bab iv hasil dan pembahasan 4.1 parameter fisika dan...

20
29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter fisika dan kimia yang dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3. Parameter Fisika dan Kimiawi Pulau Pramuka Parameter Pulau Pramuka Rata-rata I II III Suhu (ºC) 31 32 30 31 Kecerahan (%) 100 100 100 100 Kecepatan Arus (m/s) 0,06 0,09 0,1 0,083 pH 7,9 7,9 7,8 7,86 Salinitas (‰) 33 33 33 33 Ket : I, II, III = Ulangan Tabel 4. Parameter Fisika dan Kimiawi Pulau Semak Daun Parameter Pulau Pramuka Rata-rata I II III Suhu (ºC) 32 31 30 31 Kecerahan (%) 100 100 100 100 Kecepatan Arus (m/s) 0,13 0,125 0,141 0,132 pH 7,8 7,7 7,9 7,8 Salinitas (‰) 33 32 33 32,67 Ket : I, II, III = Ulangan

Upload: buituyen

Post on 17-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan

Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau

Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter fisika dan kimia

yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Parameter Fisika dan Kimiawi Pulau Pramuka

Parameter Pulau Pramuka

Rata-rata I II III

Suhu (ºC) 31 32 30 31

Kecerahan (%) 100 100 100 100

Kecepatan Arus (m/s) 0,06 0,09 0,1 0,083

pH 7,9 7,9 7,8 7,86

Salinitas (‰) 33 33 33 33

Ket : I, II, III = Ulangan

Tabel 4. Parameter Fisika dan Kimiawi Pulau Semak Daun

Parameter Pulau Pramuka

Rata-rata I II III

Suhu (ºC) 32 31 30 31

Kecerahan (%) 100 100 100 100

Kecepatan Arus (m/s) 0,13 0,125 0,141 0,132

pH 7,8 7,7 7,9 7,8

Salinitas (‰) 33 32 33 32,67

Ket : I, II, III = Ulangan

30

4.1.1 Parameter Fisika

4.1.1.1 Suhu

Suhu perairan yang diperoleh selama penelitian di perairan Pulau Pramuka

dan Semak Daun dilakukan sebanyak tiga kali.Pada Pulau Pramuka suhu perairan

yang diperoleh adalah 31ºC, 32ºC dan 30ºC. Suhu perairan Pulau Semak Daun

yang diperoleh sebesar 32ºC, 31ºC dan 30ºC. Besarnya suhu yang didapatkan di

Pulau Pramuka dan Semak Daun selama penelitian menunjukkan suhu di kedua

pulau tersebut cenderung homogen, karena cuaca selama dilaksanakan penelitian

tidak banyak berubah. Pada pengamatan terakhir suhu perairan lebih rendah

dibanding sebelumnya yaitu sebesar 30ºC, karena dipengaruhi oleh cuaca yang

mendung dan hujan.

4.1.1.2 Kecerahan

Kecerahan perairan yang diperoleh di Pulau Pramuka pada ekosistem lamun

dilakukan sebanyak tiga kali yaitu seluruhnya sebesar 100%, karena kecerahan

perairan di Pulau Pramuka di ekosistem lamun yang didapatkan sampai hingga ke

dasar perairan. Kecerahan perairan di Pulau Semak Daun pada ekosistem terumbu

karang sama halnya dengan Pulau Pramuka yaitu dilakukan sebanyak tiga kali dan

memiliki nilai kecerahan seluruhnya 100%. Kecerahan perairan Pulau Semak

Daun di titik pemasangan jaring untuk menangkap ikan baronang kecerahannya

sampai dasar perairan. Kecerahan perairan hingga 100% ini dipengaruhi oleh

masuknya cahaya matahari yang sampai hingga dasar perairan pada tempat

dilakukannya penelitian. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi lamun dan

terumbu karang karena akan mendukung proses fotosintesis yang optimal.

4.1.1.3 Kecepatan Arus

Kecepatan arus yang diperoleh selama penelitian pada Pulau Pramuka yaitu

berkisar 0,06 – 0,1 m/s. Pulau Semak Daun selama penelitian memiliki kecepatan

arus yaitu berkisar antara 0,125 – 0,141 m/s. Perbedaan arus yang terjadi dapat

disebabkan oleh perbedaan kecepatan angin pada saat penelitian dilakukan.

31

4.1.2 Parameter Kimiawi

4.1.2.1 Derajat Keasaman

Derajat keasaman (pH) yang terukur pada Pulau Pramuka dan Semak Daun

di semua stasiun menunjukkan bahwa nilai pH cukup homogen. Pada penelitian

yang dilakukan di Pulau Pramuka memiliki nilai pH berkisar antara 7,8 - 7,9. Pada

Pulau Semak Daun nilai pH yang terukur berkisar antara 7,7 – 7,9. Rata-rata pH

normal air laut adalah 7 – 8, bahkan di perairan tropis dapat meningkat hingga 9,4

selama fotosintesis berlangsung (Philips dan menez 1988 dalam Merryanto 2000).

Dengan demikian nilai pH di perairan Pulau Pramuka dan Semak Daun pada

waktu penelitian berada pada kisaran yang optimal bagi kehidupan lamun dan

karang yang merupakan habitat bagi ikan baronang dan biota laut lainnya.

4.1.2.2 Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat membatasi

kehidupan organisme dan dapat mengontrol pertumbuhan, reproduksi dan

distribusi organisme (Odum 1971). Hasil pengukuran nilai salinitas setiap stasiun

pengamatan hasilnya cukup homogen atau tidak jauh berbeda.Nilai salinitas yang

terukur di Pulau Pramuka pada ekosistem padang lamun yaitu rata-rata salinitas

sebesar 33‰. Nilai salinitas pada Pulau Semak Daun di ekosistem terumbu

karang memiliki nilai rata-rata salinitas perairannya sebesar 32,67‰.

4.2 Komposisi Jenis Ikan Baronang

Ikan karang memiliki habitat yang berbeda-beda tergantung ketersediaan

makanan dan beberapa parameter fisika seperti kedalaman, kejernihan air, arus

dan gelombang (Allen 1999). Komposisi jenis ikan baronang di perairan Pulau

Pramuka (ekosistem padang lamun) dan Pulau Semak Daun (ekosistem terumbu

karang) disajikan pada tabel dan gambar dibawah ini.

32

Tabel 5. Komposisi jenis ikan baronang di perairan Pulau Pramuka (ekosistem

lamun) Dan di perairan Pulau Semak Daun (ekosistem karang)

Ekosistem Ulangan

ke-

Jumlah individu per species

S.

canaliculatus

S.

guttatus

S.

virgatus

Ekosistem lamun I 19 6 -

II 15 - -

III 10 - -

IV 20 7 -

V 16 3 -

Jumlah 80 16 -

Rata-rata 16 3,2 -

Ekosistem terumbu

karang I 31 15 18

II 26 13 36

III 40 20 11

IV 34 17 7

V 21 24 19

Jumlah 152 89 91

Rata-rata 30,4 17,8 18,2

Ikan baronang merupakan salah satu jenis ikan yang banyak ditemukan di

sekitar ekosistem padang lamun dan terumbu karang, sehingga dapat diketahui

perbandingan komposisi hasil tangkapan dari habitat lamun dan karang pada

Gambar 2 dan Gambar 3. Ikan baronang yang tertangkap pada ekosistem padang

lamun selama sampling 1 hingga sampling ke 5 sebanyak 96 ekor dan didominasi

oleh spesies Siganus canaliculatus yaitu sebanyak 80 ekor. Ikan baronang yang

tertangkap pada ekosistem terumbu karang sama halnya dengan di ekosistem

padang lamun yaitu selama sampling 1 hingga sampling ke 5 tertangkap sebanyak

332 ekor dengan didominasi oleh spesies Siganus canaliculatus dengan jumlah

152 ekor.

Populasi ikan baronang yang hidup di perairan Kepulauan Seribucukup

berlimpah, karena di perairan tersebut tersedia dua ekosistem yang dapat

menunjang kehidupan ikan-ikan baronang tersebut, sehingga dapat dijadikan

tempat mencari makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground) atau

daerah pemijahan (spawning ground). Menurut Kordi (2009), ikan baronang

tergolong herbivora dengan makanan utamanya berupa lamun, alga atau lumut,

33

pada tingkat larva memakan plankton dan menjadi herbivora saat mulai aktif

mencari makan. Secara umum jenis makanan yang ditemukan dalam lambung

S. canaliculatus adalah potongan lamun dengan total komposisi diatas 90 %.

Ditemukan larva gastropoda pada lambung S. canaliculatus karena gastropoda

selama fase larva dan juvenil menempel (epifit) pada daun lamun sehingga ikut

termakan S. canaliculatus yang memakan daun lamun (Husein et al. 2012).

Disamping itu adanya celah pada ekosistem karang membantu ikan baronang

untuk berlindung dari predator.

Gambar 2. Komposisi Ikan Baronang yang Tertangkap di Ekosistem Lamun

Gambar 3. Komposisi Ikan Baronang yang Tertangkap di Ekosistem

Terumbu Karang

Siganus

canaliculatus

83%

Siganus

guttatus

17%

Siganus

canaliculatus

46%

Siganus

guttatus

27%

Siganus

virgatus

27%

34

Berdasarkan data hasil tangkapan ikan baronang di ekosistem padang lamun

didapatkan 2 spesies ikan baronang dengan presentase terbanyak adalah spesies

Siganus canaliculatus sebanyak 83% dan presentase terendah adalah spesies

Siganus guttatus sebanyak 17%. Data hasil tangkapan ikan baronang pada

ekosistem terumbu karang didapatkan 3 spesies ikan baronang dengan presentase

terbanyak adalah dari spesies Siganus canaliculatus sebanyak 46% dan ikan

baronang dengan presentase terendah adalah spesies Siganus guttatus dan Siganus

virgatus yaitu masing-masing sebanyak 27%.

4.3 Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Baronang

Sebaran frekuensi panjang ikan baronang yang hidup di perairan Pulau

Pramuka dan Pulau Semak Daun beraneka ragam, dalam penelitian ini akan

disajikan sebaran frekuensi panjang hasil tangkapan total ikan baronang per

spesies yang berasal dari ekosistem padang lamun dan terumbu karang.

Gambar 4. Sebaran Frekuensi Panjang Siganus canaliculatusdi Lamun dan

Terumbu Karang

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat ikan baronang spesies Siganus

canaliculatus menyebar di ekosistem lamun dimulai dari selang 100 - 119 mm

sampai selang 140 - 159 mm. Frekuensi Siganus canaliculatus yang paling

0

10

20

30

40

50

60

70

0 0

21

54

50 0 0 01

4

28

61

34

13

3 4 4Fre

ku

ensi

( e

kor)

Selang Kelas (mm)

lamun

karang

35

banyak yaitu terdapat pada selang 120 – 139 mm dengan frekuensi 54 ekor dan

frekuensi terendah terdapat pada selang 140 – 159 mm yaitu dengan frekuensi

5 ekor. Spesies Siganus canaliculatus menyebar di ekosistem terumbu karang

dimulai dari selang 60 - 79 mm hingga selang 220 - 239 mm. Siganus

canaliculatus yang berada pada ekosistem terumbu karang tersebar secara merata

dengan ukuran yang beraneka ragam, selang 60 - 79 mm Siganus canaliculatus

memiliki frekuensi yang terendah yaitu 1 ekor.Pada selang 100 – 119 mm

frekuensi Siganus canaliculatus sebanyak 28 ekor, selang 120 – 139 mm

frekuensi Siganus canaliculatus paling tinggi yaitu sebanyak 61 ekor. Pada selang

140 – 159 mm memiliki frekuensi sebanyak 34 ekor, selang 160 – 179 mm

frekuensinya sebanyak 13 ekor, selang 180 – 199 mm memiliki frekuensi Siganus

canaliculatus sebanyak 3 ekor, serta pada selang 200 – 119 mm dan 220 -239 mm

memiliki frekuensi Siganus canaliculatus masing-masing sebanyak 4 ekor.

Pada Gambar 4 terlihat bahwa ukuran Siganus canaliculatus di ekosistem

terumbu karang panjang rata-ratanya lebih besar dibanding di ekosistem lamun,

namun Siganus canaliculatus di terumbu karang masih terdapat ukuran ikan yang

lebih kecil dibanding yang hidup di lamun. Hal ini disebabkan karena

ketersediaan makanan untuk Siganus canaliculatus di ekosistem lamun pada

Pulau Pramuka lebih banyak dibanding di ekosistem terumbu karang, dan

menurut Kordi (2009) bahwa secara umum jenis makanan yang ditemukan dalam

lambung Siganus canaliculatus adalah potongan daun lamun dengan komposisi

diatas 90%.

Peranan ekosistem padang lamun adalah sebagai daerah asuhan, dimana

sebagian besar ikan penghuni padang lamun adalah ikan-ikan juvenil dan apabila

telah dewasa akan menghabiskan hidupnya pada tempat lain seperti ekosistem

terumbu karang. Menurut Mayunar (1996), nilai ekonomi tertinggi ikan padang

lamun sesungguhnya bukan dari segi ukuran, tetapi dari kelimpahan jenis ikan

terutama pada tahap juvenil yang memanfaatkan padang lamun sebagai daerah

asuhan.

36

Gambar 5. Sebaran Frekuensi Panjang Siganus guttatus di Lamun dan

Terumbu Karang

Pada Gambar 5 dapat dilihat Siganus guttatus yang tertangkap di ekosistem

lamun relatif sedikit. Selama penelitian di lamun Siganus guttatus yang tertangkap

hanya sebanyak 16 ekor, jumlahnya jauh berbeda dengan Siganus canaliculatus

yang tertangkap. Sebaran frekuensi panjang Siganus guttatus di ekosistem lamun

dimulai dari selang 105 – 131 mm sampai selang 132 – 158 mm. Siganus guttatus

memiliki frekuensi terbanyak pada selang 105 – 131 mmyaitu dengan jumlah 12

ekor, sedangkan yang memiliki frekuensi terendah yaitu pada selang 132 - 158

mm dengan jumlah 4 ekor. Siganus guttatus menyebar di ekosistem terumbu

karang mulai dari selang 105 - 131 mm sampai selang 267-293 mm. Siganus

guttatus memiliki frekuensi terbanyak pada selang 132 -158 mm dengan jumlah

46 ekor, sedangkan yang memiliki frekuensi terendah yaitu pada selang 240 - 266

mm dengan jumlah 4 ekor.

Dari Gambar 5 terlihat bahwa ukuran Siganus guttatus di ekosistem terumbu

karang lebih besar dibanding dengan di ekosistem lamun. Hal ini dapat

disebabkan karena ketersediaan makanan di ekosistem terumbu karang pada Pulau

Semak Daun cukup banyak, dan didukung oleh kondisi karang Pulau Semak Daun

yang lebih baik dibanding pulau lainnya di Kepulauan Seribu. Faktor-faktor

lingkungan diluar ketersediaan makanan berperan sebagai pengendali

pertumbuhan ikan (Rahardjo et al 2011). Hal ini juga dapat membuktikan peran

0

10

20

30

40

50

60

70

12

40 0 0 0 0

7

46

127 8

4 5Fre

ku

ensi

( e

kor)

Selang Kelas (mm)

lamun

karang

37

ekologi padang lamun sebagai daerah perlindungan, asuhan dan pembesaran bagi

komunitas ikan baronang, dan saat dewasa akan menuju ekosistem disekitarnya

seperti terumbu karang untuk menghabiskan sebagian masa dewasanya pada

ekosistem tersebut.

Gambar 6. Sebaran Frekuensi Panjang Siganus virgatus pada Ekosistem Terumbu

Karang

Pada Gambar 6 sebaran frekuensi panjang Siganus virgatus menyebar di

ekosistem terumbu karang dimulai dari selang 63 – 76 mm sampai 161 – 175 mm.

Frekuensi tertinggi pada sebaran frekuensi panjang Siganus virgatus yaitu pada

selang 119 – 132 mm dengan 41 ekor. Pada selang 161 - 175 mm adalah selang

yang memiliki frekuensi terendah yaitu Siganus virgatus yang berada pada selang

tersebut hanya ada 1 ekor.

Ukuran rata-rata panjang Siganus virgatus pada ekosistem terumbu karang

lebih rendah dibanding dengan rata-rata panjang dari Siganus canaliculatus dan

Siganus guttatus. Perbedaan tersebut di duga disebabkan karena ada faktor dalam

dan faktor luar. Faktor dalam antara lain keturunan, jenis kelamin dan umur.

Sedangkan faktor luar yaitu disebabkan oleh jumlah individu dalam

ekosistemterumbu karang yang tidak sebanding dengan jumlah makanan sehingga

terjadi kompetisi dalam mendapatkan makanan (Nggajo 2009).

0

10

20

30

40

50

60

70

5 7 611

41

15

51F

rek

uen

si (

ek

or)

Selang Kelas (mm)

38

4.4 Hubungan Panjang Bobot

Hubungan panjang bobot ikan betujuan untuk melihat pola pertumbuhan

ikan dengan parameter panjang dan bobot, dengan kata lain hubungan panjang

bobot digunakan untuk menduga bobot melalui panjang atau sebaliknya. Analisis

hubungan panjang bobot menggunakan data panjang total dan bobot basah ikan

baronang untuk melihat pola pertumbuhan ikan baronang di perairan Pulau

Pramuka dan Pulau Semak Daun. Hubungan panjang bobot ikan baronang per

spesies disajikan berdasarkan habitat ikan tersebut.

Gambar 7. Hubungan Panjang Bobot Siganus canaliculatus, (a) Lamun

(b) TerumbuKarang

Pada Gambar 7 berdasarkan penelitian yang dilaksanakan Siganus

canaliculatus pada ekosistem lamun dan terumbu karang yang diukur panjang dan

bobot tubuhnya, memiliki ukuran yang berbeda-beda antara ikan satu dengan

yang lainnya. Pada ekosistem lamun ukuran Siganus canaliculatus yang

terpanjang adalah 155 mm dengan bobot 53 gram dan yang terpendek adalah 100

mm dengan bobot 13 gram , sedangkan ukuran Siganus canaliculatus pada

ekosistem terumbu karang yang terpanjang adalah 235 mm dengan bobot 230

gram dan yang terpendek adalah 65 mm dengan bobot 7 gram. Hasil analisis

regresi hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus yang tertangkap di

ekosistem padang lamun pada Pulau Pramuka didapatkan persamaan yaitu

W = -6,024L3,570, dengan nilai b sebesar 3,570, nilai koefisien determinasi (R2)

0

30

60

90

0 50 100 150 200

Bob

ot

(gr)

Panjang (mm)

W = -6,024L3,570 a)

R2 = 0,880

r = 0,938

0

30

60

90

120

150

180

210

240

270

0 50 100 150 200 250

Bob

ot

(gr)

Panjang (mm)

W = -5,768L3,440 b)

R2= 0,960

r = 0,981

39

sebesar 0,880 dan koefisien korelasi (r) sebesar 0.938. Nilai b Siganus

canaliculatus pada ekosistem lamun di Pulau Pramuka yaitu lebih besar dari 3

(b>3), artinya pertambahan bobot Siganus canaliculatus lebih cepat dari

pertambahan panjangnya yang menandakan keadaan ikan montok. Hubungan

panjang bobot Siganus canaliculatus pada ekosistem terumbu karang Pulau

Semak Daun diperoleh persamaan yaitu W = -5,768L3,440, dengan nilai b sebesar

3,440, nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,960 dan koefisien korelasi

(r) sebesar 0,980. Siganus canaliculatus pada ekosistem terumbu karang memiliki

nilai b > 3, artinya pertambahan bobot Siganus canaliculatus lebih cepat dari

pertambahan panjangnya, menandakan kondisi ikan montok. Hal ini diperkuat

juga dengan hasil uji-t yang mendapatkan nilai thitung> ttabel yang berarti tolak Ho.

yang menandakan bahwa pola hubungan antara panjang dan berat adalah

allometrik.

Gambar 8. Hubungan Panjang Bobot Siganus guttatus, (a) Lamun

(b) Terumbu Karang

Pada Gambar 8 Siganus guttatus pada ekosistem lamun dan terumbu karang

yang diukur panjang dan bobot tubuhnya, memiliki ukuran yang berbeda-beda

antara ikan satu dengan yang lainnya. Pada ekosistem lamun ukuran Siganus

guttatus yang terpanjang adalah 145 mm dengan bobot 52 gram dan yang

terpendek adalah 105 mm dengan bobot 22 gram, sedangkan ukuran Siganus

guttatus pada ekosistem terumbu karang yang terpanjang adalah 290 mm dengan

0

50

100

150

0 50 100 150 200

Bob

ot

(gr)

Panjang (mm)

W = -3,619L2,455 a)

R2 = 0,937

r = 0,968

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

0 50 100 150 200 250 300

Bob

ot

(gr)

Panjang (mm)

W = ‐4,534L2,895 b)

R2 = 0,982

r = 0,991

40

bobot 392 gram dan yang terpendek adalah 125 mm dengan bobot 29 gram. Dapat

dilihat juga pada gambar sebaran ukuran Siganus guttatus pada ekosistem

terumbu karang lebih bervariasi dibanding dengan di lamun, ini dikarenakan

populasi Siganus guttatus di ekosistem terumbu karang lebih banyak tertangkap

jumlahnya dibanding di ekosistem lamun.

Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan panjang bobot Siganus guttatus

yang tertangkapdi ekosistem padang lamun Pulau Pramuka pada Gambar 8

diperoleh persamaan yaitu W = -3,619L2,455

, dengan nilai b sebesar 2,455, nilai

koefisien determinasi (R2) sebesar 0,937 dan koefisien korelasi (r) sebesar 0,968.

Hubungan panjang bobot Siganus guttatus pada ekosistem terumbu karang pulau

Semak Daun diperoleh persamaan yaitu W = -4,534L2,895

, dengan nilai b sebesar

2,895, nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,982 dan koefisien korelasi

(r) sebesar 0,991. Nilai b Siganus guttatus pada ekosistem lamun di Pulau

Pramuka dan ekosistem terumbu karang di Pulau Semak Daun yaitu sama-sama

memiliki nilai b kurang dari 3 (b < 3) yang artinya pertambahan panjang lebih

cepat dibanding pertambahan bobotnya, yang menandakan keadaan ikan

kurus.Hal ini diperkuat juga dengan hasil uji-t yang mendapatkan nilai thitung> ttabel

yang berarti tolak Ho yang menandakan bahwa pola hubungan antara panjang dan

berat adalah allometrik.

Gambar 9. Hubungan Panjang Bobot Siganus virgatus di Terumbu Karang

0

30

60

90

120

150

0 50 100 150 200

Bob

ot

(gr)

Panjang (mm)

W = -3,261L2,246

R2 = 0,874

r = 0,935

41

Siganus virgatus yang tertangkap selama penelitian ukurannya bervariasi,

dari yang berukuran kecil hingga sedang, ini terlihat pada Gambar 9 sebaran

ukuran Siganus virgatus bervariasi, karena memiliki ukuran yang berbeda-beda

antara ikan yang satu dengan yang lainnya. Pada ekosistem terumbu karang

ukuran Siganus virgatus yang terpanjang adalah 175 mm dengan bobot 68 gram

dan yang terpendek adalah 63 mm dengan bobot. Hasil analisis regresi hubungan

panjang bobot Siganus virgatus yang tertangkap hanya pada ekosistem terumbu

karang, karena ikan baronang dari spesies Siganus virgatus tidak tertangkapan

pada ekosistem padang lamun di Pulau Pramuka. Hubungan panjang bobot

Siganus virgatus pada ekosistem terumbu karang pulau Semak Daun diperoleh

persamaan yaitu W = -3,261L2,246, dengan nilai b sebesar 2,246, nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,874dan koefisien korelasi (r) sebesar 0,935. Nilai b dari

Siganus guttatus pada ekosistem terumbu karang di Pulau Semak Daun kurang

dari 3 (b < 3) yang artinya pertambahan panjang lebih cepat dibanding

pertambahan bobotnya, yang menandakan kondisi ikan kurus. Hal ini diperkuat

juga dengan hasil uji-t yang mendapatkan nilai thitung> ttabel yang berarti tolak Ho,

yang menandakan bahwa pola hubungan antara panjang dan berat adalah

allometrik.

Sesudah masa larva berakhir bentuk ikan hampir serupa dengan induk,

beberapa bagian tubuhnya meneruskan pertumbuhannya. Pada umumnya

perubahan tadi hanya merupakan perubahan kecil saja seperti panjang sirip dan

kemontokan tubuh, selain itu terdapat pula perubahan yang bersifat sementara

misalnya perubahan yang berhubungan dengan kematangan gonad. Perubahan-

perubahan ini dinamakan pertumbuhan allometrik atau heterogenic. Apabila pada

ikan terdapat perubahan terus menerus secara proporsionil dalam tubuhnya

dinamakan pertumbuhan isometric atau isogenic (Effendie 1997).

Dari semua grafik, terlihat bahwa pola pertumbuhan baronang di lamun dan

di terumbu sama yaitu allometrik, namun kecepatan pertumbuhannya berbeda.

Menurut Bagenal (1978) dalam Habibun (2011), faktor-faktor yang menyebabkan

perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, berbedanya

stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin,

42

tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan

isi perut. Moutopoulos dan Stergiou (2002) dalam Harmiyati (2009) menyatakan

bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi

ukuran ikan yang diamati. Menurut Effendie (1997) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar

yang mencakup jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang

menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor

kualitas air, umur, dan ukuran ikan serta matang gonad.

4.5 Struktur Populasi

4.5.1 Struktur Umur Siganus canaliculatus

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Bhattacharya, di

dapatkan bahwa ikan baronang spesies Siganus canaliculatus di ekosistem padang

lamun terdiri dari satu kelompok umur (Gambar 10). Kelompok umur terpetakan

pada koordinat atas (114 ; 0,405) dan koordinat bawah (135 ; -0,875), mempunyai

struktur fungsi Y = 7,876 – 0,062 X dengan panjang rata-rata sebesar 126,552

mm.

Gambar 10. Kelompok Umur Siganus canaliculatus pada Ekosistem Lamun

Perhitungan struktur umur dengan menggunakan metode Bhattacharya, di

dapatkan bahwa Siganus canaliculatus di ekosistem terumbu karang terdiri dari

satu kelompok umur(Gambar 11). Kelompok umur pertama terpetakan pada

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

0 50 100 150 200

KOHORT 1

43

koordinat atas (80 ;1,386) dan koordinat bawah (120 ; 0,779), mempunyai struktur

fungsi Y = 2,889 – 0,015 X dengan panjang rata-rata sebesar 190,206 mm.

Gambar 11. Kelompok Umur Siganus canaliculatus pada Ekosistem Terumbu

Karang

4.5.2 Struktur Umur Siganus guttatus

Hasil perhitungan dengan meggunakan metode Bhattacharya terhadap ikan

baronang spesies Siganus guttatus pada ekosistem lamun di dapatkan satu

kelompok umur (Gambar 12). Kelompok umur terpetakan pada koordinat atas

(121 ; 0,405) dan koordinat bawah (137 ; -0,288), mempunyai struktur fungsi Y =

5,724 – 0,043 X dengan panjang rata-rata sebesar 132,120 mm.

Gambar 12. Kelompok Umur Siganus guttatus pada Ekosistem Lamun

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 50 100 150 200 250

KOHORT 1

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

0 50 100 150

KOHORT 1

44

Perhitungan struktur umur Siganus guttatus pada ekosistem terumbu karang

dengan menggunakan metode Bhattacharya, bahwa di dapatkan satu kelompok

umur (Gambar 13). Kelompok umur terpetakan pada koordinat atas (167 ;0,105)

dan koordinat bawah (209 ; -0,405), mempunyai struktur fungsi Y = 2,016 –

0,012 X dengan panjang rata-rata sebesar 165,775 mm.

Gambar 13. Kelompok Umur Pertama Siganus guttatus pada Ekosistem Terumbu

Karang

4.5.3 Struktur Umur Siganus virgatus

Perhitungan dengan metode Bhattacharya, di dapatkan bahwa Siganus

virgatus di ekosistem terumbu karang terdiri dari dua kelompok umur

(Gambar 14). Kelompok umur pertama terpetakan pada koordinat atas (77 ;

0,336) dan koordinat bawah (91 ; -0,154), dan memiliki struktur fungsi Y = 3,035

– 0,035 X dengan panjang rata-rata 86,601 mm.

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

0 50 100 150 200 250 300

KOHORT 1

45

Gambar 14. Kelompok Umur Pertama Siganus virgatus pada Ekosistem Terumbu

Karang

Kelompok umur ke dua mempunyai koordinat atas (119 ; 1,628) dan

koordinat bawah (147 ; -1,090), struktur fungsi Y = 12,758 – 0,097 X dengan

panjang rata-rata 131,434 mm.

Gambar 15. Kelompok Umur ke dua Siganus virgatus pada Ekosistem Terumbu

Karang

Metode Bhattacharya pada dasarnya terdiri atas pemisahan sejumlah

distribusi normal, masing-masing mewakili suatu kohort ikan, dari distribusi

keseluruhan, dimulai dari sebelah kiri dari distribusi total. Jika distribusi normal

yang pertama telah ditentukan maka ia disingkirkan dari distribusi total. Prosedur

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

0 50 100 150 200

KOHORT 1

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

0 50 100 150 200

KOHORT 2

46

yang sama diulangi selama masih memungkinkan untuk memisahkan distribusi

normal dari distribusi total (Sparre & Venema 1999).

Suatu kohort didefinisikan sebagai sekelompok ikan yang kesemuanya

memiliki umur yang sama dan berasal dari stok yang sama. Dari gambar diatas,

rata-rata ikan baronang yang diperoleh dari hasil tangkapan di Pulau Pramuka dan

Pulau Semak Daun terdiri dari satu kohort, dan hanya spesies Siganus virgatus

yang memiliki dua kohort. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata ikan baronang

yang tertangkap di Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun kesemuanya memiliki

umur yang sama dan berasal dari stok yang sama.

Panjang rata-rata ikan baronang di ekosistem terumbu karang lebih besar

dibanding dengan di ekosistem lamun, ini berarti pertumbuhan ikan baronang di

ekosistem lamun lebih lambat daripada ikan baronang di karang. Hal tersebut

dapat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan kondisi perairan yang berbeda.

Pada umumnya ikan baronang yang hidup di terumbu karang yaitu pada ukuran

sedang sampai besar, sedangkan yang hidup di lamun pada umumnya masih

berukuran kecil. Menurut Syahrir (2012) komposisi ikan karang paling tinggi

terdapat pada ekosistem terumbu karang dan komposisi ikan karang terendah di

dapat pada ekosistem padang lamun. Menurut Marasabessy (2010) ekosistem

padang lamun digunakan oleh ikan karang sebagai daerah asuhan dan

perlindungan (nursery ground), dan sebagai tempat memijah (spawning ground)

maupun sebagai tempat mencari makan (feeding ground). Dengan kondisi

lingkungan yang lebih tenang dari pada terumbu karang, ikan-ikan yang

berukuran relatif kecil (±15 cm)lebih banyak di temukan di padang lamun.

Walaupun ekosistem padang lamun mempunyai produktifitas primer yang tinggi,

kondisi lingkungan yang statis dan pengaruh pasang surut yang tinggi

menyebabkan rendahnya komposisi ikan yang di temukan di padang lamun. Ikan

karang yang berukuran lebih besar lebih menyukai terumbu karang untuk

mendapatkan tempat perlindungan dan mencari makan (Syahrir 2012).

47

4.5.3 Karakter Morfometrik

Hasil pengukuran karakter morfometrik merupakan salah satu yang dapat

digunakan sebagai ciri taksonomi saat mengidentifikasi ikan. Setiap spesies ikan

memiliki ukuran mutlak berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor umur, jenis

kelamin, dan lingkungan hidupnya. Faktor lingkungan yang dimaksud disini

seperti makanan, suhu, pH, dan salinitas (Affandi dkk. 1992 dalam Irwan 2008).

Hasil pengukuran karakter morfometrik pada tiga spesies ikan baronang dapat

dilihat pada Lampiran 7.

Hasil pengukuran menunjukan adanya perbedaan kisaran ukuran

morfometrik. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan

ikan. Walaupun umur ikan dari suatu spesies sama, ukuran mutlaknya dapat

berbeda. Oleh karena itu, standar dalam identifikasi ialah ukuran

perbandingannya, seperti jarak antara panjang kepala (PK) dibandingkan dengan

panjang total (PT) (Affandi dkk. 1992 dalam Irwan 2008). Hasil pengukuran

perbandingan karakter morfometrik pada masing-masing spesies ikan baronang

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kisaran Ukuran Perbandingan Ciri Morfometrik pada Ketiga Spesies Ikan

Baronang

Perbandingan

Morfometrik

Spesies

Siganus canaliculatus Siganus guttatus Siganus virgatus

PT : PK 4,10 – 6,71 4,60 – 6,43 3,50 – 6,76

PT : TB 2,50 – 3,22 2,30 – 3,22 2,16 – 3,17

PK : TK 0,58 – 0,85 0,58 – 0,76 0,56 – 0,90

PK : DM 1,21 – 5,71 2,10 – 4,00 1,79 – 3,80

TB : TK 1,50 – 2,14 1,70 – 2,14 1,47 – 2,33

Berdasarkan Tabel 6, terlihat adanya perbedaan kisaran nilai

perbandinganciri morfometrik pada masing-masing spesies. Umumnya jenis

Siganus virgatus memiliki kisaran perbandingan ciri morfometrik yang lebih lebar

dibandingkan Siganus canaliculatus dan Siganus guttatus. Pada perbandingan

Panjang kepala : Diameter mata (PK : DM), jenis Siganus canaliculatus memiliki

48

kisaran yang lebih lebar dibandingkan dua spesies lainnya. Perbedaan kisaran

perbandingan karakter morfometrik pada ketiga spesies tersebut selain disebabkan

oleh perbedaan spesies juga disebabkan adanya perbedaan umur dan jenis kelamin

(Affandi dkk. 1992 dalam Irwan 2008). Faktor lingkungan seperti suhu, salinitas,

dan pH diduga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap perbedaan

ukuranperbandingan ciri morfometrik pada ketiga spesies tersebut karena faktor

lingkungan di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun tidak banyak

perbedaan.