi
gambaran proses pengisian gabah padi, semakin beratnya bobot 1000 butir
menunjukkan bahwa translokasi fotosintat dari daun dan batang tanaman ke gabah
berlangsung dengan baik, sehingga gabah dapat terisi penuh atau bernas.
4.2.2 Pengaruh Waktu Tanam Dikombinasikan dengan Sistem Tanam
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi.
Sistem tanam yang diujikan meliputi: tanpa jajar legowo (B1), jajar legowo
6:1 (B2), dan jajar legowo 4:1 (B3). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf
kepercayaan 95% terhadap tinggi tanaman, dan jumlah anakan disajikan pada
Tabel 4.5. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95% tehadap
jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai,
jumlah gabah hampa per malai, dan persentase gabah per malai tanaman padi
disajikan pada Tabel 4.6. sedangkan hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf
kepercayaan 95% tehadap bobot gabah per rumpun, bobot gabah per petak, bobot
gabah per hektar, brangkasan basah, bobot brangkasan kering dan bobot 1000
butir gabah isi disajikan pada Tabel 4.7
Tinggi tanaman pada perlakuan A1B3 berbeda dan lebih tinggi
dibandingkan dengan A1B1, A1B2, A2B1, A2B2, dan A2B3. Tinggi tanaman
A1B2 tidak berbeda dengan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A1B1,
A2B1, dan A2B2. Tinggi tanaman pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan
A2B1, A2B2, dan A2B3 (Tabel 4.5).
Jumlah anakan pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1 dan
A1B2 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2, dan A2B3.
-
33
Jumlah anakan pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A1B3, dan
A2B2. Jumlah anakan A2B1 tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.5).
Jumlah malai pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1 dan
A1B2 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2 dan A2B3. Jumlah
malai pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A1B3, A2B2, dan
A2B3. Jumlah malai A2B1 tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.6).
Panjang malai pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1, A1B2,
dan A2B3 tetapi lebih panjang dibandingkan dengan A2B1 dan A2B2.
Panjang malai pada A2B1 tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3. Jumlah gabah
per malai pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1 dan A1B2 tetapi
lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2 dan A2B3, sedangakan A2B1
tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.6).
Jumlah gabah isi per malai pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan
A1B2 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A1B1, A2B1, A2B2 dan A2B3.
Jumlah gabah isi per malai pada perlakuan A1B2 tidak berbeda dengan A1B1
tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2 dan A2B3. Jumlah gabah
isi per malai pada A2B3 tidak berbeda dengan A2B2 tetapi lebih tinggi
dibandingkan dengan A2B1. Jumlah gabah isi per malai pada A2B2 tidak berbeda
dengan A2B1 (Tabel 4.6).
Jumlah gabah hampa per malai pada perlakuan A2B1 tidak berbeda
diabandingkan dengan A2B2 dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan
A1B1, A1B2, dan A1B3. Jumlah gabah hampa per malai A2B2 tidak berbeda
dengan A2B3, A1B1, dan A1B2. Jumlah gabah hampa A1B1 tidak berbeda
dengan A1B2 dan A1B3 (Tabel 4.6).
Persentase gabah isi per malai pada A1B1 tidak berbeda dengan A1B2 dan
A1B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2, dan A2B3.
Persentase gabah isi per malai pada A2B3 tidak berbeda dengan A2B2 tetapi lebih
tinggi dibandingkan dengan A2B1. Persentase gabah isi per malai pada A2B1
tidak berbeda dengan A2B2 (Tabel 4.6).
Bobot gabah per rumpun pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan
A1B1 dan A1B2. Bobot gabah per rumpun pada perlakuan A1B1 tidak berbeda
dengan A1B2, A1B3, A2B2, dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan
-
34
A2B1. Bobot gabah per rumpun pada perlakuan A2B1 tidak berbeda dengan
A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.7).
Bobot gabah per petak pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B1,
A1B2, dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1 dan A2B2.
Bobot gabah per petak pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A1B3,
A2B1, A2B2, dan A2B3 (Tabel 4.7).
Bobot gabah per hektar pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B2
dan A1B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1, A2B2, dan A2B3.
Bobot gabah per hektar pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A1B3,
A2B2, dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan A2B1. Bobot gabah per hektar
pada perlakuan A2B3 tidak berbeda dengan A2B1, dan A2B2 (Tabel 4.7).
Bobot brangkasan basah pada perlakuan A1B3 tidak berbeda
dibandingkan dengan A1B1 dan A1B2 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan
A2B1, A2B2, dan A2B3. Bobot brangkasan basah pada perlakuan A1B1 tidak
berbeda dibandingkan dengan A1B2, A1B3, A2B2, dan A2B3. Bobot brangkasan
A2B1 tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.7).
Bobot brangkasan kering pada perlakuan A1B3 lebih lebih tinggi
dibandingkan dengan A2B1, A2B2, dan A2B3. Bobot brangkasan kering A1B2
tidak berbeda dengan A1B1, A1B3, dan A2B3. Bobot brangkasan kering A2B1
tidak berbeda dengan A2B2 dan A2B3 (Tabel 4.7).
Bobot 1000 butir gabah pada perlakuan A1B3 tidak berbeda dengan A1B2
dan A2B3 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan A1B1, A2B1, dan A2B2.
Bobot 1000 butir gabah pada perlakuan A1B1 tidak berbeda dengan A1B2, A2B1,
A2B2, dan A2B3 (Tabel 4.7).
Tabel 4.5. Tinggi tanaman (TT) dan jumlah anakan (JA)
Perlakuan TT (cm) JA(batang)
Pranata Mangsa (A1)
Tanpa jajar legowo (A1B1) 107,48 c 18,21 ab
Jajar legowo 6:1 (A1B2) 110,62 b 18,30 a
Jajar legowo 4:1 (A1B3) 114,33 a 18,68 a
Kebiasaan Petani (A2)
Tanpa jajar legowo (A2B1) 106,56 c 14,40 c
Jajar legowo 6:1 (A2B2) 107,73 c 15,88 c
Jajar legowo 4:1 (A2B3) 108,17 bc 16,02 bc
-
35
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sebaliknya angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda
pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan
95%
Tabel 4.6. Jumlah malai (JM), panjang malai (PM), jumlah gabah per malai (JGPM), jumlah gabah isi per malai (JGIPM), jumlah gabah hampa per malai (JGHPM) dan persentase gabah isi per malai (PGIPM).
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sebaliknya angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda
pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%
*Uji BNJ dilakukan pada data setelah ditransformasi √ sedangkan angka yang disajikan merupakan data
yang sesungguhnya (sebelum ditransformasi dengan √
Tabel 4.7. Bobot gabah per rumpun (BGPR), bobot gabah per petak (BGPP),
bobot gabah per hektar (BGPH), bobot brangkasan basah (BBB),
dan bobot brangkasan kering (BBK), dan bobot seribu butir
(BSB).
Perlakuan BGPR
(g) BGPP (kg)
BGPH (ton)
BBB (g)*
BBK (g)*
BSB (g)
Pranata Mangsa (A1)
Tanpa jajar legowo (A1B1) 32,93 ab 5,84 ab 9,35 ab 185,07 ab 40,44 ab 26,68 b
Jajar legowo 6:1 (A1B2) 34,97 a 5,97 ab 9,56 ab 194,61 a 45,04 ab 27,40 ab
Jajar legowo 4:1 (A1B3) 35,20 a 6,26 a 10,02 a 194,77 a 49,91 a 27,91 a
Kebiasaan Petani (A2)
Tanpa jajar legowo (A2B1) 30,37 c 5,19 b 8,30 c 137,13 c 26,54 c 26,50 b
Jajar legowo 6:1 (A2B2) 31,50 bc 5,37 b 8,59 bc 146,06 bc 27,96 c 26,67 b
Jajar legowo 4:1 (A2B3) 32,41 bc 5,46 ab 8,74 bc 148,82 bc 29,38 bc 27,04 ab Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda
pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji BNJ pada taraf kepercayaan 95%.
*Uji BNJ dilakukan pada data setelah ditransformasi √ sedangkan angka yang disajikan merupakan data
yang sesungguhnya (sebelum ditransformasi dengan √
Barisan kosong (legowo) pada sistem tanam jajar legowo dapat memberi
sirkulasi udara yang lebih baik dan intensitas cahaya matahari lebih banyak
sehingga kompetisi antar tanaman semakin rendah. Sirkulasi udara yang lebih
baik pada sistem tanam jajar legowo membuat karbon dioksida lebih tersedia bagi
Perlakuan JM (batang)
PM (cm)
JGPM (butir)
JGIPM (butir)
JGHPM (butir)*
PGIPM (%)
Pranata Mangsa (A1)
Tanpa jajar legowo (A1B1) 11,55 ab 23,61 a 115,50 a 104,10 b 11,40 bc 90,12 a
Jajar legowo 6:1 (A1B2) 12,55 a 23,91 a 119,60 a 108,35 ab 11,25 bc 90.59 a
Jajar legowo 4:1 (A1B3) 12,78 a 24,01 a 122,08 a 112,54 a 9,54 c 92,18 a
Kebiasaan Petani (A2)
Tanpa jajar legowo (A2B1) 9,57 c 21,66 b 102,53 b 79,98 d 22,55 a 78,01 c
Jajar legowo 6:1 (A2B2) 10,08 bc 21,74 b 104,76 b 85,39 cd 19,37 ab 81,51 bc
Jajar legowo 4:1 (A2B3) 10,62 bc 22,52 ab 107,87 b 89,15 c 18,21 ab 82,65 b
-
36
tanaman. Kondisi lingkungan yang lebih baik pada sistem tanam jajar legowo
membuat tanaman mampu tumbuh mendekati kemampuan genetisnya.
Rendahnya kompetisi membuat tanaman padi dapat menampilkan kemampuan
genetisnya untuk menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi, anakan yang
lebih banyak, dan panjang malai yang lebih panjang (Azwir, 2008 dan Misran,
2014).
Lingkungan yang lebih terbuka pada sistem tanam jajar legowo membuat
tanaman memiliki ruang yang lebih luas, sehingga dapat menghasilkan jumlah
anakan per rumpun yang lebih banyak. Anakan yang lebih banyak membuat
tanaman mampu menghasilkan malai per rumpun yang lebih banyak.
Bobot brangkasan basah per rumpun pada sistem tanam jajar legowo akan lebih
berat dikarnakan jumlah anakan yang menghasilkan malai yang lebih banyak.
Menurut Sihotang (2014), ruang yang lebih luas pada tanaman padi membuat
jumlah anakan dan malai per rumpun yang lebih banyak.
Penerapan jajar legowo tidak menunjukkan perbedaan nyata pada panjang
malai dan jumlah gabah per malai, tetapi menghasilkan jumlah gabah isi per malai
yang lebih banyak. Semakin banyaknya jumlah gabah isi per malai akan membuat
jumlah gabah hampa per malai semakin rendah, sehingga persentase gabah per
malainya lebih tinggi. Jumlah gabah isi per malai yang lebih banyak pada sistem
tanam jajar legowo dikarenakan adanya peningkatan fotosintat yang dapat
ditranslokasikan untuk pengisisan gabah. Ruang yang lebih terbuka pada sistem
tanam jajar legowo menurunkan kompetisi tanaman dalam hal menyerap unsur
hara dari tanah, sehingga memudahkan tanaman untuk menyerap unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Kemudahan tanaman menyerap unsur hara dari tanah
dan peningkatan fotosintesis karena sirkulasi udara yang baik dan banyaknya
intesnsitas cahaya matahari yang didapatkan tanaman akan membuat peningkatan
fotosintat tanaman. Meningkatnya fotosintat tanaman juga membuat akar, batang,
dan daun dapat terbentuk dengan optimal, sehingga bobot brangkasan kering per
rumpunnya juga akan lebih berat (Aribawa, 2012 dan Fagi dan De Datta dalam
Ismunadji, 1988).
-
37
Bobot gabah per rumpun tanaman padi semakin berat seiring dengan
semakin banyaknya jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per malai,
persentase gabah isi per malai dan bobot 1000 butir gabah isi. Bobot gabah per
petak dipengaruhi oleh bobot gabah per rumpun dan populasi tanaman per petak.
Bobot gabah per rumpun yang semakin berat akan membuat bobot gabah
per petak semakin berat, sehingga bobot gabah kering panen per hektar juga lebih
berat. Bobot gabah kering panen per hektar pada waktu tanam berdasarkan
pranata mangsa dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1 terdapat
peningkatan hasil sebesar 7,16 % dan dengan menggunakan sistem tanam jajar
legowo 6:1 peningkatan hasil sebesar 2,24 % dibandingkan dengan sistem tanam
tanpa jajar legowo. Bobot gabah kering panen per hektar pada waktu tanam
berdasarkan kebiasaan petani dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1
terdapat peningkatan hasil sebesar 5,30 % dan dengan menggunakn sistem tanam
jajar legowo 6:1 peningkatan hasil sebesar 3,5 % dibandingkan dengan sistem
tanam tanpa jajar legowo. Menurut Misran (2014), penarapan sistem tanam jajar
legowo 4:1 dan jajar legowo 6:1 menghasilkan gabah kering panen tanaman padi
yang lebih tinggi dibandingkan tanpa jajar legowo.
Dari Tabel 4.7 menunjukkan bobot gabah kering panen di lokasi 1 adalah
9,35; 9,56; dan 10,02 ton per hektar dan lokasi 2 adalah 8,30; 8,59; dan 8,74 ton
per hektar. Berdasarkan deskripsi varietas Ciherang, bobot gabah kering panen
adalah 6 ton per hektar.
Berdasarkan panduan Badan Pusat Statistik gabah kering panen akan
mengalami susut ±19% apabila dikeringkan menjadi gabah kering giling (Hardjo,
2012). Apabila bobot gabah kering panen pada setiap perlakuan dikonversikan
menjadi bobot gabah kering giling akan diperoleh pada perlakuan A1B1: 7,5;
A1B2: 7,74; A1B3: 8,11; A2B1: 6,72; A2B2: 6,95; A2B3: 7,08 ton per hektar.
Bobot gabah kering giling pada lokasi 1 dan lokasi 2 berada diatas rata-rata hasil
dari padi varietas Ciherang.
Bobot 1000 butir gabah isi pada perlakuan A1B1, A1B2, A1B3, A2B1,
A2B2, dan A2B3 adalah 26,68; 27,40; 27,91; 26,50; 26,67; dan 27,04 gram
(Tabel 4.7). Berdasarkan deskripsi varietas Ciherang, bobot 1000 gabah isi adalah
-
38
28 gram. Bobot 1000 gabah isi pada lokasi 1 dan lokasi 2 berada dibawah
deskripsi padi varietas Ciherang.
Hasil pengamatan menunjukkan bobot 1000 butir gabah isi yang paling
tinggi adalah pada penerapan sistem tanam jajar legowo 4:1, dan yang paling
rendah adalah tanpa jajar legowo. Hal ini dimungkinkan peningkatan translokasi
fotosintat untuk pengisian gabah pada malai yang relatif lebih banyak terjadi pada
jajar legowo dibandingkan dengan tanpa jajar legowo sehingga gabah yang bernas
relatif lebih tinggi. Aribawa (2012) menyatakan bahwa bobot 1000 butir gabah isi
padi dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1 relatif lebih berat
dibandingkan tanpa sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam jajar legowo 6:1,
sedangkan bobot 1000 butir gabah isi padi dengan menggunakan sistem tanam
jajar legowo 6:1 relatif lebih berat dibandingkan tanpa jajar legowo.
4.2.3. Kehadiran Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan musuh alami.
4.2.3.1. Hama dan Musuh Alami pada Tanaman Padi.
Hama dan musuh alaminya diidentifikasi di laboratorium Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana.
Identifikasi hama dan musuh alaminya dilakukan sampai pada tingkat famili,
dengan menggunakan kunci identifikasi yang terdapat pada buku karangan Borror
dkk (1996) dan Kalshoven (1981).
Dari hasil pengamatan hama pada setiap stadia pertumbuhan tanaman padi
ditemukan: Wereng coklat - Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delpacidae),
Ulat penggulung daun - Cnaphalocrosis sp. (Lepidoptera: Pyralidae), Kepinding -
Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae), Ulat penggerek batang -
Scripophaga spp. (Lepidoptera: Crambidae), Walang sangit - Leptocorisa
oratorius F. (Hemiptera: Alydidae), Belalang - Oxya hyla intricata Stål
(Orthoptera: Acrididae) (Gambar 4.1). Kehadiran hama pada pada stadia
pertumbuhan tanaman padi ddisajikan pada Tabel 4.8.
-
39
Gambar 4.1. Hama yang ditemukan di lokasi 1 dan lokasi 2. (a) Wereng coklat - Nilaparvata
lugens Stål (Homoptera: Delpacidae), (b) Ulat penggulung daun - Cnaphalocrosis sp. (Lepidoptera: Pyralidae), (c) Kepinding - Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae), (d) Ulat penggerek batang - Scripophaga spp. (Lepidoptera: Crambidae), (e) Walang sangit - Leptocorisa oratorius F. (Hemiptera: Alydidae), Belalang - Oxya hyla intricata Stål (Orthoptera: Acrididae)
Musuh alami pada tanaman padi yang ditemukan: Laba-laba – Philidipus
spp. (Araneae: Salticidae), laba-laba – Agelenopsis spp. (Araneae: Agelenidae),
Philidipus spp. (Araneae: Salticidae), kumbang koksi - Adalia bipunctata L.
(Coleoptera: Coccinellidae), Tomcat - Paederus fuscipes F. (Coleoptera:
Staphylinidae), Kumbang karabid - Ophionea nigrofasciata Schmidt-Gobel
(Coleoptera: Carabidae), lalat rawa - Sepedon sphegea F. (Diptera: Sciomyzidae),
Capung besar - Orthetrum sabina D. (Odonata: Libellulidae), Capung kecil -
Agriocnemis falcifera P. (Odonata: Coenagrionidae) (Gambar 4.2). Kehadiran
musuh alami pada stadia pertumbuhan tanaman padi disajikan pada Tabel 4.9.
(a)
(b) (c)
(e)
(d)
. (f)
https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae
-
40
Gambar 4.2. Musuh alami yang ditemukan di lokasi 1 dan lokasi 2 (a) laba-laba – Agelenopsis spp.
(Araneae: Agelenidae), (b) Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) (c) kumbang koksi
- Adalia bipunctata L. (Coleoptera: Coccinellidae), (d) Tomcat - Paederus
fuscipes F. (Coleoptera: Staphylinidae), (e) Kumbang karabid - Ophionea
nigrofasciata Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae), (f) lalat rawa - Sepedon
sphegea F. (Diptera: Sciomyzidae), (g) Capung besar - Orthetrum sabina D.
(Odonata: Libellulidae),(h) Capung kecil - Agriocnemis falcifera P. (Odonata:
Coenagrionidae).
Pada tabel 4.8. memperlihatkan kehadiran hama wereng coklat (Nilaparvata
lugens Stål) dan kepinding tanah (Scotinophara coarctata F.) pada perlakuan
waktu tanam berdasarkan pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan
petani ditemukan mulai dari stadia dua (anakan) hingga stadia Sembilan (gabah
matang penuh). Hama belalang (Oxya hyla intricata Stål) pada waktu tanam
berdasarkan pranata mangsa ditemukan mulai dari stadia dua (anakan) dan stadia
enam (pembungaan), sedangkan pada waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani
ditemukan pada stadia dua. Hama ulat penggulung daun (Cnaphalocrosis sp.)
pada waktu tanam berdasarkan pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f)
(g)
(h)
https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae
-
41
kebiasaan petani ditemukan mulai stadia dua (anakan) hingga stadia tujuh (gabah
matang susu).
Hama penggerek batang (Scirpophaga spp.) pada waktu tanam berdasarkan
pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani ditemukan mulai
dari stadia tujuh (gabah matang susu) hingga stadia Sembilan (gabah matang
penuh. Hama walang sangit (Leptocorisa oratorius F.) pada waktu tanam
berdasarkan pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani
ditemukan pada stadia tujuh (gabah matang susu), stadia delapan (gabah setengah
matang), dan stadia Sembilan (gabah matang penuh) (Tabel 4.8).
Serangga Laba-laba (Philidipus spp.) (Agelenopsis spp.), kumbang koksi
(Adalia bipunctata L.), tomcat (Paederus fuscipes F.), pada waktu tanam
berdasarkan pranata mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani
ditemukan pada semua stadia pertumbuhan tanaman padi. Serangga Kumbang
karabid (Ophionea nigrofasciata Schmidt-Gobel) dan lalat rawa (Sepedon
sphegea F.) pada waktu tanam berdasarkan pranata mangsa ditemukan pada
stadia tiga (pemanjangan batang) hingga stadia Sembilan (gabah matang penuh),
sedangkan pada waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani ditemukan pada stadia
lima (keluarnya malai) hingga stadia sembislan (gabah matang penuh) (Tabel 4.9).
Serangga Capung besar (Orthetrum sabina D.) pada waktu tanam
berdasarkan pranata mangsa ditemukan pada stadia dua (anakan) dan delapan
(gabah setengah matang), sedangkan pada waktu tanam berdasarkan kebiasaan
petani ditemukan pada stadia dua (anakan). Serangga Capung kecil (Agriocnemis
falcifera P.) pada waktu tanam berdasarkan pranata mangsa ditemukan pada saat
tanaman padi stadia enam (pembungaan), sedangkan pada waktu tanam
berdasarkan kebiasaan petani tidak ditemukan capung kecil (Tabel 4.9).
-
42
Tabel 4.8. Hama yang ditemukan pada stadia pertumbuhan tanaman padi.
Stadia pertumbuhan padi Spesies hama yang
ditemukan di lokasi 1
Spesies hama yang
ditemukan di lokasi 2
Stadia 2
(Anakan)
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata,
Oxya hyla intricata
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata,
Oxya hyla intricata.
Stadia 3
(Pemanjangan batang)
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata.
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata
Stadia 4
(Pembentukan malai)
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata.
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata
Stadia 5
(Keluarnya malai)
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata.,
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata.,
Stadia 6
(Pembungaan)
Nilaparvata spp.,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata,
Oxya hyla intricata.,
Leptocorisa oratorius
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata.,
Stadia 7
(Gabah matang susu)
Nilaparvat lugens.,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata..
Scirpophaga spp.
Leptocorisa oratorius
Nilaparvat lugens,
Cnaphalocrosis sp.,
Scotinophara coarctata
Scirpophaga spp.
Leptocorisa oratorius
Stadia 8
(Gabah setengah matang)
Nilaparvat lugens.,
Scotinophara coarctata
Scirpophaga spp.
Leptocorisa oratorius
Nilaparvat lugens,
Scotinophara coarctata.
Scirpophaga spp.
Leptocorisa oratorius
Stadia 9
(Gabah matang penuh)
Nilaparvat lugens.,
Scotinophara coarctata
Scirpophaga spp.
Leptocorisa oratorius
Nilaparvat lugens,
Scirpophaga spp.
Scotinophara coarctata ,
Leptocorisa oratorius.
-
43
Tabel 4.9. Musuh alami yang ditemukan pada stadia pertumbuhan tanaman padi.
Populasi dari hama pada setiap stadia anakan, pemanjangan batang,
pembentukan malai, keluarnya malai, pembungaan, matang susu, setengah
matang, dan matang penuh disajikan pada Tabel 4.10; 4.11; Tabel 4.12; Tabel
4.13; Tabel 4.14; Tabel 4.15; Tabel 4.16; dan Tabel 4.17.
Stadia pertumbuhan
padi
Spesies musuh alami yang
ditemukan di lokasi 1
Spesies musuh alami yang
ditemukan di lokasi 2
Stadia 2
(Anakan)
Philidipus spp., Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Orthetrum sabina
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Orthetrum sabina
Stadia 3
(Pemanjangan batang)
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes, Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,
Stadia 4
(Pembentukan malai)
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,
Stadia 5
(Keluarnya malai)
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Stadia 6
(Pembungaan)
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Agriocnemis falcifera
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Stadia 7
(Gabah matang susu)
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Stadia 8
(Gabah setengah
matang)
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea, Orthetrum
sabina
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Stadia 9
(Gabah matang penuh)
Philidipus spp.,Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes,Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
Philidipus spp., Agelenopsis spp.,
Adalia bipunctata, Paederus
fuscipes, Ophionea nigrofasciata,
Sepedon sphegea
-
44
Pada Tabel 4.10 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia
anakan di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah hama ulat penggulung daun. Populasi hama
paling rendah pada stadia anakan di lokasi1 adalah kepinding tanah, serta di lokasi
2 adalah belalang.
Pada Tabel 4.11 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia
pemanjangan batang di lokasi 1 adalah wereng batang coklat, serta di lokasi 2
adalah ulat penggulung daun. Populasi hama paling rendah pada stadia
pemanjangan batang di lokasi 1 dan di lokasi 2 adalah kepinding tanah.
Pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 memperlihatkan populasi hama paling
tinggi pada stadia pembentukan malai dan stadia keluarnya malai di lokasi 1 dan
di lokasi 2 adalah wereng coklat. Populasi hama paling rendah pada stadia
pembentukan malai dan keluarnya malai di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah kepinding
tanah.
Pada Tabel 4.14 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia
pembungaan di lokasi 1 dan di lokasi 2 adalah wereng coklat. Populasi hama
paling rendah pada stadia pembungaan di lokasi 1 adalah belalang, serta pada
lokasi 2 adalah kepinding tanah.
Pada Tabel 4.15 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia
matang susu di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah wereng coklat. Populasi hama paling
rendah pada stadia matang susu dilokasi 1 adalah hama penggulung daun, serta di
lokasi 2 adalah walang sangit.
Pada Tabel 4.16 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia
setengah matang di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah wereng coklat. Populasi hama
paling rendah ditemukan pada stadia setengah matang di lokasi 1 adalah ulat
penggerek batang, serta pada lokasi 2 adalah ulat penggulung daun.
Pada Tabel 4.17 memperlihatkan populasi hama paling tinggi pada stadia
matang penuh di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah wereng coklat. Populaasi hama
paling rendah pada stadia matang penuh di lokasi 1 adalah walang sangit, serta di
lokasi 2 adalah ulat penggerek batang.
-
45
Tabel 4.10. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1
dan 2 pada stadia anakan maksimum per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam
berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar
legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Tabel 4.11. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1
dan 2 pada stadia pemanjangan batang per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Tabel 4.12. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1 dan 2 pada stadia pemebentukan malai per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3
Wereng coklat
Nilaparvata lugens Stål
(Homoptera: Delphacidae)
18 22 11 4 23 19
Ulat penggulung daun
Cnaphalocrosis sp.
(Lepidoptera: Pyralidae)
57 85 83 45 33 34
Kepinding tanah
Scotinophara coarctata F.
(Hemiptera: Pentatomidae)
2 3 1 0 2 0
Belalang
Oxya hyla intricata Stål
(Orthoptera: Acrididae)
1 3 4 0 0 1
Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3
Wereng coklat
Nilaparvata lugens Stål
(Homoptera: Delphacidae)
14 35 36 21 30 30
Ulat penggulung daun
Cnaphalocrosis sp.
(Lepidoptera: Pyralidae)
23 27 31 35 28 29
Kepinding tanah
Scotinophara coarctata F.
(Hemiptera: Pentatomidae)
0 2 4 0 1 0
Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat
Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)
99 57 66 158 122 100
Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.
(Lepidoptera: Pyralidae)
17 21 23 11 10 12
Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)
1 0 0 0 2 0
-
46
Tabel 4.13. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1 dan 2 pada stadia keluarnya malai per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Tabel 4.14. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1 dan 2 pada stadia pembungaan per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat
Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)
123 155 280 623 441 183
Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.
(Lepidoptera: Pyralidae)
13 19 24 20 24 40
Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)
1 1 0 1 0 1
Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat
Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)
664 634 467 689 584 571
Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.
(Lepidoptera: Pyralidae)
18 22 25 23 27 41
Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)
2 3 1 0 2 0
Belalang Oxya hyla intricata Stål (Orthoptera: Acrididae)
0 0 1 0 0 0
Walang sangit Leptocorisa oratorius F. (Hemiptera: Alydidae)
0 0 2 0 0 0
-
47
Tabel 4.15. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1 dan 2 pada stadia matang susu per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Tabel 4.16. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan di lokasi 1
dan 2 pada stadia setenagah matang per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat
Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)
759 681 343 759 806 530
Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.
(Lepidoptera: Pyralidae)
0 1 0 0 17 7
Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)
2 5 2 2 1 1
Ulat penggerek batang Scirpophaga spp.
(Lepidoptera: Crambidae)
0 0 3 0 2 3
Walang sangit Leptocorisa oratorius F. (Hemiptera: Alydidae)
1 0 2 1 2 1
Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3 Wereng coklat
Nilaparvata lugens Stål (Homoptera: Delphacidae)
120 116 91 346 325 234
Ulat penggulung daun Cnaphalocrosis sp.
(Lepidoptera: Pyralidae)
0 0 0 0 0 2
Kepinding tanah Scotinophara coarctata F. (Hemiptera: Pentatomidae)
13 1 0 0 0 0
Ulat penggerek batang Scirpophaga spp.
(Lepidoptera: Crambidae)
2 1 1 3 1 0
Walang sangit Leptocorisa oratorius F. (Hemiptera: Alydidae)
2 1 3 3 2 4
-
48
Tabel 4.17. Jumlah spesies dan individu hama yang ditemukan pada lokasi 1
dan 2 pada stadia matang penuh per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stål) merusak tanaman padi dengan
menghisap cairan dari tanaman padi. Ulat penggulung daun (Cnaphalocrosis sp.)
memakan cairan hijau daun tanaman padi. Belalang (Oxya hyla intricata Stål)
memakan daun hijau dari tanaman padi. Walang sangit (Leptocorisa oratorius F.)
Menghisap cairan dari gabah padi. Kepinding tanah (Scotinophara coarctata)
merusak tanaman padi dengan cara menghisap cairan dari pada bagian batang
tanaman padi. Gejala serangan hama Penggerek batang (Scirpophaga spp.) pada
fase generatif saat padi bunting disebut beluk (white heads) dengan gejala malai
mati dengan bulir hampa yang kelihatan berwarna putih.
Pada setiap pertumbuhan tanaman padi hama yang relatif paling banyak
ditemukan adalah hama wereng coklat (Tabel 4.10; 4.11; Tabel 4.12; Tabel 4.13;
Tabel 4.14; Tabel 4.15; Tabel 4.16; dan Tabel 4.17). Hama ini muncul pada setiap
stadia pertumbuhan tanaman padi. Menurut Baehaki dan Widiarta (2009), wereng
coklat memiliki siklus hidup 21-33 hari dan satu ekor induk betina dapat
menghasilkan 100-500 telur. Siklus hidup yang cukup pendak dan kemanpuan
induk betina menghasilkan telur dalam jumlah yang cukup banyak menjadi salah
satu faktor penyebab populasi hama pada waktu tanam berdasarkan pranata
mangsa dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani menjadi sangat tinggi.
Populasi dari musuh alami pada setiap stadia anakan, pemanjangan batang,
pembentukan malai, keluarnya malai, pembungaan, matang susu, setengah
Jenis hama Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3
Wereng coklat Nilaparvata lugens Stål
(Homoptera: Delphacidae)
120 116 91 214 181 196
Kepinding tanah
Scotinophara coarctata F.
(Hemiptera: Pentatomidae)
4 8 1 2 2 1
Ulat penggerek batang (Scirpophaga spp.)
(Lepidoptera: Crambidae)
0 0 8 0 0 1
Walang sangit
Leptocorisa oratorius F.
(Hemiptera: Alydidae)
1 2 4 2 2 7
-
49
matang, dan matang penuh ditampilkan pada Tabel 4,18, 4.19; Tabel 4.20; Tabel
4.21; Tabel 4.22; Tabel 4.23; Tabel 4.24; dan Tabel 4.25.
Pada Tabel 4.18 populasi musuh alami tertinggi pada stadia anakan di
lokasi dan lokasi 2 adalah laba-laba. Populasi musuh alami terendah pada stadia
anakan di lokasi 1 adalah kumbang karabid, serta di lokasi 2 adalah kumbang
koksi.
Pada Tabel 4.19 populasi musuh alami tertinggi pada stadia pemanjangan
batang di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah laba-laba. Populasi musuh alami terendah
pada stadia pemanjangan batang di lokasi 1 adalah kumbang karabid, serta di
lokasi 2 adalah kumbang koksi.
Pada Tabel 4.20 populasi musuh alami tertinggi pada stadia pembentukan
malai di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah laba-laba. Populasi musuh alami terendah
pada stadia pembentukan malai di lokasi 1 adalah kumbang koksi, serta di lokasi 2
adalah tomcat.
Pada Tabel 4.21 populasi musuh alami tertinggi pada stadia keluarnya malai
di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah laba-laba. Populasi musuh alami terendah pada
stadia pembentukan malai di lokasi 1 adalah kumbang koksi, serta di lokasi 2
adalah lalat rawa.
Pada Tabel 4.22 populasi musuh alami tertinggi pada stadia pembungaan di
lokasi 1 adalah laba-laba, serta di lokasi 2 adalah tomcat. Populasi musuh alami
terendah pada stadia pembungaan di lokasi 1 adalah kumbang koksi dan capung
kecil, serta di lokasi 2 adalah kumbang koksi.
Pada Tabel 4.23 populasi musuh alami tertinggi pada stadia matang susu di
lokasi 1 adalah laba-laba, serta di lokasi 2 adalah tomcat. Populasi musuh alami
terendah pada stadia matang susu di lokasi 1 adalah kumbang karabid, serta di
lokasi 2 adalah kumbang karabid dan lalat rawa.
Pada Tabel 4.24 populasi musuh alami tertinggi pada stadia setengah
matang di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah tomcat. Populasi musuh alami terendah
pada stadia setengah matang di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah lalat rawa.
Pada Tabel 4.25 populasi musuh alami tertinggi pada stadia matang penuh
di lokasi 1 dan lokasi 2 adalah tomcat. Populasi musuh alami terendah pada stadia
matang penuh di lokasi 1 adalah lalat rawa, serta di lokasi 2 adalah kumbang
karabid.
-
50
Tabel 4.18. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia
anakan maksimum per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Tabel 4.19. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia
pemanjangan batang per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3
Laba-laba
Philidipus spp.
(Araneae: Salticidae)
dan Agelenopsis spp.
(Araneae: Agelenidae)
19 16 16 9 7 11
Kumbang koksi
Adalia bipunctata L. (Coleoptera: Coccinellidae)
0 0 0 0 1 0
Tomcat
Paederus fuscipes F. (Coleoptera: Staphylinidae)
7 5 0 2 2 1
Kumbang karabid
Ophionea nigrofasciata Schmidt-Gobel
(Coleoptera: Carabidae)
0 0 3 0 0 0
Capung besar
Orthetrum sabina D. (Odonata: Libellulidae)
0 0 4 1 0 1
Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3
Laba-laba
Philidipus spp.
(Araneae: Salticidae)
dan Agelenopsis spp.
(Araneae: Agelenidae)
12 13 16 8 7 10
Kumbang koksi
Adalia bipunctata L.
(Coleoptera: Coccinellidae)
0 1 0 0 1 0
Tomcat
Paederus fuscipes F.
(Coleoptera: Staphylinidae)
3 1 0 1 2 2
Kumbang karabid
Ophionea nigrofasciata
Schmidt-Gobel
(Coleoptera: Carabidae)
0 0 1 0 0 0
-
51
Tabel 4.20. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia
pembentukan malai per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Tabel 4.21. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia
keluarnya malai per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3
Laba-laba
Philidipus spp.
(Araneae: Salticidae)
dan Agelenopsis spp.
(Araneae: Agelenidae)
3 7 7 4 2 1
Kumbang koksi
Adalia bipunctata L. (Coleoptera: Coccinellidae)
0 1 1 0 1 1
Tomcat
Paederus fuscipes F. (Coleoptera: Staphylinidae)
3 4 2 0 1 0
Kumbang karabid
Ophionea nigrofasciata Schmidt-Gobel
(Coleoptera: Carabidae)
0 2 0 0 0 0
Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3
Laba-laba
Philidipus spp.
(Araneae: Salticidae)
dan Agelenopsis spp.
(Araneae: Agelenidae)
16 3 12 8 4 2
Kumbang koksi
Adalia bipunctata L.
(Coleoptera: Coccinellidae)
0 1 0 1 0 1
Tomcat
Paederus fuscipes F.
(Coleoptera: Staphylinidae)
4 0 0 2 0 2
Kumbang karabid
Ophionea nigrofasciata
Schmidt-Gobel
(Coleoptera: Carabidae)
0 0 2 0 1 1
Lalat rawa Sepedon sphegea F.
(Diptera: Sciomyzidae) 0 0 2 0 1 0
https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae
-
52
Tabel 4.22. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia pembungaan per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Tabel 4.23. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia gabah matang susu per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3 Laba-laba
Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) dan Agelenopsis spp.
(Araneae: Agelenidae)
10 11 9 5 1 5
Kumbang koksi Adalia bipunctata L.
(Coleoptera: Coccinellidae)
0 2 1 1 2 1
Tomcat Paederus fuscipes F.
(Coleoptera: Staphylinidae)
3 1 4 6 2 6
Kumbang karabid Ophionea nigrofasciata
Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae)
1 6 1 1 2 2
Lalat rawa Sepedon sphegea F.
(Diptera: Sciomyzidae) 1 2 2 1 2 3
Capung kecil Agriocnemis falcifera P.
(Odonata: Coenagrionidae) 0 2 1 0 0 0
Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3 Laba-laba
Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) dan Agelenopsis spp.
(Araneae: Agelenidae)
8 5 12 4 3 6
Kumbang koksi Adalia bipunctata L.
(Coleoptera: Coccinellidae)
2 4 5 7 4 6
Tomcat Paederus fuscipes F.
(Coleoptera: Staphylinidae)
4 4 3 10 6 2
Kumbang karabid (Ophionea nigrofasciata)
Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae)
3 1 1 0 0 2
Lalat rawa Sepedon sphegea F.
(Diptera: Sciomyzidae)
3 1 4 0 0 2
https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidaehttps://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae
-
53
Tabel 4.24. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia gabah matang setengah matang per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Tabel 4.25. Jumlah individu musuh alami di lokasi 1 dan lokasi 2 pada stadia
gabah matang penuh per 100 rumpun padi
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Laba-laba, tomcat, capung besar, capung kecil, kumbang koksi, kumbang
karabid dan lalat rawa merupakan musuh alami yang tergolong sebagai predator.
Laba-laba merupakan predator dari hama wereng coklat dan ulat, kumbang
Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3 Laba-laba
Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) dan Agelenopsis spp.
(Araneae: Agelenidae)
9 7 10 7 13 1
Kumbang koksi Adalia bipunctata L.
(Coleoptera: Coccinellidae)
2 5 7 3 8 6
Tomcat Paederus fuscipes F.
(Coleoptera: Staphylinidae)
14 11 7 7 9 15
Kumbang karabid (Ophionea nigrofasciata)
Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae)
0 5 2 4 0 0
Lalat rawa Sepedon sphegea F.
(Diptera: Sciomyzidae)
2 0 0 0 1 0
Jenis musuh alami Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3 Laba-laba
Philidipus spp. (Araneae: Salticidae) dan Agelenopsis spp.
(Araneae: Agelenidae)
4 8 4 4 1 3
Kumbang koksi Adalia bipunctata L.
(Coleoptera: Coccinellidae)
2 5 7 3 8 6
Tomcat Paederus fuscipes F.
(Coleoptera: Staphylinidae)
14 11 7 7 9 15
Kumbang karabid Ophionea nigrofasciata
Schmidt-Gobel (Coleoptera: Carabidae)
0 5 2 4 0 0
Lalat rawa Sepedon sphegea F.
(Diptera: Sciomyzidae)
0 2 2 4 0 2
https://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidaehttps://en.wikipedia.org/wiki/Sciomyzidae
-
54
karabid merupakan predator dari wereng coklat dan ulat penggulung daun,
kumbang koksi adalah predator dari hama wereng coklat, capung merupakan
predator dari hama wereng coklat dan ngegat dari ulat penggulung daun,
sedangkan tomcat merupakan predator dari hama wereng coklat (Kalshoven, 1981
dan Lubis, 2005). Rendahnya populasi musuh alami yang mempunyai
karakteristik mampu bermigrasi jarak jauh (capung besar dan capung kecil)
diduga karena kebiasaan petani di sekitar lokasi penelitian yang masih
menggunakan insektisida secara intensif dengan cara disemprotkan.
4.2.3.2. Penyakit pada Tanaman Padi.
Penyakit tanaman padi yang ditemukan adalah penyakit blas pada daun,
blas pada batang, dan blas pada leher malai (Gambar 4.3). Menurut Semangun
(1993), penyakit blas disebabkan oleh serangan patogen cendawan
Pyricularia spp.. Serangan patogen penyakit blas terjadi pada daun, batang dan
leher malai. Persentase serangan patogen penyakit blas disajikan pada Tabel 4.26.
Intensitas serangan patogen penyakit blas pada daun, disajikan pada Tabel 4.27.
Gejala penyakit blas pada daun adalah terbentuknya bercak dengan ujung-
ujung yang runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan
biasanya memiliki tepi berwarna coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit
blas pada leher malai adalah bercak coklat pada cabang malai, hingga dapat
menimbulkan patahnya malai karena busuknya leher malai. Gejala blas pada
batang adalah bercak hitam pada buku batang dan patahnya batang padi
(Semangun, 1993 dan Mukelar dan Kardin, 1991).
Gambar 4.3. Penyakit yang ditemukan di lokasi 1 dan lokasi 2. (a) Blas pada daun,
(b) blas pada batang, (c) blas pada pada leher malai.
(a) (b) (c)
-
55
Pada tabel 4.27, terlihat bahwa persentase penyakit blas daun, blas pada
batang dan blas pada leher pada lokasi 2 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
lokasi 1. Blas batang dan blas leher malai muncul pada saat tanaman padi stadia
gabah setengah matang (delapan) dan stadia pematangan penuh (sembilan).
Tabel 4.26. Persentase serangan patogen penyakit
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Tabel 4.27. Intensitas serangan patogen penyakit blas
Keterangan: Lokasi 1 adalah waktu tanam berdasarkan pranata mangsa, Lokasi 2 adalah waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani, B1 adalah tanpa jajar legowo, B2 adalah sistem tanam jajar legowo 6:1, B3 adalah sistem tanam jajar legowo 4:1.
Pada tabel 4.28, terlihat bahwa intensitas penyakit blas pada daun pada
lokasi 1 menggunakan tanpa jajar legowo, lebih tinggi dibandingkan lokasi 1
menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1 atau jajar legowo 6:1. Lokasi 2
dengan tanpa jajar legowo, memiliki intensitas penyakit blas pada daun lebih
tinggi dibandingkan dengan lokasi 2 menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1,
atau jajar legowo 6:1. Hal ini dikarenakan adanya barisan kosong (legowo) pada
sistem tanam jajar legowo, sehingga lingkungan sekitar tanaman padi yang
ditanam dengan menggunakan sistem jajar legowo memiliki sirkulasi yang lebih
baik dan mendapatkan pencahayaan matahari yang lebih banyak dibandingkan
tanpa jajar legowo.
Penanaman padi dengan sistem tanam jajar legowo akan membuat kondisi
lingkungan kurang mendukung untuk perkembangan patogen penyakit blas.
Barisan kosong pada sistem tanam jajar legowo membuat tanaman mendapatkan
intesitas cahaya matahari yang lebih banyak dan sirkulasi udara lebih baik,
Jenis penyakit Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3
Blas pada daun (%) 92 81 79 95 86 83
Blas batang (patah batang) (%)
0 0 0 7 10 4
Blas leher malai (patah leher malai) (%)
9 8 3 39 31 27
Jenis penyakit Lokasi 1 Lokasi 2
B1 B2 B3 B1 B2 B3
Blas pada daun (%) 28,3 21,3 17,0 39,3 26,3 21,0
-
56
sehingga akan mengurangi kelembaban disekitar kanopi pertanaman, mengurangi
terjadinya embun dan air gutasi, serta mengurangi gesekan daun antar tanaman
sebagai media penularan patogen penyakit (Nasution dkk, 2014 dan Misran,
2014).
Tingginya persentase blas pada daun pada waktu tanam berdasarkan
pranata mangsa (A1) dan waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani (A2)
dikarenakan tanaman padi yang ditanam rentan terhadap serangan patogen
Pyricularia spp. Dewi dkk (2013), mengemukakan bahwa tanaman padi varietas
Ciherang, merupakan tanaman padi yang rentan terhadap serangan patogen
penyakit Pyricularia spp.
4.2.4. Pengaruh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi.
Pengaruh organisme pengganggu tanaman (OPT) terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman di analaisis dengan korelasi. Pada stadia keluarnya malai
populasi wereng coklat dan ulat penggulung daun dikorelasikan dengan jumlah
malai per rumpun. Pada stadia gabah matang susu populasi walang sangit
dikorelasikan dengan jumlah gabah isi per malai. Pada stadia matang penuh
populasi wereng coklat, kepinding tanah, walang sangit, dan ulat penggerek
batang dikorelasikan dengan bobot gabah per petak. Persentase serangan penyakit
blas pada daun, blas pada batang, blas pada malai, dan intesitas serangan patogen
penyakit dikolerasi dengan bobot gabah per petak. Data korelasi disajikan pada
Tabel 4.28; Tabel 4.29; Tabel 4.30; dan Tabel 4.31; dan Tabel 4.32.
Pada tabel 4.28 memperlihatkan populasi wereng coklat dan ulat
penggulung daun menurunkan jumlah malai per rumpun. Nilai korelasi populasi
wereng coklat terhadap jumlah malai per rumpun adalah -0,704. Nilai korelasi
populasi ulat penggulung daun terhadap jumlah malai per rumpun adalah -0,223.
Pada tabel 4.29 memperlihatkan populasi walang sangit menurunkan
jumlah gabah isi per malai. Nilai korelasi populasi walang sangit terhadap jumlah
gabah isi per malai adalah -0,749.
Pada tabel 4.30 memperlihatkan populasi populasi wereng coklat dan
walang sangit menurunkan bobot gabah per petak. Nilai korelasi populasi wereng
-
57
coklat terhadap bobot gabah per petak adalah -0,975. Nilai korelasi populasi
walang sangit terhadap bobot gabah per petak adalah -0,024.
Pada Tabel 4.31 memperlihatkan persentase serangan patogen penyakit
dan intensitas serangannya menurunkan bobot gabah per petak. Nilai korelasi
persentase serangan patogen penyakit blas pada daun terhadap bobot gabah per
petak adalah -0,644. Nilai korelasi persentase serangan patogen penyakit blas
pada batang terhadap bobot gabah per petak adalah -0,854. Nilai korelasi
persentase serangan patogen penyakit blas pada malai terhadap bobot gabah per
petak adalah -0,978. Nilai korelasi intensitas serangan patogen penyakit blas
terhadap bobot gabah per petak adalah -0,731.
Tabel 4.28. Nilai korelasi populasi wereng coklat dan ulat penggulung daun
pada stadia keluarnya malai terhadap jumlah malai per rumpun
Populasi Korelasi terhadap jumlah malai per rumpun
Wereng coklat -0,704
Ulat penggulung daun -0,223
Tabel 4.29. Nilai korelasi populasi walang sangit pada stadia matang susu
terhadap jumlah gabah isi per malai
Populasi Korelasi terhadap jumlah gabah isi per malai
Walang sangit -0,749
Tabel 4.30. Nilai korelasi populasi wereng coklat dan walang sangit pada
stadia matang penuh terhadap bobot gabah per petak
Populasi Korelasi terhadap bobot gabah per petak
Wereng coklat -0,975
Walang sangit -0,024
Tabel 4.31. Nilai korelasi persentase serangan patogen penyakit dan
intensitas serangan patogen penyakit terhadap jumlah bobot
gabah per petak
Pengamatan Korelasi terhadap bobot gabah per petak
Persentase serangan patogen blas pada daun -0,644
Persentase serangan patogen blas pada batang -0,854
Persentase serangan patogen blas pada malai -0,978
Intensitas serangan patogen penyakit blas -0,731
-
58