bab iv hasil dan pembahasan 3.1 sifat fisis bambu lapis 3 ... · bab iv . hasil dan pembahasan ....
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sifat Fisis Bambu Lapis
3.1.1 Kadar Air
Nilai rata-rata kadar air bambu lapis kontrol dan jarak sambung 2 cm, 3 cm,
dan 4 cm sebesar 10,81 % dengan kisaran antara 9,66 – 11,73%. Dengan demikian,
nilai kadar air semua bambu lapis yang dihasilkan dalam penelitian ini memenuhi
persyaratan SNI (2000) untuk kayu lapis penggunaan umum, yaitu lebih kecil dari
14%. Histogram nilai kadar air secara lengkap tersaji dalam Gambar 5.
Gambar 5 Nilai rata-rata kadar air bambu lapis.
Gambar 5 menunjukkan bahwa bambu lapis dengan perlakuan jarak
sambung 3 cm dengan perekat Epoxy memiliki nilai kadar air terendah yaitu
sebesar 9,66% sedangkan bambu lapis dengan perlakuan jarak sambung 4 cm
dengan perekat PVAc memiliki kadar air tertinggi yaitu sebesar 11,73%.
Jika ditinjau berdasarkan jenis perekatnya maka bambu lapis dengan perekat
Epoxy mempunyai nilai kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan bambu
lapis yang menggunakan perekat PVAc. Menurut Muhammad Fadli (2006),
perekat PVAc mempunyai daya tahan yang rendah terhadap cuaca dan
kelembaban, hal ini menyebabkan air dapat dengan mudah masuk ke dalam
20
lapisan bambu lapis dan berikatan dengan molekul PVAc yang terkandung dalam
bambu lapis.
Namun jika ditinjau dari pengaruh jenis sambungan terhadap nilai kadar air,
terlihat bahwa semakin besar jarak sambungan pada umumnya nilai kadar air yang
dihasilkan juga semakin besar. Hal ini diduga karena semakin besar jarak
sambungan maka akan semakin besar celah antar bambu yang dapat
mempermudah penyerapan air dari luar. Asumsi ini sejalan dengan Iswanto
(2008) yang menyatakan bahwa daerah sambungan mudah untuk dimasuki oleh
air.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan
interaksi antar keduanya terhadap kadar air bambu lapis, maka dilakukan analisis
keragaman (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95%.
Tabel 2 Analisis keragaman kadar air bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 6.6976125 2.2325375 0.96 0.4362tn
Perekat 1 2.2878375 2.2878375 0.98 0.3364tn
Sambungan*Perekat 3 1.7369125 0.57897083 0.25 0.8612tn
Eror 16 37.2674 2.3292125
Total 23 47.9897625
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Hasil analisis keragaman untuk nilai kadar air menunjukkan perlakuan pada
sambungan, jenis perekat, dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai kadar air bambu lapis.
4.1.2 Kerapatan
Nilai rata-rata kerapatan bambu lapis kontrol dan jarak sambungan 2 cm, 3
cm, dan 4 cm sebesar 0,72 g/cm3 dengan kisaran 0,63 – 0,76 g/cm
3. Histogram
kerapatan hasil penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 6.
21
Gambar 6 Nilai rata-rata kerapatan bambu lapis.
Dari Gambar 6 diketahui bahwa bambu lapis dengan jarak sambungan 4 cm
dengan perekat Epoxy memiliki nilai kerapatan paling tinggi yaitu sebesar 0,75
g/cm3 dan bambu lapis dengan jarak sambungan 2 cm dengan perekat PVAc
memiliki nilai kerapatan yang paling rendah yaitu sebesar 0,63 g/cm3.
Jika dilihat dari jenis perekatnya, bambu lapis dengan perekat PVAc
memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan bambu lapis dengan perekat
Epoxy. Hal ini terjadi karena kekentalan dan berat jenis perekat PVAc lebih
rendah dibandingkan perekat Epoxy. Apabila dibandingkan dengan nilai
kerapatam bambu lapis dengan pola jahitan dan sambungan yang diteliti oleh
Mardiana (2010), yaitu sebesar 0,63 g/cm3, maka nilai kerapatan bambu lapis
pada penelitian ini relatif sama.
SNI (2000) tidak mempersyaratkan nilai kerapatan dalam kriteria standar
kayu lapis penggunaan umum sehingga sampai saat ini belum ada batasan yang
jelas mengenai nilai kerapatan yang dapat menghasilkan bambu lapis yang
berkualitas baik. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan bentuk sambungan, jenis
perekat, dan interaksi antar keduanya terhadap kerapatan bambu lapis, dilakukan
analisis keragaman (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95%. Hasil ANOVA
kerapatan tersaji dalam Tabel 3.
22
Tabel 3 Analisis keragaman kerapatan bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 0.0383 0.01276667 20.16 <.0001*
Perekat 1 0.0024 0.0024 3.79 0.0694tn
Sambungan*Perekat 3 0.0011 0.00036667 0.58 0.6372tn
Eror 16 0.01013333 0.00063333
Total 23 0.05193333
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa bentuk perlakuan pada jenis
perekat dan interaksi antara sambungan dan perekat memberikan pengaruh yang
tidak nyata, tetapi sambungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai
kerapatan bambu lapis. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk mengetahui perlakuan
sambungan yang terbaik sebagai mana terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap
kerapatan bambu lapis berdasarkan uji lanjut Duncan.
Perlakuan Rata-rata Kerapatan Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Bambu Lapis (gr/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)
B1 0.75500 6 A
B4 0.73667 6 A
B3 0.72500 6 A
B2 0.65000 6 B
Keterangan:
B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa semakin besar sambungan
maka semakin besar besar nilai kerapatanya. Hal ini disebabkan karena adanya
sambungan yang terdapat dalam bambu lapis dapat meningkatkan
kekompakan/kerapatan bambu sebagai bahan penyusun panel.
4.1.3 Stabilitas Dimensi
Stabilitas dimensi bambu lapis terhadap keadaan lingkungan sekitar dapat
diketahui dalam nilai pengembangan dan penyusutan dimensi bambu lapis, yaitu
dimensi panjang, lebar, dan tebal. Pengujian stabilitas dimensi dilakukan untuk
mengetahui ketahanan bambu lapis terhadap kelembaban dan cuaca lingkungan
sekitar.
23
4.1.3.1 Pengembangan Dimensi
Pengembangan dimensi terjadi karena adanya perubahan kadar air dalam
bambu di atas titik jenuh serat. Secara keseluruhan rataan nilai pengembangan
dimensi bambu lapis setelah perendaman selama 24 jam tersaji pada gambar 7
dan tabel 5.
Gambar 7 Nilai rata-rata pengembangan dimensi bambu lapis.
Tabel 5 Nilai pengembangan dimensi bambu lapis.
Pengembangan dimensi bambu lapis (%)
Perlakuan perekat PVAC perekat EPOXY
P L T P L T
Kontrol 0.61 0.75 3.91 0.46 0.36 2.35
S2 0.64 0.84 6.51 0.47 0.58 3.04
S3 0.78 0.88 6.93 0.57 0.59 3.36
S4 0.82 0.74 8.22 0.57 0.64 7.05
Rata-rata 0.71 0.80 6.40 0.52 0.54 3.95
Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengembangan panjang, lebar,
dan tebal bambu lapis dengan perekat PVAc masing-masing sebesar 0,71%;
0,80%; dan 6,40% dengan kisaran antara 0,6 - 0,82%; 0,75 - 0.88% dan 3,91 –
8,22%. Adapun nilai rata-rata pengembangan panjang, lebar, dan tebal bambu
lapis dengan perekat Epoxy masing-masing sebesar 0,52%; 0,54%; dan 3,95%
dengan kisaran antara 0,46 – 0,57%; 0,36 – 0,66%; dan 2,35 – 7,05%. Apabila
24
dibandingkan dengan bambu lapis kontrol maka bambu lapis dengan perlakuan
sambungan menghasilkan nilai pengembangan yang lebih besar.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa semakin besar jarak sambungannya
maka pengembagan dimensi yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini diduga
karena pada bambu lapis dengan sambungan terdapat celah yang dapat
mempermudah terjadinya penyerapan air. Jika dilihat dari jenis perekatnya bambu
lapis dengan perekat Epoxy memiliki pengembangan dimensi yang lebih rendah
dibandingkan bambu lapis dengan perekat PVAc. Hal ini diduga karena perekat
PVAc mempunyai daya tahan yang rendah terhadap cuaca dan kelembaban. Hal
ini menyebabkan air dapat dengan mudah masuk ke dalam lapisan bambu lapis
dan berikatan dengan molekul PVAc yang terkandung dalam bambu lapis
sehingga pengembangan dimensi lebih tinggi.
Nurfaridah (2002) menyatakan bahwa urutan besarnya nilai pengembangan
bambu lapis berbeda dengan kayu lapis atau kayu utuh. Pengembangan pada kayu
utuh maupun kayu lapis dari yang terbesar sampai yang terkecil berturut-turut
tangensial (lebar), radial (tebal), dan longitudinal (panjang). Menurut Dewi
(2010), urutan pengembangan dimensi pada bambu dari yang terbesar adalah
bagian tebal, lebar, dan panjang. Pengembangan dimensi bambu lapis pada bagian
tebal lebih besar dibandingkan pengembangan dimensi pada bagian lebar dan
panjangnya disebabkan oleh sifat anatomi bambu. Bambu tidak mempunyai jari-
jari pada arah radial (tebal) kecuali pada bagian yang berbuku. Tidak adanya jari-
jari pada arah radial menyebabkan air dapat dengan mudah masuk melalui pori-
pori dari bagian radial bambu sehingga pengembangan pada bagian ini lebih besar
dibandingkan dengan bagian panjang dan lebar (Muhammad Fadli 2006).
Untuk mengetahui pengaruh pemberian sambungan, jenis perekat dan
interaksi antar keduanya dilakukan analisis ragam (ANOVA) yang tersaji pada
Tabel 6, 7, dan 8.
25
Tabel 6 Analisis keragaman pengembangan panjang bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 0.1153125 0.0384375 0.73 0.5498tn
Perekat 1 0.2109375 0.2109375 4 0.0628tn
Sambungan*Perekat 3 0.01037917 0.00345972 0.07 0.9773tn
Eror 16 0.84413333 0.05275833
Total 23 1.1807625
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Tabel 7 Analisis keragaman pengembangan lebar bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 0.11496667 0.03832222 0.32 0.8099tn
Perekat 1 0.4056 0.4056 3.4 0.0838tn
Sambungan*Perekat 3 0.06643333 0.02214444 0.19 0.9046tn
Eror 16 1.9082 0.1192625
Total 23 2.4952
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Tabel 8 Analisis keragaman pengembangan tebal bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 62.53923333 20.84641111 5.46 0.0089*
Perekat 1 35.91706667 35.91706667 9.4 0.0074*
Sambungan*Perekat 3 7.10283333 2.36761111 0.62 0.6122tn
Eror 16 61.1084 3.819275
Total 23 166.6675333
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Hasil Analisis keragaman atas pengembangan panjang, lebar, dan tebal
bambu lapis menunjukkan bahwa perlakuan sambungan, jenis perekat, dan
interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pengembangan panjang dan lebar bambu lapis. Tetapi pada pengembangan tebal
perlakuan sambungan dan jenis perekat memberikan pengaruh yang nyata
sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan.
26
Tabel 9 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap
pengembangan tebal bambu lapis berdasarkan uji lanjut Duncan.
Perlakuan Rata-rata Pengembangan Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Tebal Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)
A1 6.395 12 A
A2 3.9483 12 B Keterangan:
A1 : PVAc A2 : Epoxy
Tabel 10 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap
pengembangan tebal bambu lapis berdasarkan uji lanjut Duncan.
Perlakuan Rata-rata Pengembangan Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Tebal Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)
B4 7.638 6 A
B3 5.145 6 A
B2 4.777 6 A
B1 3.127 6 B
Keterangan:
B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm
Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak
sambung bambu lapis maka akan semakin besar pula pengembangan tebalnya. Hal
ini dapat diduga karena semakin besarnya sambungan memungkinkan air yang
masuk semakin banyak sehingga pengembangan semakin mudah terjadi. Dan jika
dilihat dari perekatnya, maka perekat PVAc menghasilkan bambu lapis yang
memiliki pengembangan tebal lebih besar daripada perekat epoxy. Ini dikarenakan
perekat PVAc mempunyai daya tahan yang rendah terhadap cuaca dan
kelembaban, dan menyebabkan air dapat dengan mudah masuk ke dalam lapisan
bambu lapis dan berikatan dengan molekul PVAc yang terkandung dalam bambu
lapis sehingga pengembangan semakin mudah terjadi.
4.1.3.2 Penyusutan Dimensi
Penyusutan dimensi bambu lapis terjadi karena adanya perubahan kadar air
di bawah titik jenuh serat. Nilai penyusutan dimensi bambu lapis setelah
pengovenan selama 24 jam disajikan dalam Gambar 8 dan Tabel 11.
27
Gambar 8 Nilai rata-rata penyusutan dimensi bambu lapis.
Tabel 11 Nilai penyusutan dimensi bambu lapis.
Penyusutan dimensi bambu lapis (%)
Perlakuan perekat PVAC perekat EPOXY
P L T P L T
Kontrol 0.19 0.23 5.74 0.14 0.31 2.05
S2 0.21 0.24 6.71 0.18 0.21 2.24
S3 0.21 0.46 7.66 0.28 0.29 2.52
S4 0.23 0.57 10.17 0.25 0.30 3.97
rata2 0.21 0.38 7.57 0.21 0.28 2.69
Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengembangan panjang, lebar,
dan tebal bambu lapis dengan perekat PVAc masing-masing sebesar 0,21%;
0,38%; dan 7,57% dengan kisaran antara 0,19 - 0,23%; 0,23 - 0.57% dan 5,74 -
10,17%. Adapun nilai rata-rata pengembangan panjang, lebar, dan tebal bambu
lapis dengan perekat Epoxy masing-masing sebesar 0,21%; 0,28%; dan 2,69%
dengan kisaran antara 0,14 - 0,25%; 0,21 - 0,31%; dan 2,05 – 3,97%.
Tidak berbeda dengan pengembangan dimensi bambu lapis, penyusutan
bambu lapis juga memiliki kecenderungan yang sama yaitu penyusutan bagian
tebal lebih besar dibandingkan dengan lebar dan panjang. Kecenderungan
penyusutan dimensi bambu lapis ini dapat pula disebabkan oleh sifat anatomi
bambu. Bambu tidak mempunyai jari-jari pada arah radial (tebal), Kecuali pada
bagian yang berbuku. Tidak adanya jari-jari pada arah radial menyebabkan air
28
dapat dengan mudah keluar melalui pori-pori dari bagian radial bambu sehingga
penyusutan pada bagian ini lebih besar dibandingkan dengan penyusutan pada
bagian panjang dan lebar (Fadli 2006).
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan
interaksi antar keduanya pada penyusutan dimensi bambu lapis, maka dilakukan
analisis ragam (ANOVA) seperti tercantum pada Tabel 12, 13, dan 14.
Tabel 12 Analisis keragaman penyusutan panjang bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 0.02966667 0.00988889 1.27 0.3183tn
Perekat 1 0.00015 0.00015 0.02 0.8914tn
Sambungan*Perekat 3 0.01431667 0.00477222 0.61 0.6165tn
Eror 16 0.1246 0.0077875
Total 23 0.16873333
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Tabel 13 Analisis keragaman penyusutan lebar bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 0.08534583 0.02844861 0.57 0.6452tn
Perekat 1 0.1488375 0.1488375 2.96 0.1045tn
Sambungan*Perekat 3 0.11537917 0.03845972 0.77 0.5299tn
Eror 16 0.804 0.05025
Total 23 1.1535625
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Tabel 14 Analisis keragaman penyusutan tebal bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 34.4700333 11.4900111 2.36 0.1101tn
Perekat 1 142.6912667 142.6912667 29.29 <.0001*
Sambungan*Perekat 3 5.0965 1.6988333 0.35 0.7906tn
Eror 16 77.9483333 4.8717708
Total 23 260.2061333
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Hasil Analisis keragaman atas penyusutan panjang, lebar, dan tebal bambu
lapis menunjukkan bahwa perlakuan sambungan, jenis perekat, dan interaksi
antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengembangan
29
panjang dan lebar bambu lapis. Tetapi pada pengembangan tebal hanya perlakuan
jenis perekat yang memberikan pengaruh yang nyata sehingga perlu dilakukan uji
Duncan.
Tabel 15 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap
penyusutan tebal bambu lapis berdasarkan uji lanjut Duncan.
Perlakuan Rata-rata Penyusutan Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Tebal Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)
A1 7.57 12 A
A2 2.6933 12 B Keterangan:
A1 : PVAc A2 : Epoxy
Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa perekat PVAc
menghasilkan bambu lapis yang memiliki penyusutan tebal yang lebih besar
daripada perekat epoxy.
4.2 Sifat Mekanis Bambu Lapis
Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah keteguhan lentur statis
dan keteguhan rekat. Pengujian sifat mekanis dilakukan dengan dua cara, yaitu
sejajar serat (sejajar lapisan permukaan) dan tegak lurus serat (sejajar lapisan inti).
4.2.1 Keteguhan Lentur Statis
Keteguhan lentur statis terdiri atas modulus elastisitas atau Modulus of
Elasticity (MOE) dan modulus patah atau Modulus of Rupture (MOR).
4.2.1.1 Keteguhan Lentur (MOE)
4.2.1.1.1 Keteguhan Lentur Sejajar Lapisan Permukaan
SNI 01-5008.2-2000 untuk Kayu Lapis Penggunaan Umum tidak
mensyaratkan nilai MOE dan MOR yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
kualitas kayu lapis yang baik. Oleh karena itu, digunakan SNI 01-5008.7-1999
untuk Kayu Lapis Struktural. Berdasarkan standar tersebut, nilai MOE yang harus
dipenuhi adalah 80.000 kg/cm². Nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu
lapis selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9.
30
Gambar 9. Nilai rata-rata MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu
lapis berkisar antara 19.397,59 kg/cm² - 99.281,39 kg/cm² dengan nilai rata-rata
53.045,75 kg/cm². Nilai terkecil terdapat pada bambu lapis sambungan 2 cm
dengan perekat PVAc dan nilai terbesar terdapat pada bambu lapis kontrol dengan
perekat Epoxy. Dari seluruh tipe sambungan kayu lapis hanya bambu lapis kontrol
berperekat epoxy (99.281,39 kg/cm2) yang memenuhi nilai MOE SNI 01-5008.7-
1999.
Gambar 10 Kerusakan contoh uji MOE sejajar lapisan permukaan.
Berdasarkan gambar di atas kerusakan cotoh uji terjadi pada bagian
sambungan. Menurut Safitri dan Purnawan (2010) sambungan merupakan titik
terlemah sehingga banyak kegagalan atau kerusakan struktur yang disebabkan
31
oleh gagalnya sambungan. Maka dari itu tidak heran jika dalam penelitian ini
bambu lapis yang memiliki sambungan tidak memenuhi standar.
Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin besar jarak sambungan maka
semakin besar pula nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis. Pernyataan
ini sesuai dengaan Safitri dan Purnawan (2010) yang menyatakan bahwa kuat
lentur dan elastisitas meningkat seiring dengan bertambahnya panjang
sambungan, karena semakin besar perbandingan panjang sambungan yang dibuat
akan mengakibatkan bertambahnya luasan perekat.
Jika dibandingkan dengan penelitian Dewi (2010) nilai MOE sejajar
lapisan permukaan bambu lapis dengan perekat PVAc dan epoxy masing-masing
berkisar antara 1252,91 – 10.873,51 kg/cm2 dan 4.021,37 – 6572,62 kg/cm
2.
Dengan demikian, hasil penelitian kali ini memiliki nilai MOE sejajar lapisan
permukaan yang lebih baik. Jika dibandingkan dengan MOE kayu lapis yang
berasal dari kayu cepat tumbuh seperti akasia dan sengon hasil penelitian Rosihan
(2005), maka bambu lapis penelitian ini memeiliki nilai yang lebih kecil
dibandingkan kayu lapis akasia (99.660 kg/cm2) dan lebih besar dibandingkan
kayu lapis sengon (13.760 kg/cm2). Hal ini menandakan bambu lapis pada
penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif pengganti bahan baku kayu.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan
interaksi antar keduanya terhadap nilai MOE sejajar permukaan bambu lapis,
maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) seperti tercantum pada Tabel 16.
Tabel 16 Analisis keragaman MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 6319307938 2106435979 7.79 0.002*
Perekat 1 4511579873 4511579873 16.69 0.0009*
Sambungan*Perekat 3 1989467054 663155685 2.45 0.1009tn
Eror 16 4326129434 270383090
Total 23 17146484299
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Hasil Analisis keragaman atas nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu
lapis menunjukkan bahwa perlakuan sambungan dan jenis perekat memberikan
32
pengaruh yang nyata terhadap MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis
sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan.
Tabel 17 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap
nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji
lanjut Duncan.
Perlakuan Rata-rata MOE Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Permukaan Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)
B1 72888 6 A
B4 52053 6 B
B3 50140 6 B
B2 27059 6 C
Keterangan:
B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm
Tabel 18 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap
nilai MOE sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji
lanjut Duncan.
Perlakuan Rata-rata MOE Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Permukaan Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)
A2 64246 12 A
A1 36824 12 B
Keterangan:
A1 : PVAc A2 : Epoxy
Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak
sambung bambu lapis makan akan semakin besar pula nilai MOE sejajar lapisan
permukaan bambu lapis. Adapun jika dilihat dari perekatnya, maka perekat PVAc
menghasilkan bambu lapis yang memiliki nilai MOE sejajar lapisan permukaan
lebih rendah daripada perekat epoxy.
4.2.1.1.2 Keteguhan Lentur Sejajar Lapisan Inti
Nilai MOE sejajar lapisan inti bambu lapis berkisar antara 13.614,68 -
28.306,88 kg/cm² dengan nilai rata-rata 22.100,84 kg/cm². Bambu lapis jarak
sambung 2 cm dengan perekat PVAc memiliki nilai MOE terendah yaitu
13.614,68 kg/cm² dan bambu lapis jarak sambung 3 cm berperekat epoxy
memiliki nilai MOE yang tertinggi yaitu 28.306,88 kg/cm². Nilai MOE sejajar
lapisan inti untuk semua bambu lapis dapat dilihat pada Gambar 11.
33
Gambar 11 Nilai rata-rata MOE sejajar lapisan inti bambu lapis.
Nilai MOE sejajar lapisan inti yang dipersyaratkan oleh SNI 01-5008.7-
1999 yaitu sebesar 10.000 kg/cm2. Berdasarkan nilai tersebut, semua bambu lapis
hasil penelitian memenuhi standar yang telah ditetapkan SNI. Semua bambu lapis
yang menggunakan jarak sambung baik yang menggunakan perekat PVAc
maupun epoxy menghasilkan nilai MOE yang lebih rendah dari bambu lapis
kontrol. Hal ini diduga karena adanya sambungan yang dapat menurunkan sifat
mekanis bambu lapis.
Pada gambar 11 menyatakan bahwa semakin panjang perlakuan sambungan
yang diberikan maka nilai MOE sejajar lapisan inti semakin besar seperti halnya
pada MOE sejajar lapisan permukaan. Karena semakin panjangnya jarak
sambungan maka semakin besar pula nilai MOE antara titik kritis dengan area
beban tekan yang diberikan pada bambu tersebut sehingga perlemahan yang
terjadi semakin kecil dan menghasilkan nilai MOE yang semakin besar.
Mengacu pada penelitian Rosihan (2005), bambu lapis pada penelitian ini
meghasilkan nilai MOE sejajar lapisan inti yang lebih besar daripada kayu lapis
akasia (6.827 kg/cm2) dan kayu lapis sengon (1.570 kg/cm
2). Dengan demikian
bambu lapis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
untuk menggantikan kayu lapis.
34
Gambar 12 Pengujian MOE sejajar lapisan inti.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan
interaksi antar keduanya terhadap nilai MOE sejajar permukaan inti bambu lapis,
maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95% seperti
tercantum pada Tabel 19.
Tabel 19 Analisis keragaman MOE sejajar permukaan inti bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 457869155.2 152623051.7 4.02 0.0261*
Perekat 1 148246281.7 148246281.7 3.91 0.0655tn
Sambungan*Perekat 3 110559031.1 36853010.4 0.97 0.4305tn
Eror 16 606900598 37931287
Total 23 1323575066
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Hasil Analisis keragaman atas nilai MOE sejajar lapisan inti bambu lapis
menunjukkan bahwa perlakuan jenis perekat dan interaksi antara perlakuan
sambungan dan jenis perekat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
MOE sejajar lapisan inti bambu lapis. Tetapi pemberian jarak sambungan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOE sejajar lapisan inti bambu
lapis. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk mengetahui perlakuan sambungan yang
terbaik sebagaimana terlihat pada Tabel 20.
35
Tabel 20 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap
nilai MOE sejajar lapisan inti bambu lapis berdasarkan uji lanjut
Duncan.
Perlakuan Rata-rata MOE Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Inti Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)
B1 27329 6 A
B4 24974 6 A
B3 20038 6 B
B2 16062 6 B
Keterangan:
B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bambu lapis dengan jarak sambung 4
cm menghasilkan nilai MOE sejajar lapisan inti yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bambu lapis berjarak sambung 2 cm dan 3 cm.
4.2.1.2 Keteguhan Patah (MOR)
4.2.1.2.1 Keteguhan Patah Sejajar Lapisan Permukaan
Nilai rata-rata keteguhan patah sejajar permukaan dapat dilihat pada
Gambar 13.
Gambar 13 Nilai rata-rata MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis.
Nilai MOR bambu lapis berkisar antara 158,24 kg/cm2 – 757,49 kg/cm
2
dengan rata-rata 369,67 kg/cm2. Nilai MOR terkecil terdapat pada bambu lapis
berjarak sambung 2cm dengan perekat PVAc dan nilai MOR tertinggi terdapat
pada bambu lapis kontrol dengan perekat epoxy. Nilai MOR sejajar lapisan
permukaan minimum yang dipersyaratkan oleh SNI 01-5008.7-1999 adalah
36
sebesar 320 kg/cm2. Berdasarkan standar tersebut bambu lapis berjarak sambung 2
cm dan 3 cm baik menggunkan perekat PVAc ataupun epoxy tidak memenuhi
SNI.
Kecenderungan naiknya nilai MOE sejajar lapisan permukaan seiring
dengan panambahan jarak sambung juga terdapat pada nilai MOR sejajar lapisan
permukaan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai modulus patah
bambu lapis dari pelupuh hasil penelitian Kliwon (1997) diantara 247,35 kg/cm2
dan 341 kg/cm2 dengan rata-rata 294, 18 kg/cm
2. Dengan demikian, hasil
penelitian kali ini lebih baik dari hasil penelitian tersebut namun jika
dibandingkan dengan nilai MOR sejajar serat kayu lapis akasia dan sengon hasil
penelitian Rosihan (2005) maka bambu lapis dengan perlakuan sambungan
memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan kayu lapis akasia (751,41 kg/cm2)
tapi lebih besar dibandingkan kayu lapis sengon (275,06 kg/cm2). Hal ini
menandakan bambu lapis dengan sambungan bisa digunakan sebagai alternatif
pengganti bahan baku kayu.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan
interaksi antar keduanya terhadap nilai MOE sejajar permukaan inti bambu lapis,
maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95% seperti
tercantum pada Tabel 21.
Tabel 21 Analisis keragaman MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 472769.879 157589.9597 7.96 0.0018*
Perekat 1 159262.446 159262.446 8.05 0.0119*
Sambungan*Perekat 3 107821.5303 35940.5101 1.82 0.1849tn
Eror 16 316687.648 19792.978
Total 23 1056541.504
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Hasil Analisis keragaman atas nilai MOR sejajar lapisan permukaan bambu
lapis menunjukkan bahwa perlakuan sambungan dan jenis perekat memberikan
pengaruh yang nyata terhadap MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis
sehingga perlu dilakukan uji Duncan.
37
Tabel 22 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap
nilai MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji
lanjut Duncan.
Perlakuan Rata-rata MOR Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Permukaan Bambu Lapis (gr/cm3) Contoh Uji (α= 0.05)
B1 573.79 6 A
B4 419.82 6 AB
B3 276.34 6 BC
B2 208.72 6 C
Keterangan:
B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm
Tabel 23 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap
nilai MOR sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji
lanjut Duncan.
Perlakuan Rata-rata MOR Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Permukaan Bambu Lapis (gr/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)
A2 451.13 12 A
A1 288.21 12 B Keterangan:
A1 : PVAc A2 : Epoxy
Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak
sambung bambu lapis maka akan semakin besar pula nilai MOR sejajar lapisan
permukaan bambu lapis. Bambu lapis kontrol memiliki nilai MOR yang paling
tinggi. Adapun jika dilihat dari perekatnya, maka perekat PVAc menghasilkan
bambu lapis yang memiliki nilai MOR sejajar lapisan permukaan lebih kecil
daripada perekat epoxy.
4.2.1.2.2 Keteguhan Patah Sejajar Lapisan Inti
Nilai rata-rata MOR sejajar lapisan inti bambu lapis pada penelitian ini
adalah 345,64 kg/cm2 dengan kisaran antara 228,40 – 468,62 kg/cm
2. Bambu lapis
berjarak sambung 2 cm dengan perekat PVAc memiliki nilai MOR yang paling
rendah sedangkan bambu lapis kontrol dengan perekat epoxy memiliki nilai MOR
yang paling tinggi. Nilai MOR bambu lapis tersebut dapat dilihat pada Gambar
14.
38
Gambar 14 Nilai rata-rata MOR sejajar lapisan inti bambu lapis.
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar penambahan
jarak sambung bambu lapis maka semakin besar pula nilai MOR sejajar lapisan
intinya. Hal ini tidak berbeda dengan apa yang terjadi pada nilai MOE sejajar
lapisan inti.
Dibandingkan dengan nilai MOR tegak lurus serat kayu lapis akasia dan
sengon hasil penelitian Rosihan (2005) yang masing-masing bernilai 158,85
kg/cm2 dan 55,19 kg/cm
2 , maka bambu lapis dengan perlakuan sambungan bisa
menjadi alternatif pengganti kayu lapis sengon dan akasia.
Berdasarkan SNI 01-5008. 7-1999 nilai MOR sejajar lapisan inti semua
bambu lapis pada penelitian kali ini memenuhi standar tersebut yaitu minimal
sebesar 140 kg/cm2.
Tabel 24 Analisis keragaman MOR sejajar lapisan inti bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 90513.09165 30171.03055 5.38 0.0094*
Perekat 1 46634.87682 46634.87682 8.32 0.0108*
Sambungan*Perekat 3 10648.97965 3549.65988 0.63 0.6042tn
Eror 16 89683.0805 5605.1925
Total 23 237480.0287
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
39
Hasil Analisis keragaman atas nilai MOR sejajar lapisan inti bambu lapis
menunjukkan bahwa perlakuan sambungan dan jenis perekat memberikan
pengaruh yang nyata terhadap MOR sejajar lapisan inti bambu lapis sehingga
perlu dilakukan uji Duncan.
Tabel 25 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan sambungan terhadap
nilai MOR sejajar lapisan inti bambu lapis berdasarkan uji lanjut
Duncan.
Perlakuan Rata-rata MOR Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan
inti Bambu Lapis (kg/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)
B1 431.05 6 A
B4 372.85 6 AB
B3 308.11 6 BC
B2 270.53 6 C
Keterangan:
B1 : kontrol B2 : 2 cm B3 : 3 cm B4 : 4 cm
Tabel 26 Hasil Pengujian perbandingan rata-rata perlakuan perekat terhadap
nilai MOR sejajar lapisan inti bambu lapis berdasarkan uji lanjut
Duncan.
Perlakuan Rata-rata MOR Sejajar Lap. Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Inti Bambu Lapis (kg/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)
A2 389.72 12 A
A1 301.56 12 B Keterangan:
A1 : PVAc A2 : Epoxy
Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak
sambung bambu lapis maka akan semakin besar pula nilai MOR sejajar lapisan
inti bambu lapis. Bambu lapis kontrol memiliki nilai MOR yang paling tinggi.
Adapun jika dilihat dari perekatnya, maka perekat PVAc menghasilkan bambu
lapis yang memiliki nilai MOR sejajar lapisan permukaan lebih kecil daripada
perekat epoxy.
Jika dibandingkan dengan nilai MOE dan MOR baik sejajar lapisan
permukaan dan sejajar lapisan inti bambu lapis dengan pola jahitan dan
sambungan yang diteliti oleh Mardiana (2010), yaitu masing-masing sebesar
79.375,41 g/cm2; 16.812,26 g/cm
2; 854,51 g/cm
2; 599,61 g/cm
2, maka nilai MOE
dan MOR baik sejajar lapisan permukaan dan sejajar lapisan inti bambu lapis pada
40
penelitian ini lebih rendah. Hal ini disebabkan adanya perlakuan sambungan
dengan pola jahitan yang dapat memperkuat bambu lapis tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa nilai keteguan lentur baik MOE
maupun MOR sejar lapisan permukaan memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan keteguhan lentur sejajar lapisan inti. Hal ini disebabkan karena
susunan serat arah longitudinal mempunyai ikatan yang lebih kuat dibandingkan
dengan arah transversal. Bambu lapis contoh uji keteguhan lentur sejajar lapisan
permukaan memiliki dua lapisan dengan arah serat longitudinal atau searah serat.
Sedangkan pada contoh uji keteguhan lentur sejajar lapisan inti hanya terdapat
satu lapisan pada arah longitudinal. Oleh karena itu keteguhan lentur bambu lapis
sejajar lapisan permukaan lebih mampu menahan beban tarik dan tekan
dibandingkan dengan bambu lapis sejajar lapisan inti.
Dilihat dari jenis perekatnya maka bambu lapis dengan perekat PVAc
memiliki nilai MOE dan MOR yang lebih rendah dibandingkan dengan bambu
lapis dengan perekat epoxy. Perbedaan nilai ini disebabkan perekat epoxy
memiliki ikatan rekat yang lebih kuat dibanding dengan perekat PVAc (Pizzi,
1994). Selain itu perbedaan kadar air dan kerapatan papan dari kedua jenis
tersebut, dimana kerapatan dan kadar air bambu lapis dengan perekat epoxy lebih
baik dibandingkan dengan bambu lapis dengan perekat PVAc. Sutigno et al.
(1979) yang diacu dalam Nurfaidah (2002) menyatakan bahwa kayu lapis dengan
kerapatan yang lebih tinggi cenderung mempunyai sifat mekanis yang lebih
tinggi.
Bila dibandingkan dengan bambu lapis kontrol maka semua bambu lapis
dengan perlakuan jarak sambungan memiliki nilai MOE dan MOR yang lebih
rendah. Hal ini disebabkan karena sambungan dapat memperlemah kekuatan tarik
bambu. Iswanto (2008) menyatakan bahwa sambungan pada kayu menyebabkan
terputusnya ikatan antar serat sehingga menjadi suatu titik perelemahan bila
dibandingkan dengan kayu solid utuh tanpa sambungan.
4.2.2 Keteguhan Rekat (Bonding Strength)
4.2.2.1 Keteguhan Rekat Sejajar Lapisan Permukaan
Berdasarkan pengujian keseluruhan contoh uji didapatkan nilai rata-rata
keteguhan rekat bambu lapis interior tipe I (PVAc) dan eksterior tipe I (Epoxy)
41
sebesar 14,88 kg/cm2 dengan kisaran antara 7,78 – 21,41 kg/cm
2. SNI (2000)
mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum sebesar 7 kg/cm2 dengan kerusakan
kayu rata-rata tidak dipersyaratkan dan 3,5 – 7 kg/cm2 dengan mensyaratkan
kerusakan kayu ≥ 50%. Berdasarkan standar tersebut, semua jenis bambu lapis
memenuhi SNI. Nilai keteguhan rekat bambu lapis ini dapat dilihat pada Gambar
15 dan Tabel 27.
Gambar 15 Nilai rata-rata keteguhan rekat bambu lapis sejajar lapisan permukaan.
Tabel 27 Nilai keteguhan rekat dan kerusakan kayu bambu lapis sejajar lapisan
permukaan.
KR dan LK sejajar lapisan permukaan
Perlakuan perekat PVAc perekat Epoxy
KR KK (%) KR KK (%)
Kontrol 12.41 55.35 21.18 16.13
S2 16.36 26.20 19.85 8.01
S3 9.24 67.09 14.22 44.47
S4 7.78 53.22 18.00 46.41
rata-rata 11.45 50.47 18.31 28.76
Jika dibandingkan dengan penelitian Wahyulia (2011) nilai keteguhan
rekat sejajar permukaan kayu lapis yang berasal dari kayu Jabon (17,77 kg/cm2)
dan Afrika (15,03 kg/cm2) berperekat MF (Melamin Formaldehida), maka bambu
lapis dengan perekat PVAc pada penelitian ini hanya bisa menjadi alternatif
pengganti kayu lapis afrika, sedangakan bambu lapis dengan perekat epoxy
memiliki potensi untuk menggantikan keduanya.
42
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan sambungan dan jenis perekat, serta
interaksi antar keduanya terhadap nilai keteguhan sejajar lapisan permukaan
bambu lapis, maka dilakukan analisis keragaman (ANOVA) dengan
menggunakan selang kepercayaan 95%.
Tabel 28 Analisis keragaman keteguhan rekat sejajar permukaan bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 4244.689046 1414.896349 2.48 0.0982tn
Perekat 1 4173.580004 4173.580004 7.32 0.0156*
Sambungan*Perekat 3 545.043813 181.681271 0.32 0.8118tn
Eror 16 9123.06253 570.1914
Total 23 18086.3754
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa bentuk perlakuan pada jenis
sambungan dan interaksi antara sambungan dan perekat memberikan pengaruh
yang tidak nyata, tetapi perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai
keteguhan rekat sejajar permukaan bambu lapis. Uji lanjut Duncan dilakukan
untuk mengetahui perlakuan sambungan yang terbaik sebagai mana terlihat pada
Tabel 29.
Tabel 29 Hasil Pengujian pengaruh perlakuan perekat terhadap Keteguhan
rekat sejajar lapisan permukaan bambu lapis berdasarkan uji lanjut
Duncan.
Perlakuan
Rata-rata Keteguhan Rekat
Sejajar permukaan Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Bambu Lapis (gr/cm2) Contoh Uji (α= 0.05)
A2 52.795 12 A
A1 26.421 12 B Keterangan:
A1 : PVAc A2 : Epoxy
Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas, dapat dilihat bahwa perekat epoxy
memiliki nilai keteguhan rekat sejajar lapisan permukaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perekat PVAc.
43
4.2.2.2 Keteguhan Rekat Sejajar Lapisan Inti
Berdasarkan pengujian keseluruhan contoh uji didapatkan nilai rata-rata
sebesar 6,65 kg/cm2 dengan kisaran antara 4,35 – 9,67 kg/cm
2. Nilai keteguhan
rekat bambu lapis ini dapat dilihat pada Gambar 16 dan Tabel 30.
Gambar 16 Nilai rataan keteguhan rekat bambu lapis sejajar lapisan inti.
Tabel 30 Nilai rataan keteguhan rekat dan kerusakan kayu bambu lapis sejajar
lapisan inti.
KR dan LK sejajar lapisan inti
Perlakuan perekat PVAc perekat Epoxy
KR KK (%) KR KK (%)
Kontrol 6.71 55.97 7.14 40.30
S2 4.74 54.26 7.53 10.47
S3 4.35 32.29 7.98 6.24
S4 5.12 43.85 9.67 30.06
rata-rata 5.00 46.59 10.48 21.77
Gambar 16 dan Tabel 29 menunjukkan bahwa bambu lapis sambungan 2
cm, 3 cm, dan 4 cm berperekat epoxy yang memenuhi SNI-5008.2-2000. Bambu
lapis kontrol dan sambungan 2 cm berperekat PVAc juga sesuai SNI (2000)
karena memiliki nilai keteguhan rekat 3,5 – 7 kg/cm2 dengan persyaratan
kerusakn kayu ≥ 50%.
Jika dibandingkan dengan penelitian Wahyulia (2011) nilai keteguhan
rekat sejajar lapisan inti kayu lapis yang berasal dari kayu Jabon (10,32 kg/cm2)
44
dan Afrika (9,88 kg/cm2) berperekat MF (Melamin Formaldehida), maka hanya
bambu lapis dengan perekat epoxy yang memiliki potensi untuk menggantikan
keduanya.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan sambungan dan jenis perekat, serta
interaksi antar keduanya terhadap nilai keteguhan sejajar lapisan inti bambu lapis,
maka dilakukan analisis keragaman (ANOVA) dengan menggunakan selang
kepercayaan 95%.
Tabel 31 Analisis keragaman keteguhan rekat sejajar inti bambu lapis.
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Sambungan 3 6.79071250 2.26357083 2.76 0.1162tn
Perekat 1 48.76350417 48.76350417 2.76 0.1162tn
Sambungan*Perekat 3 14.11031250 4.70343750 0.27 0.8488tn
Eror 16 282.7514667 17.6719667
Total 23 352.4159958
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Hasil analisis keragaman untuk nilai keteguhan rekat sejajar inti bambu
lapis menunjukkan perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan interaksi
keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat sejajar inti
bambu lapis.
Gambar 17 Contoh uji keteguhan rekat sejajar lapisan permukaan dan sejajar
lapisan inti.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa nilai keteguan rekat sejajar
lapisan permukaan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan sejajar
lapisan inti. Hal ini karena pada contoh uji sejajar lapisan permukaan memiliki
dua lapis susunan serat pada arah longitudinal yaitu bagian face dan back yang
memiliki kemampuan menahan beban tarik yang lebih tinggi dibandingkan
45
dengan keteguhan sejajar lapisan inti yang hanya memiliki susunan serat arah
longitudinal pada bagian core saja.
Jika dilihat berdasarkan jenis perekat, nilai keteguhan rekat PVAc baik
sejajar lapisan permukaan dan sejajar lapisan inti lebih rendah dibandingkan
dengan perekat epoxy. Ini diduga karena PVAc tidak memiliki ketahanan terhadap
suhu yang tinggi. Menurut Fadli (2006), PVAc memiliki resistensi yang rendah
terhadap cuaca dan kelembaban. Resistensi terhadap kebanyakan pelarut buruk
sehingga perekat ini dapat larut dalam minyak, lemak, dan bahan bakar cair. Film
perekat yang telah matang dapat melunak jika mencapai suhu 45ºC.
Selain itu Pizzi (1994) menyatakan bahwa perekat epoxy memiliki ikatan
rekat yang lebih kuat dibandingkan dengan perekat PVAc. Maka bambu lapis
dengan perekat epoxy akan memiliki keteguhan rekat sejajar lapisan permukaan
dan sejajar lapisan inti yang lebih baik dibandingkan bambu lapis dengan perekat
PVAc.