bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum lokasi...

45
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65 persen dari luas Provinsi Gorontalo. Kota Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Kecamatan dengan luas terbesar adalah kecamatan Kota Barat. Secara astronomis, Kota Gorontalo terletak antara 00° 28' 17'' - 00° 35' 56'' Lintang Utara dan antara 122° 59' 44'' - 123° 05' 59'' Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Gorontalo memiliki batas-batas: Utara Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango, Selatan Teluk Tomini, Barat Kecamatan Telaga dan Batudaa Kabupaten Gorontalo, Timur Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Sejak akhir tahun 2010, Kota Gorontalo terdiri atas sembilan kecamatan, yaitu: Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Dungingi, Kecamatan Kota Selatan, Kecamatan Kota Timur, Kecamatan Hulonthalangi, Kecamatan Dumbo Raya, Kecamatan Kota Utara, Kecamatan Kota Tengah, dan Kecamatan Sipatana. Kesembilan kecamatan ini terbagi menjadi 50 kelurahan, 239 RW, dan 753 RT. Kecamatan Kota Barat terdiri dari 7 kelurahan, Kecamatan Dungingi 5 kelurahan, Kecamatan Kota Selatan 5 kelurahan, Kecamatan Kota Timur 6 kelurahan, Kecamatan Hulonthalangi 5 kelurahan, Kecamatan Dumbo Raya 5 kelurahan,

Upload: dangtu

Post on 30-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Gorontalo merupakan ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis

mempunyai luas 79,03 km2

atau 0,65 persen dari luas Provinsi Gorontalo. Kota

Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Kecamatan

dengan luas terbesar adalah kecamatan Kota Barat.

Secara astronomis, Kota Gorontalo terletak antara 00° 28' 17'' - 00° 35' 56''

Lintang Utara dan antara 122° 59' 44'' - 123° 05' 59'' Bujur Timur. Berdasarkan

posisi geografisnya, Kota Gorontalo memiliki batas-batas: Utara – Kecamatan

Tapa Kabupaten Bone Bolango, Selatan – Teluk Tomini, Barat – Kecamatan

Telaga dan Batudaa Kabupaten Gorontalo, Timur – Kecamatan Kabila Kabupaten

Bone Bolango.

Sejak akhir tahun 2010, Kota Gorontalo terdiri atas sembilan kecamatan,

yaitu: Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Dungingi, Kecamatan Kota Selatan,

Kecamatan Kota Timur, Kecamatan Hulonthalangi, Kecamatan Dumbo Raya,

Kecamatan Kota Utara, Kecamatan Kota Tengah, dan Kecamatan Sipatana.

Kesembilan kecamatan ini terbagi menjadi 50 kelurahan, 239 RW, dan 753 RT.

Kecamatan Kota Barat terdiri dari 7 kelurahan, Kecamatan Dungingi 5 kelurahan,

Kecamatan Kota Selatan 5 kelurahan, Kecamatan Kota Timur 6 kelurahan,

Kecamatan Hulonthalangi 5 kelurahan, Kecamatan Dumbo Raya 5 kelurahan,

2

Kecamatan Kota Utara 6 kelurahan, Kecamatan Kota Tengah 6 kelurahan dan

Kecamatan Sipatana 5 kelurahan.

Peta adminitrasi kota Gorontalo ditunjukan pada Gambar 4.1

3

4

5

6

7

8

Kondisi

9

Topografi, Penggunaan Lahan dan Jenis Tanah

Kondisi topografi Kota Gorontalo adalah tanah datar yang dilalui tiga buah

sungai yang bermuara di Teluk Tomini, Pelabuhan

10

Goront

11

alo. Bagian selatan diapit dua pegunungan berbatu kapur/pasir. Ketinggian

dari permukaan laut antara 0 sampai 470 meter. Pesisir pantai landai berpasir.

Kemiringan lereng di Kota Gorontalo berkisar antara 0-8 % (datar), 8-15 %

(landai), 15-25 % (agak curam), 25-40 % termaksud (curam), ≥ 40 % (sangat

curam).

Tabel 4.1 Gambaran Kondisi Lereng Kota Gorontalo.

Kelas Luas (Ha) Persentase (%)

0 – 2 % 3908.656 60.3

2 – 8 % 6.41 0.1

8 – 15 % 204.412 3.2

15 – 25 % 689.23 10.6

25 – 40 % 75.859 1.2

>40 % 1597.047 24.6

Total 6481.614 100

Sedangkan Penggunaan lahan Kota Gorontalo terdiri dari pemukiman, sawah,

tegalan/ladang, hutan lahan kering sekunder, semak belukar, perkebunan

campuran, rawa, pertambangan, dan perkebunan.

Jenis tanah Kota Gorontalo terdiri dari tiga jenis tanah yaitu, jenis tanah

aluvial, jenis tanah latosol, dan jenis tanah podsolik.Peta kelas lereng, Penggunaan

lahan dan jenis tanah ditunjukan pada Gambar 4.2, 4.3, 4.4.

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Keadaan iklim

Di Gorontalo dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim

penghujan. Keadaan ini berkaitan erat dengan arus angin yang bertiup di wilayah

Kota Gorontalo. Pada bulan Oktober sampai April arus angin berasal dari

barat/barat laut yang banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan

musim penghujan. Sementara itu, pada bulan Juni sampai September arus angin

berasal dari timur yang tidak mengandung uap air. Keadaan seperti itu berganti

setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan Mei dan

Oktober.

Kecepatan angin pada tahun 2011 yang dipantau Stasiun Pengamatan BMG

Jalaludin hampir merata setiap bulannya, yaitu pada kisaran antara 1 sampai 4

knot. Suhu udara ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat/wilayah tersebut

terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2011, Gorontalo

mempunyai suhu udara dengan rata-rata 26,83 derajat celsius. Sementara itu, rata-

rata kelembaban relatif adalah 81,7 persen.

Curah hujan pada suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim,

keadaan agrografi dan perputaran/pertemuan arus angin. Karena itu, jumlah curah

hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamatan. Catatan curah hujan

tahun 2011 berkisar antara 7 - 322 mm. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada

bulan maret 2011 yaitu 27 hari.

21

4.2 Hasil penelitian

4.2.1 Uraian Kondisi Longsor Di Kota Gorontalo

Menurut (Dunggio, 2012 : 45) bahwa Dalam hasil penelitian pemetaan

sebaran longsoran di Kota Gororntalo ini tidak hanya morfometri longsoran yang

diukur, tetapi juga mengamati faktor alam yang menjadi faktor utama dalam

penyebab terjadinya longsoran. Penyebab faktor alam longsoran antara lain : jenis

batuan, topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Jenis batuan yang terdapat

di wilayah longsoran yang ada di Kota Gorontalo pada lokasi longsor 1, 2 dan 4

yaitu di kelurahan Lekobalo, Pilo’oda, Do nggalo, Talumoloterdapat jenis batuan

satuan batu gamping koral, pada lokasi 3 terdapat jenis batuan satuan granit dan

pada lokasi 5, 6, 7, 8 yaitu kelurahan Leato Selatan terdapat jenis batuan breksi

vulkanik. Pada kemiringan lerang lokasi lonsoran 1 dan 4 berkisar antara (8-15%

termaksud landai), lokasi 2 dan 3 berkisar antara (15-25 termaksud agak curam),

dan lokasi 5, 6, 7, dan 8 (≥ 40 termaksud sangat curam). Sedangkan pada jenis

tanah podsolik terdapat pada lokasi 4, 5, 6, 7, dan 8, jenis tanah latosol berada

pada lokasi 2, dan 3, dan lokasi 1 terdapat jenis tanah aluvial. Kemudian

penggunaan lahan yang ada di wilayah penelitian itu yaitu perkebunan, hutan

lahan kering, tegalan/lading, dan pertambangan.

Selain faktor alam ada juga faktor manusia yang menyebabkan terjadinya

longsoran. Aktvitas manusia seperti membuka lahan perkebunan di dataran yang

tinggi, pemotongan kaki lereng untuk mengadakan pembangunan, penebangan

pepohonan, beberapa aktivitas manusia tersebut membuka daerah yang rawan

longsor karena hal tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap keseibangan

22

lereng pada daerah tersebut, sehingga tidak heran jika daerah kota gorontalo

mengalami longsor yang di sebabkan oleh aktivitas manusia itu sendiri.

Peta sebaran longsor kota Gorontalo ditunjukan pada Gambar 4.5

23

24

25

4.2.2 Pengukuran Morfometri Dan Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi

Longsoran Pada Setiap Satuan Medan

Pengukuran morfometri di lakukan pada setiap titik longsor yang ada,

dan pada setiap satu titik longsor diambil sampel yang berupa tanah dan

batuan serta kemiringan lerengnya. Jenis tanah dan batuan yang diambil diuji

dalam laboratorim untuk menentukan tekstur tanah, dan jenis batuannya.

Sedangkan titik koordinatnya di ambil dengan menggunakan Global

Position System (GPS). Janis tanah, batuan dan kemiringan lereng sangat

berpengaruh terhadap terjadinya gerakan tanah atau tanah longsor. Faktor-

faktor yang menyebabkan gerakan massa tanah atau tanah longsor ada dua

Faktor Pemicu yaitu faktor Dinamis dan faktor statis.

Data Pengukuran morfometri dan faktor–faktor yang mempengaruhi

longsoran pada setiap satuan medan, terdapat pada (tabel 4.1

26

Tabel 4.1 Pengukuran morfometri dan faktor – faktor yang mempengaruhi longsoran pada setiap satuan medan

No SATUAN

MEDAN

MORFOMETRI LONGSORAN MORFOMETRI LONGSORAN Geomorfologi

D L Lm Wx Wc Lc Lr

Indeks

Klasifikasi

D/L x 100%

Indeks

Penipisan

Lm/Lc

Indeks

Pelebaran

Wx/Wc

Indeks

Perpindahan

Lr/Lc

Indeks Aliran

(Wx/Wc-1) Lm/Lc

x 100%

Kemiringan

Lereng (%)

Jenis

Tanah

Jenis

Batuan Penggunaan Lahan

1. ACAGKT 3,20 34,0 11 4,1 4,0 7,0 34,0 0,09 1,57 1,03 4,86 0,04 15 -25 Aluvial

Satuan

Gamping

Koral

Hutan lahan kering

sekunder dan

pertambangan

2. ACLGKT 1,40 33,4 7,3 5,6 4,0 2,5 33,4 0,04 2,92 1,40 13,36 1,17 15 – 25 Latosol

Satuan

Gamping

Koral

Hutan lahan kering

sekunder dan

pertambangan

3 LLgSb 1,00 3,00 2,1 5,1 6,9 2,1 3,0 0,33 1,00 0,74 1,43 -0,26 8- 15 Latosol Satuan

granit Semak

belukar,tegalan/ladang

4 CPBVSb 2,00 35,0 8,0 15 15,8 11 35,0 0,06 0,73 0,95 3,18 -0,04 25 – 40 Podsolik Breksi

Vulkanik

Hutan lahan kering

sekunder dan

perkebunan

5 ACPBVp 2,40 20,6 22,1 110 7,0 7,0 20,5 0,12 3,16 1,57 2,93 1,80 15 -25 Podsolik Breksi

Vulkanik

Hutan lahan kering

sekunder dan

perkebunan

6 ACPBVp 1,60 49,0 42,1 30 30,2 6,0 49,0 0,3 7,02 0,99 8,17 -0,05 15 -25 Podsolik Breksi

Vulkanik

Hutan lahan kering

sekunder dan

perkebunan

7 ACPBVp 1,80 10,0 14,1 13 14,0 2,6 10,0 0,18 5,42 0,93 3,85 -0,39 15 -25 Podsolik Breksi

Vulkanik

Hutan lahan kering

sekunder dan

perkebunan

8 ACPBVp 4,00 12, 0 14,1 12 14,1 4,0 12,0 0,33 3,53 0,85 3,00 -0,53 15 -25 Podsolik Breksi

Vulkanik

Hutan lahan kering

sekunder dan

perkebunan

27

Keterangan :

D = kedalaman longsoran

L = panjang longsoran

Lm = panjang material yang menjadi longsoran

Lc = panjang bagian cekung

Wx = lebar bagian cembung

Wc = lebar bagian cekung

Lr = panjang permukaan rupture

Tabel 4.2. Karakteristik Medan Longsor disetiap Satuan Medan

No

Simbol

Satuan

Medan

Geologi Geomorfologi Tanah Penggunaan Lahan

Batuan Rekahan

(m)

Tebal

Pelapukan

(m)

Kelurusan Kemiringan

Lereng(%)

Bentuk

Lereng Jenis Tekstur Bentuk

1 ACAGKT Satuan Gamping

Koral Sedang – tinggi 15 – 25 Lurus Aluvial

Lempung berpasir dan

lempung berdebu

Hutan lahan kering

sekunder dan

pertambangan

2 ACLGKT Satuan Gamping

Koral Sedang –rendah 15 – 25 Cembung Latosol

Lempung berpasir dan

lempung berdebu

Pertambangan dam

perkebunan

3 LLgSb Satuan granit Sedang – tinggi 8 – 15 Cembung Latosol pasiran dan lempung

debu Semak belukar

4 CPBVSb Satuan Breksi

Vulkanik Rendah 25 - 40 Cembung Podsolik

lempung pasiran dan

lempung debuan Semak belukar

5 ACPBVp Satuan Breksi

Vulkanik 15 - 25 Cembung Podsolik

Hutan lahan kering

sekunder dan

perkebunan

28

Ket :

ACAGKT : Agak Curam Aluvial Gamping Koral Pertambangan

ACLGKT : Agak Curam Latosol Gamping Koral Pertambangan

LLgSb : Landai Latosol gamping Semak Belukar

CPBVSb : Curam Podsolik Breksi Vulkanik Semak belukar

ACPBVp : Agak Curam Podsolik Breksi Vulkanik perkebunan

4.2.3 Uraian Masing-Masing Satuan Medan Berdasarkan Ukuran

Morfometri

Longsor pada lokasi pertama dengan satuan medan ACAGKT berada

pada Kecamatan Kota Barat dan kelurahan pilo’oda’a, posisi geografis pada 000 32

32” LU dan 123

0 1

’28,6

” BT, dengan Kemiringan lerang 15%-25% topografinya

agak curam. Adapun morfometri longsorannya adalah kedalaman mencapai 3,2 m,

panjang 34 m, panjang material yang menjadi longsor 11 m, panjang cekung 7 m,

lebar bagian cembung 4,1 m, lebar bagian cekung 4 m, dan panjang permukaan

rupture 34 m. Morfometri longsor di ukur menggunakan sel alat ukur longsor.

Longsor pada lokasi kedua dengan satuan medan ACLGKT berada pada

Kecamatan Kota Barat dan Kelurahan lekobalo, posisi geografis pada 000 32

44,6”

LU dan 1230 0

’ 34,1

” BT, kemiringan lereng berkisar antara 15-25% dengan

topografi agak curam. Adapun morfometri longsoran yang di ukur menggunakan

set alat ukur adalah kedalaman 1,4 m, panjang 33,4 m, panjang material yang

longsor 7,3 m, panjang cekung 2,5 m, lebar bagian cembung 5,6 m, lebar bagian

cekung 4 m, dan panjang permukaan rupture 33,4 m.

29

Longsor pada lokasi ketiga dengan satuan medan LLgSb berada pada

Kecamatan hulondalangi dan Kelurahan Donggala, posisi geografis pada 000 32

0”

LU dan 1230 2

’ 48,2” BT, kemiringan lereng berkisar antara 8-15% dengan

topografi landai. Adapun morfometri longsoran yang di ukur menggunakan set

alat ukur adalah kedalaman 1 m, panjang 33,4 m, panjang material yang longsor

2,1 m, panjang cekung 2,1 m, lebar bagian cembung 5,1 m, lebar bagian cekung

6,9 m, dan panjang permukaan rupture 3 m.

Longsor pada lokasi empat dengan satuan medan CPBVSb berada pada

Kecamatan Dumbo Raya dan Kelurahan Leato Selatan, posisi geografis pada 000

29’ 23,2

” LU dan 123

0 4

’ 46,7” BT, kemiringan lereng berkisar antara 25-40%

dengan topografi curam. Adapun morfometri longsoran yang di ukur

menggunakan set alat ukur adalah kedalaman 2 m, panjang 35 m, panjang

material yang longsor 8 m, panjang cekung 11 m, lebar bagian cembung 15 m,

lebar bagian cekung 15,8 m, dan panjang permukaan rupture 35 m.

Longsor pada lokasi kelima dengan satuan medan ACPBVp berada pada

Kecamatan Dumbo Raya dan kelurahan Leato Selatan, posisi geografis pada 000

29’ 34,9

” LU dan 123

0 1

’ 38,4

” BT, dengan Kemiringan lerang 15-25%

topografinya agak curam. Adapun morfometri longsorannya adalah kedalaman

mencapai 2,4 m, panjang 2,6 m, panjang material yang menjadi longsor 22,1 m,

panjang cekung 7 m, lebar bagian cembung 110 m, lebar bagian cekung 70 m, dan

panjang permukaan rupture 20,5 m. Morfometri longsor di ukur menggunakan sel

alat ukur longsor.

30

Longsor pada lokasi keenam dengan satuan medan ACPBVp berada pada

Kecamatan Dumbo Raya dan kelurahan Leato Selatan, posisi geografis pada 000

29’ 42,3” LU dan 1230 4

’ 23” BT, dengan Kemiringan lerang 15-25% topografi

agak curam. Adapun morfometri longsorannya adalah kedalaman mencapai 1,6 m,

panjang 49 m, panjang material yang menjadi longsor 42,1 m, panjang cekung 6

m, lebar bagian cembung 30 m, lebar bagian cekung 30,2 m, dan panjang

permukaan rupture 49 m. Morfometri longsor di ukur menggunakan sel alat ukur

longsor.

Longsor pada lokasi ketujuh dengan satuan medan ACPBVp berada pada

Kecamatan Dumbo Raya dan kelurahan Leato Selatan, posisi geografis pada 000

29’ 57,9” LU dan 123

0 4

’ 13,1” BT, dengan Kemssiringan lerang 15-25%

topografi agak curam. Adapun morfometri longsorannya adalah kedalaman

mencapai 1,8 m, panjang 10 m, panjang material yang menjadi longsor 14,1 m,

panjang cekung 2,6 m, lebar bagian cembung 13 m, lebar bagian cekung 14 m,

dan panjang permukaan rupture 10 m. Morfometri longsor di ukur menggunakan

sel alat ukur longsor.

Longsor pada lokasi kedelapan dengan satuan medan ACPBVp berada

pada Kecamatan Dumbo Raya dan Kelurahan Talumolo, posisi geografis pada

000

31’ 12,6” LU dan 1230 4

’ 7,7” BT, dengan Kemiringan lerang 15-25%

topografi sangat curam. Adapun morfometri longsorannya adalah kedalaman

mencapai 4 m, panjang 12 m, panjang material yang menjadi longsor 14,1 m,

panjang cekung 4 m, lebar bagian cembung 12 m, lebar bagian cekung 14,1 m,

dan panjang permukaan rupture 12 m.

31

4.3 Pembahasan

4.3.1 Pembahasan Sistem medan yang terdapat di lokasi longsor

Dalam sistem medan, Daerah penalitian terletak pada dua Zona

yaitu zona selatan dan zona barat. Kota Gorontalo yang terletak di zona

selatan yaitu Kecamatan Dumbo Raya, Kelurahan Leato Selatan yang

merupakan Wilayah pingiran pantai yang berupa perbukitan dataran

tinggi yang tersusun atas satuan batu Breksi Vulkanik serta mempunyai

jenis tanah posolik. Sedangkan zona barat terletak di Kecamatan Kota

barat Kelurahan Lekobalo dan Pilo oda’a yang merupakan Wilayah

pengunungan yang tersususn atas satuan batu gamping koral serta

mempunyai jenis tanah Aluvial dan latosol.

Klasifikasi yang merupakan sistem medan daerah penelitian di atas

diperoleh dari analisis peta dan faktor – faktor yang mempengaruhi

longsoran pada setiap satuan medan, yang disajikan pada gambar (tabel

4.1) Pada gambar tersebut diuraikan secara singkat karakteristik

topografi, litologi, proses geomorfologi, tanah dan penggunaan lahan

pada setiap satuan medan.

Dengan demikian kajian penyebab longsor yang terdapat pada

setiap satuan medan dapat dideskripsikan mengenai pengaruhnya,

terhadap kejadian longsoran pada setiap zona yang dapat diuraikan

sebagai berikut.

32

4.3.2 Deskripsi Satuan medan pada zona selatan (Kecamatan dumbo

Raya)

Di Daerah ini merupakan Wilayah pinggiran pantai yang memiliki

perbukitan daratan tinggi. Daerah ini menempati pada bagian selatan

daerah penelitian yang secara geologis terbentuk dan berkembang dari

satuan batu breksi vulkanik. Batuan ini terbentuk dibawah permukaan

bawah laut dan batuan ini termasuk batuan karbonat karena batuan ini

berasal dari organisme yaitu coral. Daerah penelitian ini merupakan

satuan medan APBVSb, ACPBVSb. Serta dijumpai dengan jenis tanah

podsolik yang dicirikan oleh solum tanah yang dalam, tekstur lempung

pasiran dan lempung debuan yang berwarna kecoklatan abu – abu, dan

kemerahan.

Dengan kondisi tipografi selatan diapit dua pegunungan berbatu

kapur/pasir. Ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai 470 meter.

Pesisir pantai landai berpasir. Kondisi lerengnya agak curam (15 -

25%), bentuknya bervariasi dari cembung hinga cekung,dengan panjang

lereng relatif sedang hingga pendek (110 – 150).

Penggunaan lahan yang dominan di daerah ini adalah perkebunan,

hutan lahan kering sekundar dan sebagian berupa semak belukar.

Dengan berbagai kondisi yang terdapat di daerah ini seperti

topografinya yang agak curam serata memiliki tekstur tanah yang

berpasir dan debuan, dan dengan adanya satuan batu breksi vulkanik,

maka keadaan ini dapat mendorong terjadinya longsoran.

33

4.3.3 Deskripsi Satuan medan pada zona Barat (Kota Barat)

Daerah ini merupakan daerah yang di kelilingi oleh penggunungan

yang menempati pada bagian Barat daerah penelitian. Yang terbentuk

oleh satuan batu gamping koral dan Granit, daerah penelitian ini

merupakan satuan medan ACAGKT, ACLGKT, LLgSb yang memiliki

jenis tanah aluvial dan latosol kecoklatan abu-abu bertekstur lempung

berpasir dan debuan dengan kemiringan lereng landai dan agak curam.

Dengan tekstur tanah yang halus serta kemiringan yang agak curam

daerah ini muda akan longsor karena tanahnya mudah menyerap air

yang masuk ke dalam tanah dan pengunaan lahan di daerah ini berupa

pertambangan, hutan lahan kering sekunder, yang akarnya tidak mampu

menahan air yang masuk kedalam tanah sehinga tanah ini akan lebih

cepat terbawah kedaratan yang lebih rendah. Karakteristik satuan

medan ini dapat di lihat pada (tabel 4.2)

Gambaran umum kondisi medan ini dapat (tabel 6) yang

menunjukan pada perbedaan antara satuan medan yang terdapat pada

zona selatan dan zona barat. Berdasarkan karakteristik yang ditunjukan

pada tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa satuan medan yang mudah

longsor terdapat di zona selatan yaitu Kecamatan Dumbo Raya

Kelurahan Leato Selatan. Daerah ini merupakan daerah pinggiran

pantai yang memiliki perbukitan dataran tinggi yang tersusun oleh

satuan batu breksi vulkanik.

34

4.4 Uraian Pada Masing -Masing Karakteristik Longsor

Tabel 4.3 Karakteristik Kemiringan Lereng Pada Setiap Satuan Medan

No Lokasi Longsor Satuan

Medan Tipe longsor

Kritera

Kemiringan

Lereng

Besar

Lereng

( % )

1. Kec. Kota Barat,

Kel. Lekobalo ACAGKT

Longsoran

Rotasional Agak curam 15 – 25

2. Kec. Kota Barat

Kel.Pila’oda’a

ACLGKT

Longsoran

Rotasional Agak curam 15 – 25

3. Kec. Kota Selatan,

Kel.Donggala

LLgSb

Longsoran

Rotasional Agak curam 8 – 15

4. Kec.Dumbo Raya,

Kel. Talumolo CPBVSb

Longsoran

Rotasional Curam 25 – 40

5. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

ACPBVp

Longsoran

Rotasional Curam 15 – 25

6. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan ACPBVp

Longsoran

Rotasional Curam 15 – 25

7. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

ACPBVp

Longsoran

Rotasional Curam 15 – 25

8. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

ACPBVp

Longsoran

Rotasional Curam 15 – 25

Sumber : Hasil analisis peta Dan data lapangan

Berdasarkan analisis karakteristik kemiringan lereng pada setiap satuan

medan yang disajikan Tabel 7 dan gambar peta kemiringan lereng tersebut dapat

dijelaskan perbedaan kemiringan lereng pada lokasi penelitian yang terdapat

didelapan titik longsor pada satuan medan yang hampir homogen. Satuan medan

pada lokasi pertama kedua, dan ketiga yaitu ACAGKT, ACLGKT, dan LLgSb

35

yang terletak di bagian Barat Kota Gorontalo kecamatan Kota Barat Kelurahan

Lekobalo Dan Pilo’oda’a Daerah ini memiliki kemiringan lereng yang agak curam

15 - 25 % dan landai 8 – 15 % dengan tipe longsor rotasional yang terjadi karena

bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir atau bergelombang

dengan kemiringan lereng agak curam pada satuan medan yang ketiga ini

longsornya hampir tdk diketahui karena jenis tanah yang bergerak lambat

dikemiringan yang landai, dalam waktu yang cukup lama jenis longsoran ini akan

menyebabkan pepohonan atau rumah menjadi miring ke bawah karena pergerakan

tanahnya yang lambat. Lokasi longsor keempat terletak di bagian selatan Kota

Gorontalo Kecamatan Dumbo Raya Kelurahan Talumolo yang merupakan satuan

medan CPBVSb dengan kemiringan lereng curam mencapai 25 - 40% berupa tipe

longsoran rotasional, di daerah ini merupakan daerah yang mudah terjadi longsor l

serta berada di pingiran pantai yang memiliki kemiringan lereng curam bahkan

sangat curam. Longsoran ini terjadi ketika sejumlah batuan atau material bergerak

kearah bawah.

Sedangkan lokasi longsor yang kelima sampai kedelapan juga berada di

Kecamatan Dumbo Raya Kelurahan Leato Selatan yang merupakan satuan medan

ACPBVp, dengan kemiringan lereng agak curam curam mencapai 15 - 25%

sehingga memicu longsor, tipe longsoran ini berupa rotasional, di daerah ini

merupakan daerah yang rawan longsor serta berada di pingiran pantai yang

memiliki kemiringan lereng agak curam, curam bahkan mencapai sangat curam.

Longsoran ini terjadi ketika sejumlah batuan atau material bergerak kearah bawah.

36

Dari uraian diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa daerah yang banyak

memiliki titik longsor berada di bagian selatan Kota Gorontalo dengan kemiringan

lereng curam hanya terdapat satu titik dan di daerah yang kemiringan lerengnya

agak curam sebanyak empat titik longsor sedangkan di bagian barat hanya

terdapat sebagian titik longsor dengan kemiringan lereng landai hanya terdapat

satu titik longsor dan kemiringan lereng yang agak curam hanya terdapat dua titik

longsor. Penelitian ini didukung oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya

ialah :

Menurut Arsyad, 1989 (dalam Ahmad, 2008 : 61) bahwa “ Unsur topografi

yang paling besar pengaruhnya terhadap bencana longsor adalah kemiringan

lereng. Kemiringan lereng sangat berpengaruh terhadap longsor, dimana makin

curam lereng, makin besar dan mekin cepat longsor terjadi. Kemiringan lereng

juga merupakan 2 unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran

permukaan dan erosi”. Selanjutnya menurut Wahyunto, 2003 (dalam Ahmad,

2008 : 61) menambahkan bahwa “ Tanah longsor umumnya dapat terjadi pada

wilayah berlereng , makin tinggi kemiringan lerengnya akan semakin besar tanah

longsornya.

37

Tabel 4.4. Karakteristik jenis Tanah Pada Setiap Satuan Medan

No Lokasi Longsor Tipe

Longsor

Satuan

Medan Kriteria tekstur tanah Jenis tanah

1. Kec. Kota Barat, Kel.

Lekobalo

Longsoran

rotasional ACAGKT

Tanah bertekstur sedang,

meliuti : testur Lempung

berpasir dan lempung berdebu

Aluvial

2. Kec. Kota Barat

Kel.Pila’oda’a

Longsoran

rotasional

ACLGKT

Tanah bertekstur sedang

meliputi :tekstur lempung

berpasir dan lempung berdebu

Latosol

3. Kec. Kota Selatan,

Kel.Donggala

Longsoran

rotasional

LLgSb

Tanah bertekstur sedang,

meliputi :tekstur lempung

berpasir dan berliat

Latosol

4. Kec.Dumbo Raya,

Kel. Talumolo

Longsoran

rotasional CPBVSb

Tanah bertekstur agak halus

meliputi :tekstur geluh

lempungan,lempung pasiran

dan lempung debuan

Podsolik

5. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran

rotasional

ACPBVp

Tanah bertekstur agak halus

meliputi : tekstur lempung

pasiran lempung debuan,dan

lempung

Podsolik

6. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran

rotasional

ACPBVp

Tanah bertekstur agak halus

meliputi : tekstur lempung

pasiran lempung debuan,dan

lempung

Podsolik

7. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran

rotasional

ACPBVp

Tanah bertekstur agak halus

meliputi : tekstur lempung

pasiran lempung debuan,dan

lempung

Podsolik

8. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran

rotasional

ACPBVp

Tanah bertekstur agak halus

meliputi : tekstur lempung

pasiran lempung debuan,dan

lempung

Podsolik

Sumber : Hasil analisis peta Dan data lapangan

Berdasarkan analisis karakteristik jenis dan tekstur tanah pada setiap

satuan medan disajikan pada tabel 8 dan peta jenis tanah tersebut dapat dilihat

perbedaan jenis tanah dan pengaruhnya terhadap terjadinya longsoran yang

terdapat pada delapan titik longsor di Kota Gorontalo bagian selatan dan barat.

38

Jenis tanah yang ditemukan di lokasi penelitian bagian Barat Kota

Gorontalo yang terletak di Kecamatan Kota Barat, Kelurahan Lekobalo. Daerah

ini merupakan satuan medan ACAGKT yang memiliki jenis tanah Aluvial

kecoklatan abu – abu bertekstur lempung berpasir dan lempung debuan. Tanah

lempung ini sangat mudah menyerap air hujan terutama dalam kondisi kering.

Tekstur tanah yang berpasir ini akan mudah terbawah oleh air hujan kedaratan

yang lebih rendah begitu juga dengan tanah yang bertekstur lempung debuan,

tanah ini bersifat halus sangat cepat kemampuannya menyerap air sehingga jika

terjadi hujan di daerah ini tanahnya akan mudah terbawah. Tanah ini sangat besar

peranannya terhadap kejadian tanah longsor. Lokasi yang kedua dan ketiga yang

merupakan satuan medan ACLGKT yang memiliki jenis tanah Latosol kemerahan

dan kecoklatan bertekstur lempung, dan lempung debuan di tambah dengan

tekstur berliat yang terdapat di lokasi ketiga. Tekstur tanah ini memang cenderung

dengan kejadian longsor atau gerakan tanah karena bersifat halus dan juga yang

teksturnya lempung berpasir, ini mudah terlepas karena tidak mampu menahan air

begitupun dengan tanah yang bertekstur tanah berliat. Tanah yang mengandung

liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir – butir hujan yang jatuh

menimpahnya dan pori – pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir – butir

liat. Proses ini menyebabkan terjadinya aliran longsor.

Sedangkan jenis tanah yang ditemukan di lokasi penelitian bagian Selatan

Kota Gorontalo yang terletak di Kecamatan Dumbo Raya, Kelurahan Leato

Selatan yang merupakan satuan medan CPBVSb yang terletak pada lokasi

keempat dan Lokasi kelima hingga delapan yang merupakan satuan medan

39

ACPBVp yang memiliki yaitu jenis tanah Podsolik yang berteksrur lempung

pasiran dan lempung debuan hal ini hampir sama dengan tekstur tanah yang

terdapat pada satuan medan ACLGKT berupa tekstur tanah pasiran lempung dan

debuan merupakan ciri tekstur tanah yang pada umumnya halus yang mudah

meloloskan air serta menjadikan tanah bertambah berat bobotnya jika tertimpah

air hujan, begitupun jika tekstur tanah ini berada di atas kedap air pada perbukitan

/pegunungan dengan kemiringan curam hingga agak curam berpotensi

mengakibatkan tanah tersebut menggelincir menjadi longsor dengan curah hujan

yang lebat.

Dari uraian diatas dapat di ketahui bahwa Kota Gorontalo bagian Selatan

dan bagian Barat yang terdapat delapan tititk longsor pada umumnya terdapat

jenis tanah yang berbeda serta memiliki tekstur tanah yang hampir sama dari

kedelapan titik longsor tersebut. Penelitian ini didukung oleh beberapa peneliti

sebelumnya diantaranya ialah :

Menurut Arsyad, 1971 (dalam Ahmad 2008 : 68) menyatakan bahwa

“Beberapa sifat tanah lainnya yang mempenguruhi bencana longsor adalah

tekstur, struktur, kandungnan bahan organik, sifat lapis bawah, kedalaman tanah,

dan tingkat kesuburan tanah. Tekstur, struktur, dan kedalaman tanah menentukan

besar kecilnya air lipasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air.

Selanjutnya Herman dan Tri Enda, 2003 (dalam Ahmad 2008 : 70) menambahkan

bahwa “Berdasarkan prinsip fisika-kimia lempung, interaksi antara lapisan tipis

lempung dan air merupakan fenomena fisika-kimia tanah lempung yang sangat

menarik. Masuknya air diantara fraksi lempung partikel ikatan silikat lempung

40

tertentu terutama montmorillonite, vermiculite, dan illite, akan menyebabkan

membesarnya jarak antara fraksi lembung dan mengakibatkan kenaikan volume

tanah atau mengembang.

Tabel 4.5 . Karakteristik jenis Batuan Pada Setiap Satuan Medan

No Lokasi Longsor Tipe Longsor Satuan

Medan Jenis batuan

1. Kec. Kota Barat,

Kel. Lekobalo

Longsoran Rotasional ACAGKT Satuan aluvial

2. Kec. Kota Barat

Kel.Pila’oda’a

Longsoran Rotasional ACLGKT

Satuan batu

gamping coral

3. Kec. Kota Selatan,

Kel.Donggala

Longsoran Rotasional LLgSb

Satuan Granit

4. Kec.Dumbo Raya,

Kel. Talumolo

Longsoran Rotasional CPBVSb Satuan breksi

vulkanik

5. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran Rotasional ACAPBVSb

Satuan breksi

vulkanik

6. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran Rotasional ACAPBVSb

Satuan breksi

vulkanik

7. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran Rotasional ACAPBVSb

Satuan breksi

vulkanik

8. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran Rotasional ACAPBVSb

Satuan breksi

vulkanik

Sumber : Hasil analisis peta Dan data lapangan

41

42

Berdasarkan analisis karakteristik jenis batuan pada setiap satuan medan yang

disajikan pada tabel 9 dan peta jenis batuan tersebut dapat dilihat perbedaan jenis

batuan dan pengaruhnya terhadap terjadinya longsoran yang terdapat pada delapan

titik longsor di Kota Gorontalo bagian selatan dan barat.

Jenis batuan yang terdapat pada bagian Barat Kota Gorontalo yang terletak

di Kecamatan Kota Barat, Kelurahan Lekobalo, Donggala, pilo oda’a. Yang

merupakan satuan medan ACAGKT, ACLGKT, dan LLgSb memiliki satuan batu

Granit dan batu gamping coral yang terlihat berdasarkan peta geologi kota

gorontalo, dan dideskripsikan di loboratorium melalui analisis petrologi. Menurut

komposisi litologi dan kelurusannya batuan ini merupakan lapisan tak terlipat dan

miring lemah yang memiliki ciri – ciri aluvium dan endapan pantai terdiri dari

pasir, lumpur, dan kelikir kelurusan air umumnya sedang sampai tinggi, pelapisan

batuan ini dikarenakan oleh adanya rekahan, patahan, serta terdapatnya massa

tanah dan batuan yang dapat menyebabkan terjadinya longsoran, apalagi jika

adanya hujan yang deras pada kemiringan lapisan yang landai, rekahan, patahan,

ini akan terlihat di daerah penelitian bagian barat. Proses ini akan memperlemah

massa batuan yang berada pada lereng.sehingga dapat menimbulkan longsoran.

Sedangkan bagian selatan Kota Gorontalo yang terletak di Kecamatan

Dumbo Raya Kelurahan Leato Selatan, berupa satuan batu breksi vulkanik. Dari

delapan titik longsor yang berada di lokasi penelitian ini hanya sebagian saja tiga

titik yang terdapat satuan batu aluvial yang telah diuraikan dibagian barat Kota

Gorontalo.

43

Lereng – lereng yang terdapat pada titik longsor ini yang permukaannya

juga tertutup tanah yang bertekstur lempung pasiran merupakan hasil pelapukan

batuan breksi. Karena sifat tanah yang lempung ini bersifat plastis dalam kondisi

basah atau dapat mengembang, tapi jika dalam kondisi kering lapisan tanah ini

menjadi pecah – pecah. Sehingga ketika adanya hujan yang berkepanjangan, air

hujan akan mengalir melalui lereng – lereng curam yang ada di Kelurahan Leato

Selatan ini. Akan tetapi,air hujan yang mengalir melalui lereng - lereng curam ini

tidak dapat menyerap lebih dalam karena tertahan oleh batuan breksi. Yang

mengakibatkan air akan terakumulasi disekitar lerengyang dapat mendorong

tekstur tanah lempung yang berada diatasnya sehingga terjadi gerakan gerakan

tanah atau longsor. Penelitian ini di dukung oleh peneliti sebulumnya yaitu

Menurut Wilopo dan Agus 2005 (dalam Ahmad 2008 : 75) bahwa “ Batuan

formasi andasit dan breksi merupakan faktor pemicu terjadinya longsor karena

sifatnya yang kedap air. Sehingga batuan yang bersifat andasit dan breksi tersebut

dapat dijadikan bidang gelincir untuk terjadinya longsor. Dalam keadaan jenuh

pada musim hujan, ditambah dengan tekstur tanah lempung pasiran maka pada

daerah yang memiliki batuan induk bersifat menjadi rawan longsor”.

44

Tabel 4.6. Karakteristik Pengunaan Lahan Pada Setiap Satuan Medan

No Lokasi Longsor Tipe

Longsor

Satuan

Medan

Penggunaan

Lahan

1. Kec. Kota Barat,

Kel. Lekobalo

Longsoran

Rotasional ACAGKT

Lahan kering

sekunder

2. Kec. Kota Barat

Kel.Pila’oda’a

Longsoran

Rotasional

ACLGKT

Perkebunan

campuran

3. Kec. Kota Selatan,

Kel.Donggala

Longsoran

Rotasional

LLgSb

Semak belukar,

tegalan/lading

4. Kec.Dumbo Raya,

Kel. Talumolo

Longsoran

Rotasional CPBVSb

Semak belukar,

tegalan/lading

5. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran

Rotasional

ACPBVSb

Perkebunan,

semak belukar

6. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran

Rotasional

ACPBVSb

Perkebunan

campuran,hutan

lahan kering

sekunder

7. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran

Rotasional

ACPBVSb

Perkebunan

campuran,hutan

lahan kering

sekunder

8. Kec. Dumbo Raya,

Kel. Leato Selatan

Longsoran

Rotasional

ACPBVSb

Perkebunan

campuran,

hutan lahan

kering

Sumber : Hasil analisis peta Dan data lapangan

45

Berdasarkan analisis karakteristik penggunaan lahan pada setiap satuan

medan yang disajikan pada tabel 10 dan peta penggunaan lahan Kota Gorontalo.

Dengan demikian dapat dilihat pengunaan lahan yang terdapat pada setiap titik

longsor di Kota Gorontalo yang berada dibagian barat dan selatan. Dari delapan

titik longsor yang terletak terdapat lima pengunaan lahan yaitu prkebunan, hutan

lahan kering, tegalan / ladang, dan pertambangan.

Setelah melakukan penelitian ini ternyata selain faktor alam kejadian

longsoran yang terdapat di Kota Gorantalo sebagian besar disebabkan oleh faktor

manusia yang berperan atas terjadinya gerakan tanah atau longsor. Tergangunya

lereng oleh aktifitas manusia ini akan menyebabkan perubahan kemiringan lereng

yang tadinya landai akan menjadi curam bahkan sangat curam sehingga

meningkatkan terjadinya longsoran di kota gorantalo.

Aktivitas manusia seperti membuka penambangan di pengunungan,

membuka lahan perkebunan di daratan yang tinggi serta memeiliki kemiringan

yang curam pemotongan kaki lereng untuk mengadakan pembangunan,

penebangan pepohonan, beberapa aktivitas manusia tersebut membuka daerah

yang rawan akan terjadi longsoran karena hal tersebut mempunyai pengaruh yang

besar terhadap kondisi air tanah, dan batuan yang pada akhirnya juga akan

mempengaruhi keseimbangan lereng pada daerah tersebut, sehingga tidak heran

jika daerah kota gorontalo bayak mengalami longsor yabg disebabkan oleh ulah

manusia.