bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum lokasi...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pulau Menjangan Kecil terletak di sebelah selatan Pulau Karimunjawa,
yang memiliki luas 56,0 ha dengan 0,79% daratan. Pulau Menjangan Kecil
merupakan salah satu tujuan wisata laut yang memiliki keanekaragaman terumbu
karang dan ikan yang tinggi.
Pemilihan stasiun pengamatan ditentukan dengan memilih lokasi yang
terdapat aktivitas transplantasi karang dan lokasi yang memiliki terumbu karang
alami. Lokasi transplantasi karang adalah lokasi yang didalamnya terdapat rak-rak
pembibitan karang, kemudian lokasi terumbu karang alami adalah lokasi terumbu
karang yang belum tersentuh program rehabilitasi transplantasi karang. Kedua
stasiun ini dipilih dengan kondisi yang relatif homogen atau memiliki kesamaan,
baik kedalaman dan kualitas airnya.
Karakteristik stasiun pengamatan adalah sebagai berikut:
a. Stasiun 1 (stasiun terumbu karang alami), terletak di sebelah timur Pulau
Menjangan Kecil yaitu 110024’51,102’’ Lintang Selatan, dan 5051’49,2624’’
Bujur Timur. Stasiun ini terletak pada kedalaman 5 meter. Kondisi arus pada
stasiun ini relatif sedang yaitu 6 sampai 8 meter per menit. Stasiun ini memiliki
karakteristik komunitas bentik yang di dominasi oleh karang keras dan sedikit
daerah berpasir serta patahan-patahan karang mati dan mempunyai kondisi
tutupan karang sebesar 64,7%. Kondisi terumbu karang pada stasiun ini dapat
dilihat pada Gambar 4.
b. Stasiun 2 (stasiun terumbu karang transplantasi), terletak di sebelah timur
Pulau Menjangan Kecil yaitu 1100 24’ 50,832” Lintang Selatan dan 50 51’
54,9612” Bujur Timur. Stasiun ini terletak pada kedalaman 5 meter. Stasiun ini
merupakan daerah yang memiliki arus sedang yaitu 7 sampai 8 meter per
menit. Pada stasiun ini terdapat terumbu karang buatan yang dibuat pada tahun
2000 dari struktur beton dengan bahan zeloit yang membentuk struktur
bangunan sebanyak 6 buah yang dipasang sejajar dengan garis pantai. Kondisi
terumbu karang tranplantasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Terumbu Karang Alami Gambar 5. Terumbu Karang Transplantasi
4.2 Parameter Kualitas Perairan
Terumbu karang saat ini menghadapi serangkaian ancaman kombinasi dari
ekploitasi yang berlebihan, polusi, dan khususnya perubahan iklim dunia.
Kesemua ancaman tersebut saat ini meningkat jumlahnya, dan kegiatan-kegiatan
manusia menyebabkan percepatan perubahan iklim dunia yang dapat
menyebabkan terumbu karang sulit beradaptasi. Perubahan iklim dunia
mempunyai 5 dampak utama bagi terumbu karang, yaitu: naiknya permukaan laut,
kenaikan suhu, berkurangnya tingkat pengapuran, perubahan pola sirkulasi lautan,
pertambahan frekuensi kejadian cuaca yang merusak (Anonymous dalam Guntur
2011).
Faktor lingkungan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan terumbu
karang. Menurut Nontji (1987); Nybakken (1988); Sukarsono (1993); dan
Suharsono (1998) faktor-faktor pembatas bagi kehidupan, distribusi, dan stabilitas
ekosistem terumbu karang adalah cahaya matahari, suhu perairan, salinitas,
kecerahan/kejernihan air, keadaan arus, endapan dan substrat dasar perairan.
Parameter kualitas perairan yang diukur selama penelitian di perairan Pulau
Menjangan Kecil, Karimunjawa meliputi kecerahan, suhu, salinitas, derajat
keasaman (pH), serta arus.
Tabel 2. Parameter Perairan Pulau Menjangan Kecil selama PenelitianStasiun Kecerahan
(m)Suhu (0C)
Salinitas (o/00)
pH Arus(m/menit)
Koordinat lokasi
1 5 28 30,83 8,10 7,16110024’51,102’’LS, 5051’49,2624’’ BT.
2 4,87 28,3 30,83 8,03 7,501100 24’ 50,832”LS 50 51’ 54,9612” BT
Kecerahan air merupakan bagian dari faktor penting bagi pertumbuhan
terumbu karang. Terumbu karang membutuhkan perairan dengan kecerahan tinggi
dan intensitas cahaya yang memadai, yang biasanya berada pada daerah paparan
yang dangkal (Sunarto 2006). Cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis
oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan dapat terlaksana. Tanpa cahaya yang
cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersama dengan itu kemampuan
karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan
berkurang pula. Franzisket (1969) menyatakan bahwa jika karang tidak diberi
makan tetapi tetap terkena cahaya, mereka akan bertambah beratnya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kedua stasiun, didapatkan kecerahan
sebesar 5 meter pada stasiun 1 (terumbu karang alami) dan 4,87 meter pada
stasiun 2 (terumbu karang tranplantasi). Hal ini jelas sangat baik untuk
pertumbuhan terumbu karang, karena menurut Nybakken (1992) terumbu karang
tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50-70 meter.
Suhu perairan pada stasiun 1 sebesar 280C dan 28,3 0C pada staiun 2.
Suhu perairan tersebut mendukung pertumbuhan dan kehidupan terumbu karang.
Nybakken (1992) menyatakan bahwa karang tumbuh baik pada suhu 25-290C dan
masih memiliki toleransi sampai suhu 400C. Sebagai catatan, tidak terdapat
terumbu di daerah yang luas di pantai barat Amerika Selatan dan Amerika Tengah
dan juga di pantai selatan Afrika, kedua daerah ini termasuk dalam zona trofik.
Hal ini dapat terjadi karena di daerah-daerah tersebut yaitu pantai barat dari benua
itu merupakan tempat terjadinya upwelling air dingin, yang menurunkan suhu
perairan pantai yang dangkal sampai dibawah suhu yang diperlukan untuk
perkembangan terumbu. Kedua pantai tersebut juga mempunyai arus dingin kuat
yang mengalir ke utara sehingga membuat suhu tetap rendah, yaitu arus Humboldt
di pantai Amerika Selatan dan arus Benguela di lepas pantai Afrika Barat
(Nybakken 1992). Brown. B E. et al. (1999) menyatakan bahwa kenaikan suhu
laut 1-20C diperkirakan terjadi tahun 2100. Di banyak daerah tropis bahkan terjadi
kenaikan 0,50C selama dekade terakhir. Tampaknya, mungkin hanya perubahan
kecil, tetapi ini dapat diartikan bahwa selama periode yang lebih hangat dan
fluktuasi musim yang normal, suhu akan melebihi batas torelansi dari hampir
semua jenis karang. Naiknya suhu permukaan air laut mempengaruhi kepekaan
zooxanthellae, contohnya sinar yang diperlukan untuk fotosintesis malah merusak
sel-selnya (Hoegh-Guldberg 1999).
Salinitas di kedua lokasi pengamatan sebesar 30,830/00. Nilai tersebut
masih berada dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan
binatang karang hidup dan terumbu karang. Terumbu karang dapat tumbuh dan
berkembang pada kisaran salinitas antara 30-36 0/00 (Nybakken 1992). Pengaruh
salinitas terhadap binatang karang hidup sangat bervariasi bergantung pada
kondisi perairan sekitar yang dipengaruhi oleh hujan ataupun badai, sehingga
toleransi kisaran salinitas dapat mencapai 17,5 - 52,5 0/00 (Supriharyono 2000
dalam Putra 2011). Hal ini dikarenakan perubahan salinitas yang tinggi akan
menimbulkan daya tahan zooxanthela menurun sehingga karang menjadi
bleaching kemudian mati. Di wilayah Teluk Persia, terumbu karang berkembang
pada salinitas 420/00. Oleh karena itu, untuk daerah-daerah perairan yang secara
terus menerus menerima masukan air tawar dari aliran sungai tidak terdapat
terumbu karang dan apabila ada, pertumbuhan karang akan terhenti dan menjadi
mati. Kondisi terumbu karang seperti ini banyak terjadi pada wilayah pantai timur
Sumatera, pantai selatan Kalimantan dan pantai selatan Irian Jaya yang terdapat
banyak sungai-sungai besar (Guntur 2011).
Menurut Barus (2004) dalam Riksan (2013) bahwa nilai pH yang ideal
bagi kehidupan organisme air pada umumnya adalah antara 7 – 8,5. Derajat
keasaman yang tercatat pada kedua lokasi sebesar 8,03-8,10 (Tabel 3). Kisaran pH
pada lokasi penelitian tergolong cukup baik, hal ini dilihat dari kondisi terumbu
karang di perairan pulau Menjangan Kecil yang masih bisa hidup dengan baik.
Kecepatan arus pada saat penelitian di lokasi pengamatan sebesar 7,16
m/menit dan 7,50 m/menit. Besarnya kecepatan arus mempengaruhi pertumbuhan
terumbu karang, karena pada umumnya terumbu karang lebih berkembang pada
daerah-daerah yang mengalami gelombang besar. Koloni karang dengan
kerangka-kerangka yang padat dan masif dari kalsiun karbonat tidak akan rusak
oleh gelombang yang kuat. Pada saat yang sama, gelombang-gelombang itu
memberikan sumber air yang segar, memberikan oksigen dari air laut,
menghalangi pengendapan pada koloni karang dan memberikan makanan untuk
koloni karang. Gelombang-gelombang itu juga memberi plankton yang baru untuk
makanan koloni karang (Nybakken 1992).
4.3 Struktur Komunitas Ikan Karang di Perairan Pulau Menjangan Kecil
4.3.1 Komposisi Ikan Karang Berdasarkan Famili
Selama penelitian diperoleh 32 spesies ikan karang yang tergolong dalam
14 famili. Dari famili tersebut, ditemukan sebanyak 13 famili di stasiun 1
(terumbu karang alami) dan 14 famili di stasiun 2 (terumbu karang transplantasi).
Pada stasiun 1 tidak ditemukan ikan dari famili Lutjanidae spesies Lutjanus
biguttatus (Lampiran 2). Hal ini diduga karena arus di stasiun 2 lebih besar
dibandingkan dengan stasiun 1, karena spesies ikan Lutjanus biguttatus ini
biasanya hidup pada daerah berarus kencang (BTNKJ 2012). Ikan Lutjanus
biguttatus merupakan ikan karnivora pemakan ikan–ikan kecil. Jumlah ikan
karnivora pada kedua stasiun masih dalam jumlah yang wajar. Ikan karnivora
yang berada di rantai makanan tingkat atas memiliki peranan penting dalam
ekosistem terumbu karang yaitu dalam mengendalikan jumlah populasi ikan
herbivora (Fusianto 2010). Pada stasiun 1, persentase ikan tersebesar adalah ikan
dari famili Pomacentridae. Baru kemudian diikuti oleh Apogonidae,
Pomacanthidae dan Chaetodontidae (Gambar 6).
Gambar 6. Presentase Famili ikan Karang di Stasiun 1.
Gambar 7. Presentase Famili ikan Karang di Stasiun 2
Pada stasiun 2 ikan karang yang persentasenya lebih tinggi yaitu
Apogonidae. Hal ini diduga karena ketersedian terumbu karang Acropora sp. yang
melimpah pada stasiun tersebut. (BTNKJ 2012) menyatakan bahwa ikan dari
spesies Apogon bandanensis umumnya sering bergerombol disekitar karang
28%
2%
2%6%
1%2%
2%1%
0%1%
19%
30%
3% 3% Apogonide
Acanthuridae
Balistidae
Chaetodonti
Carangidae
Ephiphidae
Gobiidae
Labridae
Lutjanidae
Mullidae
Pomacanthidae
Pomacentridae
Scaridae
Serranidae
33%
3%
2%8%
2%0,4%
6%3%
3%0%
9%
29%
1%1% Apogonide
Acanthuridae
Balistidae
Chaetodonti
Carangidae
Ephiphidae
Gobiidae
Labridae
Lutjanidae
Mullidae
Pomacanthidae
Pomacentridae
Scaridae
Serranidae
Acropora sp. sedangkan ikan Apogon sealei lebih sering bergerombol di sekitar
bulu babi (Lampiran 2).
Ikan dari famili Pomacentridae dan Pomacanthidae merupakan ikan yang
sering ditemui pada kedua stasiun setelah Apogonidae. Kedua famili yang juga
dikenal sebagai angel fish ini memiliki ukuran rata-rata kurang dari 40 cm,
menjadikan anggota famili ini mudah bersembunyi dan menjadi penghuni utama
ekosistem terumbu karang. Famili Pomacentridae yang ditemui sebanyak 6
spesies, dengan jumlah kehadiran pada stasiun 1 sebanyak 178 ekor dan 142 ekor
pada stasiun 2. Sebagian besar, ikan Pomacentridae adalah herbivora walaupun
ada juga beberapa spesies Pomacentridae yang memakan invetrebata atau
plankton. Umumnya ikan Pomacentridae memakan alga berfilament atau
melakukan grazing (Allen 1998). Ikan Pomacentridae juga banyak ditemukan di
daerah berpasir dan berbatu karang.
Famili Chaetodintidae yang tergolong kedalam kelompok ikan indikator
yang ditemukan pada kedua stasiun adalah Chelmon rostratus, Chaetodon
trifascialis, Chaetodon speculum (Lampiran 2). Kelompok ikan kepe-kepe ini
merupakan ikan yang berasosiasi paling kuat dengan jenis-jenis karang. Allen
(2001) menyatakan bahwa ikan kepe-kepe hidup di daerah karang yang
pertumbuhannya subur, ini disebabkan karena ikan kepe-kepe umumnya
memakan polip karang walaupun jenis lain ada yang memakan kombinasi dengan
invertebrata kecil yang hidup di dasar perairan dan alga.
Famili Scaridae atau Parrotfish merupakan jenis ikan yang memakan
karang yang mati. Ikan ini termasuk ikan ekonomis penting. Pada 2 lokasi
pengamatan ditemukan 2 jenis spesies ikan famili Scaridae ini, yaitu Scarus quoyi
dan Scarus niger (Lampiran 2). Parrotfish adalah hewan herbivora, biasanya
mendapatkan alga dari substrat karang yang mati. Mengunyah batu karang beserta
alga serta membentuk pasir karang, hal ini membuat parrotfish menjadi salah satu
produsen pasir penting dalam ekosistem terumbu karang (Motoda 1940).
Penelitian yang dilakukan oleh Riksan (2013) menyatakan bahwa luas tutupan
makroalga mempengaruhi kelimpahan ikan kakatua ini. Semakin tinggi luas
tutupan makroalga maka, kelimpahan ikan kakatua akan tinggi pula.
4.3.2 Komposisi Ikan Karang Berdasarkan Peranannya dalam Ekosistem
Ikan karang yang beasosiasi dengan terumbu karang memiliki peranan.
Peranan ikan karang dalam komunitas adalah sebagai ikan target atau ikan
konsumsi, ikan indikator dan ikan mayor. Ikan indikator dapat mengindikasikan
kondisi ekosistem terumbu karang dalam keadaan baik atau keadaan rusak dari
kehadirannya di ekosistem tersebut. Umumnya ikan indikator dapat
mengindikasikan kondisi terumbu karang karena berkaitan dengan perilaku atau
pola hidup ikan tersebut yang memakan polip karang dan juga biasa dikatakan
sebagai penyimbang kondisi terumbu karang pada habitat tersebut (Sale 1991).
Selain ikan target dan ikan indikator, beberapa famili ikan karang juga
dikatagorikan sebagai ikan mayor. Ikan mayor adalah ikan yang digolongkan
kedalam katagori ikan yang disebut ikan hias, karena warna dan bentuknya yang
indah. Ikan mayor merupakan ikan yang biasa dijumpai di ekosistem terumbu
karang, namun tidak termasuk kedalam jenis ikan yang dimanfaatkan sebagai ikan
target maupun ikan indikator. Pada stasiun 1 sebagian besar jenis ikan yang
ditemukan adalah kelompok ikan mayor yang di dominasi oleh famili
Pomacentridae dan Pomacanthidae. Pengelompokan spesies ikan karang
berdasarkan peranannya dalam ekosistem terumbu karang alami (stasiun 1) dan
terumbu karang transplantasi (stasiun 2) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengelompokkan Ikan Karang berdasarkan Peranannya dalam Ekosistem
No
(Stasiun 1) Terumbu Karang Alami
no(Stasiun 2)
Terumbu Karang TransplantasiIkan Indikator Ikan Indikator
1Chaetodontidae
Chelmon rostratus 1Chaetodontidae
Chelmon rostratus2 Chaetodon trifascialis 2 Chaetodon trifascialis
3 Chaetodon speculum 3 Chaetodon speculum
Ikan Target Ikan Target4 Acanthuridae Chenochae tustratus 4 Acanthuridae Chenochaetus tratus5 Carangidae Caranx heberi 5 Carangidae Caranx heberi6 Labridae Cheilinus rhodochrous 6 Labridae Cheilinus rhodochrous7
MullidaeUpeneus tragula 7
MullidaeUpeneus tragula
8 Parupeneus barberinus 8 Parupeneus barberinus9
Serranidae
Cephalopholis cyonastigma
9 Serranidae Cephalopholis sonnerati
10 Cephalopholis sonnerati 10 Lutjanidae Lutjanus biguttatus
11 Epinephelus fasciatus
12 Epinephelus merra
Ikan Mayor Ikan Mayor13
ApogonidaeApogon bandanensis 11
ApogonidaeApogon bandanensis
14 Apogon sealei 12 Apogon sealei15 Balistidae Balistoides viridescens 13 Balistidae Balistoides viridescens16
EphiphidaePlatax teira 14 Ephiphidae Platax teira
17 Platax pinnatus 15 GobiidaeAmblygobisu
stethaphthalamus18
Gobiidae
Amblygobisu stethaphthalamus
16
Pomacanthidae
Chaetodontoplus mesolecus
19 Cryptocentrus caeruleumaculatus
17 Pomacanthus anularis
20
Pomacanthidae
Chaetodontoplus mesolecus
18 Pomacanthus sextriatus
21 Pomacanthus anularis 19 Pomacanthus semicirculatus
22 Pomacanthus sextriatus 20 Pygoplises diacantus23 Pomacanthus
semicirculatus21
Pomacentridae
Abudefduf vaigiensis
24 Pygoplises diacantus 22 Chromis viridis25
Pomacentridae
Abudefduf vaigiensis 23 Dischostodus propotaenia26 Chromis viridis 24 Plectroglyphidodon
lacrymatus27 Dischostodus propotaenia 2528 Plectroglyphidodon
lacrymatus26 Pomacentrus coelestis
29 Pomacentrus philippinus 27Scaridae
Scarus quoyi30 Pomacenthrus coelestis 28 Scarus niger31
ScaridaeScarus quoyi
32 Scarus niger
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa sebagian besar dari jenis ikan
tersebut termasuk kedalam kelompok ikan mayor yang di dominasi oleh famili
Pomacanthidae dan famili Pomacentridae. Ikan Pomacentridae adalah ikan
teritorial yang baik secara selektif maupun tidak selektif memakan alga yang
membentuk hamparan alga di dalam wilayah mereka, tetapi mencegah ikan-ikan
lain masuk kesitu (Nybakken 1992). Menurut Lobel (1980), akibat adanya
territorial foraging karang dan alga koralin tersingkir dari daerah yang ditumbuhi
oleh alga secara berlebihan, dan wilayah itu berperan sebagai tempat berlindung
invertebrata muda juga plankton. Keberadaan ikan mayor mendominasi pada
kedua stasiun, namun yang membedakan adalah keberadaan ikan karang yang
berperan sebagai ikan target. Pada stasiun 1 ditemukan 4 spesies ikan yang
termasuk dalam famili Serranidae sedangkan pada stasiun 2 hanya ditemukan 1
spesies ikan yang termasuk dalam famili Serranidae tersebut.
4.3.3 Distribusi Jenis Ikan Karang di Perairan Pulau Menjangan Kecil
Berdasarkan Waktu Pengamatan
Ikan karang yang teramati pada penelitian di dua stasiun rata-rata memiliki
perbedaan keberadaan. Jumlah spesies ikan terbanyak terdapat di stasiun 1
(terumbu karang alami) pada waktu sore hari yaitu sebanyak 32 spesies, dan
jumlah spesies ikan terendah terdapat pada stasiun 2 (terumbu karang
transplantasi) pada waktu sore hari yaitu sebanyak 24 spesies. Satu penemuan
yang menarik adalah perbedaan ikan-ikan antara siang dan malam. Banyak orang
yang melihat karang pada siang hari ketika sebagian besar spesies ikan ikan dapat
dilihat. Akan tetapi, pada malam hari ikan-ikan diurnal ini berlindung didalam
terumbu dan digantikan oleh sejumlah kecil spesies nokturnal yang tidak terihat
pada siang hari.
Jumlah spesies terbanyak yang jumlahnya lebih dari 70% terdapat pada
stasiun 1 pada waktu pagi hari yang terdiri dari Apogon bandanensis, Apogon
sealei, Pomacentrus anularis, Abudefduf vaigiensis, Chromis viridis, dan
Pomacentrus coelestis. Nybakken (1992) menyatakan bahwa salah satu penyebab
tingginya keragaman spesies di terumbu adalah karena variasi habitat terdapat di
terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi juga daerah
berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga dan juga perairan yang dangkal dan
dalam serta zona-zona yang berbeda melintasi karang
beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan
tersebut.
Gambar 8. Jumlah Ikan Karang yang Tercatat di Kedua Stasiun
Ikan spesies Apogon bandanensis
ini diduga karena ketersediaan plankton yang melimpah pada kedua stasiun
tersebut, karena ikan Apogon bandanensis
plankton (Tabel 6). Ikan dari genus Pomacentrus pun sering dijumpai pada kedua
stasiun. Menurut Lowe (1917)
Pomacentrus disebabkan karena sifat mereka yang mempertahankan daerah
kekuasaan. Selain itu Pomacentridae sangat dipengaruhi oleh karakteristik
morfologi dari substrat, bahkan beberapa spesies diantaranya cenderung
menggunakan karang sebagai habitat daripada sumber makana
0100200300400500600700800900
1000
indi
vidu
/450
m²
terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi juga daerah
berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga dan juga perairan yang dangkal dan
zona yang berbeda melintasi karang. Habitat yang
beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan karang
. Jumlah Ikan Karang yang Tercatat di Kedua Stasiun
Apogon bandanensis sering dijumpai pada kedua stasiun, hal
ketersediaan plankton yang melimpah pada kedua stasiun
Apogon bandanensis ini merupakan ikan yang memakan
plankton (Tabel 6). Ikan dari genus Pomacentrus pun sering dijumpai pada kedua
stasiun. Menurut Lowe (1917) dalam McConnell (1987) dominasi spesies dari
Pomacentrus disebabkan karena sifat mereka yang mempertahankan daerah
kekuasaan. Selain itu Pomacentridae sangat dipengaruhi oleh karakteristik
morfologi dari substrat, bahkan beberapa spesies diantaranya cenderung
ng sebagai habitat daripada sumber makanan.
Stasiun 1 Stasiun 2
925
501
terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi juga daerah
berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga dan juga perairan yang dangkal dan
. Habitat yang
ikan karang
. Jumlah Ikan Karang yang Tercatat di Kedua Stasiun
sering dijumpai pada kedua stasiun, hal
ketersediaan plankton yang melimpah pada kedua stasiun
ini merupakan ikan yang memakan
plankton (Tabel 6). Ikan dari genus Pomacentrus pun sering dijumpai pada kedua
7) dominasi spesies dari
Pomacentrus disebabkan karena sifat mereka yang mempertahankan daerah
kekuasaan. Selain itu Pomacentridae sangat dipengaruhi oleh karakteristik
morfologi dari substrat, bahkan beberapa spesies diantaranya cenderung
Tabel 4. Distribusi Ikan Karang
KeteranganTerumbu Karang Alami Terumbu Karang Transplantasi
Pagi Sore Pagi SoreJumlah Spesies
29 32 25 24
Jumlah Famili
13 13 14 14
Jumlah individu
486 439 265 236
Spesies terbanyak (>70%)
Apogon bandanensis,
Apogon sealei, Pomacentrus
anularis, Abudefduf vaigiensis,
Chromis viridis, Pomacentrus
coelestis
Apogon bandanensis,
Apogon sealei, Pomacentrus
anularis, Chromis viridis,
Pomacentrus coelestis
Apogon sealei,
Chromis viridis
Apogon bandanensis,
Apogon sealei,
Chromis viridis
.
Hubungan-hubungan dalam cara makan dari ikan-ikan terumbu merupakan
suatu hal yang menarik perhatian. Tipe pemangsaan yang paling banyak di
terumbu adalah karnivora, sekitar 50-70 persen dari spesies ikan. Goldman dan
Talbot (1976) menyatakan banyak dari karnivora-karnivora ini tidak
mengkhususkan makanannya pada suatu sumber makanan tertentu, tetapi
sebaliknya oportunistik, mengambil apa saja yang berguna bagi mereka. Ikan
herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua, sekitar 15%
dari spesies ikan, yang paling penting dalam spesies ini adalah Scaridae dan
Acanthuridae. Sisanya diklasifikasikan sebagai omnivora dan termasuk wakil-
wakil dari seluruh famili ikan yang sebenarnya terdapat di terumbu
(Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Monocanthidae, Ostactiontidae,
Tetraodontidae). Hanya ada beberapa ikan yang merupakan pemakan
zooplankton, dan mereka umumnya kecil dan berbentuk schooling (Nybakken
1992). Komposisi ekosistem pada kedua stasiun di dominasi oleh ikan omnivora
dan herbivora, serta jumlah karnivora yang lebih sedikit (Tabel 4). Hal tersebut
menunjukkan bahwa ekosistem masih dalam kondisi yang seimbang.
4.3.4 Kelimpahan Ikan Karang di Perairan Pulau Menjangan Kecil
Nilai kelimpahan ikan karang di Pulau Menjangan Kecil pada stasiun 1
(terumbu karang alami) pada waktu pengamatan pagi hari sebesar 2,22
individu/450 m2, dan pada waktu pengamatan sore hari 2,91 individu/450 m2.
Sedangkan nilai kelimpahan ikan karang pada stasiun 2 (terumbu karang
transplantasi) pada waktu pengamatan pagi hari sebesar 1,77 individu/450 m2 dan
pada waktu pengamatan sore hari sebesar 1,58 individu/450 m2. Nilai kelimpahan
rata-rata terbesar yaitu pada stasiun 1 waktu pengamatan sore hari sebesar 0,97
individu/150 m2, sedangkan nilai kelimpahan terendah yaitu pada stasiun 2 waktu
pengamatan sore hari sebesar 0,52 individu/150 m2 (Tabel 5). Menurut Bell dan
Galzin (1984), faktor yang mempengaruhi kehadiran ikan (struktur komunitas dan
kelimpahan ikan) di suatu terumbu karang, antara lain tinggi rendahnya presentase
tutupan karang hidup dan perbedaan zona habitat (inner reef flat, outer reef flat,
crest, reef base, sand flat). Dengan baiknya kondisi terumbu karang pada stasiun
1, dapat menarik ikan ikan untuk melakukan aktifitasnya pada area tersebut. Dan
keberadaan terumbu karang transplantasi pada stasiun 2 pun dapat menarik ikan
ikan untuk hidup pada daerah tersebut karena keberadaan terumbu karang
transplantasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai rumah ikan, sehingga cukup
banyak keberadaan ikan karang pada daerah transplantasi
Tabel 5. Nilai Kelimpahan Kedua StasiunStasiun 1
(Terumbu Karang Alami)Stasiun 2
Terumbu Karang Transplantasi
Kelimpahan rata-rata pagi
0,91 individu/150 meter2 0,59 individu/150 meter2
Kelimpahan rata-rata sore
0,97 individu/150 meter2 0,52 individu/150 meter2
Tabel 6. Kebiasaan Makanan (Food Habits) Ikan Karang Yang Tersensus Pada Kedua Stasiun
Jenis Ikan Food Habits*)ApogonidaeApogon bandanensis PlanktonApogon sealei PlanktonAcanthuridaeChenochaetus tratus FitoplanktonBalistidaeBalistoides viridescens Alga, detritus, moluska, crustaseaChaetodontidaeChelmon rostratus ZoobenthosChaetodon trifascialis Polip karangChaetodon speculum Polip karangCarangidaeCaranx heberi Zoobenthos, nektonEphippidaePlantax teira Nekton, crustaseaPlantax pinnatus Zoobenthos, zooplankton, bentik algaGobiidaeAmblygobius stethaphalmus Alga Cryptocentrus caeruleumaculatus Alga LabridaeCheilinus rhodochrous Invertebrata bentik, ikan kecilLutjanidaeLutjanus biguttatus Nekton, Ikan kecil, krustaseaMullidaeUpeneus tragula ZoobenthosParupeneus barberinus Zoobenthos, krustaseaPomacanthidaeChaetodontoplus mesolecus Alga, zoobenthosPomacanthus anularis Alga, zoobenthosPomacanthus sextriatus Alga, zoobenthosPomacanthus semicirculatus Zoobenthos, Alga bentikPygoplises diacantus Alga, zoobenthosPomacentridaeAbudefduf vaigiensis Alga, krustasea, gastropoda, copepodaChromis viridis Fitoplankton, krustaseaDischostodus propotaenia Zooplankton, detritus, alga Plectroglyphidodon lacrymatus Alga, fitoplankton, zoobenthosPomacentrus coelestis Alga, zoobenthos, zooplanktonPomacentrus philippinus Alga, zooplanktonScaridaeScarus quoyi AlgaScarus niger AlgaSerranidaeCephalopholis sonnerati Zoobenthos, krustasea, nektonEpinephelus fasciatus Moluska, crustasea, echinodermataEpinephelus merra Nekton, zoobenthosCephalopholis cyonastigma Zoobenthos, krustasea, nekton
Keterangan: *) Sumber http//www.fishbase.org/summary (2013)
4.3.5 Indeks Ekologi Komunitas Ikan di Perairan Pulau Menjangan Kecil
Pada dasarnya, keanekaragaman ikan karang di terumbu karang sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem tersebut. Berdasarkan hasil
pengamatan dan perhitungan data-data penelitian, diperoleh nilai indeks
keanekaragaman (H) pada stasiun 1 (terumbu karang alami) sebesar 2,59 dan
stasiun 2 (terumbu karang transplantasi) sebesar 2,50. Hal ini menunjukkan bahwa
keanekaragaman ikan pada stasiun 1 dan 2 berada pada kisaran kriteria H’ 2,30-
6,90 yang berarti keanekaragaman spesies ikan karang yang ditemukan pada
stasiun ini termasuk dalam katagori sedang.
Kondisi terumbu karang pada stasiun 1 memiliki topografi lereng dan gua-
gua yang dapat menjadikan keanekaragaman ikan pada stasiun ini menjadi lebih
tinggi. Menurut Nybakken (1992) kondisi habitat ikan karang pada daerah
terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang, tetapi juga daerah berpasir,
berbatu, daerah algae, lereng, tebing, dan daerah perairan dangkal.
Gambar 9. Diagram Indeks Ekologi Komunitas Ikan Pada Kedua Stasiun
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui mengenai jenis ikan yang
mendominasi pada suatu komunitas dalam setiap habitat. Indeks dominasi pada
stasiun 1 sebesar 0,115 (Gambar 9). Dari angka tersebut, maka stasiun 1 dapat
2,59
0,115
2,5
0,118
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Indeks Keanekaragaman
Indeks Dominasi Indeks Keanekaragaman
Indeks Dominasi
Stasiun 1 Stasiun 2
dikatagorikan dalam kriteria indeks dominasi < 0,30 yang berarti bahwa tidak ada
spesies ikan yang mendominasi pada perairan tersebut. Pada stasiun 2, nilai angka
indeks dominasi berada pada kriteria yang sama yaitu < 0,30 yang juga berarti
tidak ada spesies ikan yang mendominasi pada perairan tersebut. Hal ini didukung
dengan katagori indeks keanekaragaman yang rata-rata masuk kedalam katagori
sedang. Purwanti (2004) menyatakan, ketersediaan makanan bagi ikan karang di
habitatnya sangat berpengaruh terhadap tingkat persaingan antara sesama ikan
sejenis dan juga ikan berlainan jenis. Rendahnya nilai indeks dominasi disebabkan
oleh faktor kesediaan makanan yang melimpah bagi ikan karang, sehingga semua
spesies ikan karang dapat tumbuh dan hidup dengan baik sehingga tidak ada
spesies ikan karang yang mendominasi.