bab i,ii,iii syok
DESCRIPTION
SyokTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif
dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih kontroversial
dan akan terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Pada awalnya
syok dikenal dalam dunia kedokteran digambarkan sebagai “a rude unhanging of
machinery of life” selanjutnya paradigm syok terus berkembang dengan pendekatan
dari berbagai macam aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu dan komprehensif,
untuk menjadikan manajemen syok sebagai “time saving is life saving”
Banyak definisi Syok mencerminkan beragam kompleksitas yang tidak
diketahui secara pasti tentang patofisiologi syok oleh karena mekanisme di tingkat
seluler yang senantiasa berubah dengan bertambah majunya informasi. Fakta terkini
tentang pokok masalah pada syok adalah semua jenis syok sangat erat kaitannya
dengan terjadinya hipoksia sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun
sekunder1.
Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai
bidang ilmu kedokteran dan multi sektoral. Langkah awal penatalaksanaan syok
adalah mengenal diagnosis klinis secara dini, oleh karena manajemen syok harus
memperhatikan “The Golden Period”, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel
belum menyebabkan “cummulative oxygen deficit” melebihi 100-125 ml/kg atau
kadar aterial laktat mencapai 100 mg/dl. Secara empiris satu jam pertama sejak onset
dari syok adalah batas waktu maksimal untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat
kembali. Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah hipotensi dan
asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanlah indikator utama syok,
sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah dapat
menguasai “life support measure” yang meliputi “Airway-Breathing-Circulation dan
Brain Support”, langkah penting selanjutnya adalah mengatasi kausal syok dengan
terapi definitif yang tepat.1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Syok
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah
yang bersirkulasi secara efektif. Pada hewan yang mengalami syok terjadi penurunan
perfusi jaringan, terhambatnya pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel
sehingga produksi energy oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan
energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada
gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat
menimbulkan kematian1,2.
Pada syok yang kurang parah, kompensasi tubuh dapat berupa peningkatan laju
jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer (keduanya secara refleks), sehingga hal
tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital. Ketika
syok bertambah parah, kompensasi ini akan gagal 2.
1. Tahap Nonprogresif / Tahap Kompensasi
Pada tahap ini, mekanisme kompensasi yang normal pada akhirnya akan
menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar. Faktor – faktor yang
dapat menyebabkan pasien pulih merupakan mekanisme pengaturan umpan balik
negatif yang berusaha mengembalikan curah jantung dan tekanan arteri ke nilai yang
normal. Faktor – faktor tersebut adalah :
Refleks baroreseptor rangsangan simpatis pada sirkulasi
Respon iskemik sistem saraf pusat
Pembalikan proses stress relaksasi sistem sirkulasi pembuluh darah
berkontraksi sehingga volume darah dapat memenuhi sirkulasi secara adekuat.
Pembentukan angiotensin oleh ginjal konstriksi arteri perifer retensi air dan
natrium oleh ginjal.
Pembentukan vasopressin oleh kelenjar hipofisis posterior konstriksi arteri dan
vena perifer.
2
Mekanisme kompensasi yang mengembalikan volume darah ke normal
absorpsi cairan oleh traktus intestinal, retensi air dan garam ginjal, dan
peningkatan rasa haus. 3
2. Tahap progresif / tahap dekompensasi
Tahapan progresif ditandai oleh hipoperfusi jaringan dan awal manifestasi dari
memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik. 4
3. Tahap irreversible
Tahap ini muncul setelah mengalami jejas sel dan jaringan yang berat (terjadi
kerusakan multiorgan). Selain itu, cadangan phosphate berenergi tinggi (ATP) akan
habis terutama pada jantung dan hepar tubuh kehabisan energi. Pada tahap ini syok
3
telah berkembang menjadi tambah parah sehingga semua bentuk terapi tidak mampu
lagi menolong pasien. 3
2.2. Klasifikasi Syok Berdasarkan Etiologi
Etiologi spesifik dari syok tidak diketahui, tetapi syok dapat terjadi karena stres yang
serius, misalnya karena trauma yang hebat, kegagalan jantung, perdarahan, terbakar,
anestesi, infeksi berat, obstruksi intestinal, anemia, dehidrasi, anafilaksis, dan intoksikasi.
1. Syok hipovolemik / oligemik
Hipovolemia berarti berkurangnya volume darah. Pendarahan adalah penyebab paling
sering dari syok hipovolemia. Pendarahan akan menurunkan tekanan pengisian
sirkulasi dan akibatnya menurunkan aliran balik vena, curah jantung menurun
dibawah normal dan menimbulkan syok3.Syok hipovolemia juga dapat disebabkan
karena kehilangan plasma pada obstruksi usus halus dan pasien yang mengalami luka
bakar hebat 3.
2. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan karena disfungsi dari miokardial atau gagalnya jantung
untuk mengalirkan darah.3 Dapat terjadi dari trauma tumpul jantung, temponade
jantung, emboli udara, atau infark akibat trauma yang agak jarang terjadi .5
3. Syok obstruktif ekstrakardiak
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme
aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal atau terganggunya
aliran keluar arterial jantung (emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi
pulmoner, tamponade perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh
karena obstruksi mekanis
4. Syok distributif
a. Syok Septik
Syok septik atau dulunya dikenal dengan “keracunan darah” diakibatkan karena
infeksi bakteri yang menyebar luas ke banyak daerah tubuh, penyebarannya
melalui darah dan menyebabkan kerusakan jaringan yang luas.3 Syok septik
akibat trauma jarang terjadi. Namun apabila kedatangan penderita ke fasilitas
kegawadaruratan tertunda untuk beberapa jam, masalah ini mungkin terjadi
kematian.5
b. Syok Neurogenik
4
Syok neurogenik disebabkan karena hilangnya tonus vasomotor secara tiba-tiba
di seluruh tubuh.dan menyebabkan dilatasi vena yang sangat besar. Dilatasi vena
akan mengakibatkan pengumpulan darah di vena dan mengurangi tekanan
pengisian sistemik rata-rata.3
Penyebabnya antara lain anastesi umum yang dalam, anastesi spinal, atau karena
kerusakan otak.3 Kerusakan otak dapat disebabkan karena cidera intrakranial
akibat trauma. Trauma pada tulang belakang memungkinkan terjadinya hipotensi
akibat hilangnya tonus simpatik kapiler.5
c. Syok Anafilaktik dan Syok Histamin
Syok ini disebabkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi dimana hasil akhirnya
akan menghasilkan histamin atau bahan seperti histamin. Histamin ini akan
menyebabkan :
Dilatasi Vena, mengakibatkan penurunan aliran balik vena secara nyata.
Dilatasi Arteriol, mengakibatkan tekanan arteri menurun.
Meningkatkan permeabilitas kapiler, menyebabkan kehilangan cairan dan
protein ke dalam jaringan secara cepat.3
2.3.Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Syok
Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara umum, tanda kliniknya
dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas pulsus jelek, respirasi cepat,
temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah, capillary refill time lambat, takikardia
atau bradikardia (kucing), oliguria, dan hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi).
Tekanan arteri rendah, membrana mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2
detik), temperatur rektal rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa dingin
merupakan tanda klinik syok kardiogenik dan hipovolemik. Untuk membedakan syok
kardiogenik dengan syok hipovolemik.
1. Syok Hipovolemik
a. Patofisiologi
Jika terjadi perdarahan, hal ini akan menurunkan tekanan pengisisan pembuluh
darah rata-rata sehingga menurunkan aliran darah balik ke jantung yang akhirnya
menurunkan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan
menimbulkan beberapa kejadian pada organ :
Mikrosirkulasi
5
Ketika curah jantung menurun, maka tahanan vascular sistemik berusaha
meningkatkkan tekanan sistemik untuk mencukupi perfusi ke jantung dan
otak melebihi organ lain, khususnya GIT. Disaat MAP jatuh ≤ 60 mmHg,
aliran ke organ akan menurun drastis sehingga fungsi sel di semua organ
terganggu.
Neuroendokrin
Jika terjadi hipovolemia, hipotensi dan hipoksia, hal ini akan dideteksi oleh
baroreseptor dan kemoreseptor tubuh yang memberikan respon autonom
tubuh seperti :
- ↓ aktivitas parasimpatis ke jantung heart rate ↑
- ↑ aktivitas simpatis ke jantung kontraktilitas jantung ↑
- ↑ simpatis ke vena vasokonstriksi ↑ venous return ↑
- ↑ simpatis ke arteriol ↑ resistensi perifer total
Kardiovaskular
Hipovolemik ↓ pengisian ventrikel ↓ cardiac output. Peningkatan
frekuensi jantung sangat bermanfaat, namun memiliki keterbatasan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal
Penurunan aliran darah ke GIT peningkatan absorpsi endotoksin yang
dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati vasodilatasi dan
peningkatan metabolisme depresi jantung.
Ginjal
Aliran darah ke ginjal kurang tahanan arteriol aferen meningkat
mengurangi laju filtrasi glomerulus dengan aldosteron dan vasopressin
produksi urin menurun. 2
b. Manifestasi klinis :
Hipovolemia ringan ( ≤ 20% volume darah) takikardi ringan dengan
sedikit gejala yang tampak
Hipovelemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien cemas, takikardi
jelas nampak. TD bisa normal saat berbaring namun dapat ditemukan
hipotensi ortostatik.
6
Hipovolemia berat gejala klasik syok akan muncul, TD menurun drastis
dan tidak stabil meski berbaring, takikardi hebat, oliguria, agitasi atau
bingung.2
c. Manifestasi umum syok hipovolemik :
Kecemasan atau agitasi
Kulit teraba dingin
Kebingungan
Output urin menurun sampai tidak ada
Kelelahan
pale skin color
Nafas cepat
Berkeringat dingin
Penurunan kesadaran hingga pingsan.6
2. Syok Kardiogenik
a. Patofisiologi
Paradigma lama yang mendasari syok kardiogenik depresi kontraktilitas
miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, TD
rendah, insufisiensi koroner penurunan kontraktilitas dan curah jantung.
Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada
pasien IM, diduga aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peninggian
kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya mempunyai efek buruk
multiple antara lain :
Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
Efek terhadap metabolism glukosa
Efek proinflamasi
Penurunan responsivitas katekolamin
Merangsang vasodilatasi sistemik.2
b. Manifestasi klinis :
Pasien IMA → nyeri dada akut dan memiliki riwayat PJK sebelumnya.
7
Pasien dengan aritmia mengeluh adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau
merasa irama jantung berhenti sejenak → pasien merasa letargi akibat
berkurangnya perfusi ke system saraf pusat.
Tekanan darah sistolik turun sampai < 90 mmHg bahkan sampai 80 mmHg
Denyut jantung meningkat dan rapid pulse akibat stimulasi simpatis
Frekuensi pernapasan meningkat (rapid breathing) akibat kongesti paru
Pemeriksaan dada menunjukkan ronki
Peningkatan distensi vena-vena di leher
Irama gallop disfungsi ventrikel kiri. 2
Pasien berkeringat banyak kulit basah
Kulit dingin
Penurunan status mental : kehilangan kemampuan konsentrasi dan
kehilangan kesiagaan
Koma 7
3. Syok Septik
a. Pa tofisiologi
8
b. Manifestasi umum syok septic :
Demam, menggigil, nyeri otot gejala infeksi yang identik pada syok
septik
Takikardi
Takipnea (alkalosis respiratorik), hipoksemia
Ekstremitas dingin
Kepala terasa ringan
TD rendah terutama saat berdiri
Palpitasi
Produksi urin menurun bahkan tidak ada
Agitasi, letargi, atau kebingungan
Skin rash or discoloration
Proteinuria
Leukositosis, Eosinopenia
Hipoferemia, iritabilitas, lemah, fungsi hati abnormal ringan,
hiperglikemia pada DM
Pada keadaan sepsis berat : hipotermia, syok, asidosis laktat, sindrom
gagal napas dewasa, azotemia, oliguria, leukopenia, trombositopenia,
anemia, koma, peradarahan saluran pencernaan bagian atas,
hipoglikemia.2
4. Syok Anafilaksis
a. Patofofisiologi
Syok ini disebabkan karena masuknya antigen yang sangat sensitif untuk
seseorang ke dalam sirkulasi sehingga menyebabkan suatu reaksi antigen-
antibodi. Efek utamanya ialah, basofil dalam darah dan sel mast dalam
jaringan prekapiler melepaskan histamine, histamin tersebut menyebabkan :
Kenaikan kapasitas vascular akibat dilatasi vena penurunan venous
return secara nyata
Dilatasi arteriol tekanan arteri menjadi sangat menurun
Meningkatnya permeabilitas vascular hilangnya cairan dan protein
kedalam ruang jaringan secara cepat.
9
Hasil akhirya merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada aliran balik
vena menimbulkan syok serius.2
Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran.
Sistem Gejala dan tanda
Umum
prodromal
Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa
tak enak di dada dan perut, rasa gatal di hidung dan
palatum
Pernapasan
Hidung
Laring
Lidah
Bronkus
Hidung gatal, bersin dan tersumbat
Rasa tercekik, suara serak. Sesak napas, stridor, edema,
spasme
Edema
Batuk, sesak, mengi, spasme
Kardiovaskular Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi syok,
aritmia. Pada EKG gelombang T datar, terbalik, atau
tanda-tanda infark miokard
Gasrointestinal Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang kadang
disertai darah, peristaltik usus meninggi
Kulit Urtikaria, angiodema di bibir, muka atau ekstremitas
Mata Gatal, lakrimasi
SSP Gelisah, kejang
(Sumber:Sudoyo, AW et al. 2006).
5. Syok neurogenik
a. Patofisiologi
10
Hilangnya tonus vasomotor penurunan venous tone (dilatasi vena)
penumpukan darah di vena
Reaksi vasovagal berlebihan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus
perfusi ke otak berkurang
Rangsangan parasimpatis ke jantung memperlambat kecepatan denyut
jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Contoh :
gangguan emosional pingsan
Obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan
menekan tonus venomotor
Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan
vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan
volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.2
b. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hampir sama dengan syok pada umumnya, tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda :
Tekanan darah turun
Nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)
Kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau
paraplegia
Pusing
Pingsan.2
2.4. Pemeriksaan Pasien Syok
2.4.1 Pemeriksaan Fisik
Vital sign
o Resting takikardi (<90/mnt).
o Bradikardi pada perdarahan akut.
Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien dengan infark
ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi
sangat kecil kemungkinannya menyebabkan kongesti paru.
o Hipotensi pada posisi supinasi
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah
sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <80 11
mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut
jantung biasanya cenderung meningkat sebagai stimulasi simpatis,
demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat
sebagai akibat dari kongesti paru. 2,8
Inspeksi
o Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab, pucat, dan
vena kulit kolaps
o Tanda-tanda dehidrasi seperti, Turunnya turgor jaringan mengentalnya
sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta bola mata
cekung. 3,8
2.4.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG) :
Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menentukan etiologi dari syok
(kardiogenik). Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut.
Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan maka akan terlihat proses di sadapan jantung
sebelah kanan (misalnya elevasi ST di sandapan V4R). Begitu pula bila gangguan irama atau aritmia
sebagai etiologi terjadinya syok kardiogenik, maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas
listrik jantung tersebut.2,6
b. Foto Roentgen Dada
Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau edema
paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau
regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang
tidak disertai kardiomegali, terutama pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti
paru menunjukkan kecil kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau
keadaan hipovolemia.2,4
c. Ekokardiografi
Modalitas pemeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak membantu dalam membuat
diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini relatif cepat, aman dan
dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien (bedside). Keterangan yang
diharapkan dapat diperoleh dari pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel
kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau
regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya pada defek
12
septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.2,7
d. Pemantauan Hemodinamik
Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan
baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya untuk memastikan diagnosis
dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan.
Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kin yang berat, akan terjadi peningkatan
tekanan baji paru. Bila pada pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru
lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard akut menunjukkan bahwa volume
intravaskular pasien tersebut cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau
hipovolemia yang signifikan, akan menunjukkan tekanan baji pembuluh paru yang
normal atau lebih rendah. Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan
perhitungan afterload (resistensi vaskular sistemik). Minimalisasi afterload sangat
diperlukan, karena bila terjadi peningkatan afterload akan menimbulkan efek penurunan
kontraktilitas yang akan menghasilkan penurunan curah jantung. 2
e. Saturasi oksigen
Pemantauan saturasi Oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pemasangan
kateter Swan-Ganz yang juga dapat mendeteksi adanya VSD. Bila darah yang kaya
oksigen dariLV ke RV maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila
dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.2,9
f. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium bertujuan untuk menentukan kadar hemoglobin dan
nilai hematokrit
Nilai hematokrit akan rendah jika pasien mengalami perdarahan lambat atau
resusitasi cairan telah diberikan,.
nilai hematokrit menjadi tinggi jika hipovolemia karena kehilangan volume
cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka
bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat
(konsentarted) dan kental. 8
2.5.Penatalaksanaan Syok
Tujuan penanganan syok tahap awal adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi
jaringan dengan mengembalikan volume dan tekanan darah. Pada syok tahap lebih
13
lanjut, pengembalian perfusi jaringan saja biasanya tidak cukup untuk menghentikan
perkembangan peradangan sehingga perlu dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik
yang terutama disebabkan oleh bakteri.
Pemberian oksigen merupakan penanganan yang sangat umum, tanpa
memperhatikan penyebab syok. Terapi lainnya tergantung pada penyebab syok. Terapi
cairan merupakan terapi yang paling penting terhadap pasien yang mengalami syok
hipovolemik dan distributif. Pemberian cairan secara IV akan memperbaiki volume
darah yang bersirkulai, menurunkan viskositas darah, dan meningkatkan aliran darah
vena, sehingga membantu memperbaiki curah jantung.
2.5.1 Penatalaksaan Awal Syok Akibat Trauma
a. Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan jasmani diarahkan pada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal penting untuk memantau
respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,
produksi urin, dan tingkat kesadaran. 5
Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
Sirkulasi-Kontrol Perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah menghentikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka di permukaan tubuh biasanya dapat dikendalikan dengan
tekanan langsungpada tempat perdarahan. PASG (Pneumatic Anti Shock
Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang
pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan
yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan
perdarahan internal.
Disability-Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan tingkat kesadaran, peregerakan
mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Exposure-Pemeriksaan Lengkap
14
Langkah selanjutnya yaitu menelanjangi penderita dan diperiksa dari ubun-ubun
sampai ke jari kaki. Namun di sini diperhatikan agar tak terjadi hipotermia.
Pemakaian penghangat cairan maupun cara-cara penghangatan internal maupun
eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia.
Dilatasi Lambung-Dekompresi
Keadaan ini biasanya terjadi pada penderita trauma khususnya anak-anak dan
dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung. Distensi lambung
membuat terapi syok menjadi sangat sulit. Dekompensasi lambung dilakukan
dilakukan dengan memasukkan selang pipa ke dalam perut melalui hidung atau
mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
Namun keadaan ini masih mungkin terjadi aspirasi.
b. Akses Pembuluh Darah
Harus segera didapatkan akses pembuluh darah. Ini paling baik dilakukan dengan
memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimum 16 Gauge) sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral.3Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi
orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau
keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan
akses pembuluh darah sentral. 3,5
Jika kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan
crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes
kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga dilakukan pada saat
ini.5
c. Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk mengisi resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravascular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vascular
dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial
dan intravascular. Larutan Ringer Laktat adalah larutan cairan pilihan pertama. NaCl
fisiologis adalah pilihan kedua, namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya
asidosis hiperkhloremik dan kemungkinan bertambah besar jika fungsi ginjalnya
kurang baik.5
Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus.
Dosis awal adalah 1 sampai 2 L pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak. Ini sering
membutuhkan penambahan pemasangan alat pompa infuse. 5
15
2.5.2 Penatalaksanaan Lanjutan
Pada dasarnya, tujuan penanganan syok adalah;
a. Mempertahankan tekanan arterial rerata (mean) di atas 60 mmHg (pada orang
dewasa normal) . Tujuannya untuk menjamin perfusi yang memadai pada
organ-organ vital.
b. Mempertahankan aliran darah pada organ-organ yang paling sering mengalami
kerusakan akibat syok, misalnya, ginjal, hepar, SSP, serta paru-paru
c. Mempertahankan kadar laktat arterial di bawah 22mmol/L. 9
Terapi dilakukan setelah melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut di
atas selesai dan bila keadaan syok berat atau progresif. Bila keadaan pasien telah
stabil, pemeriksaan konvensional yang lebih komprehensif. Evaluasi respons
terhadap intervensi terapeutik inisial. Syok harus ditangani di unit perawatan intensif
dan harus dipantau terus-menerus dengan monitoring EKG serta pemasangan kateter
arteri yang dibiarkan di tempatnya untuk mengukur tekanan sistolik, dan tekanan
arteri rata-rata pada setiap denyut jantung.
Pada kasus syok yang tidak bisa dipulihkan dengan cepat, harus dilakukan
pengukuran serial tekanan pengisian ventrikel kiri serta kanan dan pengukuran curah
jantung. Pengukuran yang sering terhadap gas darah arterial (PO2, PCO2, dan pH),
kadar elektrolit, darah lengkap dan berbagai parameter pembekuan untuk memantau
kemajuan pasien dan menilai efek terapi. Pengukuran kadar kalsium dan fosfor
serum, tergantung pada keadaan klinis dan kebutuhan yang dirasakan untuk menilai
respon terhadap terapi.
Pada syok kardiogenik, terapi cairan yang terlalu cepat dapat berakibat fatal
karena akan meningkatkan beban kerja jantung dan selanjutnya membahayakan
sirkulasi. Terapi syok kardiogenik tergantung pada penyebabnya. Jika syok
disebabkan oleh kontraktilitas miokardium yang jelek, disarankan penanganan
dengan beta-agonist. Dobutamin merupakan betaagonist yang mampu
meningkatkan curah jantung dan penghantaran oksigen, tanpa menyebabkan
vasokonstriksi, merupakan obat yang paling umum digunakan untuk meningkatkan
fungsi jantung. Jika hewan sedang diberikan obat yang menekan miokardium
(misalnya anestesia), maka pemberian obat tersebut harus dihentikan.
Perikardiosentesis harus dilakukan jika efusi perikardium cukup banyak dan
menyebabkan tamponad.
16
Pada syok distributif apabila hipotensi tetap terjadi walaupun telah dilakukan
terapi cairan yang cukup maka dibutuhkan pemberian vasopresor. Oleh karena curah
jantung dan tahanan pembuluh darah sistemik mempengaruhi penghantaran oksigen
ke jaringan, maka pada pasien hipotensi harus dilakukan terapi untuk
memaksimalkan fungsi jantung dengan terapi cairan dan obat inotropik, dan/atau
memodifikasi tonus pembuluh darah dengan agen vasopresor. Penggunaan
glukokortikoid untuk menangani syok masih kontroversial. Namun apabila
digunakan, glukokortikoid harus digunakan pada penanganan awal dan tidak diulang
penggunaannya. Prednisolon direkomendasikan pada dosis 22-24 mg/kg secara IV.
Glukokortikoid kerja cepat (rapid-acting glucocorticoid) yang lain yang tersedia
dalam bentuk parenteral adalah deksametason sodium fosfat, direkomendasikan
pada dosis 2-4 mg/kg secara IV.
Syok septik sering kali berkaitan dengan bakteri gram negatif, dan antibiotik
yang cocok untuk itu misalnya sepalosporin atau aminoglikosida dan penisilin.
Apabila menggunakan aminoglikosida, hewan harus dalam kondisi hidrasi yang
baik, karena aminoglikosida dapat mengakibatkan nefrotoksik. Hewan yang sedang
mendapatkan penanganan syok harus terus dimonitor. Dua faktor yang sangat
penting untuk dimonitor adalah tekanan dan volume darah. Sebagai petunjuk dalam
pemberian terapi dapat digunakan parameter kardiovaskuler (kecepatan denyut
jantung, warna membrane mukosa, kualitas pulsus, CRT, tekanan vena sentral),
kecepatan pernapasan, temperatur, hematokrit, dan pengeluaran urin. Untuk
mengevaluasi terapi cairan pada syok karena perdarahan sangat penting dilakukan
pengukuran PCV (packed cell volume) dan TS (total solid). Tekanan gas dalam
darah sangat penting dalam penentuan dan memonitor keseimbangan asam-basa.
2.6. Penatalaksanaan Cairan Pada pasien Syok
Pada semua bentuk syok, menejemen jalan nafas dan pernafasan untuk
memastikan oksigenasi pasien adalah baik, kemudian restorasi cepat dengan infus
cairan. Pilihan petama adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat) diisusul darah
pada syok perdarahan. Pada Syok hipovolemik, infus cepat kristaloid untuk ekspansi
volume intravaskuler melalui kanula vena besar (dapat lebih satu tempat) atau
melalui vena sentral. Pada perdarahan maka dapat diberikan 3-4 kali dari jumlah
perdarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dengan transfusi darah. Secara
17
bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol Karena tujuan terapi ini adalah
mengganti cairan tubuh yang hilang secepat mungkin sebelum terjadinya end-organ
failure, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memasang kanul intravena
ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium (croosmatch, hemoglobin, hematocrit, thrombosit, elektrolit, creatinin,
analisis gas darah dan pH, laktat, parameter koagulasi, transamine, albumin). Nilai
kebutuhan oksigen, intubasi, atau ventilasi (PO2> 60 mmHg dan saturasi oksigen >
90%).11
Resusitasi cairan dilakukan dengan perbandingan kristaloid dan koloid sebesar
3:1. Bila kehilangan darah>25% maka perlu diberikan eritrosit konsentrat, sementara
kehilangan darah > 60% maka perlu juga diberikan fresh frozen plasma (setelah 1
jam pemberian konsentrasi eritrosit atau lebih cepat jika fungsi hati terganggu). 11
Adapun indikasi transfusi darah atau komponen darah pada syok hipovolemik yaitu:
Tabel 4. Indikasi Transfusi Komponen Darah9
Kompone
n
Indikasi Dosi
s
Packed RBC Mengganti
Oxygen-carrying
capacity
2-4
unitIV
Platelets Trombositopenia
dengan
perdarahan
6-10
unit IV
Fresh frozen
plasma
Koagulopati 2-6
unit IV
Crycoprecipitat
e
Koagulopati
dengan
fibrinogen
10-
20 unit IV
18
Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis
berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu
aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terdapat beberapa jenis cairan resusitasi yaitu cairan koloid, kristaloid dan
darah.10 Koloid merupakan cairan dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi
dibandingkan plasma (cairan hiperonkotik). Hipertonik dan hiperonkotik adalah
cairan plasma expander karena kemampuan untuk memindahkan cairan intrselular
dan interstisial selama resusitasi dan dengan cepat menggantikan volume plasma
(seperti albumin, dextran, dan starch). Cairan kristaloid adalah cairan yang
mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa
isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid
yaitu cairan yang Berat Molekulnya tinggi.
2.6.1 Jenis Cairan dan Pemberian
2.6.1.1 Jenis – Jenis Cairan Kristaloid:
a. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu
penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada
dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan
hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan
ini tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan (dextrosa 5%).12
b. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan
plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang
adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan
ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukan relatif lebih
pendek dibanding dengan cairan koloid.12
c. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh
karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam
ekstraseluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan
natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi
pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena
19
dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah
cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.12
Beberapa contoh cairan kristaloid :
a. Ringer Laktat (RL)
Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l,
Klorida 109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini
dimetabolisme didalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam
ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan
fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi
CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa
(20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk
HCO3. Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi
elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan
untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan
pada dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan
syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.12
b. Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l,
Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan
asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam
otot, sedangkan laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 ± 400 mEq/jam,
sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat
dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A.,
reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion hidrogen
dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat. Glukosa 5%,
10% dan 20% Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.
Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan
20% digunakan pada keadaan hipoglikemi, gagal ginjal akut dengan anuria dan
gagal ginjal akut dengan oliguria.12
c. NaCl 0,9%
20
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang
digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk
penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau
alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan
kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti
asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan bayi
sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl
0,9% dengan Glukosa 5%. 12
2.6.1.2 Jenis-Jenis Cairan Koloid
a. Albumin.
Terdiri dari 2 jenis yaitu:
- Albumin endogen. Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan
dihasilkan di hati. Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80%
terhadap tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50% akan
menurunkan 1/3 tekanan onkotik plasmanya.
- Albumin eksogen. Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin,
albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin
eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia
yang dimurnikan. Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam
fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi
intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan. Hal ini disebabkan karena
peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi
cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.
Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi
fungsimiokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi
protein yang dimurnikan. Hal ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup
tinggi dan disamping itu harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.
Larutan ini digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.12
b. HES (Hidroxy Ethyl Starch).
Merupakan senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini
mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang sangat
heterogen. Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan
21
onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310mosm/l. HES dibentuk dari
hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa. Pada penelitian klinis
dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek
intravaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan
intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya
yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme
pembekuan darah. Hal initerjadi bila dosisnya melebihi 20ml/ kgBB/ hari.12
c. Dextran.
Merupakan campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan
berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang
dikembangbiakkan di mediasucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan
Dalton.Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM
70.000 (25.000-125.000). Sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam
fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh
karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan
terbaik dibadingkan dengan dextran 40. Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia
dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini
difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian
kecil dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intertisial dan sebagian
lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler. Pemberian dextran untuk
resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik
berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan pada penyakit sindroma
nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi
anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.12
d. Gelatin.
Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang dewasa.
Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin (MFG) 2. Urea Bridged
Gelatin (UBG). Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya
efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi
adalah reaksi anafilaksis. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit
bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.
22
2.6.2 Monitoring Pasien Syok
Pemantauan yang dibutuhkan pada syok meliputi monitor rutin ataupun non-rutin
untuk mengevaluasi hemodinamik, respirasi dan metabolik, serebral .Tak ada
parameter klinis yang spesifik pada syok. Monitor Hemodinamik dapat berupa
monitor non invasif maupun invasif. Invasif terutama diperlukan pada pemberian
agen vasoaktif guna resusitasi atau terapi suportif kardiovaskuler.11
a. Kardiovaskuler
Penilaian Klinis : Tekanan darah kontinyu, Nadi (amplitude dan ritme),
perfusi perifer
Monitoring noninvasif : Suhu, EKG, Ekokardiografi
Monitoring invasif : Tekanan darah intraarteri, CVP, produksi urin,
kateterisasi arterial
b. Respirasi
Penilaian Klinis : Laju, pola dan ritme nafas
Monitor : Pulse oksimetri, kapnografi, x-foto thorax, analisa Gas darah,
spirometri
c.Metabolik
Hematologi : Darah rutin, darah serial (3-4jam pertama), faktor koagulasi
dan gangguan pembekuan
Biokimia : Urin rutin & sedimen, asam-basa, laktat darah, ureum/kreatinin,
elektrolit darah, gula darah, ensim jantung, test fungsi hati
Mikrobiologi : Kultur darah (urin, sputum, LCS), sensitifitas test
d. Serebral : Glasgow Coma Scale, CT-Scan, EEG, Neuroimaging (MRI)
2.7 Komplikasi Syok
Selain bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhan terhadap oksigen, terjadi
beberapa perubahan lain. Metabolisme anaerob diinduksi oleh syok sehingga
miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP)
dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia
dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong berlanjutnya
kerusakan sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi
23
ventrikel ke bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas dan
dapat berakibat gangguan sebagai berikut :8
2.7.1 Gangguan Ginjal
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran urin kurang
dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya disertai
dengan berkurangnya keluaran urin. Retensi kompensatorik natrium dan air
menyebabkan berkurangnya kadar natrium urin. Sejalan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan
berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal
ginjal akut. 8
Insufisiensi ginjal akut
Aliran darah rendah pada glomelurus menyebabkan anoksi pada tubulus ginjal dan
perubahan susunan sel-sel nephron. Penyebabnya mungkin yaitu endotoksin ( syok
septik), mioglobin ( trauma otot), atau asidosis. Volume urin kurang dari 350 ml/
hari dengan riwayat keadaan aliran rendah, harus membuat pengamat waspada akan
adanya insufisiensi ginjal. Sedimen urina menunjukkan silinder tubular, granular
atau eritrosit. 8
2.7.2 Gangguan pernafasan
Gangguan pernapasan terjadi akibat syok. Komplikasi yang mematikan adalah
gagal napas berat. Kongesti paru dan edema intraalveolar akan mengakibatkan
hipoksia dan menurunnya gas darah arteri. Selain itu, dapat terjadi atelektasis dan
infeksi paru. Faktor-faktor ini memicu terjadinya syok paru-paru, yang sekarang
sering disebut sebagai sindrom gawat napas dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki
basah dapat ditemukan, demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya
sebagai manifestasi gagal jantung ke belakang. 8
Sindroma gawat pernapasan dewasa(ARDS)
Dapat timbul pada setiap tipe aliran rendah dan pada dasarnya merupakan
sindroma kebocoran kapiler vaskular pulmonalis. penyebab utama
permeabilitas ini:
Volume resusitasi berlebihan menaikkan tekanan hidrostatik pada pada
pembuluh darah dan mendorong plasma ke membrana vaskular alveolus,
sehingga mengganggu difusi oksigen
24
Permeabilitas kapiler dapat terjadi karena reaksi komplemen terhadap
endotoksin pada septikemia.
Penyebab lain yaitu toksin yang terhirup seperti oksigen, asap, dan bahan
kimia erosif, emboli lemak dan gangguan hematologi, transfusi darah yang
besar dan pintas kardiopulmoner yang lama. 8
2.7.3 Gangguan Fungsi Hati
Syok berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan fungsi sel hati. Kerusakan sel
dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat terjadi nekrosis
hati masif dengan syok berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya
bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, AST dan alanin
aminotransferase (ALT, dulu disebut SGPT). Hipoksia hati juga merupakan
mekanisme etiologi yang mengawali komplikasi-komplikasi ini. 8
2.7.4 Gangguan Saluran Cerna
Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis
hemoragik pada usus besar. Cedera usus besar dapat memperberat syok melalui
penimbunan cairan pada usus dan absorpsi bakteri dan endotoksin ke dalam
sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan
syok. 8
2.7.5 Koagulasi Intravaskular Diseminata (Dic)
Dalam keadaan normal, aliran darah otak biasanya menunjukkan autoregulasi yang
baik, yaitu dengan berdilatasi sebagai respons terhadap berkurangnya aliran darah
atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah otak ternyata tidak mampu
mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai bila MAP di bawah 60 mm Hg.
Selama hipotensi berat dapat dijumpai gejala defisit neurologik. Kelainan ini
biasanya tidak berlangsung terus jika pasien pulih dari syok, kecuali jika disertai
gangguan serebrovaskular. 8
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi penggumpalan komponen-
komponen sel intravaskular sistem hematologik, yang akan meningkatkan tahanan
pembuluh darah perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat
terjadi selama syok, yang akan memperburuk keadaan klinis. 8
Sindrom ini terjadi sebagai komplikasi dari semua tipe syok sirkulasi. Sindrom ini
dibagi menjadi tahap:
25
Koagulopati konsumsi
Koagulopati primer
Koagulopati dilusi
Reaksi abnormal sistem fibrinolitik yang mengontrol pembekuan darah. Bila
perdarahan sangat hebat, pembentukan trombin sangat meningkat dan trombin
memungkinkan koagulasi. Sebagian besar protein koagulasi disintesis di dalam hati.
Bila fungsi terganggu, pembentukan protein pembekuan darah ini kalah cepat
dengan konsumsinya, sehingga menimbulkan koagulopati konsumsi. 8
2.8 Prognosis Syok
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi ireversibel.
Beberapa organ terserang cepat dan lebih nyata daripada yang lain. Seperti telah
diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan
syok.4 Syok dapat diobati jika penatalaksaanan dilakukan dengan cepat. Jika
penanganan yang terlambat dapat mengakibatkan adanya banyak gejala-gejala yang
dapat megakibatkan terjadinya penurunan cairan plasma dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan kematian. 4
Prognosis berbeda-beda sesuai asal dan lama syok terjadi. Oleh karena itu,
80% pasien usia muda (meskipun tidak sehat) dengan syok hipovolemik berhasil
bertahan hidup melalui penatalaksanaan yang tepat, sementara syok kardiogenik
yang disertai infark miokard luas atau syok gram negatif menimbulkan angka
kematian sebesar 75%, meskipun dengan perawatan yang tercanggih. 4
26
BAB III
PENUTUP
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk
kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi
dibagi menjadi syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok obstruktif dan syok
distributif. Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara
umum, tanda kliniknya dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat,
kualitas pulsus jelek, respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah,
capillary refill time lambat, takikardia atau bradikardia (kucing), oliguria, dan
hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi). Tekanan arteri rendah, membrana
mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2 detik), temperatur rektal
rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa dingin
Syok hipovolemik adalah Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan
oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari
perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder
dilatasi arteri dan vena. Syok Kardiogenik Kegagalan perfusi dan suplai oksigen
disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi atau kapasitas pompa jantung
untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan terganggunya preload,
afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Syok Distributif
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler
mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah.
Syok Obstruktif Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan
terganggunya mekanisme aliran balik darah.
Berdasarkan etiologi tersebut baik mekanisme, gejala dan
penatalaksanaannya memiliki karakteristik masing-masing sesuai dengan
penyebabnya. Oleh karena itu penting halnya kita mengetahui perbedaan dan
27
mengenal berbagai jenis syok yang dapat terjadi. Tujuan utama pengelolaan syok
adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik melalui resusitasi dengan
tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan
dan sel.. Pengelolaan syok sesuai dengan kaidah dan dilanjutkan dengan dengan titik
penekanan terapi pada karakteristik klinis masing-masing syok.
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi
ireversibel. Beberapa organ terserang cepat dan lebih nyata daripada yang lain. Syok
dapat diobati jika penatalaksaanan dilakukan dengan cepat. Jika penanganan yang
terlambat dapat mengakibatkan adanya banyak gejala-gejala yang dapat
megakibatkan terjadinya penurunan cairan plasma dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan kematian, Prognosis berbeda-beda sesuai asal dan lama syok terjadi
28