satrio pningit low

19
5 SEKARANG... 1 Muharram 1435 H/ 5 November 2013 Tiap bulan Sura, sambutlah Kumara, yang sudah terlihat menebus dosanya, di hadapan Yang Maha Kuasa. Masih muda sudah dipanggil orangtua, warisannya Gatotkaca sejuta. Ludahnya ludah api, ucapannya sakti, yang membantah pasti mati. Pada mulanya, segalanya kosong. Hingga mata yang terpejam perlahan-lahan terbuka. Saat kesadaran berangsur kembali, kudapati diriku terhuyung-huyung. Setelah bangkit pun, aku hanya berdiri mematung, bagai orang linglung. Sesaat hilang ingatan, aku mencoba mengingat apa yang baru terjadi. Samar-samar, bayangan beberapa detik sebelum SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 5 18/03/2014 12:29:58

Upload: penerbit-matahari

Post on 09-Mar-2016

260 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Satrio pningit low

5

SEKARANG...1 Muharram 1435 H/ 5 November 2013

Tiap bulan Sura, sambutlah Kumara,

yang sudah terlihat menebus dosanya, di

hadapan Yang Maha Kuasa.

Masih muda sudah dipanggil orangtua,

warisannya Gatotkaca sejuta.

Ludahnya ludah api, ucapannya sakti, yang

membantah pasti mati.

Pada mulanya, segalanya kosong. Hingga mata yang terpejam

perlahan-lahan terbuka. Saat kesadaran berangsur kembali,

kudapati diriku terhuyung-huyung. Setelah bangkit pun,

aku hanya berdiri mematung, bagai orang linglung. Sesaat

hilang ingatan, aku mencoba mengingat apa yang baru

terjadi. Samar-samar, bayangan beberapa detik sebelum

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 5 18/03/2014 12:29:58

Page 2: Satrio pningit low

6

kejadian mengerjap dalam benakku. Potongan-potongan

memori berlesatan di dalam kepalaku. Gadis kecil cantik

berkuncir dua tertawa menggamit tangan hangat ibunya. Ayah

memanggul putra yang ceria, didudukkan di tengkuknya. Dua

sejoli bertukar tatapan saling mencinta. Ribuan pengunjung

menonton pertunjukan meriah di tempat lapang terbuka.

Pesta rakyat! Pesta ceria bagi semua orang! Perhelatan akbar

yang semestinya menjadikan semua yang mengunjungi larut

dalam kegembiraan....

Tapi mendadak, semua terenggut! Dalam satu gelombang

kejut! Dan aku terlempar!

Kepalaku berpusing. Denyutnya membuatku pening.

Aku mencoba bertahan tidak limbung, namun kedua kakiku

gemetar, nyaris tak kuasa menopang. Aku bahkan tak dapat

merasakan kakiku ada! Dan telingaku mendadak seperti

kedap suara! Aku berseru, tapi tidak terdengar! Kulihat

orang menjerit, tapi hanya hampa yang terlontar dari bibir

yang bersandiwara. Lalu datang gelombang dan segalanya

jadi gelap! Aku meraba-raba dalam kepulan pekat, mencari

pegangan. Terbatuk-batuk dalam lautan asap menyesakkan,

kakiku terantuk sesuatu. Terjerembap, kujatuh terduduk.

Perlahan kebul memudar… Seiring angin menggiring...

Campur aduk kurasakan. Beribuan pertanyaan. Kecamuk

ini tak dapat kulukiskan. Hati ini tidak tenang. Bukan gelisah

yang membuat perut keras mengejan. Ada sesuatu yang

salah. Ada yang belum datang! Ya, aku tahu... Semestinya

memang aku bersyukur, karena aku selamat! Tapi, tidak!

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 6 18/03/2014 12:29:59

Page 3: Satrio pningit low

7

Untuk menghela napas lega, masih terlalu cepat! Keadaan

gawat itu belum lewat!

Desau angin dingin yang lewat menusuk tulang meng-

gidikkan kuduk, bagai mengisyaratkan, badai memang belum

selesai! Hanya reda yang berjeda. Gemuruh menggentar

langit. Deru angin yang lewat mengibar kembali pucuk-pucuk

bendera, menerbangkan bau bakar, bagai mengabarkan,

lanjutan mencekam dari drama ini masih ada. Spanduk itu

tak hendak bergoyang, hanya pasrah diombang-ambingkan,

lemah bergelombang. Umbul-umbul berkelebat. Aku ber-

geming, tercekat.

Desir semilir yang menjauh masih terdengar lirih.

Sementara awan mendung hitam tebal bergulung-gulung

menggayut dalam senyap di langit yang hampir hujan,

berarak di rentang jarak. Merayap, lamban mendekat, tapi

belum hendak turun, hanya menambah getir suasana yang

beraroma darah anyir. Perubahan aliran udara menyengat

pembuluh kewaspadaanku. Refleks, saat sebuah tangan terulur

dari belakang dan menepuk bahuku, aku berjengit, menoleh!

“Kau tak apa-apa?” Orang itu berseru di dalam deru.

“APAAA?!… Oh, maaf! Terima kasih... Aku tidak

apa-apa, tapi orang-orang di sana…”

“Mereka bergeletakan di mana-mana! Ya, Tuhaaan!”

Mendadak kupingku yang semula seperti tersumpal

kembali dapat mendengar. Seperti tuli kala pesawat terbang

melesat, hingga mendaki ketinggian ribuan kaki, lalu… PLOP!

Aku menelan ludah! Dan sumbat pun pecah! Gangguan

pendengaran selama beberapa detik adalah imbas dari hempas

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 7 18/03/2014 12:29:59

Page 4: Satrio pningit low

8

suara dentuman dahsyat dari jarak cukup dekat! Beruntung,

tubuhku saat itu terlindungi pilar. Meski denyar terasa nyeri

dan dengung dalam kepala tak berhenti berdenging, sepasang

indraku tak sampai rusak karenanya. Kini dunia kembali

bersuara. Dan mendadak, jadi riuh sekali kedengarannya!

“Pak Gubernur…! Di mana Bapak Gubernur?! Apakah

beliau selamat?”

Lelaki berseragam putih tenaga medis itu berlari me-

ninggalkanku, bergabung dengan teman-temannya yang

sibuk menolong berjatuhan korban jiwa dan terluka. Lima

perwira tentara sigap menghalau warga yang berjejalan,

berdesakan, melongok penasaran dari pembatas terluar,

memaksa menghambur masuk. Satpol PP dan polisi turut

menghalangi agar pengunjung tidak mendekat. Tampak jelas

kecemasan warga mengkhawatirkan keselamatan pemimpin

ibukota yang bersahaja.

Lengkingan sirine yang meraung-raung menyayat udara

parau. Kepulan asap tebal masih menggumpal dari balik

reruntuhan bangunan utama di tengah lapang yang hancur

lebur, porak poranda, luluh lantak oleh guncang ledakan

sebuah megabom dalam skala besar tak terkira! Sangat

dahsyat! Aku langsung menandai…

Ini pasti ulahnya! Ini pemenuhan sabdanya yang gagal!

Akhirnya terlaksana juga…

Inikah... BRAHMASTRA?!… Inikah... BHARADAH

KEDUA?!!

Bangsat! Bajingan! Biadab! Bahkan setan pun tidak

sekeji ini! Makiku di dalam hati! Tapi aku sadar, tak ada

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 8 18/03/2014 12:29:59

Page 5: Satrio pningit low

9

gunanya merutuk dan menyerapah. Sudah jelas! Kami telah

kecolongan! Kali ini kami gagal mencegah amuk prahara

yang berkobar dan menggila di puncak pementasannya!

Jerit dan tangis begitu pilu, menyayat, memekakkan telinga.

Tajam mengoyak sembilu yang tercacah hingga kelu. Di

tengah hiruk-pihuk dan pekik orang-orang kalut mencari

kerabat atau siapa saja yang dikenalnya, aku memperhatikan

seliweran wajah-wajah panik, berlari berserabutan. Segalanya

kacau balau! Semuanya karut marut! Sekusut gumpal benang

tebal semrawut.

Ratusan jasad bergelimpangan, beberapa tidak utuh lagi.

Serpihan kulit tersebar, potongan anggota badan tergolek dan

berserakan. Darah segar lagi kental berceceran, bermuncratan,

hingga bercipratan di jalan, di gundukan puing, di mana-mana!

Sungguh pemandangan yang mengiris hati. Aku menatap

pakaianku sendiri. Terkoyak dan compang-camping, baju

dan celana sobek jadi perca. Meski selamat dari lesatan

gotri, paku, baut, dan entah apalagi isi perut bom laknat

itu, tak ayal tubuhku penuh goresan di sana-sini, bak

tercabik-cabik, walau hanya disebabkan oleh hawa panas

gelombang ledakan! Sungguh bukan main, gelar aksi orang

gila itu, kali ini!

Aku mendengus lewat hidung, menghela napas berat.

Kulit masih terasa panas terbakar. Menyaksikan sekeliling,

aku berusaha mencerna kembali yang terjadi, sambil merunut

barangkali ada selintas hal yang terlihat tapi kulewatkan.

Sesuatu yang bisa menjadi kelumit petunjuk...

Sampai kapan?!...

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 9 18/03/2014 12:29:59

Page 6: Satrio pningit low

10

Sampai kapan kegilaan dan teror keji ini baru berakhir?

Sampai kapan sandiwara degil ini dipentaskan? Apakah

sampai kau puas bermain?... HAHHH?!!... Ataukah sampai

mimpi di siang bolongmu terwujud?!... Sampai cita-cita

sintingmu tercapai?!

Terus terang, aku lelah! Sungguh, amat sangat lelah!

Semuanya juga pasti sudah lelah…

Tapi cerita ini belum berakhir…[]

*

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 10 18/03/2014 12:29:59

Page 7: Satrio pningit low

11

KILAS BALIK...27 November 2009 13:50 WIB

SEPULUH menit. Hanya itu sisa waktu yang mereka miliki.

Tik! Jam digital itu berganti menit. Dua digit detiknya terus

berlari. Ditingkah detak jantung berdebar kencang, degup

gugup naluri memacu cepat adrenalin, menyembur deras

dalam denyut kalut pembuluh nadi.

Derap langkah demi langkah susul-menyusul berebut

menuruni tangga batu, mengejar milidetik meluncur laju.

Hitung mundur bergulir! Sisa sembilan menit lagi!

Drang! Drang! Drang! Brang!!!

Gerendel itu pun hancur dirusak popor senapan. Rantai

besi bergembok yang menjerat gerbang menuju lorong terbawah

bangunan tua itu direnggut, urai cepat, lepas, terbuka!

“Cari! Berpencar!! Temukan!!!”

Gaung seruan itu memekik, memecahkan sunyi. Bunyi

tapak-tapak langkah di atas kecipak menyebar, menjauh,

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 11 18/03/2014 12:29:59

Page 8: Satrio pningit low

12

berlari, menyusuri kelam suram penjara bawah tanah yang

menyimpan beribu kisah pilu korban pembantaian dan

kebiadaban yang jauh dari manusiawi, lebih setengah abad

lalu, di sini!

Penjara bawah tanah itu sejatinya adalah bekas saluran

pembuangan air, terletak di dasar gedung bersejarah bertingkat

tiga peninggalan pemerintah kolonial Belanda. Bangunan yang

angker dan bergeming angkuh di simpang kota itu adalah

saksi bisu kekejaman tentara penjajah Jepang, sekaligus aksi

heroik dan patriotik para pemuda dan pejuang Indonesia.

Dinding lorong yang sempit dan langit-langit rendah

terasa menghimpit. Satu regu kecil pasukan elit menyebar

dalam perut bumi, mengabaikan kuduk yang bergidik ngeri.

Dalam ilusi, mereka bagai tengah berhadapan dengan ratusan

makhluk gaib yang bersarang di sana. Setan penasaran,

lelembut, hantu jejadian, memedi, arwah gentayangan,

penampakan bayangan.

Tidak! Kini bukan waktunya untuk takut pada sesuatu

yang semestinya sudah mati. Justru, sudah tidak ada waktu

lagi! Jika mereka gagal mengemban misi, akan jatuh korban

lebih banyak lagi. Nasib semua orang, bahkan penduduk

dari seluruh negeri, kini bergantung pada mereka yang ada

di bawah sini, saat ini! Jika hidup terlalu berharga untuk

diakhiri, dan peluang bertahan hidup dalam sempitnya waktu

menjadi begitu berarti, maka ini saatnya berjudi dengan

waktu, bertaruh untuk bertahan tetap hidup... Atau mati!

Delapan menit lagi, atau tak ada esok hari.

“Di siniiii!!”

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 12 18/03/2014 12:29:59

Page 9: Satrio pningit low

13

Spontan, anggota pasukan khusus lainnya yang

tengah berjibaku dengan kegelapan berhenti dan tergopoh

menghampiri sumber seruan. Lima orang tiba nyaris

bertabrakan. Kelimanya berkerumun di depan salah satu

sel jongkok setinggi satu meter yang pengap, becek, lembap,

digenangi air keruh yang berbau busuk tajam oleh bangkai

tikus teronggok di sudut. Aroma anyir darah peninggalan

kesadisan masa silam bagai turut tercium, bercampur

mengocok perut, bergolak menjadi satu.

Seperti sang pemanggil, yang lain pun turut menggigil.

Di hadapan mereka kini, sebuah peti mati terbuat dari kayu

jati teronggok dalam remang seram, bergeming dalam bisu di

pojok ruang! Dalam hening yang mencekam, bunyi detikan

itu nyaring menggema di seantero dinding lapuk bawah

bumi. Merayap jauh hingga ke lubuk hati, menggetarkan

tiap lapis membran tipis sanubari.

Tinggal tujuh menit sepuluh detik waktu yang mereka

miliki. Dua orang mengerahkan tenaga untuk menyingkirkan

tutup peti yang berat hingga tersibak. Terbaring dalam peti,

dua buah tabung lonjong dan besar berketinggian orang

dewasa, dengan rangkaian kabel ruwet melilit, memangku

kotak hitam berjendela yang memendarkan pulas warna merah

darah, dari empat digit angka penunjuk waktu tersisa…

06:59

Menuju tamat riwayat Republik Indonesia![]

*

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 13 18/03/2014 12:29:59

Page 10: Satrio pningit low

14

Indonesia bersiaga menyambut pesta akbar di panggung politik bangsa.

Tatkala negara bersiap menyongsong suksesi kepemimpinan yang niscaya,

Di saat itu pula memuncak pementasan gelombang prahara!

Ini adalah kisah tentang tujuh pemuda ksatria,yang bersahabat dan pernah saling bersumpah

Satya Bela Negara.Saat negara berada di ambang malapetaka,

mereka akan bangkit untuk membela!Beranjak dari impian dan cita-cita mulia,

dari kelompok bermain masa kecil, lahirlah sebuah Saga!

SAPTA SATRIA BANGKIT NO-TO-NO-GO-RO!MUNCULNYA SATRIO PININGIT

SETELAH GORO-GORO!

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 14 18/03/2014 12:29:59

Page 11: Satrio pningit low

15

PURWACARITA

Awal Mei 2009. Museum Radya Pustaka, Surakarta, gempar!

Tak kurang dari 42 naskah kuno dipastikan hilang dari

museum paling tua di Indonesia itu. Adalah Nancy K.

Florida, anggota tim pembuatan mikrofilm dari lembaga

pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan Perserikatan

Bangsa-Bangsa, UNESCO, yang 25 tahun silam datang ke

museum itu untuk meneliti lalu membuat daftar koleksi naskah

kuno warisan budaya luhur para leluhur bangsa. Museum

yang mulai dibangun 28 Oktober 1890 oleh Kanjeng Adipati

Sosroningrat IV, pepatih dalem pemerintahan Pakubuwono

IX dan X itu, diresmikan pembukaannya setelah Indonesia

merdeka oleh Presiden Soekarno pada 11 November 1953.

Ketika Nancy berkunjung kembali pada Februari 2009, ia

menyempatkan untuk melakukan inventarisasi dan verifikasi.

Tak dinyana, setelah dilakukan cross-check data dengan

petugas perpustakaan, banyak karya agung pujangga itu yang

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 15 18/03/2014 12:29:59

Page 12: Satrio pningit low

16

raib, tak tentu rimbanya! Entah terselip, tercecer, dipinjam,

atau dicuri! Maka diusutlah perkara itu oleh polisi. Di

antara karya agung yang tak terhingga nilainya dan turut

menghilang adalah naskah tulisan tangan asli dari pujangga

besar keraton Surakarta, Raden Ngabehi Ronggowarsito1.

Naskah versi adaptasi dari Kakawin Bharatayudha adikarya

Mpu Panuluh dan Mpu Sedah dari zaman kejayaan Prabu

Jayabaya, Raja Kediri abad ke-12, itu penuh dengan ilustrasi

dan beriluminasi prada emas!

Ternyata pencurian itu bukanlah kasus yang pertama.

Jika sebuah patung dapat menangis, patung dada Ronggo-

warsito yang dipajang di halaman museum itu mungkin

akan menjerit sekeras-kerasnya, tatkala pada 2007 menjadi

saksi bisu dipalsukannya lima buah arca klasik, dan yang

asli dicuri. Kelak diketahui, pencurian itu merupakan hasil

konspirasi dari “orang dalam” museum dengan pialang

tenar serta agen barang antik. Lima arca utama yang hilang

adalah Ciwa Mahadewa, Durga Mahisasuramardhini, Durga

Mahisasuramardhini II, Agastya, dan Mahakala. Meski

kelimanya berhasil ditemukan kembali dan dapat diselamatkan

oleh anak bangsa yang peduli, dibeli dari tangan kurator

asing di balai lelang Amsterdam, Belanda, apa yang terjadi

1 Raden Ngabehi Ronggowarsito bernama asli Bagus Burham. Putra Raden Mas Pajangswara ini adalah pujangga besar Keraton Surakarta abad ke-19. Sebagai cucu kandung Yosodipuro II, tokoh pujangga generasi sebelumnya, Ronggowarsito aktif menulis beragam karya abadi yang sarat nilai humaniora, dari falsafah, sejarah, lakon wayang, primbon, kisah raja-raja, ilmu kebatinan, dongeng, syair, adat kesusilaan, hingga serat-serat yang konon mengandung ramalan masa depan negara yang kini dinamakan Indonesia. Karyanya yang terkenal antara lain adalah Serat Kalatidha, Jayabaya, Joko Lodhang, Sabdatama, Sabdajati, Paramayoga, Nitisruti, Candrarini, Cemporet, dan Pustaka Raja.

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 16 18/03/2014 12:29:59

Page 13: Satrio pningit low

17

pada arca tersebut sebelum kembali, mungkin tak ada yang

benar-benar mengetahui.

Hanya bergelintir orang yang memiliki mata batin yang

lebih jernih dapat awas menyadari, dua kejadian di tempat

yang sama pada waktu yang berbeda, pencurian naskah serta

arca kuno, itu adalah percik pemicu rentetan kegemparan

yang akan mengguncang Tanah Air dalam waktu tidak

lama lagi! Fajar merah berdarah pun menyingsing di ufuk

timur. Tirai kisah ini perlahan tersibak.[]

*

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 17 18/03/2014 12:29:59

Page 14: Satrio pningit low

18

PAMBUKANINGGAPURA 1986

“Aku cinta… kamu cinta… semua cinta… buatan

Indonesia…”

Lamat-lamat, terdengar alunan nada dari luar kamar yang

penuh dengan mainan berserakan. Suara merdu kelompok

musik Bimbo membuka acara Apresiasi Film Nasional di

stasiun televisi kebanggaan dan satu-satunya milik pemerintah,

Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Siaran warta tiga puluh menit itu, Dunia Dalam Berita,

baru saja usai. Jam dinding bundar bergambar Semar

tambun, bertengger tenang dan anggun. Bilah jarum yang

diserupakan sepasang tangan Ki Lurah Badranaya itu yang

panjang tepat menunjuk arah bawah dan yang pendek

menuding ke kiri sedikit ke atas. Pukul dua puluh satu

lewat tiga puluh menit.

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 18 18/03/2014 12:29:59

Page 15: Satrio pningit low

19

Tirai merah tebal di panggung perlahan terbelah kian

melebar. Laki-laki lanjut usia bertubuh kurus tinggi itu

menguap kemudian bangkit beringsut dari sofa tua butut.

Tertatih-tatih ia berjalan bertumpu tongkat mendekati

boks berlayar hitam-putih. Diputarnya kenop ke kiri dan

mematikan televisi. Dia menghampiri pintu kamar setengah

terbuka. Lampu di dalam kamar itu masih terang menyala.

“Jadi, Nak, sudah siap untuk mendengarkan kisah baru

lagi malam ini?”

“Oh! Iya donk! Siapppp, Eyang!”

Bocah lelaki tampan, gemuk, sehat, dan berkulit putih

bersih itu tersenyum lebar, tatapannya polos berbinar,

kepala mengangguk semangat! Spontan dilemparkannya

kepingan-kepingan Lego hingga berserakan di lantai marmer.

Melompat sigap ke atas kasur berseprai warna biru muda,

ditariknya selimut tebal ke atas pangkuan. Duduk bersila,

dada anak kecil berusia sepuluh tahun itu bergemuruh

kencang, menanti lanjutan dongeng sang kakek yang selalu

mampu menakjubkannya!

Wajah tirus, mata sipit, dengan sorot teduh ramah itu

mendekati kasur, mengulas senyum tipis di bibir hangat

yang tak sepucat kerut garis tua di raut senjanya. Sejumput

rambut putih menyembul dari balik topi pet lusuh kelabu

yang baru saja dilepas dari kepala lelaki berusia tujuh puluh

tahun itu. Sejenak, topi kumal itu ditepuk-tepuk sebelum

diletakkan di atas bantal. Tongkat disandarkan di sebelah

dipan. Laki-laki renta menyisir gemetar rambut jarang ke

belakang, lalu duduk di hadapan anak kecil bersenyum lebar

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 19 18/03/2014 12:29:59

Page 16: Satrio pningit low

20

terkembang, sambil mengusap lembut rambut berponi lebat

dengan penuh curah kasih sayang.

“Hari ini kita akan berkenalan dengan Abimanyu! Kau

tahu siapa itu, Abimanyu?”

“Putra kesayangan Arjuna, Eyang!”

“ANAK PINTAR!!! Bagaimana kamu tahu?”

Si bocah menyeringai dengan lebarnya. Dia memang

menggemari kisah wayang.

“Kau benar, Nak! Abimanyu adalah putra dari Raden

Arjuna dengan Dewi Wara Subadra alias Rara Ireng, yang

tak lain adalah adik kandung Prabu Kresna, Raja Dwarawati

yang menjadi penasihat Pandawa dalam perang Bharatayudha.

Sesuai namanya, ‘abhi’ dalam bahasa Sansekerta bermakna

‘berani’, ‘man’yu’ artinya ‘tabiat’. Watak Abimanyu pemberani,

tapi juga halus, baik tingkah laku dan budi bahasa, terang

dalam ucapan, berhati keras, besar tanggung jawab dan

tak pernah gentar atau takut. Abimanyu mewarisi tak

hanya kecakapan raga, tapi juga olah keprajuritan dan ilmu

kanuragan dari ayahnya. Dia juga dididik kebijaksanaan

dan seni ketatanegaraan oleh pamannya, Sri Kresna, serta

digembleng dalam olah kebatinan oleh kakeknya, Begawan

Abiyasa alias Kresna Dwipayana.”

“Kenapa Kakek ingin bercerita tentang Abimanyu?”

“Karena dia seorang pemuda istimewa! Seperti kamu!

Abimanyu walau masih amat muda dikagumi lantaran

keberanian dan kesetiaannya kepada Tanah Air. Segala

kecintaan dan baktinya tercurah kepada keluarga Pandawa.

Sejak masih dalam kandungan ibunya, Abimanyu telah

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 20 18/03/2014 12:29:59

Page 17: Satrio pningit low

21

dianugerahi Wahyu Hidayat oleh Dewata, yang membuatnya

mampu memahami segala hal dengan mudah. Pada usia

remaja, berkat kecerdasan yang di atas rata-rata dan

kesungguhannya dalam bertapa brata, Abimanyu ‘kejatuhan’

Wahyu Makutha Raja sekaligus Wahyu Cakraningrat, yang

seolah menegaskan bahwa hanya dari garis keturunannyalah

kelak dilahirkan raja-raja besar, penerus takhta kerajaan

agung leluhur: HASTINAPURA!!!”[]

*

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 21 18/03/2014 12:29:59

Page 18: Satrio pningit low

22

EKA

Mangkya darajating praja, kawuryan wus sunyaruriRurah pangrehing ukara, karana tanpa palupi

Atilar silastuti, sujana sarjana keluKalulun Kala Tidha, tidhem tandhaning dumadi

Ardeyengrat dene karoban rubeda

Keadaan negara waktu sekarang sudah semakin merosotSegalanya rusak karena tak ada yang dapat dijadikan panutan

Banyak orang meninggalkan petuah atau aturan lamaCerdik cendekia terbawa arus zaman Kala Tidha

Dunia mencekam penuh keraguan serta kerepotan

(Serat Kalatidha, Pupuh Sinom 1)

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 22 18/03/2014 12:29:59

Page 19: Satrio pningit low

23

NO

Mula den titenana, Samangsa tanah Jawa mengku, ratu wis ora bapaTitikane nganggo kethu bengi, asesirih Ratu Bengi

Pangapesane perempuan ayu ngiwi-iwi Ajejuluk sarwo agung edi

Karena itu simak dan perhatikanlah,Saat tanah Jawa mempunyai raja tak berayah,

tandanya memakai peci malam, bergelar Raja Malam,kelemahannya perempuan cantik yang merayu-rayu,

bergelar serba agung dan mulia…

(Jangka Jayabaya, bait 120)

SATRIO PNINGIT EDIT BUDHI OK.indd 23 18/03/2014 12:29:59