bab iv ali

Upload: syahrizan-muzalmi

Post on 09-Jul-2015

608 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS INDIVIDU MERESUME (MERANGKUM) BUKU KUNCORO NINGRAT DARI BAB IV-BAB V MATA KULIAH : ANTROPOLOGI

NAMA NIM PRODI/KELAS

: ALI HASYMI : 231000123 : GEOGRAFI/ A.SORE

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESI (STKIP-PGRI) PONTIANAK 20101 *

BAB IV MASYARAKAT

1. KEHIDUPAN KOLEKTIF DAN DEFINISI MASYARAKAT Kehidupan kolektif dalam alam bintang. Tidak hanya mahluk manusia saja, melainkan juga banyak jenis mahluk lain hidup bersama induvidu-induvidu sejenisnya.dalam kolektifkolektif protozoa seperti misalnya sejenis Hydractinia itu,ada suatu pembagian kerja yang nyata antara sub-kolektif. Ada subkolektif yang terdiri dari ratusan sel yang pungsinya mencari makan bagi seluruh kolektif; ada sub-kolektif lain yang pungsinya memproduksi jenis dengan cara membelah diri; ada sub-kolektif yang berpungsi meneliti keadaan lingkungan dengan kemampuannya membedakan suhu yang terlampau tinggi atau yang terlampau rendah, untuk mendeteksi adanya bahan yang dapat dimakan, adanya lingkungan yang cocok untuk reproduksi dan lain-lain. Kita juga mengetahui bahwa banyak jenis serangga, seperti semut, lebah, belalang, dan lain-lain hidup secara kolektif. Ada beberapa jenis semut yang menurut para ahli terbagi ke-16 sub-kolektif yang masing masing bertugas salah satu dari ke-16 macam pungsi hidup yang berbeda-beda. Ada yang bertugas memproduksi telur, ada yang berpungsi mencari makanan, ada yang berpungsi tukang pembersih sarang,ada yang berpungsi dalam pertahanan sarangnya dan sebagainnya. juga banyak binatang yang lebih tinggi seperti ikan, burung, serigala, banteng, dan mahluk mahluk primat, hidup sebagai kesatuan kolektif. Dari mempelajari kolektif-kolekif binatang kita dapat mengabstraksikan beberapa ciri khas kehidupan kolektif; yaitu: (1) pembagian kerja yang tetap antara berbagai macam sub-kesatuan atau golongan individu dalam kolektif untuk melaksanakan berbagai macam pungsi hidup; (2) ketergantungan individu kepada individu lain dalam kolektif sebagai akibat dari pembagian kerja tadi; (3) kerja sama antar individu yang disebabkan karna sifat ketergantungan tadi;(4) kounikasi antar individu yang diperlukan guna melaksakan keja sama tadi;(5) diskriminasi yang diadakan antar individuindividu warga kolektif dan individu-individu dari luarnya. Beberapa ahli filsafat seperti H. Spencer pernah menyatakan bahwa azas egoisme atau azasendahulukan kepentingan diri sendiri diatas kepentingan yang lain, mutlak perlu bagi jenis-jenis mahluk untuk dapat bertahan dalam alam yang kejam. Sikap egois dapat membuat mahluk bertahan semikian kuatnya, sehingga ia cocok (fit) dengan alam untuk dapat bertahan dan hdup langsung (survive) sikap egois memungkinkan the survival of the fittest. Sebaliknya ada ahli filsafat lain menunjukan bahwa lawan azas egoisme,yaitu alruisme, atau azas hidup berbakti untuk kepentingan yang lain, jua dapat membuat jenis mahluk itu menjadi sedemikian kuatnya sehingga dapat bertahan dalam proses seleksi alam yang kejam. Kehidupan kolektif mahluk manusia. Manusia adalah jenis mahluk yamg juga hidup dalam kolektif, maka pengetahuan mengenai azas-azas hidup kolektif yang sebenarnya telah dapat kita pelajari pada berbagai jenis protozoa, serangga, dan binatang kolektif tersebut di atas juga penting untuk mencapai pengertian mengenai kehidupan kolektif mahluk manusia. Akal manusia mampu untuk membayangkan dirinya serta peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi2 *

terhadap dirinya, sehingga dengan demikian manusia dapat mengadakan pilihan serta seleksi terhadap berbagai alternatif dalam tingkah lakunya untuk mencapai efektivitas yan oftimal dalam mempertahankan hidupnya terhadap kekejaman alam sekelilingnya. Kelakuan binatang kolektif (animal behavior) yang berakar dalam naluri, pada manusia menjadi tingkah laku yang dijadikan milik diri dengan belajar(learned action) agar ada suatu pembedaan yang tajam antara kelakuan binatang dan tingkah laku manusia dalam kehidupan kolektif. Oleh karena pola-pola tindakan dan tingkah laku manusia adalah hasil pembelajaran, maka kita dapat mudah mengerti bahwa pola-pola tindakan dapat berubah dengan lebih cepat dari pada perubahan bentuk organismenya. 2. BERBAGAI WUJUD KOLEKTIF MANUSIA . Manusia dimuka bumi masa kini berjumlah lebih dari tiga miliyar (3.000.000.000), dan seluruh mahluk jenis homosapiens itu menampakan suatu aneka warna yang disebabkan karena ciri ciri ras kaukasoid, mongoloid, negroid, serta beberapa ciri lain yang berbeda beda. Ciri ras itu tidak menyebebkan timbulnya aneka warna dalam tingkah laku manusia. Dalam hal adab tingkah laku, mereka tidak banyak berbeda, karena kedua duanya berbicara bahasa inggris dan bertingkah laku menurut adat istiadat dan gaya hidup orang amerika. Aneka warna tingkah laku manusia memang tidak disebabkan karna ciri-ciri ras, melainkan karna kolektif-kolektif dimana manusia itu bergaul dan berinteraksi. Dijawa ada dua macam suku bangsa jawa, yag walaupun sama adat istiadat maupun bahasanya, berbeda mengenai agamanya, yaitu satu beragama islam santri, dan lainnya beragama islam kejawen. Demikian juga dalam batas wilayah negara inggris misalnya, ada suku bangsa anglosaxon yang terutama beragama kristen anglikan,dan suku bangsa irish yang terutama beragama katolik atau dibatas wilayah negara belgia dimana ada suku bangsa klam yang berbahasa belanda, dan suku bangsa waals yang berbahasa prancis. Aneka warna kesatuan hidup manusia dalam batas suatu kesatuan negara nasional mempunyai wujud yang lain. Aneka warna wujud ini tidak disebabkan karena ada suku-suku bangsa yang berbeda, melainkan secara horizontal ada lapisan lapisan sosial yang berbeda beda. Warga dari suatu negara dapat kita golong-golongkan misalnya kedalam golongan petani, golongan buruh, golongan pedaganng, golongan pegawai, golongan bangsawan dan lain-lain,yang masing-masing mempunyai tingkah laku, adat-istiadat, dan gaya hidup yang berbeda beda. Golongan golongan seperti itu tadi seolah olah merupakan lapisan lapisan sosial, karena ada penilaian tingi rendah mengenai tiap golongan tadi oleh warga dari negara yang bersangkutan. Didalam suatu negara seperti indonesia, dengan banyak suku bangsa yang berbeda beda, kita malah sering melihat bahwa disamping berbagai macam lapisan sosial yang berlaku untuk seluruh negara, ada sistem sistem pelapisan sosial yang khusus, yang hanya berlaku untuk setiap suku bangsa yang ada dalam negara. Lapisan sosial di bali yang berwujud kasta brahmana,satria,vasya dan sundra, tidak berlaku misalnya dalam adat sunda,minang kabau, aceh, timor timor, atau lainnya.

3 *

3. UNSUR-UNSUR MASYARAKAT Adanya bermacam-macam wujud kesatuan kolektif manusia menyebabkan bahwa kita memerlukan beberapa istilah untuk membeda bedakan berbagai macam kesatuan manusia tadi. Kecuali istilah yang paling lazim, yaitu masyarakat, ada istilah istilah khusus untuk menyebut kesatuan kesatuan khusus yang merupakan unsur-unsur dari masyarakat,yaitu kategori sosial, komunitas, kelompok dan perkumpulan. Masyarakat tersebut istilahnya yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari,adalah masyarakat. Dalam bahasa inggris dipakai istilah society yang berasal dari bahasa latin socius,yang berarti kawan istilah masyarakat sendiri berasal dari bahasa arab syaraka yang berarti ikut serta ,berpartisipasi. Masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah, saling,berinteraksi. Suatu negara yang geografinya kecil, dengan suatu wilayah darat yang kompak, tentu saja mempunyai potensi dan kemungkinan untuk berinteraksi lebih tinggi dari pada suatu negara yang geografinya sangant luas dan terdiri dari beribu ribu kepulauan yang letaknya terpencar, seperti halnya negara kita. Ikatan apa yang membuat suatu kesatuan manusia itu menjadi masyarakat ? yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua paktor kehidupannya dalam batas kesatuan itu. Lagi pula, pola itu harus bersipat mantap dan kontinyu; dengan perkataan lain, pola khas itu harus sudah menjadi adat-istiadat yang khas. Tidak adanya sistem norma yang menyeluruh setidaknya ada komunitas, menyebakan suatu penghuni asrama atau murid suatu sekolah biasanya tidak disebut masyarakat. Sebaliknya suatu negara, atau suatu kota, maupun desa, misalnya, merupakan manusia yang memiliki keempat ciri terurai diatas, yaitu interaksi antara warga-warganya, adat-istiadat, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga negara kota atau desa; suatu kontinuitas dalam waktu; dan suatu rasa identitas kuat yang mengikat semua warga. Itulah sebabnya suatu negara atau desa dapat kita sebut masyarakat dan kita memang sering berbicara tentang masyarakat indonesia, masyarakat fhilipina, masyarakat belanda, masyarakat amerika, masyarakat jakarta, masyarakat medan, masyarakat sala, masyarakat balige, masyarakat desa ciamis, atau masyarakat desa trunyan. Dengan memperhatikan ketiga ciri terurai diatas maka definisi mengenai masyarakat secara khusus dapat kita rumuskan sebagai berikut: masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu identitas bersama. Definnisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh L. Gillin dan J.P Gillin dalam buku mereka cultural sosiology (1945 : hlm.139), yang merumuskan masyarakat atau society adalah .........the largest grouping in which common customs, traditions, adalah unsur adat istiadat,dan unsur kontinuitasdalam definisi kita, serta unsur commom attitudes and feelengas of unity adalah sama dengan unsur identitas bersama. Satu tambahan dalam definisi gillin adalah unsur delargest, yang terbesar, yang memang tidak kita muat dalam definisi kita. Dalam bukunya yang kecil, azas-azas sosiologi, guru besar ilmu sosiologi universitas gajah mada dari tahun 50-an hingga 60-an, M.M. Djojodigoeno, memang mengadakan pembedaan antara konsep masyarakat dalam arti yang luas dan sempit kita dapat mengambil alih konsepsi Djojodigoeno, ini, dan menganggap4 *

masyarakat indonesi sebagai contoh suatu masyarakat dalam arti yang luas, tetapi misalnya masyarakat disuatu desa atau kota tertentu, masyarakat yang terdiri dan warga suatu kelompok kekerabatan seperti dadia, marga, atau suku, kita anggap sebagai contoh dari suatu masyarakat dalam arti yang sempit. Negara kesatuan-kesatuan seperti kota, desa, suatu RW/RT juga dapat cocok dengan definisi kita mengenai komunitas, sebagai suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat serta yang terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujudkan karena adaya suatu ciri atau suatu kompleks ciri ciri obyektif yang dapat dikenakan kepada manusia-manusia itu misalnya, dalam masyarakat suatu negara ditentukan melalui hukumnya bahwa ada katagori warga diatas umur 18 tahun, dan kategori warga dibawah18 tahun dengan maksud untuk membedakan antara warga negara yang mempunyai hak pilih dan warganegara yang tidak mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum.orang-orang dalam kategori sosial seperti misalnya semua anak 17 tahun biasanya tidak ada suatu orientasi sosial yang mengikat mereka mereka juga tidak memiliki potensi yang dapat mengembangkan suatu interaksi diantara mereka sebagai keseluruhan. Golongan sosial. Berbeda dengan kosep kategori sosial terurai diatas, ada konsep lain yaitu golongan sosial. Konsep ini dalam buku-buku pelajaran ilmu antropologi atau sosiologi dalam bahasa asing jarang dipisahkan dari konsep kategori sosial tadi, dan kedua-keduanya biasanya memang disebut dengan satu istilah yang sama, yaitu social category, dan memang sering juga dianggap sebagai satu konsep saja. Golongan sosial ini terdiri dari manusia yang oleh pihak luar disatuakan berdasarkan atas satu ciri, yaitu sifat muda namun, kecuali ciri objektif tersebut, golongan sosial ini digambarkan oleh umum sebagai golongan manusia yang penuh idialisme, yang belum terikat oleh kewajibankewajiban hidup yang membebankan, dan yang karena itu masih sanggup mengabdi dan berkorban kepada masyarakat, yang masih perlu semangat dan vitalitas, yang mempunyai daya memperbharui serta kreativitas yang besar dan sebagainya. Gambaran umum atau stereotipe yang baik tentang golongan pemuda dalam masyarakat indonesia terjadi dan berkembang karena ada begerapa peristiwa yang sangat menuntukan dalam sejarah terjadinya nasion dan negara kita, misalnya kongres pemuda pada tahun 1928, yang menyerukan kesatuan bangsa indonesia dan repolusi pisik melawan pemerintah jajahan belanda mulai tahun 1945 hingga 1949, dimana orang-orang muda memegang peranan yang sangat penting. Suatu golongan sosial dapat juga timbul karena pandangan negatif dan orang-rang lain diluar golongan itu. Misalnya: golongan Negro atau blacks dalam masyarakat negara amerika sarikat terjadi karena ciri-ciri ras yang tampak lahir secara menyolok dan yang membedakan mereka dari warganegara amerika sarikat lainnya yang mempunya ciri-ciri ras kaukasoid. Sebagai suatu golongan sosial dalam masyarakat negara amerika sarikat mereka tidak mempunyai adat istiadat dan sistem norma yang khusus dan berbeda dari golongan sosial yang lain, dan kalaupun sifat khusus itu ada, perbedaannya hanya bersifat minim dan disebabkan karena banyak diantara backs di amerika sarikat itu termasuk golongan miskin, sehingga kekhususan tadi disebabkan karena gaya hidup mereka yang miskin. Namun tidak kurang juga orang blacks disana yang telah menjadi kaya atau terpelajar, dan adat istiadat serta sistem norma mereka tidak banyak berbeda dari adat istiadat sistem norma warga negara5 *

amerika sarikat lainnya.ada organisas-oraganisasi pemuda tertentu yang biasanya mempunyai tujuan-tujuan yang khusus pula seperti : tujuan studi, berdiskusi, bergaul, berolah raga, yang biasanya berbeda-beda, menurut garis-garis ideologi yang khusus pula, seperti ideologi agama tertentu, ideologi nasional, ideologi internasional. Kelompok dan perkumpulan. Suatu kelompok atau grup juga merupakan suatu masyarakat karena memenuhi syarat-syaratnya, dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, dengan adanya adat istiadat serta sistem norma yang mengatur interaksi itu, dengan adanya continuitas, serta dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua anggota tadi. Kedua ciri khas tersebut juga dimiliki oleh kesatuan manusi yang paling besar masa kini, yaitu negara. Contohnya adalah misalnya imargataringan, yang tidak hanya mempunyai lokasi didaerah kaban jehe ditanah karo melainkan juga dipulau kota dan daerah lain diindonesia. Kelompok yang berdasarkan organisai yang disegut terdahulu, yaitu misalnya marga taringan, dalam kitab-kitab pelajaran antro pologi dan sosiologi dalam bahasa inggris sering disebut group atau juga primary grop. Sistem organisasinya sering disebut informal organization kelompok yang berdasarkan organisasi yang disebut kemudian, seperti misalnya PSIM atau gerakan subud, dalam kitab kitab pelajaran antropologi dan sosiologi dam bahasa inggris sering disebut associaton, sistem organisasinya sering disebut formal organization. Association menurut hemat saya sebaiknya diterjemahkan dengan istilah perkumpulan. Dasar organisasinya adalah organisasi buatan. Group saya usulkan agar diterjemahkan dengan istilah kelompok. Atau apa bila perlu kita dapat juga menggunakan istilah cooley, kelompok primer. Dasar organisasinya adalah organisasi adat. Pimpinan kelompok biasanya lebih berlandaskan kewibawaan dan karisma, sedangkan hubungan dengan warga kelompok yang dipimpin lebih berdasarkan hubungan azas perorangan. Sebaliknya, pimpinan perkumpulan biasanya lebih berlandaskan wewenang dan hukum, sedangkan hubungan dengan anggota kelompok yang dipimpin lebih berlandaskan hubungan anonim dan azas guna. Hanya saja para ahli menekankan pada aspek-aspek yang lain daripada perbedaan itu. C.H. cooley, seperti tersebut diatas, telah membedakan aspek azas hubungan antara kedua macam kelompok itu sehingga terjadi konsep primary group dan ssociation atau secondary group F.Tonnies, seorang ahli sosiologi dari abad yang lalu telah membedakan dua macam masyarakat berdasarkan azas hubungan juga, yaitu Gemeinschaft dan Gesellschaft. E. Durkhelm, seorang ahli sosiologi dan antropologi prancis yang terkenal, memperhatikan aspek solidaritas hubungan antara individu dalam kelompok dan dalam perkumpulan, dan membedakan antara solidarite machanique yang menjiwai kelompok, dan solidarite organique yang menjiwai perkumpulan. Kecuali itu seorang ahli sosiologi amerika, P. Sorokim, yang selalu membedakan antara hubungan familistic (kekeluargaan) yang mendasari pergaulan manusia dalam kelompok dan hubugan contractual. ( berdasarkan kontrak) yang mendasari pergaulan manusia dan perkumpulan. Agar jelas, maka kedua tipe kolompok, dua set istilah yang sering dipergunakan untuk menyebut kedua tipe hubungan sosial antara manusia, dan kedua macam sistem organisasi dan sistem pimpinan yang berhubungan dengan itu, akan di daftar dalam tabel I.

6 *

TABEL I Perbedaan antara kelompok dan perkumpulan. KELOMPOK Primary group Gemeinschaft Solidarite machanique Hubungan familistic Dasar organisasi adat pimpinan berdasarkan Kewibawaan dan karisma Hubungan berazas perorangan PERKUMPULAN Association Gesellshaft Solidaarite organique Hubungan contractual Dasar organisasi buatan Pimpinan berdasarkan wewenang dan hukum Hubungan anonim dan berazas guna

Aneka warna kelompok dan perkumpulan, jumlah kolompok dan perkumpulan dalam suatu masyarakat sudah tentu sangat banyak. Makin besar dan kompleks sifat masyarakat itu, maka makin banyak juga jumlah kelompok dan perkumpulan yang ada di dalamnya. Apakah mungkin untuk membuat suatu klasifikasi dari beraneka warna kelompok itu? Usaha untuk melakukan suatu klasifikasi seperti tersebut diatas sudah sering dilakukan oleh para ahli antropologi dan sosiologi. Terutama karena perkumpulan merupakan kesatuan manusia yang berdasarkan azasguna, sudah selayaknya bila kita coba untuk mengadakan klasifikasi berdasarkan guan dari kelompok atau perkumpulan yang bersangkutan. Ada perkumpulan untuk mengajukan ilmu pengatahuan seperi himpunan indonesia untuk pengembangan ilmiilmu sosial, atau organisasi-organisasi profesi yang sekaligus juga bertujuan mengajukan ilmu dari profesi bersangkutan, seperti ikatan dokter indonesia. Ikhtisar mengenai aneka warna wujud kesatuan manusia. Agar menjadi lebih jelas, maka aneka waran wujud kesatuan manusia terurai di atas beserta istilah-istilah untuk menyebut berbagai macam kesartuan itu yang hingga sekarang memang masih tetap merupakan suatu masalah yang belum mantap di antara para ahli antropologi maupun sosiologi, dicantumkan dalamtabel II. Dalam hal itu perlu di perhatikan bahwa dalam sistem istilah yang digunakan dalam buku ini, istilah masyarakat dipakai untuk menyebut dua wujud kesatuan manusia, yatitu komunitas yang menekan kepada aspek lokasi hidup dan wilayah, dan konsepkelompok yang menekan kepada aspek organisasi dan pimpinan dari suatu kesatuan manusia tidak disebut masyarakat, karena memang tidak memenuhi ketiga unsur yan merupakan syaraat dari konsep masyarakat yaitu kerumunan, kategor sosial, dan golongan sosial, sedangkan perkumpulan lazimnya juga tidak disebut demikian juga, walaupun memenuhi syarat itu.Dalam hal menganalisa proses-proses interaksi antara individu dalam masyarakat kita harus membedakan dua hal yaitu: (1) kontak, dan (2) komunikasi. Kontak antara individu juga tidak hanya mungkin pada jarak dekat dengfan misalnya berhadapan muka juga tidak hanya pada jarak sejauh kemampuan pancaindra manusia, tetapi alat-alat kebudayaan manusia masa kini seperti tulisan, buku, surat kabar, tilpon, radio, televisi memungkinkan individu-individu berkonrak pada jarak yang sangat jauh.7 *

4. PRANATA SOSIAL Pranata dari hari kehari manusia melaksanakan banyak tindakan interaksi antar individu dalam rangka kehidupan masyarakat. Di antara semua tindakannya yang berpola tadi perlu diadakan perbedaan antara tindakan-tindakan yang dilaksanakannya menurut pola-pola yang tidak resmi dengan tindakan-tindakan yang dilaksanakannya menurut pola-pola yan resmi. Sistem-sistem yan menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi, dalam ilmu sosiologi dan antropologi disebut pranata, atau dalam bahasa inggris institution. Contoh: pada berbagai sekolah menengah kita dapat mengamati anak-anak remaja, yang pada jam-jam istirahat antara pelajaran, secara bersenda gurau bermain tinju atau gulat, dikerumuni kawan-kawan mereka yang dengan bersorak gembira melepaskan lelah dan ketegangan berkonsentrasi mengikuti pelajaran guru beberapa saat yang lalu. Contoh lain adalah: di dalam hampir semua masyarakat kta dapat mengamati aktivitas tindakan manusia berinteraksi dalam hal memberi pelajaran.Dari kedua contoh tersebut di atas tampak bahwa pranta adalah suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kheidupan masyarakat. Konsep pranata atau institution telah lama berkembang dipergunakan dalam ilmu sosiologi, dan merupakan suatu konsep dasar yang diuraikan secara panjang lebar dalam semua kitab pelajaran menganai ilmu itu. Sebaliknya, dalam antropologi konsep pranata kurang digunakan. Para ahli antropologi lebih suka mempergunaekan konsep unsur kebudayaan untuk menganalisa aktivitas-aktivitas manusia dalam masyarakat yang mereka pelajari dan sepanjang pengetahuan saya hanya ada tiga karangan buku pelajaran antropologiyang mengandung suatu uraian mengenai konsep institusional. Pranata dan lembaga. Dalam bahasa sehari-hari istilah institution sering dikacaukan dengan istilah institute. Dalam bahasa indonesia pertukaran arti itu juga terjadi. Istilah indonesi untuk institute adalah lembaga, maka sesui dengan itu dalam bahasa surat kabar dan bahasa populer di indonesia sering kita baca istilah dilembagakan. Padahal, antara pranata dan lembaga harus diadakan pembedaan secara tajam. Pranata adaalh sistem norma atau aturan-aturan yang menganai suatu aktivitas masyarakat yang khusus, sedangkan lembaga atau institut adalah badan atau organisasi yang melaksanakan atifitas itu. Aneka warana pranata. Berapakah jumlah pranata yang ada dalam suatu masyarakat ? hal itu tergantung kepada sifat sederhana atau sifat kompleknya kebudayaan yang hidup dalam masyarakat bersangkutan. Makin menjadi besar dan kompleks suatu masyarakat berkembang.

8 *

TABEL II Perbedaan atara lembaga dan pranata. Lembaga, institute Organisasi Institut teknologi bandung Institud agama islam Lembaga ekonomi dan kemasyarakatan nasional Penerbit kompat, yayasan bentara rakyat Departemen hankam Divisi silliwangi PSSI Pranata, institution Pendidikan teknologi Pendidikan agama Penelititan masyarakat Jurnalistik Keamanan negara Perang Olahraga sepakbola

Para ahli sosiologi telah melakukan berbagai macam penggolongan atas jumlah pranata itu. Penggolongan berdasarakn atas fungsi dan paranata-pranata untuk memenuhi keperluan keperluan hidup manusia sebagai warga masyarakat, memberikan kepada kita sekedar pengertian mengenai jumlah dari berbagai macam pranata ayung ada dalam suatu masyaraakat yang besar dan kompleks. Menurut para sarjana, semua pranata dapat diklasifikasikan ke dalam palong sedikit delapan golongan yaitu: 1) Pranata yang berfungsi untuk memenuhi keprluan kehidupan kekerabatan. Yaitu yan sering disebut kinship atau domestic institutions. Contoh : perkawinana, tolongmenolong antar-kerabat, pengasuhan kanak-kanak , sopan-santun pergaulan antar kerabat, sistem istilah kekerabatan, dan sebagainya. 2) Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan manusi untuk mata pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, menyimpan, mendistribusikan hasil produksi dan harta adalah economic institutions. Contoh : peranian, peternakan, pemburuan, dan sebagainya. 3) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguan adalah educational institutions. Contoh : pengasuhan kanak-kanak, pendidikan rakyat, pendidikan menegnah, dan sebagainya 4) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan ilmiah manusia, menyelami alam semesta sekelilingnya, adalah scientific institutions. Contoh: metodologi ilmiah, penelitian, pendidikan ilmiah, dan sebagainya. 5) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk menghayatkan rasa keindahannya dan untuk rekreasi adalah aesthetic and recreational institutions. Contoh: seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya 6) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk berhubungan dengan dan berbakti kepada tuhan atau dengan alam gaib, adalah religious institutions. Contoh: doa, kenduri, upacara, semedi, bertapa, dan sebagainya 7) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan mengelola keimbangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat, adalah political institutions. Contoh: pemerintahan, demokrasi, kehakiman, dan sebagainya.9 *

8) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan fisik dan kenyamanan hidup manusia adalh somatic institutions. Contoh: pemeliharaan kecantikan, pemeliharaan kesehatan, kedokteran, dan sebagainya Pranata, kedudukan dan peranan sosial. Di dalam seksi di atas telah kita pelajarai, bahwa pranata-pranata dalam suatu masyarakat terdiri dari suatu kompleks tindakan berinteraksi yang menyebabkan terwujudnya pola-pola sosial dalam masyararakat. Dengan demikian konsep keduduakan (stasus) itu menjadi unsur penting dalam setiap usaha kita untuk menganalisa masyarakat. Tingkah laku individu yang mementaskan suatu kedudukan tertentu disebut dengan suatu istilah ilmiah, yaitu peranan sosial (social role, atau role saja). Di masyarakat lain wanita tergariskan kedudukan-kedudukan yang mungkin lain sekali. Dalam masyarakat suku-bangsa indian iroquois di daerah sungai St. Lawrence di amerika misalnya, dahulu wanita degariskan sebagai pengatur kehidupan politik, dan sejak kecil anak gadis dididik untuk kemudian, bila telah dewasa, dapat menjalankan peranan mereka dengan seksama. Hal itu berbeda dengan di indonesia, di mana wanita dalam politik memang ada, tetapi tidak lazim. 5. INTEGRASI MASYARAKAT Struktur sosial. Dalam hal menganalisa masyarakat, seorang peneliti memeinci kehidupan masyarakat itu kedalam unsur-unsurnya, yaitu pranata, kedudukan sosial, dan pranan sosial walaupun demikian, tujuan si peneliti adalah untuk kemudian mencapai pengertian mengenai prinsip-prinsip kaitan antara berbagai unsur masyarakat itu. Sebagai contoh dapat di sebut di sini seorang peneliti yang bertujuan mencapai pengertian mengenai bagaimana dalam suatu masyarakat tertentu misalnya, kedudukan ayah berkaitan dentan anak, istri, dan kedudukankedudukan kerabat lainya di luar keluarga inti, mengenai hak dan kewajibannya, mengenai istensitas, sifat, mutu dan frekuensi dari pola-pola kaitan itu, dan juga dengan kedudukankedudukan lain diluar kelompok kerabatnya. Konsep sosial structure pertama kali dikembangakn oleh seorang tokoh dalam ilmu antropologi, yaitu A.R. RadCliffe Brown. Sarjana antaropologi inggris ini hidup di antara 1881 dan 1955, yang antara lain pernah melakukan penelitian di antara orang-orang pygmee dikepulauan andaman di teluk bengali di sebelah utara sumatera. Dalam bukunya yang melaporkan penelitian itu, the andaman islenders (1922) belum tercantum uraian mengenai konsep social structure itu, yang rupa-rupanya memang baru kemudian dikembangkannya. Baru dalam tahun 1939 konsep itu diuraikan olehnya dalam suatu pidato resmi yang diucapkannya berhubung dengan peristiwa penerimaan jabatannya sebagai ketua lembaga royal anthropological institute of great britain and ireland. Dasar pikirannya mengenai struktur sosial itu secara singkat adalah seperti yang terrurai di bawah ini:

10 *

1. Pangkal dan pusat dari segala penelitian masarakat dimuka bumi ini, serupa dengan penelitianpenelitian ilmu kimia itu yang memusatkan perhatian terhadap susunan hubungan antara molekul-molekul yang menyebabkan adanya berbagai zat,maka dengan demikian pula ilmu antropologi pada dasarnya harus mempelajari susunan hubungan antar individu-individu yang menyebabkan adanya berbagai sistem masyarakat. Perumusan dari berbagai susunan hubungan antara indiviu dalam masyarakat itulah socisl structure, atau struktur sosial. 2. Struktur sosial dari masyarakat itu mengendalikan tindakan induvidu dalam masyarakat, tetapi tidak tampak oleh seseorang peneliti dengan sekejap pandangan, dan harus diabstraksikan secara induksi dari kenyataan kehidupan masyarakat yang konkret. 3. Hubungan interaksi antara individu dalam masyarakat adalah yang konkret yang dapat diobservasika dan dapat dicatat. Struktur sosial seolah olah berada dibelakang hubungan konkret itu,dan hal ini menjadi terang bila kita perhatikan bahwa struktur itu hidup langsung, sedangkan individu-individu yang bergerak nyata didalamnya dapat silih berganti. Contohnya: dalam suatu masyarakat misalnya, nyata secara konkret hubungan antara dua orang individu, yaitu A, yang bersikap menghormat terhadap B, seorang warga dari kaum kerabat istri A. 4. Dengan struktur sosial itu seseorng seseorang peneliti kemudian dapat menyelami latar-belakang seluruh kehidupan suatu masyarakat, baik hubungan kekerabatan, perekonomian, religi, maupun aktivitas kebudayaan atau pranata lainnya. 5. Untuk mempelajari struktur sosial sesuatu mayarakat diperlukan suatu penelitian dilapangan, dengan mendatangi sendiri suatu masyarakat manusia yang hidup terikat oleh suatu desa,suatu bagian kota besar, suatu kelompok berburu, atau lain. 6. Struktur sosisal dapat juga dipakai sebagai kriterium untuk menentukan batas batas dari suatu masyarakat tertentu. Sejak lama para sarjana llmu sosiologi telah mempersoalkan konsep masyarakat sebagai kesatuan berpungsi.

Analisa social structure, walaupun Radcliffe-Brown telah menguraikan kepada kita apakah konsep social structure itu, ia belum pernah memberi petunjuk mengenai metodologi bagaimanakah seorang peneliti harus mengabsrakstikan susunan sosial dari kenyataan kehidupan masyarakat. Karena itu ahli-ahli antropologi lan telah mencoba berbagai metodemetode yang paling umum adalah mcari kerangka itu dari kehidupan kekerabatan. Demikian juga menganalisa prinsip-prinsip sistem kekerabatan dalam suatu masyarakat kecil sama dengan menganalisa kerangka dasar dari seluruh masyarakat. Antropologi yang mempunyai pengalaman yang lama justru dalam meneliti masyarakat lokal, telah mengembangkan berbagai metode dan konsep yang mengenai berbagai sistem kekerabatan yang beraneka-warna. Itulah sebabnya banyak sarjana antropologi mempelajari social structure melalui analisa dari sistem kekerabatan dalam masyarakat yang bersangkutan.

11 *

BAB V KEBUDAYAAN 1. DEFINISI MENURUT ILMU ANTROPOLOGI Pada akhir bab II telah kita pelajarai bahwa manusia dengan kemampuan akal atau budinya, telah mengembangkan berbagai macam sistem tindakan demi keperluan hidupnya, sehingga ia menjadi mahluk yang paling berkuasa di muka bumi ini. Namun demikian, berbagai macam sistem tindakan tadi harus dibiasakan olehnya dengan belajar sejak ia lahir selama seluruh jangka waktu hidupnya, sampai saat ia mati. Hal itu karena kemampuan untuk melaksanakan semua sistem tindakan itu tidak terkandung dalam gennya, jadi tidak dibawa olehnya bersama lahirnya. Dalam ilmu anrtopologi, yan telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan berbagai madam sistem tindakan tadi sebagai obyek penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep kebudayaan atau culture itu, artinya dalam hal memberi definisi terhadap konsep kebudayaan, ilmu antropologi seringkali sangat berbeda dengan bergai ilmu lain. Juga apabila dibandingakn dengan arti yang biasanya diberikan kepada konsep itu dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada hal-hal yang seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesusteraan dan filsafat, definisi ilmu antropologi jauh lebih luas sifat dari ruang lingkupnya. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah: keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil kemanusiaan dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadiakn milik diri manusia dengan belajar. Memang, definisi yang menganggap bahwa kebudayaan dan tindakan kebudayaan itu adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar (learned behavior), juga diajukan oleh beberapa ahli antropologi terkenal seperti C. Wissler, C. Kluckhohn A. Devis, atau A. Hoebel. Definisi-definisi yang mereka ajukan hanya merupakan beberapa buah saja di antara banyak definisi lain yang pernah diajukan, tidak hanya oleh para sarjana antropologi, melainkan juga oleh cara serjana ilmu-ilmu lain seperti sosiologi, filsafat, sejarah dan kesustaraan dua orang serjana antropologi, A.L. kroeber dan C. Kluckhohn, pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang kebudayaan yang pernah dinyatakan orang dalam tulisan, dan ternyata bahwa ada paling sedikit 160 buah definisi. Ke-160 buah definisi itu kemudian mereka analisa, dicari latar belakang, prinsip, dan intinya, kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe definisi. Hasil penelitian mengenai definisi kebudayaan tadi diterbitkan bersama menjadi buku berjudul : Culture, A Critical Review of Ciceots and Defubutions (1952). Kata Kebudayaan dan Cultre. Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak ke-budaya-an dapat diartikan : hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Demikianlah budaya adalah daya dari budi yang beruap cipta, karsa12 *

dan rasa itu. Dalam istilah antropologi budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya disini hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama. Beda kebudayaan dan peradaban. Di samping istilah kebudayaanada pula istilah peradaban. Hal yang terakhir adalah sama dengan istilah inggris civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut bagain-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yan halus, maju, dan indah, seperti misalnya : kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan-sopan pergaulan, kepandayai menulis, organisasi kenegaraan, dan sebainya. Istilah peradaban seriang juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunaan, seni rupa, dan sistem. Kenanegaraan dan masyarakat kota yang maju dan kompleks kebudayaannya. Dengan benih-benih kebudayaan berupa kemampuan akal dan beberapa peralatan sederhana itu, mahkluk manusia hidup selanjutnya untuk hampir 2.000.000 tahun lamanya. Kebudayaannya berrevolusi dengan lambat, sejajar dengan evolusi organismanya, dan baru 200.000 tahun kemudian tampak sedikit kemajuan, ketika dari penemuan alat-alat sekitar fosil-fosi homo neandertal terlihat bahwa kebudayaan manusia telah bertambah dengan kemampuan untuk menguasai api serta mempergunakan energinya, dan kepandaian untuk membuat gambar-gambar pada dinding gua, yan berarti bahwa manusia mulai mengembangkan kesenian, dan berhubungan degna itu mungkin juga konsep-konsep dasar mengenai religi. Setelah revolusi bercocok tanam dan kehidupan menetap, yang juga menyebabkan meloncatnya pertambahan jumlah manusia, maka hanya dalam jangka waktu proses perkembangan bercocok tanam, yaitu 6.000 tahun kemudian, telah timbul lagi suatu revolusi atau perubahan mendadak yan baru lagi dalam proses perkembangan kebudayaan, yaitu revolusi perkembangan masyarakat kota pariwisata itu pertama-tama terjadi di pulau kreta, kira-kira pada tahun 4.000 s.m, dan di daerah subur di perairan sungani-sungai tigris dan eufrat (daerah yang sekarang menjadi negara siria dan irak), serta di daerah muara sungai Nil ( daerah yang sekarang menjadi mesir sekitar kota kairo). Apabila proses evolusi dan perkembangan kebudayaan manusia itu kita bandingkan dengan evolusi organismanya, dengan cara menggambar dua garis grafik yang sejajar, maka akan tampak bahwa untuk waktu hanya 2.000.000 tahun kedua garis itu sejajar: artinya sama cepatnya. Tetapi kemudian garis evolusi kebudayaan itu tadi, pada tempat yang menandakan waktu kira-kira 80.000 tahun yang lalu, waktu terjadinya homo sapiens, mulai melepaskan diri dari garis evolusi oraganisme manusia. Dengan melalui dua peristiwa revolusi kebudayaan, ialah revolusi pertanian dan revolusi perkotaan, proses perkembangan tampak membumbung tinggi dengan suatu kecepatan yang seolah-olah tak dapat dikendalikan sendiri, dalam waktu hanya 200 tahun saja, melalui peristiwa yang disebut revolusi industri. Proses perkembangan kebudayaan yang seolah-olah melepaskan diri dari evolusi organik, dan terbang sendiri membumbung tinggi ini, merupakan proses yang oleh ahli antropologi A.L kroeber disebut proses perkembangan superorganik dari kebudayaan.

13 *

HN H.S R1 R2 R3

Garis perkembangan kebudayaan Garis evolusi organik Waktu terjadinya homo neondertal (200.000 th.y.l) Waktu terjadinya homo sapiens (80.000 th.y.l) Repolusi pertanian (10.000 th.y.l) Revolusi perkotaan (4.000 th.y.l) Revolusi industri (abad ke-18 m)

H.N. (200.000 th. y. l)

H.S. (80.000 th.y.l)

R1 R2 R3 Masa kini

Bagan 10: evolusi organik dan superorganie 2. TIGA WUJUD KEBUDAYAAN Pengarang buku ini setuju sekali dengan pendapat seorang ahli sosiologil talcott parsons yang bersama dengan seorang ahli antropologi A.l kroeber pernah menganjurakn untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsepkonsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Maka, seruap dengan J.J. Honigmann yang dalam buku pelajaran antropologinya yang berjudul The World of Man. (1959 : hlm. 11 12) membedakan adanya tiga gejala kebudayaan, yaitu (1)ideas, (2) activities, dan (3) artifacts, pengarang berpendirian bahwa kebudayaan itu ada tiga wujudnya yaitu: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide gagasan, nilai-nilai, normanorma, peraturan dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sipatnya abstrak, tak dapat diraba atau dipoto. Lokasinya ada didalam kepala-kepala, atau dengan perkataan lain. Sekarang kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam disk, kartu komputer, silinder, dan pita komputer. Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya, atau cultural system. Dalam bahasa indonsia terdapat juga istilah lain yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat, atau adat-istiadat untuk bentuk jamaknya. Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial atau social system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sebagai rangkaian aktivitas manusiamanusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersipat konkret, terjadi disekeliing kita sehari-hari, bisa di observasikan, di poto, dan didokumentasi. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan tak memerlukan banyak pertanyaan. Karena berupa seluruh total dari hasil fisik dan aktivitas, perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat., maka sipatnya paling konkret, dan berupa hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan dipoto.14 *

3. ADAT-ISTIADAT Sistem dan nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikir sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berpungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi. Mengenai soal-soal apakah dan terhadap lapangan-lapangan kehidupan apakah suatu sistem nilai budaya memberi arah dan dorongannya ? menurut seorang ahli antropologi terkenal C.Kluckhohn, tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar konsep itu, bersama dengan istrinya, F.Kluckohn, ia menyatakan bahwa tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Menurut C.Kluckhohn, kelima masalah dasar dalam ehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (selanjutnya disingkat MH) Masalah mengenai hakekat dari karya manusia (selanjutnya disingkat MK) Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (MW) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (MA) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM)

`Cara berbagai kebudayaan didunia menkonsepsikan kelima masalah universal tersebut diatas itu mungkin berbeda-beda, walaupun kemungkinan untuk bervariasi itu terbatas adanya, mengenai masalah pertama (MH), ada kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada hakekatnya suatu hal yang buruk dan menyedihkan, dan karena itu harus di hindari. Kebudayaan-kebudayaan yang terpengaruh oleh agama Budha misalnya dapat disangka mengkonsepsikan hidup itu sebagai suatu hal yang buruk. Pola-pola tindakan manusia akan mementingkan segala usaha untuk menuju kearah tujuan, untuk dapat memadamkan hidup itu ( nirvana=meniup habis), dan meremekan segala tingkatan yang hanya mengekalkan, rangkaian kelahiran kembali (samsara). Mengnal masalah kedua (MK), ada kebudayaankebudayaan yang memandang bahwa karya manusia pada hakekatnya bertujuan untuk memungkinkan hidup. Kemudian mengenai masalah ketiga (MW), ada kebudayaankebudayaan yang memandang penting dalam kehidupan manusia itu pada masa yang lampau. Selanjutnya mengenai masalah keempat (MA), ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang alam sebagai suatu hal yang begitu dahsyat shingga manusia pada hakekatnya hanya dapat bersipat meyerah saja tanpa dapat berusaha banyak. Akhirnya, mengenai maslah kelima (MM), ada kebudayaan-kebudayaan yang sangat mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya.

15 *

TABEL III Kerangka kluckhohn mengenai lima masahlah dasar dalam hidup yang Menentukan Orientasi Nilai-Budaya ManusiaMasalah dasar dalam hidup Hakekat hidup (HK) Hidup itu buruk Orientasi Nilai-Budaya Hidup itu baik Hidup itu buruk, tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik Karya itu untuk menambah karya Orientasi kemasa depan Manusia berhasrat menguasai alam Individualisme menilai tinggi usaha atas kekatan sendiri

Hakekat karya (MK) Persepsi manusia tentang waktu (MW) Pandangan manusia terhadap alam (MA) Hakekat hubungan antara manusia dengan sesamanya (MM)

Karya itu untuk nafkah hidup

Karya itu untuk kedudukan, kehomatan, dsb. Orientasi kemasa lalu Manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam Orientasi vertikal, rasa ketergantungan pada tokoh-tokoh atasan dan berpangkat

Orientasi kemasa kini Manusia tunduk kepada alam yang dahysat Orientasi kolateral (horizontal), rasa ketergantungan pada sesamanya (berjiwa gotong-royong)

Lain lagi adalah konsep ideologi. Konsep itu juga merupakan suatu sistem pedoman hidup atau cita-cita, yang ingin sekali dicspai oleh banyak individu dalam masyarakat, tetapi yang lebih khusus sifatnya daripada sistem nilai budaya. Suatu ideologi dapat menyangkut sebagian besar dari warga masyarakat, tetapi dapat juga menyangkut golongan-golongan tertentu dalam masyarakat. Sebaliknya, istilah ideologi biasanya tak dipakai dalam hubungan dengan individu.kita bisa bicara tentang ideologi negara, ideologi masyarakat. Ideologi golongan tertentu, tetapi dalam hubungan degan individu kita tidak bicara tentang ideologi si anu, tetapi tentang cita-cita si anu. Ideologi suatu negara biasanya disusun secara sadar oleh tokoh-tokoh pemikir dalam suatu negara, suatu masyarakat, atau golongan tertentu dan negara, masyarakat atau golongan tadi biasanya akan berusaha untuk menyebarluaskan ideologi tersebut ke pada warganya. Adat-istiadat, norma dan hukum. Dalam seksi di atas telah kita pelajari bahwa nilai-nilai budaya sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi terhadap hidup, bersifat amat umum. Norma-norma yang khusus itu dapat digolongkan menurut pranata-pranata masyarakat yang ada. Seperti apa yang telah kita pelajari dalam babIV, tiap masyarakat mempunyai sejumlah pranata, seperi misalnya pranata-pranata ilmiah, pranata-pranata pendidikan, pranata-pranata pradilan, pranata-pranata ekonomi, ranata-pranata estetik atau kesenian, pranata-pranata keagamaan, dan sebagainya.

16 *

Para ahli ilmu sosial juga telah mengobservasi bahwa para warga masyarakat menganggap semua norma yang mengatur dan menata tindakan mereka itu tidak sama beratnya. Ada norma-norma yan sangant berat sehingga apabial terjadi penggaran terhadap norma-norma seperti itu, aka ada akibatnya yang panjang. Para penggar akan dituntut, diadili, dan dihukum. Sebaliknya, ada juga norma-norma yang dianggap kurang berat sehingga apabial dilanggar tidak akan ada akibat yang panjang, melainkan hanya tertawaan, ejekan, atau penggunjingan saja oeleh warga masyarakat lainnya. Oleh seorang ahli sosiologi. W.G. Sumner, normanorma golongan pertama disebut mores, dan norma-noram golongan kedua polkways. Istilah mores menurut konspsi sumner dapat kita sebut dalam bahasa indonesia adat-istiadat dalam arti khusus, sedangakat folkways dapat kita sebut tata cara. Soal mengenai perbedaan antara adat dan hukum adat itu, atau dengan perkataan alin soal mengenai ciri-cir dasar dari hukum dan hukum adat, memang sudah sejak lama menjadi buah pemikiran para ahli antropologi mereka dapat kita bagi dalam dua golongan. Golongan pertama beranggapan bahwa tidak ada aktivitas hukum dalam masyarakat yan tak bernegara (seperti masyarakat kelompok berburu dan meramu, masyarakat peladang yang tidak mengenal dunia lain di luar desa mereka). Antara lain ahli antropologi A.R. radcliffe brown menganut pendirian ini. Pendiriannya mudah, tetapi kemudian timbul masalah bagaimanakah masyarakat yan tak ada hukumnya berhasil menjaga tata tertib di dalamnya. Untuk menjawaba petanyaan itu radcliffe brown percaya akan adanya suatu kompleks norma-norma umum, yaitu adat, yang berada di atas individu, yang sifatnya mantap dan kontinu, dan yang mempunyai sifat memaksa. Demikian mereka (ialah para ahli seperti radcliffe brown) berpendirian bahwa tata tertib masyarakat tanpa sistem hukum itu tetap terjaga, karena warganya mempunyai suatu ketaatan yang seolah-olah otomatis terhadap adat, dan kalau ada penggaran, maka secara otomatis pula akan timbul reaksi masyarakat untuk menghukum pelanggaran itu. Pendirian radcliffe brown ini tercantum dalam beberapa dari karangankarangannya; yang paling mudah untuk didapat di antaranya adaalh karangannya primitive law dan encyclopaedia pf the social and sciences (1933,IX-X : hlm. 202-206). Golongan kedua tidak mengkhususkan definisi mereka tentang hukum itu, hanya kepada hukum dalam msyarakat bernegara de4ngan suatu sistme alat-alat kekuasaan saja. Diantara golongan kedua ini ada ahli antropologi terkenal bernama B. Malinowski. Ia berpendapat bawa ada suatu dasar universal yang sama antara hukum dalam masyarakat bernegara dan masyarakat terbelakang. Adapun di antara berbagai macam aktivitas kebudayaan itu ada yang mempunyai fungasi memenuhi hasrat naluri manusia untuk secara timbal balik memberi kepada, dan menerima dari sesamanya, berdasarkan prinsip yang oleh malinowski disebut the principle of reciprocity. Diantara aktivitas-aktivitas kebudayaan yang berfungsi serupa itu termasuklah hukum sebagai unsur kebudayaan yan universal. Pendirian ini tercantum dalam karangannya : crime and custom in savage society (1949). Pendirian ini diajukan oleh ter haar daalm beberapa pidato ilmiah, salah satu diantaranya adalah hat adatprivaatracht van naderlandsch-indie in wetenschap. Praktik en onderwijs (1937). Pendirian ter haar mempunyai dasar kebenaran, namun kurangf lengkap untuk dapat membatasi dengan jelas ruang lingkup dari konsep hukum adat.17 *

Hasil dari analisa komparatif yan amat luas tadi adalah suatu teori tentang batas antara dat dan hukum adat, yang singkatnya berbunyi sebagai berikut: 1. Hukum adalah suatu aktivitas di dalam rangka suatu kebudayaan lain yang mempunyai fungsi pengawasan sosial. 2. Attribute yan terutama disebut attribute of authority (sampai disini teori pospisil tak berbeda dengan teori terhaar). 3. Atribute yang kedua disebut atribute of intention of universal application. 4. Atribute yang ketiga disebut atribute of obligation. Atribut ini menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pemegang kuasa harus mengandung perumusan dari kewajiban pihak kesatu terhadap pihak kedua, tetapi juga hak dari pihak kedua yang harus dipenuhi oleh pihak kesatu. Didalam hal ini pihak kesatu dan pihak kedua harus terdiri dari individu-individu yang hidup. 5. Attribute yang keempat disebut attribute of sanction. Dan menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak berkuasa itu harus dikuatkan dnegna sangksi dalam arti seluas-luasnya Demikianlah teori L. Pospisil mengenai ciri-ciri hukum adat yang memberi pembatasan antara adat dan hukum adat. Teori itu termaksud dalam disertasinya yang berjudul The Kapauku Papuans and Their Lau (1956). 4. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN Unsur-unsur kebudayaan universal. Dalam bab IV telah kita pelajari bahwa keseluruhan dari tindakan manusia yang berpola itu berkisar sekitar pranata-pranata tertentu yang amat banyak jumlahnya; dengan demikian sebenarnya suatu masyarakat yan luas selalu dapat kita perinci ke dalam pranata-pranata yang khusus. Sejajar dengan itu suatu kebudayaan yang luas itu selalu dapat pula kita perinci ke dalam unsur-unsurnya yang khusus. Para sarjana antropologi yan biasa menanggapi suatu kebudayaan (misalnya kebudayaan jepang) sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, pada waktu analisa membagi keseluruhan itu kedalam unsur-unsur besar yang disebut unsur-unsur kebudayaan universal atau cultural universals. Istilah unibersal itu menunjukan bahwa unsur-unsru tadi bersifat iniversal, jadi unsur-unsur tadi ada dan bisa didapatkan di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa di manapun didunia. Mengenai apa yang disebut cultural universals itu, ada beberapa pandangan yang berbeda di antara para sarjana antropologi. Berbagai pandangan yang berbeda itu serta alasan perbedaanya diuraikan oleh c. Kluck hohn dalam sebuah karangan berjudul universal categories of culture (1953). Dengan mengambil sari dari berbagai kerangak tentang unsur-unsur kebudayaan universal yang disusun oleh beberapa sarjana antropologi itu, maka saya berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa didunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah:

18 *

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Bahasa Sistem pengetahuan Organisasi sosial Sistem peralatan hidup dan teknologi Sistem amta pencaharian hidup Sistem religi Kesenian

Tiap unsru kebudayaan universal daapt diperinci kedalam unsur-unsurnya yang lebih kecil sampai beberapa kali. Dengan mengikuti metode pemrincian dari seorang ahli antropologi bernama R. Linton, maka pemerincian itu akan kita lakukan smapai empat kali. Karena seupa dengan kebudayaan dalam keseluruhan, tiap unsur kebudayaan universal itu juga mempunyai tiga wujud, yaitu wujud sistem budaya, wujud sistem sosial, dan wujud kebudayaan fisik (lihat hlm. 206 di atas), mak pemrincian dari ketujuh unsur tadi masing masing harus juga dilakukan mengenai ketiga wujud itu.Wujud sistem budaya dari suatu unsur kebudayaan universal beruap adat, dan pada tahap pertamanya adat dapat diperinci kedalam bebrapa kompleks budaya, tiap kompleks budaya dapat diperinci lebuh lanjut ke dalam beberapa tema budaya dan akhirnya pada tahap ketiga tiap tema budaya dapat diperinci dedalam gagasan. (lihat bagan11). Serupa degnan itu, sistem sosial dari usatu unsur kebudayaan universal yang beruap aktivitas-aktivitas sosial dapat kita perinci pada tahap pertamnya ke dalam berbagai kompleks sosial, dan pada tahap kedua, tiap kompleks sosial daapt diperinci lebih khusus kedalam berbagai pola sosial. Pada tahap keimpat, tiap pola sosial dapat diperinci lebih khusus kedalam bergagai tindakan.

Adat istiadat aktivitas sosial benda kebudayaan

Kompleks budaya kompleks sosial benda kebudayaan

Tema budaya pola sosial benda kebudayaan

Gagasan tindakan benda kebudayaan

Bagan II: pemerincian kebudayaan kedalam unsur-unsrunya yang khusus19 *

Serupa dengan itu pemerintah dapat pula kita terapkan terhadap suatu unsur kebudayaan universal lain, yaitu misalnya organisasi sosial. Unsur besar itu ada adatnya, aktivitas sosialnya , dan peralatan fisiknya, mengenai berbagai sub-unsurnya seperti :sistem ke kerabatan, sistem pelapisan sosial, sistem pimpinan, sistem politik dan sebagainya. Dari contoh ini tampak bahwa di antara unsur-unsur golongan kedua ada pula beberapa yang bersifat universal seperti misalnya sistem kekerabatan. Contoh dari pemerincian adat dan aktivitas sosisal ke dalam beberapa kompleks budaya dan kompleks sosial adalah misalnya pemerincian dari pertanian ke dalam : irigasi, pengelolaan tanah penggarapan tanah, teknologi penanaman, penimbunan hasil pertanian, pemrosesan dan pengawasan hasil pertanian dan sebagainya. Contoh lain adalah misalnya pemerincian dari sistem kekerabatan kedalam: perkawinan, tolong-menolong antar kerabat, sopan santun pergaulan antar kerabat, sistem istilah kekerabatan dan sebagainya. Dari contohcontoh tersebut diatas segera tampak bahwa di antara unsur-unsur golongan ketiga ini pun ada yang bersifat universal, yaitu perkawinan. Usaha pemerincian dapat kita lanjutkan untuk memerinci kompleks budaya dan kompleks sosial ke dalam tema budaya dan pola sosial contohnya: perkawinaan dapat diperinci kedalam pelamaraan, upacara pernikahaan, perayaan, perkawinaan, harta pembawaan pengantin wanita, adat menetap sesudah menikah, poligami, poliandri, perceraain. 5. INTEGRASI KEBUDAYAAN Metode Holistik. Seorang Sarjana Antropologi tidak hanya bertugas menganalisa kebudayan dengan mengetahui berbagai cara untuk merincinya kedalam unsur-unsur yang kecil, tetapi ia juga bertugas untuk dapat memahami kaitan antara tiap unsur kecil itu, dan ia harus juga mampu melihat kaitan antar setiap unsur kecil itu dengan keseluruhannya. Dengan perkataan lain, ia harus faham akan masalah intergrasi dari unsur-unsur kebudayaan. Ilmu Antropologi memang telah mengembangkan beberapa konsep yang dapat dipahami untuk memahami berbagai macam kaitan antara berbagai unsur kecil dalam suatu kebudayaan itu. Para ahli antropoogi tentu sudah sejak lama mengetahui akan adanya integrasi atau jaringan berkaitan antara unsur-unsur kebudayaan itu, namun kesadaran akan perlunya masalah integrasi kebudayaan itu dipelajari secara mendalam, baru setelah tahun 1920 timbul, dan baru sesudah waktu itu masalah integrasi menjadi bahan diskusi dalam teori. Pikiran Kolektif. Sudah akhir abad ke-19 ada seorang ahli sosiologi dan antropoliogi perancis bernama E. Durkaheim, yang mengembangkan konsep representations colletives atau pikiran-pikiran kolektif dalam sebuah karangan berjudul Refresentations individuelles et representations coletives ( 1898 ) cara durkaheim menguraikan konsep itu pada dasarnya tidak berbeda dengan cara ilmu psikologi menguraikan konsep berpikir. Ia juga beranggapan bahwa aktiitas-aktivitas dan proses-proses rohanian seperti: penangkapan pengalaman, rasa, sensasi, kemaua, keinginan, dan lain- lain. Itu terjadi dalam organisme fisik dari manusia dan khususnya berpangkal dari otak dan sistem sarafnya.

20 *

Gagasan seperti itu bisa juga dimiliki oleh lebih dari satu individu, malahan kemudian oleh sebagian besar dari warga suatu masyarakat. Dalam hal itu kita sering bicara tentang gagasan umumatau gagasan masyarakat, sedangakan durkheim bicara tentang gagasan kolektif atau representation collective. Kecuali itu durkheim berpendapat bahwa suatu gagasan yang sudah dimiliki oleh sebagian besar warga masyarakat bukan lagi berupa satu gagasan tunggal mengenai suatu hal yang khas, melainkan biasanya sudah berkaitan dengan gagasan lain yang sejenis menjadi suatu kompleks gagasan-gagasan, sehingga ia selalu mempergunakan istilah reprosentatons collectives dalam bentuk jamak. Istilah-istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebut konsep pikiran umum atau pikiran kolektif tadi, adalah misalnya configurations atau konfigurasi. Istilah itu mulamula dipakai oleh seorang ahli linguistik dan antropologi, E. Sapir, dalam bukunya The Unconscious Patterning of Behavior in seciety (1927) dalam arti yang kurang. Lebih sama dengan representations collectives dari dukheim. Namun, istilah configuration ini walaupun banyak dipakai kurang di kembangkan lebih lanjut dalam ilmu antripologi. Pungsi unsur-unsur kebudayaan. Ada beberapa sarjan antropologi lain yang mencoba nencapai pngertian mengenai masalah integrasi kebudayaan dan jaringan berkaitan antara unsur-unsurnya, dengan cara meneliti fungsi unsur-unsur itu. Adapun istilah fungsi itu dapat dipakai dalam bahsa sehari-hari maupun dalam bahasa ilmiah dengan arti yang berbeda-beda. Seorang sarjana antropologi, M.E spiro, pernah mendapatkan bahwa daalm karangngan ilmiah ada tiga cara pemakaian kata fungsi itu , ialah: 1. Pemakaian yang menerangkan fungsi itu sebagai hubungan guna antara sesuatu hal dengan sesuatu tujaun yang tertentu (misalnya) mobil mempunyai fungsi sebagai alat untuk mentranspor manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain), 2. Pemakaian yang menerangkan kaitan korelasi antara satu hal degna hal yang lain (kalau nilai dari satu hal x itu berubah, maka nilai dari suatu hal lain yang ditentukan oleh x tadi, juga berubah), 3. Pemakaian yang menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal dengan hal-hal lain dalam suatu sistem yang terintegrasi (suatu bagian dari suatu organisma yang berubah, menyebabkan perubahan dari berbagai bagian lain, malahan sering menyebabkan perubahan dalam seluruh organisma).

Fokus kebudayaan. Banya kebudayaan mempunyai suatu unsur kebudayaan atau beberapa pranata tertentu yang merupakan suatu unsur pusat dalam kebudyaan, sehingga digemari oleh sebagian besar dari warga masyrakat, dan dengan demikian mendominasi banyak aktivitas atau pranata lain dalam kehidupan masyarakat, contoh dari unsur-unsur kebudayaan yang dominan seperti itu adalah misalnya kesenian dalam masyarakat orang bali, gerakan kebatinan dan mistik dalam kebudayaan golongan pegawai negeri, atau priyayi, di jawa tengah, peperangan antara federasi-federasi kelompok-kelompok kekerabatan dalam masyarakat suku bangsa dani di lembah besar baliem di pegunungan jaya wijaya di irian jaya atau kula dalam masyarakat penduduk trobriend.21 *

Suatu komleks unsur-unsru kebudyaan yang tampak amat digemari warga masyarakatnya sehingga tampak seolah-olah mendominasi seluruh kehidupan masyarakat yang bersangkutan, oleh ahli antropologi amerika R. Linton, disebut cultural interest, atau kadang-kadang juga secial interest, pengarang mengusulkan untuk menggunakan istilah fokus ke budayaan, suatu istilah yang pertama-tama dipergunakan oleh M. J. Herskovits. Etos kebudayaan. Suatu kebudayaan. Suatu kebudayaan sering memancarkan keluar suatu watak khas tertentu yang tampak dari luar; artinya yang kelihatan orang asing.dalam ilmu antropologi, penelitain-penelitian mengenai watak kebudayaan seperti itu walaupun telah lama ada, mula-mula hanya dijalanakan secara sadar oleh seorang sarjana antropologi wanita angsa amerika, ruth benedict. Ia mencoba menggambarakan watak kebudaaan dari empat suku bangsa, ialah kebudayaan suku bangsa indian crow yang dahulu tinggal di daerah padang rumput dan memburu kawanan-kawanan banteng bison, kebudayaan suku bangsa indan zuni yang tinggal di daerah gurun di negara bagian new maxico dan hidup dari menanam jagung, kebudayaan suku bangsa indian kwakiuti di pantai barat kanada, yang hidup dari menangkap ikan salm dan memburu ikan paus, serta kebudayaan penduduk pulau dobu di sebelah tanggara papua niugini (kepulauan dentrecasteaux). Pelukisan mengenai watak khas kebudayaan keempat suku bangsa tadi serta uraian mengenai metode analisa kebudayaan secara holistik dan usaha untuk mencapai pengertian tentang suatu kebudayaan secara terintegrasi seperti itu, diterbitkan oleh R. Benedict dalam sebuah buku yang sangant menarik perhatian orang, yaitu petterns of cultur (1934) dengan istilah pattern di sini ruth benedict maksudkan pola untu ktingkah laku atau tindakan, dan untuk watak kahs yang memancar, saya lebiha suka memakai istilah etos dari kata inggris ethos yang memang berarti watak khas. Kepribadian umum. Metode lain yang pernah dikembangkan oleh para ahli antropologi untuk melukiskan suatu kebudayaan secara holistik terintegrasi adalah dengan memusatkan perhatian terhadap kepribadian umum yang dominan dalam kebudayaan itu; artinya, perhatian terhadap kepribadian tau watak yang ada pada sebagian besar dari individu yang hiudp dalam kebudayaan yang bersangkutan. Konsep kepribadian umum atau basic personality itu mula-mula dikembangakan oleh ahli antropologi R. Linton dalam hubungan kerjasama dengan seorang ahli psikologi, A. Kardiner, sekitar tahun 1930-an. Karena mengenai konsep tersebut telah ada uraian yang panjang dalam bab III, 4 (halm 118-134 diatas), maak tidak perlu ada suatu uraian ualanga mengenai hal itu dalam bab ini.

22 *

6.

KEBUDAYAAN DAN KERANGKA TEORI TINDAKAN

Defenisi mengenai kebudayaan, dan kemudian uraian selanjutnya yang termasuk dalam bab ini, mengandung beberapa pengertian penting yaitu : bahwa kebudayaan rupa-rupanya hanya ada pada mahluk manusia; bahwa kebudayaan mula-mula hanya merupakan suatu aspek dari proses evoluasi manusia, tetapi yang menyebabkan bahwa ia dapat lepas dari alam kehidupan mahluk primat yang lain; bahwa kedua yang akhir-akhir ini seolah-olah berkembang menjdi suatu gejala yang superoganik. Pandangan menyeluruh dan terintegrasi mengenai konsep kebudayaan ini dapat kita mantapkan dengan mempergunakan sebuah kerangka yang disusun oleh suatu kelompok studi yang terdiri dari sejumlah sarjana ilmuilmu sosial dari Universitas Harvard dengan ketuanya seorang ahli sosiologi, Talcott Parsons. Kelompok studi itu terdiri dari ahli-ahli sossiologi seperti Talcott Persons sendiri, E.shils dan R.merton, ahli antropologi seperti C.Kluckhohn, ahli psikologi seperti H.A. Murray, tetapi juga ahli-ahli biologi, dan lain-lain. Kerangka yang mereka susun bersama, memandang kebudayaan sebagai tindakan manusia yang berpola, dan mereka sebut kerangka teori tindakan atau (Frame Of Reference Of The Theory Of Action). Didalamnya terkandung konsepsi bahwa dalam hal menganalisa kebudayaan dalam keseluruhan perlu dibedakan secara tajam antara adanya empat komponen, yaitu: (1) sisitem budaya; (2) sisitem sosial; (3) sistem kepribadian;dan (4) sistem organisma. Keempat komponen itu, walaupun erat berkaitan satu sama lain, toh merupakan entitas yang khusus, masing-masing dengan sipatnya sendiri-sendiri. Sistem budaya (cultural system), merupakan komponen abstrak dari kebudayaan dan dan terdiri dari pikiran-pikiran,gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema-tema berpikir, dan keyakinan-keyakinan. Pungsi budaya adalah menata dan memantapkan tindakan-tindakan serta tingkah laku manusia. Sistem sosial (soscial system), terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau tindakan-tindakan dan tingkah laku berinteraksi antar-individu dalam rangka kehidupan masyarakat. Sistem kepribadian (personaliy system), mengenal soal jiwa dan watak individu yang berinteraksi sebagai warga masyarakat. Sistem organik (organic system), melengkapi seluruh kerangka dengan mengikut sertakan kedalam nya proses biologik serta bio-kimia dalam organisma manusia sebagai suatu jenis mahluk ilmiah yang apabila dipirkan lebih mendalam, juga ikut serta menentukan kepribadian individu, pola-pola tindakan manusia, dan bahkan jua gagasan-gagsan ang dicetuskannya. Sebagai dari karangka teori tindakan dari kompleks studi harvard di bawah pimpinan tolcott persons tercantum dalam bagan 12.

23 *

Kebudayaan dlam. Arti luas

Komponen

Wujud

Fungsi

Proses belajar

Pranta universal

Sistem budaya (culture system) adat-istiadat

Gagasan2 Konsep2 Aturan2

Menata Memantapkan

Pembudayaan (enkulturasi)

Kebudayaan dlam arti khusus Sistem sosial (social system) Tindakan2 atar individu yang berpola Interaksi antar individu Sosialisasi

Sistem nilai budaya/ Nilai agama Sistem norma2 hukum/ Norma2 agama Sistem norma2 non hukum dalam rangka pranata2 universal

masyarakat

Bahasa Pranata2 teknologi Praqnata2 pengetahuan Pranata2 ekonomi Pranata2 organisasi sosial Pranata2 keagamaan Pranata2 kesenian

Sistem kepribadian (personality system)

Tindakan2 berkepribadian

Memenuhi hasrat dan motivasi

internalisasi

Sistem organik (organic system)

Organisma manusia

Adaptasi thd. Lingkungan, menyambung keterbatasan organisma manusia. 24

Peralatan dalam rangka pranata 2 universal

*

25 *