bab iv analisa konversi agama di bukitsari dari...

25
77 BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI PERSPEKTIF TEORI RAMBO R. LEWIS 4.1 Pendahuluan Dari beberapa teori yang telah dipaparkan di Bab II, maka penulis memilih satu teori dari Rambo R. Lewis sebagai “Grand Theory” sekaligus untuk alat analisa di bab ini. Teori Lewis dipilih karena menurut hemat penulis lebih cocok untuk menggambarkan atau mendeskripsikan proses terjadinya kasus konversi agama di Bukitsari. Adapun analisa dan pembahasannya dipaparkan sebagai berikut: 4.2 Konversi Agama Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, kata konversi agama sebenarnya bukanlah hal yang baru, namun sebagian orang mungkin belum memahami arti kata ini. Karena kasus konversi dapat dan telah terjadi dimana-mana. Lewis dalam pandangannya mendefinisikan konversi agama sebagai “perubahan sederhana dari adanya sistem keyakinan terhadap suatu komitmen iman atau keyakinan; dari hubungan ikatan anggota keagamaan dengan sistem keyakinan yang satu ke sistem keyakinan yang lainnya; atau dari orientasi yang satu ke orientasi yang lain pada suatu sistem keyakinan tunggal.” 1 Menurut hemat penulis dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa konversi agama adalah berubahnya seseorang atau kelompok dengan melakukan pindah agama, dari satu agama ke agama yang lain atau satu kepercayaan ke kepercayaan yang lain. 1 Rambo R. Lewis, Understanding Religius Conversion, (London: Yale Univercity Press, 1993) 2-3.

Upload: trinhdien

Post on 27-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

77

BAB IV

ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI

DARI PERSPEKTIF TEORI RAMBO R. LEWIS

4.1 Pendahuluan

Dari beberapa teori yang telah dipaparkan di Bab II, maka penulis memilih satu teori dari

Rambo R. Lewis sebagai “Grand Theory” sekaligus untuk alat analisa di bab ini. Teori Lewis

dipilih karena menurut hemat penulis lebih cocok untuk menggambarkan atau mendeskripsikan

proses terjadinya kasus konversi agama di Bukitsari. Adapun analisa dan pembahasannya

dipaparkan sebagai berikut:

4.2 Konversi Agama

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, kata konversi agama sebenarnya

bukanlah hal yang baru, namun sebagian orang mungkin belum memahami arti kata ini. Karena

kasus konversi dapat dan telah terjadi dimana-mana. Lewis dalam pandangannya mendefinisikan

konversi agama sebagai “perubahan sederhana dari adanya sistem keyakinan terhadap suatu

komitmen iman atau keyakinan; dari hubungan ikatan anggota keagamaan dengan sistem

keyakinan yang satu ke sistem keyakinan yang lainnya; atau dari orientasi yang satu ke orientasi

yang lain pada suatu sistem keyakinan tunggal.”1 Menurut hemat penulis dari pengertian tersebut

dapat dipahami bahwa konversi agama adalah berubahnya seseorang atau kelompok dengan

melakukan pindah agama, dari satu agama ke agama yang lain atau satu kepercayaan ke

kepercayaan yang lain.

1 Rambo R. Lewis, Understanding Religius Conversion, (London: Yale Univercity Press, 1993) 2-3.

Page 2: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

78

Seperti yang dijelaskan di atas tentang konversi, sebenarnya hal inilah yang terjadi di

masyarakat Dusun Bukitsari, yaitu beberapa kepala keluarga di masyarakat tersebut melakukan

perubahan agama atau pindah agama atau konversi agama, dari Hindu ke Kristen Protestan.

Mereka meninggalkan agama lama dan pindah ke agama baru, dan merubah cara hidup

keagamaan lama dengan keagamaan yang baru. Sebagai contoh, mereka sudah tidak lagi

memiliki sanggah sebagai tempat beribadah mereka kepada roh nenek moyang, leluhur dan

kepada Sang Yang Widhi dalam konsep kepercayaannya yang lama. Kemudian mereka juga

tidak lagi menyembah patung-patung yang dianggap sakral dengan berbagai sesajennya. Mereka

berbalik 180 derajat benar-benar meninggalkan segala bentuk ritual keagamaan Hindu Bali,

bahkan mereka menganggap menyembah patung adalah sama dengan menyembah berhala, dan

itu dilarang dalam agama Kristen (Arjuna dan Rama, Bukitsari, 2012).

4.3 Faktor-faktor Penyebab Masyarakat Bukitsari Melakukan Konversi Agama

Suatu analisa terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya konversi agama di Dusun

Bukitsari dari perspektif teorinya Rambo R. Lewis.2

4.3.1 Agama dan kebudayaan

Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan ketika seseorang

memeluk suatu agama tertentu. Lewis mengungkapkan, “karena agama merupakan bagian dari

unsur kebudayaan, sebagai bagian dari kehidupan seseorang atau kelomok dalam masyarakat”.

Seperti diketahui di Dusun Bukitsari telah terjadi kasus konversi agama dari Hindu ke

Kristen Protestan. Ketika dianalisa salah satu penyebabnya adalah diperkenalkannya agama

Kristen sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia terkhusus di Bali. Mengapa demikian

2 Ibid., 7-12.

Page 3: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

79

karena beberapa kepala keluarga (pelaku konversi) dari Dusun Bukitsari awalnya tidak

mengetahui tentang agama Kristen.

Keputusan beberapa KK melakukan konversi agama disebabkan adanya sebuah

perkenalan dan pengajaran tentang yang Ilahi (suci), dalam bahasanya Lewis “membangun

hubungan terhadap yang Ilahi, untuk mendapat makna hidup yang baru”, dalam hal ini yaitu

dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus yang dapat menyelamatkan, membebaskan manusia

dari dosa/penghukuman, dan konsep jaminan masuk surga ketika percaya kepadaNya. Tuhan

Yesus adalah pribadi yang bukan hanya sanggup menolong dan memberikan kebahagiaan setelah

kematian, namun juga sewaktu hidup di dunia (Krisna, Denpasar, 2012). Sebuah pengertian,

pemahaman, dan makna baru tersebutlah yang menyebabkan beberapa KK di Bukitsari

mengambil keputusan masuk agama Kristen. Karena dalam agama lama tidak mendapatkan

doktrin atau pemahaman iman semacam itu.

Ketika mereka masuk menjadi Kristen maka dengan sukarela mengikuti dan melakukan

ritual keagamaan misalnya dengan dibaptis. Mereka juga mulai dilibatkan dalam ibadah-ibadah

atau persekutuan-persekutuan, dan bersaksi.

Hal tersebut juga tercermin sampai sekarang bagaimana mereka memaknai agama yang

baru yaitu Kristen dengan melakukan ritual-ritual keagamaan yang juga merupakan dari

kebudayaan Barat, misalnya merayakan natal ala Barat, paskah, cara berpakaian. Paradigma

terhadap agama lama pun berubah, mereka sudah berani mengatakan bahwa orang yang

beragama Hindu itu menyembah patung disamakan dengan menyembah berhala, sedangkan

Kristen tidak (Arjuna dan Rama, Bukitsari, 2012), dalam agama Hindu dikenal dengan budaya

denda sosial ketika tidak melakukan ritual keagamaan sedangkan di Kristen tidak ada denda

tersebut, dari hal tersebut mereka mulai berbicara tentang keunggulan-keunggulan agama yang

Page 4: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

80

lama dengan agama Kristen. Ternyata kekristenan lebih menguntungkan dibanding agama yang

lama, baik dalam hal keselamatan maupun ekonomi.

4.3.2 Masyarakat atau lingkungan sosial

Konversi agama tidakalah terjadi dengan sendirinya tetapi ada penyebabnya. Faktor

sosial dalam hidup bermasyarakat cukup memberi pengaruh yang kuat sebagai penyebabnya.

Karena pada dasarnya perjumpaan dan interaksi yang intensif seseorang atau kelompok dengan

seseorang dan kelompok lain sudah barang tentu akan saling mempengaruhi.

Perjumpaan dan interaksi beberapa KK dari Bukitsari dengan orang Kristen di Katung

yang intensif, adanya keterkaitan/hubungan antar pekerja ataupun pekerja dengan tuan tanah,

memberi dampak pada sebuah keberanian pelaku konversi untuk melakukan pindah agama dari

Hindu ke Kristen (Krisna, Denpasar, 2012). Hal inilah yang dimaksudkan Lewis bahwa

“konversi dapat terjadi melalui proses dan adanya keterkaitan, hubungan, antara petobat (pelaku

konversi) dengan komunitas/kelompok keagamaan tertentu.”

Kekristenan dipandang oleh pelaku konversi sebagai kelompok yang baik, solid,

kekeluargaannya kuat, loyal dan peduli terhadap sesama (Arjuna dan Rama, Bukitsari, 2012).

Oleh sebab itu mereka melakukan konversi agama. Nilai loyalitas dan solidaritas tersebutlah

yang dimaksudkan Lewis salah satu penyebab terjadinya konversi.

Lewis mengungkapkan “pelaku konversi memiliki cita-cita yang hendak dicapai,

orientasi kedepan, dan motivasi ketika mengambil keputusan pindah agama”. Demikian halnya

beberapa KK di Bukitsari memiliki motivasi dan cita-cita ketika pindah agama berupa untuk

hidup yang lebih baik.

Page 5: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

81

4.3.3 Pribadi

Konversi yang dilakukan oleh beberapa KK di Bukitsari merupakan sebuah keputusan

pribadi, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Dalam faktor pribadi yang dimaksud Lewis

adalah terjadinya perubahan-perubahan yang bersifat psikologis. Termasuk pindah agama salah

satu penyebabnya adalah untuk pembebasan dari sebuah tekanan psikologis. Faktor pribadi

menurut Lewis merupakan penyebab terjadinya konversi, karena konversi biasanya didahului

oleh perasaan-perasaan sedih, keputusaan, konflik, dan kesulitan-kesulitan. Sehingga seseorang

akan berusaha untuk mentransformasi, dan menyadarkan dirinya dalam bentuk berkonversi.

Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

bahkan terisolasi, sehingga keadaan seperti ini membuat sebuah tekanan psikologi. Kesulitan-

kesulitan hidup seperti kekurangan sandang, pangan dan papan, menciptakan kesedihan

mendalam (Krisna, Denpasar 2012). Karena hal tersebut maka mereka mencoba keluar dari

daerah untuk merantau, dengan harapan mendapat pekerjaan dan bertemu dengan komunitas

yang dapat menolong mereka dari keadaan tersebut. Perjumpaan dengan kekristenan mampu

menumbuhkan harapan-harapan, memotivasi untuk semakin sadar akan adanya peluang dan

akhirnya mentransformasi diri dengan cara pindah agama. Pindah ke agama Kristen berarti

bergabung dan menjadi bagian dari kekristenan.

Hasilnya mereka menemukan yang dicari dan terpenuhninya harapan-harapan yang

diharapkan, hal tersebut membuat mereka mulai dapat membebaskan diri dari tekanan-tekanan

batin dan kesedihan-kesedihan yang selama ini dialami. Karena dari pihak Kristen memberi

bantuan dan pertolongan melalui pemberdayaan SDM, pemberian sapi, bibit-bibit sayuran, dan

sembako. Selain hal itu juga dalam pendidikan untuk anak-anak mereka dibantu gratis untuk

masuk ke yayasan panti asurahan. Dalam bahasa Lewis mengatakan penyebab terjadinya

Page 6: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

82

konversi agama adalah “adanya motivasi, keinginan, orientasi, dan sesuatu yang berkaitan

dengan perasaan”.

4.3.4 Sejarah

Yang dimaksudkan Lewis dalam faktor ini adalah asal mula keberadaan dan peristiwa

penyebab konversi agama. Berdasarkan penelitian, secara singkat asal mula terjadinya konversi

agama di Bukitsari adalah bermula dari perjumpaan dan interaksi inensif yang terjadi antara

orang Hindu dari Bukitsari dengan orang Kristen di Desa Katung. Selain itu juga karena

perkunjungan dan pelayanan yang intensif pula dilakukan dari Katung sampai ke Bukitsari.

Pelayanan tersebut berupa pembelajaran Alkitab, persekutuan, pemberdayaan SDM, pemberian

sapi, bibit tanaman dan sembako (Krisna, Denpasar, 2012).

Lewis mengungkapkan bahwa tempat dan waktu yang berbeda konversipun berbeda,

demikian halnya dengan motivasi atau faktor juga berbeda, dan prosesnya pun berbeda.

Berdasarkan hasil penelitian beberapa KK yang melakukan konversi agama di Bukitsari,

memiliki konteks dan waktu yang sama, jadi ada suatu motivasi yang sama pula ketika

berkonversi. Motivasi tersebut misalnya tentang orientasi materi/ekonomi seperti yang

diungkapkan Arjuna dan Rama awal melakukan konversi, mereka mengatakan kalau kami masuk

menjadi Kristen akan dapat apa? (Arjuna dan Rama, Bukitsari, 2012). Dengan demikian teori

Lewis belum dapat diujikan, tidak sinkron dalam penelitian ini.

Page 7: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

83

4.4 Dampak Sosialnya

Suatu analisa terhadap dampak/konsekuensi sosial terjadinya konversi agama di Dusun

Bukitsari dari perspektif teorinya Rambo R. Lewis.3

Ketika seseorang atau kelompok memutuskan untuk melakukan konversi agama, tentu

telah mempertimbangkan banyak hal, seperti dampak, atau konsekuensinya. Hal inilah yang

terjadi di Bukitsari, beberapa KK yang melakukan pindah agama menerima dampak sosial

dampak dari keputusan yang mereka lakukan. Dampak tersebut berupa perlakuan tidak adil dan

diskriminasi, lunturnya harmonisasi dan solidaritas sosial, dicemburui oleh masyarakat sekitar,

dan tekanan psikologi.

Lewis mengemukakan beberapa pendekatan untuk menyelidiki konsekuensi atau dampak

dari kasus konversi agama, antara lain: Konsekuensi psikologi, Konsekuensi teologi, Peran bias

pribadi dalam penilaian, Konsekuensi sosial budaya dan historis, dan Observasi-observasi

umum.

4.4.1 Konsekuensi psikologi

Konsekuensi psikologi yang dimaksud Lewis adalah sebuah evaluasi psikologis tentang

apakah ada kemajuan, kemunduran, atau perbaikan ketika berkonversi. Simmonds (dalam Lewis)

mempertanyakan apakah konversi kepada Yesus (kekristenan) adalah hal yang sesungguhnya

atau pergantian semata-mata. Konversi ingin mengenal dan mengikut Yesus atau karena

kepatuhan terhadap pemimpin kelompok atau norma-norma kelompok agama tertentu.

Sebuah perenungan apakah benar keputusan yang sudah diambil dengan sebuah kesadaran,

apakah benar karena ingin menjadi pengikut Yesus Kristus, atau hanya kagum terhadap agama

Kristen dan pengaruh dari kelompok agama Kristen. Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa

3 Ibid., 142-162.

Page 8: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

84

beberapa KK yang melakukan konversi awalnya memang karena pengaruh dari lingkungan

keagamaan Kristen di Katung, namun dalam prosesnya mereka dengan sebuah kesadaran mau

pindah ke agama Kristen atas dorongan diri pribadi dan ingin mengenal kekristenan (Yesus)

lebih dalam. Hal ini terbukti melalui antusiasnya mereka ingin belajar kekristenan lebih dalam

hingga mengundang komunitas Kristen untuk datang ke Bukitsari di daerah asal mereka setelah

mengenal kekristenan awal di Katung (Krisna, Denpasar, 2012). Terbukti juga hingga sampai

sekarang mereka tetap bertahan, setia pada keyakinan barunya, walaupun mereka mengalami

sebuah tekanan batin sebagai dampak dari konversi yang mereka lakukan. Tekanan batin tersebut

berupa diperlakukannya mereka secara tidak adil dan diskriminasi, dan dicemburui oleh

masyarakat sekitar.

4.4.2 Konsekuensi teologi

Konsekuensi teologis yang Lewis maksud adalah evaluasi konversi dalam menilai

konsekuensi. Aston menilai ada dua penilaian: Pertama, ritual dan dimensi perilaku yaitu apakah

calon pelaku konversi memenuhi syarat ritual untuk berkonversi, misalnya dibabtis. Kedua,

tentang apakah ada pencarian yang mendalam untuk Tuhan, apakah dengan tulus dan dengan

motivasi yang benar.

Beberapa KK yang melakukan konversi di Bukitsari melalui proses belajar yang panjang

tentang kekristenan pada akhirnya memberi diri dengan sukarela untuk dibaptis (Krisna,

Denpasar, 2012). Dalam hal ini para pelaku konversi telah memenuhi syarat untuk berkonversi.

Dalam pencarian mendalam untuk mengenal Tuhan Yesus (kekristenan) para pelaku konversi

melakukan usaha yang demikian, hal ini terbukti keterbukaan mereka dan undangan mereka

kepada pelayan Tuhan dari Katung untuk ke daerah mereka Bukitsari guna belajar lebih dalam

Page 9: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

85

tentang kekristenan. Tetapi dalam hal motivasi, mereka kurang tulus karena selain ingin belajar

kekristenan mereka juga memiliki motivasi ekonomi dan politik (Arjuna dan Rama, Bukitsari,

2012).

Melalui pembelajaran tentang teologi Kristen, doktrin gereja, pengajaran iman Kristen dapat

membuat kekristenan (pelaku konversi) menjadi kelompok agama yang eksklusif. Dalam

konsekuensi teologis juga dijelaskan tentang apakah melalui keteladanan orang Kristen dan ritual

keagamaan dapat membuat orang melakukan pindah agama. Berdasarkan hasil penelitian

terhadap pelaku konversi di Bukitsari disadari atau tidak telah terjadi sikap hati yang eksklusif

dari pelaku konversi. Hal ini tercermin dengan sebuah pernyataan oleh pelaku konversi tentang

di dalam kekristenan ada keselamatan dan agama lama tidak ada, kemudian kekristenan

menyembah Allah yang hidup tetapi agama lama menyembah berhala/patung (Arjuna dan Rama,

Bukitsari, 2012). Pernyataan ini dilontarkan oleh pelaku konversi saat diadakan wawancara, ini

menandakan bahwa kekristenan dapat membuat seseorang atau pemnganutnya bersikap

eksklusif.

Berdasarkan hasil penelitian beberapa KK yang pindah agama bahwa keteladanan orang

Kristen dan ritual keagamaan dapat menyebabkan orang pindah agama. Hal inilah yang terjadi di

Bukitsari, bahwa mereka pindah agama karena keteladanan orang Kristen yang baik, loyal,

penuh kasih, mau menolong terhadap mereka dan adanya ajakan mengikuti ritual kegamaan

seperti ibadah atau persekutuan.

4.4.3 Peran bias pribadi dalam suatu penilaian.

Dalam peran bias pribadi terhadap suatu penilaian yang dimaksud Lewis adalah setiap

komunitas keagamaan memiliki posisi dan penilaian sendiri. Adanya sebuah penilaian terhadap

Page 10: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

86

orientasi-orientasi teologi tentang pengetahuan-pengetahuan manusia yang normatif. Kemudian

dalam hal evaluasi psikologi menggambarkan resolusi mengenai kesalahan, permusuhan dan

sebagainya yang intinya konversi memiliki nilai negatif.

Berdasarkan hasil penelitian berkenaan dengan nilai negatif dari konversi salah satunya ialah

berbentuk pransangka. Prasangka ini terbukti adanya pandangan negatif dari masyarakat di

Bukitsari terhadap pelaku konversi agama dan kepada agama Kristen itu sendiri. Karena

kekristenan dianggap sebagai ancaman yang dapat merusak tatanan sosial, budaya dan agama di

komunitas masyarakat adat setempat, dan adanya kecurigaan terhadap orang-orang Kristen yang

berkunjung ke Bukitsari (Krisna, Denpasar, 2012). Prasangka ini akhirnya terwujud melalui

tindakan nyata terhadap komunitas Kristen di Bukitsari, mereka melakukan sebuah resistensi

sebagai bentuk ketidaksetujuannya karena adanya kekristenan di Bukitsari. Resistensi/penolakan

ini berbentuk sikap perlakuan tidak adil dan diskriminasi terhadap pelaku konversi di daerah

tersebut (Arjuna dan Rama, Bukitsari, 2012).

4.4.4 Konsekuensi sosial budaya dan historis.

Lewis mengungkapkan bahwa “konversi tidak hanya memiliki konsekuensi-konsekuensi

personal bagi individu tetapi meliputi konsekuensi-konsekuensi sosial budaya bagi kelompok-

kelompok orang yang berkonversi”. Konversi membawa sebuah perubahan bagi pelakunya

maupun lingkungan sosial budaya masyarakat tertentu. Konversi membawa konsekuensi

kemarahan, kekerasan dan konsolidasi sistem sebuah masyarakat.

Dampak sosial budaya yang terjadi di Bukitsari berbentuk lunturnya harmonisasi dan

solidaritas masyarakat setempat dengan pelaku konversi. Ini tercermin melalui sikap masyarakat

setempat yang mulai membedakan antara orang Kristen dan orang hindu, kurangnya tegur sapa,

Page 11: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

87

tidak dilibatkannya mereka dalam kegiatan adat, selalu dicurigai, kurangnya kepedulian

masyarakat adat terhadap pelaku konversi agama. Demikian juga lingkungn sosial yang yang

lebih kecil yaitu keluarga, ada sebuah penolakan dari anggota keluarganya terhadap para pelaku

konversi, misalnya dalam bentuk percecokan, ancaman sampai pada perusakan rumah (Arjuna,

Denpasar, 2012).

Kemudian adanya perlakuan tidak adil dan diskriminasi oleh masyarakat sekitar kepada

pelaku konversi, misalnya tidak disalurkannya bantuan dari pemerintah berupa beras, aliran air,

dan listrik. Hal yang ektrim lagi adalah tentang pembongkaran kuburan Kristen oleh masyarakat

sekitar (Gareng, Abianbase, 2012).

Selanjutnya ada kecemburuan sosial oleh masyarakat sekitar terhadap pelaku konversi.

Kecemburuan ini nampak pada peristiwa perusakan tanaman milik pelaku konversi, karena

tanaman mereka lebih baik disbanding tanaman masyarakat sekitar (Krisna, Denpasar, 2012).

4.5 Menggambarkan atau mendeskripsikan proses terjadinya kasus konversi agama di

Bukitsari, melalui tujuh (7) model tingkatan berdasarkan terorinya Rambo R. Lewis.

Konversi yang terjadi di Bukitsari tidak disebabkan oleh peristiwa tunggal atau terjadi begitu

saja tanpa ada rentetan-retetan peristiwa yang melatarbelakanginya. Melalui bagan yang

ditawarkan Lewis di bawah ini, penulis gunakan sebagai alat untuk menganalisa rentetan-

rentetan peristiwa penyebab konversi agama di Bukitsari. Penulis mulai melakukan analisa dari

krisis sebagai pusat terjadinya konversi, beranjak dari krisis inilah lalu orang melakukan

pencarian, pencarian membawa seseorang tiba pada sebuah tempat/konteks, dalam kontek itulah

mereka mengalami suatu pertemuan/perjumpaan, lalu masuk ke interaksi, dilanjutkan dengan

komitmen dan terakhir adalah konsekuensi sebagai bentuk resistensi masyarakat setempat. Lebih

Page 12: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

88

jauh penulis juga melihat bahwa setelah konsekuensi akan kembali lagi ke krisis, namun krisis

yang baru. Berikut pemaparan analisanya:

1. Krisis

Lewis mengungkapkan, “krisis seringkali mendahului terjadinya konversi agama. Krisis

dapat terjadi pada kehidupan keagamaan, politik, psikologi dan kebudayaan. Pada tahap ini

ada dua dasar yang penting dicermati dalam menganalisa kasus konversi yaitu tentang isu-isu

konteks dan keaktifan atau kepasifan pelaku konversi”.

Berdasarkan hasil penelitian, pandangan Lewis benar jika dihadapakan dalam kasus

konversi di Bukitsari, sebab awal terjadinya konversi agama karena adanya faktor krisis.

Krisis yang dialamai oleh pelaku konversi di Bukitsari adalah krisis psikologi, keagamaan,

dan kebudayaan. Krisis psikologi tercermin pada suatu perasaan sedih, tertekan karena hidup

dalam kemiskinan. Kemudian dalam komunitas keagamaan mereka tidak banyak menolong

untuk mengentaskan mereka atau membantu menangani kemiskinan sehingga mulai berani

KRISIS

KONSEKUENSI

KONTEKS

KOMITMEN INTERAKSI

PERTEMUAN PENCARIAN

Page 13: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

89

mempertanyakan komunitas agamanya. Kemudian krisis kebudayaan, artinya dalam kondisi

hidup kekurangan, Hindu Bali memiliki suatu tradisi/budaya harus melakukan banyak upcara

keagamaan yang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal-hal tersebut menyebabkan krisis

di Bukitsari.

Isu-isu konteks disini adalah tentang keadaan Bukitsari sebagai tempat yang terpencil

bahkan terisolasi yang memiliki potensi krisis yang cukup besar. Dalam kasus konversi yang

terjadi para pelaku konversi cukup aktif dalam proses konversi. Hal ini terlihat melalui

antusiasme mereka untuk mau belajar tentang kekristenan lebih jauh lagi dengan harapan

membebaskan mereka dari krisis (Krisna, Denpasar, 2012).

2. Pencarian

Lewis mengungkapkan pencarian merupakan hal yang dilakukan oleh manusia secara

terus menerus di dalam proses kontruksi dan merekontruksi dunianya supaya menghasilkan

arti dan makna. Oleh karena itu pelaku konversi menjadi pelaku agen aktif, karena mereka

dapat mencari kepercayaan-kepercayaan, kelompok-kelompok, dan organisasi-organisasi

yang menyediakan apa yang mereka butuhkan. Pandangan Lewis diatas cocok dalam

menggambarkan kasus konversi yang terjadi di Bukitsari. Beberapa keluarga yang merantau

ke Katung adalah orang-orang yang cukup aktif dalam usaha untuk membangun

kehidupannya supaya lebih baik. Mereka berusaha mencari kelompok-kelompok masyarakat

yang dapat membantu memenuhi kebutuhannya. Dalam pencarian inilah mereka mulai

menemukan sebuah kelompok Kristen di Katung.

Pencarian yang mereka lakukan tentu memiliki motivasi, dalam bahasanya Lewis

dikatakan “motivasi memperkuat dalam mencapai kebutuhan-kebutuhannya”. Jadi dalam

Page 14: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

90

pencarian mereka memiliki motivasi untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Motivasi mula-

mula saat itu adalah untuk dapat memnuhi kebutuhan ekonomi karena keluarga tertekan

hidup dalam kemiskinan. Epstein (dalam Lewis) mengemukakan “motivasi adalah dasar

manusia bertindak, untuk memenuhi kebutuhan”. Demikian halnya dengan beberapa KK

dalam melakukan konversi memeiliki motivasi sehingga berani bertindak.

3. Konteks

Lewis dalam teorinya mengatakan konteks mencakup sebuah pandangan tentang adanya

pertentangan, perjumpaan, dan beberapa faktor dialektik di antara keduanya mempermudah

maupun menghambat proses konversi. Dalam kasus konversi yang terjadi di Bukitsari, benar

bahwa terjadi perjumpaan dan dialektik antara pelaku konversi dengan komunitas kristen di

Desa Katung (Krisna, Denpasar, 2012). Namun tidak terjadi pertentangan seperti yang

dikatakan Lewis.

Gration (dalam Lewis) mengatakan setiap konversi ada di dalam konteks, sebuah konteks

memiliki berbagai macam segi, merangkum bidang politik, sosial, ekonomi, serta keagamaan

di dalam sebuah kehidupan seseorang di saat dirinya berkonversi. Berdasarkan hasil

penelitian terjadinya kasus konversi agama di Bukitsari benar disebabkan oleh faktor

ekonomi, sosial dan politik serta keagamaan (Krisna, Denpasar 2012; Arjuna dan Rama,

Bukitsari, 2012). Keagamaan disini maksudnya adalah diperkenalkannya agama kristen

terhadap pelaku konversi, adanya pembelajaran dan pelayanan, dan adanya keunggulan-

keunggulan agama kristen.

Konteks juga dibagi menjadi kedalam dua bagian yakni Macrocontext dan Microcontext.

Makro-konteks mengarah kepada lingkungan total, misalnya tentang politik, keagamaan,

Page 15: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

91

organisasi-organisasi, dan ekonomi. Sedangkan Mikrokonteks menyangkut dunia yang lebih

dekat dari sebuah keluarga seseorang, para sahabat, kelompok etnik, komunitas ke-agamaan,

serta orang-orang yang berada di sekitarnya. Kekuatan-kekuatan ini antara satu dengan yang

lainnya dapat mempermudah ataupun menghambat, menghalangi konversi. Jadi baik makro

maupun mikro memberikan pengaruh terhadap terjadinya proses konversi, demikian halnya

kasus konversi agama di Bukitsari.

Lewis menunjukkan beberapa hipotesis mengenai berbagai dinamika konversi: ”jika

kebudayaan suatu daerah berada dalam krisis maka memiliki banyak potensi orang

melakukan konversi agama, sebaliknya jika kebudayaan asli suatu daerah tertentu stabil,

ulet, serta efektif, maka sedikit orang yang akan melakukan konversi”. Hindu Bali adalah

agama yang tidak dapat dipisahkan dengan ritual keagamaan yang sarat dengan nuansa

kebudayaan, misalnya saja nyaben dan banten. Bukitsari merupakan tempat dimana

penduduknya miskin, untuk memenuhi upacara keagamaan yang sudah membudaya, seperti

Banten dan Nyaben yang membutuhkan biaya besar, dapat menyebabkan seseorang

mengalami krisis. Krisis kebudayaan inilah yang dimaksud Lewis dapat menyebabkan

konversi agama. Mereka mulai mencari agama yang tidak menyusahkan dan memberatkan

keuangan hidupnya.

4. Pertemuan/Perjumpaan

Perjumpaan yang dimaksud oleh Lewis dalam tingkatan ini adalah berjumpanya sang

pendorong (Misionaris/orang Kristen) dengan pelaku konversi agama. Perjumpaan

dipandang sebagai pusaran kekuatan dinamis lapangan di mana konversi itu terjadi. Dari

perjumpaan tersebut terdapat sebuah penolakan total dan dapat juga terjadi penerimaan yang

Page 16: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

92

lengkap pada orang lain. Pandangan Lewis relevan dalam penggambaran hasil penelitian

yang telah dilakukan, karena konversi agama yang terjadi di Bukitsari awal mulanya dari

Desa Katung, merupakan bentuk perjumpaan antara pelaku konversi dengan kelompok

keagamaan Kristen. Dalam perjumpaan inilah terjadi suatu sikap penerimaan yang positif

oleh pelaku konversi dan sikap negatif berupa penolakan oleh lingkungan masyarakat sekitar.

Dalam perjumpaan antara sang pendorong dalam hal ini adalah komunitas kristen, Lewis

mengungkapkan bagi sang pendorong memiliki target audien yang potensial dan taktik untuk

membawa orang-orang yang berkonversi ke dalam komunitas keagamaan. Orang yang

berkonversi juga mencoba mempertinggi kepentingan-kepentingan terbaik yang merasa

dimiliki. Dengan cara-cara itu sang pendorong dan orang yang berkonversi secara potensial

secara timbal balik bertemu dengan masing-masing kebutuhannya.

Apa yang dipaparkan Lewis sinkron dengan hasil penelitian yang diperoleh, karena

kelompok agama kristen memiliki target audien dan memiliki taktik untuk mengajak pelaku

konversi untuk berkonversi saat itu. Caranya adalah dengan memperkenalkan kekristenan,

diajaknya ibadah, dikenalkannya kepada pemimpin agama, disambut baik dengan penuh

kasih, sehingga melalui proses pelayanan yang panjang akhirnya pelaku konversi

berkonversi. Demikian sebaliknya, para pelaku konversi pun memilki sebuah tujuan atau

kepentingan-kepentingan tertentu, misalnya ketika mereka menjadi kristen melihat peluang

akan adanya harapan dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kebutuhan tersebut bukan hanya

spiritual tetapi juga dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi, termasuk dalam sandang,

pangan dan papan. Dari peristiwa ini terlihat ada sebuah kepentingan timbal balik

bertemunya masing-masing kebutuhan seperti yang dikatakan Lewis.

Page 17: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

93

5. Interaksi

Lewis mengungkapkan “untuk orang-orang yang berlanjut dengan sebuah pilihan

keagamaan baru setelah awal pertemuan, mereka berinteraksi dengan mengadopsi kehebatan-

kehebatan kelompok keagamaan”. Dalam hal ini interaksi terjadi diawali oleh sebuah

pertemuan antara kelompok agama Kristen dengan pelaku konversi. Pelaku konversi agama

di Bukitsari, memandang kekristenan memiliki keunggulan atau kehebatan dibanding agama

yang lama, misalnya tentang dalam agama Kristen ada kepastian keselamatan, ada

pembebasan dari dosa oleh Yesus, Tuhan Kristen yang dapat menolong kesulitan hidup

mereka, menyembah Tuhan bukan patung berhala (Arjuna dan Krisna, Bukitsari, 2012), tidak

mengenal denda sosial, ritual-ritual tidak membutuhkan dana besar seperti halnya dalam

agama yang lama.

Lewis berpendapat “pada tahap interaksi, orang yang berkonversi secara potensial

lainnya memilih melanjutkan kontak dan menjadi lebih terlibat, atau sang pendorong

berusaha menopang interaksi tersebut dengan tatanan untuk memperluas kemungkinan

mengajak orang tersebut untuk berkonversi”. Apa yang diungkapkan Lewis sesuai dengan

konteks pelaku konversi di Bukitsari, mereka memilih melanjutkan kontak dengan kelompok

Kristen dengan mengundang orang-orang Kristen ke daerah mereka untuk pendalaman lebih

lanjut tentang kekristenan. Demikian halnya dengan kelompok Kristen dengan antusias

datang memberikan pelayanan kepada palaku konversi baik ketika di Katung sampai

berlanjut di Bukitsari (Krisna, Denpasar, 2012). Potensi ini memungkinkan kelompok

Kristen untuk mengajak pelaku konversi untuk berkonversi.

Lebih lanjut Lewis berbicara mengenai keefektifan interaksi mungkin berasal dari sebuah

diskusi tentang sifat mendasar dari proses pewadahan, misalnya: berbagai macam hubungan,

Page 18: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

94

ritual, pembicaraan, dan peranan. Setelah melakukan pengamatan, didapati bahwa dalam

proses interaksi ini mulai terjalin sebuah hubungan antar keduanya, mereka juga mulai

dilibatkan dalam ritual-ritual misalnya mengikuti persekutuan, ada semacam pembicaraan

yang lebih dalam tentang kekristenan, dan mulai diberi peranan untuk dikerjakan misalnya

penyiapan tempat ketika ada perkunjungan dan diajar membaca alkitab.

6. Komitmen

Lewis mengatakan komitmen merupakan bagian dari proses konversi yang perlu

dilakukan oleh pelaku konversi setelah melakukan interaksi yang intensif dengan kelompok

agama yang baru. Komitmen seseorang biasa ditunjukan dengan menjalankan ritual agama

yang baru. Komitmen tersebut dikenal dengan sebutan komitmen ritual, seperti: baptis dan

kesaksian. Berdasarkan hasil penelitian para pelaku konversi setelah memalalui beberapa

tingkatan di atas, akhirnya berani mengambil sebuah komitmen dengan melakukan konversi

agama dari Hindu ke Kristen. Tidak sebatas itu saja, mereka juga mau menyerahkan diri

untuk dibaptis dan bersedia menjadi saksi tentang iman barunya (Krisna, Denpasar, 2012).

Karena dengan kedua hal itu, memperlihatkan perubahan seseorang dan partisipasinya di

dalam perubahan tersebut, serta orang lain juga dapat melihat keputusan yang diambil oleh

pelaku konversi (menjadi saksi).

Lewis mengatakan di dalam tingkat ini terdapat lima elemen yang melingkupi: membuat

keputusan, ritual-ritual, penyerahan, manifestasi kesaksian yang terkandung di dalam

perubahan bahasa dan rekontruksi biografi, dan perumusan kembali motivasi. Dalam tahap

ini pelaku konversi di Bukitsari berani mengambil keputusan pindah agama, kemudian mau

mengikuti atau terlibat dalam ritual keagamaan. Lalu ada suatu sikap penyerahan diri sebagai

Page 19: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

95

bentuk kepercayaan terhadap keagamaan baru, adanya kesaksian hidup berbentuk pada

perubahan gaya hidup dan membangun pandangan serta pola hidupnya yang baru. Kemudian

mencoba merumuskan kembali motivasi dalam bentuk perenungan dan pertanyaan refleksi

tentang keputusan yang telah diambil terhadap motivasi awal.

7. Konsekuensi

Ketika seseorang atau kelompok memutuskan untuk melakukan konversi agama,

tentunya telah banyak hal-hal yang dipertimbangkan, termasuk akibat, atau dampak, atau

yang dalam tingkatan bagian ini disebut sebagai konsekuensi. Hal tersebut juga yang terjadi

bagi pelaku konversi agama di Bukitsari, karena mereka menerima dampak atau konsekuensi

dari keputusan yang mereka ambil. Konsekuensi ini berupa perlakuan tidak adil dan

diskriminasi, lunturnya harmonisasi dan solidaritas, dicemburui oleh masyarakat sekitar, dan

tekanan psikologi.

Lewis mengemukakan beberapa pendekatan untuk menyelidiki konsekuensi atau dampak

dari kasus konversi agama, antara lain: Konsekuensi psikologi, Konsekuensi teologi, Peran

bias pribadi dalam penilaian, dan Konsekuensi sosial budaya dan historis.

1. Konsekuensi psikologi

Konsekuensi psikologi yang dimaksud Lewis adalah sebuah evaluasi psikologis tentang

apakah ada kemajuan, kemunduran, atau perbaikan ketika berkonversi. Simmonds (dalam

Lewis) mempertanyakan apakah konversi kepada Yesus (kekristenan) adalah hal yang

sesungguhnya atau pergantian semata-mata. Konversi ingin mengenal dan mengikut Yesus

Page 20: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

96

atau karena kepatuhan terhadap pemimpin kelompok atau norma-norma kelompok agama

tertentu.

Sebuah perenungan apakah benar keputusan yang sudah diambil dengan sebuah

kesadaran, apakah benar karena ingin menjadi pengikut Yesus Kristus, atau hanya kagum

terhadap agama Kristen dan pengaruh dari kelompok agama Kristen. Berdasarkan hasil

penelitian didapati bahwa beberapa KK yang melakukan konversi awalnya memang karena

pengaruh dari lingkungan keagamaan Kristen di Katung, namun dalam prosesnya mereka

dengan sebuah kesadaran mau pindah ke agama Kristen atas dorongan diri pribadi dan ingin

mengenal kekristenan (Yesus) lebih dalam. Hal ini tersbukti melalui antusiasnya mereka

ingin belajar kekristenan lebih dalam hingga mengundang komunitas Kristen untuk datang

ke Bukitsari di daerah asal mereka setelah mengenal kekristenan awal di Katung (Krisna,

Denpasar, 2012). Terbukti juga hingga sampai sekarang mereka tetap bertahan, setia pada

keyakinan barunya, walaupun mereka mengalami sebuah tekanan batin sebagai dampak dari

konversi yang mereka lakukan. Tekanan batin tersebut berupa diperlakukannya mereka

secara tidak adil dan diskriminasi, dan dicemburui oleh masyarakat sekitar.

2. Konsekuensi teologi

Konsekuensi teologis yang Lewis maksud adalah evaluasi konversi dalam menilai

konsekuensi. Aston menilai ada dua penilaian: Pertama, ritual dan dimensi perilaku yaitu

apakah calon pelaku konversi memenuhi syarat ritual untuk berkonversi, misalnya dibabtis.

Kedua, tentang apakah ada pencarian yang mendalam untuk Tuhan, apakah dengan tulus

dan dengan motivasi yang benar.

Beberapa KK yang melakukan konversi di Bukitsari melalui proses belajar yang panjang

tentang kekristenan pada akhirnya memberi diri dengan sukarela untuk dibaptis (Krisna,

Page 21: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

97

Denpasar, 2012). Dalam hal ini para pelaku konversi telah memenuhi syarat untuk

berkonversi. Dalam pencarian mendalam untuk mengenal Tuhan Yesus (kekristenan) para

pelaku konversi melakukan usaha yang demikian, hal ini terbukti keterbukaan mereka dan

undangan mereka kepada pelayan Tuhan dari Katung untuk ke daerah mereka Bukitsari

guna belajar lebih dalam tentang kekristenan. Tetapi dalam hal motivasi, mereka kurang

tulus karena selain ingin belajar kekristenan mereka juga memiliki motivasi ekonomi dan

politik (Arjuna dan Rama, Bukitsari, 2012).

Melalui pembelajaran tentang teologi Kristen, doktrin gereja, pengajaran iman Kristen

dapat membuat kekristenan (pelaku konversi) menjadi kelompok agama yang eksklusif.

Dalam konsekuensi teologis juga dijelaskan tentang apakah melalui keteladanan orang

Kristen dan ritual keagamaan dapat membuat orang melakukan pindah agama. Berdasarkan

hasil penelitian terhadap pelaku konversi di Bukitsari disadari atau tidak telah terjadi sikap

hati yang eksklusif dari pelaku konversi. Hal ini tercermin dengan sebuah pernyataan oleh

pelaku konversi tentang di dalam kekristenan ada keselamatan dan agama lama tidak ada,

kemudian kekristenan menyembah Allah yang hidup tetapi agama lama menyembah

berhala/patung (Arjuna dan Rama, Bukitsari, 2012). Pernyataan ini dilontarkan oleh pelaku

konversi saat diadakan wawancara, ini menandakan bahwa kekristenan dapat membuat

seseorang atau pemnganutnya bersikap eksklusif.

Berdasarkan hasil penelitian beberapa KK yang pindah agama bahwa keteladanan orang

Kristen dan ritual keagamaan dapat menyebabkan orang pindah agama. Hal inilah yang

terjadi di Bukitsari, bahwa mereka pindah agama karena keteladanan orang Kristen yang

baik, loyal, penuh kasih, mau menolong terhadap mereka dan adanya ajakan mengikuti

ritual kegamaan seperti ibadah atau persekutuan.

Page 22: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

98

3. Peran bias pribadi dalam suatu penilaian.

Dalam peran bias pribadi terhadap suatu penilaian yang dimaksud Lewis adalah setiap

komunitas keagamaan memiliki posisi dan penilaian sendiri. Adanya sebuah penilaian

terhadap orientasi-orientasi teologi tentang pengetahuan-pengetahuan manusia yang

normatif. Kemudian dalam hal evaluasi psikologi menggambarkan resolusi mengenai

kesalahan, permusuhan dan sebagainya yang intinya konversi memiliki nilai negatif.

Berdasarkan hasil penelitian berkenaan dengan nilai negatif dari konversi salah satunya

ialah berbentuk pransangka. Prasangka ini terbukti adanya pandangan negatif dari

masyarakat di Bukitsari terhadap pelaku konversi agama dan kepada agama Kristen itu

sendiri. Karena kekristenan dianggap sebagai ancaman yang dapat merusak tatanan sosial,

budaya dan agama di komunitas masyarakat adat setempat, dan adanya kecurigaan terhadap

orang-orang Kristen yang berkunjung ke Bukitsari (Krisna, Denpasar, 2012). Prasangka ini

akhirnya terwujud melalui tindakan nyata terhadap komunitas Kristen di Bukitsari, mereka

melakukan sebuah resistensi sebagai bentuk ketidaksetujuannya karena adanya kekristenan

di Bukitsari. Resistensi/penolakan ini berbentuk sikap perlakuan tidak adil dan diskriminasi

terhadap pelaku konversi di daerah tersebut (Arjuna dan Rama, Bukitsari, 2012).

4. Konsekuensi sosial budaya dan historis.

Lewis mengungkapkan bahwa “konversi tidak hanya memiliki konsekuensi-konsekuensi

personal bagi individu tetapi meliputi konsekuensi-konsekuensi sosial budaya bagi

kelompok-kelompok orang yang berkonversi”. Konversi membawa sebuah perubahan bagi

pelakunya maupun lingkungan sosial budaya masyarakat tertentu. Konversi membawa

konsekuensi kemarahan, kekerasan dan konsolidasi sistem sebuah masyarakat.

Page 23: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

99

Dampak sosial budaya yang terjadi di Bukitsari berbentuk lunturnya harmonisasi dan

solidaritas masyarakat setempat dengan pelaku konversi. Ini tercermin melalui sikap

masyarakat setempat yang mulai membedakan antara orang Kristen dan orang hindu,

kurangnya tegur sapa, tidak dilibatkannya mereka dalam kegiatan adat, selalu dicurigai,

kurangnya kepedulian masyarakat adat terhadap pelaku konversi agama. Demikian juga

lingkungn sosial yang yang lebih kecil yaitu keluarga, ada sebuah penolakan dari anggota

keluarganya terhadap para pelaku konversi, misalnya dalam bentuk percecokan, ancaman

sampai pada perusakan rumah (Arjuna, Denpasar, 2012).

Kemudian adanya perlakuan tidak adil dan diskriminasi oleh masyarakat sekitar kepada

pelaku konversi, misalnya tidak disalurkannya bantuan dari pemerintah berupa beras, aliran

air, dan listrik. Hal yang ektrim lagi adalah tentang pembongkaran kuburan Kristen oleh

masyarakat sekitar (Gareng, Abianbase, 2012).

Selanjutnya ada kecemburuan sosial oleh masyarakat sekitar terhadap pelaku konversi.

Kecemburuan ini nampak pada peristiwa perusakan tanaman milik pelaku konversi, karena

tanaman mereka lebih baik disbanding tanaman masyarakat sekitar (Krisna, Denpasar,

2012).

8. Krisis Baru

Setelah penulis memaparkan ke tujuh (7) rentetan peristiwa proses konversi di atas

menurut Lewis, dimulai dari krisis hingga konsekuensi, maka penulis mendapati bahwa hal

tersebut juga telah menciptakan krisis baru. Krisis baru yang dimaksud adalah sebuah krisis

dampak dari konsekuensi yang dirasakan oleh pelaku konversi. Krisis baru ini dapat

berdampak pada kembalinya pelaku konversi ke agama semua atau penulis memberi istilah

Page 24: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

100

re-konversi, atau justru krisis ini memurnikan pelaku konversi untuk tetap konsisten terhadap

agama dan iman barunya.

Terbukti bahwa melalui krisis baru ini banyak pelaku konversi yang telah menjadi

Kristen, melakukan re-konversi ke agama semula. Penyebabnya adalah dari

dampak/konsekuensi yang dirasa memberatkan mereka ketika menjadi Kristen. Kemudian

bagi yang bertahan hingga sekarang, adalah sebagai bukti bahwa ada kuasa ilahi yang

memberikan mereka kekuatan hingga bertahan dan sanggup mengahdapi, melewati proses

dari awal hingga sampai pada tahap konsekuensi. Dari konsekuensi menuju ke krisis baru

dan tetap konsisten.

4.6 Kesimpulan

Berdasarkan analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud konversi agama

dalam konteks beberapa KK di Bukitsari ialah telah berubahnya sistem keyakinan lama ke sistem

keyakinan yang baru atau berpindah dari satu agama ke agama yang lain, yakni dari Hindu ke

Kristen Protestan. Konversi yang terjadi di Bukitsari bukanlah disebabkan oleh faktor atau

peristiwa tunggal melainkan terdiri dari berbagai rentetan peristiwa yang tidak dapat dipisahkan

satu dengan yang lain. Keputusan yang dilakukan oleh beberapa KK di Bukitsari untuk pindah

agama tidaklah mudah, karena mereka harus siap menerima dampak atau konsekuensinya.

Proses peristiwa konversi di Bukitsari secara sederhana dapat digambarkan serta diurutkan

sebagai berikut: konversi berasal dari sebuah krisis, dari krisis maka pelaku konversi melakukan

pencarian, dari pencarian akan membawa pelaku konversi ke suatu tempat atau konteks,

kemudian di konteks itulah mereka mengalami perjumpaan/pertemuan, lalu dari pertemuan

tersebut terjadilah interaksi, karena interaksi yang intensif terjadi maka pelaku konversi

Page 25: BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA DI BUKITSARI DARI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/5/T2... · Kondisi kehidupan masyarakat Bukitsari adalah masyarakat yang miskin, terpencil,

101

melakukan sebuah komitmen, komitemen tersebut membawa sebuah konsekuensi, dari

konsekuensi tersebut kembali menyebabkan krisis baru bagi pelaku konversi agama.