bab iv analisis terhadap kewenangan nadzir dan...

23
BAB IV ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN NADZIR DAN MANAJEMEN PENDAYAGUNAAN TANAH WAKAF DI YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL KHOIRIYYAH SEMARANG A. Analisis Tentang Hak dan Kewajiban Nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang Dalam rangka menjamin agar tanah wakaf berfungsi sesuai dengan tujuan wakaf, diperlukan manajemen (pengelolaan) dan pengurusan yang baik. Pengelola wakaf yang dikenal sebagai nadzir harus berusaha maksimal untuk mengelola dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran Islam. Seperti halnya yang terjadi di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, dimana nadzir dapat mengelola tanah wakaf untuk lembaga pendidikan. Agar tanah wakaf tersebut menjadi produktif, pengelolaannya harus dilaksanakan dengan baik dan perlu diupayakan tanah wakaf itu menjadi sumber daya ekonomi. Dalam pengelolaan tanah wakaf, pihak yang paling berperan berhasil tidaknya pemanfaatan tanah wakaf adalah nadzir wakaf, yaitu orang atau kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif untuk mengelola wakaf. Walaupun dalam kitab-kitab fiqih wakaf, para ulama tidak mencantumkan nadzir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf, karena wakaf sebagai ibadah tabarru’ (pemberian yang bersifat sunnah). Namun demikian, setelah memperhatikan tujuan wakaf yaitu ingin melestarikan manfaat dari 81

Upload: votruc

Post on 02-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN NADZIR DAN MANAJEMEN

PENDAYAGUNAAN TANAH WAKAF DI YAYASAN PENDIDIKAN

ISLAM AL KHOIRIYYAH SEMARANG

A. Analisis Tentang Hak dan Kewajiban Nadzir di Yayasan Pendidikan

Islam Al Khoiriyyah Semarang

Dalam rangka menjamin agar tanah wakaf berfungsi sesuai dengan

tujuan wakaf, diperlukan manajemen (pengelolaan) dan pengurusan yang baik.

Pengelola wakaf yang dikenal sebagai nadzir harus berusaha maksimal untuk

mengelola dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran Islam.

Seperti halnya yang terjadi di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang, dimana nadzir dapat mengelola tanah wakaf untuk

lembaga pendidikan. Agar tanah wakaf tersebut menjadi produktif,

pengelolaannya harus dilaksanakan dengan baik dan perlu diupayakan tanah

wakaf itu menjadi sumber daya ekonomi.

Dalam pengelolaan tanah wakaf, pihak yang paling berperan berhasil

tidaknya pemanfaatan tanah wakaf adalah nadzir wakaf, yaitu orang atau

kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif untuk

mengelola wakaf. Walaupun dalam kitab-kitab fiqih wakaf, para ulama tidak

mencantumkan nadzir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf, karena wakaf

sebagai ibadah tabarru’ (pemberian yang bersifat sunnah). Namun demikian,

setelah memperhatikan tujuan wakaf yaitu ingin melestarikan manfaat dari

81

82

hasil tanah wakaf, maka keberadaan nadzir profesional sangat dibutuhkan,

bahkan menempati pada peran sentral, sebab di pundak nadzirlah tanggung

jawab dan kewajiban memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf serta

menyalurkan hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf.

Untuk itu sebagai instrumen penting dalam perwakafan, nadzir harus

memenuhi syarat-syarat yang memungkinkan agar wakaf bisa diperdayakan

sebagaimana mestinya.

Menurut Eri Sudewo, CEO Dompet Dhuafa, Republika, dari

persyaratan minimal seseorang atau lembaga nadzir dalam pandangan fiqih

tersebut bisa dijabarkan sebagai berikut :

a. Syarat Formal

- Paham terhadap hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan syari’at

maupun perundang-undangan Republik Indonesia.

- Jujur, amanah, adil, dan ihsan sehingga dapat dipercaya dalam proses

pengelolaan dan pentasarufan kepada sasaran wakaf.

- Tahan godaan terutama menyangkut perkembangan usaha.

- Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan.

- Punya kecerdasan baik emosional maupun spiritual.

b. Syarat Manajemen

- Mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership

(kepemimpinan).

- Visioner.

83

- Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual sosial dan

pemberdayaan.

- Profesional dalam bidang pengelolaan harta.

c. Syarat Bisnis

- Mempunyai keinginan.

- Mempunyai keinginan dan atau siap dimagangkan.

- Mempunyai ketajaman meliputi peluang usaha sebagaimana layaknya

entrepreneur.1

Dari bab terdahulu banyak sekali telah dijelaskan tentang syarat-syarat

sebagai nadzir baik menurut ulama madzhab yang diantaranya : berakal,

dewasa, adil, mampu atau kecakapan hukum, dan Islam, maupun menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik

pasal 6, yang menyatakan :

1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) pasal 1 yang terdiri dari

perorangan harus memiliki syarat berikut :

a. Warga negara Republik Indonesia;

b. Beragama Islam;

c. Sudah dewasa;

d. Sehat jasmani dan rohani;

e. Tidak berada di bawah pengampunan;

f. Bertempat tinggal di Kecamatan tempat letaknya tanah yang

diwakafkan.

1 Departemen Agama R.I., Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, Jakarta: Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, 2004, hlm. 38-39.

84

2) Jika berbentuk badan hukum, maka nadzir harus memenuhi persyaratan

berikut :

a. Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

b. Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang

diwakafkan.

3) Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus didaftar pada Kantor Urusan

Agama Kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan.

4) Jumlah nadzir yang diperolehkan untuk sesuatu daerah seperti dimaksud

dalam ayat (3), ditetapkan oleh Menteri Agama berdasarkan kebutuhan.

Dari persyaratan-persyaratan yang telah dikemukakan di atas

menunjukan bahwa nadzir menempati pada pos yang sangat sentral dalam

pola pengelolaan tanah wakaf, ditinjau dari segi tugas nadzir, dimana dia

berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan manfaat dari

tanah yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya, jelas

bahwa berfungsi dan tidaknya suatu wakaf tergantung dari peran nadzir.

Dan juga tentang syarat pengangkatan dan pemberhentian nadzir yang

secara tersurat tidak ada ketentuan yang jelas oleh peraturan perundangan,

siapa yang berhak untuk mengangkat dan menunjuk nadzir, apakah wakif atau

Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat sebagai Pejabat Pembuat

Akta Ikrar Wakaf.

Sedangkan dalam kitab fiqih menyebutkan siapapun bisa menjadi

nadzir asal memenuhi kriteria atau syarat-syarat untuk menjadi nadzir, seorang

wakif pun bisa menunjuk dirinya sendiri atau orang lain menjadi nadzir. Maka

85

masa kerja nadzir tidak seumur hidup, seorang nadzir bisa berhenti kapanpun

apabila disebabkan oleh hal-hal yang bisa membatalkan dia sebagai nadzir,

seperti :

a. Meninggal dunia,

b. Mengundurkan diri,

c. Dibatalkan kedudukannya sebagai nadzir oleh Kepala Kantor Urusan

Agama Kecamatan karena :

1) Tidak memenuhi syarat seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah dan

peraturan pelaksanaannya.

2) Melakukan tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan

jabatannya sebagai nadzir.

3) Tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir.2

Sedangkan di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang dari

mulai berdirinya sampai sekarang telah mengalami empat kali pergantian

kepengurusan (nadzir) dikarenakan udzur atau meninggal dunia dan nadzir

diambilkan dari kalangan keluarga pendiri yayasan, yang dimaksudkan agar

mudah dalam pengelolaan yayasan dan memang benar-benar mempunyai

loyalitas yang tinggi terhadap yayasan, dan pemilihannya pun disesuaikan

dengan ketentuan syarat-syarat sebagai nadzir. Diantara ketentuan syarat-

syarat tersebut yang terpenting adalah nadzir memiliki sifat adil dan mampu.

Adil dalam arti mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang

menurut syari’at Islam.

2 Suparman Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press, 1999,

hlm. 79.

86

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam menyatakan “Ulama mensyaratkan

harus: (a) Adil dalam arti orang yang selalu mawas diri dari perbuatan-

perbuatan terlarang, tetapi menurut ulama Hambali, orang fasik boleh menjadi

nadzir, asal ia bertanggung jawab dan memegang amanah. (b) Memiliki

pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola harta wakaf, termasuk

kecakapan terhadap tindak hukum. (c) Menurut ulama mazhab Hambali

apabila harta wakaf berasal dari orang muslim maka disyaratkan nadzirnya

juga muslim”.3

Dari uraian di atas penulis berpendapat bahwa apa yang terjadi dengan

nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang baik mengenai

syarat-syarat sebagai nadzir maupun pengangkatan dan pemberhentian nadzir

telah sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah dan ulama fiqih,

walaupun yang diangkat sebagai nadzir adalah dari kalangan keluarga pendiri

yayasan sendiri, namun itu tidak menjadi masalah karena ulama fiqih

menyatakan seorang wakif bisa menjadi nadzir asal memenuhi syarat-syarat

sebagai nadzir dan itu bisa dilihat pada kecakapan nadzir di Yayasan

Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang dalam pengelolaan tanah wakaf,

sehingga tidak ada sedikitpun tanah yang sia-sia dan selalu meningkatkan

hasil tanah wakaf tersebut.

Tentang syarat nadzir yang berbentuk badan hukum, misalnya yayasan

keagamaan atau lembaga sosial, nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang yang berbentuk badan hukum merupakan sebuah

3 Abdul Azis Dahlan , et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

Cet. ke-1, 1996, hlm. 1910.

87

yayasan yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman, dengan mempunyai

tujuan yang jelas dalam usahanya yaitu untuk kepentingan umum berupa

lembaga pendidikan.

Dalam pemanfaatan tanah wakaf yang diembannya, penulis juga

berpendapat nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang

harus bertanggung jawab secara sungguh dan semangat yang didasarkan

kepada :

a. Tanggung jawab kepada Allah SWT atas perilaku dan perbuatannya.

Segala tindakan dan tugas yang dilakukan para pihak yang terkait dengan

perwakafan memiliki konsekuensi transendental, yaitu harus

dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Al Qur’an dengan tegas

mengatakan bahwa setiap orang akan diperiksa dan dimintai

pertanggungjawaban. Sebagaimana firman Allah SWT:

ولتسئلن عما كنتم تعملون

Artinya: “Dan sesungguhnya kamu akan ditanyai dari hal sesuatu yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nahl : 93)4

Pertanggungjawaban kepada Allah SWT ini mendasari seluruh

pertanggungjawaban berikutnya. Sehingga jika seseorang sudah memiliki

tanggung jawab kepada Allah SWT, dalam posisi apapun maka dia akan

mendasarkan niatan secara ikhlas. Namun, ketulusan seseorang nadzir

tidak selalu dipahami sebagai amal sosial yang tidak perlu diberi imbalan

4 Departemen Agama R.I., Al Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya: Mahkota, 1986,

hlm. 416.

88

secara pantas. Karena ketulusan bagi seorang nadzir terletak pada aspek

niatan baik, profesionalitas dan timbal balik yang pantas dalam porsi yang

seimbang.

b. Tanggung jawab kelembagaan.

Yaitu tanggung jawab kepada pihak yang memberikan wewenang, yaitu

lembaga yang lebih tinggi sesuai dengan jenjang organisasi kenadziran.

Sehingga fungsi-fungsi kontrol organisasi dapat berjalan dengan baik agar

amanah yang diemban dapat dipenuhi secara optimal. Mekanisme

kelembagaan ini sebagai sebuah upaya mengeliminir penyimpangan

terhadap tanah wakaf.

c. Tanggung jawab hukum.

Yaitu tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan saluran-saluran dan

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Seorang nadzir atau orang yang

diberi wewenang dalam pengelolaan tanah wakaf selaku pemegang

amanah harus mempertanggungjawabkan tindakannya, bahwa apa yang

dilakukan itu benar-benar sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pertanggungjawaban secara hukum, memiliki aspek yang luas, tidak

terbatas pada hukum positif selama ini yang ada, tapi juga hukum syari’at

yang secara khusus mengatur perwakafan. Sehingga ibadah wakaf yang

sifatnya sosial, tapi tetap memiliki kerangka dan landasan hukum yang

jelas.

d. Tanggung jawab sosial.

89

Yaitu tanggung jawab yang terkait dengan moral masyarakat. Seorang

nadzir dalam melakukan tindakannya harus dapat dipertanggungjawabkan

pula pada masyarakat secara moral bahwa perbuatannya itu bisa aman

secara sosial yaitu tidak mencindrai norma-norma sosial yang ada di

masyarakat.

Nadzir wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam adalah harus

warganegara Indonesia dan tinggal di kecamatan tempat letak benda yang

diwakafkan. Menurut penulis ini wajar mengingat Sistem Administrasi

Indonesia agar lebih teratur dan lebih mudah dipantau serta mudah

diselesaikan secara hukum jika suatu saat terjadi sengketa. Berbeda halnya

dengan nadzir wakaf menurut para ulama madzhab yang sama sekali tidak

mensyaratkan hal tersebut, tetapi lebih kepada faktor ikhlas dan tidak

mensyaratkan secara administratif dan jarak pengelola dan benda-benda wakaf

yang dikelola. Selain perbedaan tersebut juga dalam pendapat ulama madzhab

tidak menyebutkan nadzir terdiri dari badan hukum tertentu, sebab badan

hukum menurutnya bukan orang yang dapat pengelola tetapi fungsionaris

didalamnya yang mengelola. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam

memperbolehkan badan hukum, seperti yayasan maupun lembaga untuk

mengelola benda wakaf. Meskipun sebenarnya tidak ada perbedaan yang

signifikan mengingat badan hukum yang menjadi nadzir wakaf pada

hakikatnya adalah para pengurus badan hukum tersebut yang mengelolanya.

Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat hukum di Indonesia yang mengatur

dan memperbolehkan wakaf untuk dilembagakan, baik yang memberikan

90

wakaf (wakif) maupun secara pengelolaannya (nadzir) dikarenakan aspek

pengawasan dan keamanan lebih terjamin dibanding perorangan atau

kelompok orang. Walaupun dalam pendapat ulama fiqih tidak mengenal

wakaf yang dilembagakan.

Oleh karena itu, agar tujuan perwakafan tercapai, peran pengelola

sebagai satu kesatuan organisasi dapat mengurus dan merawat tanah wakaf

dengan baik, penting sekali dilakukan pembagian tugas, wewenang dan

tanggung jawab yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam

pembagian tugas tersebut, seperti yang terjadi di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang sendiri yang merupakan suatu organisasi yang cukup

profesional dengan pembagian tugas-tugas (program kerja) yang jelas dari

masing-masing personal dan telah dijalankan dengan baik oleh masing-masing

anggota nadzir.

Nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang

memiliki kewajiban yang cukup besar, seperti :

a) Pengelolaan dan pemeliharaan wakaf

Kewajiban utama bagi seorang nadzir adalah melakukan

pengelolaan dan pemeliharaan barang yang diwakafkannya, sebab

mengabaikan pengelolaan dan pemeliharaan berakibat pada kerusakan dan

kehancuran, dan berlanjut pada hilangnya fungsi wakaf itu sendiri.

Seorang nadzir dalam bertugas mengelola harta (tanah) wakaf

bekerja sama dengan masyarakat dalam mengembangkannya juga dengan

orang-orang yang berhak menerima wakaf, untuk membagikan dan

91

mendistribusikan hasilnya serta harus menjaga harta tersebut memajukan,

memperbaiki (jika ada kerusakan) dan mempertahankan keberadaannya.

Dalam hal ini keberadaan benda wakaf yang berupa tanah

diperuntukan bagi Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang

yang otomatis di atasnya terdapat bangunan gedung serta sarana prasarana,

yang membutuhkan pembangunan, pemeliharaan dan renovasi, untuk itu

nadzir yang bertindak sebagai pengelola harus memperhatikan

pemeliharaan dan pembangunan ketimbang membagikan hasilnya, hal itu

dilakukan jika menunda pembangunan dan renovasi terhadap tanah wakaf

akan membahayakan kondisinya. Sebab pengelolaan tanah wakaf

diharapkan bisa memberikan manfaat yang diabaikan dari sekian banyak

manfaat.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, seorang nadzir harus

mengelola tanah wakaf agar bisa bertahan selama mungkin, maka

dibutuhkan dana agar keberadaan tanah wakaf itu bisa kekal. Hal ini

karena tujuan dalam mewakafkan tanah adalah untuk melanggengkan

keberadaannya dan manfaatannya, dan semua itu tercapai jika keuntungan

diserahkan pada para mustahik, padahal tanah wakaf itu sendiri masih

sangat membutuhkan biaya perawatan.

92

Menurut kitab Muhadzab disebutkan pembiayaan wakaf diambil

dari sumber yang disyaratkan oleh wakif, sebab apa yang disyaratkan oleh

wakif harus diikuti sebagaimana tindakan pemilik terhadap hartanya.5

Apabila dari tanah wakaf tidak ada pemasukan sedikitpun maka

penyelesaiannya ada dua pendapat, yang pertama: jika harta menjadi milik

Allah SWT maka perawatannya diambil dari baitul maal, dan yang kedua:

jika harta itu menjadi milik penerima maka dana dari para penerima wakaf

tersebut.6

Dan boleh juga dana diambil dari para donatur seperti kata Asy-

Syaih Abu Muhamad “Demikian juga apabila seseorang minta sumbangan

untuk membangun zawiyah (musholla) atau pondok pesantren, maka

menjadilah sebagai barang wakaf dengan semata-mata telah didirikan

bangunannya”.7

Sehubungan dengan ini pembiayaan di Yayasan Pendidikan Islam

Al Khoiriyyah Semarang diperoleh dari dana Syahriyyah (SPP), yang

merupakan pemanfaatan dari tanah wakaf sebagai lembaga pendidikan dan

bantuan yang tidak mengikat dari para donatur.

b) Melaksanakan syarat dari wakif

Nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang

diharuskan melaksanakan dan mengikuti syarat-syarat yang diakui secara

5 Al-Syekh Al-Imam Abi Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Kitab Muhadzab, Jilid 1,

Bairut: Darul Fikr, t.th., hlm. 445. 6 Ibid. 7 Aliy As’ad, Terjemah Fathul Muin, Kudus: Menara Kudus, Jilid 2, 1979, hlm. 349.

93

hukum, atau syarat yang tertulis saat serah terima wakaf. Dan nadzir boleh

melebihi atau mengurangi sistem penentuan pembagian kepada yang

berhak, karena jatah masing-masing berbeda berdasarkan kebutuhan yang

disesuaikan dengan kondisinya. Yang terpenting tujuan dari pokok wakaf

yaitu menyalurkan hasil wakaf kepada yang berhak dan membutuhkannya,

dapat tercapai setiap waktu, dimana hal tersebut akan terlaksana dengan

penambahan atau pengurangan jatah yang diberikan sesuai tingkat

kebutuhan diantara para mustahik.

c) Membela dan mempertahankan kepentingan tanah wakaf

Wakaf sebagai satu aktivitas yang diakui dalam hukum dan agama

dapat menyebabkan suatu ikatan atau hubungan resmi dengan pihak lain

baik orang tersebut para mustahik, atau mereka yang melampaui batas

dalam mengambil hasil dan manfaat tanah wakaf, ataupun mereka yang

menuntut bahwa dirinya berhak mendapat bagian dari tanah wakaf.

Karena itu, nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah

Semarang sebagai pengelola dan pemegang amanat wakaf harus berusaha

sekuat tenaga dalam menjaga keberlangsungan wakaf dan hak-hak dari

mereka yang berhak menerimanya.

d) Melunasi hutang wakaf

Nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang

berkewajiban melunasi segala hutang yang berkaitan dengan tanah wakaf

yang diambil dari pendapatan atau hasil produksi harta wakaf tersebut.

94

Pelunasan hutang-hutang itu harus didahulukan ketimbang pembagian

kepada para mustahik.

e) Menunaikan hak-hak mustahik dari tanah wakaf

Nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang

harus menunaikan dan menyerahkan hak-hak mustahik dari tanah wakaf

dan tidak boleh menundanya, kecuali terjadi sesuatu yang mengakibatkan

pembagian tersebut tertunda, misalnya ada kebutuhan mendesak guna

merenovasi dan memperbaiki tanah wakaf atau melunasi hutang yang

terkait dengan tanah wakaf.

Melihat fenomena diatas penulis berpendapat bahwa kewajiban-

kewajiban yang telah dilakukan nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang sudah sesuai dengan hukum fiqih maupun ketentuan-

ketentuan yang berlaku dalam peraturan pemerintah walaupun masih belum

lengkap pembukuan dalam pencatatan keadaan tanah wakaf, namun hal itu

tidak begitu menjadi masalah mengingat tidak ada perubahan status keadaan

tanah wakaf maupun penggunaannya, dari awal berdirinya Yayasan

Pendidikan Islam Al Khoiriyyah ini sampai sekarang semua sudah sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh wakif yaitu untuk lembaga pendidikan.

Di samping dibebani kewajiban-kewajiban, menurut ulama madzhab

Hanafi nadzir berhak menerima upah yang wajar, sebab dia bertugas

mengurus dan mengelola tanah wakaf dengan mengembangkan, memperbaiki,

menginvestasikan dan menjual hasil produknya, sudah sepantasnya

95

mendapatkan upah yang setimpal atas apa yang telah diupayakan mengingat

dengan usahanya yang keras dan waktu yang tersisa.

Tetapi mengenai ketentuan upah nadzir, para ulama fuqoha tidak

memberikan batasan tertentu dikarenakan perbedaan tempat dan kondisi juga

disesuaikan dengan kemampuan dan kecakapan nadzir. Hal itu juga dijelaskan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, bahwa “nadzir berhak

mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang besarnya dan macamnya

ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Agama”. Jadi dalam penentuan upah

nadzir masih ada penjelasan lagi mengingat kedudukan nadzir adalah seorang

yang diserahi amanah untuk memanfaatkan benda (tanah) wakif, bukan

seorang pegawai atau buruh yang akan mendapatkan upah dari hasil

pekerjaannya, maka nadzir yang bersangkutan boleh dan berhak untuk

mendapatkan bagian dan menerima penghasilan yang pantas dari hasil tanah

wakaf sebagai imbalannya.

Sedangkan pemberian imbalan yang dimaksud, kadar dan jumlahnya

ditetapkan tidak boleh melebihi dari jumlah sepuluh persen (10%) dari hasil

bersih tanah wakafnya. Selain nadzir berhak menerima imbalan yang pantas

sebagaimana tersebut di atas, dia juga di dalam menjalankan dan menunaikan

tugasnya berhak menggunakan fasilitas sepanjang diperlukan dari tanah wakaf

atau hasilnya dengan mengingat hasil tanah wakaf dan tujuannya.

Adapun nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang

ada yang menerima upah dan ada yang tidak mengambil upah dari

96

pekerjaannya, mereka bekerja dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT,

sedang yang menerima upah disesuaiakan dengan upah standar.

Dari hal tersebut di atas penulis berpendapat apa yang diambil oleh

nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang sebagai upah

dari pekerjaannya telah sesuai dengan Menteri Agama yaitu sesuai dengan

upah standar dan tidak melebihi dari sepuluh persen (10 %), sedangkan

sumber upah diambil dari pemberdayaan tanah wakaf yang dijadikan sebagai

lembaga pendidikan, dan juga sesuai dengan hukum fiqih seperti yang terdapat

dalam haditsnya Umar tentang wakaf bahwa nadzir boleh mengambil upah

dari hasilnya pemberdayaan wakaf. , sebagaimana yang terdapat dalam

haditsnya Umar, seperti berikut:

ال جناح على من وليها ان يأآل منها بالمعروف

Artinya: “Dan tidak ada halangan bagi orang yang mengurusi untuk memakan sebagian darinya dengan cara yang ma’ruf”.8

هناهللا ع ضير رمقة عدص قال فيو رمع نع :كل ليؤيأكل وأن ي احنلي جلى الوع س

)رواه البخاري(صديقا غير متأثل ماال

Artinya: “Dari Umar dan Nabi bersabda pada shadaqahnya Umar: Tidaklah

berdosa seorang wali memakan harta dan memberi makan kepada temannya dengan tidak berlebihan”. (H.R. Bukhari)9

8 Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, Juz 3, Beirut: Dar al Fikr, t.th., hlm. 520. 9 Abi Abdullah Mohammad Bin Ismail Al Bukhari, Matan Al Bukhari Masykul, Juz 2,

Semarang: Toha Putra, t.th. hlm. 44.

97

Adapun nadzir yang tidak mengambil upah dari pekerjaannya, penulis

rasa lebih baik karena wakaf merupakan ibadah tabarru’ dan mengelolanya

pun merupakan ibadah juga

B. Analisis Terhadap Nadzir dan Manajemen Pendayagunaan Tanah Wakaf

di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang

Manajemen atau pengelolaan menempati pada posisi yang paling

urgen dalam dunia perwakafan, karena yang paling menentukan benda (tanah)

wakaf itu lebih bermanfaat atau tidak tergantung pada pola pengelolaannya,

maka dalam pengelolaan wakaf harus menonjolkan pada sistem profesional

agar keberadaan tanah wakaf tidak tersia-sia dan pengambilan kemanfaatan

bagi masyarakat luas bisa lestari. Dalam hadist Bukhori menyebutkan:

:قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم: رضي اهللا عنه قالعن أبي هريرة إذاوسد األمر إلى

)رواه البخاري(غير أهله فانتظر الساعة

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: Apabila sesuatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.10

Dalam bab terdahulu dijelaskan nadzir dalam pengelola dan

mengembangkan tanah wakaf dapat melakukan dan menerapkan prinsip

manajemen kontemporer dengan menjunjung tinggi dan memegang kaidah al

maslahah (kepentingan umum) sesuai dengan ajaran islam, sehingga tanah

wakaf dapat dikelola secara professional, dan terorganisir dengan baik. Dan

10 Ibid, Juz 1, hlm. 21.

98

hal ini menurut penulis yang terjadi di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang keprofesionalan dari nadzir dapat dilihat dengan

penanganan yang baik terhadap keberadaan yayasan yang bergerak dibidang

pendidikan sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat luas, karena kontribusi

lembaga wakaf dalam bidang pendidikan adalah mampu menyediakan sarana

pendidikan secara kuantitatif maupun kualitatif. Dari aspek ini sangat jelas

dampak yang dihasilkan pada bidang pendidikan adalah semakin terbukanya

peluang untuk memperoleh pendidikan yang luas, sehingga lebih banyak

anggota masyarakat yang mampu mengakses fasilitas pendidikan tersebut,

yang pada akhirnya kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi lebih baik

dan mampu meningkatkan produktifitas mereka dalam berkarya dan

kesejahteraan masyarakat otomatis akan terangkat.

Pola manajemen atau pengelolaan wakaf yang selama ini berjalan

adalah manajemen yang terhitung masih tradisional, misalnya dari beberapa

aspek :

1. Kepemimpinan

Selama ini kepemimpinan dalam lembaga kenadziran masih bersifat

sentralistik-otoriter (paternalistik) dan tidak ada sistem kontrol yang

memadai.

2. Rekuitmen sumber daya manusia (SDM) kenadziran

Sering kali kita temukan bahwa kebanyakan nadzir wakaf yang hanya

didasarkan pada aspek ketokohan seperti ulama, kyai, ustadz dan lain-lain,

99

bukan dari aspek profesionalisme atau kemampuan mengelola. Sehingga

banyak benda-benda wakaf yang tidak terurus atau terkelola secara baik.

3. Operasionalisasi pemberdayaan

Pola yang digunakan ini lebih kepada sistem yang tidak jelas (tidak

memiliki standar operasional) karena lemahnya sumber daya manusia

(SDM), visi dan misi pemberdayaan.

4. Pola pemanfaatan hasil

Dalam menjalankan upaya pemanfaatan hasil wakaf masih banyak yang

bersifat konsumtif-statis sehingga kurang dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat banyak.

5. Sistem kontrol dan pertanggungjawaban

Sebagai resiko dari kepemimpinan yang sentralistik dan lemahnya

operasionalisasi pemberdayaan mengakibatkan pada lemahnya sistem

kontrol, baik yang bersifat kelembagaan, pengembangan usaha maupun

keuangan.11

Sedang yang terjadi di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah

Semarang dalam kepemimpinannya bersifat situasional untuk kepentingan

umat serta memiliki kontrol yang cukup memadai dengan mengadakan

evaluasi setiap bulannya, dan dalam pengelolaan operasional sudah ada

batasan atau garis kebijaksanaan yang nyata, yaitu meliputi seluruh rangkaian

program kerja dan memiliki visi yang jelas sehingga menghasilkan produk

yang lebih, yaitu lembaga pendidikan

11 Departemen Agama R.I., Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Pengembangan

Zakat dan Wakaf, 2004, hlm. 105-106.

100

.Menanggapi sistem manajemen atau pengelolaan dan kenadziran di

Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, penulis berpendapat

bahwa pola pengelolaan tanah dan manajemen nadzirnya sudah profesional

dilihat dari komitmen, tanggung jawab yang tinggi dari nadzir dengan

berusaha menjalankan program kerja dan visi yang ada serta melaksanakan

sesuai dengan pekerjaannya, sehingga manfaat dari tanah wakaf dapat

dirasakan masyarakat luas.

Pengelolaan tanah wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah

Semarang meskipun dikelola oleh nadzir yang bertanggung jawab, menurut

penulis, sebaiknya nadzir selanjutnya juga diberi bekal pembinaan atau nadzir

memiliki keahlian khusus dibidangnya, agar nadzir lebih dapat menjalani

tugasnya secara produktif dan berkualitas, seperti :

a. Pendidikan formal.

Seharusnya nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang

adalah lulusan sekolah teknik menengah atau perguruan tinggi (arsitektur,

pemasaran) yang kelak bisa mengelola tanah wakaf di Yayasan Pendidikan

Islam Al Khoiriyyah Semarang secara produktif. Atau juga lulusan

sekolah dan perguruan tinggi jurusan ekonomi, seperti akuntansi, yang

bisa diarahkan untuk meningkatkan pengembangan tanah wakaf.

b. Pendidikan non formal.

Nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, agar lebih

berpotensi lagi sebaiknya mengadakan kursus-kursus atau pelatihan-

pelatihan sumber daya manusia (SDM) kenadziran baik yang terkait

101

dengan manajerial organisasi atau meningkatkan keterampilan dalam

bidang profesi, seperti administrasi, teknik pengelolaan tanah dan lain

sebagainya.

c. Pembinaan mental

Untuk meningkatkan semangat kerja nadzir di Yayasan Pendidikan Islam

Al Khoiriyyah Semarang, alangkah baiknya ada pembinaan mental budi

pekerti (akhlak) yang luhur dibina melalui berbagai kesempatan, seperti

ceramah agama, simulasi pengembangan diri dan organisasi untuk

menjaga dan meningkatkan ketahanan mental supaya sumber daya

manusia (SDM) kenadziran bisa mengemban amanat untuk kesejahteraan

masyarakat banyak. Meskipun nadzir memilki kehandalan dalam

pengelolaan tanh wakaf, tetapi karena mentalnya sangat lemah

mengakibatkan terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang, misalnya

korupsi. Jika kondisi mental para nadzir lemah atau buruk, maka

pengelolaan wakaf tidak akan menghasilkan secara maksimal.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa nadzir adalah orang yang

diserahi tugas untuk mengurus dan memelihara tanah wakaf, dimana dia

berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan, membudidayakan potensi

wakaf dan melestarikan manfaat dan tanah yang diwakafkan bagi orang-orang

yang berhak menerimanya. Demikian juga, peran nadzir di Yayasan

Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang adalah sebagai pengelola dan

pengembangan tanah wakaf agar fungsi yang dikehendaki wakif yaitu sebagai

lembaga pendidikan, maka nadzir berusaha mengembangkan, memperdayakan

102

tanah wakaf dengan cara mengelola, membangun, melengkapi sarana

prasarana yang dibutuhkan agar kualitas dan kuantitas pendidikan semakin

meningkat.

Melihat hal itu, penulis berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan

nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang dalam

peranannya mengelola dan memanfaatkan tanah wakaf sudah sesuai dengan

apa yang dikehendaki wakif, sehingga kedepannya banyak calon-calon wakif

yang berkeinginan mewakafkan tanahnya di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang.

Selain peranannya sebagai pengelola tanah wakaf, nadzir juga berperan

sebagai pengawas tanah wakaf. Hal tersebut juga terjadi di Yayasan

Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, di samping sebagai pengawas

yang bertugas mengawasi pemanfaatan tanah wakaf dan menyimpan arsip-

arsip akta tanah wakaf agar tidak beralih fungsi dari tujuan wakaf, dan juga

mengawasi aktifitas pendidikan dan selalu mengadakan evaluasi, di samping

itu juga memberikan motivasi terhadap semua aspek yang berkecipung

didalam lembaga pendidikan.

Sehubungan dengan peranan nadzir dalam pengawasan tanah wakaf

yang terjadi di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, penulis

berpendapat bahwa yang dilakukan nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di

Indonesia maupun hukum fiqih, kalau kita lihat dari pengertian nadzir pada

bab sebelumnya bahwa nadzir adalah orang yang bertanggung jawab

103

mengelola, mendayagunakan, mengawasi, memperbaiki dan mempertahankan

tanah wakaf dari gugatan orang atau pihak lain yang ingin mengaburkan,

menghilangkan obyek wakaf. Memang setiap sebulan sekali nadzir melakukan

pengawasan terhadap tanah wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang dengan mengadakan rapat kepengurusan (nadzir), ini

merupakan bentuk program kerja yang sangat bagus dan harus tetap

dipertahankan, agar tanah wakaf tetap terjaga.