bab iv gambaran umum spiritual healing di bali · 2017. 4. 1. · kundalini-nya bangkit pada 1978....
TRANSCRIPT
79
BAB IV
GAMBARAN UMUM SPIRITUAL HEALING DI BALI
Bab IV tentang gambaran umum spiritual healing di Bali ini menguraikan
tentang sejarah, potensi secara umum, serta potensi secara khusus spiritual
healing dalam pariwisata Bali di Kawasan Pariwisata Ubud dan Kawasan
Muncan. Sejarah spiritual healing dalam pariwisata Bali menguraikan tentang
perkenalan awal spiritual healing ke luar negeri, sampai menjadi produk
pariwisata di Bali. Potensi spiritual healing di Bali menjelaskan tentang potensi-
potensi spiritual healing di Bali yang terdapat dalam masyarakat Bali, maupun
yang datang dari luar yang bisa berkembang menjadi produk pariwisata. Potensi
secara khusus spiritual healing di Kawasan Pariwisata Ubud dan Kawasan
Muncan menggambarkan tentang spiritual healing sebagai produk pariwisata
yang berkembang di kedua kawasan tersebut.
4.1 Sejarah Pariwisata Bali
Sejarah spiritual healing dalam pariwisata Bali, tak terlepas dari sejarah
perkembangan pariwisata Bali. Karena itu, untuk menjelaskan sejarah spiritual
healing dalam pariwisata Bali, terlebih dahulu dibahas tentang sejarah pariwisata
Bali. Dengan demikian, sub bab ini membahas tentang sejarah pariwisata Bali dan
spiritual healing dalam sejarah pariwisata Bali. Pembahasan sejarah pariwisata
Bali dan spiritual healing dalam sejarah pariwisata Bali menggambarkan tentang
80
perkembangan pariwisata Bali sampai masuknya spiritual healing dalam
pariwisata Bali.
Kunjungan wisman ke Bali mulai pada abad ke-16, tetapi kunjungan wisman
masih berifat orang per orang yang memiliki ketertarikan terhadap Bali. Jacob
Kackerlack misalnya telah melakukan kunjungan dan peliputan terhadap Bali
tahun 1595 (Vickers, 2012:7; Picard, 2006:23). Kunjungan orang per orang
tersebut adalah kunjungan-kunjungan untuk memperkenalkan Bali ke luar,
terutama ke Eropa. Hasil dari perkenalan-perkenalan itu adalah kunjungan
wisman ke Bali yang mulai tercatat tahun 1924 yang berjumlah 213 orang (Picard,
2006:33).
Catatan kunjungan wisman ke Bali tahun 1924 merupakan catatan pertama
tentang jumlah kunjungan wisman ke Bali yang dilakukan oleh Official Tourist
Bureau. Kunjungan wisman ini tercatat meningkat pada tahun 1926 menjadi 1.428
orang, dan pada tahun 1934 telah menjadi 3.000 orang (Picard, 2006:33). Wisman
pada tahun-tahun tersebut (1920-an), masih menghinap pada pasanggrahan milik
pemerintah kolonial, sebab Bali Hotel sebagai hotel yang pertama baru ada tahun
1928 (Picard, 2006:31). Setelah itu (1932-1942), K’tut Tantri mengembangkan
hotel yang bernama Kuta Beach Hotel (Vickers, 2012:133). Karena itu,
berdasarkan syarat-syarat keberadaan suatu destinasi yaitu harus adanya atraksi,
amenities (akomodasi), access (transportasi), dan ancillary service atau organisasi
pariwisata lokal (Cooper, 2012:32), Bali baru bisa disebut destinasi pariwisata
tahun 1928.
81
Pasca tahun 1934, tidak lagi ada catatan tentang kunjungan wisman ke Bali.
Situasi politik pada Zaman Jepang (1942 – 1945), Revolusi Kemerdekaan (1945 –
1950), dan masa awal kemerdekaan (1950 – 1965), adalah situasi yang penuh
kekerasan di Indonesia sehingga pariwisata tidak begitu mendapatkan perhatian.
Pariwisata Bali kembali mendapatkan perhatian setelah diresmikannya Hotel Bali
Beach Sanur tahun 1966. Catatan kunjungan wisman mulai tercatat lagi tahun
1968 yaitu 51.000 orang (Picard, 2006:70-71).
Vickers (1989:3) menyatakan, citra pariwisata Bali pada tahun 1930-an
berkisar pada pulau sorga. Pada tahun 1950-an, citra ini masih tetap bertahan,
dengan munculnya film-film tentang Bali seperti South Facific dan Bali Hai yang
mengisahkan Bali sebagai pulau sorga. Dengan bertahannya citra-citra pariwisata
Bali seperti itu, tampaknya kunjungan wisman tahun 1950 – 1965 masih terus ada,
tetapi tidak tercatat.
Hitchock dan Putra (2007:19) mencatat pertumbuhan akomodasi pariwisata
pada tahun 1950-an. Ida Bagus Kompyang membangun hotel Bali Segara di Sanur
dan AA Panji Tisna membangun hotel di Lovina, Buleleng pada tahun 1956. I
Nyoman Oka, juga telah membangun biro perjalanan bernama NV Bali Tours
pada tahun 1956. Pertumbuhan ini menunjukkan pariwisata Bali berkembang pada
tahun 1950-1965, tetapi jumlah kunjungan wisman tidak tercatat.
Setelah tahun 1965, pariwisata Bali kembali mendapatkan perhatian. Pada
tahun 1971, SCETO merancang perencanaan pariwisata Bali, dengan membangun
2.550 kamar di Nusa Dua. Jumlah kamar sebesar 2.550 ini direncanakan
menampung 730.000 wisman per tahun (Picard, 2006:64). Pada tahun 1992, target
82
ini telah terlampau dengan kunjungan wisman 735 Ribu. Pada tahun-tahun
berikutnya (pasca 1992), kunjungan wisman di atas target SCETO sehingga
pariwisata Bali terus berkembang.
Perkembangan pariwisata Bali dari tahun 1920-1970 adalah pariwisata yang
bertumbuh karena usaha-usaha rakyat dan campur tangan negara dalam skala
yang lebih besar, misalnya dalam pembangunan Hotel Bali Beach. Pasca 1970,
benih-benih investasi luar sesuai dengan kebijakan Orde Baru berlangsung. Pasca
1980-an, pembangunan hotel-hotel di Nusa Dua semakin menyemerakkan
investasi luar dalam pembangunan pariwisata Bali.
Terorisme sempat menggoncang pariwisata Bali pada tahun 2000-an, tetapi
kunjungan wisman terus bertambah pasca Bom Bali I tahun 2002 dan pasca Bom
Bali II tahun 2005. Sampai tahun 2015, kunjungan wisman ke Bali tercatat 4 Juta
orang lebih. Kunjungan ini diprediksikan meningkat sampai mencapai 10 Juta
wisman tahun 2020-an (Kabar Dewata, 2015). Sisi kritis terhadap pertumbuhan
ini juga mulai muncul pada tahun 2000-an ini, terutama menyangkut lingkungan
dan budaya. Di tengah-tengah kritik tersebut, usaha-usaha rakyat yang pro-
lingkungan dan budaya juga mulai bertumbuh.
4.2 Sejarah Spiritual Healing dalam Pariwisata Bali
Masa-masa awal perkembangan pariwisata Bali (1920-1965), menonjolkan
budaya dan alam Bali, sehingga spiritual healing belum tampak sebagai pencarian
wisman ke Bali. Keterangan tentang pusat healing di Bali muncul pada buku New
Journeys in Old Asia yang menyatakan Tampak Siring, Gianyar, sebagai pusat
83
healing di Bali. Tampak Siring disebutkan sebagai tempat pengambilan air suci
untuk healing (Candee, 1927:239). Setelah itu (1927), ketertarikan wisman ke
Bali, lebih banyak kepada cerita-cerita magis di Bali, misalnya tentang leak
(Powel, 1987:235), sedangkan tentang pengobatan khususnya spiritual healing
belum mendapatkan tempat pada perkembangan awal pariwisata Bali.
Pada tahun 1923, Lontar Usada Sari diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda
dengan judul De Oesada Sari oleh Dr. J.P. Kleiweg De Swan dan C.
Lekkerberker. Penerjemahan ini merupakan perkenalan pertama terhadap
pengobatan tradisional Bali ke dunia barat (Eropa), tetapi Hobart (2003:1)
menyatakan perkenalan healing Bali ke dunia barat mulai tahun 1930-an.
Perkenalan ini tampaknya tidak berpengaruh terhadap pencarian spiritual healing
ke Bali pada fase awal perkembangan pariwisata Bali pada 1920-1950, sebab
catatan-catatan perjalanan yang menyangkut perjalanan untuk mencari spiritual
healing ke Bali tidak ada ditemukan.
Pencarian spiritual healing ke Bali muncul dalam pencarian pariwisata
alternatif yang bernuansa kebebasan spiritual yang mulai menggejala pada 1970-
an, yang mana wisman hippies mulai mengunjungi Bali (Picard, 2006:100), sebab
citra budaya dari hippies adalah dunia mistik dari timur (Vickers, 1989:187), yang
menjadi pengetahuan alternatif untuk memecahkan berbagai persoalan. Akan
tetapi, wisman hippies ini berprilaku seenaknya sehingga mendapatkan reaksi
negatif dari masyarakat Bali (Picard, 2006:100), sehingga pada masa sesudahnya
(pasca 1970-an) menjadi lebih sopan untuk diterima masyarakat.
84
Dengan demikian, mulai 1970-an ini, Bali sudah menjadi tempat pencarian
spiritual, terutama yang terkait dengan spiritual Hindu. I Ketut Arsana
(wawancara, 28 Agustus 2015) menyatakan sudah melihat peluang tersebut di
Ubud sejak 1977, tetapi ia baru mulai mengajarkan yoga kepada wisman pada
sekitar 1981. Guru yoga ini baru mulai berani mengajarkan yoga setelah
kundalini-nya bangkit pada 1978. Pada 1980, Arsana sudah mulai mendapatkan
undangan untuk melatih yoga di hotel-hotel berbintang, sehingga pada 1981, ia
mendirikan Body Work and Meditation di rumahnya Jalan Hanoman No.25,
Ubud.
Guru Made Sumantra (wawancara, 29 Agustus 2015) menyatakan melihat
peluang tersebut pada 1980-an. Pada awalnya, ia adalah seniman lukis yang sering
menjual lukisan ke beberapa restoran dan hotel di Ubud. Di restoran-restoran
tersebut, Sumantra melihat beberapa iklan yang berisi ajakan untuk latihan yoga.
Iklan ini dibuat oleh orang asing. Pada waktu itu (1980-an), banyak guru yoga dari
Amerika dan Kanada datang ke Ubud, untuk mengajar yoga. Melihat peluang
yoga tersebut, Sumantra mencoba untuk memasang iklan untuk Bali Yoga pada
tahun 1995. Iklan ini efektif sehingga ada wisman yang menelponnya. Orang
pertama yang menelponnya itu adalah wisman asal Jepang yang bernama Yoko
Watanabhe. Wisman ini datang untuk mempelajari Bali Yoga. Ia kemudian
mengajarkannya Bali Yoga khas Bali yaitu pernapasan dengan teknik Dasaksara
(10 aksara mistik).
Ratu Bagus (wawancara, 3 Agustus 2014) menyatakan, mulai
memperkenalkan shaking-nya pada tahun 1978 kepada orang lokal. Pada tahun
85
1993, ada wisman Italia yang lewat di depan rumahnya di Muncan, Selat,
Karangasem. Wisman ini mengaku melihat tangan Ratu Bagus panjang dan
menjulur kepada wisman tersebut. Wisman ini kemudian belajar shaking kepada
Ratu Bagus. Pada 1993 itu juga, wisman ini mengajarkan shaking ke negara
asalnya (Italia), sehingga pada 1994 mulai banyak wisman dari Italia datang
belajar shaking ke Muncan, Karangasem.
Guru yoga, I Nyoman Kembar Madrawan (Sutarya, 2015) menyatakan, tahun
1993 merupakan mulai tampaknya perkembangan yoga di Bali. Ketika itu (1993),
ia bekerja di Nusa Dua Beach. Hotel itu membuka usaha spa dan yoga.
Madrawan, kemudian menjadi salah satu guru yoga. Ia mengajar vinyasa flow dan
surya namaskar di Nusa Dua Beach. Pada 1998, ia berhenti bekerja di Nusa Dua
Beach, ia kemudian menjadi pelatih yoga dari hotel ke hotel. Pada 1998, ia sempat
mengajar di Four Season, Sayan, Ubud, terus berikutnya di beberapa hotel di
Sanur.
I Made Gunarta (wawancara, 30 Agustus 2015) menyatakan mulai
mengembangkan berbagai jenis kegiatan spiritual healing, dan holistic healing
mulai tahun 2003. Pada awalnya, ia adalah perajin, yang mengekspor
kerajinannya mulai tahun 1996. Pada 1998, krisis ekonomi melanda dunia.
Pengiriman hasil kerajinannya menurun. Produk China juga mulai masuk ke pasar
kerajinan, sehingga suasana perdagangan berkembang dari kualitas ke kuantitas.
Dalam krisis perdagangan kerajinan ini, ia bersama istrinya yang bernama
Meghan Beth Poppen mencoba mencari peluang baru.
86
Dari pergaulannya dengan wisman, ia mendapati ternyata banyak wisman
yang mencari studio untuk latihan yoga. Ia kebetulan memiliki gudang seluas 5 X
12 meter persegi di rumahnya Jalan Hanoman, Ubud. Tempat itu kemudian
digunakan untuk latihan yoga. Kegiatan itu dimulai tahun 2003. Pada tahun itu
juga (2003), ia mewujudkan sebuah website yang bernama Bali Spirit. Pada 2004,
kelas yoga-nya mulai ramai dikunjungi wisman. Pada 2006, ia membeli sejumlah
gudang bekas di lokasi Yoga Barn (Lingkungan Banjar Padagangtegal Klod,
Ubud). Gudang itu kemudian menjadi Yoga Barn, yang memiliki tiga studio
untuk latihan yoga.
Pada tahun 2008, Gunarta menyelenggarakan Festival Bali Spirit yang berisi
kegiatan musik, yoga dan dance. Kegiatan ini banyak mendapatkan perhatian,
terlebih lagi setelah Novel Eat Pray Love menjadi terkenal, yang memperkenalkan
spiritual Bali. Novel itu berhasil mendudukkan posisi Kawasan Pariwisata Ubud
ke posisi yang sebenarnya, yaitu budaya dan spiritualitas. Pencarian wisman pun
mulai mengarah ke budaya dan spiritualitas sejak tahun 2008. Pencarian ini
mengakibatkan banyaknya penyedia jasa spiritual healing di Kawasan Pariwisata
Ubud, sehingga Ubud dinobatkan sebagai global healing centre (Kertajaya dan
Indro M, 2009:213).
I Made Suambara (wawancara, 8 Agustus 2015) menyatakan mulai melatih
wisman di rumahnya dari tahun 2001 – 2009. Mulai tahun 2009, ia membuka
Ambar Ashram, tempat belajar yoga ketawa dan meditasi. Suambara mengenal
yoga tertawa dari perkenalannya dengan Ully, wisman asal Jerman pada sekitar
87
tahun 1990-an. Ully ini merupakan murid dari Ossho, tokoh spiritual terkenal dari
India.
Dari perkenalannya dengan Ully, ia kemudian belajar sampai ke India dengan
Shri Ama Bhagavan antara tahun 1990-2000. Pelajaran yoga dan meditasi ini
digabungkannya dengan tradisi Bali. Gabungan ini yang kemudian diajarkan
kepada wisman ke hotel-hotel di sekitar Ubud mulai tahun 2000. Menjadi guru
yoga keliling ke hotel-hotel ini menyebabkannya berhenti sebagai pebisnis patung
kayu. Ia mulai menekuni yoga dan meditasi, tetapi ia sebenarnya tidak fokus
kepada wisman. Ia fokus melayani orang-orang lokal, melayani kedatangan
wisman hanya pelengkap.
Ni Wayan Nuriasih (wawancara, 28 Januari 2016) menyatakan wisman sudah
datang ke rumahnya untuk berobat di Payangan, Gianyar pada sekitar tahun 1993-
1995. Wisman ini biasanya diantar oleh sopir-sopir pariwisata. Ketika itu, wisman
itu dilayani oleh ayahnya. Nuriasih, ketika itu (1993-1995) sering membantu
ayahnya, bahkan ketika ayahnya sedang sibuk, ia sendiri yang melayani wisman.
Nuriasih mengembangkan spiritual healing ini menjadi produk pariwisata, ketika
mulai berkenalan dengan Margaret, asal Australia pada sekitar tahun 2002. Pada
saat itu (tahun 2002), dia diminta mengajar gratis kepada wisman di Banjar
Sanggingan, Ubud. Sejak saat itu (tahun 2002), ia kemudian mengembangkan
spiritual healing untuk wisman.
Awalnya saya bekerjasama dengan Margareth, kemudian bekerjasama dengan orang Jerman, tetapi kemudian berpisah karena mereka mau menekuni bisnis yang berbeda. Saya kemudian berusaha sendiri. Saya di sini sudah 11 tahun, sedangkan di tempat lama di Sanggingan berjalan tiga tahun sebelum di sini (Nuriasih, wawancara, 28 Januari 2016).
88
Pengelola Biro Perjalanan, Miyadi Wiharja (wawancara, 25 Februari 2016)
melihat peluang spiritual healing mulai tahun 2000-an, tetapi mulai kelihatan
banyak peminatnya mulai sekitar tahun 2005. Permintaan banyak datang untuk ke
balian, tetapi untuk menentukan waktunya sangat sulit, sebab jadwal balian
sangat padat untuk melayani orang lokal. Karena itu, biro perjalanannya lebih
banyak menawarkan paket-paket spiritual yang sudah pasti jadwalnya, seperti di
Bagus Jati Retreat, Sebatu, Tegallalang, Gianyar.
Dari wawancara-wawancara tersebut, perkembangan spiritual healing dapat
ditelusuri dari tahun 1970-an, tetapi rentang 1970-1980 perkembangan pariwisata
Bali belum begitu pesat. Promosi dibukanya kawasan Nusa Dua mulai tahun
1980-an menyebabkan pencarian spiritual healing mulai mengejala.
Perkembangan ini awalnya berkembang di Ubud, dengan datangnya rombongan
wisman yang membawa guru yoga tersendiri. Kawasan Ubud ketika itu (1970-
1980) hanya menjadi tempat latihan.
Fakta-fakta perkembangan spiritual healing sebagai produk pariwisata ini
menunjukkan bahwa spiritual healing yang berkembang di Bali, tidak muncul
secara asli dari Bali, tetapi melalui tangan orang asing. Yoga dan meditasi
misalnya berkembang dari India ke Amerika, Eropa, dan Jepang setelah itu baru
masuk Bali, sedangkan pengobatan tradisional atau spiritual healing lokal
berkembang setelah healers tersebut berkenalan dengan orang barat. Nuriasih
misalnya menekuni dunia spiritual healing Bali setelah berkenalan dan
berkomunikasi dengan Margareth. Liyer menekuni dunia ramalan juga setelah
berkomunikasi dengan orang barat, yaitu setelah membaca buku-buku ramalan
89
barat. Ratu Bagus menekuni shaking untuk orang asing setelah berkenalan dengan
wisman dari Italia, karena itu, tangan-tangan orang luar sangat berperan dalam hal
perkembangan spiritual healing ini menjadi produk pariwisata.
Dengan demikian, spiritual healing pada awalnya berkembang di dunia barat.
Aktivitas wisman pada destinasi pariwisata di Bali yang mendorong orang lokal
seperti Guru Made Sumantra tertarik mengembangkan spiritual healing lokal
Bali. Pada lain pihak, pengaruh spiritual healing dari luar juga mempengaruhi
orang-orang lokal, terutama pekerja pariwisata seperti pada kasus Madrawan.
Sentuhan ini membuka peluang spiritual healing bagi wisman, yang mula-mula
dimanfaatkan Arsana, Sumantra, dan Liyer di Ubud pada tahun 1980-an.
Rembesan ini juga mulai masuk ke jantung Bali yaitu ke Kawasan Muncan pada
sekitar tahun 1990-an. Peluang ini mulai ditangkap hotel berbintang, sehingga
pada tahun 1990, spiritual healing ini berkembang ke hotel-hotel berbintang.
Nusa Dua Beach misalnya mulai mengembangkan yoga pada tahun 1993 yang
berdampingan dengan spa.
Pada tahun 2000-an, spiritual healing berkembang sangat pesat pada Hotel
berbintang, dan pusat-pusat pelatihan di Bali. Novel Eat Pray Love turut
mempromosikan Bali sebagai pusat spiritual, sehingga perkembangannya semakin
masif di Bali. Pasca tahun 2000, pusat-pusat spiritual healing dan holistic healing
berkembang di Ubud, dan luar Ubud. Kartajaya dan Indro M (2009:2002)
menyatakan perkembangan Ubud menjadi pusat healing dimulai tahun 2003
dimana Marcia Jaffe menggagas the Quest for Global Healing Conference.
Konferensi ini dilaksanakan pertama pada tahun 2004, kedua pada tahun 2006,
90
dan ketiga pada tahun 2007 dengan tema Peace, Unity and Love. Kegiatan-kegitan
konferensi ini memberikan gambaran bahwa pasca 2000 adalah perkembangan
pesat spiritual healing di Bali.
Apa yang menyebabkan Bali menjadi tempat spiritual healing, seperti yoga
sedangkan spiritual healing etnis Balinya berkembang lebih minim di wilayahnya
sendiri? Perkembangan spiritual healing dalam pariwisata Bali ini tidak terlepas
dari ketenaran yoga di dunia. Ketenaran yoga di dunia, tidak terlepas dari jasa
misionaris Hindu yang datang ke Amerika dan Eropa sejak 1960-an. Pada 1965,
seorang pengusaha India mensponsori penyebaran yoga ke Amerika (Ramstedt,
2008:1236). Penyebaran ini juga diikuti penyebaran ke berbagai belahan dunia
lainnya, termasuk ke Bali. Karena itu, Bali memiliki berbagai perkumpulan
spiritual yang berasal dari India seperti Brahma Kumaris, Ananda Marga, Hare
Krishna, Sai Baba, dan yang lainnya. Perkumpulan ini memasuki Bali mulai
sekitar 1970-an. Perkumpulan-perkumpulan ini mengajarkan yoga di Bali,
sehingga mempengaruhi orang-orang muda Bali. Orang-orang muda ini kemudian
menjadi pelatih-pelatih yoga.
I Ketut Arsana misalnya adalah murid dari sekolah Pendidikan Guru Agama
Hindu (PGAH) pada 1977 - 1980, karena itu ia mendapatkan pengetahuan yoga di
sekolahnya. Guru yoga-nya di PGAH bernama Ida Bagus Asmarajaya. Pelatihan
yoga di sekolah ini, tidak terlepas dari pelajaran yoga pertama kali yang dilakukan
Narendra Dev Pandit Shastri pada PGAH Dwijendra sekitar 1964 – 1966
(Sutarya, 2014). Pandit Shastri adalah misionaris Hindu yang melakukan
reformasi kehidupan beragama Hindu di Bali, dari tradisional ke Hindu modern,
91
yang disebut dengan Neo-Hindu (Ramstedt, 2008:1240). Neo-Hindu ini adalah
gerakan yang memperkenalkan yoga, tantra, dan yang sejenisnya ke seluruh
dunia.
Oleh karena itu, persebaran yoga ke Bali, terjadi melalui penyebaran
langsung oleh misionaris Neo-Hindu dan melalui penyebaran tidak langsung dari
Eropa atau Amerika ke Bali. Persebaran ini dialami Suambara yang mengenal
yoga ketawa dari wisman Jerman yang bernama Ully, yang merupakan murid
Osso yang nama aslinya adalah Rajanesh, tokoh spiritual Neo-Hindu dari India
yang murid-muridnya tersebar ke seluruh dunia. Persebaran ini juga datang dari
gerakan-gerakan Neo-Hindu lainnya, yaitu Hare Krishna, Sai Baba, Ananda
Marga, dan Brahma Kumaris.
Persebaran dari sumber-sumber lainnya, juga melalui wisman yang datang ke
Bali. Shaking yang dilakukan Ratu Bagus, tidak terlepas dari pertemuannya
dengan wisman asal Italia tahun 1993. Pertemuan ini menghasilkan shaking yang
berasal dari dialog antara gerakan wanara petak yang disebut dengan bayu suci di
Bali, yang menggetarkan badannya dengan shaking yang terkenal luas di seluruh
dunia. Teknik ini kemudian menjadi simbol utama Ashram Ratu Bagus. Dengan
kata shaking teknik ini kemudian menyebar ke Eropa, dan benoa lainnya.
Pertemuan-pertemuan dengan wisman ini menunjukkan perkembangan
spiritual healing di Bali, tidak terlepas dari dialog orang Bali dengan wisman,
sehingga bisa menjadi produk pariwisata. Beberapa wisman, seperti Talei Barber
(53 Tahun) asal Australia dan Gudbjorg (51 Tahun) asal Islandia menyatakan
telah mengenal dan berlatih yoga di negara asalnya, tetapi mereka memiliki
92
kerinduan untuk bertemu dengan guru-guru yoga asli dari masyarakat Hindu.
Mereka juga menyatakan ingin mencari tempat latihan yang cuacanya bagus, tidak
dingin seperti di negara. “He (Arsana) has charisma, I think he got charisma
from his original knowledge so I come to Bali because I want to Bali Yoga
instructor”(Barber, wawancara, 14 Nopember 2015).
Kedatangan wisman yang sudah berpengalaman dalam yoga ini menimbulkan
dialog untuk menjadikan yoga dan jenis spiritual healing lainnya menjadi produk
pariwisata. Pada sisi yang berbeda, masyarakat lokal mulai melihat peluang untuk
mengembangkan spiritual healing menjadi produk pariwisata. Pertemuan antara
wisman dengan masyarakat lokal ini membangun produk pariwisata spiritual
healing. Perkembangan spiritual healing menjadi produk pariwisata dapat
digambar sebagai berikut:
Gambar 4.1: Perkembangan Spiritual Healing sebagai Produk Pariwisata
Dari fakta-fakta pertemuan wisman dengan orang lokal Bali dalam dialog
untuk menemukan spiritual healing, tergambar bahwa fase-fase penyebaran
spiritual healing ke Bali sampai berkembang pesat menjadi produk pariwisata
tidak terlepas dari komunikasi orang Bali dengan wisman, tetapi beberapa
Wisman
Orang Lokal Bali
Yoga, Tantra, Healing Lain, Healing Modern
Spiritual Healing Lokal
Produk Pariwisata Spiritual Healing
93
perkumpulan juga memperuntukkan spiritual healing untuk orang lokal Bali,
seperti Ambar Ashram, dan Ashram Ratu Bagus.
Tabel 4.1
Fase-Fase Perkembangan Spiritual Healing di Bali
No Nama Fase Periode Rincian 1. Perkenalan 1971 –
1980 Wisman hippies datang ke Bali. Wisman hippies ini membawa guru-guru yoga ke Bali untuk melatih wisman.
2. Perkembangan I 1980 – 1990
I Ketut Arsana, generasi PGAH (hasil dialog Bali dengan India) merambah dunia pariwisata dengan menjadi healer.
3. Perkembangan II 1990 – 2000
Ratu Bagus membahasakan kelokalan Bali dengan gagasan universal shaking, Guru Made Sumantra mengembangkan Bali Yoga, Ni Wayan Nuriasih mengembangkan pengobatan tradisional Bali
4. Perkembangan III 2000 – sekarang
Perkembangan Yoga Barn, Radiantly Alive dan yang lainnya sebagai wellness tourism di Bali
Perkembangan spiritual healing menjadi produk pariwisata jelas merupakan
hasil dialog orang Bali dengan wisman, sebab spiritual healing pada awalnya
populer di Eropa yang merupakan perkembangan dari mencari air panas, yang
berkembang menjadi hydrology, balneology, dan climatology (Smith, 2010;
Naraindas dan Bostos, 2011). Setelah perkembangan ini ayurweda yang memiliki
berbagai macam therapy datang ke Eropa (Naraindas dan Bostos, 2011). Salah
satu therapy yang terkenal adalah sirodara, yaitu teraphy yang meneteskan
minyak ke kepala untuk menenangkan pikiran. Therapy ini berkembang sampai ke
Bali, dikembangkan oleh Four Seasons di Ubud, Bali.
94
Oleh karena itu, banyak spiritual healing yang dikembangkan sendiri orang-
orang dari Eropa, Amerika, India, dan negara lainnya, sedangkan orang Bali
hanya sebagai pekerjanya seperti di Radiantly Alive. Pada beberapa penyedia jasa
spiritual healing, pekerjanya pun banyak yang didatangkan dari luar negeri,
seperti di Yoga Barn, Radiantly Alive, dan yang lainnya. Kecenderungan
terburuknya adalah Bali bisa hanya menjadi tempat spiritual healing, sedangkan
tenaga kerjanya berasal dari luar negeri. Kecenderungan ini telah mulai
diantisipasi dengan munculnya guru-guru yoga lokal yang tumbuh melalui
teacher training yang dilakukan di berbagai tempat di Ubud, Sanur, dan Nusa
Dua.
Pelatihan-pelatihan ini memberikan peluang bagi orang lokal Bali, selain Bali
telah mulai juga mengembangkan spiritual healing lokal seperti malukat, ritual
penyembuhan, dan yang sejenisnya. Perkembangan spiritual healing lokal ini
memberikan peluang bagi orang Bali, sebab hanya orang Bali yang menguasai
teknik tersebut. Sentuhan orang luar, biasanya hanya membuat bentuk-bentuk
ritual tersebut sehat dan masuk akal secara keilmuan seperti yang tampak pada
kerjasama Ni Wayan Nuriasih dengan Margareth. Pada kerjasama dengan orang
asing ini, Nuriasih adalah ahli pengobatan tradisional dan Margareth mengetahui
seluk beluk pengobatan tradisional untuk orang-orang barat.
Pengembangan ritual untuk spiritual healing dalam dunia pariwisata masih
menyisakan perdebatan boleh tidaknya ritual Bali (Hindu) untuk orang non-
Hindu. Debat ini sampai tahun 2016 ini belum selesai, tetapi ritual-ritual tersebut
dengan modifikasi telah masuk ke ranah pariwisata seperti ritual mandi ke sungai,
95
dan ritual mandi dengan bunga-bungaan yang ditawarkan Four Seasons, Ubud.
Resort ini menyebut hal itu sebagai Balinese Healing Ritual
(www.fourseasons.com). Selain mengembangkan ritual Bali itu di resortnya, Four
Seasons, Ubud juga mengajak wisman untuk berkunjung ke balian (healer) yang
bernama Tjokorda Rai di Singapadu, Gianyar.
Oleh karena itu, perkembangan spiritual healing di Bali telah mengambil
bentuknya sendiri, yang pada awalnya hanya menjadi tempat kemudian
mengembangkan sendiri bentuk-bentuk spiritual healing yang berasal dari budaya
lokal. Pada perkembangan ini, orang-orang lokal dapat ikut serta lebih banyak,
sedangkan pada spiritual healing yang bukan asli Bali, seperti Yoga, pernafasan,
meditasi, dan yang lainnya, banyak kesempatan yang diambil oleh orang asing.
Banyaknya kesempatan yang diambil orang asing ini sangat tampak pada jadwal
latihan yoga dan meditasi di berbagai pusat latihan, seperti di Yoga Barn dan
Radiantly Alive yang kebanyakan menawarkan spiritual healing dari luar negeri.
Dengan demikian, peran serta orang-orang lokal harus melalui tahapan, yaitu
melalui tahap mengikuti pelatihan untuk memenuhi standar-standar pelatih
internasional. Standar-standar untuk yoga, meditasi, dan yang lainnya sudah
ditentukan sehingga orang-orang lokal tinggal mengikuti. Standar-standar untuk
spiritual healing lokal, itu yang belum ada sehingga perlu dibuat oleh guru-guru
lokal yang telah berkualifikasi internasional seperti Ratu Bagus, Arsana,
Sumantra, dan yang lainnya.
Pada bagian lain, etnis Bali sebagai etnis yang beragama Hindu asli juga
memberikan peluang kepada orang lokal untuk mengembangkan yoga dan
96
meditasi secara mandiri. Wisman banyak yang ingin berguru kepada guru-guru
yang secara turun-temurun melakukan praktek-praktek spiritual seperti itu. Guru-
guru seperti itu adalah guru-guru yang berasal dari Bali dan India, sebab Bali dan
India adalah daerah yang penduduknya melakukan praktek-praktek spiritual
seperti yoga, meditasi, dan yang sejenisnya (Ketut Bandiastra, wawancara, 28
Januari 2016).
Bandiastra menyatakan, pusat pelatihan yoga di dunia pada abad ke-21 ini
adalah Australia dan Kanada, tetapi orang-orang setempat selalu merindukan
untuk berkunjung ke Bali dan India. Wisman ini hanya ingin bertemu dengan
guru-guru dari Bali dan India. Pertemuan dengan guru asli itu sudah cukup
membuat mereka berbahagia. Brittany asal Kanada mengakui hal itu dengan
menyatakan kesannya terhadap Arsana, guru yang mengajarkannya kundalini
tantra yoga. Wisman yang menghinap selama tiga minggu di Ashram Munivara,
Ubud ini menyatakan tertarik untuk datang begitu melihat foto Arsana di internet.
Kecenderungan ini merupakan peluang bagi guru-guru lokal. Karena itu,
perkembangan spiritual healing pada fase ini akan memberikan kepercayaan diri
kepada healers lokal untuk tampil. Liyer, Nuriasih, Arsana, Sumantra, Ratu
Bagus, dan yang lainnya, menjadi contoh untuk bangkitnya healers lokal dalam
dunia pariwisata. Perkembangan bangkitnya healers lokal ini harus mendapatkan
perhatian terutama dalam melakukan pengawasan, yang harus dilakukan oleh
healers dan pemerintah dengan membuat standar, sehingga tidak muncul healers
palsu yang bisa membawa citra buruk pada pariwisata Bali. Fase perkembangan
spiritual healing pasca tahun 2000 ini memang mengkhawatirkan, sebab jika
97
tanpa pengendalian akan masuk ke fase stagnasi dengan cepat, yang bisa
menurunkan pamor healers Bali dalam dunia pariwisata.
4.3 Potensi Spiritual Healing di Bali
Dari sejarah perkembangannya, spiritual healing adalah usaha pariwisata
yang baru berkembang di Bali. Usaha ini menambah jenis usaha pariwisata yang
sudah ada sebelumnya seperti spa, sehingga membuat Bali menjadi semakin
variatif di dalam penawaran fasilitas pariwisata. Perkembangan jenis usaha ini
juga menambah lapangan pekerjaan dan ikut mendorong pertumbuhan industri
pariwisata di Bali, sebab Bali menjadikan sektor pariwisata sebagai andalan.
Sebagai sektor andalan, Bali harus terus kreatif dalam mengembangkan sektor ini,
sehingga terus mengalami kebaruan dan tidak membosankan terutama bagi
wisman yang telah beberapa kali datang ke Bali.
Berdasarkan data 768.075 orang atau sebesar 33,04 persen dari penduduk
Bali yang berjumlah 4,1582 Juta Jiwa tahun 2015 bekerja sektor perdagangan,
rumah makan, dan akomodasi (BI, 2015:87; BPS,2016). Data 33,04 persen
penduduk Bali yang bekerja di sektor pariwisata ini menunjukkan bahwa sektor
pariwisata masih menjadi andalan dalam pembangunan perekonomian Bali.
Penyerapan tenaga kerja di sektor pariwisata tampaknya tetap stabil, sebab
kunjungan wisman ke Bali pada tahun 2015 sebesar 4.001.835, meningkat 6,24
persen dari tahun 2014 yang berjumlah 3.766.638 orang (BPS, 2016:12). Tingkat
penghunian kamar hotel berbintang juga masih di atas 50 persen, yaitu berkisar
dari 53,45 persen sampai 67,65 persen pada tahun 2015, sedangkan pada hotel
98
non-bintang berkisar antara 25-40 persen. Lama tinggal wisman pada hotel
berbintang stabil berkisar 2,90 – 3,24 hari pada tahun 2015, sedangkan hotel non-
bintang berkisar antara 2,98-3,24 hari. Dengan demikian, perubahan pada sektor
pariwisata tidak berfluktuasi jauh, sehingga penyerapan tenaga kerjanya pun tidak
terlalu berfluktuasi.
Pertumbuhan pada sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman juga
masih tetap stabil tahun 2015. Pertumbuhannya pada Tri Wulan I sebesar 7,53
persen, Tri Wulan II sebesar 5,61 persen dan pada Tri Wulan III tahun 2015
sebesar 5,35 persen. Pada Tri Wulan II dan III tahun 2015 terjadi keterlambatan
pertumbuhan, karena pertumbuhan kunjungan wisman asal Australia yang
melambat akibat perkembangan perekonomian Australia (BI, 2015:25). Gambaran
pertumbuhan ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata masih tetap menjadi
penyerap tenaga kerja yang cukup besar di Bali. Pertumbuhan pariwisata sebagai
sektor andalan dalam penyerapan tenaga kerja ini sesuai dengan prediksi BI yang
menyatakan optimisme penambahan tenaga kerja pada masa berikutnya (setelah
tahun 2015) adalah berasal dari sektor bangunan, perdagangan hotel, restoran,
keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa lainnya (BI, 2015:87-88).
Pertumbuhan sektor pariwisata ini juga dapat dilihat dari perkembangan
jumlah wisman per bulan pada tahun 2014 dan 2015 yang secara garis besar
mengalami pertumbuhan, tetapi pertumbuhannya berfluktuasi sesuai dengan
kondisi ekonomi dan keadaan non-ekonomi dari negara asal wisman. Perubahan
jumlah dan pertumbuhan wisman tersebut tergambar pada Tabel 4.1 sebagai
berikut:
99
Tabel 4.2 Perbandingan Jumlah dan Perubahan Wisman
Per Bulan Tahun 2014 dan 2015
No Bulan Tahun 2014
Tahun 2015
Pertumbuhan (Persen)
1. Januari 279.257 301.748 8,05 2. Pebruari 275.795 338.991 22,91 3. Maret 276.573 305.272 10,38 4. April 280.096 313.763 12,02 5. Mei 247.972 295.973 3,48 6. Juni 330.396 359.702 8,87 7. Juli 361.066 382.683 5,99 8. Agustus 336.763 303.621 -9,84 9. September 354.762 379.397 9,67 10. Oktober 341.651 366.759 8,14 11. Nopember 296.876 270.935 -20,70 12. Desember 347.370 370.640 6,70
Sumber: BPS Bali (2016:16) Data pada Tabel 4.2 ini menunjukkan bahwa penurunan kunjungan wisman terjadi
pada Agustus dan Nopember yang merupakan puncak-puncak dari masa turun
karena tidak adanya waktu liburan pada bulan-bulan tersebut. Pada bulan-bulan di
luar Agustus dan Nopember itu, kunjungan wisman terus bertumbuh.
Perkembangan kunjungan wisman tersebut menunjukkan bahwa penduduk
Bali yang terserap pada sektor pariwisata tetap stabil. Potensi-potensi yang
berkembang menjadi produk pariwisata juga semakin berkembang. Produk
budaya yang berupa pengobatan tradisional seperti spiritual healing pada tahun
2016 ini juga sudah berkembang menjadi produk pariwisata, yang juga menambah
luas lapangan pekerjaan pada sektor pariwisata. Potensi ini cukup besar untuk
dikembangkan sebab hampir pada setiap desa pakraman terdapat balian atau
healer, yang jumlahnya tidak terdata secara pasti.
100
Jumlah desa pakraman di Bali adalah 1.488 tersebar pada 716 desa pada 9
kabupaten/kota (Bappeda Bali, 2014; BPS, 2015). Data jumlah balian yang
tersebar pada setiap desa pakraman tersebut belum terdata, tetapi McCauley
(1984) menyatakan, jumlah healers di Bali diperkirakan 1 : 500 penduduk atau 1
healer untuk 500 jiwa. Dengan demikian, jumlah healers diperkirakan sekitar
8.316 jiwa yang tersebar pada setiap desa pakraman. Selain balian, desa-desa di
Bali ini juga menyimpan potensi pengobatan tradisional, baik yang tercatat dalam
teks (lontar) atau yang hidup di tengah-tengah masyarakat, yang berpotensi untuk
dikembangkan ke dalam klinik-klinik herbal yang bisa menarik wisman seperti
yang terjadi di India (Kulkarni, 2008; Begum, 2012).
Lontar-lontar pengobatan di Bali terbagi menjadi dua, yaitu lontar usada,
yang menjelaskan tentang obat-obatan, dan lontar tenung yang menjelaskan
tentang cara menganalisis datangnya penyakit berdasarkan astrologi Bali.
Sebagian besar dari healers di Bali tidak menggunakan lontar usada (pengobatan
herbal). Para balian (healers) ini lebih banyak menggunakan kekuatan spiritual.
McCauley (1984) menyatakan hanya 18 dari 50 healers menggunakan lontar
Usada atau pengobatan herbal, selebihnya menggunakan kekuatan spiritual.
Sampai tahun 2016 ini, Pusat Dokumentasi (Pusdok) Denpasar menyimpan
sekitar 57 lontar usada yang sudah dialihaksarakan dan dua lontar tenung yang
sudah dialihaksarakan. Salah satu lontar ini, yaitu Usada Sari yang sudah
diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda pada tahun 1923 dengan Judul De
Oesada Sari oleh Dr.J.P.Kleiweg De Zwaan dan C.Lekkerberker. Lontar Oesada
Sari yang diterjemahkan tersebut berisi tentang pengobatan tradisional yang bisa
101
disebut dengan spiritual healing karena menggunakan kombinasi daun-daunan
(herbal), aksara-aksara suci, dan mantra untuk membangkitkan kekuatan di dalam
diri pasien. Pengetahuan tentang pengobatan ini dimiliki oleh healer Bali yang
disebut dengan balian.
Hobart (2003:23) membagi balian itu menjadi tiga yaitu balian terdidik
(balian usada) yaitu balian yang mempelajari dan menggunakan lontar usada,
balian perantara (balian katakson), dan balian khusus yakni balian yang memiliki
keahlian khusus seperti balian tulang. Pada masa kini (Hobart, 2003:60), terdapat
sekitar 13 jenis balian, yaitu folk healer (balian kombinasi China, India dan lain-
lain), balian usada, balian uig (balian yang suka menyakiti), balian tetakson
(balian perantara), balian paica (balian karena anugrah dewa), balian tenung
(peramal), balian apun (balian khusus tulang), balian pijit (balian dengan
keahlian memijat), balian manak (balian yang membantu melahirkan), balian
ngulungang belingan (balian yang membantu menggugurkan bayi), balian
bangke (balian khusus merawat mayat), tukang gigi (balian dengan keahlian
memasang gigi), dan balian singse (balian yang memiliki keahlian toktok China).
Nala (2006:96) hanya membagi balian menjadi tiga jenis, yaitu balian
kapican, balian katakson, dan balian usada. Balian kapican adalah balian (ahli
pengobatan tradisional Bali) yang memperoleh keahlian dari pica atau sesuatu
yang berkhasiat untuk mengobati yang bisa berupa keris, batu permata, atau yang
lainnya. Balian katakson adalah balian yang mendapatkan keahlian karena
turunnya atau masuknya taksu (kekuatan gaib) ke dalam dirinya. Balian usada
adalah balian yang mendapatkan keahlian karena belajar melalui suatu proses
102
yang disebut dengan aguru waktera (Nala, 2007:97). Peneliti McCauley (1984)
membagi balian menjadi empat yaitu balian tenung (tapakan), balian pidgit
(pijit), balian manak, dan balian usada. Balian tenung adalah balian yang
menggunakan spirit sebagai media pengobatan. Balian pidgit adalah balian yang
ahli memijat. Balian manak adalah balian yang ahli menolong perempuan
melahirkan, dan balian usada adalah balian yang belajar dari teks (lontar-lontar)
pengobatan yang disebut dengan lontar usada. Hobart (2003) telah memasukkan
unsur-unsur ahli pengobatan dari luar ke dalam kategori baliannya, sedangkan
McCauley (1984) dan Nala (2006) hanya mengkategorikannya berdasarkan apa
yang ada secara tradisi di Bali.
Para balian ini mampu mengobati dua tipe penyakit, yaitu penyakit sekala
dan niskala. Hobart (2003:54) menyatakan, penyakit sekala adalah penyakit yang
disebabkan usia tua, infeksi, dan salah makan, sedangkan penyakit niskala adalah
penyakit yang disebabkan hukuman dewa atau leluhur, gangguan buta kala
(mahkluk halus), gangguan nyama pat (saudara spiritual manusia), kena sihir, dan
karmaphala (kena hukum karma). Pembagian penyakit ini merupakan
peninggalan kuno dari masyarakat Hindu yang terdapat dalam teks wahyu yang
disebut dengan Atharwa Weda. Dalam Atharwa Weda ini disebutkan berbagai
pengobatan untuk penyakit alamiah dan penyakit karena gangguan raksasa
(Zimmer, 1962:2). Nala (2006:92) menggolongkan penyakit itu berdasarkan kitab
Ayurweda menjadi tiga yaitu adhyatmika adalah penyakit yang berasal dari dalam
diri, adhidaiwika adalah penyakit karena pengaruh lingkungan di luar tubuh, dan
adhibautika adalah penyakit yang disebabkan benda tajam dan gigitan binatang.
103
Ayurweda tidak menyebutkan tipe penyakit niskala, seperti yang dinyatakan
Atharwa Weda (Zimmer, 1962) dan tradisi Bali (Hobart, 2003).
Teknik-teknik pengobatan berdasarkan Atharwa Weda adalah dengan ritual
dan pengobatan magis (magic threatment). Teknik pengobatan dalam Atharwa
Weda ini dikembangkan dalam Kitab Caraka Samhita yang disusun Maharsi
Caraka. Dalam Caraka Samhita, teknik pengobatan telah berkembang, sampai
menggunakan pembedahan yang disebut dengan salya (Zimmer, 1962:89). Kitab-
kitab yang digolongkan ayurweda ini merupakan penjelasan secara lebih detail
dari Atharwa Weda yang telah dikembangkan sesuai kemajuan ilmu pengetahuan
masyarakat Hindu pada zamannya. Teknik lainnya yang berkembang adalah yoga
dan tantra. Yoga (Polak, 1996) mengandalkan olah tubuh (asana), pengaturan
nafas (pranayama), dan meditasi (samadhi), sedangkan tantra (Chawdhri, 2003)
mengandalkan ritual, dan pantangan (tantra), yantra (simbol, aksara suci), dan
mantra (pengucapan aksara suci).
Yoga merupakan teknik yang sangat kuno, penemuan di Mahenjodaro
menunjukkan patung dewa yang berfose sesuai dengan gerakan yoga. Reg Weda
telah menyebutkan kata asana dan upanisad juga telah menyebutkan kata asana.
Rsi Patanjali memformulasikan hal tersebut ke dalam Yoga Patanjali Sutra pada
sekitar 300 SM (Jaggi, 1973:1). Tantra juga berasal dari zaman Weda, sebab
mantra-mantra dalam tantra mengambil mantra-mantra dalam Weda seperti
Sarasvatipuja yang dimodifikasi dengan mantra-mantra khusus tantra (Chardhri,
2003:130).
104
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa teknik-teknik pengobatan yang
berkembang pada masyarakat Hindu adalah penggunaan bahan alam, pembedahan
(salya), yoga (olah tubuh, pernapasan dan meditasi), doa (mantram), dan tantra
(simbol, aksara suci, dan pantangan). Teknik-teknik yang terdapat dalam tradisi
Bali adalah pertama menggunakan bahan-bahan alamiah yang berkhasiat anget
(hangat), tis (dingin), dan dumalada (sedang, netral). Kedua menggunakan
pekakas dan tumbal yang terbuat dari logam, kain, daun lontar, periuk tanah dan
benda keras lainnya, yang dirajah (ditulisi) wijaksara, dan modre (huruf magis).
Ketiga menggunakan banten (ritual) tertentu. Teknik pengobatan ini sering
digabungkan, misalnya menggunakan bahan alami yang dilengkapi dengan
rarajahan, dan ritual tertentu (Nala, 2006:94-95). Teknik-teknik tradisi Bali
tersebut lebih dekat dengan teknik yang terdapat dalam Atharwa Weda yang
dikembangkan dalam teknik tantra, sebab menggunakan mantra dan ritual.
Wijaksara adalah inti dari mantra, sedangkan banten adalah bentuk-bentuk ritual.
Teknik-teknik pengobatan yang dapat digolongkan sebagai spiritual healing
adalah yang menggunakan ritual, mantra, dan meditasi untuk membangkitkan
energi di dalam diri pasien untuk penyembuhan diri secara mandiri. Teknik
gabungan seperti yang terdapat dalam yoga, yaitu olah tubuh, pernapasan, dan
meditasi juga tergolong spiritual healing, sebab melalui meditasi terbangun spirit
untuk membangkitkan energi cakra di dalam diri. Pada umumnya, semua teknik
pengobatan yang berkembang dalam masyarakat Hindu termasuk spiritual healing
sebab bahan-bahan alami selalu digabungkan dengan doa (mantra), pantangan,
dan meditasi untuk membangun kekuatan dari dalam diri pasien.
105
Ayurweda juga menggunakan doa-doa (mantra) sebagai pelengkap
pengobatan. Asana dalam yoga juga menggunakan mantra untuk membangkitkan
spirit di dalam tubuh. Dalam tantra, spiritual sangat dominan, terutama dalam
penggunaan ritual, mantra, dan yantra (simbol tertentu), tetapi di dalam yoga,
mantra yang digunakan hanya mantra inti seperti “Om”, yang digunakan untuk
membantu murid spiritual melakukan konsentrasi. Dalam usada yang
menggunakan obat-obat herbal, mantra, dan aksara suci merupakan komponen
spiritual yang masih diperlukan. Karena itu, semua sistem pengobatan dalam
masyarakat Hindu termasuk spiritual healing, tetapi ada yang dominan dan ada
yang sebagai pelengkap.
Tabel 4.3 Teknik dan Penggolongan Pengobatan Tradisional Bali
No Jenis Healers Teknik Obat Penggolongan 1. Balian Usada Mantra, Ritual,
Rarajahan Perpaduan bahan alami dengan mantra, ritual dan rarajahan
Spiritual Healing
2. Balian Kapica Menggunakan alat magis, doa, dan ritual
Tirta dan sarana lainnya
Spiritual Healing
3. Balian Katakson Mengundang kekuatan magis masuk ke dalam diri, menggunakan doa, dan ritual
Tirta, upacara tertentu, dan sarana lainnya
Spiritual Healing
4. Balian Tenung Menggunakan media spirit (sasuhunan), menggunakan doa, dan ritual untuk meramal penyebab penyakit
Tirta, upacara tertentu, dan sarana lainnya
Spiritual Healing
5. Balian dengan keahlian khusus
Menggunakan keahlian fisik seperti memijat
Minyak alami Non-spritual Healing
Sumber: Nala (2006)
Dari semua teknik ini yang berkembang dalam pariwisata Bali, sangat
bervariasi. Healers luar negeri banyak memberikan teknik-teknik baru. Teknik-
teknik tersebut merupakan kombinasi antara spiritual dengan obat alami, dan
106
teknik pijat. Kombinasi tersebut sering disebut sebagai holistic healing
(pengobatan menyeluruh), tetapi spiritualnya sangat menonjol daripada obat-
obatan herbalnya. Teknik spiritualnya merupakan keunikan dari teknik
pengobatannya, sedangkan obat-obatan alami dan pemijatan (massage) adalah
teknik pelengkap. Teknik-teknik ini seringkali disebut sebagai yoga, atau
meditasi, tetapi yoga memiliki batasan tersendiri karena teknik yoga telah
merupakan pakem yang pasti seperti yang dinyatakan dalam Patanjali Sutra
(Polak, 1996:45), yaitu yama (pantangan), nyama (kebajikan), asana (sikap
meditasi), pranayama (penguasaan napas), prathyahara (penyaluran aktivitas
mental), dharana (pemusatan pikiran), dhyana (meditasi), dan samadhi (keadaan
suprasadar).
Healers menyebutkan tekniknya sebagai yoga, padahal itu merupakan
gabungan dengan tantra, atau dengan cara-cara tradisional. Karena itu, untuk
memberikan gambaran yang jelas tentang hal itu maka disebut dengan spiritual
healing. Variasi spiritual healing ini berkembang sangat pesat hampir di seluruh
kawasan pariwisata dan kawasan non-pariwisata Bali seperti yang tertera pada
peta (Gambar 4.1). Variasi itu adalah dengan menggunakan astrologi, yoga, teknik
tradisional Bali, dan teknik luar lainnya seperti dari Cina, Indian-Amerika, Afrika,
serta dari tempat lainnya.
Oleh karena itu, spiritual healing yang berkembang dalam pariwisata Bali
merupakan perkembangan dari teknik-teknik asli. Asana-asana dalam yoga
berkembang menjadi senam yang diberikan nama berbagai macam seperti
morning flows dan yang lainnya. Tantra yang menggunakan mantra dan ritual
107
berkembang menjadi holistic healing. Pengobatan tradisional yang menggunakan
bahan-bahan herbal, mantra, dan ritual berkembang menjadi traditional
threatment yang menggunakan pengetahuan-pengetahuan modern tentang bahan-
bahan herbal.
Perkembangan-perkembangan atau bentuk modifikasi spiritual healing asli
Bali ini yang berkembang ke dalam sektor pariwisata, tetapi bentuk-bentuk
aslinya berusaha dipertahankan untuk menumbuhkan kesan keaslian. Pengetahuan
modern kemudian dipakai sebagai pelengkap untuk menambahkan keyakinan
wisman. Pada kasus ini, pencarian wisman terhadap authenticity berusaha
dipertahankan. Guru Made Sumantra (wawancara, 29 Agustus 2015)
menyebutkan hal itu sebagai teknik “bayangan”, yang artinya healers
menggunakan sarana sesuai dengan citra yang sudah terbentuk pada pikiran
pasien.
Modifikasi-modifikasi spiritual healing itu sebagian besar terbentuk untuk
menyesuaikan dengan pikiran pasien. Karena itu, dalam dunia pariwisata Bali
terkenal banyak teknik pengobatan dan wellness. Berbagai teknik ini
dikembangkan untuk menarik minat wisman menggunakan jasa tersebut. Dengan
ketertarikan tersebut, healers dapat mengarahkan wisman untuk membangun
kesehatan dirinya. Perbedaan-perbedaan nama yang muncul terkadang hanya
merupakan variasi, seperti variasi asana-asana yang berbagai macam, seperti
morning flows, vinyasa flows, dan yang lainnya.
108
Sumber: Google Map (2016) Gambar 4.2: Peta Persebaran Pelayanan Healing untuk Pariwisata di Bali
4.4 Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud dan Kawasan Muncan
Spiritual healing yang ada di Bali, tak semua berkembang ke dalam
pariwisata Bali. Bagian-bagian yang berkembang seperti yang tertera dalam peta
(Gambar 4.2), ada juga yang dikombinasikan dengan teknik dari luar. Sebagian
lagi adalah bentuk modifikasi dari pengobatan tradisional Bali setelah
mendapatkan sentuhan tangan-tangan wisman yang melihat peluang
pengembangan spiritual healing dalam pariwisata Bali. Sebagian lainnya adalah
spiritual healing dari luar yang dimodifikasi sehingga dekat dengan nuansa Bali.
Bali hanya sebagai tempat pengembangan spiritual healing, sedangkan isinya
adalah berbagai macam seperti holistik healing, yoga India, ayurweda, dan yang
lainnya. Semua spiritual healing ini mendekatkan diri dengan budaya Bali dan
etnis Bali yang tradisional Hindu, dengan memasukkan unsur-unsur budaya Bali
di dalamnya seperti melakukan ritual mabanten (mengaturkan sesajen). Di tengah-
109
tengah perkembangan spiritual healing dari luar negeri tersebut, ada juga yang
berusaha mengembangkan spiritual healing Bali asli tetapi latar belakang orang
yang mengembangkannya berasal dari orang yang berpengetahuan spiritual
healing modern, sehingga komunikasinya menggunakan komunikasi spiritual
healing modern.
Tabel 4.4 Modifikasi Spiritual Healing dalam Pariwisata Bali
No. Bentuk Asli Modifikasi Daerah Asal 1. Asana Senam India 2. Pranayama Berbagai bentuk
pernapasan India
3. Dhyana Berbagai bentuk meditasi
India
4. Tantra Holistic Healing India dan Bali 5. Usada Balinese Holistic
Healing, Urut Weteng
Bali
6. Tenung Balinese Astrology yang ditambah dengan astrologi modern, dengan membaca garis tangan
Bali dan pengetahuan modern
7. Bayu Suci Shaking Bali 8. Malukat Goddess Within,
Bathing Ritual Bali
4.4.1 Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud
Kawasan Pariwisata Ubud mencakup wilayah yang cukup luas, masuk ke
dalam tiga kecamatan yaitu Kecamatan Ubud, Tegallalang, dan Payangan dengan
luas 7.712 Ha (Perda Prov.Bali, 2009). Kawasan Pariwisata Ubud merupakan
kawasan yang lebih dikenal sebagai destinasi pariwisata budaya. Kawasan Ubud
diperkenalkan oleh pelukis-pelukis sebagai desa tradisional dengan pemandangan
110
alamnya yang indah. Spiritual Healing berkembang pesat pasca tahun 2000-an di
kawasan ini.
Pada Kawasan Pariwisata Ubud tersebut tersebar berbagai jenis spiritual
healing.
Tabel 4.5 Jenis-Jenis Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud
No Pengembang Jenis Spiritual Healing 1. Yoga Barn Yoga Therapy, Kundalini Yoga, Power Yoga, Yoga
Nidra, Nada Yoga (Sound Healing), Kirtan (Lagu Pujaan), Pranayama (pernapasan), dan Meditasi
2. Radiantly A Live Yoga Mysore (India), Yoga Cina (Yin Yoga), dan Yoga Modifikasi Modern
3. Ambar Ashram Yoga Ketawa 4. Ashram Munivara Kundalini Yoga Tantra, Retreat, Meditasi di Gua 5. Guru Made Sumantra Bali Yoga 6. Ni Wayan Nuriasih Healing Tradisional Bali Kanda Pat 7. I Ketut Liyer dan
putra Astrologi Bali dan modern
8. Four Seasons, Sayan, Ubud
Balinese Healing Ritual, Tantric Bliss, Goddess Within, Vogour and Vitality, Riverstone Bathing Ritual, Suci Dara, Urut Weteng
9. Bagus Jati, Sebatu, Tegallalang
Yoga, Ayurweda, Malukat
10. The Mansion Hotel & Resort, Penestanan, Sayan
Ayurweda Sirodara, Cosmic Yoga
Data pada Tabel 4.5 tersebut menunjukkan bahwa hanya sedikit spiritual healing
Bali asli yang ditawarkan untuk wisman, tetapi pelayanan jasa spiritual healing di
Kawasan Pariwisata Ubud memiliki tempat-tempat yang menarik untuk wisman,
seperti Gambar 4.3 ini yang menunjukkan dekorasi ashram yang berciri Bali
sebagai daya tarik wisman.
111
Gambar 4.3: Ashram Munivara, Ubud
Usaha-usaha spiritual healing yang tersebar di Kawasan Pariwisata Ubud ini
seperti pada Tabel 4.5 terbagi menjadi usaha-usaha yang merupakan bagian dari
fasilitas hotel dan usaha-usaha yang mandiri. Usaha-usaha mandiri di luar hotel
yang terdata sepuluh usaha di Kawasan Pariwisata Ubud, yang merupakan usaha
gabungan dengan Spa, sebab usaha spiritual healing merupakan pengembangan
dari usaha-usaha Spa. Karena itu, izin usaha spiritual healing sebagian merupakan
izin Spa. Berdasarkan data di Diparda Pemkab Gianyar dapat dipilih jumlah usaha
spiritual healing di Ubud, Gianyar, seperti tertera dalam Tabel 4.6.
112
Tabel 4.6 Daftar Usaha Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud
No Jenis Usaha Pemilik Alamat
1. Bali Healing & Spa Made Suwetri Jln Hanoman, Padang Tegal Kaja, Ubud
2. Body Work Center Yoga + Massage
Jln Raya Hanoman
3. Guruji Yoga & Ayur Veda Guruji Jln Hanoman, Padang Tegal Kaja, Ubud
4. Prame Swari Yoga Jln Monkey Forest Ubud
5. PT Yoga Barn and Spa Meghan Beth Poppen
Lingkungan Banjar Padang Tegal Klod
6. Satya Yoga Wear Jln Hanoman, Padang Tegal Kaja, Ubud
7. Taksu Yoga Pande Ketut Ariawan
Jln Gautama Selatan, Ubud
8. Three Point Healing Spa Kadek Setiawan Jln Monkey Forest, Ubud
9. Ubud Body Work Center/Meditation
Ketut Arsana Jln Hanoman No.25 Padang Tegal Kaja, Ubud
10. Ubud Yoga House Jln Campuhan
Sumber: Diparda Kabupaten Gianyar (2015)
Data pada Tabel 4.6 ini adalah data usaha yang memiliki izin. Usaha-usaha sejenis
masih banyak yang berada di rumah-rumah penduduk yang belum memiliki izin.
Kegiatan Spiritual Healing banyak yang tidak terdata karena merupakan
bagian dari usaha-usaha dalam hotel. Hotel-hotel dan villa ini banyak hanya
menjadi tempat untuk melakukan latihan spiritual healing dengan mendatangkan
healers dari luar hotel. Hotel-hotel tersebut, adalah Five Elements, Puri Ahimsa
yang menyediakan studio yang bernama Mandala Agung untuk 300 orang (Five
Elements, 2016).
Hotel-hotel lainnya, ada yang menawarkan jasa spiritual healing secara
langsung, seperti The Mansion Hotel Resort & Spa di Panestanan, Sayan, Ubud
113
(Tabel 4.5). Hotel, dan villa lainnya, yang kegiatan spiritual healingnya banyak
mendapatkan komentar dalam Trip Advisor adalah Four Seasons-Sayan, Kayon
Resort-Tegallalang, Villa Beji Indah-Ubud, Wapa di Ume-Ubud, Maya Ubud
Resort and Spa, dan Bagus Jati-Sebatu, Tegallallang (Tripadvisor, 2016).
Di antara hotel dan villa tersebut, Four Seasons, Sayan, Ubud yang
menawarkan bentuk-bentuk spiritual healing tradisional Bali (Tabel 4.5) seperti
Balinese Healing Ritual, yang berupa tantric bliss (pembangkitan kundalini
dengan mantra), Goddess within (ritual mandi dengan bunga-bungaan, atau
kembang rampe), vigour and vitality (ritual untuk persiapan perkawinan), “batu
kali” riverstone bathing ritual (ritual dengan mandi ke sungai suci), suci dara
(ritual penghangatan), dan urut weteng (penggunaan minyak pada badan untuk
menyeimbangkan emosi dan tubuh). Bagus Jati di Sebatu, Tegallalang yang juga
termasuk Kawasan Pariwisata Ubud juga bersaing menawarkan perjalanan
spiritual, yoga, ayurweda, dan malukat di Pura Sebatu (Bagus Jati, 2016). Hotel-
hotel atau villa-villa yang lainnya, juga ada yang menawarkan hal sejenis, dengan
variasi atau nama yang dimodifikasi untuk mengesankan kekhususan.
Sumantra (wawancara, 29 Agustus 2015) menyatakan, sering diundang ke
hotel untuk healing dan melatih yoga. Sampai tahun 2016 ini, Sumantra hanya
mengandalkan murid-muridnya untuk melakukan pelatihan ke hotel-hotel. Pendiri
Markendya Bali Yoga ini memiliki 10 murid yang khusus untuk mendatangi hotel
yang memerlukan jasanya. Guru yoga, I Nyoman Kembar Madrawan (wawancara,
28 September 2015) juga mengatakan, sering menjadi pelatih yoga di hotel-hotel,
seperti di Hotel Four Season, Ubud. Penjelasan ini menunjukkan bahwa hotel-
114
hotel juga menyediakan tempat bagi healing dan latihan yoga, tetapi pelaporannya
selalu dikaitkan dengan spa. Hotel-hotel, biasanya hanya menyediakan tempat,
sedangkan healers-nya berasal dari luar, yang diminta untuk memenuhi undangan
wisman.
Gede, Front Office di Bagus Jati, Sebatu menyatakan, villa mewahnya
memiliki karyawan khusus untuk melatih yoga, tetapi permintaan wisman untuk
mendatangkan healers dari luar hotel juga dilayani. Karena itu, hotelnya memiliki
ruangan tempat latihan dan tempat untuk berkonsultasi. Hotel ini juga
memfasilitasi ruangan untuk wisman yang mengajak healers dari negara asalnya
masing-masing (wawancara, 1 Maret 2016). Four Seasons, Sayan, Ubud seperti
keterangan salah satu front office-nya juga memiliki karyawan khusus untuk
melatih yoga, tetapi terbuka untuk permintaan wisman yang mau mengundang
healers dari luar hotel (Observasi, 1 Maret 2016).
Undangan-undangan ke hotel-hotel seperti di Four Seasons, Sayan, Ubud
merupakan permintaan khusus wisman yang telah mengetahui keunikan spiritual
healing Bali dari internet. Munculnya permintaan karena promosi di internet itu
tampak pada pengalaman Brittany asal Kanada yang menyatakan mengetahui
Arsana dari internet, sehingga ia pergi ke Omham Retreat, selanjutnya tinggal di
Ashram Munivara (wawancara, 29 Juli 2015). Pengenalan-pengenalan di internet
ini, mengundang wisman untuk ingin mencoba pengalaman di healers lokal Bali.
115
4.4.2 Spiritual Healing di Kawasan Muncan
Kawasan Muncan, Karangasem merupakan kawasan seluas 1.064 Ha yang 60
persen diantaranya merupakan perkebunan dan persawahan. Perkebunan sekitar
331 Ha, sedangkan sawahnya sekitar 198 Ha (Desa Muncan, 2015:6). Karena itu,
Muncan merupakan kawasan yang sangat dekat dengan alam. Jalan menuju
Muncan adalah jalan yang penuh dengan panorama persawahan. Muncan bisa
dicari melalui dua arah, yaitu melalui jalur Denpasar-Besakih lewat Rendang, dan
melalui Paksebali, Klungkung. Jalur melalui Rendang, sangat padat dilalui truk-
truk pengangkut pasir yang mencari pasir sekitar wilayah Kecamatan Selat,
sehingga perjalanan menjadi sangat lambat. Jalur melalui Paksebali, Klungkung
penuh dengan tikungan, sehingga perjalanan juga sangat lambat.
Kedua jalur ini sangat menyenangkan untuk dilalui karena penuh dengan
udara segar, sebab kiri dan kanan jalan masih merupakan persawahan dan
perkebunan. Untuk menjadikan Muncan sebagai destinasi pariwisata, ada
beberapa syarat yang perlu dipenuhi. Cooper (2012:32) menyebutkan empat
syarat untuk bisa menjadi destinasi pariwisata yaitu atraksi, amenities
(akomodasi), access (transportasi), dan ancillary service (pelayanan dari
organisasi pariwisata lokal). Atraksi pada Ashram Ratu Bagus dan lingkungan
alamnya sangat bagus, tetapi organisasi lokal belum tersedia. Ashram Ratu Bagus
menyediakan akomodasi terbatas untuk 75 wisman. Transportasi ke Muncan juga
masih mengandalkan transportasi privat, sehingga belum bisa memenuhi syarat
menjadi destinasi pariwisata.
116
Alasan-alasan transportasi dan organisasi pariwisata lokal yang belum
tersedia, yang menyebabkan Kawasan Muncan tidak termasuk kawasan pariwisata
(Perda Prov.Bali, 2009), tetapi Kawasan Muncan secara historis masuk ke dalam
Kawasan Besakih. Muncan masuk ke dalam Kawasan Besakih, karena memiliki
kewajiban terhadap Besakih menurut Raja Purana Besakih (Desa Muncan,
2015:1). Alasan kewajiban dalam Raja Purana Besakih ini yang menyebabkan
brosur panca walikrama tahun 1960 memasukkan Desa Muncan sebagai salah satu
desa yang berkompeten dalam pengurusan Besakih (Desa Muncan, 2015:1).
Karena itu, penyebutan Kawasan Muncan ini mengacu kepada Kawasan Besakih
yang meliputi dua kecamatan yaitu Kecamatan Rendang dan Selat.
Desa Muncan ini masuk ke dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kawasan Besakih tahun 1997 (Sutarya, 2007:47). Kawasan Besakih dalam RDTR
tahun 1997 tersebut seluas 7.573,30 ha. Desa Muncan memiliki kontribusi sebesar
1.064,00 ha, sisanya adalah Desa Pempatan, Desa Besakih, Desa Menanga, dan
Desa Rendang. Pada Kawasan Muncan, Selat, Karangasem ini hanya berkembang
Ashram Ratu Bagus yang mengembangkan shaking yaitu gerakan yang
menggetarkan badan sehingga terhubung kepada spirit.
Shaking ini sering disebut sebagai yoga, tetapi tidak bisa masuk ke dalam
yoga asli, dari Patanjali Sutra, sebab teks asli hanya mengenal delapan tahapan
yoga yang disebut dengan astangga yoga. Karena itu, teknik ini bisa disebutkan
sebagai gabungan antara shaking, yoga, dan ritual Bali, sebab ada meditasi yang
tergolong yoga di dalamnya.
117
Ashram Ratu Bagus ini menyediakan fasilitas untuk 75 orang, dengan enam
unit villa, dan satu kolam renang dengan pemandangan sawah serta sungai kecil di
dekat ashram. Kamar-kamar pada ashram ini biasanya digunakan dengan berbagi
tempat tidur di antara wisman. Ashram ini juga memiliki restoran dengan menu
lokal dan variasi beberapa makanan asing seperti roti. Ada juga bangunan tertutup
untuk tempat latihan shaking yang cukup untuk 50 wisman.
Ashram Ratu Bagus ini adalah ashram untuk semua orang, bukan hanya
untuk wisman. Ashram ini membuka diri untuk umat Hindu dan non-Hindu. Pada
suatu kesempatan pada 23 Mei 2015, puluhan orang dari Yogyakarta, Lombok,
dan dari daerah lainnya datang ke ashram tersebut. Rombongan ini adalah
pengikut Shaking di daerahnya masing-masing. Mereka berdiskusi berbagai hal
dengan Ratu Bagus, dari persoalan kesehatan sampai ekonomi. Karena itu, ashram
ini adalah terbuka untuk semua orang, bukan hanya untuk wisman.
Gambar 4.4: Pemandangan Depan Ashram Ratu Bagus
118
Di luar Ashram Ratu Bagus ini, potensi spiritual healing cukup besar, seperti
Desa Besakih memiliki peluang untuk mengembangkan spiritual healing, tetapi
belum ada yang mengembangkannya. Ada sekitar 50-an healers di kawasan ini
yang hanya untuk orang lokal. Wisman ada juga yang datang, tetapi jumlahnya
sangat tidak signifikan. Healers di Besakih lebih banyak berkonsentrasi untuk
orang lokal Bali. Meditasi juga sangat berpotensi dikembangkan di Besakih,
namun belum ada yang mengembangkan hal itu. Wisman sekali waktu memang
tampak ada yang sembahyang di Pura Besakih, tetapi hanya untuk perjalanan
spiritual, bukan untuk tujuan spiritual healing.
Di wilayah Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, tepatnya di Alas Ngandang,
sedang dibangun pasraman baru yang bernama Astika Dharma Ashram. Pasraman
ini dibangun politisi, I Gede Pasek Suardika. Pasraman ini adalah perpaduan
sistem tradisional dan modern, sebab di dalamnya juga akan dibangun sekolah
modern dan pendidikan tradisional yang mengembangkan kanda pat sebagai
pembangun kesehatan badan, pikiran, dan spirit. Astika Dharma Ashram ini baru
pada tahap pembangunan, sehingga belum ada pengunjung. “Kita nanti akan
kembangkan ini juga pusat pengembangan kanda pat sebab wilayah ini
sebelumnya merupakan padukuhan (pusat pendidikan Bali) di masa lalu” (I Gede
Pasek Suardika, wawancara, 8 Desember 2015).
Pasraman di Alas Ngandang, Pempatan, Rendang ini terletak pada jalur
Pempatan menuju Kintamani, Bangli. Jalur ini melewati tegalan pada lembah
Gunung Agung, dengan pohon-pohon pegunungan. Cemara-cemara hutan juga
tumbuh pada sisi kiri dan kanan jalur ini, sehingga suasana pegunungan sangat
119
tampak. Tempat ini sangat sunyi, berada pada lereng pegunungan yang
membentang dari Gunung Abang, Kintamani sampai Gunung Agung. Bentang
pegunungan ini adalah pusat-pusat padukuhan (perguruan spiritual) pada masa
lalu (sebelum zaman kolonial Belanda), sehingga terdapat beberapa pura yang
bernama Pura Dukuh di sekitar wilayah ini (Suardika, wawancara, 8 Desember
2015).
Ashram-ashram lain yang berkembang di sekitar kawasan ini adalah Ashram
Gedong Bagoes Oka di Candidasa, Karangasem dan Ashram Gandhi di Paksebali,
Klungkung. Ashram ini memiliki tempat menghinap, tetapi biasanya hanya untuk
wisman yang berjaringan kegiatan sosial dengan ashram-ashram ini. Karena itu,
ashram ini tidak untuk semua wisman. Wisman yang hanya memiliki jaringan
sosial atau memiliki kegiatan sosial yang sama, yang biasanya tinggal di ashram
ini. Agus Indra Udayana, pemilik Ashram Gandhi di Paksebali, Klungkung
(wawancara, 29 Juli 2014) mengatakan, ashramnya pernah mengajak wisman dari
Jerman, tetapi mereka adalah jaringan sosial ashram. Wisman asal Jerman ini
banyak melakukan kegiatan sosial di Bali. Sisanya, ashram ini biasanya membuat
program remaja yang diikuti oleh pemuda dari berbagai negara.
Agus Indra Udayana menyatakan, ashramnya hanya fokus pada kegiatan
sosial keagamaan. Ashramnya tidak berfungsi bisnis untuk menampung wisman,
tetapi ia tidak menolak kedatangan wisman yang mau mengikuti retreat. Untuk
khusus tujuan bisnis itu, ia menjalin kerjasama dengan Vishrama Puri di Pejeng,
Gianyar. Pusat kegiatan itu dikhususkan untuk wisman, sehingga berisi berbagai
program yang dipublikasikan untuk bisnis akomodasi, makanan, minuman, dan
120
fasilitas lainnya untuk wisman yang tertarik pada spiritual. Vishrama Puri hanya
untuk menarik minat wisman pada kegiatan spiritual. Setelah wisman serius untuk
menjadi pengabdi pada dunia spiritual, wisman ini bisa menjadi jaringan Ashram
Gandhi.
Kegiatan spiritual lainnya yang berada di dekat Muncan berlokasi di Desa
Sidemen. Di desa ini terdapat Cepik Villa Sidemen (Cevikvilla, 2016). Villa ini
mengembangkan yoga, ayurweda, dan cakra massage yang merupakan kombinasi
ayurweda dengan teknik pemijatan Bali. Cepik Villa memiliki satu studio tertutup
yang menampung delapan orang, serta satu tempat terbuka yang menampung 20
orang untuk latihan asana. Villa ini juga memiliki program retreat, yang berisi
asana, meditasi, malukat, dan workshop tentang spiritual (Pemilik Cepik Villa,
Ayu Suciani, wawancara, 15 Mei 2016).
Cepik Villa terdiri dari dua unit bungalow, dua suite bungalow dengan
pemandangan sawah, dan dua suite bungalow dengan pemandangan matahari
terbit. Wisman yang biasanya mengisi villa ini adalah wisman dari Australia, dan
Eropa. Wisman ini kebanyakan telah mengenal yoga di negaranya masing-masing.
Di Cepik Villa, pemiliknya langsung (Ayu Suciani) yang melatih yoga untuk
wisman, tetapi ia berjaringan juga dengan Ananda Marga Ashram untuk
mendatangkan pelatih-pelatih yang memiliki kemampuan lebih.
Di Karangasem, tidak ada izin khusus untuk wellness tourism, perizinannya
hanya baru sebatas hotel, pondok wisata, restoran, dan bar. Karena itu, ashram-
ashram ini masih dipandang sebagai pusat kegiatan spiritual dan kesehatan
sehingga belum masuk ke dalam jasa pariwisata. Potensi Karangasem pada
121
pengembangan spiritual healing terlihat, juga pada hotel di Manggis yang juga
menyediakan fasilitas yoga. Perkembangan di Manggis ini melengkapi
perkembangan di Muncan, Sidemen, dan Candidasa. Kawasan-kawasan
pariwisata lainnya di Karangasem, berpotensi juga untuk menjadi tempat spiritual
healing, tetapi belum berkembang sampai tahun 2016 ini. Sebab, Pemkab
Karangasem masih berfokus pada wisata alam dan budaya, yang mengandalkan
pada keindahan alam, dan tradisi-tradisi lokal yang unik.
4.4.3 Perbandingan Kawasan Ubud dan Muncan
Dari healers yang berkembang sebagai penyedia jasa spiritual healing di
Kawasan Ubud, dan Muncan, tergambar beberapa teknik yang dikembangkan di
kedua kawasan tersebut. Guru Made Sumantra di Ubud menggunakan kombinasi
Bali Yoga yang mengedepankan mudra (gerak tangan) yang menjadi dasar dari
tarian Bali, dengan yoga. Healer Arsana menggunakan kombinasi yoga dengan
dasaksara, Suambara menggunakan gabungan yoga dengan rileksasi tertawa,
Nuriasih menggunakan gabungan mantra, ritual, dan pengobatan herbal yang
sebagian merupakan pengetahuan herbal secara umum di dunia dan Ratu Bagus
menggunakan shaking yang akarnya di Bali diambil dari mitologi wanara petak.
Ratu Bagus menyebutkan tekniknya tersebut sebagai anugrah (paica) dari Ida
Bhatara Gunung Agung sehingga khas Bali, tetapi shaking adalah gerakan yang
sudah sangat terkenal di dunia.
Sebagian besar dari teknik-teknik tersebut merupakan kombinasi, dengan
mempertahankan warna Bali. Ashram Ratu Bagus misalnya yang sangat kental
dengan Bali masih menggunakan istilah shaking yang merupakan istilah dunia.
122
Mantra yang digunakan saat latihan juga masih menggunakan cara melagukan
sesuai gaya India, sebab gaya ini merupakan gaya yang sudah mendunia (Ratu
Bagus, wawancara 5 Mei 2015).
Tabel 4.7 Perkembangan Teknik Spiritual Healing dalam Pariwisata Bali
Di Kawasan Pariwisata Ubud dan Kawasan Muncan
No Teknik Penggolongan Pengembang 1. Yoga Ketawa Penggabungan asana, pranayama,
meditasi, dan rileksasi tertawa Ambar Ashram
2. Kundalini Yoga Penggabungan yoga, pemijatan, dan pengobatan Bali
Ketut Arsana (Ashram Munivara)
3. Bali Yoga Penggabungan mudra, yoga, dan pengobatan Bali
Guru Made Sumantra (Markendya Bali Yoga Ashram)
4. Holistik Healing Penggabungan berbagai cara spiritual healing dunia
Yoga Barn
5. Astrologi Penggabungan astrologi Bali dengan astrologi lainnya
I Ketut Liyer dan son I Nyoman Latra
6. Shaking Penggabungan teknik Shaking (menggetarkan tubuh), pernapasan, mantra, meditasi, dan ritual Bali
Ashram Ratu Bagus
7. Tradisional Healing
Pengobatan tradisional Bali, dengan mantra, ritual, dan bahan alami.
Ni Wayan Nuriasih
Untuk memudahkan klasifikasi, spiritual healing yang berkembang di Bali
digolongkan menjadi beberapa bagian yaitu:
a. Yoga adalah spiritual healing yang menggunakan perpaduan asana,
pranayama, dan meditasi untuk membuka cakra-cakra di dalam tubuh
manusia.
123
b. Tantra adalah spiritual healing yang menggunakan ritual, yantra (simbol),
mudra (gerak tangan) dan mantra untuk membuka cakra-cakra di dalam
tubuh.
c. Gabungan yoga dan tantra adalah spiritual healing yang menggunakan
kombinasi keduanya.
d. Spiritual healing etnik tertentu adalah spiritual healing yang
menggunakan teknik dari etnis tertentu, seperti dari Bali, Afrika, Indian
Amerika, dan yang lainnya.
e. Spiritual healing modern adalah spiritual healing yang menggunakan
kombinasi dengan teknik-teknik pengobatan modern, seperti psikoteraphi
dan sejenisnya.
Jenis-jenis healing ini telah berkembang menjadi usaha jasa pariwisata pada
kedua kawasan, tetapi Kawasan Pariwisata Ubud lebih maju dalam
mengembangkan spiritual healing dibandingkan Kawasan Muncan. Daya Tarik
spiritual healing di Kawasan Pariwisata Ubud lebih bervariasi, yaitu guru
spiritual, budaya, dan alam yang merupakan komponen pokok, sedangkan
Kawasan Muncan, Karangasem hanya memiliki daya tarik guru spiritual. Budaya
dan alam di Kawasan Muncan, hanyalah pendukung. Di Ubud, fasilitas spiritual
healing juga lebih bervariasi, dari hotel berbintang sampai rumah-rumah
penduduk, sedangkan di Muncan hanya pada Ashram Ratu Bagus. Kawasan
Pariwisata Ubud juga lebih mudah terakses, dibandingkan Kawasan Muncan.
Kawasan Pariwisata Ubud juga lebih terpromosi sebagai pusat spiritual healing di
Bali, dibandingkan Kawasan Muncan.
124
Perbandingan Spiritual Healing di Kawasan Pariwisata Ubud dan Muncan
dapat digambarkan dalam Tabel 4.8 sebagai berikut:
Tabel 4.8 Perbandingan Potensi Spiritual Healing
di Kawasan Pariwisata Ubud, dan Kawasan Muncan
No Klasifikasi Ubud Muncan 1. Guru Spiritual Citra Pendukung Citra Utama 2. Budaya Citra Utama Citra Pendukung 3. Alam Citra Utama Citra Pendukung 4. Fasilitas Bervariasi Ashram Ratu
Bagus 5. Transportasi Publik dan Privat Privat
Pengembangan spiritual healing di Ubud dan Muncan sebagian besar
mengikuti mengikuti pola India (Carney, 2007; Maddox, 2014) yaitu pola
langsung bersentuhan dengan wisman, sehingga pusat pelayanan langsung
menjadi pusat bisnis. Pola Thailand (Schedneck, 2014) dilakukan Arsana dengan
membedakan wisman yang serius dan wisman yang hanya mencoba. Untuk
wisman yang serius, ia mengembangkan Ashram Munivara, sedangkan wisman
yang hanya mencoba disediakan Omham Retreat. “Saya kasi manisan dulu,
biasanya setelah itu mereka pasti datang sebagai pengikut jalan spiritual” (Arsana,
wawancara 28 Juli 2015).
Ashram Gandhi di Paksebali, Klungkung juga mengikuti pola ini. Ashram ini
menjalin kerjasama dengan Vishrama Puri untuk wisman yang mau mencoba,
sedangkan wisman yang serius dapat bergabung dengan Ashram Gandhi. Pola ini
berusaha membedakan wilayah bisnis dan wilayah spiritual yang sesungguhnya,
sehingga jelas mana yang harus bertarif dan mana yang hanya memungut
125
sumbangan (dana punia). “Kami di sini full untuk pengabdian sosial, sedangkan
Vishrama Puri untuk kepentingan wisman yang mau berkenalan” (Udayana,
wawancara, 29 Juli 2014).
Pola langsung yang diterapkan Ashram Ratu Bagus dan pusat-pusat spiritual
lainnya di Ubud berpotensi menimbulkan bisnis spiritual, seperti munculnya
fenomena condo-ashram di Vrindavan, India (Carney, 2007). Fenomena condo-
ashram adalah fenomena menjadikan ashram sebagai tempat bisnis yang hanya
menampung wisman kelas menengah, yang belum tentu merupakan pengikut jalan
spiritual. Wisman seperti ini bisa jadi hanya sekedar mencoba untuk hanya
menikmati suasana yang berbeda. Fenomena ini memiliki kecenderungan
komersialisasi ashram secara lebih terbuka. Fenomena ini mengkhawatirkan sekali
bagi budaya spiritual yang sedang tumbuh di Bali.