bab iv hasil dan pembahasan 3.1 sifat fisis bambu lapis 3 ... · bab iv . hasil dan pembahasan ....

27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sifat Fisis Bambu Lapis 3.1.1 Kadar Air Nilai rata-rata kadar air bambu lapis kontrol dan jarak sambung 2 cm, 3 cm, dan 4 cm sebesar 10,81 % dengan kisaran antara 9,66 11,73%. Dengan demikian, nilai kadar air semua bambu lapis yang dihasilkan dalam penelitian ini memenuhi persyaratan SNI (2000) untuk kayu lapis penggunaan umum, yaitu lebih kecil dari 14%. Histogram nilai kadar air secara lengkap tersaji dalam Gambar 5. Gambar 5 Nilai rata-rata kadar air bambu lapis. Gambar 5 menunjukkan bahwa bambu lapis dengan perlakuan jarak sambung 3 cm dengan perekat Epoxy memiliki nilai kadar air terendah yaitu sebesar 9,66% sedangkan bambu lapis dengan perlakuan jarak sambung 4 cm dengan perekat PVAc memiliki kadar air tertinggi yaitu sebesar 11,73%. Jika ditinjau berdasarkan jenis perekatnya maka bambu lapis dengan perekat Epoxy mempunyai nilai kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan bambu lapis yang menggunakan perekat PVAc. Menurut Muhammad Fadli (2006), perekat PVAc mempunyai daya tahan yang rendah terhadap cuaca dan kelembaban, hal ini menyebabkan air dapat dengan mudah masuk ke dalam

Upload: hadiep

Post on 12-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sifat Fisis Bambu Lapis

3.1.1 Kadar Air

Nilai rata-rata kadar air bambu lapis kontrol dan jarak sambung 2 cm, 3 cm,

dan 4 cm sebesar 10,81 % dengan kisaran antara 9,66 – 11,73%. Dengan demikian,

nilai kadar air semua bambu lapis yang dihasilkan dalam penelitian ini memenuhi

persyaratan SNI (2000) untuk kayu lapis penggunaan umum, yaitu lebih kecil dari

14%. Histogram nilai kadar air secara lengkap tersaji dalam Gambar 5.

Gambar 5 Nilai rata-rata kadar air bambu lapis.

Gambar 5 menunjukkan bahwa bambu lapis dengan perlakuan jarak

sambung 3 cm dengan perekat Epoxy memiliki nilai kadar air terendah yaitu

sebesar 9,66% sedangkan bambu lapis dengan perlakuan jarak sambung 4 cm

dengan perekat PVAc memiliki kadar air tertinggi yaitu sebesar 11,73%.

Jika ditinjau berdasarkan jenis perekatnya maka bambu lapis dengan perekat

Epoxy mempunyai nilai kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan bambu

lapis yang menggunakan perekat PVAc. Menurut Muhammad Fadli (2006),

perekat PVAc mempunyai daya tahan yang rendah terhadap cuaca dan

kelembaban, hal ini menyebabkan air dapat dengan mudah masuk ke dalam

20

lapisan bambu lapis dan berikatan dengan molekul PVAc yang terkandung dalam

bambu lapis.

Namun jika ditinjau dari pengaruh jenis sambungan terhadap nilai kadar air,

terlihat bahwa semakin besar jarak sambungan pada umumnya nilai kadar air yang

dihasilkan juga semakin besar. Hal ini diduga karena semakin besar jarak

sambungan maka akan semakin besar celah antar bambu yang dapat

mempermudah penyerapan air dari luar. Asumsi ini sejalan dengan Iswanto

(2008) yang menyatakan bahwa daerah sambungan mudah untuk dimasuki oleh

air.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan

interaksi antar keduanya terhadap kadar air bambu lapis, maka dilakukan analisis

keragaman (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95%.

Tabel 2 Analisis keragaman kadar air bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 6.6976125 2.2325375 0.96 0.4362tn

Perekat 1 2.2878375 2.2878375 0.98 0.3364tn

Sambungan*Perekat 3 1.7369125 0.57897083 0.25 0.8612tn

Eror 16 37.2674 2.3292125

Total 23 47.9897625

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Hasil analisis keragaman untuk nilai kadar air menunjukkan perlakuan pada

sambungan, jenis perekat, dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata

terhadap nilai kadar air bambu lapis.

4.1.2 Kerapatan

Nilai rata-rata kerapatan bambu lapis kontrol dan jarak sambungan 2 cm, 3

cm, dan 4 cm sebesar 0,72 g/cm3 dengan kisaran 0,63 – 0,76 g/cm

3. Histogram

kerapatan hasil penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 6.

21

Gambar 6 Nilai rata-rata kerapatan bambu lapis.

Dari Gambar 6 diketahui bahwa bambu lapis dengan jarak sambungan 4 cm

dengan perekat Epoxy memiliki nilai kerapatan paling tinggi yaitu sebesar 0,75

g/cm3 dan bambu lapis dengan jarak sambungan 2 cm dengan perekat PVAc

memiliki nilai kerapatan yang paling rendah yaitu sebesar 0,63 g/cm3.

Jika dilihat dari jenis perekatnya, bambu lapis dengan perekat PVAc

memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan bambu lapis dengan perekat

Epoxy. Hal ini terjadi karena kekentalan dan berat jenis perekat PVAc lebih

rendah dibandingkan perekat Epoxy. Apabila dibandingkan dengan nilai

kerapatam bambu lapis dengan pola jahitan dan sambungan yang diteliti oleh

Mardiana (2010), yaitu sebesar 0,63 g/cm3, maka nilai kerapatan bambu lapis

pada penelitian ini relatif sama.

SNI (2000) tidak mempersyaratkan nilai kerapatan dalam kriteria standar

kayu lapis penggunaan umum sehingga sampai saat ini belum ada batasan yang

jelas mengenai nilai kerapatan yang dapat menghasilkan bambu lapis yang

berkualitas baik. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan bentuk sambungan, jenis

perekat, dan interaksi antar keduanya terhadap kerapatan bambu lapis, dilakukan

analisis keragaman (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95%. Hasil ANOVA

kerapatan tersaji dalam Tabel 3.

22

Tabel 3 Analisis keragaman kerapatan bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 0.0383 0.01276667 20.16 <.0001*

Perekat 1 0.0024 0.0024 3.79 0.0694tn

Sambungan*Perekat 3 0.0011 0.00036667 0.58 0.6372tn

Eror 16 0.01013333 0.00063333

Total 23 0.05193333

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa bentuk perlakuan pada jenis

perekat dan interaksi antara sambungan dan perekat memberikan pengaruh yang

tidak nyata, tetapi sambungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai

kerapatan bambu lapis. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk mengetahui perlakuan

sambungan yang terbaik sebagai mana terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap

kerapatan bambu lapis berdasarkan uji lanjut Duncan.

Perlakuan Rata-rata Kerapatan Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Bambu Lapis (gr/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)

B1 0.75500 6 A

B4 0.73667 6 A

B3 0.72500 6 A

B2 0.65000 6 B

Keterangan:

B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa semakin besar sambungan

maka semakin besar besar nilai kerapatanya. Hal ini disebabkan karena adanya

sambungan yang terdapat dalam bambu lapis dapat meningkatkan

kekompakan/kerapatan bambu sebagai bahan penyusun panel.

4.1.3 Stabilitas Dimensi

Stabilitas dimensi bambu lapis terhadap keadaan lingkungan sekitar dapat

diketahui dalam nilai pengembangan dan penyusutan dimensi bambu lapis, yaitu

dimensi panjang, lebar, dan tebal. Pengujian stabilitas dimensi dilakukan untuk

mengetahui ketahanan bambu lapis terhadap kelembaban dan cuaca lingkungan

sekitar.

23

4.1.3.1 Pengembangan Dimensi

Pengembangan dimensi terjadi karena adanya perubahan kadar air dalam

bambu di atas titik jenuh serat. Secara keseluruhan rataan nilai pengembangan

dimensi bambu lapis setelah perendaman selama 24 jam tersaji pada gambar 7

dan tabel 5.

Gambar 7 Nilai rata-rata pengembangan dimensi bambu lapis.

Tabel 5 Nilai pengembangan dimensi bambu lapis.

Pengembangan dimensi bambu lapis (%)

Perlakuan perekat PVAC perekat EPOXY

P L T P L T

Kontrol 0.61 0.75 3.91 0.46 0.36 2.35

S2 0.64 0.84 6.51 0.47 0.58 3.04

S3 0.78 0.88 6.93 0.57 0.59 3.36

S4 0.82 0.74 8.22 0.57 0.64 7.05

Rata-rata 0.71 0.80 6.40 0.52 0.54 3.95

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengembangan panjang, lebar,

dan tebal bambu lapis dengan perekat PVAc masing-masing sebesar 0,71%;

0,80%; dan 6,40% dengan kisaran antara 0,6 - 0,82%; 0,75 - 0.88% dan 3,91 –

8,22%. Adapun nilai rata-rata pengembangan panjang, lebar, dan tebal bambu

lapis dengan perekat Epoxy masing-masing sebesar 0,52%; 0,54%; dan 3,95%

dengan kisaran antara 0,46 – 0,57%; 0,36 – 0,66%; dan 2,35 – 7,05%. Apabila

24

dibandingkan dengan bambu lapis kontrol maka bambu lapis dengan perlakuan

sambungan menghasilkan nilai pengembangan yang lebih besar.

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa semakin besar jarak sambungannya

maka pengembagan dimensi yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini diduga

karena pada bambu lapis dengan sambungan terdapat celah yang dapat

mempermudah terjadinya penyerapan air. Jika dilihat dari jenis perekatnya bambu

lapis dengan perekat Epoxy memiliki pengembangan dimensi yang lebih rendah

dibandingkan bambu lapis dengan perekat PVAc. Hal ini diduga karena perekat

PVAc mempunyai daya tahan yang rendah terhadap cuaca dan kelembaban. Hal

ini menyebabkan air dapat dengan mudah masuk ke dalam lapisan bambu lapis

dan berikatan dengan molekul PVAc yang terkandung dalam bambu lapis

sehingga pengembangan dimensi lebih tinggi.

Nurfaridah (2002) menyatakan bahwa urutan besarnya nilai pengembangan

bambu lapis berbeda dengan kayu lapis atau kayu utuh. Pengembangan pada kayu

utuh maupun kayu lapis dari yang terbesar sampai yang terkecil berturut-turut

tangensial (lebar), radial (tebal), dan longitudinal (panjang). Menurut Dewi

(2010), urutan pengembangan dimensi pada bambu dari yang terbesar adalah

bagian tebal, lebar, dan panjang. Pengembangan dimensi bambu lapis pada bagian

tebal lebih besar dibandingkan pengembangan dimensi pada bagian lebar dan

panjangnya disebabkan oleh sifat anatomi bambu. Bambu tidak mempunyai jari-

jari pada arah radial (tebal) kecuali pada bagian yang berbuku. Tidak adanya jari-

jari pada arah radial menyebabkan air dapat dengan mudah masuk melalui pori-

pori dari bagian radial bambu sehingga pengembangan pada bagian ini lebih besar

dibandingkan dengan bagian panjang dan lebar (Muhammad Fadli 2006).

Untuk mengetahui pengaruh pemberian sambungan, jenis perekat dan

interaksi antar keduanya dilakukan analisis ragam (ANOVA) yang tersaji pada

Tabel 6, 7, dan 8.

25

Tabel 6 Analisis keragaman pengembangan panjang bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 0.1153125 0.0384375 0.73 0.5498tn

Perekat 1 0.2109375 0.2109375 4 0.0628tn

Sambungan*Perekat 3 0.01037917 0.00345972 0.07 0.9773tn

Eror 16 0.84413333 0.05275833

Total 23 1.1807625

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Tabel 7 Analisis keragaman pengembangan lebar bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 0.11496667 0.03832222 0.32 0.8099tn

Perekat 1 0.4056 0.4056 3.4 0.0838tn

Sambungan*Perekat 3 0.06643333 0.02214444 0.19 0.9046tn

Eror 16 1.9082 0.1192625

Total 23 2.4952

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Tabel 8 Analisis keragaman pengembangan tebal bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 62.53923333 20.84641111 5.46 0.0089*

Perekat 1 35.91706667 35.91706667 9.4 0.0074*

Sambungan*Perekat 3 7.10283333 2.36761111 0.62 0.6122tn

Eror 16 61.1084 3.819275

Total 23 166.6675333

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Hasil Analisis keragaman atas pengembangan panjang, lebar, dan tebal

bambu lapis menunjukkan bahwa perlakuan sambungan, jenis perekat, dan

interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

pengembangan panjang dan lebar bambu lapis. Tetapi pada pengembangan tebal

perlakuan sambungan dan jenis perekat memberikan pengaruh yang nyata

sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan.

26

Tabel 9 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap

pengembangan tebal bambu lapis berdasarkan uji lanjut Duncan.

Perlakuan Rata-rata Pengembangan Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Tebal Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)

A1 6.395 12 A

A2 3.9483 12 B Keterangan:

A1 : PVAc A2 : Epoxy

Tabel 10 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap

pengembangan tebal bambu lapis berdasarkan uji lanjut Duncan.

Perlakuan Rata-rata Pengembangan Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Tebal Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)

B4 7.638 6 A

B3 5.145 6 A

B2 4.777 6 A

B1 3.127 6 B

Keterangan:

B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm

Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak

sambung bambu lapis maka akan semakin besar pula pengembangan tebalnya. Hal

ini dapat diduga karena semakin besarnya sambungan memungkinkan air yang

masuk semakin banyak sehingga pengembangan semakin mudah terjadi. Dan jika

dilihat dari perekatnya, maka perekat PVAc menghasilkan bambu lapis yang

memiliki pengembangan tebal lebih besar daripada perekat epoxy. Ini dikarenakan

perekat PVAc mempunyai daya tahan yang rendah terhadap cuaca dan

kelembaban, dan menyebabkan air dapat dengan mudah masuk ke dalam lapisan

bambu lapis dan berikatan dengan molekul PVAc yang terkandung dalam bambu

lapis sehingga pengembangan semakin mudah terjadi.

4.1.3.2 Penyusutan Dimensi

Penyusutan dimensi bambu lapis terjadi karena adanya perubahan kadar air

di bawah titik jenuh serat. Nilai penyusutan dimensi bambu lapis setelah

pengovenan selama 24 jam disajikan dalam Gambar 8 dan Tabel 11.

27

Gambar 8 Nilai rata-rata penyusutan dimensi bambu lapis.

Tabel 11 Nilai penyusutan dimensi bambu lapis.

Penyusutan dimensi bambu lapis (%)

Perlakuan perekat PVAC perekat EPOXY

P L T P L T

Kontrol 0.19 0.23 5.74 0.14 0.31 2.05

S2 0.21 0.24 6.71 0.18 0.21 2.24

S3 0.21 0.46 7.66 0.28 0.29 2.52

S4 0.23 0.57 10.17 0.25 0.30 3.97

rata2 0.21 0.38 7.57 0.21 0.28 2.69

Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengembangan panjang, lebar,

dan tebal bambu lapis dengan perekat PVAc masing-masing sebesar 0,21%;

0,38%; dan 7,57% dengan kisaran antara 0,19 - 0,23%; 0,23 - 0.57% dan 5,74 -

10,17%. Adapun nilai rata-rata pengembangan panjang, lebar, dan tebal bambu

lapis dengan perekat Epoxy masing-masing sebesar 0,21%; 0,28%; dan 2,69%

dengan kisaran antara 0,14 - 0,25%; 0,21 - 0,31%; dan 2,05 – 3,97%.

Tidak berbeda dengan pengembangan dimensi bambu lapis, penyusutan

bambu lapis juga memiliki kecenderungan yang sama yaitu penyusutan bagian

tebal lebih besar dibandingkan dengan lebar dan panjang. Kecenderungan

penyusutan dimensi bambu lapis ini dapat pula disebabkan oleh sifat anatomi

bambu. Bambu tidak mempunyai jari-jari pada arah radial (tebal), Kecuali pada

bagian yang berbuku. Tidak adanya jari-jari pada arah radial menyebabkan air

28

dapat dengan mudah keluar melalui pori-pori dari bagian radial bambu sehingga

penyusutan pada bagian ini lebih besar dibandingkan dengan penyusutan pada

bagian panjang dan lebar (Fadli 2006).

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan

interaksi antar keduanya pada penyusutan dimensi bambu lapis, maka dilakukan

analisis ragam (ANOVA) seperti tercantum pada Tabel 12, 13, dan 14.

Tabel 12 Analisis keragaman penyusutan panjang bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 0.02966667 0.00988889 1.27 0.3183tn

Perekat 1 0.00015 0.00015 0.02 0.8914tn

Sambungan*Perekat 3 0.01431667 0.00477222 0.61 0.6165tn

Eror 16 0.1246 0.0077875

Total 23 0.16873333

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Tabel 13 Analisis keragaman penyusutan lebar bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 0.08534583 0.02844861 0.57 0.6452tn

Perekat 1 0.1488375 0.1488375 2.96 0.1045tn

Sambungan*Perekat 3 0.11537917 0.03845972 0.77 0.5299tn

Eror 16 0.804 0.05025

Total 23 1.1535625

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Tabel 14 Analisis keragaman penyusutan tebal bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 34.4700333 11.4900111 2.36 0.1101tn

Perekat 1 142.6912667 142.6912667 29.29 <.0001*

Sambungan*Perekat 3 5.0965 1.6988333 0.35 0.7906tn

Eror 16 77.9483333 4.8717708

Total 23 260.2061333

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Hasil Analisis keragaman atas penyusutan panjang, lebar, dan tebal bambu

lapis menunjukkan bahwa perlakuan sambungan, jenis perekat, dan interaksi

antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengembangan

29

panjang dan lebar bambu lapis. Tetapi pada pengembangan tebal hanya perlakuan

jenis perekat yang memberikan pengaruh yang nyata sehingga perlu dilakukan uji

Duncan.

Tabel 15 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap

penyusutan tebal bambu lapis berdasarkan uji lanjut Duncan.

Perlakuan Rata-rata Penyusutan Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Tebal Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)

A1 7.57 12 A

A2 2.6933 12 B Keterangan:

A1 : PVAc A2 : Epoxy

Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa perekat PVAc

menghasilkan bambu lapis yang memiliki penyusutan tebal yang lebih besar

daripada perekat epoxy.

4.2 Sifat Mekanis Bambu Lapis

Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah keteguhan lentur statis

dan keteguhan rekat. Pengujian sifat mekanis dilakukan dengan dua cara, yaitu

sejajar serat (sejajar lapisan permukaan) dan tegak lurus serat (sejajar lapisan inti).

4.2.1 Keteguhan Lentur Statis

Keteguhan lentur statis terdiri atas modulus elastisitas atau Modulus of

Elasticity (MOE) dan modulus patah atau Modulus of Rupture (MOR).

4.2.1.1 Keteguhan Lentur (MOE)

4.2.1.1.1 Keteguhan Lentur Sejajar Lapisan Permukaan

SNI 01-5008.2-2000 untuk Kayu Lapis Penggunaan Umum tidak

mensyaratkan nilai MOE dan MOR yang harus dipenuhi untuk mendapatkan

kualitas kayu lapis yang baik. Oleh karena itu, digunakan SNI 01-5008.7-1999

untuk Kayu Lapis Struktural. Berdasarkan standar tersebut, nilai MOE yang harus

dipenuhi adalah 80.000 kg/cm². Nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu

lapis selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9.

30

Gambar 9. Nilai rata-rata MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis.

Berdasarkan hasil penelitian, nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu

lapis berkisar antara 19.397,59 kg/cm² - 99.281,39 kg/cm² dengan nilai rata-rata

53.045,75 kg/cm². Nilai terkecil terdapat pada bambu lapis sambungan 2 cm

dengan perekat PVAc dan nilai terbesar terdapat pada bambu lapis kontrol dengan

perekat Epoxy. Dari seluruh tipe sambungan kayu lapis hanya bambu lapis kontrol

berperekat epoxy (99.281,39 kg/cm2) yang memenuhi nilai MOE SNI 01-5008.7-

1999.

Gambar 10 Kerusakan contoh uji MOE sejajar lapisan permukaan.

Berdasarkan gambar di atas kerusakan cotoh uji terjadi pada bagian

sambungan. Menurut Safitri dan Purnawan (2010) sambungan merupakan titik

terlemah sehingga banyak kegagalan atau kerusakan struktur yang disebabkan

31

oleh gagalnya sambungan. Maka dari itu tidak heran jika dalam penelitian ini

bambu lapis yang memiliki sambungan tidak memenuhi standar.

Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin besar jarak sambungan maka

semakin besar pula nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis. Pernyataan

ini sesuai dengaan Safitri dan Purnawan (2010) yang menyatakan bahwa kuat

lentur dan elastisitas meningkat seiring dengan bertambahnya panjang

sambungan, karena semakin besar perbandingan panjang sambungan yang dibuat

akan mengakibatkan bertambahnya luasan perekat.

Jika dibandingkan dengan penelitian Dewi (2010) nilai MOE sejajar

lapisan permukaan bambu lapis dengan perekat PVAc dan epoxy masing-masing

berkisar antara 1252,91 – 10.873,51 kg/cm2 dan 4.021,37 – 6572,62 kg/cm

2.

Dengan demikian, hasil penelitian kali ini memiliki nilai MOE sejajar lapisan

permukaan yang lebih baik. Jika dibandingkan dengan MOE kayu lapis yang

berasal dari kayu cepat tumbuh seperti akasia dan sengon hasil penelitian Rosihan

(2005), maka bambu lapis penelitian ini memeiliki nilai yang lebih kecil

dibandingkan kayu lapis akasia (99.660 kg/cm2) dan lebih besar dibandingkan

kayu lapis sengon (13.760 kg/cm2). Hal ini menandakan bambu lapis pada

penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif pengganti bahan baku kayu.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan

interaksi antar keduanya terhadap nilai MOE sejajar permukaan bambu lapis,

maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) seperti tercantum pada Tabel 16.

Tabel 16 Analisis keragaman MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 6319307938 2106435979 7.79 0.002*

Perekat 1 4511579873 4511579873 16.69 0.0009*

Sambungan*Perekat 3 1989467054 663155685 2.45 0.1009tn

Eror 16 4326129434 270383090

Total 23 17146484299

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Hasil Analisis keragaman atas nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu

lapis menunjukkan bahwa perlakuan sambungan dan jenis perekat memberikan

32

pengaruh yang nyata terhadap MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis

sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan.

Tabel 17 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap

nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji

lanjut Duncan.

Perlakuan Rata-rata MOE Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Permukaan Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)

B1 72888 6 A

B4 52053 6 B

B3 50140 6 B

B2 27059 6 C

Keterangan:

B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm

Tabel 18 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap

nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji

lanjut Duncan.

Perlakuan Rata-rata MOE Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Permukaan Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)

A2 64246 12 A

A1 36824 12 B

Keterangan:

A1 : PVAc A2 : Epoxy

Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak

sambung bambu lapis makan akan semakin besar pula nilai MOE sejajar lapisan

permukaan bambu lapis. Adapun jika dilihat dari perekatnya, maka perekat PVAc

menghasilkan bambu lapis yang memiliki nilai MOE sejajar lapisan permukaan

lebih rendah daripada perekat epoxy.

4.2.1.1.2 Keteguhan Lentur Sejajar Lapisan Inti

Nilai MOE sejajar lapisan inti bambu lapis berkisar antara 13.614,68 -

28.306,88 kg/cm² dengan nilai rata-rata 22.100,84 kg/cm². Bambu lapis jarak

sambung 2 cm dengan perekat PVAc memiliki nilai MOE terendah yaitu

13.614,68 kg/cm² dan bambu lapis jarak sambung 3 cm berperekat epoxy

memiliki nilai MOE yang tertinggi yaitu 28.306,88 kg/cm². Nilai MOE sejajar

lapisan inti untuk semua bambu lapis dapat dilihat pada Gambar 11.

33

Gambar 11 Nilai rata-rata MOE sejajar lapisan inti bambu lapis.

Nilai MOE sejajar lapisan inti yang dipersyaratkan oleh SNI 01-5008.7-

1999 yaitu sebesar 10.000 kg/cm2. Berdasarkan nilai tersebut, semua bambu lapis

hasil penelitian memenuhi standar yang telah ditetapkan SNI. Semua bambu lapis

yang menggunakan jarak sambung baik yang menggunakan perekat PVAc

maupun epoxy menghasilkan nilai MOE yang lebih rendah dari bambu lapis

kontrol. Hal ini diduga karena adanya sambungan yang dapat menurunkan sifat

mekanis bambu lapis.

Pada gambar 11 menyatakan bahwa semakin panjang perlakuan sambungan

yang diberikan maka nilai MOE sejajar lapisan inti semakin besar seperti halnya

pada MOE sejajar lapisan permukaan. Karena semakin panjangnya jarak

sambungan maka semakin besar pula nilai MOE antara titik kritis dengan area

beban tekan yang diberikan pada bambu tersebut sehingga perlemahan yang

terjadi semakin kecil dan menghasilkan nilai MOE yang semakin besar.

Mengacu pada penelitian Rosihan (2005), bambu lapis pada penelitian ini

meghasilkan nilai MOE sejajar lapisan inti yang lebih besar daripada kayu lapis

akasia (6.827 kg/cm2) dan kayu lapis sengon (1.570 kg/cm

2). Dengan demikian

bambu lapis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif

untuk menggantikan kayu lapis.

34

Gambar 12 Pengujian MOE sejajar lapisan inti.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan

interaksi antar keduanya terhadap nilai MOE sejajar permukaan inti bambu lapis,

maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95% seperti

tercantum pada Tabel 19.

Tabel 19 Analisis keragaman MOE sejajar permukaan inti bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 457869155.2 152623051.7 4.02 0.0261*

Perekat 1 148246281.7 148246281.7 3.91 0.0655tn

Sambungan*Perekat 3 110559031.1 36853010.4 0.97 0.4305tn

Eror 16 606900598 37931287

Total 23 1323575066

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Hasil Analisis keragaman atas nilai MOE sejajar lapisan inti bambu lapis

menunjukkan bahwa perlakuan jenis perekat dan interaksi antara perlakuan

sambungan dan jenis perekat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

MOE sejajar lapisan inti bambu lapis. Tetapi pemberian jarak sambungan

memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOE sejajar lapisan inti bambu

lapis. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk mengetahui perlakuan sambungan yang

terbaik sebagaimana terlihat pada Tabel 20.

35

Tabel 20 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap

nilai MOE sejajar lapisan inti bambu lapis berdasarkan uji lanjut

Duncan.

Perlakuan Rata-rata MOE Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Inti Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)

B1 27329 6 A

B4 24974 6 A

B3 20038 6 B

B2 16062 6 B

Keterangan:

B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bambu lapis dengan jarak sambung 4

cm menghasilkan nilai MOE sejajar lapisan inti yang lebih tinggi dibandingkan

dengan bambu lapis berjarak sambung 2 cm dan 3 cm.

4.2.1.2 Keteguhan Patah (MOR)

4.2.1.2.1 Keteguhan Patah Sejajar Lapisan Permukaan

Nilai rata-rata keteguhan patah sejajar permukaan dapat dilihat pada

Gambar 13.

Gambar 13 Nilai rata-rata MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis.

Nilai MOR bambu lapis berkisar antara 158,24 kg/cm2 – 757,49 kg/cm

2

dengan rata-rata 369,67 kg/cm2. Nilai MOR terkecil terdapat pada bambu lapis

berjarak sambung 2cm dengan perekat PVAc dan nilai MOR tertinggi terdapat

pada bambu lapis kontrol dengan perekat epoxy. Nilai MOR sejajar lapisan

permukaan minimum yang dipersyaratkan oleh SNI 01-5008.7-1999 adalah

36

sebesar 320 kg/cm2. Berdasarkan standar tersebut bambu lapis berjarak sambung 2

cm dan 3 cm baik menggunkan perekat PVAc ataupun epoxy tidak memenuhi

SNI.

Kecenderungan naiknya nilai MOE sejajar lapisan permukaan seiring

dengan panambahan jarak sambung juga terdapat pada nilai MOR sejajar lapisan

permukaan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai modulus patah

bambu lapis dari pelupuh hasil penelitian Kliwon (1997) diantara 247,35 kg/cm2

dan 341 kg/cm2 dengan rata-rata 294, 18 kg/cm

2. Dengan demikian, hasil

penelitian kali ini lebih baik dari hasil penelitian tersebut namun jika

dibandingkan dengan nilai MOR sejajar serat kayu lapis akasia dan sengon hasil

penelitian Rosihan (2005) maka bambu lapis dengan perlakuan sambungan

memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan kayu lapis akasia (751,41 kg/cm2)

tapi lebih besar dibandingkan kayu lapis sengon (275,06 kg/cm2). Hal ini

menandakan bambu lapis dengan sambungan bisa digunakan sebagai alternatif

pengganti bahan baku kayu.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan

interaksi antar keduanya terhadap nilai MOE sejajar permukaan inti bambu lapis,

maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95% seperti

tercantum pada Tabel 21.

Tabel 21 Analisis keragaman MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 472769.879 157589.9597 7.96 0.0018*

Perekat 1 159262.446 159262.446 8.05 0.0119*

Sambungan*Perekat 3 107821.5303 35940.5101 1.82 0.1849tn

Eror 16 316687.648 19792.978

Total 23 1056541.504

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Hasil Analisis keragaman atas nilai MOR sejajar lapisan permukaan bambu

lapis menunjukkan bahwa perlakuan sambungan dan jenis perekat memberikan

pengaruh yang nyata terhadap MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis

sehingga perlu dilakukan uji Duncan.

37

Tabel 22 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap

nilai MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji

lanjut Duncan.

Perlakuan Rata-rata MOR Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Permukaan Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)

B1 573.79 6 A

B4 419.82 6 AB

B3 276.34 6 BC

B2 208.72 6 C

Keterangan:

B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm

Tabel 23 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap

nilai MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji

lanjut Duncan.

Perlakuan Rata-rata MOR Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Permukaan Bambu Lapis (gr/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)

A2 451.13 12 A

A1 288.21 12 B Keterangan:

A1 : PVAc A2 : Epoxy

Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak

sambung bambu lapis maka akan semakin besar pula nilai MOR sejajar lapisan

permukaan bambu lapis. Bambu lapis kontrol memiliki nilai MOR yang paling

tinggi. Adapun jika dilihat dari perekatnya, maka perekat PVAc menghasilkan

bambu lapis yang memiliki nilai MOR sejajar lapisan permukaan lebih kecil

daripada perekat epoxy.

4.2.1.2.2 Keteguhan Patah Sejajar Lapisan Inti

Nilai rata-rata MOR sejajar lapisan inti bambu lapis pada penelitian ini

adalah 345,64 kg/cm2 dengan kisaran antara 228,40 – 468,62 kg/cm

2. Bambu lapis

berjarak sambung 2 cm dengan perekat PVAc memiliki nilai MOR yang paling

rendah sedangkan bambu lapis kontrol dengan perekat epoxy memiliki nilai MOR

yang paling tinggi. Nilai MOR bambu lapis tersebut dapat dilihat pada Gambar

14.

38

Gambar 14 Nilai rata-rata MOR sejajar lapisan inti bambu lapis.

Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar penambahan

jarak sambung bambu lapis maka semakin besar pula nilai MOR sejajar lapisan

intinya. Hal ini tidak berbeda dengan apa yang terjadi pada nilai MOE sejajar

lapisan inti.

Dibandingkan dengan nilai MOR tegak lurus serat kayu lapis akasia dan

sengon hasil penelitian Rosihan (2005) yang masing-masing bernilai 158,85

kg/cm2 dan 55,19 kg/cm

2 , maka bambu lapis dengan perlakuan sambungan bisa

menjadi alternatif pengganti kayu lapis sengon dan akasia.

Berdasarkan SNI 01-5008. 7-1999 nilai MOR sejajar lapisan inti semua

bambu lapis pada penelitian kali ini memenuhi standar tersebut yaitu minimal

sebesar 140 kg/cm2.

Tabel 24 Analisis keragaman MOR sejajar lapisan inti bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 90513.09165 30171.03055 5.38 0.0094*

Perekat 1 46634.87682 46634.87682 8.32 0.0108*

Sambungan*Perekat 3 10648.97965 3549.65988 0.63 0.6042tn

Eror 16 89683.0805 5605.1925

Total 23 237480.0287

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

39

Hasil Analisis keragaman atas nilai MOR sejajar lapisan inti bambu lapis

menunjukkan bahwa perlakuan sambungan dan jenis perekat memberikan

pengaruh yang nyata terhadap MOR sejajar lapisan inti bambu lapis sehingga

perlu dilakukan uji Duncan.

Tabel 25 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap

nilai MOR sejajar lapisan inti bambu lapis berdasarkan uji lanjut

Duncan.

Perlakuan Rata-rata MOR Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan

inti Bambu Lapis (kg/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)

B1 431.05 6 A

B4 372.85 6 AB

B3 308.11 6 BC

B2 270.53 6 C

Keterangan:

B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm

Tabel 26 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap

nilai MOR sejajar lapisan inti bambu lapis berdasarkan uji lanjut

Duncan.

Perlakuan Rata-rata MOR Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Inti Bambu Lapis (kg/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)

A2 389.72 12 A

A1 301.56 12 B Keterangan:

A1 : PVAc A2 : Epoxy

Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak

sambung bambu lapis maka akan semakin besar pula nilai MOR sejajar lapisan

inti bambu lapis. Bambu lapis kontrol memiliki nilai MOR yang paling tinggi.

Adapun jika dilihat dari perekatnya, maka perekat PVAc menghasilkan bambu

lapis yang memiliki nilai MOR sejajar lapisan permukaan lebih kecil daripada

perekat epoxy.

Jika dibandingkan dengan nilai MOE dan MOR baik sejajar lapisan

permukaan dan sejajar lapisan inti bambu lapis dengan pola jahitan dan

sambungan yang diteliti oleh Mardiana (2010), yaitu masing-masing sebesar

79.375,41 g/cm2; 16.812,26 g/cm

2; 854,51 g/cm

2; 599,61 g/cm

2, maka nilai MOE

dan MOR baik sejajar lapisan permukaan dan sejajar lapisan inti bambu lapis pada

40

penelitian ini lebih rendah. Hal ini disebabkan adanya perlakuan sambungan

dengan pola jahitan yang dapat memperkuat bambu lapis tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa nilai keteguan lentur baik MOE

maupun MOR sejar lapisan permukaan memiliki nilai yang lebih besar

dibandingkan keteguhan lentur sejajar lapisan inti. Hal ini disebabkan karena

susunan serat arah longitudinal mempunyai ikatan yang lebih kuat dibandingkan

dengan arah transversal. Bambu lapis contoh uji keteguhan lentur sejajar lapisan

permukaan memiliki dua lapisan dengan arah serat longitudinal atau searah serat.

Sedangkan pada contoh uji keteguhan lentur sejajar lapisan inti hanya terdapat

satu lapisan pada arah longitudinal. Oleh karena itu keteguhan lentur bambu lapis

sejajar lapisan permukaan lebih mampu menahan beban tarik dan tekan

dibandingkan dengan bambu lapis sejajar lapisan inti.

Dilihat dari jenis perekatnya maka bambu lapis dengan perekat PVAc

memiliki nilai MOE dan MOR yang lebih rendah dibandingkan dengan bambu

lapis dengan perekat epoxy. Perbedaan nilai ini disebabkan perekat epoxy

memiliki ikatan rekat yang lebih kuat dibanding dengan perekat PVAc (Pizzi,

1994). Selain itu perbedaan kadar air dan kerapatan papan dari kedua jenis

tersebut, dimana kerapatan dan kadar air bambu lapis dengan perekat epoxy lebih

baik dibandingkan dengan bambu lapis dengan perekat PVAc. Sutigno et al.

(1979) yang diacu dalam Nurfaidah (2002) menyatakan bahwa kayu lapis dengan

kerapatan yang lebih tinggi cenderung mempunyai sifat mekanis yang lebih

tinggi.

Bila dibandingkan dengan bambu lapis kontrol maka semua bambu lapis

dengan perlakuan jarak sambungan memiliki nilai MOE dan MOR yang lebih

rendah. Hal ini disebabkan karena sambungan dapat memperlemah kekuatan tarik

bambu. Iswanto (2008) menyatakan bahwa sambungan pada kayu menyebabkan

terputusnya ikatan antar serat sehingga menjadi suatu titik perelemahan bila

dibandingkan dengan kayu solid utuh tanpa sambungan.

4.2.2 Keteguhan Rekat (Bonding Strength)

4.2.2.1 Keteguhan Rekat Sejajar Lapisan Permukaan

Berdasarkan pengujian keseluruhan contoh uji didapatkan nilai rata-rata

keteguhan rekat bambu lapis interior tipe I (PVAc) dan eksterior tipe I (Epoxy)

41

sebesar 14,88 kg/cm2 dengan kisaran antara 7,78 – 21,41 kg/cm

2. SNI (2000)

mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum sebesar 7 kg/cm2 dengan kerusakan

kayu rata-rata tidak dipersyaratkan dan 3,5 – 7 kg/cm2 dengan mensyaratkan

kerusakan kayu ≥ 50%. Berdasarkan standar tersebut, semua jenis bambu lapis

memenuhi SNI. Nilai keteguhan rekat bambu lapis ini dapat dilihat pada Gambar

15 dan Tabel 27.

Gambar 15 Nilai rata-rata keteguhan rekat bambu lapis sejajar lapisan permukaan.

Tabel 27 Nilai keteguhan rekat dan kerusakan kayu bambu lapis sejajar lapisan

permukaan.

KR dan LK sejajar lapisan permukaan

Perlakuan perekat PVAc perekat Epoxy

KR KK (%) KR KK (%)

Kontrol 12.41 55.35 21.18 16.13

S2 16.36 26.20 19.85 8.01

S3 9.24 67.09 14.22 44.47

S4 7.78 53.22 18.00 46.41

rata-rata 11.45 50.47 18.31 28.76

Jika dibandingkan dengan penelitian Wahyulia (2011) nilai keteguhan

rekat sejajar permukaan kayu lapis yang berasal dari kayu Jabon (17,77 kg/cm2)

dan Afrika (15,03 kg/cm2) berperekat MF (Melamin Formaldehida), maka bambu

lapis dengan perekat PVAc pada penelitian ini hanya bisa menjadi alternatif

pengganti kayu lapis afrika, sedangakan bambu lapis dengan perekat epoxy

memiliki potensi untuk menggantikan keduanya.

42

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan sambungan dan jenis perekat, serta

interaksi antar keduanya terhadap nilai keteguhan sejajar lapisan permukaan

bambu lapis, maka dilakukan analisis keragaman (ANOVA) dengan

menggunakan selang kepercayaan 95%.

Tabel 28 Analisis keragaman keteguhan rekat sejajar permukaan bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 4244.689046 1414.896349 2.48 0.0982tn

Perekat 1 4173.580004 4173.580004 7.32 0.0156*

Sambungan*Perekat 3 545.043813 181.681271 0.32 0.8118tn

Eror 16 9123.06253 570.1914

Total 23 18086.3754

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa bentuk perlakuan pada jenis

sambungan dan interaksi antara sambungan dan perekat memberikan pengaruh

yang tidak nyata, tetapi perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai

keteguhan rekat sejajar permukaan bambu lapis. Uji lanjut Duncan dilakukan

untuk mengetahui perlakuan sambungan yang terbaik sebagai mana terlihat pada

Tabel 29.

Tabel 29 Hasil Pengujian pengaruh perlakuan perekat terhadap Keteguhan

rekat sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji lanjut

Duncan.

Perlakuan

Rata-rata Keteguhan Rekat

Sejajar permukaan Jumlah Wilayah Berganda Duncan

Bambu Lapis (gr/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)

A2 52.795 12 A

A1 26.421 12 B Keterangan:

A1 : PVAc A2 : Epoxy

Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, dapat dilihat bahwa perekat epoxy

memiliki nilai keteguhan rekat sejajar lapisan permukaan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perekat PVAc.

43

4.2.2.2 Keteguhan Rekat Sejajar Lapisan Inti

Berdasarkan pengujian keseluruhan contoh uji didapatkan nilai rata-rata

sebesar 6,65 kg/cm2 dengan kisaran antara 4,35 – 9,67 kg/cm

2. Nilai keteguhan

rekat bambu lapis ini dapat dilihat pada Gambar 16 dan Tabel 30.

Gambar 16 Nilai rataan keteguhan rekat bambu lapis sejajar lapisan inti.

Tabel 30 Nilai rataan keteguhan rekat dan kerusakan kayu bambu lapis sejajar

lapisan inti.

KR dan LK sejajar lapisan inti

Perlakuan perekat PVAc perekat Epoxy

KR KK (%) KR KK (%)

Kontrol 6.71 55.97 7.14 40.30

S2 4.74 54.26 7.53 10.47

S3 4.35 32.29 7.98 6.24

S4 5.12 43.85 9.67 30.06

rata-rata 5.00 46.59 10.48 21.77

Gambar 16 dan Tabel 29 menunjukkan bahwa bambu lapis sambungan 2

cm, 3 cm, dan 4 cm berperekat epoxy yang memenuhi SNI-5008.2-2000. Bambu

lapis kontrol dan sambungan 2 cm berperekat PVAc juga sesuai SNI (2000)

karena memiliki nilai keteguhan rekat 3,5 – 7 kg/cm2 dengan persyaratan

kerusakn kayu ≥ 50%.

Jika dibandingkan dengan penelitian Wahyulia (2011) nilai keteguhan

rekat sejajar lapisan inti kayu lapis yang berasal dari kayu Jabon (10,32 kg/cm2)

44

dan Afrika (9,88 kg/cm2) berperekat MF (Melamin Formaldehida), maka hanya

bambu lapis dengan perekat epoxy yang memiliki potensi untuk menggantikan

keduanya.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan sambungan dan jenis perekat, serta

interaksi antar keduanya terhadap nilai keteguhan sejajar lapisan inti bambu lapis,

maka dilakukan analisis keragaman (ANOVA) dengan menggunakan selang

kepercayaan 95%.

Tabel 31 Analisis keragaman keteguhan rekat sejajar inti bambu lapis.

SK DB JK KT F-hit Pr>F

Sambungan 3 6.79071250 2.26357083 2.76 0.1162tn

Perekat 1 48.76350417 48.76350417 2.76 0.1162tn

Sambungan*Perekat 3 14.11031250 4.70343750 0.27 0.8488tn

Eror 16 282.7514667 17.6719667

Total 23 352.4159958

Keterangan:

DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

* : Nyata tn : Tidak nyata

Hasil analisis keragaman untuk nilai keteguhan rekat sejajar inti bambu

lapis menunjukkan perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan interaksi

keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat sejajar inti

bambu lapis.

Gambar 17 Contoh uji keteguhan rekat sejajar lapisan permukaan dan sejajar

lapisan inti.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa nilai keteguan rekat sejajar

lapisan permukaan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan sejajar

lapisan inti. Hal ini karena pada contoh uji sejajar lapisan permukaan memiliki

dua lapis susunan serat pada arah longitudinal yaitu bagian face dan back yang

memiliki kemampuan menahan beban tarik yang lebih tinggi dibandingkan

45

dengan keteguhan sejajar lapisan inti yang hanya memiliki susunan serat arah

longitudinal pada bagian core saja.

Jika dilihat berdasarkan jenis perekat, nilai keteguhan rekat PVAc baik

sejajar lapisan permukaan dan sejajar lapisan inti lebih rendah dibandingkan

dengan perekat epoxy. Ini diduga karena PVAc tidak memiliki ketahanan terhadap

suhu yang tinggi. Menurut Fadli (2006), PVAc memiliki resistensi yang rendah

terhadap cuaca dan kelembaban. Resistensi terhadap kebanyakan pelarut buruk

sehingga perekat ini dapat larut dalam minyak, lemak, dan bahan bakar cair. Film

perekat yang telah matang dapat melunak jika mencapai suhu 45ºC.

Selain itu Pizzi (1994) menyatakan bahwa perekat epoxy memiliki ikatan

rekat yang lebih kuat dibandingkan dengan perekat PVAc. Maka bambu lapis

dengan perekat epoxy akan memiliki keteguhan rekat sejajar lapisan permukaan

dan sejajar lapisan inti yang lebih baik dibandingkan bambu lapis dengan perekat

PVAc.