bab i,ii,iii syok

42
BAB I PENDAHULUAN Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih kontroversial dan akan terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Pada awalnya syok dikenal dalam dunia kedokteran digambarkan sebagai “a rude unhanging of machinery of life” selanjutnya paradigm syok terus berkembang dengan pendekatan dari berbagai macam aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu dan komprehensif, untuk menjadikan manajemen syok sebagai “time saving is life saving” Banyak definisi Syok mencerminkan beragam kompleksitas yang tidak diketahui secara pasti tentang patofisiologi syok oleh karena mekanisme di tingkat seluler yang senantiasa berubah dengan bertambah majunya informasi. Fakta terkini tentang pokok masalah pada syok adalah semua jenis syok sangat erat kaitannya dengan terjadinya hipoksia sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun sekunder 1 . Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai bidang ilmu kedokteran dan multi sektoral. Langkah awal penatalaksanaan syok adalah mengenal diagnosis klinis secara dini, oleh karena manajemen syok harus memperhatikan “The Golden Period”, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan 1

Upload: adi-suryadarma-moo

Post on 25-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Syok

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif

dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih kontroversial

dan akan terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Pada awalnya

syok dikenal dalam dunia kedokteran digambarkan sebagai “a rude unhanging of

machinery of life” selanjutnya paradigm syok terus berkembang dengan pendekatan

dari berbagai macam aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu dan komprehensif,

untuk menjadikan manajemen syok sebagai “time saving is life saving”

Banyak definisi Syok mencerminkan beragam kompleksitas yang tidak

diketahui secara pasti tentang patofisiologi syok oleh karena mekanisme di tingkat

seluler yang senantiasa berubah dengan bertambah majunya informasi. Fakta terkini

tentang pokok masalah pada syok adalah semua jenis syok sangat erat kaitannya

dengan terjadinya hipoksia sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun

sekunder1.

Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai

bidang ilmu kedokteran dan multi sektoral. Langkah awal penatalaksanaan syok

adalah mengenal diagnosis klinis secara dini, oleh karena manajemen syok harus

memperhatikan “The Golden Period”, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel

belum menyebabkan “cummulative oxygen deficit” melebihi 100-125 ml/kg atau

kadar aterial laktat mencapai 100 mg/dl. Secara empiris satu jam pertama sejak onset

dari syok adalah batas waktu maksimal untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat

kembali. Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah hipotensi dan

asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanlah indikator utama syok,

sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah dapat

menguasai “life support measure” yang meliputi “Airway-Breathing-Circulation dan

Brain Support”, langkah penting selanjutnya adalah mengatasi kausal syok dengan

terapi definitif yang tepat.1,2

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Syok

Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan

organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang

mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah

yang bersirkulasi secara efektif. Pada hewan yang mengalami syok terjadi penurunan

perfusi jaringan, terhambatnya pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel

sehingga produksi energy oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan

energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada

gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat

menimbulkan kematian1,2.

Pada syok yang kurang parah, kompensasi tubuh dapat berupa peningkatan laju

jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer (keduanya secara refleks), sehingga hal

tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital. Ketika

syok bertambah parah, kompensasi ini akan gagal 2.

1. Tahap Nonprogresif / Tahap Kompensasi

Pada tahap ini, mekanisme kompensasi yang normal pada akhirnya akan

menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar. Faktor – faktor yang

dapat menyebabkan pasien pulih merupakan mekanisme pengaturan umpan balik

negatif yang berusaha mengembalikan curah jantung dan tekanan arteri ke nilai yang

normal. Faktor – faktor tersebut adalah :

Refleks baroreseptor rangsangan simpatis pada sirkulasi

Respon iskemik sistem saraf pusat

Pembalikan proses stress relaksasi sistem sirkulasi pembuluh darah

berkontraksi sehingga volume darah dapat memenuhi sirkulasi secara adekuat.

Pembentukan angiotensin oleh ginjal konstriksi arteri perifer retensi air dan

natrium oleh ginjal.

Pembentukan vasopressin oleh kelenjar hipofisis posterior konstriksi arteri dan

vena perifer.

2

Mekanisme kompensasi yang mengembalikan volume darah ke normal

absorpsi cairan oleh traktus intestinal, retensi air dan garam ginjal, dan

peningkatan rasa haus. 3

2. Tahap progresif / tahap dekompensasi

Tahapan progresif ditandai oleh hipoperfusi jaringan dan awal manifestasi dari

memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik. 4

3. Tahap irreversible

Tahap ini muncul setelah mengalami jejas sel dan jaringan yang berat (terjadi

kerusakan multiorgan). Selain itu, cadangan phosphate berenergi tinggi (ATP) akan

habis terutama pada jantung dan hepar tubuh kehabisan energi. Pada tahap ini syok

3

telah berkembang menjadi tambah parah sehingga semua bentuk terapi tidak mampu

lagi menolong pasien. 3

2.2. Klasifikasi Syok Berdasarkan Etiologi

Etiologi spesifik dari syok tidak diketahui, tetapi syok dapat terjadi karena stres yang

serius, misalnya karena trauma yang hebat, kegagalan jantung, perdarahan, terbakar,

anestesi, infeksi berat, obstruksi intestinal, anemia, dehidrasi, anafilaksis, dan intoksikasi.

1. Syok hipovolemik / oligemik

Hipovolemia berarti berkurangnya volume darah. Pendarahan adalah penyebab paling

sering dari syok hipovolemia. Pendarahan akan menurunkan tekanan pengisian

sirkulasi dan akibatnya menurunkan aliran balik vena, curah jantung menurun

dibawah normal dan menimbulkan syok3.Syok hipovolemia juga dapat disebabkan

karena kehilangan plasma pada obstruksi usus halus dan pasien yang mengalami luka

bakar hebat 3.

2. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik disebabkan karena disfungsi dari miokardial atau gagalnya jantung

untuk mengalirkan darah.3 Dapat terjadi dari trauma tumpul jantung, temponade

jantung, emboli udara, atau infark akibat trauma yang agak jarang terjadi .5

3. Syok obstruktif ekstrakardiak

Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme

aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal atau terganggunya

aliran keluar arterial jantung (emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi

pulmoner, tamponade perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh

karena obstruksi mekanis

4. Syok distributif

a. Syok Septik

Syok septik atau dulunya dikenal dengan “keracunan darah” diakibatkan karena

infeksi bakteri yang menyebar luas ke banyak daerah tubuh, penyebarannya

melalui darah dan menyebabkan kerusakan jaringan yang luas.3 Syok septik

akibat trauma jarang terjadi. Namun apabila kedatangan penderita ke fasilitas

kegawadaruratan tertunda untuk beberapa jam, masalah ini mungkin terjadi

kematian.5

b. Syok Neurogenik

4

Syok neurogenik disebabkan karena hilangnya tonus vasomotor secara tiba-tiba

di seluruh tubuh.dan menyebabkan dilatasi vena yang sangat besar. Dilatasi vena

akan mengakibatkan pengumpulan darah di vena dan mengurangi tekanan

pengisian sistemik rata-rata.3

Penyebabnya antara lain anastesi umum yang dalam, anastesi spinal, atau karena

kerusakan otak.3 Kerusakan otak dapat disebabkan karena cidera intrakranial

akibat trauma. Trauma pada tulang belakang memungkinkan terjadinya hipotensi

akibat hilangnya tonus simpatik kapiler.5

c. Syok Anafilaktik dan Syok Histamin

Syok ini disebabkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi dimana hasil akhirnya

akan menghasilkan histamin atau bahan seperti histamin. Histamin ini akan

menyebabkan :

Dilatasi Vena, mengakibatkan penurunan aliran balik vena secara nyata.

Dilatasi Arteriol, mengakibatkan tekanan arteri menurun.

Meningkatkan permeabilitas kapiler, menyebabkan kehilangan cairan dan

protein ke dalam jaringan secara cepat.3

2.3.Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Syok

Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara umum, tanda kliniknya

dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas pulsus jelek, respirasi cepat,

temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah, capillary refill time lambat, takikardia

atau bradikardia (kucing), oliguria, dan hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi).

Tekanan arteri rendah, membrana mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2

detik), temperatur rektal rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa dingin

merupakan tanda klinik syok kardiogenik dan hipovolemik. Untuk membedakan syok

kardiogenik dengan syok hipovolemik.

1. Syok Hipovolemik

a. Patofisiologi

Jika terjadi perdarahan, hal ini akan menurunkan tekanan pengisisan pembuluh

darah rata-rata sehingga menurunkan aliran darah balik ke jantung yang akhirnya

menurunkan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan

menimbulkan beberapa kejadian pada organ :

Mikrosirkulasi

5

Ketika curah jantung menurun, maka tahanan vascular sistemik berusaha

meningkatkkan tekanan sistemik untuk mencukupi perfusi ke jantung dan

otak melebihi organ lain, khususnya GIT. Disaat MAP jatuh ≤ 60 mmHg,

aliran ke organ akan menurun drastis sehingga fungsi sel di semua organ

terganggu.

Neuroendokrin

Jika terjadi hipovolemia, hipotensi dan hipoksia, hal ini akan dideteksi oleh

baroreseptor dan kemoreseptor tubuh yang memberikan respon autonom

tubuh seperti :

- ↓ aktivitas parasimpatis ke jantung heart rate ↑

- ↑ aktivitas simpatis ke jantung kontraktilitas jantung ↑

- ↑ simpatis ke vena vasokonstriksi ↑ venous return ↑

- ↑ simpatis ke arteriol ↑ resistensi perifer total

Kardiovaskular

Hipovolemik ↓ pengisian ventrikel ↓ cardiac output. Peningkatan

frekuensi jantung sangat bermanfaat, namun memiliki keterbatasan

mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.

Gastrointestinal

Penurunan aliran darah ke GIT peningkatan absorpsi endotoksin yang

dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati vasodilatasi dan

peningkatan metabolisme depresi jantung.

Ginjal

Aliran darah ke ginjal kurang tahanan arteriol aferen meningkat

mengurangi laju filtrasi glomerulus dengan aldosteron dan vasopressin

produksi urin menurun. 2

b. Manifestasi klinis :

Hipovolemia ringan ( ≤ 20% volume darah) takikardi ringan dengan

sedikit gejala yang tampak

Hipovelemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien cemas, takikardi

jelas nampak. TD bisa normal saat berbaring namun dapat ditemukan

hipotensi ortostatik.

6

Hipovolemia berat gejala klasik syok akan muncul, TD menurun drastis

dan tidak stabil meski berbaring, takikardi hebat, oliguria, agitasi atau

bingung.2

c. Manifestasi umum syok hipovolemik :

Kecemasan atau agitasi

Kulit teraba dingin

Kebingungan

Output urin menurun sampai tidak ada

Kelelahan

pale skin color

Nafas cepat

Berkeringat dingin

Penurunan kesadaran hingga pingsan.6

2. Syok Kardiogenik

a. Patofisiologi

Paradigma lama yang mendasari syok kardiogenik depresi kontraktilitas

miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, TD

rendah, insufisiensi koroner penurunan kontraktilitas dan curah jantung.

Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada

pasien IM, diduga aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peninggian

kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya mempunyai efek buruk

multiple antara lain :

Inhibisi langsung kontraktilitas miokard

Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik

Efek terhadap metabolism glukosa

Efek proinflamasi

Penurunan responsivitas katekolamin

Merangsang vasodilatasi sistemik.2

b. Manifestasi klinis :

Pasien IMA → nyeri dada akut dan memiliki riwayat PJK sebelumnya.

7

Pasien dengan aritmia mengeluh adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau

merasa irama jantung berhenti sejenak → pasien merasa letargi akibat

berkurangnya perfusi ke system saraf pusat.

Tekanan darah sistolik turun sampai < 90 mmHg bahkan sampai 80 mmHg

Denyut jantung meningkat dan rapid pulse akibat stimulasi simpatis

Frekuensi pernapasan meningkat (rapid breathing) akibat kongesti paru

Pemeriksaan dada menunjukkan ronki

Peningkatan distensi vena-vena di leher

Irama gallop disfungsi ventrikel kiri. 2

Pasien berkeringat banyak kulit basah

Kulit dingin

Penurunan status mental : kehilangan kemampuan konsentrasi dan

kehilangan kesiagaan

Koma 7

3. Syok Septik

a. Pa tofisiologi

8

b. Manifestasi umum syok septic :

Demam, menggigil, nyeri otot gejala infeksi yang identik pada syok

septik

Takikardi

Takipnea (alkalosis respiratorik), hipoksemia

Ekstremitas dingin

Kepala terasa ringan

TD rendah terutama saat berdiri

Palpitasi

Produksi urin menurun bahkan tidak ada

Agitasi, letargi, atau kebingungan

Skin rash or discoloration

Proteinuria

Leukositosis, Eosinopenia

Hipoferemia, iritabilitas, lemah, fungsi hati abnormal ringan,

hiperglikemia pada DM

Pada keadaan sepsis berat : hipotermia, syok, asidosis laktat, sindrom

gagal napas dewasa, azotemia, oliguria, leukopenia, trombositopenia,

anemia, koma, peradarahan saluran pencernaan bagian atas,

hipoglikemia.2

4. Syok Anafilaksis

a. Patofofisiologi

Syok ini disebabkan karena masuknya antigen yang sangat sensitif untuk

seseorang ke dalam sirkulasi sehingga menyebabkan suatu reaksi antigen-

antibodi. Efek utamanya ialah, basofil dalam darah dan sel mast dalam

jaringan prekapiler melepaskan histamine, histamin tersebut menyebabkan :

Kenaikan kapasitas vascular akibat dilatasi vena penurunan venous

return secara nyata

Dilatasi arteriol tekanan arteri menjadi sangat menurun

Meningkatnya permeabilitas vascular hilangnya cairan dan protein

kedalam ruang jaringan secara cepat.

9

Hasil akhirya merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada aliran balik

vena menimbulkan syok serius.2

Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran.

Sistem Gejala dan tanda

Umum

prodromal

Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa

tak enak di dada dan perut, rasa gatal di hidung dan

palatum

Pernapasan

Hidung

Laring

Lidah

Bronkus

Hidung gatal, bersin dan tersumbat

Rasa tercekik, suara serak. Sesak napas, stridor, edema,

spasme

Edema

Batuk, sesak, mengi, spasme

Kardiovaskular Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi syok,

aritmia. Pada EKG gelombang T datar, terbalik, atau

tanda-tanda infark miokard

Gasrointestinal Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang kadang

disertai darah, peristaltik usus meninggi

Kulit Urtikaria, angiodema di bibir, muka atau ekstremitas

Mata Gatal, lakrimasi

SSP Gelisah, kejang

(Sumber:Sudoyo, AW et al. 2006).

5. Syok neurogenik

a. Patofisiologi

10

Hilangnya tonus vasomotor penurunan venous tone (dilatasi vena)

penumpukan darah di vena

Reaksi vasovagal berlebihan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus

perfusi ke otak berkurang

Rangsangan parasimpatis ke jantung memperlambat kecepatan denyut

jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Contoh :

gangguan emosional pingsan

Obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan

menekan tonus venomotor

Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan

vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan

volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.2

b. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hampir sama dengan syok pada umumnya, tetapi pada syok

neurogenik terdapat tanda :

Tekanan darah turun

Nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)

Kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau

paraplegia

Pusing

Pingsan.2

2.4. Pemeriksaan Pasien Syok

2.4.1 Pemeriksaan Fisik

Vital sign

o Resting takikardi (<90/mnt).

o Bradikardi pada perdarahan akut.

Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien dengan infark

ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi

sangat kecil kemungkinannya menyebabkan kongesti paru.

o Hipotensi pada posisi supinasi

Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah

sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <80 11

mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut

jantung biasanya cenderung meningkat sebagai stimulasi simpatis,

demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat

sebagai akibat dari kongesti paru. 2,8

Inspeksi

o Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab, pucat, dan

vena kulit kolaps

o Tanda-tanda dehidrasi seperti, Turunnya turgor jaringan mengentalnya

sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta bola mata

cekung. 3,8

2.4.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiografi (EKG) :

Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menentukan etiologi dari syok

(kardiogenik). Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut.

Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan maka akan terlihat proses di sadapan jantung

sebelah kanan (misalnya elevasi ST di sandapan V4R). Begitu pula bila gangguan irama atau aritmia

sebagai etiologi terjadinya syok kardiogenik, maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas

listrik jantung tersebut.2,6

b. Foto Roentgen Dada

Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau edema

paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau

regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang

tidak disertai kardiomegali, terutama pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti

paru menunjukkan kecil kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau

keadaan hipovolemia.2,4

c. Ekokardiografi

Modalitas pemeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak membantu dalam membuat

diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini relatif cepat, aman dan

dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien (bedside). Keterangan yang

diharapkan dapat diperoleh dari pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel

kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau

regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya pada defek

12

septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.2,7

d. Pemantauan Hemodinamik

Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan

baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya untuk memastikan diagnosis

dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan.

Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kin yang berat, akan terjadi peningkatan

tekanan baji paru. Bila pada pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru

lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard akut menunjukkan bahwa volume

intravaskular pasien tersebut cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau

hipovolemia yang signifikan, akan menunjukkan tekanan baji pembuluh paru yang

normal atau lebih rendah. Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan

perhitungan afterload (resistensi vaskular sistemik). Minimalisasi afterload sangat

diperlukan, karena bila terjadi peningkatan afterload akan menimbulkan efek penurunan

kontraktilitas yang akan menghasilkan penurunan curah jantung. 2

e. Saturasi oksigen

Pemantauan saturasi Oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pemasangan

kateter Swan-Ganz yang juga dapat mendeteksi adanya VSD. Bila darah yang kaya

oksigen dariLV ke RV maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila

dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.2,9

f. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium bertujuan untuk menentukan kadar hemoglobin dan

nilai hematokrit

Nilai hematokrit akan rendah jika pasien mengalami perdarahan lambat atau

resusitasi cairan telah diberikan,.

nilai hematokrit menjadi tinggi jika hipovolemia karena kehilangan volume

cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka

bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat

(konsentarted) dan kental. 8

2.5.Penatalaksanaan Syok

Tujuan penanganan syok tahap awal adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi

jaringan dengan mengembalikan volume dan tekanan darah. Pada syok tahap lebih

13

lanjut, pengembalian perfusi jaringan saja biasanya tidak cukup untuk menghentikan

perkembangan peradangan sehingga perlu dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik

yang terutama disebabkan oleh bakteri.

Pemberian oksigen merupakan penanganan yang sangat umum, tanpa

memperhatikan penyebab syok. Terapi lainnya tergantung pada penyebab syok. Terapi

cairan merupakan terapi yang paling penting terhadap pasien yang mengalami syok

hipovolemik dan distributif. Pemberian cairan secara IV akan memperbaiki volume

darah yang bersirkulai, menurunkan viskositas darah, dan meningkatkan aliran darah

vena, sehingga membantu memperbaiki curah jantung.

2.5.1 Penatalaksaan Awal Syok Akibat Trauma

a. Pemeriksaan Jasmani

Pemeriksaan jasmani diarahkan pada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan

meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal penting untuk memantau

respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,

produksi urin, dan tingkat kesadaran. 5

Airway dan Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya

pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

Sirkulasi-Kontrol Perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah menghentikan perdarahan yang jelas terlihat,

memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.

Perdarahan dari luka di permukaan tubuh biasanya dapat dikendalikan dengan

tekanan langsungpada tempat perdarahan. PASG (Pneumatic Anti Shock

Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang

pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan

yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan

perdarahan internal.

Disability-Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan tingkat kesadaran, peregerakan

mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.

Exposure-Pemeriksaan Lengkap

14

Langkah selanjutnya yaitu menelanjangi penderita dan diperiksa dari ubun-ubun

sampai ke jari kaki. Namun di sini diperhatikan agar tak terjadi hipotermia.

Pemakaian penghangat cairan maupun cara-cara penghangatan internal maupun

eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia.

Dilatasi Lambung-Dekompresi

Keadaan ini biasanya terjadi pada penderita trauma khususnya anak-anak dan

dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung. Distensi lambung

membuat terapi syok menjadi sangat sulit. Dekompensasi lambung dilakukan

dilakukan dengan memasukkan selang pipa ke dalam perut melalui hidung atau

mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

Namun keadaan ini masih mungkin terjadi aspirasi.

b. Akses Pembuluh Darah

Harus segera didapatkan akses pembuluh darah. Ini paling baik dilakukan dengan

memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimum 16 Gauge) sebelum

dipertimbangkan jalur vena sentral.3Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi

orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau

keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan

akses pembuluh darah sentral. 3,5

Jika kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan

crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes

kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga dilakukan pada saat

ini.5

c. Terapi Awal Cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk mengisi resusitasi awal. Jenis cairan ini

mengisi intravascular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vascular

dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial

dan intravascular. Larutan Ringer Laktat adalah larutan cairan pilihan pertama. NaCl

fisiologis adalah pilihan kedua, namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya

asidosis hiperkhloremik dan kemungkinan bertambah besar jika fungsi ginjalnya

kurang baik.5

Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus.

Dosis awal adalah 1 sampai 2 L pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak. Ini sering

membutuhkan penambahan pemasangan alat pompa infuse. 5

15

2.5.2 Penatalaksanaan Lanjutan

Pada dasarnya, tujuan penanganan syok adalah;

a. Mempertahankan tekanan arterial rerata (mean) di atas 60 mmHg (pada orang

dewasa normal) . Tujuannya untuk menjamin perfusi yang memadai pada

organ-organ vital.

b. Mempertahankan aliran darah pada organ-organ yang paling sering mengalami

kerusakan akibat syok, misalnya, ginjal, hepar, SSP, serta paru-paru

c. Mempertahankan kadar laktat arterial di bawah 22mmol/L. 9

Terapi dilakukan setelah melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut di

atas selesai dan bila keadaan syok berat atau progresif. Bila keadaan pasien telah

stabil, pemeriksaan konvensional yang lebih komprehensif. Evaluasi respons

terhadap intervensi terapeutik inisial. Syok harus ditangani di unit perawatan intensif

dan harus dipantau terus-menerus dengan monitoring EKG serta pemasangan kateter

arteri yang dibiarkan di tempatnya untuk mengukur tekanan sistolik, dan tekanan

arteri rata-rata pada setiap denyut jantung.

Pada kasus syok yang tidak bisa dipulihkan dengan cepat, harus dilakukan

pengukuran serial tekanan pengisian ventrikel kiri serta kanan dan pengukuran curah

jantung. Pengukuran yang sering terhadap gas darah arterial (PO2, PCO2, dan pH),

kadar elektrolit, darah lengkap dan berbagai parameter pembekuan untuk memantau

kemajuan pasien dan menilai efek terapi. Pengukuran kadar kalsium dan fosfor

serum, tergantung pada keadaan klinis dan kebutuhan yang dirasakan untuk menilai

respon terhadap terapi.

Pada syok kardiogenik, terapi cairan yang terlalu cepat dapat berakibat fatal

karena akan meningkatkan beban kerja jantung dan selanjutnya membahayakan

sirkulasi. Terapi syok kardiogenik tergantung pada penyebabnya. Jika syok

disebabkan oleh kontraktilitas miokardium yang jelek, disarankan penanganan

dengan beta-agonist. Dobutamin merupakan betaagonist yang mampu

meningkatkan curah jantung dan penghantaran oksigen, tanpa menyebabkan

vasokonstriksi, merupakan obat yang paling umum digunakan untuk meningkatkan

fungsi jantung. Jika hewan sedang diberikan obat yang menekan miokardium

(misalnya anestesia), maka pemberian obat tersebut harus dihentikan.

Perikardiosentesis harus dilakukan jika efusi perikardium cukup banyak dan

menyebabkan tamponad.

16

Pada syok distributif apabila hipotensi tetap terjadi walaupun telah dilakukan

terapi cairan yang cukup maka dibutuhkan pemberian vasopresor. Oleh karena curah

jantung dan tahanan pembuluh darah sistemik mempengaruhi penghantaran oksigen

ke jaringan, maka pada pasien hipotensi harus dilakukan terapi untuk

memaksimalkan fungsi jantung dengan terapi cairan dan obat inotropik, dan/atau

memodifikasi tonus pembuluh darah dengan agen vasopresor. Penggunaan

glukokortikoid untuk menangani syok masih kontroversial. Namun apabila

digunakan, glukokortikoid harus digunakan pada penanganan awal dan tidak diulang

penggunaannya. Prednisolon direkomendasikan pada dosis 22-24 mg/kg secara IV.

Glukokortikoid kerja cepat (rapid-acting glucocorticoid) yang lain yang tersedia

dalam bentuk parenteral adalah deksametason sodium fosfat, direkomendasikan

pada dosis 2-4 mg/kg secara IV.

Syok septik sering kali berkaitan dengan bakteri gram negatif, dan antibiotik

yang cocok untuk itu misalnya sepalosporin atau aminoglikosida dan penisilin.

Apabila menggunakan aminoglikosida, hewan harus dalam kondisi hidrasi yang

baik, karena aminoglikosida dapat mengakibatkan nefrotoksik. Hewan yang sedang

mendapatkan penanganan syok harus terus dimonitor. Dua faktor yang sangat

penting untuk dimonitor adalah tekanan dan volume darah. Sebagai petunjuk dalam

pemberian terapi dapat digunakan parameter kardiovaskuler (kecepatan denyut

jantung, warna membrane mukosa, kualitas pulsus, CRT, tekanan vena sentral),

kecepatan pernapasan, temperatur, hematokrit, dan pengeluaran urin. Untuk

mengevaluasi terapi cairan pada syok karena perdarahan sangat penting dilakukan

pengukuran PCV (packed cell volume) dan TS (total solid). Tekanan gas dalam

darah sangat penting dalam penentuan dan memonitor keseimbangan asam-basa.

2.6. Penatalaksanaan Cairan Pada pasien Syok

Pada semua bentuk syok, menejemen jalan nafas dan pernafasan untuk

memastikan oksigenasi pasien adalah baik, kemudian restorasi cepat dengan infus

cairan. Pilihan petama adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat) diisusul darah

pada syok perdarahan. Pada Syok hipovolemik, infus cepat kristaloid untuk ekspansi

volume intravaskuler melalui kanula vena besar (dapat lebih satu tempat) atau

melalui vena sentral. Pada perdarahan maka dapat diberikan 3-4 kali dari jumlah

perdarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dengan transfusi darah. Secara

17

bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol Karena tujuan terapi ini adalah

mengganti cairan tubuh yang hilang secepat mungkin sebelum terjadinya end-organ

failure, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memasang kanul intravena

ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk melakukan pemeriksaan

laboratorium (croosmatch, hemoglobin, hematocrit, thrombosit, elektrolit, creatinin,

analisis gas darah dan pH, laktat, parameter koagulasi, transamine, albumin). Nilai

kebutuhan oksigen, intubasi, atau ventilasi (PO2> 60 mmHg dan saturasi oksigen >

90%).11

Resusitasi cairan dilakukan dengan perbandingan kristaloid dan koloid sebesar

3:1. Bila kehilangan darah>25% maka perlu diberikan eritrosit konsentrat, sementara

kehilangan darah > 60% maka perlu juga diberikan fresh frozen plasma (setelah 1

jam pemberian konsentrasi eritrosit atau lebih cepat jika fungsi hati terganggu). 11

Adapun indikasi transfusi darah atau komponen darah pada syok hipovolemik yaitu:

Tabel 4. Indikasi Transfusi Komponen Darah9

Kompone

n

Indikasi Dosi

s

Packed RBC Mengganti

Oxygen-carrying

capacity

2-4

unitIV

Platelets Trombositopenia

dengan

perdarahan

6-10

unit IV

Fresh frozen

plasma

Koagulopati 2-6

unit IV

Crycoprecipitat

e

Koagulopati

dengan

fibrinogen

10-

20 unit IV

18

Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis

berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu

aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.

Terdapat beberapa jenis cairan resusitasi yaitu cairan koloid, kristaloid dan

darah.10 Koloid merupakan cairan dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi

dibandingkan plasma (cairan hiperonkotik). Hipertonik dan hiperonkotik adalah

cairan plasma expander karena kemampuan untuk memindahkan cairan intrselular

dan interstisial selama resusitasi dan dengan cepat menggantikan volume plasma

(seperti albumin, dextran, dan starch). Cairan kristaloid adalah cairan yang

mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa

isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid

yaitu cairan yang Berat Molekulnya tinggi.

2.6.1 Jenis Cairan dan Pemberian

2.6.1.1 Jenis – Jenis Cairan Kristaloid:

a. Cairan Hipotonik

Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu

penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada

dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan

hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan

ini tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan (dextrosa 5%).12

b. Cairan Isotonik

Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan

plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang

adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan

ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukan relatif lebih

pendek dibanding dengan cairan koloid.12

c. Cairan Hipertonik

Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh

karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam

ekstraseluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan

natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi

pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena

19

dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah

cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.12

Beberapa contoh cairan kristaloid :

a. Ringer Laktat (RL)

Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l,

Klorida 109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini

dimetabolisme didalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam

ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan

fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi

CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa

(20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk

HCO3. Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi

elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan

untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan

pada dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan

syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.12

b. Ringer Asetat

Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l,

Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan

asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam

otot, sedangkan laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 ± 400 mEq/jam,

sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat

dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A.,

reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion hidrogen

dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat. Glukosa 5%,

10% dan 20% Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.

Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan

20% digunakan pada keadaan hipoglikemi, gagal ginjal akut dengan anuria dan

gagal ginjal akut dengan oliguria.12

c. NaCl 0,9%

20

Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang

digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk

penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau

alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan

kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti

asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan bayi

sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl

0,9% dengan Glukosa 5%. 12

2.6.1.2 Jenis-Jenis Cairan Koloid

a. Albumin.

Terdiri dari 2 jenis yaitu:

- Albumin endogen. Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan

dihasilkan di hati. Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80%

terhadap tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50% akan

menurunkan 1/3 tekanan onkotik plasmanya.

- Albumin eksogen. Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin,

albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin

eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia

yang dimurnikan. Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam

fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi

intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan. Hal ini disebabkan karena

peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi

cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.

Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi

fungsimiokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi

protein yang dimurnikan. Hal ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup

tinggi dan disamping itu harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.

Larutan ini digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.12

b. HES (Hidroxy Ethyl Starch).

Merupakan senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini

mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang sangat

heterogen. Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan

21

onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310mosm/l. HES dibentuk dari

hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa. Pada penelitian klinis

dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek

intravaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan

intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya

yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme

pembekuan darah. Hal initerjadi bila dosisnya melebihi 20ml/ kgBB/ hari.12

c. Dextran.

Merupakan campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan

berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang

dikembangbiakkan di mediasucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan

Dalton.Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM

70.000 (25.000-125.000). Sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam

fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh

karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan

terbaik dibadingkan dengan dextran 40. Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia

dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini

difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian

kecil dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intertisial dan sebagian

lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler. Pemberian dextran untuk

resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik

berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan pada penyakit sindroma

nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi

anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.12

d. Gelatin.

Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang dewasa.

Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin (MFG) 2. Urea Bridged

Gelatin (UBG). Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya

efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi

adalah reaksi anafilaksis. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit

bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.

22

2.6.2 Monitoring Pasien Syok

Pemantauan yang dibutuhkan pada syok meliputi monitor rutin ataupun non-rutin

untuk mengevaluasi hemodinamik, respirasi dan metabolik, serebral .Tak ada

parameter klinis yang spesifik pada syok. Monitor Hemodinamik dapat berupa

monitor non invasif maupun invasif. Invasif terutama diperlukan pada pemberian

agen vasoaktif guna resusitasi atau terapi suportif kardiovaskuler.11

a. Kardiovaskuler

Penilaian Klinis : Tekanan darah kontinyu, Nadi (amplitude dan ritme),

perfusi perifer

Monitoring noninvasif : Suhu, EKG, Ekokardiografi

Monitoring invasif : Tekanan darah intraarteri, CVP, produksi urin,

kateterisasi arterial

b. Respirasi

Penilaian Klinis : Laju, pola dan ritme nafas

Monitor : Pulse oksimetri, kapnografi, x-foto thorax, analisa Gas darah,

spirometri

c.Metabolik

Hematologi : Darah rutin, darah serial (3-4jam pertama), faktor koagulasi

dan gangguan pembekuan

Biokimia : Urin rutin & sedimen, asam-basa, laktat darah, ureum/kreatinin,

elektrolit darah, gula darah, ensim jantung, test fungsi hati

Mikrobiologi : Kultur darah (urin, sputum, LCS), sensitifitas test

d. Serebral : Glasgow Coma Scale, CT-Scan, EEG, Neuroimaging (MRI)

2.7 Komplikasi Syok

Selain bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhan terhadap oksigen, terjadi

beberapa perubahan lain. Metabolisme anaerob diinduksi oleh syok sehingga

miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP)

dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia

dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong berlanjutnya

kerusakan sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi

23

ventrikel ke bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas dan

dapat berakibat gangguan sebagai berikut :8

2.7.1 Gangguan Ginjal

Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran urin kurang

dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya disertai

dengan berkurangnya keluaran urin. Retensi kompensatorik natrium dan air

menyebabkan berkurangnya kadar natrium urin. Sejalan dengan menurunnya laju

filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan

berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal

ginjal akut. 8

Insufisiensi ginjal akut

Aliran darah rendah pada glomelurus menyebabkan anoksi pada tubulus ginjal dan

perubahan susunan sel-sel nephron. Penyebabnya mungkin yaitu endotoksin ( syok

septik), mioglobin ( trauma otot), atau asidosis. Volume urin kurang dari 350 ml/

hari dengan riwayat keadaan aliran rendah, harus membuat pengamat waspada akan

adanya insufisiensi ginjal. Sedimen urina menunjukkan silinder tubular, granular

atau eritrosit. 8

2.7.2 Gangguan pernafasan

Gangguan pernapasan terjadi akibat syok. Komplikasi yang mematikan adalah

gagal napas berat. Kongesti paru dan edema intraalveolar akan mengakibatkan

hipoksia dan menurunnya gas darah arteri. Selain itu, dapat terjadi atelektasis dan

infeksi paru. Faktor-faktor ini memicu terjadinya syok paru-paru, yang sekarang

sering disebut sebagai sindrom gawat napas dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki

basah dapat ditemukan, demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya

sebagai manifestasi gagal jantung ke belakang. 8

Sindroma gawat pernapasan dewasa(ARDS)

Dapat timbul pada setiap tipe aliran rendah dan pada dasarnya merupakan

sindroma kebocoran kapiler vaskular pulmonalis. penyebab utama

permeabilitas ini:

Volume resusitasi berlebihan menaikkan tekanan hidrostatik pada pada

pembuluh darah dan mendorong plasma ke membrana vaskular alveolus,

sehingga mengganggu difusi oksigen

24

Permeabilitas kapiler dapat terjadi karena reaksi komplemen terhadap

endotoksin pada septikemia.

Penyebab lain yaitu toksin yang terhirup seperti oksigen, asap, dan bahan

kimia erosif, emboli lemak dan gangguan hematologi, transfusi darah yang

besar dan pintas kardiopulmoner yang lama. 8

2.7.3 Gangguan Fungsi Hati

Syok berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan fungsi sel hati. Kerusakan sel

dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat terjadi nekrosis

hati masif dengan syok berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya

bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, AST dan alanin

aminotransferase (ALT, dulu disebut SGPT). Hipoksia hati juga merupakan

mekanisme etiologi yang mengawali komplikasi-komplikasi ini. 8

2.7.4 Gangguan Saluran Cerna

Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis

hemoragik pada usus besar. Cedera usus besar dapat memperberat syok melalui

penimbunan cairan pada usus dan absorpsi bakteri dan endotoksin ke dalam

sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan

syok. 8

2.7.5 Koagulasi Intravaskular Diseminata (Dic)

Dalam keadaan normal, aliran darah otak biasanya menunjukkan autoregulasi yang

baik, yaitu dengan berdilatasi sebagai respons terhadap berkurangnya aliran darah

atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah otak ternyata tidak mampu

mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai bila MAP di bawah 60 mm Hg.

Selama hipotensi berat dapat dijumpai gejala defisit neurologik. Kelainan ini

biasanya tidak berlangsung terus jika pasien pulih dari syok, kecuali jika disertai

gangguan serebrovaskular. 8

Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi penggumpalan komponen-

komponen sel intravaskular sistem hematologik, yang akan meningkatkan tahanan

pembuluh darah perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat

terjadi selama syok, yang akan memperburuk keadaan klinis. 8

Sindrom ini terjadi sebagai komplikasi dari semua tipe syok sirkulasi. Sindrom ini

dibagi menjadi tahap:

25

Koagulopati konsumsi

Koagulopati primer

Koagulopati dilusi

Reaksi abnormal sistem fibrinolitik yang mengontrol pembekuan darah. Bila

perdarahan sangat hebat, pembentukan trombin sangat meningkat dan trombin

memungkinkan koagulasi. Sebagian besar protein koagulasi disintesis di dalam hati.

Bila fungsi terganggu, pembentukan protein pembekuan darah ini kalah cepat

dengan konsumsinya, sehingga menimbulkan koagulopati konsumsi. 8

2.8 Prognosis Syok

Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi ireversibel.

Beberapa organ terserang cepat dan lebih nyata daripada yang lain. Seperti telah

diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan

syok.4 Syok dapat diobati jika penatalaksaanan dilakukan dengan cepat. Jika

penanganan yang terlambat dapat mengakibatkan adanya banyak gejala-gejala yang

dapat megakibatkan terjadinya penurunan cairan plasma dalam tubuh yang dapat

mengakibatkan kematian. 4

Prognosis berbeda-beda sesuai asal dan lama syok terjadi. Oleh karena itu,

80% pasien usia muda (meskipun tidak sehat) dengan syok hipovolemik berhasil

bertahan hidup melalui penatalaksanaan yang tepat, sementara syok kardiogenik

yang disertai infark miokard luas atau syok gram negatif menimbulkan angka

kematian sebesar 75%, meskipun dengan perawatan yang tercanggih. 4

26

BAB III

PENUTUP

Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk

kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi

dibagi menjadi syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok obstruktif dan syok

distributif. Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara

umum, tanda kliniknya dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat,

kualitas pulsus jelek, respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah,

capillary refill time lambat, takikardia atau bradikardia (kucing), oliguria, dan

hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi). Tekanan arteri rendah, membrana

mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2 detik), temperatur rektal

rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa dingin

Syok hipovolemik adalah Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan

oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari

perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder

dilatasi arteri dan vena. Syok Kardiogenik Kegagalan perfusi dan suplai oksigen

disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi atau kapasitas pompa jantung

untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan terganggunya preload,

afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Syok Distributif

Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler

mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah.

Syok Obstruktif Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan

terganggunya mekanisme aliran balik darah.

Berdasarkan etiologi tersebut baik mekanisme, gejala dan

penatalaksanaannya memiliki karakteristik masing-masing sesuai dengan

penyebabnya. Oleh karena itu penting halnya kita mengetahui perbedaan dan

27

mengenal berbagai jenis syok yang dapat terjadi. Tujuan utama pengelolaan syok

adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik melalui resusitasi dengan

tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan

dan sel.. Pengelolaan syok sesuai dengan kaidah dan dilanjutkan dengan dengan titik

penekanan terapi pada karakteristik klinis masing-masing syok.

Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi

ireversibel. Beberapa organ terserang cepat dan lebih nyata daripada yang lain. Syok

dapat diobati jika penatalaksaanan dilakukan dengan cepat. Jika penanganan yang

terlambat dapat mengakibatkan adanya banyak gejala-gejala yang dapat

megakibatkan terjadinya penurunan cairan plasma dalam tubuh yang dapat

mengakibatkan kematian, Prognosis berbeda-beda sesuai asal dan lama syok terjadi

28