bab iv 2199048 -...

33
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN NIKAH DI BULAN MUHARRAM MENURUT ADAT JAWA A. Analisis Terhadap Sistem Penanggalan (Neptu) Dalam Adat Jawa Dalam sejarah penyebaran agama di Jawa, Islam mengalami perkembangan yang cukup unik, dari segi agama, suku Jawa sebelum menerima pengaruh agama dan kebudayaan Hindu masih dalam taraf animistis dan dinamistis, mereka memuja roh nenek moyang dan percaya adanya kekuatan ghaib atau daya magis yang terdapat pada benda, tumbuh- tumbuhan, binatang dan yang dianggap memiliki daya sakti. Kepercayaan dan pemujaan seperti tersebut diatas dengan sendirinya belum mewujudkan diri sebagai suatu agama secara nyata dan sadar. Dalam taraf keagamaan seperti itu suku Jawa menerima pengaruh agama dan kebudayaan Hindu. Hinduisme pada prinsipnya bersendikan adat kebudayaan Hindu. Di Jawa Hinduisme ini kelihatan menyebar dari istana kerajaan melalui pemahaman dan pengolahan golongan bangsawan serta para cendikiawan. Dari pemahaman pengolahan para cendikiawan inilah para orang-orang awam menerima pengaruh Hinduisme. Para cendekiawan yang mengerti bahasa sangsekerta akhirnya dapat megolah huruf-huruf yang berasal dari Hindu, untuk menulis bahasa Jawa. Penggunaan tulisan huruf Jawa merupakan permulaan sejarah bagi suku Jawa, penggunaan huruf Jawa dan

Upload: phamhanh

Post on 05-Mar-2018

409 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN NIKAH

DI BULAN MUHARRAM MENURUT ADAT JAWA

A. Analisis Terhadap Sistem Penanggalan (Neptu) Dalam Adat Jawa

Dalam sejarah penyebaran agama di Jawa, Islam mengalami

perkembangan yang cukup unik, dari segi agama, suku Jawa sebelum

menerima pengaruh agama dan kebudayaan Hindu masih dalam taraf

animistis dan dinamistis, mereka memuja roh nenek moyang dan percaya

adanya kekuatan ghaib atau daya magis yang terdapat pada benda, tumbuh-

tumbuhan, binatang dan yang dianggap memiliki daya sakti. Kepercayaan dan

pemujaan seperti tersebut diatas dengan sendirinya belum mewujudkan diri

sebagai suatu agama secara nyata dan sadar.

Dalam taraf keagamaan seperti itu suku Jawa menerima pengaruh

agama dan kebudayaan Hindu. Hinduisme pada prinsipnya bersendikan adat

kebudayaan Hindu. Di Jawa Hinduisme ini kelihatan menyebar dari istana

kerajaan melalui pemahaman dan pengolahan golongan bangsawan serta para

cendikiawan. Dari pemahaman pengolahan para cendikiawan inilah para

orang-orang awam menerima pengaruh Hinduisme. Para cendekiawan yang

mengerti bahasa sangsekerta akhirnya dapat megolah huruf-huruf yang berasal

dari Hindu, untuk menulis bahasa Jawa. Penggunaan tulisan huruf Jawa

merupakan permulaan sejarah bagi suku Jawa, penggunaan huruf Jawa dan

Page 2: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

perhitungan tahun saka, merupakan modal bagi pertumbuhan dan

perkembangan kepustakaan Jawa.

Suatu hal yang sangat menarik ditinjau dari segi sudut agama adalah

pandangan yang bersifat singkretis yang mempengaruhi watak dari

kebudayaan dan kepusutakaan Jawa. Singkretisme ditinjau dari segi agama

adalah suatu sikap atau pandangan yang tidak mempesoalkan benar salahnya

suatu agama, yakni suatu sikap yang tidak mempersoalkan murni atau tidak

murninya suatu agama. Orang yang berfaham singkretis, semua agama

dipandang baik dan benar, penganut paham singkretisme suka memadukan

unsur-unsur dari berbagai agama yang pada dasarnya berbeda atau bahkan

berlawanan.

Sesudah kerajaan Majapahit runtuh dan berganti dengan zaman

Islam, menjadikan dasar pandangan singkretis dari kebudayaan Jawa secara

langsung menunjang pertumbuhan kepustakaan Islam kejawen, maka dalam

sejarah penyebaran Islam di Jawa berkembanglah dua jenis kepustakaan yakni

kepustakaan Islam santri dan kepustakaan Islam kejawen.

Santri adalah sebutan bagi semua orang Islam di Jawa yang

menjalankan syari’at (lima rukun Islam), dengan kesadaran dan taat, baik

mereka yang pernah belajar dipondok pesantren maupun yang tidak pernah

belajar dipondok pesantren, bagi para santri syari’at merupakan dasar yang

fundamental, oleh karena itu kepustakaan yang berkembang dalam pesantren

dan surau-surau, berdasarkan dan berkaitan dengan syari’at-syari’at

merupakan induk pelajaran agama. Dan syari’at merupakan ukuran untuk

Page 3: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

membedakan antara ajaran yang lurus dan yang benar dengan ajaran-ajaran

yang menyimpang dari tuntunan Islam. Dengan demikian kepustakaan Islam

pesantren sangat terikat dengan syari’at-syari’at dalam pengertian yang luas

disebut syar’i yang berati agama.

Kepustakaan Islam kejawen adalah salah satu kepustakaan Jawa

yang memuat panduan antara tradisi Jawa dengan unsur-unsur ajaran Islam

terutama aspek-aspek ajaran tasawuf dan budi luhur yang terdapat dalam

perbendaharaan kitab-kitab tasawuf. Ciri kepustakaan kejawen ialah

mempergunakan bahasa Jawa, dan sangat sedikit mengungkapkan aspek

syari’at, bahkan sebagian ada yang kurang menghargai syari’at yakni, syariat

dalam arti hukum atau aturan-aturan lahir dari pada agama Islam. Bentuk

kepustakaan ini termaktub dalam lingkungan kepustakaan Islam, karena

ditulis oleh orang-orang yang telah menerima Islam sebagai agama mereka.

Nama yang sering dipergunakan untuk menyebut kepustakaan Islam

kejawen, ialah primbon, wirid dan suluk-suluk dan wirid berkaitan isinya

dengan ajaran tasawuf, yang sering disebut ajaran mistik dalam Islam.

Karena memang kedua ajaran tersebut bersumber dari ajaran tasawuf. Adapun

primbon isinya merangkum berbagai macam ajaran yang berkembang dalam

tradisi Jawa seperti, ngilmu petung, ramalan, guna-guna dan lainnya

disamping itu primbon umumnya juga memuat aspek-aspek ajaran Islam.1

1. Kedudukan Neptu Dalam Adat Jawa

1 Simuh, Mistik Islam Kejawen-Raden Ngabehi Ronggowarsito, Suatu Studi Terhadap

Serat Wirid Hidayat Djati, Cet-I, Jakarta, Universitas Indonesia, 1988, hlm. 2-3.

Page 4: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

Pada dasarnya orang-orang Jawa di Bambangkerep mengakui tiga

fase kehidupan yang harus dilalui seorang manusia yaitu, fase kelahiran,

fase perkawinan, dan fase kematian. Seseorang dituntut untuk dapat

melaluinya dengan baik. Perkawinan bagi masyarakat Bambangkerep

dianggap sebagai suatu yang sangat penting dan berperan besar dalam

kehidupan selanjutnya. Hal ini menjadi sebab mengapa gadis-gadis desa pada

masa dahulu menikah pada usia muda. Bagi keluarga yang akan menikahkan

anaknya, mereka tidak segan-segan untuk mengeluarkan biaya perkawinan

yang sangat banyak walaupun kekayaan yang mereka miliki tidak mencukupi

untuk menyelenggarakanya, namun mereka tetap berusaha untuk

melaksanakannya secara prestise.

Perkawinan yang merupakan upacara adat orang Jawa mempunyai

tempat yang sangat urgen dalam tata kehidupan masyarakat Jawa. Hal ini

disebabkan sifat orang Jawa yang begitu kuat memegang tradisi dan

kepercayan mereka terhadap kekuatan supranatural membuat mereka takut

untuk meninggalkan suatu tradisi yang sudah ada.

Pelaksanaan dalam perkawinan adat Jawa merupakan suatu hal yang

mempunyai kedudukan penting dalam suatu perkawinan dan mempunyai

dampak yang sangat berarti dalam kehidupan sehari-hari.2

Pedoman yang digunakan masyarakat Jawa dalam dalam

menentukan jodoh ialah “Pasatahan Salakurabi” perhitungan ini dilakukan

sebelum acara “Penigsetan” maka, terlebih dahulu dirundingkan tanggal, hari

2 Wawancara dengan Mashuri, Pucung, Bambangkerep, tanggal 7 Nopember 2003

Page 5: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

serta bulan untuk melaksanakan perkawinan. Dalam perundingan itu

diperhitungkan “weton“ ialah perhitungan hari kelahiran kedua calon

pengantin berdasarkan kombinasi. Nama sistem perhitungan tanggal pasaran

(mingguan orang Jawa), merupakan unsur amat penting.3 Sebagai contoh

misalnya :

Pitung Salakurabi

Wetone penganten lanag wadon kagunggung banjur kebage 10

utowo 7, turahe ora keno luweh soko 7, menowo kabehe 10 turah soko 7, iku

banjur kabehe pitu, banjur kabehe 7 ongko turahe nuduhake ketemuning

pitungan. Upomo penganten lanang wetone rebo paing, kang wadon kemis

pon, neptune ono = 7 + 9 + 8 + 7 = 31 kebage 10 turah 1 (siji), pitungan

tibo = waseso segoro

Dene umpomo gunggunge neptu mau ketemu 28, iku menowo

kabage 10 ketemu turah 8 sadi luweh soko 7 iku ora keno mulo ora kabege 10

nanging kudu kabage 7 ing kono ketemu turah 7 petunge ketemu “Lebu katiup

angin” pratelane ono ing ngisor iki :

Yen turah 1 :Wasesone segoro, kamot, jembar budhine, sugih

pangapuro gede prabowone.

Yen turah 2 : Tunggak semi, cepak rejekine

Yen turah 3 : Satrio wibowo oleh kamulyan lan kaluhuran

Yen turah 4 : Sumur sinobo dadi pangunsening kapinteran

3 Koentjoroningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia , Jakarta, Djambatan, 1988, hlm. 338

Page 6: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat

panulake, ngetokake getih umpomo mbelih ayam

Yen turah 6 : Bumi kapetak, petingan aten nanging tebeti ing gawe

kuat nandang lara lapa, resikan isyarat panulake mendem

lemah

Yen turah 7 : Lebu katiup angin mandang bopo citrako kabeh karepe

ora dadi karep ngelih omah isyarat penolake ngebul-

ngebul lemah.4

Perhitungan seperti tersebut diatas adalah merupakan salah satu

contoh penggunaan “neptu” untuk menentukan jodoh, maka dari perhitungan

itu dapat kita perhatikan, apabila perhitungan jatuh pada waseso segoro, satrio

segoro atau tunggak semi” maka perkawinan akan lebih disukai untuk

dilaksanakan. Sedangkan apabila perhitungan didalam menjodohkan putra-

putrinya jatuh pada “sartrio wirang atau bumi kapetak “ hal itu kurang disukai,

akan tetapi apa bila dalam memilih jodoh setelah di perhitungkan ternyata

neptunya jatuh pada “lebu katiup angin” maka sebisa-bisanya sebaiknya

dihindari dan tidak perlu dilangsungkan suatu pekawinan.

Untuk mencari waktu yang dianggap baik guna akat nikah dicarikan

hari sebagai berikut : jumlah neptu hari dan pasaran dari pengantin laki-laki

dengan neptu hari dan pasaran pengantin perempuan,……ditambah dengan

…….mencari neptu hari dan pasaran ……apabila dibagi 9 dapat habis (tidak

biasa), jika terdapat sisa :

4 Tjakradiningrat KPH, Primbon Lukman Hakim Adam Makna (dihimpun olehnya Siti

Woeryan Soemodiyan Noeradya), Soemodidjojo, Maha Dewa , Yogyakarta, 1994, hlm. 36

Page 7: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

1……4……7…..: tidak baik

2……5…….8…..: sedang

0……3……10….: baik sekali

Contoh :

Pemuda X Kelahiran Senin Legi Senin Neptunya ....... 4

Legi Neptunya ......... 5

Jumlah ...................... 9

Gadis Y Kelahiran Saptu Pon Sabtu Neptunya ......... 9

Pon Neptunya........... 7

Jumlah ..................... 16

Jumlah neptu kedua pengantin = 9 + 16 = 25

Umpama dicarikan hari nikahnya jumuah legi

Jumuah neptunya 6

Legi neptunya 5

Jumlah neptu hari dan pasaran kedua pengantin = 25

Jumlah neptu hari dan pasaran untuk menikah = 11

Jumlah semua =36

36 : 9 = 4 sisa 0 berarti penganten baik sekali

Contoh satu lagi :

Pemuda R lahir selasa pahing seloso neptunya ……3

Pahing neptunya ………9

Jumlah …………..12

Gadis M lahir kemis wage kemis wage neptunya3

Page 8: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

Wage neptunya 4

Jumlah……………12

Jumlah kedua neptu pengantin = 12 + 12 = 24

Umpmanya dicarikan hari nikah jumuah paing

Jumuah neptunya ……..6

Paing neptunya 9

Jumlah ……….15

Jumlah kedua neptu penganten = 24

Jumlah neptu hari nikah = 15

Jumlah semua 39

39 = 9 = 4 sisa 3 berati penganten baik sekali5

Neptu hari

Senin................... 4

Selasa ................. 3

Rabo ................... 7

Kamis ................. 8

Jum’at................. 6

Sabtu................... 9

Minggu ............... 5

Neptu pasaran

Pon .................... 7

Wage .................. 4

5 Muhammad Ali Akbar, Perbandingan Hidup Secara Islami Dengan Tradisi Dipulau

Jawa, Cet-Pertama, PT Al-Ma’arif, Bandung, 1980, hlm. 131

Page 9: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

Kliwon................ 8

Legi .................... 5

Paing................. 9 6

Bulan-bulan yang baik (tidak baik untuk perkawinan)

1. Sura .................... : Akan terjadi perselisihan hebat

2. Sapar .................. : Banyak hutang

3. Mulud................. : Kalah salah satu

4. Bakda mulud ...... : Sering mendapat celaan

5. Jumadil awal ...... : Sering kehilangan

6. Jumadil akhir...... : Bahagia

7. Rejep .................. : Banyak anak

8. Ruwah ................ : Bahagia

9. Poso.................... : Banyak godaan

10. Syawal................ : Banyak hutang

11. Apit .................... : Bercerai

12. Besar .................. : Bahagia7

Hari-hari yang tidak untuk perkawinan :

1. Sura........................ : Rabu pahing

2. Sapar ..................... : Kamis pon

3. Mulud .................... : Jum’ah wage

6 Ibid 7 Ibid, hlm. 132

Page 10: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

4. Bakda mulud.......... : Sabtu kliwon

5. Jumadil awal .......... : Senin kliwon

6. Jumadil .................. : Selasa legi

7. Rejeb ..................... : Rebo pahing

8. Ruwah ................... : Kamis pahing

9. Pasa ....................... : Jum’ah wage

10.sawal .................... : Sabtu kliwon

11. Apit .................... : Senin kliwon

12. Besar ................... : Selasa lagi.8

Begitu juga yang harus di perhatikan terhadap penganten baru adalah

larangan-larangan (pantangan) dalam adat Jawa yaitu :

1. Pengantin baru sebelum sebesar (seminggu) tidak boleh adat jauh,

melawat jenazah, ziarah kubur.

2. Pengantin baru sebelum selapan (sebulan) dilarang memasuki hutan,

menyeberang bengawan, berlayar, maksudnya apapila di langgar akan

mendapat halangan.9

Juga dalam jalannya hari dan pasaran menurut adat Jawa itu

mempunyai hitungan-hitungan tersendiri di antaranya : hari ahad, utara

tempatnya, rupanya kelabu dan Nabi Nuh yang memiliki.

Hari senin empat, penghidupannya selatan tempatnya, rupanya kuning

dan Nabi Musa yang memilikinya :

8 Ibid. 9 Ibid

Page 11: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

Hari selasa tiga penghidupannya di selatan Barat tempatnya, rupanya

merah dan kuning dan Nabi Isa yang memiliki.

Jika hari rabu itu tujuh, penghidupannya di selatan timur tempatnya,

rupanya hitam dan putih dan Nabi Ibrahim yang memiliki.

Hari Kamis delapan, penghidupannya di timur tempatnya, rupanya

merah dan Dewi Fatimah yang memiliki.

Hari jum’at enam, penghidupannya di barat tempatnya, rupanya hitam

dan Nabi Muhammad yang memiliki.

Hari sabtu sembilan, pengidupanya di utara barat tempatnya, rupanya

putih dan Nabi Yusuf yang memilikinya.10

Begitu juga jalannya pasaran :

Jika legi timur, rupanya putih, katanya selaka, lautnya santen,

burungnya kutut, kayunya sekara petak dn harada dewanya.

Pahing selatan rupanya merah, kotanya tembaga, lautnya darah,

kayunya ingas, burungnya kuning, kotanya kencana, lautnya madu, kayunya

kemuning, burungya podang dan dewanya kumajaya.

Wage utara, rupanya hitam, kotanya besi, lautannya nila, kayunya

telasih, burungnya dandang dan dewanya wisnu.

Kliwon tengah betul tempatnya, rupanya putih ada merah kuning

majupat, kotanya seloko tembaga kencana besi, burungya bayan ulesnya

10 Ahmad Qusyairi, Mujarabat Lengkap, Jakarta: Bintang Terang, t, th., hlm. 74

Page 12: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

bermcam-macam, lautnya majapat, timur santen, selatan darat barat madu dan

utara mula.11

Begitu pula hitungan jalannya pertemuan hari dan pasaran :

Jika bertemu tujuh jalannya bumi

Jika bertemu delapan jalannya api

Jika bertemu sembilan jalanya arsy empat

Jika bertemu sebelas jalannya bunga

Jika bertemu dua belas jalannya syetan

Jika bertemu tiga belas jalannya bintang

Jika bertemu empat belas jalanya bulan

Jika bertemu lima belas jalannya matahari

Jika bertemu enam belas jalannya air

Jika bertemu tuju belas jalannya bumi

Jika bertemu delapan belas jalanya api

Dari gambaran di atas, bisa diketahui bahwa sebelum Islam masuk ke

tanah Jawa, sebenarnya telah ada beberapa kepercayaan yang dikenal

masyarakat dan telah am tertenam di hari pemeluknya. Terutam Hindu Budha.

Keprcayaan ini cukup lama mendominasi kehidupan masyarakat Jawa.,

sehingga tidak mengherankan apabila adat istiadat, kebiasaan serta bidang

kebudayaanya, banyak di warnai olehnya.

Setelah mendominasi dan bertahan sekian lama, kerajan-kerajan

Hindu-Budha mulai goyah, agama Hindu-Budhapun juga goyah. Belum ada

11 Ibid

Page 13: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

teori yang pasti apakah goyahnya kerajaan mempengaruhi keberadaan agama

ataukah sebaliknya. Yang jelas menurunya hegemoni Hindu-Budha tersebut,

ditandai dengan jatuhnya kerajaan Majapahit akibat perebutan tahta

sepeninggalan Hayam Wuruk pada tahun 1389.

Sebagai lambang supremasi Hindu-Budha tentu saja keberadaan

kerajaan menjadi sangat menentukan bagi perkembangan agama dan

peradaban Hindu-Budha itu sendiri.

Bersamaan dengan itu, para penganut Islam, secara individual mulai

aktif memberikan dakwahnya.12

Jawabannya petung sala kirabi semacam ini tidak dijupai dalam

syari’at Islam. Maka bagaimana pandangan syari’at Islam terhadap kedudukan

“neptu” untuk memilih hari dan bulan. Untuk melaksanakan pernikahan

sebagaimana yang berlaku di kalangan masyarakat suku Jawa ini ? adakah

larangan yang mengaturnya ataukah ada suatu kaidah fiqhiyah yang dapat

memberi jalan keluar, maksudnya adakah dalil syar’i yang membolehan.

Sepanjang penulis mengadakan suatu penelitian dalam menyusun skripsi ini.

Belum penulis dapati adanya suatu perintah ataupun suatu larangan tentang

pemakaian “neptu” untuk menentukan memilih jodoh ataupun melaksanakan

perikahan. Maka kita kembalikan permasalahan tersebut kepada kaidah fiqh,

mengenai bagaimana kedudukan “urf” (adat kebiasaan) dalam syaria’t Islam.

Jalal ad-Din as-Suyuti dalam kitab “as-Bah wa al-Nadha’ir” nya meletakkan

12 Joko Triharyanto, (ed), IAIN Walisongo Mengeja Tradisi Merajut Masa Depan, cet. 1,

Semarang, Puslit IAIN Walisongo, 2003, hlm. 5

Page 14: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

suatu kiadah fiqhiyah mengenai kedudukan adat dalam syari’at Islam sebagai

berikut :

������������� 13 Artinya : “Adat kebiasaan itu dikokohkan”

Kaidah ini memberi suatu pengertian bahwa, untuk menentukan

hukum-hukum ijtihadiah, adat kebiasaan dapat diterima sebagai salah satu

sumbernya. Tetapi perlu diketahui pula bahwa “urf” (adat kebiasaan) itu tidak

mesti semuanya baik sehingga dapat dijadikan sandaran ijtihadiah, maka ada

kalanya “urf” itu sahih dan ada pula “urf” itu sendiri adalah “Urf Fasid”.

Urf sahih dikatakan demikian apa bila adat kebiasaan yang dilakukan

oleh orang-orang tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalan

yang haram dan tidak membatakan yang wajib.14

‘Urf dikatakan fasid bila mana kebiasaan yang dilakukan oleh orang-

orang, berlawanan dengan syar’at Islam, karena membawa penghalalan yang

haram atau membatalkan yang wajib, misalnya kebiasaan-kebiasaan dalam

akad perjanjian yang bersifat riba, kebiasaan-kebiasaan mencari dana dengan

mengadakan macam-macam kupon berhadiah, menarik pajak hasil perjudian

dan lain sebagainya.15

Dari keterangan menganai u’rf fasid dan ‘urf sahih tersebut di atas,

maka jelaskah kiranya bahwa ‘urf itu sendiri untuk bisa dijadikan sebagai

13 Jalal ad-Din as-Suyuti, al-Asbah wa al-Nadha’ir fi al-Furu’, Dar al- Fikr, Beirut , t.

th., hlm. 23. 14 Muhtar Yahya dan Faturrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam, PT. al-Maarif

Bandung, 1988, hlm. 110 15 Ibid.

Page 15: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

dasar hukum (ijtihadiah dalam fiqh, tentunya memiliki persyaratan-

persyaratan tetentu).

Dr. Subhi Mahmasani, mensyaratkan adanya kebiasaan yang dapat

dijadikan sebagai dasar (hujjah) hukum dalam Islam sebagai berikut :

1. Adat kebiasaan harus diterima oleh watak yang baik yaitu dapat diterima

oleh akal yang sehat atau pendapat yang umum.

2. Hal-hal yang dianggap sebagai adat, harus berlangsung berulangh-ulang

dengan tersebar luas.

3. Yang dianggap perilaku dalam perbuatan mu’amalah ialah adat kebiasaan

yang lama atau campuran bukan yang terakhir ……. dan lain-lain.16

Tersebut adalah suatu keharusan.Allah mencela hambanya yang taklid buta

(mengekor) terhadap ajaran nenek moyang tenap pernah berpikir ebanr atau

salah. Sebagaimana firman Allah :

B. Penggunaan Neptu Dalam Pandangan Hukum Islam

Menurut perhitungan kalender Islam, dalam satu tahun itu dibagi 12

bulan tiap-tiap bulan terdiri dari 29 dan 30 hari dengan berganti-ganti. Tahun

itu ada dua yaitu, satu tahun Qomariyah, dan dua tahun Syamsiyah, tahun

Qamariyah atau tahun bulan, adalah dasar tahun bangsa Arab dan Islam

dihitung dari terbitnya awal bulan pada peredaranya mengelilingi bumi sampai

terbenam, yang lamanya memakan waktu 29 hari, 12 jam 44 menit menurut

hakikinya, kemudian timbulah bulan baru. Kalau didasarkan dengan tahun

matahari yaitu bumi mengelilingi matahari selama 365 hari, 5 jam dan 46

16 Subhi Mahmasani, (ter. Sarjono), Filsafat Hukum Islam, PT. al-Ma’arif, Bandung,

1981, hlm. 195

Page 16: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

menit, maka tahun Qomariyah terdiri 13 (tiga belas), bulan. Untuk keterangan

jumlah bilangan dari dalam setahun adalah sebagai berikut, 6 bulan yang

mempunyai 29 hari dan 6 bulan lagi yang mempunyai 30 hari yaitu :

6 x 29 hari = 174 hari

6 x 30 hari = 180 hari

Jumlah = 354 hari (tahun basitah), dan 355 hari pada tahun kabisatnya.

Tahun masehi dihitung dengan peredaran bumi mengelilingi matahari

terdiri dari 12 jam (dua belas), bulan yang dimulai dari januari, pebruari,

maret, april, mei, juni, agustus, september, oktober, november, dan

desember.

Perselisihan jumlah hari antara tahun Islam dengan tahun masehi,

tepatnya antara tahun Qamariyah dengan tahun Syamsiyah adalah 11 hari

yaitu: 365 –354 17 sebenarnya tahun itu ada 2 (dua) yang sangat perlu diketahui

dan yang sangat banyak dipergunakan oleh umat manusia didunia ini yaitu :

Tahun masehi (Syamsiyah)

Tahun hijriyah (Qamariah)

Dan tahun Jawa itu termasuk kedalam lingkungan pehitungan “tahun

hijrah atau tahun Arab atau tahun Islam. Tahun masehi itu, menurut lamanya

bumi beredar mengelilingi matahari yaitu, 365 hari 5 jam dan 48 menit, 46

detik atau 365 hari ditambah hampir 6 jam. Untuk menggenapkan perhitungan

harinya maka, kelebihan yang 6 jam tersebut ditetapkan oleh para ahli falaq

17 Amir Taat Nasution, Muharram dan Hijriyah, Cet-1, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982,

hlm. 12

Page 17: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

setiap 4 tahun sekali yaitu 4 x 6 jam = 24 jam atau 1 hari itulah yang disebut

tahun kabisat atau panjang.

Maka pada tahun kabisat itu jumlah hitungan hari ada sebanyak 366 hari

kelebihan yang satu hari itu dimaksukan pada bulan kedua tiap tahun yaitu

bulan pebruari, maka jumlah hari dalam bulan pebruari pertama ini ada 28

hari, maka pada bulan pebruari tahun kabisat itu jadi 29 hari. Demikianlah

serba ringkas tentang tahun masehi atau tahun Syamsiyah itu, atau tahun

matahari.18

Berlainan dasar perhitungan tahun hijriyah ini didasarkan dari peredaran

bulan mengelilingi bumi selama 29 hari, 12 jam, 44 menit, dan 3 detik.

Menurut perhitungan hakikinya oleh ahli ilmu falaq tahun hijriyah ini disebut

juga tahun Qamariyah atau tahun bulan, karena bulan mengelilingi bumi.

Lama waktu peredaran bulan ini lebih 12 jam, 44 menit dan 3 detik

sedikit saja dari setengah hari, maka lama waktu bulan hijrah itu dalam

setahun 6 bulan memakai 29 hari dan 6 bulan memakai 30 hari. Dari tahun

masehi (Syamsiyah-matahari), menghasilkan 4 musim dalam setahun yaitu :

1. Musim dingin

2. Musim berbunga

3. Musim berbuah

4. Musim panas

Dari tahun hijriyah (tahun Qamariyah-tahun Islam), menghasilkan 1

bulan (setiap mengelilingi bumi), dua minggu dengan perkembagan adanya

18 Ibid.,

Page 18: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

besar bulan, yaitu minggu pertama disebut nilai, minggu kedua disebut badar

(bulan purnama) minggu ketiga disebut nubut akhir dan minggu terakhir

disebut muhaq, bulan genap dalam tempo 29 jam menjelang terbitnya awal

bulan baru. Dari adanya minggu tersebut diketahuilah adanya hari yang

didasarkan jangka waktu peredaran bumi disekeliling sumbunya selama 24

jam.

Adanya jangka waktu peredaran bumi disekeliling sumbunya tersebut

dibagi kepada 24 bagian tersebut dibagi kepada 24 bagian waktu dan itulah

yang ditetapkan menjadi satu jam atau enampuluh menit. Kesimpulannya dari

adanya tahun Qamariyah oleh bangsa Arab lahirlah bulan, minggu, hari dan

jam.19

Adat dan kebiasaan boleh kita katakan mempunyai arti yang sama

menurut definisi dari Ibnu Majah didalam “Syarih al Mughni”, adalah suatu

pengertian dari yang ada didalam jiwa orang-orang berupa perkara-perkara

yang berulangkali terjadi yang bisa diteima oleh tabiat yang waras.

Ada dua macam adat kebiasaan pertama yang bersifat umum, yaitu

kebiasaan yang dianut oleh seluruh rakyat dari suatu bangsa mengenai

perbuatan-perbuatan yang termasuk muamalat, kedua yang bersifat khusus.

Yaitu yang dianut oleh segolongan rakyat atau sebagian daerah saja dari suatu

negara, akan tetapi kedua-duanya ini tetap dianggap sebagai ketentuan hukum

yang mengikat.

19 Ibid, hlm. 13

Page 19: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

Sesuai dengan pengertian ini maka, di katakan bahwa adat kebiasaan

adalah menentukan ini termasuk salah satu dari empat kaidah yang menurut Al-

Husna berasal dari ilmu fiqih yang kemudian diambil alih oleh Al-Majjallah

dengan rumusan “Al-Adatumuhakamah”yang berarti bahwa adat itu baik yang

bersifat umum ataupun yang besifat khusus bisa dijadikan dasar hukum untuk

menetapkan suatu hukum syari’at.

Yang dijadikan dalil untuk berlakunya hukum adat ini didalam perkara-

perkara syari’at adalah ijma’. Ahli-ahli fiqih yang diambil dari yuriprudensi

peradilan Islam tentang ini ada sebuah kaul :

�� �������������������������������

Artinya :”Apa yang menurut umat Islam baik, maka baik pula disisi Allah”20

Suatu tradisi betapapun mashurnya tetap dikenakan suatu hukum, bukan

dia menjadi sumber hukum, sedang tradisi-tradisi betapapun kuatntya tetap ada

kalahnya salah, dan ada kalanya bercampur antara yang hak dan yang batil

untuk itu semua sebagai neraca ialah kitabullah dan sunnah rasulullah.SAW.

Kiranya pelu kita ketahui, bahwa seseorang yang berjalan dalam arena

kehidupan ini tetapi ia telah kehilangan iradah, dan pikiranya telah mati,

manusia semacam itu tidak berarti lagi ini tidak lain justru karena kakinya

diinjakkan di jalan yang telah diinjak juga oleh orang-orang dulu. Manusia

semacam ini adalah manusia yang jalan pikiranya dan iradahnya Sudah jauh

menyimpang dari Islam.21

20 Subhi Mahmasani, Filsafat Hukum dalam Islam, Cet-1, Bandung, Al-Ma’arif, 1976,

hlm. 260 21 Asy Syaikh Muhammad Al Ghozali, Laisa Mihal Islam, terj. H.Mua’mal Hamidy,

Bukan Dari Ajaran Islam, Cet III, Surabaya , PT Bina Ilmu, 1982, hlm. 200

Page 20: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

Apakah kesehatan generasi-generasi dulu justru karena tumbuh dengan

tradisi-tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik itu, untuk menjawab ini

kiranya cukup apa yang di kisahkan Allah dalam Al-Qur’an Surat As-Shafa’at.

���������� ��!"���#��������$�����%����&��'�&�%()����*�����+����,���-�����%���.�/���&��'�&�%(�)������*��� � ��0���%12�"3�����4���5���%�&6�')����*�����%��/��%7����1���(3�,�$�����%���)�����*

��� ���&8�9����%/�:�;�5���%��$�<�=�&>�0����?���8)���� *����?���8�� 7���@�A��������� ���$�B���5)������*��� 7���@�%�����%��<�=������;��C���;��/%D6��)���*�� ��E�$�F%������G&$������<���&��')���*�

Artinnya: “Sesungguhnya nenek moyang mereka itu dalam keadaan sesat, kemudian mereka dengan segera (meniru) jejak-jejak mereka itu. Padahal sesungguhnya kebanyakan orang-orang dulu sebelum mereka telah sesat, dan kepada mereka telah kami utus beberapa Nabi yang bertugas untuk menyadarkan (mundzirin), oleh karena itu lihatlah betapa akibatntya orang-orang yang diancam itu kecuali hamba-hamba Allah yang di bersihkan.”(Q.S.As-Syafa’at : 69-74)22

Islam tidak mengenal neptu-neptu sebagai mana pon, wage, kliwon, legi,

paing. Islam hanya mengenal ahad, selasa, rabu, kamis, jum’at dan sabtu.

Islam juga tidak mengenal pitung-pitung naga tahun, pasatohan naga

jatigarang dan yang lainnya. Sebab ini bukan dari ajaran-ajaran syari’at Islam.

Dalam Islam dilarang menikahkan dengan menghitung-hitung (berpedoman) :

- Hari kelahiran si jejaka neptunya…….

- Hari kekahiran si gadis neptunya…….

- Perbintangan si jejaka…….

- Perbintangan si gadis….

- Hari ijabnya harus hari …….bulan……..tahun

- Harus memberi sajen-sajen dijalan perempatan…dan yang lainnya

22 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op., cit, hlm. 793

Page 21: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

Semuannya itu termasuk didalam lingkaran syirik sebab, Islam hanya

percaya kepada tuhan 100% tidak menggantungkan kepercayaan kepada

neptu-neptu kelahiran, horoskop-horoskop dan yang lain.23

Agama ini sangat menekankan agar tidak setiap kabar yang didengar atau

dilihat diterima begitu saja tanpa ada sikap bertanya, apa, kenapa dan

bagaimana, menurut kacamata Islam, apalagi bila itu berkaitan dengan

keyakinan nenek moyang maka, tabayun.

������62�"3� �G���$��������4���5� ���%H�<&I�6��>�"����%��=�%GJ$����K�L6�5���� ��%�<&M��%�%�����>��=� ��N�'�8����8%��I���7��O�8�!P���Q����%$�?��7��O���%1%R�"3����;������8�5�

Artinya : “Dan apabila dikatakan kepada mereka”ikutlah apa yang teleh diturunkan Allah mereka menjawab ( tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kmi dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (apakah mereka akanmengikuti juga) walaupun nenek moyang itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk. (al-Baqarah : 170).24

Pengaruh suatu bulan sebagai bulan sial tidak hanya terjadi Jawa saja,

di berbagai daerah di tanah air juga mengalami hal sarupa bahkan keyakina

begini sudah menjangkt luas ke berbagai belahan dunia dan sudah ada sejak

zaman jahiiyah dahulu, sehingga yang terjadi sekarang adalah warisan lama.

Dahulu, orang-orang jahiliyah menganggap bulan shafar adalah bulan

kesialan dan tak menguntungkan, maka oleh Nabi Muhammad Saw. hal ini

kemudian di batalkan.25 Hadits dari Abu Hurairah r.a ia menuturkan bahwa

Rasulullah bersabda :

23 Muhammad Ali Akbar, Perbandingan Hidup Secara Islam Dengan Tradisi Di Pulau

Jawa, op., cit, hlm. 112 24 Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, op. cit., hlm. 71 25 Majalah Keluarga Islami Nikah, Vol. 2 No. 11, Pebruari 2004, hlm. 6

Page 22: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

�������1�O8�/4S�O8��/�TO8�U8���O26

Artinya : Tidak ada ‘adwa, thiyarah, shafar dan hamah”

Menurut pendapat penulis di depan telah diuraikan tentang adat kebiasaan

dapat dijadikan sebagai hujjah hukum apabila :

1. Adat kebiasaan itu dapat diterima oleh watak yang baik artinya dapat di

terima oleh akal yang sehat atau pendpat yang umum.

2. Hal-hal yang dianggap sebagai adat, harus berlangsung secara berulang-

ulang dengan tersebar luas.

3. Yang dianggap perilaku dalam perbuatan muamalah ialah adat kebiasaan

yang lama atau campuran bukan yang terakhir…. dan lain-lain.

4. Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya “Hukum Adat Bagi Umat Islam”

menambahkan bahwa adat kebiasaan harus tidak bertentangan dengan

nash al-Qur'an dan sunnah Rasul, begitu juga Nurruzzaman Shiddiqy

dalam bukunya “ Fiqih Indonesia Penggagas dan Gagasannya”

Bila kita lihat kembali perhitungan “weton” (perhatikan bab II mengenai

petung persotahan salakirabi) maka lebih banyak bersifat meramal, yang

seolah-olah manusia telah mengetahui terlebih dahulu akan takdirnya. Maka

apabila “perhitunan weton” dalam melaksanakan pernikahan (jodoh ini kita

hadapkan pada persyaratan ‘urf yang pertama seperti tersebut di atas, yaitu

adat kebiasaan harus dapat diterima oleh akal yang sehat, maka apabila

dipikir, sebagai akal yang waras rasanya sulit untuk menerima adat kebiasaan

26 Al-Imam Al-Khafid Abi Dawud Sulaiman Ibn Al-Asy’asyari Al-Asabkhasatani, Sunan

Abu Dawud Juz III, Beirut-Libanon : Darul Kutub al-Ilmiyah, tt, hlm. 16

Page 23: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

“petung weton” dalam memilih jodoh. Sedangkan apabila “perhitungan

weton” atau “ neptu hari dan neptu pasaran” ini kita hadapkan pada kitab al-

Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad, maka rasanya perhitungan weton dalam

perkawinan ini bertentangan denagan kedua sumber hukum Islam (al-Qur'an

dan Hadits Nabi Muhmmad Saw) dat kebiasaan yang bertentangan dengan

akal sehat, adalah termasuk ‘urf yang fasid. Sedang ‘urf yang fasid tidak dapat

dipakai sebagai hujjah. Fiman Allah :

�%��/���F����%�%�������%��7���5��!/���5�%G%��%B���8�%G&$���,�V�=���N�'��������W%�����8�� ���W%�������;����8!���<A��!��$�0�&>�0����?���%G���%B���8��G&$����X ��7� ���8����1�/���5�� ��)��YL�Z��[�*�

Artinya : “Dan tidaklah patut bai laki-lai yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suau ketetapan, akan ada pilihan bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan brang sifat mendurhakai Allaah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sehat, sesat yang nyata,” (Q.S. al-Ahzab : 36).27

Atas dasar firman Allah tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa “

Neptu hari dan neptu pasaran, serta bulan” dipakai sebagai pedoman dalam

memilih jodoh maupun dalam adat jiwa dapat digolongan ke dalam ‘urf yang

kapid. Dengan demikian maka perhitungan weton” tidak perlu dijadikan hijjah

dalam memilih jodoh mapu melaksanakan nikah.

B. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN NIKAH

DIBULAN MUHARRAM DI DESA BAMBANGKEREP MENURUT

ADAT JAWA

27 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op, cit, hlm. 748

Page 24: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

Semenjak dahulu di berbagai negeri dan bangsa terdapat anggapan

atau kepercayaan bahwa hari bulan atau soal tertentu tidak baik untuk

melangsungkan pernikahan. Kalau hari atau saat yang dikatakan tidak baik

tidak cocok itu hubungannya dengan keradaan ruhani atau jasmani kedua

mempelai yang bersangkutan umpamanya mereka sedang sakit atau mempelai

perempuan sedang dapat haid, maka hal itu memang masuk akal dan bisa

dipikirkan sebab musyababnya. Akan tetapi anggapan itu hampir semuannya

berdasarkan tahayul belaka dan tidak ada dasarnya sama sekali.

Disini biasanya orang beranggapan bahwa hari selasa adalah hari yang

naas buat pernikahan anehnya tidak ada seorangpun yang tahu dan bisa

meneranmgkan mengapa hari itu dikatakan hari naas (sial), bagi perkawinan.

dibaratpun orang tidak dapat menerangkan mengapa angka tiga belas (13)

dianggap angka sial atau angka celaka. Kalau hari yang dianggap sial itu

disebabkan oleh keadaan letak perbintangan dilangit, tidaklah dapat diterima

oleh akal sehat bahwa bintang-bintang jaraknya bermilyar kilo meter di

angkasa akan bisa mempengaruhi kehidupan dan nasip sekian banyak pasangan

suami isteri saja diatas permukaan bumi ini.

Bagaimana mestinya keyakinan dan pendirian kita dalam hal ini sudah

tentu hal itun tidak termasuk hari-hari yang memang telah ditentukan hukum

agama sebagai hari-hari yang dilarang bagi umat Muslim (muslimat),

melakukan pernikahan. Semua hari adalah baik untuk melakukan pernikahan.

Tuhan tidak menjadikan hari yang sial diantara hari-hari yang tujuh.

Kecelakaan atau halangan dalam perkawinan jika terjadi bukanlah karena

Page 25: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

kesalahan hari, melainkan karena kekhilafan atau tidak ada persetujuan ruhani

orang yang melakukan perkawinan itu sendiri.28

Bagi sebagian orang terutama di Jawa di desa Bambangkerep hari atau

bulan menjadi pertimbanghan khusus dalam melakukan sesuatu. Ada hari-hari

tertentu yang dianggab baik dan ada yang keramat dihri keramat seseorang

dilarang keluar rumah, membangun rumah, pindah rumah, hajatan dan lain

sebagainya.

Demikian pula, ada bulan-bulan tertentu yang dianggap berkah dan

ada yang bermasalah bagi mereka. Kalau berani melanggar apa yang

dipantangkan tersebut pelakunya “dipastikan“ akan celaka, aatu bulan yang

dipantangkan yaitu muharram (suro-Jawa), bulan ini dianggab gawat yang

tidak boleh seseorang main-main atau bersenang-senang didalamnya seperti

melaksanakan hajatan, pernikahan atau sunatan.

Bulan suro (Jawa), atau muharram (hijriyah), memang cenderung

dikeramatkan oleh sebagian masyarakat, khususnya yang menganut budaya

jawa (kejawen), konon pada bulan itu nyi roro kidul yang diyakini sebagai

penguasa laut selatan mantu (menikahkan anaknya), dan ada angin kencang

yang mengiringi hajatan itu. Ada juga yang beranggapan bahwa bulan suro

adalah bulan baik bagi keraton dan hanya keluarga keratonlah yang beerhak

mengadakan hajatan dibulan itu, misalnya selametan , larung sajen, (melarung

sesaji kelaut), jamasan wesi (memandikan pusaka-pusaka keraton), dan

sebagainya yang terkait dengan budaya kejawen. Orang “biasa’ bukan orang

28Sultan Marojo Nasiruddin Latif, Problermantika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga,

Cet-1, Bandung, Pustaka Hidayah, 2001, hlm. 27

Page 26: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

keluarga keraton kalau mau mengadakan hajatan pada bulan itu takut kuatat.

Yang jelas menurut yang percaya bila tak ingin celaka seseorang tidak boleh

mengadakan hajatan di bulan keramat itu.29

Adapun nama-nama antara Arab dengan Jawa sebagai berikutt :

Arab Jawa

1. Muharram 1. Suro

2. Shafar 2. Sapar

3. Rabiul Awal 3. Grebeg Mulut

4. Rabiul Akhir 4. Silih Mulud

5. Jumadil Awal 5. Jumadi Awal

6. Jumadil Akhir 6. Jumadil Akhir

7. Rajab 7. Rejep

8. Sya’ban 8. Ruwah

9. Ramadhan 9. Poso/Syiam

10. Syawal 10. Syawal/Lebaran

11. Zulqai’dah 11. Silal atau Apit (Dulkaidah)

12. Zulhijah 30 12. Besar/Dul Kijah 31

Bawasanya hal seperti itu adalah mitos, istilah yunani mitos artinya

adalah ucapan tetapi bukan asal ucapan, bukan sembarang ucapan, tetapi

29 Wawancara Dengan Bapak Teunku Tumirin, Staff Sesepuh Adat Desa. Bambangkerep

Kec. Ngaliyan Kota. Semarang Tanggal 6 Januari 2004 30 H. Ibrahim Lubis, Agama Islam Suatu Pengantar, Cet-1, Jakarta, Galia Indonesia,

1982, hlm. 249 31 Amir Taat Nasution, Muharram dan Hijriyah, op., cit, hlm 17

Page 27: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

ucapan suci. Dalam keseluruhan mitos bangsa primitif mitos sebagai suatu

pernyataan yang berdasarkan kewibawaan dari yang ghaib yang luar biasa.

Jadi mitos mereka dapat diserupakan dengan ilham, wahyu, tetapi

muitos diterima oleh bangsa primitif karena berhubungan dengan alam. Gejala

alam merupakan manifestasi dari yang suci, dan merupakan bahan bagi

pembangunan mitos. Ucapan suci (mitos), tersebut selalu merupakan suatu

rahasia yang ajaib dan diluar pemikiran manusia. Begitu pula wahyu Allah atau

firman Allah seperti Al-Qur’an yang juga berarti ucapan (tetapi bukan arti

kasar), dari Allah, akan tetapi firman Allah dalam Al-Qur’an mendukung

susunan logis alam semesta, jadi berbeda dengan mitos yang tidak logis.32

Mitos bukan dongeng yang serta merta dianggap sebagai khayal,

tetapi bagi bangsa primitif merupakan suatu gambaran keyakinan mereka

mengenai rahasia-rahasia alam yang yang mengatasi segalakehidupan manusia

yang sukar digambarkan atau dipikirkan. Oleh karena itu mitos bagi bangsa

primitif dapat memberikan pedoman dan arah kepada mereka. Mitos dapat

dicerminkan kembali pada saat-saat tertentu,tetapi dapat pula ditarikan atau

dilakonkan pada suatu saat dan pada tempat tertentu.33

Al-Qur’an telah menyebutkan tujuan missi kerasulan Nabi

Muhammad SAW, dalam kalimat-kalimat padat dan tepat, salah satu darinya

yang patut dikaji adalah “membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-

32 Derektorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Perbandingan Agama, Jilid I,

Cet-II, Jakarta, 1982, hlm. 173 33 Ibid.,

Page 28: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

belenggu yang ada pada mereka” 34. Yakni melepaskan mereka dari berbagai

perbuatan sulit yang sia-sia dan menyingkirkan belenggu yang memikat tangan

dan kaki mereka.

Sekarang perlu dipahami dengan jelas apa yang dimaksud dengan

belenggu yang mengikat tangan-tangan dan kaki orang-orang arab zaman

jahiliyah, dimasa fajar Islam jelaslah itu bukan rantai dan belenggu besi, tapi

kepercayaan yang mengakar dan takhayul yang telah mengekang pikiran

mereka dari kemajuan.35

Mitos-mitos ini menghalangi jalan kemajuan Islam, dan karena itu

Nabi berusaha sekuat-kuatnya menghapus tanda-tanda kejahilan yang

berbentuk tahayul ketika mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman beliau,

memberikan intruksi kepadanya, hai Muadz singkirkan dari manusia tanda-

tanda kejahilan serta gagasan dan kepercayaan takahyul, dan hidupkan tradisi

Islam yang mengajak kita berfikir dan bersikap rasional.36 Sebagaimana hadits

Nabi SAW :

Di Jawa sebagian masyarakat memang menganggap waktu-waktu

tertentu sebagian waktu spesial, salah satunya adalah bulan muharram.

Spesialnya bukan dengan menganggapnya sebagai bulan suci, tetapi bulan tabu

untuk aktivitas tertentu. Masyarakat didesa Bambangkerep kecamatan

ngaliyan punya anggapan yang terlanjur menjadi keyakinan, bulan muharram

34 Ja’far Subhani, Ar-Risalah : Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW, (terj) Muhammad

Hasym, Cet-IV, Jakarta, Lentera, 2000, hlm.27 35Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Q.S. Al-A’ Raaf 7:157, Semarang,

Wicaksono, 1997, hlm.318 36Ibid., hlm. 29

Page 29: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

(dalam kaender jawa disebut suro), adalah bulan terlarang bagi hajatan

pernikahan.

Istilah suro lebih akrab terdengar dimasyarakat Bambangkerep

dibanding muharram. Mitos pantang melakukan pernikahan tersebut tentu ada

latar belakangnya dari hasil populasi dilapangan peneliti menyimpulkan ada

beberapa versi mengapa sebagian besar masyarakat begitu takut melanggar

pantangan tersebut paling tidak ada dua alasan yang peneliti tulis :

Sebagian menjelaskan bahwa pada zaman bahula, pihak kerajaan

mengelurakan maklumat, isinya menetapkan bahwa pada bulan suro adalah

bulan larangan untuk melakukan hajatan dikalangan rakyat. Dalam ketetapan

tersebut disertai ancaman bahwa barang siapa melanggar maklumat/larangan

tersebut akan terkena bala alias mengalami celaka. Keputusan ini ditengarai

bahwa pihak kerajaan tidak ingin rkayatnya tidak mengikuti upacara ritual

dikeraton hanya gara- gara sedang menikahkan anaknya.

Pihak lain berpendapat bahwa pantangan tersebut berasal dari

pengaruh ajaran agama syiah seperti diketahui bersama bahwa cucu rasulullah

yang diklaim kelompok syiah sebgai Imamnya terbunuh pada tanggal 10

muharram. Karena itu kelompok ini menjadikan bulan muharram yang

bertepatan dengan bulan suro sebagai bulan kersedihan, bukan penuh duka .

ajaran kelompok ini salah satunya adalah menjadikan bulan muharram sebgai

waktu yang tidak boleh dilakukan perayaan, termasuk didalamnya adalah

Page 30: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

pernikahan.37 Ironis memang, ternyata tidak sedikit kaum Muslim yang

termakan oleh mitos pantang menikah dibulan suro, bagaimana layak seorang

yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, percaya kepada takdir

Allah, juga kitab-kitabnya bisa terpedaya oleh isu tidak populer tersebut.

Baik karena alasan pertama ataupun kedua tentu tidak pantas seorang

Muslim lantas begitu saja percaya dengan ancamanya. Percaya bahwa selain

Allah bisa mencegah kejahatan dan mendatangkan manfaat merupakan dalam

bentuk kesyrikan. Apalagi percaya kepada benda mati (abstrak), lagi. Suatu

keyakinan yang secara akal tidak bisa dibenarkan lebih-lebih secara syari’at.

Keyakinan demikian sebenarnya mirip dengan keyakinan orang-orang

jahiliyah dahulu. Kaum yang belum tersentuh dakwah rasulullah SAW tersebut

punya keyakinan bahwa bukan shafar adalah bulan kesalahan, yang berada di

sini hanyalah hitungan bulannya, disini bulan muharram disana bulan shafar.

Kebanyakan kaum jahiliyah tersebut dibantah oleh rasulullah Muhammad

SAW beliau berkata, dan perkataan beliau merupakan pengejawantahan wahyu

Allah yang Maha Suci.38

,4SO8���1�O8��/TO8�U8��O39�

Artinya :”Tidak ada adwa, tyaroh hamah , dan shafar “

Shafar adalah bulan kedua pada tahun kedua hijriyah. Walaupun

hadits tersebut dikatakan bulan shafar, tetapi secara subtantif larangannya

adalah menyandarkan kesalahan dan ketergantungan pada nama bulan. Kaum

37 Wawancara dengan bapak Ridwan desa Bambangkerep pada tanggal 14 Desember 2004

38Majalah Keluarga Islami Nikah, op., cit, hlm. 6 39 Al-Imam Al-Khafid Abi Dawud Sulaiman Ibn Al-Asy’asyari Al-Asabkhasatani, op.,

cit, hlm. 16

Page 31: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

muslimin yakin bahwa hidupnya bersama Allah, diawasi dan diatur oleh Allah,

maka sudah semestinya bertawakal hanya kepada-Nya.

Lalu mengapa warga masyarakat desa Bambangkerep mengeramatkan

bulan muharram sedangkan menurut Islam bulan baik.

Menurut pendapat penulis Jawabannya diantarannya adalah sebagai

berikut :

1. Pengaruh Animisme dan Dinamisme

Menilik sejarah bangsa Indonesia yang lama terbelenggu dalam

praktek animisme dan dinamisme menjadikan bangsa ini kental dengan

nuasa klenik dan sangat menyukai hal-hal yang berbau mistik. Hal ini

kemudian turun-temurun melahirkan budaya-budaya baru seiring dengan

masuknya agama samawi di Indonesia. Budaya kesyirikan (yang terlanjur

mengakar tersebut ), belum juga pudar malah kemudian akulrurasi dengan

ajaran agama melahirkan beragam bid’ah, syirik, dan khurafat. Seperti

upacara sekatenan, ziarah kemakam wali, dan yang lain sebagainya.

2. Akibat Penggabungan Kalender Jawa dan Hijriyah

Pada masa Sultan Agung (931H/1509), dilakukan penggabungan

kalender jawa dan hijriyah. Penggabungan tersebut oleh sebagian orang

diduga sebagai strategi untuk merukunkan dua golongan waktu itu, yaitu

Islam santri dan Islam abangan Sultan Agung menginginkan persatuan

rakyatnya untuk menggepur Belanda di Batavia dan menyatukan pulau

Jawa dia ingin rakyatnya tidak terbelah karena hanya disebabkan keyakinan

agama dalam penggabungan tersebut. 1 muharram (satu suro jawa), jatuh

Page 32: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

pada hari jum’at legi. Oleh Sultan Agung hari jum’at legi dijadikan dino

paseban (hari pertemuan resmi), sebagai pelaporan resmi pemerintahan

daerah kepada keraton. Khusus daerah timur pada hari yang sama laporan

pem,erintahann dilakukan sambil mengadakan pengajian oleh para penghulu

kabupaten sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul (kalau tepat waktu),

kemakam Sunan Ampel dan Sunan Giri sejak saat itulah 1 muharram (1 suro

Jawa), kemudian dikeramatkan bahkan dianggap sial kalau ada orang yang

memanfaatkannya diluar kepentingan mengaji ziarah dan haul. Keyakinan

ini selanjutnya berkembang menjadi khurafatdan syirik, sebagaiman yang

terjadi dikeraton Yogyakarta dan sekitarnya yang sampai sekarang

terpelihara seperti upacara siraman pusaka keraton, mengitari benteng

keraton di malam imuharrom, mandi derngan tujuh air dari tujuh sungai,

mengisi enceh pusaka dimakam imogiri Yogyakarta dan sebagainya.

3. Ratapan Orang Syi’ah Terhadap Kematian Husain bin Ali

Kematian cucu rasulullah husain bin Ali dikota karbala menimbulkan

duka yang mendalam bagi mereka. Terbunuhnya husain bin Ali oleh

pasukan yazid bin muawiyyah pada bulan muharram melahirkan sebuah

kepercayaanbaru dikalangan syiah yang menganggap muharram sebagai

bulan kesedihan dan bulan sial. Dalam perkembangan selanjutnya penganut

syiah menciptakan ritual-ritual khusus untuk memperingati tragedi karbala

berupa majelis-majelis ratapan (penyiksaan diri), yang berpuncak pada 10

muharram tepat pada wafatnya husain bin Ali. Keyakinan ililah yang

kemudian menjadi beimbas pada sebagian kaum muslimin di Indonesia

Page 33: BAB IV 2199048 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · Yen turah 5 : Satrio wirang pandang duka cita kewirangan isyarat panulake,

yang menganggap bulan muharam sebagai bulan keramat sekaligus bulan

kesialan.