bab iv data dan hasil penelitian 4.1 morfometri · pdf fileartinya meskipun lokasi tersebut...
TRANSCRIPT
40
BAB IV
DATA DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Morfometri Sesar Lembang
Dalam melakukan pengolahan data penulis membagi daerah penelitian menjadi 2
(dua), yaitu blok utara (hangingwall) dan blok selatan (footwall) yang dibatasi
oleh gawir sesar (fault scrap) dari Sesar Lembang. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah dalam menganalisis tingkat aktivitas tektonik yang akan tercermin
dari morfologi maupun bentuk DAS dari kedua blok tersebut (Gambar 4.1).
Hanya ada beberapa pengolahan data dilakukan dengan menggabungkan blok
utara dan blok selatan.
Gambar 4.1. Kenampakan Sesar Lembang dari Peta SRTM, memperlihatkan morfologi yang sangat jelas yaitu perbedaan tinggi gawir sesar antara bagian timur dan bagian barat.
G. Tangkubanparahu G. Burangrang
Lembang
Gawir Sesar Lembang (Timur)
Blok Utara
T BGawir Sesar Lembang (Barat)
Blok Selatan
41
4.1.1 Kurva Hipsometrik (hypsometric curve)
Perhitungan kurva hipsometrik dilakukan pada subdas yang berada di sepanjang
Sesar Lembang baik blok utara maupun blok selatan. Keseluruhan subdas yang
dihitung berjumlah 21 lokasi (Gambar 4.2).
Hasil perhitungan dan penggambaran kurva hipsometrik dari seluruh lokasi
subdas (blok selatan dan blok utara Sesar Lembang) menunjukkan bentuk kurva
hipsometrik dengan stadia morfologi menengah/remaja dan tua. Grafik stadia
menengah/remaja ditunjukkan dengan bentuk kurva menyerupai huruf S atau
garis lurus mendekati garis diagonal. Persamaan untuk garis diagonal adalah
x+y=1, dimana nilai x dan y maksimum adalah 1.
Stadia tua ditunjukkan dengan bentuk kurva cekung ke arah bawah dengan
perubahan nilai x, y yang kecil. Semakin tua maka kurva yang terbentuk semakin
cekung dengan titik pusat lengkungan kurva mendekati nol dan menjauhi garis
diagonal. Kurva tersebut terbentuk karena semakin ke bawah (ke arah muara)
pertambahan nilai x semakin besar. Pada lokasi dengan stadia tua
memperlihatkan rata-rata nilai x yang kecil pada bagian hulu. Awal mula
lengkungan kurva hipsometrik stadia tua rata-rata berada pada titik y=0,5 atau di
bawahnya dan nilai x<0,2, sehingga kurva yang terbentuk selalu jauh di bawah
garis diagonal. Hal ini terjadi jika erosi yang terjadi jauh lebih besar daripada
pengangkatan sehingga bentuk morfologi DAS relatif datar (lokasi 4, 5, 6, 7, 8,
12 dan 14).
Stadia menengah ditunjukkan oleh kurva yang melalui atau mendekati titik x,y
pada tengah garis diagonal (x=y=0,5). Pada lokasi stadia menengah/remaja
memperlihatkan perubahan nilai x dan y hampir sama besarnya sehingga kurva
yang terbentuk mendekati garis diagonal. Titik lengkungan kurva menunjukkan
nilai y=>0,5 dan x>0,2. Morfologi DAS seperti ini terbentuk oleh pengaruh
tingkat erosi dan pengangkatan yang besarnya sebanding (lokasi 1, 2, 3, 9, 10, 11,
13, 15, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21).
42
Hasil perhitungan kurva hipsometrik pada Sesar Lembang menunjukkan adanya
perbedaan stadia morfologi pada blok utara sesar. Lokasi 1, 2, 3 dan 9 termasuk
tingkat stadia morfologi menengah/remaja walaupun memperlihatkan sedikit
perbedaan dari kurva hipsometriknya. Artinya meskipun lokasi tersebut masuk
kategori stadia yang sama tetapi ada sedikit perbedaan morfologi yang terbentuk.
Lokasi 1 dan 9 memperlihatkan kurva hipsometrik dengan nilai y yang tinggi dan
nilai x kecil (<0,1) sehingga kurva terlihat turun sampai pada kisaran y=0,5.
Selanjutnya kurva berubah agak landai mengikuti pertambahan nilai x yang
tinggi. Kemudian kurva melengkung ke bawah seiring dengan pertambahan nilai
x yang kecil kembali. Hal ini terjadi pada daerah (DAS) dengan kemiringan pada
bagian hulu yang curam kemudian berubah landai di bagian tengah dan sedikit
curam pada bagian muara. Sedangkan pada lokasi 2 dan 3 memperlihatkan kurva
hipsometrik dengan lengkungan mendekati garis diagonal. Dari lengkungan
kurva hipsometrik, lokasi ini masuk stadia menengah mendekati tua karena
lengkungan kurvanya relatif agak dalam menjauhi garis diagonal. Lokasi ini
berada pada DAS dengan kemiringan (slope) yang hampir sama dan tidak terlalu
curam mulai dari hulu sampai ke muara sehingga pertambahan nilai y dan x
hampir seimbang.
Lokasi 4, 5, 6, 7 dan 8 termasuk tingkat stadia morfologi tua. Kurva
hipsometriknya memperlihatkan lengkungan di bawah garis diagonal dengan
pertambahan nilai x dan y relatif kecil. Pertambahan nilai x yang kecil membuat
lengkungan kurva merapat tidak lebih dari x=0,1 sampai nilai y=>0,5. Setelah itu
baru kurva melengkung seiring dengan pertambahan nilai x memperlihatkan
bentuk kurva hampir datar. Kurva ini merupakan refleksi dari bentuk ataupun
morfologi DAS yang landai hampir mendekati datar dengan relief relatif halus.
Sedangkan pada blok selatan lokasi 10, 11, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21
memperlihatkan kurva hipsometrik termasuk dalam kategori morfologi stadia
menegah hanya pada lokasi 12 dan 14 masuk dalam stadia tua. Meskipun lokasi
10, 11, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21 masuk ke dalam kategori stadia yang
43
sama (stadia menengah/remaja), tetapi dari lengkungan kurva memperlihatkan
adanya perbedaan. Grafik hipsometrik pada lokasi 10, 11, 16, 20 dan 21
memperlihatkan bentuk kurva melengkung menyerupai huruf S. Sedangkan
lokasi 13, 15, 17, 18, dan 19 memperlihatkan kurva yang hampir lurus dengan
garis diagonal. Bentuk kurva seperti ini hanya diperoleh jika pertambahan nilai x
dan y sama. Nilai tadi dapat dicerminkan oleh topografi DAS dengan
pertambahan elevasi yang hampir sama mulai dari hulu sampai ke muara.
Pada gambar 4.2 memperlihatkan adanya suatu pola yang dibentuk oleh
perbedaan tingkat stadium morfologi. Pada blok utara bagian barat
memperlihatkan adanya batas pola diantara lokasi 3 dan 4. Selanjutnya pada
bagian timur batas pola berada pada lokasi 8 dan 9. Batas tersebut merupakan
batas antara stadia menengah/remaja dan stadia tua. Pada bagian barat, lokasi 1, 2
dan 3 merupakan lokasi dengan tingkat morfologi masuk ke dalam stadia
menengah/remaja, sedangkan pada bagian timur stadia menegah/remaja berada
pada lokasi 9. Selanjutnya, lokasi 4, 5, 6, 7 dan 8 masuk kedalam stadia tua pada
blok utara.
Pada blok selatan, pola ini terlihat lebih kompleks yang dibatasi oleh empat batas.
Keempat batas tersebut semuanya berada di bagian barat blok selatan. Batas
pertama berada antara lokasi 11 dan 12, batas kedua antara lokasi 12 dan 13,
batas ketiga antara lokasi 13 dan 14 dan batas keempat berada diantara lokasi 14
dan 15. Batas-batas tersebut memperlihatkan pola tertentu dan merupakan batas
antara stadium menengah/remaja dan tua pada blok selatan.
44
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
1. st
adia
m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
2. st
adia
m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A3. st
adia
m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
4. st
adia
tua
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
5. st
adia
tua
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
6. st
adia
tua
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
7. st
adia
tua
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
8. st
adia
tua
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A9. st
adia
m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
13. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
14. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
15. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
16. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
17. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
18. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
19. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
20. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
21. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
Gam
bar 4
.2.
Peta
lok
asi
dan
graf
ik
hasi
l per
hitu
ngan
kur
va
hips
omet
rik
yang
m
empe
rliha
tkan
tin
gkat
st
adiu
m
mor
folo
gi.
Gar
is
mer
ah
putu
s-pu
tus
mer
upak
an b
atas
tin
gkat
st
adiu
m
mor
folo
gi.
(hija
u=st
adia
tu
a,
mer
ah=
stad
ia
men
enga
h/re
maj
a).
Gar
is
mer
ah
putu
s-pu
tus
mer
upak
an
bata
s sta
dium
.
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
10. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
11. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
12.
stad
ia tu
a
45
Gambar 4.3 memperlihatkan lokasi perhitungan kurva hipsometrik di sebelah
utara, timur dan barat dari puncak G. Tangkubanparahu. Ini dilakukan untuk
mengetahui kurva hipsometrik yang dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik.
Hasilnya akan menjadi pembanding dengan kurva hipsometrik yang tidak
terpengaruh oleh aktivitas vulkanisme.
Kurva hipsometrik pada lokasi G. Tangkubanparahu memperlihatkan tingkat
stadia tua (lokasi 26, 27, 28, 29, 30, 31, 35, 36, 37, 38) dan beberapa stadia
menengah/remaja (lokasi 23, 24, 25, 32, 33, 34). Hampir seluruh lokasi
perhitungan yang menunjukkan stadia tua disusun oleh batuan vulkanik muda
yang tidak resistan (Silitonga, 2003). Produk vulkanik yang tidak resistan
menyebabkan relief topografi di sekitar puncak G. Tangkubanparahu menjadi
halus. Sedangkan lokasi perhitungan yang menunjukkan stadia menengah/remaja
disusun oleh batuan vulkanik lebih tua sisa dari G. Sunda yang lebih resistan
sehingga memperlihatkan relief agak kasar.
Tingkat stadia morfologi di zona Sesar Lembang sangat dipengaruhi oleh
material vulkanik yang muda dari G. Tangkubanparahu yang menutupi daerah
tersebut. Hal ini pula yang menyebabkan sebagian besar daerah Sesar Lembang
baik blok utara maupun blok selatan bagian barat terlihat reliefnya lebih halus
dibandingkan dengan bagian timur dari blok selatan (lokasi 4, 5, 6, 7, 8, 12 dan
14)(Gambar 4.2).
46
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
23. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
24. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/Hx
: a/A
25. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
26. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
27. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
28. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
29. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
30. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
31. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
32. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A33. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
34. s
tadi
a m
enen
gah/
rem
aja
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
35. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/Hx
: a/A
36. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
37. s
tadi
a tu
a
0
0.51
00.
51
y : h/H
x : a
/A
38. s
tadi
a tu
a
Gam
bar 4
.3.
Gra
fik y
ang
men
ggam
bark
an k
urva
hip
som
etrik
ya
ng te
rleta
k di
seb
elah
uta
ra, b
arat
dan
tim
ur d
ari
punc
ak
G.
Tang
kuba
npar
ahu.
(m
erah
=sta
dia
men
enga
h/re
maj
a, h
ijau=
tua)
.
47
4.1.2 Asimetri Cekungan Pengaliran (drainage basin asymmetry)
Metode ini telah diterapkan untuk analisis tektonik aktif di pantai Pasifik Costa
Rica, daerah Nicoya Peninsula dan analisis kemiringan di teluk Mississippi
(Keller dan Pinter, 1996). Dari nilai AF dapat diperoleh informasi yang lebih
detil mengenai daerah yang dipengaruhi oleh gaya pengangkatan yang terbesar
ataupun yang mengalami penurunan. Analisis itu dapat diperoleh dengan
membuat penampang arah kemiringan DAS sesuai besarnnya nilai AF. Hal ini
dilakukan penulis untuk mengetahui bagian mana di sepanjang Sesar Lembang
yang mengalami pengangkatan terbesar ataupun penurunan. Selain itu, data ini
dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam menentukan segmentasi dari
Sesar Lembang.
Hasil perhitungan AF pada 21 subdas (Tabel 4.1) yang terletak di blok utara
maupun blok selatan Sesar Lembang memperlihatkan adanya proses tektonik
yang terjadi di daerah tersebut. Gambaran dari nilai asimetri cekungan pengaliran
ini (nilai AF) sangat penting untuk menentukan mekanisme dan segmentasi sesar
(Gambar 4.4).
Tabel 4.1. Perhitungan asimetri cekungan pengaliran (AF)
No. Ar(km²) At (km²)
Asymmetry Factor (AF)
No. Ar(km²)
At (km²)
Asymmetry Factor (AF)
1 3.576 6.496 55.05 12 2.534 6.338 39.982 7.012 12.09 58.00 13 2.204 7.281 30.213 5.47 8.411 65.03 14 1.815 4.284 42.374 3.342 5.079 65.80 15 3.988 7.688 51.875 4.55 7.414 61.37 16 6.633 9.038 73.396 5.707 8.152 70.01 17 9 11.3 79.657 16 35.4 45.73 18 4.175 5.885 70.948 8.022 15.13 53.02 19 1.13 2.651 42.63 9 11.8 23.03 51.24 20 10.74 17.73 60.58
10 1.399 2.608 53.64 21 3.979 5.059 78.6511 1.853 3.251 57.00
48
55,05 58,00 65,03 65,80 61,37 70,01 53,02 51,24
45,73
1 2 3 4 5 6 7 8 9
53,64 57,00 51,87 73,39 79,65 70,40 60,58 78,65
39,98 30,21 42,37 42,63
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Gambar 4.4. 1) Peta perhitungan asimetri cekungan dengan nilai Asymmetry Factor (AF), 2) Ilustrasi penampang proses tektonikyang terjadi pada blok utara dan selatan Sesar Lembang.
2
50 50
100
75
25
0
55,0558,00 65,03 70,01 45,73
53,0251,24
57,00
39,98 30,21
42,3751,87
73,3979,65
70,9442,63
78,65
60,58
65,80
A
B
C
D
Lembang
53,64
61,371
Nilai AF dan arah kemiringan DAS
49
Pada blok utara nilai AF pada lokasi 1, 2, 8 dan 9 (Gambar 4.4) menunjukkan
nilai di atas 50 dan tidak lebih dari 60. Lokasi 8 dan 9 nilainya justru mendekati
50. Nilai AF lebih besar 50 pada lokasi di atas menunjukkan bahwa daerah
sebelah kanan sungai utama pada subdas tersebut lebih luas daripada bagian kiri
walaupun tidak terlalu besar dan DAS ini memiliki kemiringan ke arah kiri.
Sedangkan pada lokasi 3, 4, 5 dan 6 mempunyai nilai AF di atas 50 dan lebih
besar dari 60 artinya pada DAS ini mempunyai luas daerah bagian kanan sungai
utama lebih besar dibandingkan dengan bagian kiri dan mempunyai kemiringan
ke arah kiri dengan slope yang lebih besar dibandingkan dengan lokasi 1, 2, 8 dan
9. Pada blok utara hanya satu lokasi yang mempunyai nilai lebih kecil dari 50,
artinya subdas tersebut mempunyai kemiringan berbeda dengan lokasi lainnya
yaitu ke arah kanan dengan luas daerah bagian kanan sungai utama lebih kecil
daripada bagian kiri (lokasi 7).
Pada blok selatan Sesar Lembang nilai yang berada jauh di atas 50 (>60) berada
pada lokasi 16, 17, 18, 20 dan 21, artinya subdas tersebut mempunyai kemiringan
tektonik yang cukup besar ke arah kiri dengan luas daerah bagian kanan sungai
utama lebih besar dibandingkan bagian kiri. Sedangkan lokasi 12 dan 13
mempunyai nilai jauh di bawah 50 (<40) sehingga memperlihatkan adanya
kemiringan subdas yang cukup besar ke arah kanan dengan luas daerah bagian
kanan sungai utama jauh lebih kecil dibandingkan dengan bagian kiri. Pada
lokasi 10 dan 15 mempunyai nilai AF kurang dari 50 dan justru mendekati 50,
artinya kemiringan subdas yang terbentuk relatif kecil dan mendekati datar
dengan sungai utama hampir berada di tegah subdas (cekungan simetri).
Berdasarkan nilai AF dan arah kemiringan DAS di sepanjang Sesar Lembang
memperlihatkan adanya pola tertentu (Gambar 4.4). Batas pola merupakan batas
nilai AF > 50 dengan nilai AF < 50 dan juga arah kemiringan DAS. Pada blok
utara ada dua batas, dimana batas yang pertama berada diantara lokasi 6 dan 7,
sedangkan batas kedua diantara lokasi 7 dan 8.
50
Pada blok selatan, pola ini dibatasi oleh empat batas. Batas pertama antara lokasi
11-12, kedua antara lokasi 14-15, ketiga antara lokasi 18-19, dan batas keempat
antara lokasi 19-20. Pola-pola tadi akan lebih nampak jelas terlihat pada ilustrasi
penampang berdasarkan nilai AF. Penampang dengan arah kemiringan DAS pada
blok selatan memperlihatkan adanya pusat pengangkatan sebagai daerah yang
dapat diinterpretasikan paling aktif secara tektonik. Sedangkan pada blok utara
pengangkatan ini bisa juga dipengaruhi oleh aktivitas vulkanisme.
Pada blok utara bagian barat terlihat adanya suatu pengangkatan dengan pusatnya
berada di sekitar lokasi 1. Sedangkan bagian yang mengalami penururnan
pusatnya terlihat ada pada bagian tengah (lokasi 6 dan 7). Pada bagian timur dari
blok utara terlihat nilai AF relatif mendekati 50 sehingga terlihat kemiringan
DAS yang hampir datar. Pada blok selatan pengangkatan terbesar terlihat di
bagian barat dengan pusatnya berada disekitar lokasi 14 dan 15. Sedangkan
bagian yang mengalami penurunan pusatnya terlihat pada bagian tengah (lokasi
18 dan 19). Pola inilah yang akan menjadi salah satu dasar pembagian tingkat
keaktifan dan segmen sesar pada Sesar Lembang.
4.1.3 Perbandingan lebar dasar lembah dan tinggi lembah (ratio of valley
floor width to valley height)
Lokasi perhitungan perbandingan lebar dasar lembah dan tinggi lembah (nilai Vf)
pada Sesar Lembang dilakukan pada lembah sungai mulai dari hulu sampai ke
muara dan menyebar dari barat ke timur (Gambar 4.5).
Peta SRTM memperlihatkan lembah-lembah curam dan sempit yang terbentuk di
sepanjang zona Sesar Lembang dan bentuk ini akan tercermin dari nilai Vf.
Seluruh perhitungan menunjukkan nilai Vf sangat kecil berkisar dari 0,1 sampai
1.5 artinya sungai-sungai yang terbentuk di sepanjang Sesar Lembang rata-rata
memiliki topografi lembah yang curam dangan lebar lembah yang sempit. Di
beberapa lokasi menunjukkan nilai di atas 3, artinya sungai yang terbentuk
memiliki lebar lembah lebih besar dibandingkan dengan ketinggian lembah.
51
Gam
bar 4
.5.
Peta
yan
g m
enun
jukk
an lo
kasi
per
hitu
ngan
per
band
inga
nle
bar d
an ti
nggi
lem
bah
pada
Ses
ar L
emba
ngya
ng
diov
erla
pde
ngan
Pet
a G
eolo
gi D
aera
h B
andu
ng d
an se
kita
rnya
(Sili
tong
a, 2
003)
.
Ses
ar L
emba
ng
52
Gam
bar 4
.6.
Gra
fik h
asil
perh
itung
an p
erba
ndin
gan
leba
r da
sar
lem
bah
deng
an t
ingg
i le
mba
h pa
da s
unga
i ya
ng
berh
ulu
di u
tara
Ses
ar L
emba
ng
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
-120
00-1
0000
-800
0-6
000
-400
0-2
000
020
0040
0060
0080
00
Nilai Vf
Jara
k (m
)
Sung
ai 1
Sung
ai 2
Sung
ai 3
Sung
ai 4
Sung
ai 5
Sung
ai 6
Sung
ai 7
Sung
ai 8
Sung
ai 9
Uta
ra
Sesa
r L
emba
ng
Sela
tan
53
Gam
bar 4
.7.
Gra
fik h
asil
perh
itung
an p
erba
ndin
gan
leba
r da
sar
lem
bah
deng
an t
ingg
i le
mba
h pa
da s
unga
i ya
ng
berh
ulu
di se
lata
n Se
sar L
emba
ng.
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
010
0020
0030
0040
0050
0060
0070
0080
0090
00
Nilai Vf
Jara
k (m
)
Sung
ai 1
0
Sung
ai 1
1
Sung
ai 1
2
Sung
ai 1
3
Sung
ai 1
4
Sung
ai 1
5
Sung
ai 1
6
Sung
ai 1
7
Sung
ai 1
8
Sesa
r L
emba
ng
Uta
raSe
lata
n
54
Grafik perhitungan perbandingan lebar dasar lembah dan tinggi lembah
memperlihatkan adanya suatu pola berupa perubahan nilai yang semakin kecil
ketika sungai memotong gawir Sesar Lembang (Lokasi 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9).
Nilai tersebut merefleksikan adanya lembah yang curam dan dalam akibat sungai
mengerosi bagian dasar pada blok selatan. Selanjutnya nilai Vf bertambah besar
setelah melewati gawir sesar menuju muara. Hal ini tentunya berhubungan
dengan aktivitas tektonik yang terjadi pada Sesar Lembang.
Pada lokasi 4, 5, 6, 7 menunjukkan nilai yang besar pada bagian hulu mendekat
puncak G. Tangkubanparahu. Ini terjadi akibat material vulkanik yang cukup
tebal sehingga menjadikan daerah tersebut relatif landai dengan relief yang halus.
Pada sungai dengan hulu berada di gawir sesar blok selatan menunjukkan nilai Vf
yang kecil. Pada bagian barat blok selatan nilai tersebut merupakan respon dari
lembah yang curam dan dalam dengan lebar lembah yang sempit akibat erosi
vertikal yang jauh lebih besar daripada erosi horizontal. Proses ini akan terjadi
pada daerah yang mengalami pengangkatan yang besar, dan hal ini terjadi di
bagian barat blok selatan. Sedangkan di bagian timur terutama lokasi 17 dan 18,
nilai Vf yang kecil lebih dipengaruhi oleh faktor litologi pada daerah tersebut
yang lebih keras dan lebih resistan (breksi dan lava). Faktor litologi menjadikan
bagian lembah sungai pada daerah ini terlihat curam dengan lebar lembah yang
sempit.
4.1.4 Indeks gradien panjang sungai (stream length gradient index)
Perhitungan indeks gradien panjang sungai (SL) dilakukan sebanyak 18 lokasi
subdas tersebar di sepanjang Sesar Lembang (Gambar 4.8). Perhitungan
dilakukan pada sungai utama. Nilai SL setiap sungai memperlihatkan adanya
perbedaan nilai tergantung dari kemiringan (slope) sungai dan batuan penyusun
dasar sungai tersebut.
55
Gam
bar 4
.8.
Peta
yan
g m
enun
jukk
an lo
kasi
per
hitu
ngan
inde
ks g
radi
en p
anja
ng s
unga
i (SL
)yan
g di
over
lap
deng
an
Peta
Geo
logi
Dae
rah
Ban
dung
dan
seki
tarn
ya (S
ilito
nga,
200
3).
Ses
ar L
emba
ng
56
Pada blok utara bagian barat Sesar Lembang memperlihatkan nilai SL yang
bervariasi dari rendah dan langsung tinggi kemudian turun lagi, hal ini sangat
dipengaruhi oleh kemiringan (slope) dari sungai tersebut (Tabel 4.2 dan Gambar
4.9). Penampang gradien sungai pada lokasi 1, 3, 4, 7 dan 8 memperlihatkan
kemiringan yang curam namum tidak terlihat adanya suatu anomali. Ini terjadi
karena litologi penyusun di lokasi tersebut sama dan tidak ada struktur yang
mempengaruhinya. Penampang sungai lokasi 5 dan 6 memperlihatkan adanya
kemiringan sungai yang curam kemudian landai (elevasi 1600 m - 1700 m).
Perbedaan kemiringan ini akan tercermin pula dari nilai SL yang tinggi kemudian
turun secara drastis (Gambar 4.9). Perbedaan kemiringan dan nilai SL yang tegas
merupakan suatu anomali kemungkinan akibat adanya suatu struktur yang
mempengaruhi alur sungai tersebut. Selain itu, anomali pada penampang sungai
terdapat pula pada lokasi 2 dan 9 (elevasi 900 m – 1100 m) dengan perubahan
nilai SL yang mencolok, ini diakibatkan adanya struktur berupa Sesar Lembang
yang mempengaruhi pola aliran sungai tersebut (Gambar 4.12).
Tabel 4.2. Perhitungan indeks gradien panjang sungai (SL) di lokasi 5
NO. ������� ������� ��������� L (m) SL 5 100 1993.4 0.050 12322.2 618
100 2257 0.044 12322.2 546100 2430 0.041 12322.2 507100 1659 0.060 12322.2 743100 812.1 0.123 12322.2 1,517100 498 0.201 12322.2 2,474100 266.4 0.375 12322.2 4,625100 1302 0.077 12322.2 946100 545.4 0.183 12322.2 2,259100 326.8 0.306 12322.2 3,771100 232.1 0.431 12322.2 5,309
57
Gambar 4.9. Grafik perhitungan indeks gradien panjang sungai dengan nilai SL di lokasi 5 (Bagian barat Sesar Lembang).
Pada lokasi 7, 8 dan 9 yang terletak di blok utara bagian timur sesar
memperlihatkan nilai SL dengan kenaikan yang stabil mulai dari muara ke hulu.
Pada lokasi ini kemiringan (slope) relatif kecil dan interval kontur pada sungai
utama relatif renggang sehingga kenaikan nilai SL-nya kurang bervariasi. Hanya
pada elevasi 1000-1100 m terlihat ada penurunan nilai yang drastis kemudian
naik kembali secara teratur. Gejala ini diakibatkan adanya struktur Sesar
Lembang yang mempengaruhi sungai-sungai di lokasi tadi.
Tabel 4.3. Perhitungan indeks gradien panjang sungai (SL) di lokasi 7
NO. ������� ������� ��������� L (m) SL 7 100 2181 0.046 14120.3 647
100 4890 0.020 14120.3 289100 2090 0.048 14120.3 676100 1392 0.072 14120.3 1,014100 1112 0.090 14120.3 1,270100 953.8 0.105 14120.3 1,480100 836.8 0.120 14120.3 1,687100 664.7 0.150 14120.3 2,124
618546
507743
1517
2474
4625946
2259
3771
5309
900100011001200130014001500160017001800190020002100
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 13000
Elev
asi (
m)
Jarak (m)
618 546 507 743 1,517 2,474 4,625 946 2,259 3,771 5,309
58
Gambar 4.10. Grafik perhitungan indeks gradien panjang sungai dengan nilai SL di di lokasi 7 (blok utara bagian timur Sesar Lembang).
Sedangkan pada blok selatan Sesar Lembang memperlihatkan nilai SL dengan
kenaikan yang stabil, artinya kemiringan sungai dari muara ke hulu (utara-
selatan) tidak terlalu curam dan tidak adanya struktur ataupun perbedaan litologi
yang mempengaruhinya (Tabel 4.4 dan Gambar 4.11). Litologi penyusun blok
selatan Sesar Lembang terbagi menjadi dua. Bagian barat berupa tuf pasiran dan
timur terdiri dari breksi, lava dan lahar yang lebih resistan (Silitonga, 2003),
sehingga kemiringan sungainya juga mempelihatkan bahwa bagian timur (Lokasi
13 sampai 18) lebih curam dibanding bagian barat (Lokasi 10, 11, dan 12). Dari
data ini menjadi tidak aneh kalau bagian timur pada blok selatan Sesar Lembang
nilai SL-nya jauh lebih besar dibandingkan dengan bagian barat (Tabel 4.5 dan
Gambar 4.12).
Tabel 4.4. Perhitungan indeks gradien panjang sungai (SL) di lokasi 12
NO. ������� ������� ��������� L (m) SL12 100 2712 0.037 6466.6 238
100 1596.1 0.063 6466.6 405100 1326.3 0.075 6466.6 488100 832.2 0.120 6466.6 777
647
289676
1014
1270
1480
1687
2124
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
1900
-2000 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000
Elev
asi (
m)
Jarak (m)
647289 676 1,014 1,270 1,480 1,687 2,124
59
Gambar 4.11. Grafik perhitungan indeks gradien panjang sungai dengan nilai SL di di lokasi 12 (blok selatan bagian barat Sesar Lembang).
Penampang gradien sungai pada gambar 4.11 tidak memperlihatkan adanya suatu
anomali dengan kemiringan sungai yang relatif landai. Hal ini nampak pula dari
kenaikan nilai SL-nya yang relatif stabil.
Sedangkan pada gambar 4.12, penampang gradien sungai memperlihatkan
adanya anomali pada elevasi 1300 m – 1400 m yang tercermin pula dari nilai SL
yang menurun secara tajam (Tabel 4.5).
Tabel 4.5. Perhitungan indeks gradien panjang sungai (SL) di lokasi 17
NO. ����(m) ������� ��������� L (m) SL17 100 2523 0.040 8514.6 337
100 1572 0.064 8514.6 542100 801.6 0.125 8514.6 1062100 659.9 0.152 8514.6 1290100 589.2 0.170 8514.6 1445100 551.4 0.181 8514.6 1544100 1116 0.090 8514.6 763100 417.8 0.239 8514.6 2038100 283.7 0.352 8514.6 3001
238
405
488
777
700
800
900
1000
1100
1200
1300
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Elev
asi (
m)
Jarak (m)
238405 488 777
60
Gambar 4.12. Grafik perhitungan indeks gradien panjang sungai dengan nilai SL di di lokasi 17 (blok selatan bagian timur Sesar Lembang).
Selain lokasi 17, ada beberapa penampang sungai yang memperlihatkan adanya
suatu anomali yang nampak dari perbedaan elevasi dan nilai SL-nya. Penampang
14 memperlihatkan adanya anomali pada elevasi 1100 m – 1200 m walaupun
disusun oleh litologi yang sama.
Gambar 4.13 memperlihatkan grafik gradien sungai dimana ada beberapa grafik
yang memperlihatkan anomali berupa pelengkungan secara tegas yang akan
berkorelasi dengan perubahan nilai SL. Perubahan tersebut diakibatkan oleh
pengaruh adanya struktur geologi ataupun perbedaan litologi yang resistan
dengan yang tidak resistan. Hal ini sangat nampak jelas pada gradien sungai yang
terpotong oleh Sesar Lembang. Pada lokasi tersebut ditunjukkan dengan elevasi
sungai yang terjal kemudian secara tiba-tiba berubah landai (lokasi 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8 dan 9).
Hasil perhitungan nilai indeks gradien panjang sungai (SL) di sepanjang zona
Sesar Lembang memperlihatkan adanya perbedaan karakteristik sungai yang
terjadi di blok utara dan blok selatan Sesar Lembang. Pada blok utara bagian
barat memperlihatkan sungai yang lebih curam dibandingkan dengan sungai yang
berada di bagian timur. Sedangkan pada blok selatan, sungai yang berada di
bagian timur terlihat lebih curam dibandingkan dengan bagian barat.
Karakteristik ini terbentuk akibat adanya pengaruh tektonik dan juga perbedaan
litologi pada daerah tersebut (Gambar 4.13).
337542
10621290
14451544
7632038
3001
700800900
10001100120013001400150016001700
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Elev
asi (
m)
Jarak (m)
337542106212901445154476320383001
61
Gam
bar 4
.13.
Gra
fik in
deks
gra
dien
pan
jang
sung
ai d
i sep
anja
ng S
esar
Lem
bang
.
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
1900
2000
2100
-900
0-8
000
-700
0-6
000
-500
0-4
000
-300
0-2
000
-100
00
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
1000
011
000
1200
0
Elevasi (m)
Jara
k (m
)
Loka
si 1
Loka
si 2
Loka
si 3
Loka
si 4
loka
si 5
Loka
si 6
Loka
si 7
Loka
si 8
Loka
si 9
Loka
si 1
0
Loka
si 1
1
Loka
si 1
2
Loka
si 1
3
Loka
si 1
4
Loka
si 1
5
Loka
si 1
6
Loka
si 1
7
Loka
si 1
8
Sung
ai-s
unga
i yan
g m
enga
lir
di b
lok
sela
tan
Sesa
r Lem
bang
Sung
ai-s
unga
i yan
g m
enga
lir
di b
lok
utar
a Se
sar L
emba
ngSe
sar
Lem
bang
SU
62
4.2 Stratigrafi Sagpond Sesar Lembang
Penulis melakukan pengambilan data stratigrafi sagpond dengan menggunakan
bor tangan di beberapa lokasi di sepanjang Sesar Lembang, yaitu di Desa
Panyandakan, Desa Panyairan, Graha Puspa dan Desa Cibodas (Gambar 4.14).
Penentuan lokasi pengamatan sagpond didasarkan pada aspek morfologi dan
lokasi tersebut dapat mewakili daerah sepanjang Sesar Lembang.
Gambar 4.14. Blok diagram yang memperlihatkan lokasi pengamatan stratigrafi sagpond di sepanjang Sesar Lembang dioverlap dengan Peta Geologi Daerah Bandung dan sekitarnya (Silitonga, 2003).
Panyandakan
PanyairanGraha Puspa
Cibodas
Lokasi pengamatan sagpond
63
� Stratigrafi di daerah Desa Panyandakan, Cisarua
Pengambilan data stratigrafi dilakukan di Desa Panyandakan, Cisarua. Lokasi ini
berada pada lembah di belakang gawir Sesar Lembang dengan lebar lembah
utara- selata sekitar 150 meter. Lokasi ini merupakan kebun palawija sehingga
tanah bagian atas sudah relatif keras (Gambar 4.15).
Dari hasil pengeboran diperoleh data stratigrafi yang dapat digolongkan ke dalam
tiga satuan (Gambar 4.16), yaitu:
� Satuan tanah bagian atas (top soil) mempunyai ciri fisik berwarna coklat,
lanauan, lembek sampai agak padat, tebal rata-rata 20 cm, banyak rumput.
� Satuan endapan rawa, berwarna abu-abu tua sampai hitam, kaya organik,
lempungan sampai lanauan, lembek, mengandung sisa tumbuhan, fragmen
vulkanik.
� Satuan tufa, halus sampai kasar (lanauan sampai pasiran), abu-abu sampai
coklat muda, agak padat sampai padat, fragmen pumice, fragmen batuan
beku, fragmen kayu.
Dari penampang stratigrafi terlihat bahwa endapan rawa yang terbentuk cukup
tipis (30 cm). Perulangan endapan rawa hanya terjadi pada log PND-01,
sedangkan pada log lainnya tidak terdapat perulangan. Bagian dasar endapan
rawa sudah merupakan batuan dasar berupa tufa. Data lengkap penampang
stratigrafi sagpond terlampir.
64
Gam
bar
4.15
. M
orfo
logi
loka
si p
enga
mat
an s
tratig
rafi
sagp
ond
di D
esa
Pany
anda
kan,
Cis
arua
. Pad
a ba
gian
sel
atan
terli
hat b
ukit
yan
g m
erup
akan
gaw
ir Se
sar L
emba
ng d
enga
n ar
ah B
arat
-tim
ur (F
oto
ke a
rah
sela
tan)
.
TB
65
Gam
bar 4
.16.
Pen
ampa
ng st
ratig
rafi
sagp
ond
di d
aera
h Pa
nyan
daka
n, C
isar
ua.
66
� Stratigrafi di daerah Desa Panyairan, Parongpong
Pengambilan data stratigrafi sagpond dilakukan di Desa Panyairan, Parongpong.
Lokasi ini berada pada lembah dibelakang gawir Sesar Lembang dengan lebar
lembah utara-selata sekitar 500 meter. Sebagian besar lokasi ini sudah
dimanfaatkan menjadi kebun palawija dan sebagian masih memperlihatkan rawa
yang ditutupi oleh semak (Gambar 4.18). Jarak interval setiap titik pengamatan
mulai dari 20 meter sampai sekitar 60 meter. Semakin rapat interval tiap titik
pengamatan akan lebih baik karena dapat menghasilkan variasi stratigrafi yang
lebih banyak (Gambar 4.19).
Dari hasil pengeboran diperoleh data stratigrafi yang dapat digolongkan ke dalam
empat satuan (Gambar 4.19), yaitu:
� Satuan tanah bagian atas (top soil) mempunyai ciri fisik berwarna coklat,
lanauan, lembek sampai agak padat, tebal rata-rata 20 cm, banyak rumput.
� Satuan endapan rawa, lempungan-lanauan, abu-abu sampai hitam, kaya sisa
tumbuhan (rumput, akar halus), fragmen batuapung, fragmen batuan beku.
� Satuan paleosol, coklat, lanauan, sisa rumput, akar halus, banyak
mengandung fragmen kayu.
� Satuan tufa, abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, lempungan-lanauan, padat
sedikit sisa daun, fragmen pumice berwarna krem, membundar tanggung,
fragmen batuan beku.
Dari penampang stratigrafi (Gambar 4.19) terlihat bahwa sekuen sagpond yang
disusun oleh endapan rawa cukup tebal dengan dibatasi bagian atasnya oleh
paleosol dan bagian bawahnya oleh tufa. Di daerah ini terdapat juga lapisan tufa
epiklastik yang memperlihatkan butiran berupa fragmen batuan beku dan pumice
dengan bentuk membundar tanggung (subrounded). Hal ini juga yang
membuktikan bahwa bahwa lapisan tufa di daerah ini bukan hanya hasil letusan
(piroklastik) tetapi ada sebagian tufa produk hasil erosi.
67
Perulangan sekuen di daerah ini sangat jelas terutama pada bagian lingkungan
sagpond yang relatif dalam dan letaknya tidak terlalu jauh dengan gawir sesar.
Semakin ke utara, menjauhi gawir sesar terlihat endapan rawa yang semakin tipis
dan dangkal dengan perulangan sekuen yang semakin sedikit. Data lengkap
penampang stratigrafi sagpond terlampir.
Gambar 4.17. Pengamatan endapan sagpond dengan menggunakan bor tangan di lokasi Panyairan, Parongpong.
68
Gam
bar 4
.18.
A. M
orfo
logi
loka
si p
enga
mat
an st
ratig
rafi
sagp
ond
beru
pa le
mba
h ya
ng y
ang
cuku
p lu
as d
i Des
a Pa
nyai
ran,
Par
ongp
ong.
Pa
da b
agia
n se
lata
n te
rliha
t buk
it (fo
otw
all)
deng
an k
etin
ggia
n se
kita
r 100
met
er y
ang
mer
upak
an g
awir
Sesa
r Lem
bang
de
ngan
ara
h B
arat
-tim
ur. B
. Sin
gkap
an la
va p
ada
gaw
ir Se
sar L
emba
ng (F
oto
ke a
rah
sela
tan)
.
TB
TB
A B
69
Gam
bar
4.19
. P
enam
pang
stra
tigra
fi sa
gpon
ddi
dae
rah
Pany
aira
n, P
aron
gpon
g. D
ata
diam
bil
deng
an b
or t
anga
n sa
mpa
i ke
dala
man
5 m
eter
.
70
� Stratigrafi di daerah Graha Puspa, Cihideung
Lokasi pengamatan stratigrafi sagpond berupa lahan perumahan dan sebagian
kecil lahan kosong berupa tegalan. Lokasi penyebaran endapan sagpond cukup
luas mulai dari gawir sesar bagian selatan sampai titik terjauh pengamatan kurang
lebih 1.000 meter (Gambar 4.20). Interval jarak titik pengamatan beragam mulai
sekitar 15 meter sampai 100 meter, hal ini dikarenakan keberadaan lokasi yang
sudah dipadati dengan bangunan perumahan.
Dari hasil pengeboran diperoleh data stratigrafi yang dapat digolongkan ke dalam
empat satuan (Gambar 4.21), yaitu:
� Satuan tanah bagian atas (top soil) mempunyai ciri fisik berwarna coklat,
lanauan, lembek sampai agak padat, tebal rata-rata 20 cm, banyak rumput.
� Satuan endapan rawa, lanauan, abu-abu sampai hitam, sisa tumbuhan (akar,
ranting, daun)
� Satuan paleosol, coklat, lanauan, sisa rumput, akar halus, mengandung
fragmen kayu.
� Satuan tufa, pasiran, abu-abu sampai coklat kekuningan, fragmen pumice,
membundar tanggung, coklat muda, fragmen batuan beku, menyudut
tanggung (0,2 cm – 0,5 cm).
Dari penampang stratigrafi (Gambar 4.21) terlihat bahwa sekuen sagpond yang
disusun oleh endapan rawa yang cukup tebal dan dalam dengan dibatasi bagian
atasnya oleh paleosol dan bagian bawahnya oleh tufa. Setiap sekuen tidak
seluruhnya disusun oleh paleosol, endapan rawa dan tufa, tetapi sebagian
memperlihatkan sekuen tersebut hanya tersusun oleh rawa dan tufa atau paleosol
dan endapan rawa saja. Pada lokasi ini terdapat pula tufa hasil erosi (epiklastik).
Tufa ini mempunyai butiran yang kasar berupa fragmen pumice dan batuan beku
dengan bentuk membundar sampai membundar tanggung, berukuran sekitar
0,2 cm – 0,5 cm.
71
Perulangan sekuen ini sangat jelas terutama di bagian selatan yang letaknya tidak
terlalu jauh dengan gawir sesar dan merupakan bagian terdalam dari lingkungan
pengendapan sagpond di daerah Graha Puspa. Ketebalan dan kedalaman endapan
rawa sangat bervariasi, hal ini kemungkinan terjadi karena adanya perbedaan
topografi basement pada saat mulai terbentuknya endapan sagpond. Data lengkap
penampang stratigrafi sagpond terlampir.
Gambar 4.20. Morfologi lingkungan pengendapan sagpond di daerah Graha Puspa, Cihideung. Foto diambil dari gawir Sesar Lembang mengarah ke utara.
72
Gam
bar 4
.21.
Pen
ampa
ng st
ratig
rafi
sagp
ond
di d
aera
h G
raha
Pus
pa, C
ihid
eung
.
73
� Stratigrafi di daerah Cibodas, Sebelah Timur Maribaya
Lokasi pengamatan stratigrafi dilakukan pada daerah lembah dengan lebar sekitar
200 meter (utara-selatan). Lokasi ini dilalui oleh Sungai Cikapundung yang
mengalir ke arah dan tepat berada di bawah gawir Sesar Lembang bagian timur.
(Gambar 4.22). Stratigrafi yang diperoleh sangat berbeda dengan endapan
sagpond yang berada di daerah Panyandakan, Panyairan dan Graha Puspa
(Lembah Sesar Lembang bagian barat).
Dari hasil pengeboran diperoleh data stratigrafi yang dapat digolongkan menjadi
dua satuan (Gambar 4.23 dan 4.24), yaitu:
� Satuan tanah bagian atas (top soil) mempunyai ciri fisik berwarna coklat,
lanauan, padat, tebal sekitar 10 cm, banyak rumput.
� Satuan tufa, bagian atas coklat muda sampai abu-abu, agak lembek
sedangkan bagian bawah abu-abu, kasar (konglomeratan).
� Satuan endapan rawa, pasiran, abu-abu, fragmen vulkanik, lembek, sisa
tumbuhan
Pada penampang stratigrafi terlihat endapan rawa hanya ada pada satu log dan
tidak menerus. Pada penampang tersebut tidak terlihat adanya lapisan paleosol
dan kedalaman endapan rawanya sangat dangkal yang dibatasi oleh tufa.
74
Gam
bar
4.22
. M
orfo
logi
lok
asi
peng
amat
an s
tratig
rafi
di D
esa
Cib
odas
(Le
mba
h Se
sar
Lem
bang
bag
ian
timur
). B
agia
n se
lata
n m
erup
akan
per
buki
tan
yang
mer
upak
an k
elur
usan
gaw
ir Se
sar
Lem
bang
(ba
rat-t
imur
) de
ngan
ket
ingg
ian
seki
tar
300
met
er, m
empe
rliha
tkan
end
apan
talu
s ya
ng s
anga
t teb
al h
asil
eros
i bag
ian
atas
buk
it te
rseb
ut. P
ada
kaki
buk
it m
enga
lir
S. C
ikap
undu
ng k
e ar
ah b
arat
yan
g be
rmua
ra d
i Mar
ibay
a.
US
Peng
amat
an st
ratig
rafi
sagp
ond
75
Gambar 4.23. Penampang stratigrafi di daerah Cibodas Barat.
CB-01 CB-02
76
Gambar 4.24. Penampang stratigrafi di daerah Cibodas Timur.
CBS-01 CBS-02CBS-03