bab iii - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/t2_752016014_bab... ·...

75
78 BAB III PEREMPUAN DALAM TRADISI NIAS Sekilas Pandang Tentang Nias a. Geografis Memahami kedudukan perempuan serta makna keluraga dalam kehidupan masyarakat Nias terlebih dahulu penulis menguraikan gambaran geografis, penduduk, bahasa, dan mitos atau cerita rakyat Nias yang berhubungan denggan penciptaan dan perempuan. Nias adalah daerah kepulauan yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera, Indonesia, dan secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Sumatera UtaraKepulauan Nias terdiri dari 132 pulau, memiliki luas daratan kurang lebih 5.625 km 2 (7,8 % dari wilayah Sumatra Utara), yang terletak diantara 0 12‘ dan 1 32‘ garis lintang Utara dan 97 dan 98 bujur Timur. E. Fries yang kutip Tuhoni Telaumbanua dan Uwe Hummel, mengatakan bahwa kepulauan Nias berbatasan dengan 1 : - Di bagian utara dengan pulau-pulau banyak Aceh - Di bagian selatan dengan Pulau MentawaiSumatra Barat - Di Bagian Timur dengan Tapanuli TengahSumatra Utara 1 Tuhoni Telaumbanua dan Uwe Hummel, Salib Dan Adu, Studi sejarah dan Sosial-budaya Perjumpaan Kekristenan dan kebudayaan Asli Di Nias dan Pulau-Pulau Batu, Indonesia (1865- 1965), (Jakarta, BPK Gunung Mulia: 2015), 13

Upload: dangdien

Post on 03-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

78

BAB III

PEREMPUAN DALAM TRADISI NIAS

Sekilas Pandang Tentang Nias

a. Geografis

Memahami kedudukan perempuan serta makna keluraga dalam

kehidupan masyarakat Nias terlebih dahulu penulis menguraikan gambaran

geografis, penduduk, bahasa, dan mitos atau cerita rakyat Nias yang

berhubungan denggan penciptaan dan perempuan.

Nias adalah daerah kepulauan yang terletak di sebelah barat

pulau Sumatera, Indonesia, dan secara administratif berada dalam wilayah

Provinsi Sumatera UtaraKepulauan Nias terdiri dari 132 pulau, memiliki

luas daratan kurang lebih 5.625 km2

(7,8 % dari wilayah Sumatra Utara),

yang terletak diantara 0ᵒ 12‘ dan 1

ᵒ 32‘ garis lintang Utara dan 97

ᵒ dan 98

bujur Timur. E. Fries yang kutip Tuhoni Telaumbanua dan Uwe Hummel,

mengatakan bahwa kepulauan Nias berbatasan dengan1:

- Di bagian utara dengan pulau-pulau banyak Aceh

- Di bagian selatan dengan Pulau Mentawai—Sumatra Barat

- Di Bagian Timur dengan Tapanuli Tengah—Sumatra Utara

1 Tuhoni Telaumbanua dan Uwe Hummel, Salib Dan Adu, Studi sejarah dan Sosial-budaya

Perjumpaan Kekristenan dan kebudayaan Asli Di Nias dan Pulau-Pulau Batu, Indonesia (1865-

1965), (Jakarta, BPK Gunung Mulia: 2015), 13

Page 2: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

79

- Di bagian Barat dengan Samudra Hindia

Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga

atau Padang, bisa lewat penerbangan Udara dari Kuala Namu Medan atau

Padang ke Binaka Gunungsitoli.

Dulunya kepulauan Nias merupakan salah satu kabupaten di propinsi

Sumatra Utara, namun pada tahun 2003 Kepulauan Nias menjadi dua

kabupatan yakni kabupaten Nias dan Nias Selatan (Nias Selatan mencakup

pulau-pulaau batu yang diakui sebagai kabupaten pada 25 Februari 2003 dan

diresmikan pada 28 Juli 2003). Pada 29 Oktober 2008 terjadi pemekaran

besar-besaran di kabupaten Nias—Nias Induk, Nias Barat, Nias Utara dan

Kota Gunungsitoli. Kemudian ada wacana dan perjuangan (yang belum

terkabulkan) pembentukan propinsi kepulauan Nias.

Gambar 1. Peta Pulau Nias2

2 http://peta-kota.blogspot.co.id/2011/06/peta-pulau-nias.html, diaksese 23 mei 2017

Page 3: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

80

A. Agama, Penduduk dan Mata Pencaharian

Agama mayoritas di daerah ini adalah Kristen Protestan dimana 90%

penduduknya memeluk agama ini, sedangkan sisanya

beragama Katolik, Islam, dan Budha. Penduduk yang memeluk agama

Islam pada umumnya berada di wilayah pesisir Kepulauan Nias

Tabel 1 : Data pemeluk agama di kepulauan Nias tahun 20153.

Kabupaten/kota Islam Protestan Katolik Hindu Budha Konghucu Jumlah

Gunungsitoli 17,151 99,483 9,112 0 245 2 126,202

Nias 1,536 113,293 16,510 0 0 4 131,377

Nias Barat 1,621 64,417 15,740 2 12 1 81,807

Nias Selatan 7,394 223,843 58,123 6 31 2 289,708

Nias Utara 6,894 99,529 20,676 2 1 0 127,244

Total 34,596 600,565 120,161 8 289 9 756,338

Kepulauan Nias didiami oleh kelompok etnis Nias yang menyebut

dirinya sebagai Ono Niha (anak Manusia) dan Nias disebut sebagai tanȍ

Niha (tanah Manusia). Ono Niha percaya bahwa nenek moyang mereka

adalah orang pertama yang tiba—diturunkan (nidada) dari Tetehȍli’ana’a

sehingga mereka menyebut diri mereka sebagai penduduk asli (sowanua),

sementara suku-suku lain disebut sebagai pendatang (sifatewu atau

sanawa)4. Sebagian kecil di daerah perkotaan adalah pendatang yang

berprofesi sebagai pedagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Buruh.

Mayoritas Penduduk Nias bermata pencaraharian petani—terutama

petani karet (sebagian besar daratan Nias ditanami dengan tanaman karet),

beternak (ayam dan babi), berladang; menam ketela rambat (daunya

dijadikan makanan pokok babi) dan ketela pohon, jagung, menanam padi di

sawah, sebagian lainya adalah PNS, buruh bangunan, buruh pelabuhan,

3 Sumatra utara dalam Angka BPS tahun 2015

4 Bdk. Tuhoni Telaumbanua dan Uwe Hummel, 14

Page 4: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

81

karyawan, nelayan, pembantu rumah tangga, supir, tukang becak, dan

sebagian lainya menjadi buruh dan pekerja kasar di berbagai perusahaan

swasta di kota-kota besar.

B. Bahasa

Dalam beberapa tulisan mengungkapkan bahwa Nias masuk dalam

rumpun bahasa Melayu-Polinesia (Austronesia) 5

, walaupun demikian secara

morfologi (linguistic) bahasa Nias yang disebut Li Niha sangat berbeda

berbeda dan tidak memiliki padanan yang mirip atau sama dengan bahasa-

bahasa yang ada di dunia, kecuali ―kata‖ dua, lima yang sama dengan

bahasa Indonesia dan Ama atau Ina yang mirip tetapi tidak sama dengan

makna Ama dan Ina dalam bahasa Sumba atau Timor.

Secara tata bahasa, kosa kata li Niha selalu terbuka bukan tertutup

atau berakhir dengan huruf fokal bukan konsonan, karena itu setiap

ungkapan tidak memiliki ―huruf‖ penutup, misalnya, manga (makan),

mofanȍ (bepergian), mȍrȍ (tidur), dll.

Ada dua logat (logat Nias Selatan dan Nias bagian Utara), sebagian

kecil ada perbedaan pengungkapan bahasa yang berbeda digunakan di Nias.

Perbedaan pengungkapan terkadang tidak menimbulkan kesalahpahaman

atau kesulitan dalam membangun komunikasi, mengingat proses

komunikasi yang berlangsung lama dan adanya pembauran antara

masyarakat dari Nias Selatan dan Nias, sehingga sudah tidak asing lagi bila

mendengar uangkapan dari salah satu bahasa yang dituturkan.

5 Bdk. J. Feldman ‗Nias and its traditionl sculpture‘ yang dikutip Telaumbanua dan Hummel,

18, Muhamad Yamin dalam bukunya 6000 tahun sang merah Putih, yang dikutip oleh F. Yama

Zebua, Sumber-Sumber Kebudayaan Tradisional Ono Niha, Gunungsitoli, Tidak diterbitkan;

1985), 12

Page 5: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

82

Tabel 2. Contoh perbedaan dalam pengungkapan

Bahaa Indonesia Nias Nias Selatan

Kepala Hȍgȍ Telau

Kelapa Banio Sekhula

Kelapa Muda Balalu ȍlȍmbu

Makan Manga Mana

Dibawah Sitou Tou

Tuhan Lowalangi Lowalani

C. Cerita Rakyat Asal-usul Nias

Ada beberapa fersi cerita rakyat yang terdapat dalam masyarakat Nias,

baik cerita tentang kosmologi maupun cerita tentang asal-usul nenek

moyang Nias yang keduanya kadang merupakan cerita yang tidak bisa

dipisahkan (berepisode) dan tidak terlepas dari kuasa-kuasa ilahi. Namun

sebagian lainya (kosmologi da nasal-usul nenek moyang) tidak berhubungan

satu dengan lainya.

Menurut beberapa cerita, kisah kosmologi dan penciptaan manusia

bahwa pada mulanya segala sesuatunya kacau balau dan dipenuhi dengan

kegelapan. Maka dalam situasi ini ―Sang pengada‖ yang dianggap memiliki

kekuatan ajaib, perasaanya sangat halus, pemandanganya kedepan sangat

jauh, dan memiliki pendengaran yang sangat peka.6 Sang Pengada ini

kemudian dianggap sebagai ilah yang disebut ―Sihai‖7 atau dalam versi lain

6 Faogȍli Harefa, Hikajat dan Tjeritera Bangsa Serta Adat Nias, (Sibolga, Rapatfonds

Residentie Tapanoeli: 1939), 4 7 Bdk. Faogȍli Harefa, 4; bdk. Tuhoni Telaumbanua Dan Hummel, 20; bdk. Peter Suzuki, The

Religious System And Culture Of Nias, Indonesia : (Granvenhage, Uitgeverij Excelsior-

Oranjeplein: 1959), 4

Page 6: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

83

disebut Inada Samihara Luo8 tidak memiliki ayah dan ibu, dia bukanlah

hasil ciptaan, melainkan pencipta lagit, dewa-dewi.

Sebuah kisah penciptaan9 yang mirip dengan kisah penciptaan dalam

Kitab Kejadian. Bahwa suatu waktu Sihai sebagai Sang Pengada,

menciptakan seorang yang bernama Sitahu. Lalu Sihai menciptakan sesuatu

dari kehampaan bagaikan lumut yang halus yang disebut lȍlȍu nuwu nangi,

sebesar butir beras, lalu memerintahkan Sitahu untuk mengadu benda

tersebut dengan ujung jarinya, maka dari kesaktian Sitahu benda itu

semakin besar, maka terjadilah langit yang pertama, kemudian diambilnya

lagi sebesar butir beras dari lagit pertama, lalu diaduk dengan ujung jarinya,

maka terjadilah langit kedua, begitu seterusnya sampai terbentuklah lagit

kedelapan yang disebut Tetehȍli’ana’a, di dalamnya terdapat berbagai

sumber kehidupan dan kekayaan yang tidak ada bandingnya, kemudian

diciptakanlah langit kesembilan yang disebut dengan bumi—itulah Tanȍ

Niha (pulau Nias).

Setelah pekerjaan sembilan tingkatan langit terbentuk, maka

berpikirlah Sihai untuk mengisi dan membuat keteraruran di bumi/tanȍ Niha

(langit ke Sembilan); awalnya Sihai mengadu udara lalu terbentuklah batang

air yang namanya Zea—itulah sumber segala sungai di Nias; selanjutnya dia

mengadu udara dan terbentuklah petir dan kilat sehingga terciptalah api;

kemudian diadunyalah udara yang menyerupai warna merah, maka

terbentuklah matahari yang menerangi alam semesta, kemudian membentuk

8 Suzuki, 3-5; bdk, Telaumbanua dan Hummel, 20

9 Bdk. Harefa, 4-12, bdk, Zebua 62-96; Bdk, Sadieli Telaumbanua, Representasi Budaya Nias

Dalam Tradisi Lisan; Kajian semiotika dan hereneutika fenomenologis mitos asal-usul kejadian,

(Gunungsitoli, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan ―Nias‖: 2006), 86, 92-104

Page 7: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

84

ikan dan burung, kemudian tumbuh-tumbuhan, binatang yang bertulang

belakang, dan terakhir adalah segala sesuatu perkakas yang dibutuhkan di

bumi seperti besi, perak, emas, kuningan dll.

Setelah segala sesuatu di bumi dilihat telah lengkap, maka berpikirlah

Sihai untuk menciptakan sesuatu, maka diambilnyalah zat yang sangat

jernih dan dibentuklah sesuatu menyerupai boneka cantik. Dari boneka

tersebut diambilnya sebesar setengah kuku kelingking lalu dibungkus

dengan benda yang sangat halus menyerupai sutera halus lalu ditanamnya di

tanah yang baik, setelah tertiup angin, maka munculah sebentuk kecumbu

lalu semakin besar, berakar, berbatang dan berdaun, tumbuhan ini sangat

harum—kemudian disebut Tora‘a. Beberapa saat kemudian Tora‘a

berbunga dengan sangat indah, setelah bunganya mekar, dari pucuk bunga

itu keluarlah makluk yang sangat indah bagaikan boneka, lalu jatuh ke

tanah, lalu Sihai mengambil dan memberkati, lalu bergeraklah benda

tersebut, selanjutnya Sihai mengucapkan sesuatu ke benda tersebut, maka

benda itu memiliki akal budi—jadilah seorang manusia yang berjenis

kelamin laki-laki yang diberi nama Mosilaȍwa. Kemudian keluar pucuk

bunga Tora‘a berikutnya, dan seperti proses yang sebelumnya, maka jadilah

perempuan yang diberi nama Buruti. Mosilȍwa dan buruti menjadi

pasangan suami istri; terciptalah keluarga pertama dalam masyarakat Nias.

Mosilaȍwa dan Buruti memiliki tiga orang putra, namun hanya satu

orang memiliki keturunan yakni Tuha Sidunia Lȍlȍmbawa. Pada garis

keturunan yang ke 25 Tuha Sidunia Lȍlȍmbawa keturunan yang diberi

nama Lowalangi Kura`a. Lowalangi Kura‘a memiliki tiga orang putra yakni

Page 8: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

85

Langi Sagȍrȍ banua, Mangola Tanȍ, dan Mamulikhe bihara. Langi Sagȍrȍ

banua memiliki memiliki dua putra yakni Sirao dengan beristri Buruti Rao,

Mangaraja Langi. Sirao dan Buruti kemudian menjadi nenek moyang orang

Nias yang diturunkan ke bumi. Anak-anaknya adalah Tuha Bawuadanỡ, 2.

Tuha Zangarỡfa, 3. Tuha Bela, 4. Tuha Simanga Buaweto Alitỡ, 5. Tuha

Samadu Sonamo Dalỡ, 6. Hia Walangi Adu, 7. Gỡzỡ Helahela Danỡ, 8.

Daeli Sanau Talinga, 9. Luo Mewỡna

Berkaitan dengan tulisan ini, sebuah bentuk cerita lain yang dipercaya

oleh masyarakat Nias menuturkan bahwa asal usul orang Nias10

dari Inada

Samihara Luo (Dewi Matahari). Inada Samihara Luo lahir dari kabut,

kemudian menciptakan manusia melalui tubuhnya yang terbelah lalu

lahirlah seorang perempuan yang bernama Inada Samadulo Hösi yang

menjadi ibu para dewa dan manusia. Samadulo Hösi (tanpa bersuami)

memiliki 2 (dua) pasang anak kembar. Pasangan pertama Latura Danö

dengan sebutan lain Lawaero Watua —sebagai penguasa dunia

bawah/neraka, menikah dengan saudari kebarnya Hinaya Ndrao Tane‘a

Danö dengan sebutan lain Hinaya Ndrao Jisiwa Bulua. Pasangan kedua

Sabölö Luo Gögömi (sebagai penguasa dunia atas/Teteholi’ana’a dengan

sebutan lain Sabölö Luo Sabua atau Lowalangi, menikah dengan saudari

kembarnya Nadawa Mölö dengan sebutan lain Najaria Mbanua sering juga

disebut dengan nama Silewe Hai Nazarata, lalu mereka memiliki Anak dan

menjadi nenek Moyang masyarakat Nias yakni Sirao. Salah satu versi Mitos

Asal usul Nias menuturkan bahwa Sirao memiliki 9 orang anak 1. Tuha

10

Bdk. Peter Suzuki, The Religious System And Culture Of Nias, Indonesia : (Granvenhage,

Uitgeverij Excelsior-Oranjeplein: 1959), 4-21

Page 9: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

86

Bawuadanỡ, 2. Tuha Zangarỡfa, 3. Tuha Bela, 4. Tuha Simanga Buaweto

Alitỡ, 5. Tuha Samadu Sonamo Dalỡ, 6. Hia Walangi Adu, 7. Gỡzỡ

Helahela Danỡ, 8. Daeli Sanau Talinga, 9. Luo Mewỡna11

Inada Silewe Hai Nazarata disebut-sebut sebagai pribadi yang sangat

berperan dalam kehidupan manusia, menata harmoni kehidupan yang

kemudian membudaya (walaupun budaya tersebut mengalami pergeseran).

Silewe Hai Nazarata disebut sebagai Ibu dari orang Nias. Sebagai ibu, dia

adalah sumber kehidupan, sumber kasih sayang yang tidak berpihak dan

tidak bersyarat (unconditional), sangat bertanggung jawab, sumber suka

cita, dan dunia bagi laki-laki12

. Sebaliknya, sebagai respon dari manusia,

Silewe Hai Nazarata yang terimplementasi dalam diri perempuan harus

dihargai, dihormati, disayangi (ira alawe nifolakhömi, Nifosumange sibai).

Sikap seperti ini menjadi budaya dalam masyarakat Nias. Cerita ini sering

sering dituturkan melalui syair-syair tradisional Nias, terutama dalam syair-

syair yang menata harmoni dan aturan yang harus di lakukan dalam sebuah

pernikahan. Salah satunya adalah13

.;

syair yang dituturkan oleh para penatua adat dari pihak pengantin

perempuan dengan cara penuturan khas adat Nias

Tabel 3: Syair yang menuturkan peranan Silewe Hai Nazarata dalam

menata kehidupan Masyarakat Nias

Syair bahasa Nias Terjemahan

Inada Silewe Hai Zazarata, yaia

mege johayaigö danömö dawuo,

Inada Silewe Hai Nazarata dulunya

telah menyamai bibit sirih

11

Suzuki, 7; bdk. Ketut Wiradnyana, Legitimasi kekuasaan pada Budaya Nias; Paduan

Penelitian Arkeologi dan antropologi, (Jakarta, Yayasan Obor: 2010),167-169 12

Bdk. Erick Fromm, Cinta, Seksualitas, dan Matriaki: Yokyakarta, Jalasutra: 2007), 6-7 13

Wawancara dengan A. Efir Zendratö; Ina Mesra Harefa; A. Tinu Harefa

Page 10: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

87

Ya’ia mege janötöigö nösi mbola

marafule,

Dia memberi wasiat tentang isi

bola14

pegantin laki-laki,

tobali tawuo sini—(sisokhi)—

tobali tawuo lara,

menjadi daun sirih yang baik,

nano labidi langanga ami gulo

nidano taya wa’owokhi dodo,

menjadi daun sirih yang

membahagiakan,

tobali tawuo ösi mbola marafule, jika sudah digulung dan dikunyah,

maka segala rasa haus akan sirna,

tawuo osi mbola numönö,

solemba ba baluze nora jowatö-

sonuza

menjadi isi bola penganti laki-laki

Cerita lain menuturkan bahwa nenek moyang orang Nias berasal dari

suku bangsa besar yakni Austronesian (Sebagian besar suku bangsa tersebut

merupakan orang Taiwan atau dahulu bernama Yunan). Orang Yunan yang

berekspansi sejak 5.000 tahun lalu terdampar di Kepulaan Nias. Mereka

tidak berlabuh di pantai, tetapi menyusuri sungai yakni sungai Susua,

hingga tiba di salah satu desa tua di kecamatan Gomo namanya Börö Nadu

Gomo.15

D. Fondrakȍ dan Famatȍ Harimao

Untuk menjamin keteraturan sosial, menjamin hak-hak seseorang atau

kelompok, masyarakat Nias membuat suatu aturan adat (agama, adat dan

pemeritahan menyatu). Dalam sebuah proses pertemuan para tua-tua adat

yang terdiri dari Balugu atau Tuhenȍri, satua mbanua (kepala adat)/ di Nias

14

Bola atau bola-bola adalah sejenis dompet tradisional Nias yang dianyam dari daun pandan

atau ecek gondok yang digunakan khusus untuk tempat sirih (yang dimaksud sirih bukan hanya

daunya, tetapi yang dimaksud sirih dalam tradisi Nias adalah daun sirih, pinang, tembakau, kapur

sirih, daun gambir). Bagi orang Nias, symbol penghargaan dan relasi yang antara beberapa pihak

berada pada sirih (Afo). Karena itu segala acara adat, tidak akan berjalan bila sirih atau afo tidak

ada. Begitu juga dalam sebuah keluarga, sebagai penghargaan dan penyambutan tamu dirumah,

kepadanya disuguhkan Afo, dalam relasi personal dalam lingkungan sosial, setiap pribadi akan

membawa bola nafo pribadi, bila bertemu dengan orang lain, maka hal yang pertama yang harus

dilakukan adalah menyuguhkan afo dari bola nafo 15

.Tempointeraktif, Sabtu 25 November 2006 dan di Kompas, Rabu 4 Oktober 2006 Rubrik

Humaniora

Page 11: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

88

selatan di hadiri oleh Tuhenȍri, balȍ zi’ulu, Si’ulu dari beberapa kampung

dan ȍri untuk membahas dan menetapkan sebuah hukum baru. Pertemuan

ini disebut Fondrakȍ (Nias Utara) atau Famatȍ harimao (Nias Selatan).

Fondrakȍ atau Famatȍ harimao di lakukan untuk menjawab setiap

kebutuhan sosial atas berbagai peristiwa atau perubahan sosial dalam sebuah

masyarakat karena perubahan sosial yang terjadi dalam sebuah masyarakat.

Fondrakȍ atau Famatȍ harimao dihadiri oleh para laki-laki yang dipimpin

oleh seorang Ere, dan kemudian hasilnya diumumkan oleh balugu atau

Tuhenȍri tertinggi. Setelah pengumuman hasil pertemuan, maka Ere

membacakan sumpah dengan ritual-ritual, yang kemudian ditutup dengan

jampi-jampi sambil memberkati peserta dengan percikan air dari daun

kelapa yang masih muda. Bagi yang melanggar akan mendapat kutukan dan

hukuman yan seberat-beratnya.

Beberapa tema besar yang menjadi pembahasan dalam fondrakȍ

atau famatȍ harimao adalah16

;

1. Huku sifakhai ba mboto niha. (segala sesuatu yang berhubungan

dengan keselamatan seseorang). Hukum adat mengatur hukum

peradilan bagi pelaku kejahatan (ringan atau berat) yang mengancam

kehidupan seseorang

2. Huku sifakhai ba gokhȍta (hukum yang berhubungan dengan harta

benda). Dalam hukum adat masyarakat Nias ada penjaminan

kepemilikan pribadi, dan juga kepemilikan bersama, misalnya tanah

16

A. Mesra Harefa, A. Suarni Ge`e, A. Setia Laia, A. Efir Zendratȍ; Bdk. Tuhoni

Telaumbanua dan Uwe Hummel, 28-32

Page 12: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

89

adat. Tanah adat tersebut berupa lahan atau hutan yang sangat luas

yang menjadi milik masyarakat desa atau kampun tertentu.

3. Huku sifakhai ba jumange ba lakhȍmi (hukum yang berhubungan

dengan harga diri dan martabat seseorang), dalam hukum ini, disepakati

hukum-hukum yang berhubungan dengan martabat seseorang terutama

para tua-tua adat, strata sosial, dan lebih lagi pada martabat seorang

perempuan, karena perempuan adalah seorang ibu. Contoh; bagaimana

hukum bagi orang yang main mata, mencoleh tangan saat bersalaman,

mengintip orang mandi. Dll. Pihak yang dilindungi adalah perempuan.

4. Huku soamakhaita ba wa’atumbu, falȍwa, bȍwȍ, fa’amate, (hukum

yang berhubungan siklus kehidupan dan stratifikasi sosial), apa yang

dilakukan saat seseorang dalam kandungan, lahir, remaja, menikah,

meninggal)

5. Huku so’amakhaita lala halȍwȍ ba fondrȍnia’ȍ (segala sesuatu yang

berhubungan dengan pekerjaan dan kepemimpinan yang di dalamnya

terdapat pranata/hukum kepemimpinan dalam keluarga

Konsep, Tujuan dan Fungsi Keluarga Dalam Masyarakat Nias

Secara tata bahasa Nias, keluarga diartikan ―ngambatȍ‖, yang terdiri dari

dua suku kata yakni nga artinya satu kesatuan, satu unit, satu rumpun, dan mbatȍ

artinya lantai, tempat tidur dari lantai (tanpa ranjang) dalam rumah tradisional

Nias.17

Dari arti leterlek tersebut, masyarakat Nias memahami secara sederhana,

keluarga sebagai sekelompok orang yang berteduh dalam sebuah rumah di sebuah

kampung yang terdiri dari laki-laki dewasa yang disebut suami dan perempuan

17

F. A. Yana Zebua, 262

Page 13: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

90

dewasa yang disebut istri yang memiliki ikatan pernikahan yang sah secara

adat18

. Pernikahan ini ini terjadi bukan atas kehendak berdua atau dilandaskan

cinta, melainkan atas kehendak keluarga besar—pernikahan yang terjadi karena

perjodohan19

. Setelah pernikahan, maka suami istri mulai belajar untuk saling

mengenal dan mencintai20

. Dalam tradisi, laki-laki dikenal sebagai pembentuk

keluarga karena itu dia disebut sebagai hȍgȍ ngambatȍ (kepala keluarga) dan istri

disebut sebagai solaya talinga mbatȍ (pengelola rumah tangga), sebagai

pengelola, istri bertugas sebagai bendahara atau pemegang kas keluarga. Anak-

anak disebut sebagai ȍsi ngambatȍ (anggota rumah tangga)

Dikatakan sah secara adat, karena sebelum agama Kristen dan dan

pemerintahan masuk dalam sendi kehidupan masyarakat Nias, maka yang menata

segala sendi kehidupan masyarakat adalah hukum adat yang telah dihukumkan

melalui fondrakȍ atau famatȍ harimao.

Dalam perkembanganya, masyarakat Nias memahami keluarga sebagai

sekelompok orang (seorang laki-laki dewasa yang disebut suami dan atau ayah

dan seorang perempuan dewasa yang disebut istri dan atau ibu beserta beberapa

orang anak kandung atau angkat) yang memiliki komitmen untuk sehidup (namun

tidak semati) bersama dengan memiliki ikatan pernikahan yang sah menurut

18

Yang berhak memutuskan dan mengesahkan sebuah pernikahan adalah warga masyarakat

yang menghadiri pesta pernikahan yang dipimpin oleh kepala suku dan para kepala adat dari kedua

belah pihak (pengantin laki-laki dan perempuan) 19

Perjodohan bisa terjadi atau dilakukan saat sepasang muda-mudi sudah besar, atau

perjodohan juga bisa dilakukan saat sepasang manusia masih kecil atau bayi atau ada perjodohan

yang dilakukan saat manusia tersebut masih dikandungan ibunya. Perjodohan dari kandungan

terjadi karena adanya hubungan kekeluargaan yang baik dari kedua keluarga, sehingga ada

keinginan untuk semakin mempererat hubungan tersebut dengan menikahkan anak mereka kelak.

Perjodohan dari kadndungan atau dari kecil bisa dilakukan antara kerabat dekat dengan tujuan

agar hubunagn persaudaan yang terjalin baik terus terjalin sekaligus agar harta warisan dari

keluarga laki-laki yang melamar tidak beralih ke keluarga yang lain. ( A. Suarni Ge`e, A; A. Reti

Gulȍ; A. Fite Daeli) 20

Bdk. Faogȍli Harefa, 28; F. A. Yana Zebua, 262; A. Gameni Harefa

Page 14: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

91

Agama, Pemerintahan dan Adat dan memiliki suatu ikatan bathin yang sangat

kuat21

. Beberapa hal yang perlu digaris bawahi dari konsep terakhir yakni;

1. ―Seorang laki-laki dewasa dan perempuan dewasa‖ konsep ini

menandakan bahwa kalau dulu Nias masih memiliki peluang untuk

berpoligami bagi yang menghendaki, memiliki kemampuan ekonomi,

maka dengan masuknya kekristenan, maka masyarakat Nias dilarang untuk

berpoligami—masyarakat menganut monogamy.

2. ―anak angkat‖. Saat pernikahan terjadi, maka kepada pengantin

perempuan diberi salah satu julukan yakni ―bene’ȍ‖ artinya berbunga.

Pengantin perempuan di identikan dengan tumbuhan yang harus selalu

berbuah, artinya melahirkan anak-anak sebagai pewaris bagi suaminya,

jika hal itu tidak bisa dikabulkan, maka suami berhak untuk menikah

kembali (bagi yang mampu secara ekonomi). Namun berkaitan dengan

catatan pertama, seorang laki-laki dilarang untuk menikah kembali atau

menceraikan istrinya, karena demikianlah ajaran agama yang kemudian

jadi tradisi baru yang tidak boleh dilanggar. Namun untuk mendapatkan

seorang pewaris atau membuat sebuah keluarga semakin hangat atau

bahagia, sebuah keluarga ada kemungkinan untuk mengadopsi seorang

atau lebih (hal ini bisa disebabkan karena tidak memiliki anak atau anak

laki-laki).

Masyarakat Nias memiliki beberapa tujuan dalam pembentukan sebuah

keluarga22

;

21

A. Citra Zebua, A. Ya‘ia, A. Fite Daeli 22

I. Desi Harefa, Ina Gaeni Lase, A. Gameni Harefa, A. Ya‘ia Harefa, A. Efir Zendrato

Page 15: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

92

1. Memperoleh keturunan sebagai pewaris. Garis keturunan tersebut diwariskan

melalui anak laki-laki. Itulah sebabnya anak laki-laki disebut sebagai ―ono

fangali mbȍrȍ jisi, ono Fangali mbu’u kawongo” (anak laki-laki sebagai

generasi penerus tradisi-tradisi keluarga dan ahli waris dan juga sebagai

pelindung keluarga). Bagi masyarakat Nias, anak laki-laki sangat penting,

dibanding dengan anak perempuan, itulah sebabnya bila sebuah keluarga tidak

memiliki anak laki-laki maka laki-laki (suami) akan menikah kembali—Nias

tradisional terbiasa dengan poligami.

2. Memperoleh tingkatan kedudukan sosial yang lebih tinggi. Masyarakat Nias

mengenal dua belas tingkatan sosial/strata sosial (baca: strata Sosial. Strata

pertama sampai dengan strata ke enam masuk dalam tingkatan perkembangan

umur seseorang (masa anak-anak)—hal ini tidak bisa dikategorikan sebagai

starata/kelas, namun dihitung sebabgai tahap yang harus dilalui seseorang

untuk menuju strata sosial yang tinggi dalam sebuah masyarakat.

3. Berhubungan dengan tujuan nomor dua, seseorang (anak sulung) laki-laki

yang telah menikah berhak mewarisi kedudukan orang tua dalam adat.

Seyogianya dalam adat selalu diwarisi oleh anak sulung, tetap jika anak sulung

belum menikah atau berkebutuhan khusus, maka hak pewarisan

kedudukan/jabatan adat itu dilabelkan kepada anak laki-laki yang terlebih

dahulu menikah. Namun jika suatu waktu anak sulung menikah, maka hak

pewarisan tersebut akan kembali kepada anak sulung.

4. Masih berhubungan dengan nomor dua, seseorang yang telah menikah

terhitung sebagai orang dewasa dan satu kepala keluarga sehingga layak

mendapat kedudukan dalam adat dan jatah pembagian makanan dalam adat

Page 16: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

93

(Fa’asambua mbumbu nomo ma sambua balȍ gȍ,). Seseorang yang berumur

dewasa, namun belum menikah tidak akan diperhitungkan sebagai sebuah

kepala keluarga dalam lingkungan sosialnya—masih dianggap anak-anak.

5. Famakhai zitenga bȍ’ȍ; artinya menjalin dan mempererat hubungan

persaudaran antara keluarga dan atau desa, itulah sebabnya ada ungkapan bagi

perempuan “Ira Alawe Zamaogö Banua, ba ira alawe göi zamoto banua

(perempuan sebagai pemersatu, tetapi bisa juga sebagai pemecah belah dan

biang perselisihan).

6. Media perdamaian antara keluarga atau desa yang lain; ada ungkapan yang

baik bagi perempuan ―Ono Alawe Sanau Tugoa,Ono Alawe Sanau Talinga,

Ono Alawe Samatöla Banua, Ono Alawe Samatöla Gana.” (anak gadis yang

baik dan bijak akan menjadi penghubung dan pemersatu antara desa yang satu

dengan desa lain). Mengapa perlu perdamaian. Pada masa Nias kuno, konflik

antara desa yang satu dengan lainya sering terjadi, konflik yang terjadi akan

berujung perang dan kematian pemuda-pemuda pemberani di kedua belah

pihak. Itulah sebabnya, bila salah satu balungu atau satua mbanua berinisiatif

membangun perdamaian dengan cara melamar anak gadis balugu atau satua

mbanua desa yang sedang bertikai dengan desanya.

7. Tujuan politis. Mengingat hubungan antara desa terkadang terjadi ketegangan,

maka pernikahan antara desa dilakukan, bukan hanya membangun perdamaian,

tetapi juga persekutuan politik, sehingga bila ada desa yang bersengketa

dengan desa lain, maka desa tersebut akan membangun koalisi dengan desa

sahabatnya23

.

23

A. Gameni harefa, A. Suarni Ge`e, A. Ya‘ia Harefa

Page 17: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

94

Yang berhubungan dengan konsep dan tujuan pembentukan sebuah keluarga

dalam masyarakat Nias, maka ada beberapa fungsi keluarga menurut tradisi Nias;

1. Fungsi reproduksi, terutama anak laki-laki sebagai ahli waris dan penerus

tradisi sekaligus pelindung keluarga

2. Fungsi perdamaian. Para perempuan-perempuan menjadi agen

perdamaian baik di dalam keluarga maupun di kampung atau antara desa

(Baca: Agen Perdamaian)

3. Fungsi ekonomi. Di dalam keluarga terjadi pengelolahan perekonomian

untuk mencukupi kebutuhan setiap hari dan peningkatan taraf hidup yang

berujung pada peningkatan strata sosial sebuah keluarga

4. Fungsi sosialisasi tradisi dan nilai-nilai sebuah keluarga dan sosial. Fungsi

keluarga sebagai sosialisasi berlangsung seumur hidup. Namun beberapa

hal yang saling menonjol dalam sosialisasi adalah mempersiapkan

seseorang menjadi pribadi yang mandiri dan mampu membangun rumah

tangga yang sejahtera;

Famoto (baca: strata sosial) tidak hanya bertujuan untuk kesehatan

seseorang, tetapi Famoto memiliki dua makna yang terkadang tidak

sadari pertama adalah kepatuhan. Seseorang yang baru di boto kelak

harus patuh kepada orang yang mamoto (orang yang menyunat) karena

orang itulah yang mengetahui, memotong dan melepaskan dia dari rasa

malu—karena bagi orang Nias, tanpa Sunat adalah suatu aib. Kedua

adalah Kemandirian. Seseorang yang sudah di boto harus menjadi

laki-laki yang mandiri, kreatif, dan bijak sana

Page 18: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

95

Fame`e ba Folohe Gari (belajar memegang dan menggunakan

pedang), setelah di boto (bagi laki-laki), dan famofo (meratakan gigi

bagi perempuan) maka seorang laki-laki akan dilatih cara

menggunakan pedang—bukan hanya untuk berperang, tetapi juga

untuk berburu, dan bertani atau mencari kebutuhan hidup. Begitu juga

seorang perempuan dilatih untuk bertani, cara menggunakan pisau

(kecil) untuk berkebut, cara menanam padi, ketela (rambat dan pohon),

dan beternak.

5. Fungsi psikologi; adanya perlindungan kepada setiap anggota keluarga

dari tekanan dan ancaman dari luar—hal ini disimbolkan dengan

tinggalnya sebuah keluarga dalam sebuah rumah24

6. Fungsi cinta kasih. Keluarga merupakan lembaga pertama untuk

mengekspresikan sekaligus mendapatkan kasih sayang. Dalam

keseharian cinta tidak mesti dalam tuturan kata atau syair-syair lagu atau

puisi, tetapi lebih pada ekspresi tingkah laku.

Bentuk-Bentuk Keluarga Dalam Masyarakat Nias25

Dalam masyarakat tradisional Nias ditemukaan beberapa bentuk keluarga;

1. Sangambatö adalah keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari suami-

istri yang baru membentuk keluarga (fongambatö), atau mungkin sudah

lama membentuk keluarga sehingga belum memiliki anak, atau mungkin

sudah memiliki beberapa anak, tetapi anak-anak masih belum menikah.

24

Rumah merupakan symbol benteng pertahanan bagi keluarga, rumah adalah zona aman

tanpa ancaman dari luar, itulah sebabnya rumah tradisional Nias bentuknya rumah panggung, pintu

dari samping atau dari bawah rumah dan dari belakang—dengan model rumah seperti ini, maka

segala ancaman dari binatang buas dan atau dari sesama bisa diminimalisir. 25

A. Ya‘ia Harefa, A. Cipta Zebua, A. Gelfina Gulo

Page 19: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

96

2. Sangambatö Sebua (keluarga besar) yang dibagi 4;

a. Saudara-saudara yang ada hubungan darah dengan bapak yang disebut

talifuso atau Iwa. Gabungan–gabungan dari sangambatö sebua ini dari

satu leluhur disebut Mado (di Nias Utara, Timur dan Barat). Setiap

nenek moyang dan keluarga keturunannya memiliki atia nadu. Sampai

generasi yang kesembilan perkawinan diantara keturunannya dilarang

untuk generasi selanjutnya perkawinan diantara keturunannya tidak

menjadi masalah lagi. Hanya saja persyaratan harus dipenuhi yakni;

memisahkan atia nadu keturunan tersebut dari

kumpulan atia nadu nenek moyang dan membayar pemisahan itu

dengan memotong babi sebesar 4 alisi ( babi seberat 40 kilogram) dan

memberi emas sara siwalu (seekor babi sebesar 8 alisi/80 kg atau emas

14 karat seberat 10 gram) 26

. Babi tersebut diberikan oleh pihak laki-

laki. Upacara pemisahan Atia Nadu ini menandakan bahwa mereka

bukan saudara lagi (tidak memiliki hubungan darah). Dengan demikian

pernikahan bisa dilangsungkan27

. Apabila anak sangambatö tadi

terutama anak perempuan kawin maka yang banyak memegang peranan

ialah keluarga dari pihak suami. Mulai dari awal upacara sampai

berakhir, mereka yang menjadi penghubung antara pihak laki-laki dan

orangtua perempuan serta yang menentukan segala sesuatu yang

berhubungan dengan upacara tersebut. Mereka ini merupakan kelompok

26

Bdk. F. Yama Zebua, 254 27

Bila pernikahan tersebut terjadi masih pada generasi ke tiga, maka yang dilakukan adalah,

selain babi dan emas, maka ketua adat melakukan upacara Fanila lȍsu (pembelahan lesung dan

alu), sebagai symbol bahwa antara keluarga itu niha bȍ’ȍ atau tidak memiliki hubungan darah

(orang asing), walaupun pernikahan itu tetap berlangsung tetapi dianggap sebagai pernikahan yang

tidak layak dan terkutuk (bdk. F. yama Zebua, 255)

Page 20: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

97

kekerabatan yang disebut menurut dekatnya dengan sangambatö tadi.

Kelompok keluarga yang paling dekat yaitu yang sekandung dan

sepupu dihitung dari garis keturunan pihak laki-laki yang disebut Iwa.

b. Saudara/saudari yang ada hubungan darah dengan saudari ayah yang

disebut onoalawe. kelompok-kelompok saudara perempuan yang sudah

kawin beserta keluarga mereka masing-masing, yang disebut fadono

atau ono alawe, termasuk keluarga yang mengawini anaknya

perempuan. Kelompok ini merupakan pekerja dalam upacara yang

dilaksanakan oleh sangambatö tadi. Itulah sebabnya dalam

pembagian urakha (jatah makanan berupa daging babi) yang menjadi

bagian mereka adalah tangan/kedua kaki bagian depan sebagai lambang

kecekatan.

c. Keluarga dari pihak istri (ibu) yang disebut uwu, Menurut tradisi Nias

uwu adalah sumber kehidupan bagi anak-anak sangambatö, hal inilah

yang menjadikan derajat uwu lebih tinggi kedudukannya dari semua

bentuk keluarga, karena itu selalu mendapat penghormatan yang

tertinggi dari ngambatö tersebut. Karena uwu adalah sumber kehidupan

maka mereka harus mendapat penghormatan yang lebih tinggi dari

kelompok keluarga lainnya. Kalau mereka baru pertama kali

datang/berkunjung kerumah saudarinya (sangambatȍ), maka saudarinya

harus memotong seekor babi. Tidak ada alasan tidak ada persediaan,

harus dicari biarpun berutang. Selain memotong anak babi biasanya

pemilik rumah tersebut haruslah memberikan penghargaan dengan

mengikutsertakan satu ekor anak babi kepada saudaranya di tambah

Page 21: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

98

amplop berisi uang sebagai permohonan berkat (fanefe idanö). Jika

pihak keluarga uwu mengamati bahwa keluarga sangambat memiliki

ekonomi yang lemah maka uwu jarang datang kerumah saudari

perempuan yang telah menikah

d. Keluarga yang memberi istri bagi anak laki-laki sangambatö merupakan

satu bentuk keluarga yang disebut sitenga bö’ö. Sangambatȍ harus

memperlakukan zitenga bö’ö sebagai mana halnya keada uwu.

Kelompok ini harus selalu diundang apabila sangambatö mengawinkan

anaknya, mengadakan pesta kematian (syukuran) atau pesta adat

lainnya.

3. Banua (kampung)—kampung dipimpin oleh seorang kepala adat yang

terdiri dari saudara/saudari yang memiliki hubungan darah dengan bapak

(memiliki satu nenek moyang dari bapak)

4. Fongambatȍ lakha (Keluarga janda atau duda) yang terdiri dari seorang

janda atau duda yang memiliki anak dan atau tidak memiliki anak namun

hidup dalam satu rumah atau menumpang di rumah orang lain.

Strata Sosial Masyarakat Nias.28

a. Strata pertama adalah masa jambang bayi masih dalam kandungan. Masa ibu

muda hamil, maka keluarga datang ke rumah mertua (orangtua dan keluarga

perempuan) untuk menginformasikan bahwa keluarga tersebut telah terberkati

dengan sebuah kehamilan (hal ini hanya dilakukan pada anak pertama)

dengan membawa makanan (nasi dan daging anak babi yang dibungkus rapi

28

. A. Gameni Harefa,;A. Ya‘ia Harefa; A. Cipta Zebua, A.Rife Gulo

Page 22: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

99

dari daun pisang). Sesampai di rumah mertua maka orang tua perempuan

merestui dengan memberkati dan mendoakan kandungan tersebut. Strata ini

disebut fangaruwusi. Ibu muda ini didoakan dan diberkati, karena kelak dalam

proses persalinan dialami dengan sangat berat. Persalinan tidak dilakukan di

rumah tetapi di bawah pohon besar disebuah hutan, menurut anggapan orang

Nias kuno, bahwa saat persalinan ada roh-roh jahat, karena itu persalinan itu

tidak boleh dilakukan di rumah agar roh-roh jahat tersebut tidak mendekat di

rumah. Saat persalinan akan terjadi, ibu muda di antar dan dilengkapi dengan

doa-doa baik dari orang tua maupun dari Ere sehingga proses tersebut berjalan

dengan baik29

.

b. Fa’atumbu ba fangai bowoa. setelah kelahiran anak pertama (laki-laki dan

perempuan), maka orang tua anak tersebut membawa anaknya ke rumah

kakek-neneknya dengan membawa makanan (nasi dan daging seekor anak

babi) serta membawa uang atau emas yang disebut ȍmȍ ndraono (utang anak),

untuk anak laki-laki adatnya dibayar penuh sebesar…sementara untuk anak

perempuan dibayar setengah, karena setengahnya nanti akan dibayar saat anak

perempuan tersebut menikah. Sepulang dari rumah kakek-neneknya, maka

kepadanya diberi periuk yang berisi beras dan telur dan ditutup dengan daun

pisang. Sesampainya di rumah maka daun pisang itu disobek di mulut bayi,

agar cepat dan mahir berbicara. Lain halnya di Nias Selatan, saat pulang dari

rumah mertua, anak laki-laki akan diberikan tombak dan parang sebagai

pertanda bahwa kelak anak ini

c. Famatrörö töi (pemberian nama); saat pemberian nama maka keluarga

29

A. Mesra Harefa, 17 April 2017

Page 23: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

100

memotong satu ekor babi, lalu memanggil keluarga besar, kampung, atau

bahkan lingkungan persekutuan dalam sebuah gereja akan berkumpul dan

makan bersama (setelah agama masuk, maka pendeta atau penatua memimpin

ibadah, namun sebelum Agama Kristen masuk di Nias, yang memimpin

upacara pemberian nama adalah Ere (Imam) dan yang memberi nama adalah

kepala adat atas persetujuan dan diskusi dengan para hadirin dan orangtua

anak

d. Famoto (penyunatan)—penyunatan dilakukan oleh Ere (imam) dengan

menggunakan fasu (sejeni kulit bambo) yang telah disterilkan dengan api, saat

penyunatan dilakukan, maka keluarga menyediakan Luha30

(tempat makanan

babi) yang belum pernah digunakan, saat itu difungsikan sebagai tempat

daging babi untuk penghargaan yang besar bagi (balugu/tuhenȍri) kepala suku

dan kepala-kepala adat, saat penyunatan dilakukan maka Ere menyebut

kalimat ―sayalah yang melepaskan anda dari aib,‖ dan mengangkat lurus keatas

fasu lalu berteriak memberitahukan bahwa anak remaja telah dilepas dari masa

anak kecil dan aib31

. ungkapan itu sebagai ungkapan simbol kekuasaan Ere

terhadap yang disunat, sehingga kelak, dia harus mendengar dan patuh

terhadap perintah Ere. Saat acara ini dilakukan maka keluarga besar akan

memototong beberapa ekor babi dan makan besar. Untuk seorang anak

perempuan disebut famofo nifö (perataan gigi).

e. Pemberian Keris. Tidak lama setelah Famoto, anak yang menginjak umur

30

Luha itu kemudian digunakan sebagai tempat bakan babi untuk pernikahannya beberapa

tahun ke depan. Karena itu orang tua akan berusaha agar anak itu dinikahkan paling lama 2 tahun

setelah famoto atau berumur 17 tahun. Bila melebihi umur 17 atau 18 tahun, hal itu suatu aib 31

Jauh sebelum agama masuk famoto sudah merupakan budaya bagi orang Nias, karena itu

Famoto sangatlah penting dalam kehidupan seseorang. Tanpa famoto, harga diri seseorang bisa

terinjak-injak, sehebat apapun dan sekaya apapun dia, pribadi itu tidak akan dihargai.

Page 24: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

101

pemuda akan diajari cara memegang pedang serta cara penggunaanya untuk

bekerja dan berperang. Bagi anak perempuan dilatih untuk menari.

f. Pelatihan pemakaian/penggunaan keris dan bagi perempuan pelatihan bertani,

beternak, mengelola dapur keluarga.

g. Fongambatȍ (berkeluarga/menikah). Fongambatȍ adalah tahap yang sangat

penting bagi seseorang dalam masyarakat (baca: tujuan pernikahan). Seseorang

baru bisa naik pada strata sosial berikutnya bila telah berkeluarga. Namun

sebelum terjadinya sebuah pernikahan, dua catatan yang perlu digaris bawahi

- Bagi keluarga kepala suku dan kepala-kepala adat, yang memiliki beberapa

budak (gadis), maka kepada anak laki-laki tersebut diberi masa pencobaan

perkawinan dengan mempersitri gadis-gadis budak (gadis-gadis ini sebagai

istri tidak sah) setelah famoto

- Seorang kesatria yang mampu membunuh musuh-musuhnya dan

memenggal kepala kesatria dari kampung yang bersengketa dengan

kampunya, maka kepadanya diberi istri sesuai dengan jumlah kepala yang

dipenggalnya. Pada tahap ini pengantin laki-laki tidak membayar

mahar/belis pernikahan bukanlah emas, uang dan babi.32

h. Tahȍ dȍdȍ. Beberapa hari setelah pernikahan, maka dilakukanlah upacara

besar sebagai ―pemuliaan‖ bagi pengantin perempuan yang disebut dengan

istilah tahȍ dȍdȍ. dengan pemotongan babi, makan bersama, pembagian

daging (baik yang telah dimasak maupun daging mentah) kepada para ibu-

ibu. Upacara ini dihadiri oleh para Tuhenȍri atau balugu, tua-tua adat, warga,

keluarga besar mertua (sitenga bȍ‘ȍ) dan semua keluarga besar), dan di akhir

32

A. gameni Harefa; bdk. Tuhoni Telaumbanua dan Uwe Hummel, 25

Page 25: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

102

dari acara ini, ditambalkanlah nama kebesaran bagi perempuan atau pengantin

perempuan tersebut.

i. Famasindro banua. Stara 9 dan sepuluh, seseorang yang telah berkeluarga

dan melakukan upacara tahȍ dȍdȍ bagi istrinya, maka tahapan berikutnya

adalah upacara mendirikan pemerintahan adat sendiri yang beranggotakan

beberapa warga, sehingga dia menjadi kepala adat dari beberapa warga

tersebut.

j. Strata 11 dalam stara sosial angkat 11 tidak digunakan lagi dalam stratas

sosial menurut adat, konon dulu di saat Tuada Sirao melakukan pesta besar

(owasa sebua), maka pada pesta tersebut, dinyalakan obor sebanyak dua belas

(sesuai starta sosial), kemudian Tuhada Luo Mewȍna meniup kedua belas

obor tersebut, obor yang padam adalah obor kesebelas dimana Tuhada Luo

mewȍna berada pada posisi strata ke sebelas. Maka pada saat itu diputuskan

bahwa strata sebelas tidak digunakan untuk masyarakat secara umum, strata

tersebut hanya untuk Tuhada Luo Mewöna.

k. Strata 12 diperoleh dengan berbagai persyaratan yang diresmikan dengan

pelaksanaan pesta Famasindro gowe (batu besar sebagai lambang kebesaran),

dan pesta adat yang disyahkan oleh balugu/Tuhenȍri (kepala suku) dan ketua-

ketua yang tertua diantara balugu di dalam dan diluar wilayah banua, pada

pesta ini disertai pemberian nama kebesaran.

Strata sosial masyarakat Nias bisa dikelompokan dalam empat tahapan

a. Strata pertama sampai ketiga adalah tahap pertama (masa kecil); pada

masa ini orang tua berperan aktif melakukan beberapa ritual adat demi

kesehatan dan keselamatan anak

Page 26: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

103

b. Strata 4 sampai enam adalah tahap ke dua (masa remaja); pada tahap ini

terjadi sosialisasi nilai-nilai (pendidikan). Sebelum pendidikan formal

diperkenalkan, maka proses pendidikan terhadap anak telah berlangsung

mulai dari masa famoto, folohe gari dan famasa niasa gari bagi laki-laki,

famofo ifȍ, latihan menari dan folohe balatu bagi anak perempuan. Laki-

laki dilatih untuk berperang (melindungi), berburu dan berkebun (untuk

bertahan hidup), bagi perempuan dilatih untuk seni menari, menggunakan

parang untuk berladang, bersawah untuk menjadi calon ibu dan solaya

ngai mbatȍ. Orang tua yang telah mendapatkan pendidikan yang baik dari

orang tuanya dan memiliki karakter yang baik akan menghasilkan generasi

yang bijak—pribadi yang memiliki kepribadian dan wawasan yang baik

(bisa diandalkan dalam segala hal).

c. Strata 7 adalah tahap transisi menuju pada tahap yang lebih menekankan

harga diri

d. Strata 8 sampai 12 adalah tahapan kedelapan (dewasa), pada tahap ini

pengembangan dan pembangunan harga diri menjadi prioritas utama.

Naiknya status seseorang dipengaruhi dua faktor; pertama adalah factor

keturunan dan kedua adalah factor ekonomi.

Proses Terjadinya Keluarga Melalui Pernikahan

Terbentuknya sebuah keluarga melalui pernikahan dengan proses adat yang

berbelit-belit dalam waktu yang cukup lama dan dengan anggaran (uang, emas,

babi) yang sangat banyak, selain itu, dalam proses ini akan semakin kelihatan

bagaimana kedudukan perempuan dalam sebuah keluarga. Berikut proses

Page 27: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

104

terjadinya sebuah keluarga melalui sebuah pernikahan.33

1. Peminangan

- Famaigi Niha. Dahulu orangtualah yang berinisiatif untuk mencari siapa

pasangan anak laki-lakinya, karena itu orang tua selalu memperhatikan

anak gadis orang, kemudia melihat latar belakang keluarganya, ekonomi

dan strata sosialnya.

- Fame`e Li (pelamaran) dengan diawali oleh pengutusan seorang ibu-ibu

(disebut perantara, di Nias utara menyebutnya Si’o, di Nias Selatan

menyebutnya bȍrȍ li) yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga

laki-laki dan bijak, kepada salah seorang ibu yang memiliki hubungan

keluarga dengan perempuan yang akan dilamar, untuk menyampaikan

niat peminangan. Dalam pembicaraan ini kedua si’o tidak mengambil

keputusan—sekedar penyampaian niat peminangan, baru si’o dari pihak

perempuan menyampaikanya kepada orang tua perempuan. Bila ada

penerimaan pelamaran, maka selanjutnya yang berurusan adalah si’o

laki-laki (bapak-bapak yang memiliki hubungan keluarga dekat dengan

keluarga calon pengantin)di antara kedua belah pihak, baru kemudian si’o

tersebut membicarakanya kepada kelarga yang bersangkutan

2. Tunangan

- Fame,e laiduru silȍ oroma. Bila lamaraan diterima,maka tahapan berikut

adalah pemberian cincin terselubung, dikatakan terselubung karena acra

ini dilakukan bukanlah dirumah orang tua perempuan yang dilamar, tetapi

dirumah kerabat dekat (atau dirumah Si’o dari pihak perempuan), dan

33

. A. Melvina Gulȍ, 29 Juni 2017

Page 28: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

105

acara yang dilakukan sangat sederhana. Kepada keluarga laki-laki calon

pengantin harus memberikan 1 cincin emas, Awȍ laiduru (pendamping

cincin) 10 keping koin uang kuo yang disebut rufia, uang sekhe-sekhe

laiduru (penyokong cincin) serta satu ekor babi 4 Alisi (40kg)

- Fame`e laiduru sebua. Pemberian cincin walaupun pada tahap ini tidak ada

lagi cincin yang perlu disandingkan di jari perempuan yang dilamar,

tetapi pada tahap ini, orang tua perempuan memberitahukan kepada Iwa

atau talifusȍ bahwa ada orang yang melamar anak gadis mereka.

Keluarga laki-laki harus memberikan 1 ekor babi 4 alisi dan hundra nomo

(biaya acara yang dilaksanakan).

- Fanunu manu jamatoro. Acara ini sebagai pemberitahuan bagi tetanggga,

saudara jauh bahwa ada peminangan terhadap anak gadis mereka.

- Fanunu manu sebua. Pemberitahuan bagi warga kampung, saudara-saudara

jauh (iwa, talifusȍ), keluarga besar saudara ibu perempuan yang disebut

uwu ma sitenga bȍ’ȍ, saat ini keluarga laki-laki harus memberikan 4 ekor

babi masing-masing 4-5 alisi serta biaya acara tersebut. Pada acara ini

ada sebuah penentuan hari pernikahan (walaupun penentuan tersebut

tidak harus ditepati) yang disebut Fazazi nono zalawa dengan membayar

sejumlah uang sebagai simbol perjanjian yang disebut Ana’a fazazita.

Nias Barat mengenal istilah Fame kȍla dengan jumlah babi 5 ekor babi 4

alisi (lima wa ȍfa), sekaligus membawa minyak kelapa34

- Fanofu li (hauga mbowȍ). Pihak keluarga laki-laki yang dipandu oleh si’o

datang kekeluarga pihak perempuan untuk menanyanyakan besaran

34

A. Melvina Gulȍ; A. Mesra harefa, A. ya‘ia Harefa

Page 29: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

106

mahar yang harus mereka bayar, walaupun dalam penetapan besaran

mahar sangat tergantung dari strata sosial dalam adat. Saat datang

menanyakan besaran mahar pihak keluarga laki-laki molewe (membawa

nasi dan daging anak babi yang dioleh sesaai adat Nias yang dibungkus

dengan pelepah pinang berserta tuak. Tingkatan mahar masing-masing

strata; ( rumpun adat di Luzamanu –Kecamatan Lotu dan sekitanya)35

strata ke 7 masyarakat biasa 50 rigi (sejenis uang koin kuno) atau 500

firȍ36

(sejenis uang koin kuno), dua ekor babi 8 alisi (80kg) sebagai

babi adat (bawi walȍwa), beras secukupnya, 12-18 ekor babi 4-6 alisi

(40-60 kg)37

strata 8-9 (kepala adat) sebesar 80 ringgit 800 firo babi 2 ekor 8 alisi di

tambah beberapa ekor babi seperti yang di atas.38

Strata 10-12 dengan mahar 120 ringgit atau 200 firo di tambah 2 ekor

babi 12 alisi di tambah beras dan beberapa ekor babi seperti di atas39

Tingkatan mahar masing-masing strata; Rumpun adat Laraga—kecamatan

Gunungsitoli dan sekitarnya)

Kelas budak; 1 ekor babi 8 alisi, di tambah 1 sese (5 firȍ)

35

A. Ya‘ia Harefa; A. Efir Zendratȍ, 25 Juni, 2017 36

Bila dirupiahkan sekarang, 1 rigi bernilai Rp. 75.000 dan satu firȍ bernilai Rp.150.000, 1

zese sma dengan 5 firȍ 37

dengan uraian 1 ekor untuk acara Fame’e laiduru sitobini, 1 ekor untuk acara Fame`e

laiduru sebua, 1 ekor pada acara fanunu manu jamatoro, 1 ekor pada acara fanunu manu sebua, 1

ekor pada acara Fanofu li, 1 ekor pada acara saat pengantar jujujuran/mahar (Fanema Ana’a), 1

ekor untuk pemuliaan para ibu (sumange ndra ina), 1 ekor pada acara Fame’e ba Famotu (acara

penggembalaan pra Nikah dari ibu-ibu), 2 ekor untuk saudara ibu yang disebut uwu, hal ini satu

ekor yang dipotong dan satu ekor yang kasih dengan hidup-hidup). 1 ekor sumange failasa, satu

ekor saat famuli nukha

38 Bagi anak kepala adat, maka jumlah babi semakin bertambah, yang digunakan sebagai

pemuliaan bagi kepala-kepala adat yang lain. 39

Semakin banyak tamu yang dimuliakan, maka jumlah babi yang dibebankan kepada keluarga

pengantin laki-laki semakin banyak.

Page 30: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

107

Strata 7 sara balaki (setara dengan 2 ekor babi 8 alisi atau 20 firȍ), 1

ekor babi 8 Alisi di tambah 1 sese

Strata 8 dua balaki di tambah 2 ekor babi 8 alisi di tambah dua sese

(10 Firȍ)

Strata 9 dan sepuluh, tiga balaki di tambah 3 ekor babi 8 Alisi ditambah

3 sese (15 firȍ)

Strata 12 seratus balaki, di tambah 100 ekor babi 8 alisi ditambah 100

zese40

Sejumlah uang koin kuno, babi yang terurai di atas diterima oleh orang tua, di

tambah lagi, bȍwȍ yang diterima oleh, uwu (saudara ibu dari pengantin

perempuan) awe/tua (nenek kakek) satu ekor babi sebesar 6 alisi, talifusȍ

(saudara perempuan yang telah menikah) masing-masing satu ekor babi 4

alisi, tana nama (om atau saudara ayah laki-laki masing-masing 1 ekor 4 alisi,

sifasambua tua (keluarga dari satu kakek), banua (yang satu kampung)41

- Femanga mbawi nisila hulu. Acara ini pengokohan kembali perjanjian

tentang pernikahan yang pernah dilakukan

- fangȍtȍ mbongi? Pembicaraan dan perencanaan hari pernikahan.

Penentuan hari pernikahan ini ada 3 tipe42

Bongi nono zalawa, artinya perjanjian yang dibuat oleh para kepala

adat dengan perhitungan kelender perbintangan. Perjanjian hari

pernikahan pada tipe ini masih bisa berubah.

Bongi dalifusȍ. Artinya penentuan hari pernikahan yang

40

Strata 11 dan dua belas sebenarnya tidak terdapat lagi dalam strata sosial manusia, karena

strata terssebut terdapat dalam mitos manusia pertama di Nias, dan hal itu tidak yaitu Tuada Luo

Mewȍna dan tuada Sirao 41

Bisa dibandingkan dengan budaya ȍsi ulu moro‘ȍ kabupaten Nias Barat; A. Melvina Gulȍ 42

A. Cipta Zebua; A. Gameni Harefa; Ama Mesra Harefa

Page 31: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

108

direncanakan oleh keluarga besar dari kedua belah pihak. Hari

pernikahan dalam perjanjian ini juga masih bisa berubah

Bongi Nina yang sering juga disebut bongi adulo (hari telur). Disebut

bongi adulo karena, hari yang ditentukan oleh seorang ibu harus

ditepati, kalau meleset berarti ada yang tidak beres dan pernikahan

tersebut bisa saja dibatalkan. Untuk mendapatkan kepastian hari

pernikahan, keluarga laki-laki mengunjungi rumah keluarga

perempuan, dengan membawa kembali bȍwȍ (mahar yang telah

disepakati) 43

.

- Sebelum fame’e, orang tua calon pengantin perempuan mendatangi keluarga

besar uwu (saudara ibu) untuk memberitahukan bahwa ada acara

pernikahan, sekaligus membawa bȍwȍ, sinema nuwu)

3. Pra Pernikahan

- Folau bawi (membawa Babi yang telah ditentukan jumlahnya) dan

yang lebih penting disini adalah dua ekor babi besar yang disebut bawi

walȍwa (babi adat untuk pernikahan) sebesar 12-15 alisi (120-200kg setiap

satu ekor). Sebelum pihak keluarga pengantin laki-laki berangkat

membawa babi tersebut, terlebih dahulu ere melakukan ritual yakni

memberi makan babi dengan telur disertai dijampi-jampi agar babi ini

menjadi babi pernihakan yang membawa kebahagiaan.

- Fame’e: pada saat ini para ibu-ibu melakukan penggembalaan pra nikah—

menyampaikan arahan-arahan, anjuran dan pantangan dalam keluarga bagi

calon pengantin perempuan, dalam proses ini pengantin perempuan

43

A. Gameni harefa, Ina Mesra Harefa

Page 32: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

109

diwajibkan menangis, sebagai makna duka bahwa dia tidak akan mungkin

mampu melakukan semua yang anjuran dan pantangan, sekaligus adanya

kesadaran bahwa besoknya akan berpisah dengan keluarga intinya menuju

pada keluarga asing (orang-orang yang tidak dikenal). Hal yang paling

penting ditekankan di sini adalah kedudukan perempuan sebagai istri;

Solaya Talinga Mbatȍ. Istri adalah pengelola dapur dan rumah tangga,

sebagai bendahara yang bijak dan mampu memenuhi gizi anggota

keluarga. Seorang istri bukan hanya mengelola pendapatan atau apa yang

dibawa oleh suami, tetapi harus bekerja keras juga agar dapurnya selalu

berasap tanpa ketergantungan dari suami.

Istri sebagai agen perdamaian dalam keluarga (lebih lengkap dan jelasnya,

baca: perempuan dalam keluarga)

4. Pesta Pernikahan. Pesta pernikahan dipimpin oleh kepala adat atau balugu,

dan dipenghujung acara, para penatua adat mengambil daun kelapa yang

masih putih, dan memotong-motongnya, kemuidian mensosialisasikan semua

tangungjawab, etika dan utang adat pengantin laki-laki dalam sebuah

keluarga, keluarga besar dan kampung, itulah sebabnya dalam penutup acara

ini, seorang kepala adat menyampaikan kalimat ―hȍnȍ mbȍwö no awai, ba

hȍnȍ mbȍwȍ so tosai (segala jalur adat telah dilalui dan diselesaikan, namun

segala urusan adat masih tersisa) artinya bahwa walau mahar telah diberikan

dengan penuh, namun seumur hidup menantu harus tunduk terhadap aturan

adat untuk mendukung mertua dalam setiap kegiatan dan acara keluarga

serta menghargai pihak mertua sebagai pemberi kehidupan bagi anak-

anaknya

Page 33: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

110

Karena perempuan dianggap sebagai manifestasi Silewe Hai Nazarata,

maka saat perempuan menjadi pengantin, perempuan dianggap sebagai ratu

yang harus diagungkan, saat acara pesta pernikahan, maka pengantin

perempuan dipindahkan dari rumah orang tuanya ke rumah suaminya dengan

digotong dalam sebuah kursi kebesaran dan dengan menggunakan baju

kebesaran (baju adat)—sebagai seorang ratu, perempuan dilarang

menginjakan kaki ke tanah dari rumah orang tuanya sampai rumah suaminya.

5. Pasca Pernikahan;

- Fame gȍ atau simȍi molohe mbaya-mbaya wakhe atau solo’ö tome sikoli.

Beberapa hari setelah pernikahan, maka ibu pengantin perempuan beserta

beberapa keluarga dekat menjenguk pengantin perempuan dengan

membawa lȍwȍ-löwö (nasi dan daging anak babi), pada acara ini keluarga

pengantin laki-laki menyambut ibu mertua beserta rombongan dengan

menghidangkan makanan besar berupa daging seekor babi 8 alisi. Begitu

juga untuk para ibu-ibu (istri-istri saudara ayah pengantin perempuan),

saudara pengantin perempuan yang telah menikah, saudara ayah pengantin

perempuan, dan setelah acara selesai maka bagi mereka siberi lagi babi

masing-masing satu ekor 8 alisi atau diuangkan dengan uang koin kuno 20

rufia (untuk ibu tidak boleh digantikan dengan uang koin—tetapi harus

dengan babi yang hidup). Kemudian untuk menghargai kepala adat yang

ikut, kepadanya diberi daging satu ekor babi, dan bagi peserta semua yang

ikut—daging masak dihidangkan ditalam besar dengan disimbolkan dalam

rahang babi.

- Famuli Nukha sebua ba femanga Gahe. Dua Minggu setelah pernikahan

Page 34: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

111

maka pengantin baru beserta beberapa orang dari anggota keluarga dekat

datang kerumah mertua dengan membawa lȍwȍ lȍwȍ, satu ekor babi hidup

8 alisi dan sara zese dan di sana mereka dihidangkap kaki babi yang telah

diasap. Acara ini memiliki dua tujuan;

Pengembalian baju kebesaran pengantin perempuan berupa baju adat,

kemudian, kepadanya diberi kain dengan kain-kain (bakal) dalam

jumlah banyak

Besoknya sebelum pulang, mereka didatangi oleh keluarga besar mertua

dengan memberi mereka ayam dan atau anak babi sebagai modal untuk

hidup, namun bila suatu waktu ada acara di keluarga besar mertua—

iparnya menikah, atau mertuanya meninggal, maka pengantin baru ini

(yang disebut menantu) harus memberi sejumlah uang dan babi sebagai

pertanda dukungan—ini hukumnya wajib, tapi tidak dianggap sebagai

beban, tetapi kemuliaan atau wibawa dari menantu itu sendiri sehingga

dia merasa bangga akan pemberiannya.

Proses terbentuknya keluarga terumuskan dalam sebuah ―hada‖ (adat)

yang telah di rakȍ atau famatȍ harimao. Karena itu, hada tidak boleh dilanggar,

bila ada sebuah pelanggaran maka diberi sangsi adat, pengasingan dan kutukan

dari para nenek moyang.

Masing-masing ―ȍri‖ (rumpun beberapa kepala adat) memiliki perilaku

adat yang berbeda dengan ȍri yang lain—baik proses terbentuknya sebuah

keluarga, maupun dalam bȍwȍ yang dijalani, namun perbedaan ini tidak

mencolok karena berpedoman pada hasil fondrakȍ. Namun dalam penelitian ini

yang menjadi perhatian utama bukanlah proses pembentukan sebuah keluarga

Page 35: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

112

baru dan bȍwȍ, tetapi kedudukan dan peranan perempuan dalam proses

pembentukan keluarga dan bȍwȍ tersebut.

Filosophi Bȍwȍ

Dalam bahasa Nias kata bȍwȍ mengandung tiga arti, tergantung konteks

penggunaan istilah tersebut. Makna pertama adalah budi baik, perilaku yang

sesuai dengan adat istiadat misalnya sȍskhi sibai mbȍwȍnia (perilakunya baik

sekali), lȍ sulȍ mbȍwȍ sisȍkhi sino matema (tidak ada balasan atas kebaikan hati

yang telah kami terima) obȍwȍ, (pemurah, murah hati), i`ila mbȍwȍ (tahu

tatakrama); kedua adalah bȍwȍ bisa diartikan sebagai sebuah pemberian karena

kasih sayang (pemberian orang tua kepada anak); ketiga adalah berhubungan

dengan mahar yang harus dibayarkan oleh pihak keluarga laki-laki kepada pihak

kelurga perempuan—hal ini ada kaitanya dalam proses pembentukan keluarga

baru (pernikahan). bȍwȍ untuk pernikahan strandarnya telah ditentukan dalam

sebuah fondrakȍ, walaupun bȍwȍ tersebut dalam pelaksanaanya mengalami

kelenturan, kelenturan ini terjadi dalam negosiasi kedua belah pihak (tanpa

melibatkan calon pengantin)

Dilihat dari besaran bȍwȍ di atas (baca: Prose pembentukan Keluarga)

pada dasarnya bȍwȍ (mahar) hanya sekedar upacara pernikahan dengan

pengesahan-pengesahan yang disimbolkan dalam beberapa uang koin kuno (firȍ),

dan beberapa ekor babi. Simbol-simbol penghargaan tersebut dibayarkan oleh

keluarga pihak laki-laki sebagai sebuah pengorbanan yang harus dilakukan untuk

mendapatkan dan pemindahan seorang yang dimuliakan, dihargai, yaitu

perempuan. Bukti pemuliaan perempuan, terjadi saat pernikahan telah selesai,

Page 36: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

113

maka pengantin perempuan digotong dalam sebuah kursi kebesaran dan pakaian

kebesaran adat sampai ke rumah pengantin laki-laki—pengantin prempuan

dianggap sebagai ratu. Bagian kedua adalah pada zaman dahulu, seorang suami

memiliki istri resmi dan istri dari budak. bȍwȍ adalah sebuah ―kebahagiaan‖ dan

pemuliaan bagi perempuan di mana perempuan yang menikah tersebut telah

menjalani prosesi pernikahan melalui pengorbanan suaminya. Hal itu

membedakan istri yang disebut beli gana’a tersebut dengan istri-istri dari budak

yang tidak menjalani prosesi dan ritual pernikahan serta tidak pernah di beri bȍwȍ,

bagi orang tuanya.44

Bila dilihat dari sejarahnya, bȍwȍ yang di bahas di atas sebenarnya

terjadi setelah orang-orang Aceh, orang Arab masuk di Nias melakukan

perdagangan, terutama pembelian budak-budak yang kemudian di jual dimana

mereka singgah berdagang, itulah sebabnya nama seorang istri dari budak

disebut real (mata uang arab). Penentuan besaran bȍwȍ dengan menggunakan

firȍ, terjadi setelah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) masuk

dikepulauan Nias, sehingga Nias mulai mengenal mata uang sebagai alat tukar,

dan hal ini juga digunakan dalam penentuan ―bȍwȍ‖ (mahar).

Sebelum Arab, Aceh dan Belanda masuk di Nias, sebuah cerita rakyat

yang sangat dipercaya oleh masyarakat Nias bahwa bȍwȍ yang harus dibayarkan

oleh pengantin laki-laki jauh lebih besar. Konon suatu waktu Tuada Ho

melakukan pesta besar dengan mengundang para tua-tua adat, kemudian dalam

pesta adat tersebut Inada Nandrua (Istri Ho) berpenampilan kurang layak (tiak

rapi dan kurang bersih), karena itu orang-orang dekat Ho menyampaikan

44

Pdt. F. S Gea, A. Gameni Harefa, A. Efir Zendratȍ

Page 37: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

114

kekecewaanya atas penampilan Nadrua dan mendorong Ho untuk menikah

kembali. Pada suatu waktu Ho berjalan tanpa arah alu sampailah Ho di Nakhe

Lauru, terus menelusuri arus air dan tibalah dia ke sungai Idanoi, dan di situ dia

menemukan ada sekam terbawa arus, lalu dia berpikir bahwa dihulu sungai

Idanoi pasti ada perkampungan. Lalu dia menelusuri sungai tersebut dan tibalah

di kampong Delamaera, sekarang disebut Onowaembo. Sebelum tiba

diperkampungan, Ho melihat seorang perempuan berparas cantik, setelah tiba di

perkampungan, dia menuju rumah Tuada Daeli. Setibanya di rumah tersebut

baru di menyampaikan keinginanya untuk melamar seorang gadis (yang

dilihatnya dipermandian) dan Tuada Daeli bertanya gerangan yang mau

dipasangkan dengan perempuan tersebut, lalu Tuada Ho menjawab bahwa dialah

yang akan meminang permpuan tersebut. dengan penolakan yang halus, tuada

daeli menyatakan persetujuan dengan persyaratan bȍwȍ yang harus di bahwa

adalah emas seberat badan anak gadisnya. Tuada Ho tidak keberatan, lalu pamit

dan berjanji akan kembali, beberapa hari kemudian Ho kembali bersama dengan

pelayanya yang memikul emas melebihi berat badan adak gadis tuada Daeli,

pernikahanpun dilangsungkan. Mulai saat itu, bȍwȍ menjadi budaya bagi

masyarakat Nias sebagai bagian penghargaan dan pemuliaan bagi perempuan

Nias.45

Dalam perkembangan akibat pergeseran budaya, maka bȍwȍ tidak

dipandang lagi sebagai pengorbanan, tetapi sebagai beban dan transaksional

ekonomi, dalam penentuan bȍwȍ sebuah pernikahan, tidak hanya ditentukan oleh

strata sosial (adat), tetapi berdasarkan strata sosial ekonomi, dan pendidikan, dan

45

A. Tinus harefa, A. Mesra Harefa. Pdt. F. S. Gea.

Page 38: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

115

pekerjaan calon pengantin. bȍwȍ tidak dihitung lagi dengan uang koin kuno,

tetapi dengan uang, emas dan babi, sehingga jumlah bȍwȍ yang harus dibayarkan

dalam pernikahan sekarang ini kurang lebih seratus juta.

Laki-laki dalam tradisi dan Keluarga Nias.

Sebelum membahas Perempuan dalam keluarga, terlebih dahulu kita

membahas laki-laki dan anak dalam keluarga secara singkat. Laki-laki yang telah

berkeluarga sangat dituntut keterlibatannya dalam lingkungan sosial. Keterlibatan

bukan yang dimaksud adalah keaktifan dalam memecahkan permasalahan sosial

dan budaya. Setiap saat para laki laki yang terdiri dari tuhenöri, satua

mbanua,si’ulu, balö ji’ulu, si’ila (Nias Selatan), para tokoh yang lain berkumpul

bersama membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan ―adat‖ desa yang

dihubungkan dengan tata cara hidup/etika, status, pernikahan, kematian,

pemberian nama, atau konflik antar desa (Nias selatan menyebutnya horö

mbanua), sengketa tanah atau segala sesuatu yang berhubungan kehidupan

bermasyarakat.

Laki-laki yang kemudian disebut ayah (Ama) sebagai kepala rumah tangga

(hȍgȍ wongambatȍ) berperan sebagai perencana masa depan anak dan atau

keluarga, pemberi keputusan, pelindung istri dan anak anaknya, melakukan

pekerjaan yang berat, berperan aktif mencari dan memenuhi kebutuhan keluarga46

.

Selain itu, seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga yang diidentikkan

sebagai raja dalam keluarga, maka segala sesuatu yang dia putuskan menjadi

46

Idealnya dalam tradisi Nias laki-laki adalah tulang punggung keluarga, dialah yang harus

bertanggungjawab mencari dan mencukupkan kebutuhan keluarga bertanggungjawab melakukan

pekerjaan-pekerjaan berat, namun kenyataanya sebagian bapak-bapak menjadi bayi-bayi besar

yang harus dipelihara, diberi kebutuhan oleh istrinya. Istri membawa kapak menebang kayu di

ladang, bahkan ada yang memanjat kelapa, istri ikat pingganya kuat-kuat untuk menyadap karet,

kerja diproyek demi sesuap nasi untuk anak-anak dan suaminya, bayar utang nikah, suami sibuk

―orahu‖ di warung-warung sambil minum tuak.

Page 39: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

116

hukum yang tidak boleh dilanggar atau didaulat oleh anak dan isterinya.

Keputusannya adalah hukum yang harus dilaksanakan, baik semasa dia hidup

maupun setelah meninggal.

Setelah kematian, seorang ayah dalam sebuah keluarga dikultuskan dan

dianggap sebagai tuhan (menghormati bahkan memujanya sebagai roh nenek

moyang—maka anak-anaknya membuatkan patung baginya yang disebut adu

jatua), karena itu setiap acara (menanam, panen, pernikahan, dll.) dalam

masyarakat Nias selalu melakukan ritus-ritus dan berdoa meminta bimbingan dan

izin sang ayah.

Anak Dalam Keluarga Masyarakat Nias

Ada ungkapan dalam bahasa Nias mengatakan ― Do hörö gana’a ba do

dödö Nono (leterlek ―darah mata emas dan darah hati adalah anak) artinya emas

dan harta adalah suatu yang indah dan menyenangkan sekaligus dengan memiliki

harta dan emas yang banyak akan mengankat strata sebuah keluarga di mata

masyarakat. Meraih harta dan emas perlu perjuangan dan kerja keras. Sementara

anak adalah buah hati yang didambakan kehadiranya dalam sebuah keluarga,

karena itu bila sebuah keluarga baru belum kunjung memiliki momongan, maka

keluarga itu melakukan berbagai ritus;

1. Menemui si’o/telangkai47

(perantara yang mempersatukan dua keluarga—

keluarga pihak perempuan dan pihak laki-laki sehingga terjadi suatu

pernikahan), dengan membawa löwö-löwö (anak babi yang disembelih sesuai

dengan adat Nias) serta membawa firö (sejenis mata uang logam Belanda

jaman dulu) yang bisa diganti dengan uang ratusan ribu. Kemudian si’o berdoa

47

Sirait Laoli Rostina R., dkk, Adat dan Upacara Pernikahan Daerah Nias, Depdikbud Prov

Sumatra Utara, 1984/1985, Hal. 43

Page 40: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

117

agar keluarga baru tersebut diberkati Tuhan yang ditandai dengan kehadiran

buah hati (seorang anak).

2. Menemui paman isteri (saudara ibu isteri—dengan ritus yang sama)

3. Menemui orang tua isteri (dengan ritus yang sama)

Jika ritus tersebut telah dilakukan dan ternyata belum juga mendapatkan

momongan, maka akan menjadi gunjingan dalam suatu masyarakat bahwa isteri

seseorang itu mandul. Dengan demikian maka suami berhak menikah kembali,

demi mendapatkan keturunan yang berfungsi sebagai pwearis baginya. Tetapi

jika seorang isteri hamil maka, keluarga melakukan ritus lanjutan, yaitu menemui

orangtua perempuan (isteri) untuk memberitahukan bahwa keluarga baru itu akan

mendapatkan momongan (isteri telah hamil) yang disebut dengan istilah

faruwusi48

.

Jika keluarga baru telah melakukan beberapa ritus tetapi istri belum

menunjukan tanda-tanda hamil, atau telah memiliki beberapa anak perempuan—

belum ada anak laki-laki, maka dalam tradisi Nias Kuno, suami bisa menikah,

namun setelah Kekritenan menjadi Agama suku‖ Nias hidup berpoligami di

larang keras. Untuk mendapatkan anak (pewaris) cukup mengadaopsi anak49

dari

saudaranya.

Ritus adopsi anakpun harus dilalui oleh pasangan suami istri yang

mengadopsi seorang anak bagi mereka. Keluarga kecil ini harus memenuhi

persyaratan-persyaratan adat misalnya menjamu makan semua masyarakat dan

48

Mendrofa Sw, Tingkatan Dan Proses Hukum Tradisional Ononiha, Sejak Manusia Itu Lahir

Sampai Menikah—Berumah Tangga, Gunungsitoli, 1992, hal 2-3 49

Ada sebua kepercayaan bagi masyarakat Nias bahwa mengadopsi anak bertujuan untuk

―memanggil anak‖ mereka yang masih berada di dunia lain, bila proses ini dilakukuan maka

beberapa bulan kemudian perempuan (istri) akan hamil. Dan anak yang diangkat tetap diakui

sebagai anak kandung.

Page 41: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

118

keluarga anak yang diadopsi, orang tua, saudara pihak bapak dan ibu dan penetua

adat, juga dengan membayar dengan emas sebesar 3 fanulo (30 gram emas) untuk

diberikan kepada penetua adat dan pihak paman (saudara laki-laki dari ibu

sianak)50

dan sembilan fanulo untuk membayar air susu ibu kandung anak yang

diadopsi. Jika ternyata, keluarga kecil ini belum diberkahi anak kandung, maka

suami tetap menerima kenyataan ini, mereka tetap menganggap anak adopsi

sebagai anak kandung, sebagai pewaris keluarga.

Perempuan Dalam Keluarga

A. Perempuan Sebagai Anak dalam keluarga

Ada beberapa hal yang menarik dengan kedudukan perempuan bagi

masyarakat Nias (baik dalam keluarga atau dalam lingkungan sosial). Di satu

sisi, perempuan sebagai ibu, karena itu dia harus dan selalu dihargai,

dimuliakan dan menjadi cerminan dan penentu masa depan anak-anak. Di sisi

lain, perempuan diposisikan sebagai kelas subordinat sehingga bisa

dikategorikan sebagai subaltern dalam bahasa poskolonial feminism. Berikut

akan diuraikan filosophi kedudukan perempuan dalam masyarakat Nias yang

di dalamnya penulis mengajak pembaca untuk melihat realita perempuan

dalam keluarga dan masyarakat Nias.

Bila seseorang lahir, maka masing masing (baik laki-laki maupun

perempuan) berada dalam suatu konstruksi sosial dan harapan-harapan

keluarga bagi seseorang tersebut. Seorang anak laki-laki yang baru lahir

desebut sebagai fangali mbrȍrȍ jisi, fangali mbu’u kawongo (sebagai gerenasi

penerus dan pewaris dan pelindung bagi keluarga), sementara jika seorang

50

http://Library.usu.ac.id/download/fh-mariati

Page 42: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

119

anak perempuan yang lahir, maka kepadanya diberi harapan sebagai ana’a

jatua (emas dan harta bagi orang tua), berhubungan dengan `Ana‘a atua, maka

perempuan itu sebagai samatȍla banua, famakhai jitenga bȍ`ȍ (penghubung

desa dan atau keluarga, media pemersatu dengan keluarga yang lain)—melalui

pernikahan51

.

Berhubungan dengan hal tersebut, maka disaat orang tuanya melakukan

ritus fangai bowoa, maka (Nias utara) orang tua menyerahkan ȍmȍ nono

(utang adat anak kepada kakek-nenek dan paman-pamanya) bila anak laki-laki

dibayar penuh, dan bila anak perempuan dibayar setengah, karena yang

setengahnya atau bahkan jauh lebih besar adalah saat anak itu besar dan

dinikahi—di saat orang tua datang famanȍrȍ ono dan kepada anak diberi

periuk yang berisikan beras, telur yang kemudian ditutup dengan daun pisang

(baca. Proses terbentuknya keluarga dan strata sosial). Di Nias Selatan, bagi

anak laki-laki akan di beri pedang dan tombak, sebagai simbol bahwa anak itu

kelak sebagai pemburu, penacari nafkah dan pelindung bagi keluarga,

sementara agi anak perempuan diberi periuk sebagai simbol bahwa anak itu

kelak wilayah domisilinya sebatas dapur.

Saat anak-anak semakin besar, anak laki-laki diberi kebebasan untuk main

di luar bersama teman-temannya dan setelah agama Kristen masuk di Nias,

pendidikan mulai disosialisasikan, maka anak laki-laki selalu di dorong untuk

mengejar pengetahuan dan sekolah setinggi-tingginya.

Anak perempuan dibatasi ruang geraknya untuk bermain (dilarang keluar

jauh dari rumah), tidak di dorong masuk sekolah, tetapi bersama dengan

51

A. Cipta Zebua, A. Mesra Harefa

Page 43: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

120

ibunya mengurusi urusan dapur, bertani, berkebun dan memelihara binatang

piaraan ayahnya (beberpa ekor babi di kandang) agar perekonomian ayahnya

semakin membaik dan mempengaruhi strata sosial keluarga tersebut—anak

perempuan sebagai pekerja keras tanpa bayaran dalam rumah tangga. Sejak

kecil sampai besar anak perempuan sangat di jaga dengan tujuan agar harta itu

jangan sampai tercemar dan hilang ―dicuri orang.‖ 52

Dalam tahap ini, anak

perempuan bisa dikatakan sebagai pribadi titipan, karena saat dia menikah,

perempuan tersebut pergi dari rumah orang tuanya tanpa membawa harta

warisan dari orang tua. Seorang nenek menceritakan pengalamanya semasa

kecil;

―waktu kecil (sejak umur 8 tahun) kami (anak-anak perempuan) diwajibkan untuk

membantu pekerjaan rumah dan diberi tugas khusus untuk mengambil makanan

babi, saudara kami laki-laki dipaksa untuk sekolah, jika malas pergi ke sekolah

maka ayak saya memukul saudara-saudara kami laki-laki, tetapi anak-anak

perempuan dipaksa bekerja di lading dan di sawah. Setelah umur saya 13 tahun

saya di lamar—saya tidak mengerti apa-apa) saya sedang asik bermain di

halaman, beberapa bulan demikian orang tua mengatakan bahwa saya akan

menikah. Saya mengiakan saja, karena tidak mengerti apa itu pernikahan, saat

hari pernikahan saya dipaksa berperilaku layaknya pengantin, namun setelah

sampai dirumah suami, saya tukar baju dan pergi kerumah orang tua saya lagi,

bapak saya marah-marah, tetapi mama menenangkan bapak dan memanggil saya

dan memberitahukan semua apa yang harus saya lakukan. Beberapa tahun

kemudian, saudara laki-laki saya menikah, orang tua memanggil kami (saya

bersama suami) dan memberitahukan utang bȍwȍ yang harus kami berikan.

Suami saya menurut saja karena seperti itulah tradisinya‖ (IH)

Cerita tersebut menggambarkan perilaku orang tua terhadap anak-anaknya

dalam tradisi Nias. Setelah sampai pada strata lima dan enam (baca: strata

sosial), seorang anak perempuan akan dipinang/dilamar. Dalam proses

peminangan, anak perempuan tidak mengetahui bahwa dirinya sedang atau

ingin di lamar, kalau pelamar berasal dari desa tetangga, maka perempuan ini

52

Mendrofa Sw, Tingkatan Dan Proses Hukum Tradisional Ononiha, Sejak Manusia Itu Lahir

Sampai Menikah—Berumah Tangga, (Gunungsitoli, 1992), 2-3

Page 44: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

121

tidak mengetahui (fisik dan karakter) laki-laki yang dijodohkan kepada-nya,

walaupun kemudian akan diberitahu bahwa ada yang melamar, bukan dalam

arti meminta persetujuan-nya—hanya sekedar informasi, dan di saat para si’ȍ

dan laki-laki yang meminang datang kerumah, perempuan ini tidak boleh ke

ruang tamu, melainkan mengunci diri di kamar atau bekerja di dapur. selain

itu perempuan yang dilamar tidak berhak mengetahui bȍwȍ (mahar)

pernikahan, besaran bȍwȍ akan di ketahui kelak di saat sudah diperistri dan

mertuanya memberitahukan semua utang (bawi, emas, uang) kepada orang—

sebelum pernikahan, keluarga laki-laki meminjam uang, emas dan babi

dengan kerabat, karena itu dia harus bekerja keras untuk membayar utang-

utang tersebut.

Hampir semua narasumber melihat sisi positip ruang gerak anak

perempuan sangat dibatasi, pertama adanya anggapan bahwa perempuan

sangat rentan dengan kekerasan dari luar rumah. Walaupun tidak bisa

dipungkiri bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak hanya berasal dari luar

rumah, tetapi juga dari dalam rumah—dari orang-orang yang dikenal. Hasil

penelitian yang pernah dilakukan oleh PKPA dengan metode kuantitatif pada

tahun 2007 menunjukan data bahwa 12,6 % anak remaja mengalami

kekerasan fisik dari orang tua.

Beberapa data dari kepolisian menginformasikan bahwa rentanya

perempuan terhadap kekerasan di luar rumah;

- Data yang diambil dari polsek Sirombu (Kabupaten Nias Barat)

mencatat ada enam kasus, yang terdiri dari 1 kasus pelecehan seksual,

Page 45: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

122

dua kasus penganiayaan, satu kasus pembunuhan, pencurian dan

penhinaan masing-masing satu kasus

- Data yang diambil dari polsek Tuhemberua (kabupaten Nias Utara)

mencatat ada 11 kasus; masing-masing pencabulan, penganiayaan,

pelecehan dan pengancaman

- Data yang diambil dari Polres Nias mencatat ada empat kasus

pemerkosaan, 2 kasus pelecehan/ cabul pada tahun 2007, pada tahun

2006 terdapat lima kaus pemekosaan dan pelecehan seksual sebanyak

lima kasus

Selain dari lembaga kepolisian, data yang didapat dari lembaga

swadaya masyarakat (LSM)—lembaga-lembaga ini berkiprah khusus

perlindungan dan pendampingan hukum terhadap perempuan dan anak,

sehingga masyarakat yang mengetahui keberadaan LSM ini lebih memilih

mendatangi dan meminta perlindungan-pendampingan hukum ketimbang

langsung ke kantor polisi.

Table 4: data kekerasan terhadap perempuan dari berbagai lembaga53

Nama

Lembaga

Kasus 2007 2006

PKPA Nias Pemerkosaan 9 kasus

Pelecehan

seksual

1 kasus

Pusaka

Indonesia

Pemerkosaan 1 kasus 2 kasus

Pelecehan

seksual

1 kasus 2 kasus

Dilacurkan 2 kasus -

Pesada Pemerkosaan 1 kasus -

Pelecehan

seksual

- -

53

Tim Peneliti PKPA, Perempuan Nias Merajut Mimpi, ( Medan, PKPA:2008), 36-37

Page 46: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

123

Data yang ditemukan di lapangan, seorang pemudi menceritakan

pengalamanya, dua tahun sepeninggal almarhum ibunya, ayahnya memanggilnya.

― suatu malam saya dipangil ayah memberitahukan kepada saya kalau ayah punya

niat untuk pergi merantau, karena itu, dia menitipkan adek-adek ke saya, baru

saya menangis, dan bertanya kepada ayah bagaimana saya menghidupi adek-

adek…malam itu tidak ada penyelesaian, ayah keluar rumah dan kami anak-anak

tidur di kamar. Dua hari berikutnya ayah memanggil saya kembali dan

mengulangi pernyataanya karena sudah tidak tahan di rumah, karena ibunya

sudah tidak ada, karena itu jika DN melarang ayah pergi, maka DN harus

melayani Ayah sebagaimana ibumu dulu—sebagaimana suami istri. Saya marah

dan pergi dari hadapa ayah, satu minggu berikutnya ayah kembali meminta

pendapat saya, baru selang satu bulan, hampir setiap hari ayah bilang mau pulang,

dank arena saya khuatir dengan adik, adik, akhirnya saya melayani ayah sebagai

suami istri, beberapa bulan berselang saya mulai hamin, dan saya berusaha

menutupi hal itu, tetapi lama-kelamaan perut saya tidak bisa ditutupi lagi,

akhirnya dengan desakan keluarga,, aparat desa dan bantuan LSM kasus saya

dilaporkan dikepolisian, ayah dipencara dan saya melahirkan, anak tersebut cacat

kemudian meninggal. Sekarang kami ditampung oleh salah satu panti asuhan di

luar Nias‖

Cerita ini mau mengisahkan begitu rentannya perempuan terhadap

kekerasan. Kekerasan bisa saja datang dari berbagai pihak, kapan dan di mana

saja. Seorang ibu (CS) menceritakan rasa pedih kematian anak perempuanya.

―Masih terngiang diingatan saya bagaimana anak saya mampir pergi sekolah,

pagi-paginya dia berangkat dengan menggunakan baju kerja karena mau

menderes karet, selesai dari situ langsung ganti baju dan siangnya pergi sekolah.

Tetapi sorenya KN tidak pulang-pulang, malam hari kami mulai gelisah, tetapi

anak kami belum pulang-pulang. Tengah malam semua orang desa ikut mencari

KN, tetapi tidak bertemu. Siangnya pencarian masih saja berlanjut, baik di desa

maupun dirumah-rumah temannya, serta menelefon saudara-saudara yang di

Sibolga atau Medan—dengan anggapan siapa tahu KN melarikan diri dengan

laki-laki. Dua hari berselang, kami hampir pasrah, kami menemukan mayat KN

di bawah jempatan dengan tali-tali yang melilit tubuhnya. Kami sangat

kehilangan KN diperkosa dan dibunuh‖

Dua cerita tersebut hanya segelintir kekerasan terhadap perempuan,

kekerasan-demi kekerasan terhadap perempuan masih lebih banyak lagi yang

Page 47: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

124

tidak terungkap terutama kekerasan fisik dan psikis terhadap anak dalam sebuah

keluarga.

B. Perempuan sebagai Anak Tunggal dalam Sebuah Keluarga.

Kehadiran sorang anak dalam sebuah keluarga adalah sebuah sukacita

yang sangat besar. Namun jika dikemudian hari keluarga hanya memiliki

seorang atau lebih anak perempuan, maka keluarga (ayah dan ibu) tidak merasa

nyaman dan kurang bahagia.

Dalam tradisi (budaya) orang Nias anak perempuan tidak berhak

mewarisi harta warisan orang tuanya. Jika kelak orang tua (ayah) meninggal

dunia, maka semua harta warisan akan dikelola dan menjadi milik saudara laki-

laki ayah atau keponakan ayah (anak saudara laki-laki dari ayah).

C. Perempuan sebagai anak angkat dalam sebuah Keluarga

Bila sebuah keluarga tidak memiliki anak, maka pasangan suami istri bisa

mengangkat seorang anak. Jika anak yang diangkat adalah seorang anak

perempuan, kedudukanya sama seperti seorang anak kandung perempuan pada

umumnya, dia akan diperlakukan sebagai seorang perempuan (tidk mendapat

harta warisan dan tidak berhak mewarisi marga dan tradisi keluarganya.

D. Perempuan Sebagai Isteri

Kutipan syair dalam tarian tradisonal masyarakat Nias yang disebut

maena, menuturkan, ―habȍrȍ wa’atabȍ mbawimi, habȍrȍ wa’ebua gana’ami,

mihalȍ niha ba dalu ndrȍfi, lȍ mibalai ginȍtȍ wamasi” (Karena tambunya

babi, karena besarnya emas, kalian mekukan pernikahan dimusim paceklik,

tidak sabar menunggu musim panen). Terbentuknya sebuah keluarga terjadi

Page 48: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

125

karena uang, emas dan babi, filosophi awal bȍwȍ sebagai kemulaian,

kebanggaan dan pengorbanan keluarga besar pengantin laki-laki bergeser

menjadi sebuah transaksi ekonomi. Filosophi Tujuan terbentuknya sebuah

keluarga tidak hanya pada reproduksi, membangun peresekutuan dengan desa

dan keluarga lain, perdamaian, politis, tetapi juga bertujuan pengembangan

ekonomi kelurga besar perempuan, itulah sebabnya jika anak perempuan yang

lahir, disebut ana’a zatua. Karena pernikahan hampir hampir menjadi

transaksi jual beli (ekonomi) 54

. Sesampainya pengantin perempuan dirumah

pengantin laki-laki kepadanya diberi nama: 55

Böli gana’ö (pribadi/manusia yang ditukarkan dengan emas), sehingga

isteri dalam sebuah keluarga dianggap sebagai harta, karena itu suami bisa

memperlakukan isterinya dengan sesuka hati, karena dia hanyalah harta.

Perlakuan kasar suami terhadap istri, pada umumnya terjadi atas profokasi

dari ibu mertua dan lakha mbȍli gana`a (saudari suami), ibu mertua

menjadi pengendali penuh sebuah keluarga, dan menjadikan menantunya

sebagai pembantu atau budak, karena dia adalah bȍli gana`a. Ibu mertua

memaksa menantunya kerja dari subuh sampai malam untuk mendapatkan

hasil pertanian yang lebih banyak, beternak babi lebih banyak untuk

memabayar utang, sekaligus untuk mengangkat stara sosial mereka.

Kekerasan dalam keluarga tidak hanya terjadi dengan kata-kata, tetapi

kekersan fisik yang dilakukan oleh suami, ibu mertua, bahkan lakha mbȍli

gana`a. Jika utang telah dilunasi, uang dan emas semakin banyak, maka

mereka bisa melekukan pesta besar (mangowasa) untuk memperoleh nama

54

Bdk. Nurulantropologi.blogspot.co.id diakses pada 20 September 2016. 55

Sirait Laoli Rostina R., dkk, Adat dan Upacara Pernikahan Daerah Nias, Depdikbud Prov

Sumatra Utara, 1984/1985, Hal. 43

Page 49: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

126

satua hada atau balugu. 56

perempuan baru bisa menjadi solaya talinga

mbatȍ (pengendali dapur atau perekonomian keluarga) secara penuh di

saat ibu mertuanya telah meninggal (hal ini hanya berlaku bagi menantu

anak sulung), atau disaat anak-anak sudah mulai besar, utang pernikahan

sudah terlunasi semua dan pisah rumah dari orang tua. Seorang ibu

menceritakan bagaimana pengalamanya setelah menikah.

― Beberapa minggu, bulan dan tahun setelah menikah saya bagaikan

seorang budak dalam keluarga. Budak dalam mengerjakan segala sesuatu

walaupun saya tidak mampu mengejakannya. Budak seksual suami. kami

memiliki sawah (kurang lebih 25 km dari rumah) subuh sekali (setengah

4) sudah bangun, mengurus ternak dan memasak, jam lima dengan

membawa obor berangkat ke sawah, kadang bersama suami dan kadang

dengan ibu mertua. Sautu kali saya bilang suami supaya kami tidak

pulang pergi dari rumah kesawah setiap hari, apa lagi disaat mewo (

menjaga hama burung yang selalu memakan), maka suami

menyetujuinya, menjelang malam kami istreahat dan makan, kemudian

suami pergi meninggalkan saya sendiri semalaman ditengah persawahan

yang luas, suami pergi ke kampong berjudi. Say kami dirumah para

lakha dan ibu mertua memukili saya dengan kayu tanpa alas an yang

jelas. Seteah anak-anak saya lahir, pakaian mereka compang-camping,

kadang ibu saya sendiri yang membelikan kain bakal dan dijahitnya utuk

anak-anak saya. Bekal padi begitu banyak, uang ada, tetapi ibu mertua

saya sangat pelit, yang dipikirkan hanya untuk kemuliaan dan strata

sosial saja‖ (Ina G)

Niowalu (isteri seorang laki-laki), seorang isteri betugas melayani

suaminya dalam segala hal. Seorang isteri dituntut menjadi pendamping

hidup bagi suaminya dalam mencari kebutuhan setiap hari—bahkan

sebagian keluarga menjadikan isteri menjadi tonggak utama dalam

mencari nafkah, beternak dan berkebun/berladang, sebagai tukang cuci

dan tukang masak bagi suaminya. Jika istri tidak bisa memasak dengan

baik maka dia bukanlah isteri yang baik dan sempurna, karena itu

selayaknya dia diusir dari rumah dengan memanggil semua orang desa dan

56

Ina Gamita, 2 Mei 2017; I. Edwin Telaumbanua

Page 50: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

127

memberitahukan kejelekan atau kelemahan isterinya dan memotong seekor

babi yang besar, kemudian perempuan itu diusir dari rumah suaminya.

Atau jika memulangkan perempuan dirumah keluarganya, maka suami

berhak untuk menikah kembali. Seorang pengantin baru menceritakan

bagaimana dia dipukul oleh suami atas hasutan ibu mertua;

―beberapa hari setelah pernikahan, saya mulai memasak, walaupun saya

belum pintar memasak, saya melihat dari raut wajah ibu mertua dan ipar-

ipar saya saat makan, kelihatanya mereka tidak menikmatani makananya.

Beberapa hari berselang, maka ibu mertua saya mungkin sudah tidak

tahan dengan masakan saya, dan marah-marah, kemudian saya galau dan

menangis, menutup diri di kamar. Sorenya suami saya pulang kerja, dan

ibu mertua melanjutkan amarahnya melihat hal tersebut suami saya

marah dan masuk kamar, lalu saya di tarik, dijambak, ditendang, saya

merasa pergelangan saya kesemutan dan rupanya tangan saya patah, saya

ditendang seperti seorang musuh atau pencuri, beberapa tulang rusuk

saya patah dan akhirnya dengan sisa tenaga melarikan diri dan saya

diantar di LSM dan dengan bantun LSM saya dibawa berobat dan

didampingi secara hukum‖ (ibu ZN)

Bene’ö. perempuan diidentikan sebagai sebatang pohon yang harus

berbunga dan berbuah, artinya seorang istri dituntut untuk melahirkan

anak (laki-laki sebagai pewaris dan perempuan sebagai harta) bagi seorang

suami, jikalau seorang isteri tidak memiliki seorang anak, maka

perempuan itu dianggap tidak sempurna dan tidak layak dipanggil sebagai

ibu, karena itu perempuan yang tidak sempurna itu layak dimadu atau

diusir dari rumah suaminya. Nias tradisonal mengijinkan seseorang untuk

berpoligami, demi mendapatkan anak laki-laki. Berikut cerita salah

seorang ibu yang tidak memilki anak;

― suatu hari suami, minta saya mengizinkanya menikah kembali karena saya

tidak bisa memberinya anak. atas desakan keluarga besarnya, dan perlakukan

kasar baik dari suami atau dari ibu mertua, maka akhirnya saya

mengizinkanya menikah kembali dengan menggunakan semua harta benda

hasil jerih payah saya selama ini‖ (Ina UZ)

Page 51: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

128

Jika suami seorang yang baik hati (tidak terpengaruh dengan hasutan

orang tua dan keluarga besar), maka jika suatu waktu suami meninggal,

maka status istri sebagai janda dan tidak memilik hak dalam keluarga

tersebut (termasuk mewarisi harta benda), dan atau jika keluarga kecil

tersebut memilki satu atau beberapa anak perempuan, maka anak-anak

perempuanya tidak berhak mewarisi harta benda dari orang tuanya—yang

berhak adalah saudara sepupu laki-laki. Seorang ibu menceritakan

bagaimana pedihnya menerima kenyataan bahwa dia tidak memiliki anak

Dari tiga nama tersebut di atas, maka perempuan yang telah menjadi istri

akan mengalami berbagai bentuk ketidak adilan;

1. Ada istilah tebai saita zimbi zigelo. Maknanya, seorang perempuan baik

dilingkungan masyarakat atau dalam keluarga tidak boleh memimpin,

bahkan tidak memiliki hak suara dan atau tidak bisa mengambil keputusan,

karena perempuan itu ha ni’ȍli tȍla hȍgȍ (sesesorang yang dibeli dengan

uang, emas dan babi).

2. Bila ada cara dirumah orang tuanya, keluaga ini dipanggil sebagai ono

alawe (anak perempuan yang telah menikah), namun memiliki

tanggungjawab sebagai pekerja di dapur, bila acar tersebut adalah sebuah

acara pernikahan (saudara yang menikah), atau orang tua meninggal, maka

keluarga ono alawe ini harus membayar (babi dan uang) sebagai dukungan

dan penghargaan atau pemuliaan dirinya sendiri sebaga ono alawe, di sisi

lain, dalam acara ini ono alawe tidak memilki hak suara, karena dia

hanyalah ono alawe

Page 52: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

129

3. Perempuan sebagai istri akan dan selalu mengalami kekerasan fisik dan

non fisik, baik dari suami maupun ibu mertua. Jarang sekali terjadi

hubungan yang baik antara menantu dengan ibu mertua (perilaku akur ini

hanya terjadi pada keluarga yang memilki starat sosial yang lebih tinggi).

Sebuah data lembaga swadaya masyarakat yang membantu pelayanan dan

perlindungan hukum terhadap perempuan yang mengalami kekerasan

dalam rumah tangga pada tahun 2015-2017

Tabel 5: Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga pada tahun

2015-2017

No Jenis

Kekerasan

Jumlah Keterangan

1 seksual 4 terjadinya kekerasan seksual dalam rumah

tangga

2 Fisik 7 Terjadi berbagai pemukulan, sampai

tingkat patah tulang

3 Ekonomi 5 Pemiskinan perempuan dalam keluarga

dengan pembatasan kebutuhan

4 Psikis 3 Berbagai penghinaan dan tekanan mental Data telah di oleh dari data base Pesada

Data ini hanya sebagian kecil dari berbagai bentuk kekerasan dalam rumah

tangga—sebagian besarnya tidak berani melaporkan, karena menjaga

nama dan identitas keluarga dengan alasan bahwa masalah pasti akan

berlalu, sementara nama dan identitas keluarga selalu dibawa seumur

hidup.

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh PKPA dengan metode

kuantitatif pada tahun 2007 menunjukan data bahwa 12,6 % anak remaja

mengalami kekerasan fisik dari orang tua, perempuan sebagai Istri

mengalami kekerasan fisi 8,3 %, suami dan mertua 15,1, data ini

Page 53: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

130

menunjukan bahwa di dalam keluarga suami melakukan kekerasan

terhadap istrinya lebih banyak dipengaruhi oleh ibu laki-laki (ibu mertua)57

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh PKPA Nias,

menjelaskan bahwa dari sekian angket yang disebar, maka 51, 4 %

mengaku mengalami kekerasan secara verbal , baik posisi perempuan

sebagai anak, sebagai istri maupun sebagai menantu.

Tabel 6: kekerasan fisik yang dialami oleh perempuan dalam keluarga58

No Pelaku Kekerasan Persentasi

1 Suami 13,3 %

2 Suami dan orang tua 5,0 %

3 Suami dan mertua 1,4 %

4 Orang tua 12,8%

5 Mertua 0,9 %

4. Adanya streotipe bahwa sebagai istri harus tunduk kepada suami, tidak

boleh membantah walaupun dia tahu bahwa hal itu salah, jika anggota

keluarga tersebut bijak, maka bantahan demi bantahan tidak akan

dilakukan di depan umum atau di depan saudara-saudara, di depan mertua,

tetapi istri akan melihat waktu yang baik, di saat mereka tidur.

5. Perempuan sebagai istri memiliki segudang pekerjaan (beban ganda),

bekerja keras untuk menopang ekonomi keluarga, setibanya di rumah, istri

harus mengusrus anak-anaknya, memasak, menyuci dan mengurus anak

ibu mertuanya (suaminya).

6. Lantai rumah adat Nias terdiri dari empat tingkatan; salogotȍ (lantai

tingkat atas) yang menjadi tempat duduk para bapak dalam keluarga, atau

bila ada acara, maka salogotȍ adalah tempat duduk para kepala ada, posisi

57

PKPA, 34 58

PKPA 35

Page 54: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

131

kedua disebut batȍ sebua (lantai tingkat dua) tempat duduk para

perempuan; ketiga adalah batȍ (lantai dasar rumah), tempat main anak-

anak, atau tempat duduk perempuan di saat ada acara); lantai terkhir

adalah dapur. Dalam waktu santai atau saat ada acara adat, tempat duduk

laki-laki lebih tinggi dibanding tempat duduk perempuan. Perempuan

bekerja menggulung sirih untuk para tamu dan suaminya59

7. Walaupun dalam filosophi keluarga, perempuan sebagai solaya talinga

mbatȍ, tetapi kenyataanya bahwa laki-lakilah yang mengelola semua

perekonomian keluarga, istri hanya sebatas tukang masak.

E. Perempuan Sebagai Janda

Sepeninggal suaminya, maka peranan seorang isteri dalam rumah tangga

menjadi ganda (berperan sebagai ayah dan ibu bagi anak-anak), selain itu bila

ada acara keluarga besar, seorang janda harus maumpu berbaur dalam sebuah

komunitas keluarga besar mantan suaminya, dengan konsekuensi bahwa dia

hanya mengikuti semua keputusan60

; tidak berhak menolak dan memberi suatu

tanggapan yang bertentangan karena perempuan janda hanya seorang isteri—

sementara isteri itu hanyalah seorang beli gana’a, seseorang yang dibeli

dengan emas. Seorang janda ( ibu GM) menceritakan pengalamanya di saat-saat ada

pertemuan keluarga.

―Begitu sakitnya hati ini, sepeninggal suami, maka biala ada acara keluarga,

kami memang selalu diundang, dan dalam setiap pertemuan, laki-lakilah yang

mendominasi pembicaraan dan mengambil keputusan, walaupun keputusan

tersebut tidak sesuai dengan hati nurani saya. Suatu waktu saya menyampaikan

pendapat, lalu adek laki-laki dari suami saya memotong pembicaraan saya, lalu

59

I. Edwin Telaumbanua; A. suani Ge‘e; A. Setia Laia 60

Ina Pian Lase; Ina Gamita Lase; bdk. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id.

Page 55: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

132

dia mengatakan bahwa ―He ga`a ha ni‘ȍli tȍla hȍgȍ wȍ ndraugȍ ba da`a (kak, di

rumah ini kamu hanya seorang yang dibeli). Maka saya berhenti, tidak berani

berbicara lagi‖ (Wawancara tgl 4 Mei 2017)

Bila janda tidak memiliki anak laki-laki (hanya memiliki anak perempuan)

maka Janda tidak berhak untuk menjual segala bentuk warisan suaminya,

kepadanya diberi hak untuk mengelola, namun setelah Janda tersebut

meninggal maka, para keponakan berhak untuk mengambil alih pengelolaan

bahkan menjual segala harta warisan tersebut. 61

F. Perempuan Sebagai Pengelola Rumah Tangga

Bagi keluarga yang baru terbentuk, laki-laki disebut hȍgȍ wongambatȍ

dan istri adalah solaya talinga mbatȍ artinya pengelola keuangan rumah

tangga, sebagai bendahara yang bijak. Seorang istri bukan hanya mengelola

pendapatan atau apa yang dibawa oleh suami, tetapi harus bekerja keras juga

agar dapurnya selalu berasap tanpa ketergantungan dari suami62

.

Sebagian rumpun adat melakukan pemberian nama bagi pengantin

perempuan sebelum acara acara pernikahan selesai, sebagian lainya melakukan

setelah pengantin perempuan sudah sampai di rumah pengantin laki-laki.

Setibanya di rumah pengantin laki-laki, maka pengantin laki-laki duduk

dilantai bersama suaminya dan menggulung sirih, sirih pertama diberukan

61

Penulis mengamati selama bertahun-tahun kemudian mewawancara pada tanggal 5 Mei

2017) sebuah keluarga yang memiliki seorang anak perempuan, tiga tahun terakhir suami (kepala

rumah tangga) meninggal. Sepeninggal suami, Janda (katakan Ibu GP)tersebut sangat terganggu

dengan perilaku baik keponakanya maupun lakha (saudara laki-laki dari suami), dengan semena-

mena mengelola kebun, memakai motor dan mobil, di saat anak perempuan menamatkan

pendidikan sekolah menengah umum (SMU), ibu ingin menyekolahkan anak perempuanya di

fakultas kedokteran, karena itulah mandate sari mendiang suami. Tetapi untuk masuk fakultas

kedokteran butuh dana yang sangat besar, lalu ibu GP berniat untuk menjual mobil dan beberapa

aset tanah, namun para lakhanya melarang. Karena harta itu bukanlah miliknya. 62

Ina Edwin Telaumbanua; I. Vandel Daeli, Ina Gaeni Lase; Ina Mesra Harefa

Page 56: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

133

kepada suaminya, kemudian kepada ayah mertuanya, ibu mertuanya dan yang

lainya. Selesai acara ini, maka para kepala adat memandu pemberian nama

bagi pengantin perempuan dengan memberi kesempatan kepada para ibu untuk

mengajukan nama tersebut. pemberian nama ini sebagai pertanda bahwa

seorang perempuan yang telah menikah meninggalkan dan menanggalkan masa

keremajaanya, tidak hanya secara fisik, tetapi berhubungan dengan pola

pikir—tidak lagi berpola pikir sebagai anak-anak, tetapi berpola pikir dewasa,

seseorang yang telah menikah memiliki tanggung jawab yang besar sebagai

istri, ibu, dsb. Setiap nama memiliki magna dan harapan keluarga pengantin

laki-laki, misalnya Faeri Barasi, Faeri itu artinya pembimbing. Seorang

pengantin perempuan diharapkan sebagai pembimbing saudara-saudara

suaminya dan pemersatu keluarga. Empat nama yang ditambalkan pada nama

yang ditambalkan kepada pengantin perempuan sesuai stratifikasi sosial

keluarga pengantin laki-laki, nama-nama ini diidentikan dengan kadar emas.

Nama tersebut adalah Barasi, Balaki, sa‘usȍ, dan Ria.63

a. Bila ayah mertuanya memiliki kedudukan sebagai Balugu atau Tuhenȍri,

maka pengantin perempuan diberi nama Barasi selain nama baru yang

diberikan kepadanya sebagai yang telah berkeluarga. Misalnya; Faeri

Barasi. Barasi artinya bersih. Hal ini identic dengan emas London (emas

murni). Nama Faeri bukanlah nama kecil, melainkan nama yang diberikan

kepadanya sebagai pertanda bahwa perempuan tersebut adalah perempuan

dewasa yang telah diperistri, kemudian dibelakangnya diberi nama

63

A. Cipta Zebua; A. evir Zendratȍ; A. Mesra Harefa

Page 57: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

134

kebesaran sesuai stratifikasi sosialnya. Seorang perempuan Barasi

diharapkan memiliki perilaku;64

Hidup pasrah terhadap yang supranatural/Pengada; kemampuan

seseorang untuk memikirkan dan melakukan hal-hal yang baik

sangat ditentukan oleh kehidupan doa dan sikap penyerahan diri total

dihadapan Pengada—segala sesuatu menjadi sia-sia jika segalanya

didasarkan pada kekuatan dan pengetahuan sendiri

Rajin dan kreatif; seorang perempuan sangat diharapkan mampu

mengendalikan dan mengelola perekonomian keluarga dengan baik,

karena itu dia harus rajin melakukan pekerjaan-pekerjaan yang

produktif dengan kreatifitas yang tinggi tanpa dibatasi oleh

kemampuan fisik dan jenjang pendidikan. Misalnya bertani—

berkebun seperti kebun pisang, bersawah—walaupun belum pernah

bersawah, namun ada niat dan usaha serta keberanian untuk bertanya

dan belajar dari orang lain. Di saat ada niat, jarak dan daerah

64

Ina Vandel Daeli, 4 Mei 2017; Ina Mesra, harefa; Ina Gaeni Lase; bdk. Sebuah cerita

seorang janda (ibu VB) yang sudah tua (umur 82 tahun) namun masih kelihatan muda. Ibu VB

memilik 8 orang anak, seorang pensiunan guru. Mendiang suaminya seorang guru, mantan

anggota DPRD dan aktifis gereja. ―setiap kali ada acara famotu ononihalȍ atau fame`e

(penggembalaan pra Nikah menurut adat Nias), lalu saya selalu menekankan hal ini bagi calon

pengantin baru, menjadi istri itu harus kreatif, rajin dan pasrah total di tangan Tuhan. Setiap istri

harus berperilaku sebagai Barasi, tidak harus menjadi istri balugu atau tuhenȍri. Perbuatan, tutur

kata, semangat hidup yang menentukan kelas atau strata sosial seseorang, bukan karena owasa

(pesta adat. Saya pernah bersawah, walaupun saya tidak pernah melakukan pekerjaan ini, tetapi

saya datang ke dinas pertanian, lalu saya di ajarin bagaimana menanam padi, disertai dengan buku

panduan bertani. Baru saya bertani (menanam padi), jarak saawah dengan rumah saya 20

Kilimeter, setiap subuh kami sudah berangkat ke sawah dengan naik sepeda ondel, jam delapan

malam baru sampai di rumah. Setiap kali ke sawah saya ditemani sama anak-anak yang kost

dirumah. Mengetahui saya menanam padi, lalu suami saya melaporkan saya ke orang tua saya,

dengan maksud agar saya mengurungkan niat bersawah. Tetapi saya tetap melakukanya,

bayangkan pak, bagaimana membiayai anak yang delapan orang. Pernah suatu waktu saya

menangis, karena tangan saya sakit, namanya tidak pernah kerja di sawah, tidak pernah pegang

parang. Tapi dengan niat, saya terus bersemangat, sampai padi menguning dan kami panen,

beberapa tahun saya melakukan hal itu. Saya juga beternak babi, beberapa ekor, beternak ayam

dan berkebun pisang. Akhirnya anak-anak saya semuanya berhasil, karena Tuhan memberkati

setiap apa yang kita kerjakan, asal kita menyerahkan semuanya di tanganya‖

Page 58: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

135

persawahan yang jauh tidak mengurungkan niat untuk tetap bersawah

demi anak-anak dan keluarga. beternak babi dan ayam. Kreatifitas

dan kerja kerasnya semata-mata untuk pengembangan ekonomi

keluarga dan masa depan anak-anak bukan untuk kepentingan sendiri

(gaya hidup/gaya)Mampu berpikir merencanakan masa depan

keluarga dan anak-anak; setiap orang tua berharap bahwa masa depan

anak-anaknya lebih baik dari kehidupan masa sekarang. Karena itu

anak-anak di dorong bekerja keras dan belajar keras.

Seorang perempuan/istri/ibu dalam rumah tangga harus menjadi juru

damai dalam keluarga dan masyarakat karena itu kepadanya dibeli

julukan ina samaogö, ina sangosara tödö dan sangosambua (baca:

Perempuan sebagai agen perdamaian)

Seorang perempuan harus mampu menjadi teladan yang baik bagi

anak-anaknya—teladan dalam bersikap, teladan dalam bertutur kata

dan teladan dalam beriman.

Seorang perempuan harus mampu menjaga kesucian hidup

Ira alawe sanau talinga (Baca: ira alawe sanau talinga)

b. Balaki ditambalkan pada nama seorang menantu yang mertuanya sampai

pada strata sosial ke delapan sampai sepuluh

c. So‘usȍ ditambalkan pada nama seorang menantu yang mertuanya sampai

pada strata sosial ke tujuh

d. Ria ditambalkan pada nama seorang menantu yang mertuanya seorang

budak (tidak terhitung pada strata sosial masyarakat Nias).

G. Perempuan Sebagai Ibu.

Page 59: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

136

Manusia mengenal perempuan dalam hidupnya pertama-tama sebagai

ibu. Kemudian manusia itu akan mengenal perempuan tersebut sebagai istri

dan anak. Dalam tahap ini perempuan perlu diberi kasih sayang,

diperhatikan, respon ganda.

Laki-laki berasal dari perempuan, tulang-tulang laki-laki terbentuk dari

tubuh perempuan dan darah laki-laki dialiri oleh darah perempuan. Dari

dalam Rahim seorang perempuan terbentuk menjadi manusia, dan dari air

susu ibulah laki-laki menjadi besar, menjadi kuat dan mendapatkan

immunisasi yang sempurna. Ibu bagi anak-anaknya adalah dunia yang penuh

kasih sayang, lemah lembut, dan selalu menjadikan anak sebagai hal utama—

walaupun capek, sakit, tetapi saat anaknya terbangun dimalam hari, ibu selalu

bangun mengurus anaknya. Walaupun sedang makan, minum, tetapi disaat

anaknya buang air, ibu meningkalkan makananya dna mengurus anak. bagi

seorang ibu, anak adalah hal yang utama dan semuanya sama—tidak pernah

pilih kasih kepada anak-anaknya.

Dalam pribadi seorang ibu, perempuan menjadi ni’ofalu (cermin) dan

teladan bagi anak-anak, baik dalam bertutur kata, bekerja, dan berbuat. Dalam

pribadi seorang ibu, perempuan menjadi agen perdamaian dalam keluarga,

masyarakat.

Sebagai ibu, orang Nias sangat merespon, menghargai, dan mendengar

serta serta mencintai perempuan, melebihi seorang ayah. Tetapi setelah

menikah, perempuan lebih banyak diperlakukan sebagai pembantu dan atau

budak baik oleh suami atau oleh perempuan sendiri. Sebagai anak, Laki laki

memperlakukan perempuan sepagai pribadi titipan dalam sebuah keluarga,

Page 60: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

137

pribadi yang tidk memiliki hak (kecuali hak hidup dan hak makan), tetapi

memiliki segudang kewajiban.

H. Perempuan Sebagai Agen Perdamaian

Ada beberapa ungkapan populer Nias yang berhubungan dengan

fungsi perempuan sebagai ―agen‖ dalam kehidupan berkeluarga,

bermasyarakat, dan berbudaya. Pertama “Ono Alawe Sanau Tugoa,Ono

Alawe Sanau Talinga, Ono Alawe Samatöla Banua, Ono Alawe Samatöla

Gana.”Ungkapan lain yang mirip dengan itu adalah “Hulö Latanö Magai Oi

Fakhai Ji Siwa Bu’u Hili,” artinya melalui pribadi perempuan akan ada

sebuah persekutuan, lalu terjalinnya hubungan kekeluargaan dan kekerabatan

antara keluarga, komunitas dan desa yang lain.

Dalam budaya Nias, perempuan digambarkan dalam dua tipe karakter,

hal ini nampak dalam sebuah ungkapan “Ira Alawe Zamaogö Banua, ba ira

alawe göi zamoto banua; ono alawe sanau tugoa, ono alawe sanau talinga,”

artinya perempuan dapat menjadi pribadi yang menyatukan, agen perdamaian,

dan persekutuan.Hal ini disebabkan karakter dan kepribadian ibu. Kedua

adalah sebagai pemecah, dan biang pertengkaran serta permusuhan.

Sebagaimana dijelaskan bahwa Inada Silewe adalah perempuan—dia

adalah ibu dari manusia, sebagai ibu dia adalah dunia dari manusia itu sendiri,

sumber kebahagiaan, cintanya tidak pudar dan tidak memihak, peduli, lemah

lembut, penuh dengan kehangatan dan kasih sayang. Sang ibu (perempuan)

selalu tampil dalam penyelesaian masalah disaat-saat kritis, baik dalam

cakupan kecil (keluarga) maupun pada cakupan yang lebih besar yakni

Page 61: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

138

lingkungan sosial—antara keluarga yang satu dengan yang lain (selalu

membangun solidaritas kekeluargaan pedesaan), antara desa. Perempuan

dianggap sebagai pemersatu (samakhai zidombua banua) dua desa, pemersatu

dua keluarga yang memiliki latar belakang berbeda65

.

Sebagai agen perdamaian, adat Nias memiliki beberapa nama untuk

perempuan;

1. Kole Idanö:

Sebelum pernikahan berlangsung biasanya para ibu-ibu melakukan

fotu (pengarahan terhadap calon pengantin perempuan tentang sikap hidup

seorang istri dalam keluarga)66

. Ada beberapa untaian kata yang harus

dilakukan oleh calon pengantin perempuan saat Fotu yaitu; “he onogu

yatobali ndra’ugö kole nidanö, böi tobali ndra’ugö kole wanikha”.

Mengapa para orang tua mengharapkan anaknya jadi agen

perdamaian dalam sebuah keluarga yang dituju?

1. Hubungan persaudaraan tidak selamanya berjalan dengan mulus,

pertikaian atau pertengkaran antara saudara (saudara kandung, sepupu

maupun saudara jauh) selalu merupakan dinamika dalam hubungan

persaudaraan, terlebih bila berhubungan dengan warisan atau mungkin

hal lain,bahkan terkadang hubungan suami dengan orang tuanya tidak

selamanya baik. Maka fungsi seorang istri pertama, meredakan emosi

suami dan memberikan pertimbangan pertimbangan terhadap suami,

kedua, menjadi mediator dalam membangun perdamaian dalam sebuah

keluarga, menyatukan yang tercerai-berai, membersihkan yang kotor

65

Wawancara dengan A. Setia Laia (balö ji‘ila ba Hili‘ana‘a-Teluk Dalam) 66

Wawancara dengan Ama Fite Gulö labe‘e töi ba wa‘asalawa balugu seu, Satua mbanua

Tetehösi-Mandrehe Nias Barat)

Page 62: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

139

dan dan memoles yang retak, karena itu perempuan itu adalah sigu-sigu

(lem pemersatu) dalam keluarga;67

itulah yang dimaksud sebagai kole

nidanö.

2. Harus diakui walaupun perempuan itu adalah interpretasi dari Inada

Silewe Hia Nazarata, bukan dalam arti perempuan terlepas dari kehendak

bebas. Hakekat seorang perempuan adalah banyak bicara dari pada

mendengar, membesar-besarkan masalah, karena itu perempuan bisa

menjadi pemicu pertengkaran, permusuhan bahkan saling membunuh antar

saudara, antar laki-laki karena perilaku seorang perempuan atau istri

(itulah kole wanikha)—menyiram api dengan bensin.68

2. Ni’owalu (pengantin perempuan)

Ni’owalu atau ni’ofalu dari kata falu artinya cermin. Dalam

keluarga, istri adalah cermin bagi suami; cermin itu memperlihatkan

perilaku, atau menyatakan sesuatu dari kacamata seorang perempuan yang

lemah lembut, peduli, seorang pelaku kasih yang tanpa syarat terhadap

seorang suami(mengingat fungsi cermin yaitu sebagai alat untuk berkaca,

memperhatikan penampilan rapi atau tidak, bersih atau kotor, hitam atau

putih). Jadi kalau ada kalimat ―dibalik keberhasilan laki-laki ada

perempuan hebat‖, kalau di katakan bahwa perempuan itu adalah ni’owalu

bagi suami maka segala sesuatu yang mau dilakukan oleh suami harus atas

67

Wawancara dengan A. Suarni Ge‘e (balö ji‘ulu Mbotohili tanö, Teluk Dalam-Nisel) 68

Wawancara dengan I. Gaeni Lase (ina mbanua Lolomboli, Gunungsitoli Selatan)

Page 63: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

140

pertimbangan dari istri69

. Istri harus menjadi idanö otalua gambukha,

idanö sangokafui ba sondrara dödö70

Pada acara Fanika era-era mböwö, para tua-tua adat selalu

memberi nasehat kepada seorang pengantin laki-laki yakni agar seorang

suami bila bepergian bersama dengan istri, hendaklah suami berada di

belakang sementara istri berada di depan, artinya selain pribadi yang

dilindungi, suami juga harus menempatkan istri sebagai panduan atau

cermin dalam pengambilan keputusan; mengingat karakternya yang

mengutamakan hati bukan otak, perasaan bukan intelektual71

.

Dalam budaya Nias ada beberapa istilah lain untuk perempuan;

1. ira alawe talangö (kutu busuk); perempuan pembawa masalah baik dari

tutur kata maupun dari perbuatannya; di mana dia hadir di situ ada

masalah—hubungan yang baik menjadi renggang dan bermasalah

2. ira alawe do’ia (burung pelatuk) perempuan yang ingin melakukan

sesuatu dalam hal membangun perdamaian, tetapi selalu gagal karena

tidak ada keberanian dan untuk berbuat yang dilatarbelakangi oleh

minimnya pengetahuan

3. ira Alawe dowi-towi; seorang perempuan yang senang dengan berita-

berita hangat—cerita dan kejelekan orang lain disebarkan dalam

kelompok-kelompok gossip dengan menambahkan bumbu-bumbu

gossip yang tidak sedap.

69

. Wawancara dengan I. Dewi Harefa (ina mbanua Mazingö (Gunungsitoli Selatan) dan

anggota Lembaga budaya Nias) 70

. Wawancara dengan A. Reti Daeli (Sirombu) 71

Wawancara dengan Pdt. FS Gea. (Anggota LBN)

Page 64: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

141

4. Ira alawe naha nawu; (perempuan yang domisilinya hanya di dapur)

seorang perempuan yang suka bekerja—pekerja keras dan tidak

mempedulikan penampilan, tetapi sangat sulit banginya bersosialisasi

dan berkontribusi pemikiran dalam sebua kelompok (keluarga besar)

5. Ira alawe jinata seorang perempuan yang bisa diandalkan untuk

menerima tamu sesuai dengan tradisi, memiliki ketrampilan bertutur

kata namun kelemahanya adalah perempuan ini tidak mampu

mengelolah dapur dan rumah tangganya dengan baik.

6. ira alawe Barasi seorang perempun bersih bukan hanya penampilannya

tetapi pemikirannya selalu jernih dan menjadi falu bagi suami yang

didahului oleh keteladanan hidup sehingga perempuan seperti ini sering

disebut juga dengan istilah ira alawe samaeri.72

3. Ira Alawe Sanau Talinga: Perempuan Bertelinga Panjang

Dalam budaya Nias ada istilah perempuan yang bertelinga panjang (ira

alawe sanau talinga), kodrat seorang perempuan adalah anting-anting sebagai

aksesoris. Dalam sejarah, biasanya keluarga duhenöri, si’ulu (keluarga

bangsawan) memiliki aksesoris yang lebih banyak dan besar-besar, sehingga

saat anting-anting yang besar tersebut digunakan dalam waktu yang cukup

lama, maka otomatis mempengaruhi besaran atau panjangnya telinga

perempuan73

. Namun tidak tertutup kemungkinan juga pada perempuan lain

(selain perempuan bangsawan)

Apa hubungannya dengan perempuan sebagai agen perubahan?

Keluarga bangsawan biasanya memiliki pola pembinaan dan pendidikan yang

72

A. Ya‘ia Harefa (börö wondrakö di Hiligeo Afia, dan satua mbanua, Afia Lotu—Nias Utara) 73

I. Dewi Harefa

Page 65: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

142

jauh lebih baik dibanding dengan masyarakat pada umumnya. Mereka

memiliki pengetahuan yang luas dan pembinaan karakter yang jauh lebih baik

(bukan melalui pendidikan formal, tetapi keteladanan hidup dari seorang ibu,

dan hal ini dilakukan turun temurun). Itulah sebabnya kalau dulu keluarga

bangsawan hendak menikahkan anaknya, maka terlebih dahulu mereka

menelusuri silsilah keluarga, karena mereka tidak mau bila anak mereka

menikah dengan keluarga yang tidak memiliki pendidikan, pola pikir,

karakteryang baik.

Pertanyaannya apakah perempuan yang memiliki latar belakang

keluarga ―non bangsawan‖ tidak bisa menjadi agen pendamai karena pola

pendidikannya yang tidak sehebat keturunan bangsawan? Dalam budaya

pernikahan, ada istilah Famotu ono nihalö, akhir-akhir ini, famotu dilakukan

hanya satu kali yakni satu atau dua hari sebelum puncak acara pernikahan,

tetapi dulu, famotu dilakukan dilakukan berulang-ulang selama berbulan-

bulan, setiap kali acara famotu di lakukan maka akan ada pemukulan gong

(laböji garamba), para ibu-ibu sangat berperan aktif untuk memberikan

araha-arahan yang berhubungan dengan perilaku seorang perempuan yang

baik, menjadi cermin bagi suami, menjadi perekat, pembawa damai, dan

sukacita dalam keluarga74

Ira Alawe Sanau Talingaadalah perempuan-perempuan yang memiliki

pola pikir, tindakan, sikap yang layak menjadi teladan dan betul-betul

menjadi ni’ofalu bagi suami, sehinga dia sangat dikagumi, dihormati (lebe’e

74

.Pdt. FS Gea ( mantan bishop Gereja Amin dan sekarang sebagai anggota Lembaga budaya

Nias)

Page 66: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

143

yawa zumange, lafolakhömi), apa saja yang dikatakannya pasti didengar dan

dipatuhi75

Ira Alawe Sanau Talinga dalam membawa perdamaian dimulai dari

keluarganya,76

istri selalu berdikusi dengan suami dan membisikkan nilai-

nilai karakteristik seorang ibu, kemudian dia menjadi juru damai terhadap

anak-anaknya, dia tidak pernah memihak dan di lingkungan sosial dia sangat

didengar dan dipatuhi. Konon dulu “ndra alawe sanau talinga lafolakhömi

sibai” bila ada suatu percekcokan dan pertengkaran atau perkelahian, maka

bila seorang perempuan melewati lokasi tersebut,secara otomatis

pertengkaran dan perkelahian tersebut harus dihentikan karena perempuan

sedang melewati lokasi tersebut. Kedua, bila di desa terjadi pertengkaran dan

perkelahian antar laki-laki maka bila perempuan menyuruh orang untuk

menghentikan perkelahian tersebut, dan jika para laki-laki tidak juga berhenti,

kemudian dia akan mendatangi lokasi dan menegur mereka.Jika masih saja

ribut atau tidak mendengar maka beberapa jam kemudian akan dilangsungkan

suatu pertemuan adat/orahu ji’ila untuk menghukum orang-orang yang tidak

menggubris seorang ibu yang telah menegur mereka. Perempuan selalu

menjadi mediator yang baik karena dia adalah seorang ibu yang sangat

mengasihi, dia adalah dunia bagi manusia, menyelesasikan masalah tanpa

berpihak.

75

. Wawancara dengan A. Suarni Ge‘e (balö ji‘ulu desa botohili tanö) 76

A. Surni Ge‘e

Page 67: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

144

4. Sisara Manga Afo:Pranata Dalam Membangun Harmoni Melalui Tangan

Perempuan77

Afo(Sirih yang telah digulung yang terdiri dari daun sirih, pinang, kapur

siri, gambir dan tembakau) adalah ―hidup orang Nias‖ segala sesuatu akan

berjalan dengan baik bila ―sisara manga Afo‖ ada. Dikatakan bahwa sisara

manga Afo(makan sirih) adalah hidup orang Nias karena Afo bermanfaat dalam

membangun harmoni kehidupan, diantaranya;

1. Harmoni dalam keluarga. Famiji/famagaölönafo (menggulung sirih)

adalah pekerjaan perempuan atau ibu. Jadi afo yang dikonsumsi oleh kaum

bapak adalah hasil kerja dari dari ibu/istri. Seorang ibu diharapkan mahir

menggulung nafo suaminya, baik disaat suaminya dirumah, atau disaat

suaminya pergi keluar rumah (istri sudah mempersiapkan afo yang

digulung). Jika suami tidak mau mengonsumsi afo yang telah digulung

istri, berarti komunikasi antara suami istri tersebut sedang kurang baik. Afo

melanggengkan hubungan suami-istri.

2. Harmoni antara sesama (lingkungan sosial).Setiap orang (tua) selalu

membawa ―bola nafo‖ sehingga bila bertemu dengan orang lain maka

mereka akan menawarkan/menyuguhkan Nafo. Bila diantara mereka tidak

terdapat sebuah kecurigaan dan permasalahan, maka satu sama lain akan

mengonsumsi nafo yang ditawarkan. Walaupun diantara berdua ada

pertikaian/permasalahan, tetapi jika mereka mengonsumsi nafo yang

disuguhkan maka lamban laun hubungan/komunikasi akan kembali

membaik

77

Wawancara dengan Ama Efir Zöndratö (Satua mbanua botogawu sibohou, Desa Hiligeo

Afia, Lotu, Nias Utara); A. Mesra Harefa, Pdt. F.s. Gea; Ina Desi Harefa; Ina Gaeni Lase; A.

Suarni Ge`e

Page 68: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

145

3. Harmoni Adat. Dalam berbagai acara adat afo sangat memegang peranan

penting. Tanpa afo acara tersebut tidak akan disebut sebagai acara adat.

Dalam acara pernikahan misalnya, afo adalah salah satu bagian yang harus

dipenuhi.

Afo adalah media(tools) yang digunakan oleh orang Nias dalam

membangun perdamaian (harmoni kehidupan) diantara sesama manusia,

sekaligus menjadi media dalam menyampaikan penghormatan besar /sumange

sebua terhadap orang lain,. Setiap orang yang bertamu ke rumah orang lain

kepadanya akan disuguhkan nafoyang dilakukan oleh nyonya rumah (ina

yomo), setiap kali ada acara (besar atau kecil) yang disuguhkan pertama adalah

afo yang dipersiapkan dan disuguhkan oleh perempuan.

Sisara manga afo bukan hanya perilaku yang membudaya, tetapi sebuah

kaidah yang ditentukan oleh Nenek moyang yang sampai hari ini masih tetap

dilestarikan. Dalam acara adat pernikahan, telah dikukuhkanbahwa afo

merupakan bagian terpenting dalam proses pernikahan tersebut. Dalam hoho

dan hedri-hedri diuraikan bahwa Inada Silewe Hai Nazarata telah

mempersiapkan akan kebutuhan tersebut, mungkin hal ini muncul

darikesadaran bahwa cucunya membutuhkan suatu media dalam membangun

sebuah harmoni kehidupan.

Inada Silewe bekerja sebagai penghubung antara penghuni dunia bagian

atas (kaum dewa) dengan penghuni dunia manusia. Selain itu demi terciptanya

harmoni kehidupan di bumi maka Inada Silewe Hai Nazarata mengurus bumi

dengan membuat berbagai pranata kehidupan berupa norma-norma kemudian

norma itu diekspresikan dalam tingkah laku sampai norma tersebut menjadi

Page 69: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

146

budaya. Hal ini bisa kita lihat dalam berbagai syair sastra (baik hohomaupun

hedri-hedri). Salah satu hedri-hedri pernikahan menuturkan78

syair yang dituturkan oleh para penatua adat dari pihak pengantin

perempuan dengan cara penuturan khas adat Nias—syair ini sampaikan dengan

bersahut-sahutan

Tabel 7; syair yang dituturkan dipesta pernikahan

Syair bahasa Nias Terjemahan

Inada Silewe Hai Zazarata, yaia

mege johayaigö danömö dawuo,

Inada Silewe Hai Nazarata dulunya

telah menyamai bibit sirih

Ya’ia mege janötöigö nösi mbola

marafule,

Dia memberi wasiat tentang isi

bola79

pegantin laki-laki,

tobali tawuo sini—(sisokhi)—

tobali tawuo lara,

menjadi daun sirih yang baik,

nano labidi langanga ami gulo

nidano taya wa’owokhi dodo,

menjadi daun sirih yang

membahagiakan,

tobali tawuo ösi mbola marafule, jika sudah digulung dan dikunyah,

maka segala rasa haus akan sirna,

tawuo osi mbola numönö,

solemba ba baluze nora jowatö-

sonuza

menjadi isi bola penganti laki-laki

syair yang dituturkan oleh para penatua adat dari pihak pengantin

perempuan dengan cara penuturan khas adat Nias

Tabel 8; syair yang tuturkan oleh penatua adat dari pihak pengantin

perempuan

Syair bahasa Nias Terjemahan

maowai afo mano niohe danga

numono,

Jangan dikira sirih yang luar biasa

sirih yang dibawa menantu

ha koli-koli mbua mawo, Hanya buah palma yang telah

78

. A. Ya‘ia Harefa; A. Efir Zendratȍ; I. Mesra Harefa, A. Tinu Harefa, I. Desi Harefa; 79

Bola atau bola-bola adalah sejenis dompet tradisional Nias yang dianyam dari daun pandan

atau ecek gondok yang digunakan khusus untuk tempat sirih (yang dimaksud sirih bukan hanya

daunya, tetapi yang dimaksud sirih dalam tradisi Nias adalah daun sirih, pinang, tembakau, kapur

sirih, daun gambir). Bagi orang Nias, symbol penghargaan dan relasi yang antara beberapa pihak

berada pada sirih (Afo). Karena itu segala acara adat, tidak akan berjalan bila sirih atau afo tidak

ada. Begitu juga dalam sebuah keluarga, sebagai penghargaan dan penyambutan tamu dirumah,

kepadanya disuguhkan Afo, dalam relasi personal dalam lingkungan sosial, setiap pribadi akan

membawa bola nafo pribadi, bila bertemu dengan orang lain, maka hal yang pertama yang harus

dilakukan adalah menyuguhkan afo dari bola nafo

Page 70: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

147

kering

ha leu-leu dawuo dano, Hanya daun sirih yang sudah

kering

balaji ndraugo na ebolo dodomo

inagu/amagu sotoi yaugo;

Kiranya tuan-tuan/nyonya-nyonya

memaklumi dan memaafkannya

Perempuan di masyarakat Nias Selatan

Kedudukan perempuan dalam keluarga di Masyarakat Nias Selatan sedikit

berbeda dengan di Nias bagian Utara. Perbedaan ini hanya terletak pada

pewarisan harta. Bila sebuah keluarga kecil tidak memiliki anak laki-laki, maka

janda (mendiang suami) dan atau anak perempuan berhak mewarisi harta

warisan. Selain itu, istri juga bisa mewarisi kedudukan dalam adat mendiang

suami. Salah satu contoh adalah ina Fo`ȍsi di desa Hiligeho kecamatan teluk

dalam. Setelah mendiang suaminya meniggal, maka para tua-tua adat (si’ila)

menetapkan Ina Fo‘ bȍwȍsi jadi si‘ulu di desa tersebut80

.

Perbedaan yang lain adalah bahwa dimasyarakat Nias selatan tidak ada

penambalan nama (seperti Barasi, balaki, sa‘usȍ dan nama setelah menikah,

seperti Faeri), setiap pengantin baru selalu dipanggil dengan nama kecilnya.

Namun hal ini tidak berarti bahwa perlakuan terhadap istri atau menantu berbeda

dengan di Nias bagian Utara. Posisi perempuan sebagai anak, istri, menantu

sama denagn di Nias bagian Utara.

Perubahan Sosial Menuntut Perubahan Adat Tanpa Fondrakȍ

Suatu kenyataan hidup dan suatu yang pasti terjadi dalam kehidupan

manusia adalah adalah perubahan sosial. Proses (cepat atau lambat) perubahan

sosial akan selalu terjadi pada setiap masyarakat dan bangsa di manapun dan

80 A. Setia Laia; A. Suarni Ge`e

Page 71: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

148

kapanpun—tanpa terkecuali. Perubahan sosial yang terjad karena sebuah

perencanaan atau secara tiba-tiba atau tidak disegaja. Perubahan yang

direncanakan tersebut sebagai kegiatan ―pembangunan‖, karena ditujukan untuk

mencapai kesejahteraan masyarakat81

.

Menurut JL Gillin dan JP Gillin perubahan sosial adalah ―suatu variasi

dari cara hidup yang diterima masyarakat, akibat adanya perubahan kondisi

geografis kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena

difusi dan penemuan baru dalam masyarakat‖82

. Mac Iver mendenisikan

perubahan sosial adalah ―perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau

sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial‖83

. Dari kedua

defenisi perubahan sosial tersebut, menjelaskan bahwa perubahan sosial yang

terjadi meliputi perubahan, perubahan relasi sosial cara atau gaya hidup dan

perubahan dalam lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat, di antaranya

keluarga. Perubahan sosial tersebut akibat dari demografi, ideology, dan

hubungan-hubungan sosial (perubahan immaterial), serta perubahan material

perubahan material (geografi, teknologi).

Perubahan sosial yang terjadi di Nias akibat kehadiran agama Kristen dan

globalisasi dalam sendi kehidupan bermasyarakat. Globalisasi dan Kekristenan

hadir dalam kehidupan bermasyarakat Nias bagaikan tamu tanpa di undang,

namun memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mengubah tata nilai

kehidupan bermasyarakat.

81

Bdk. Soeradi ―Perubahan Sosial Dan Ketahanan Keluarga: Meretas Kebijakan Berbasis

Kekuatan Lokal‖ dalam Informasi Vol. 18, No. 02, (Tahun 2013), 85 82

Hefri Asra Omiki, ―Perubahan Sosial‖,

https://infosos.wordpress.com/2012/03/21/perubahan-sosial/, dimuat 21 Maret 2012, Diakses 2

Juli 2017 83

ibid

Page 72: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

149

Dulunya, bila terjadi suatu kebutuhan akan hukum, sehingga menuntut

adanya perkembangan hukum adat, maka diadalakanlah suatu fondrakȍ untuk

menjawab berbagai kebutuhan tersebut. Namun akhir-akhir ini, Fondrakȍ atau

Famatȍ harimao tidak pernah dilakukan lagi, kehadiran Kekristenan yang

sekaligus menghadirkan pendidikan membuat orang semakin sadar bahwa ada

banyak hal dalam hukum-hukum adat yang dirumuskan oleh nenek moyang tidak

sesuai dengan ajaran agama, kedua bahwa keterikatan dengan hukum adat secara

penuh membuat masyarakat Nias akan semakin ketinggalan zaman. Menurut

masyarakat Nias bahwa dalam hal-hal tertentu agama dan hukum pemerintahan

mampu menggantikan posisi hukum adat dalam menata kehidupan bermasyarakat.

Perubahan sosial ada yang bersifat positif da nada hal-hal yang negatif.

Hal-hal positif yang terjadi akibat perubahan sosial; misalnya;

1. Penghapusan hukum penggal atau ditenggelamkan bagi orang-orang yang

berbuat jinah, pembunuhan

2. Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk mengenyam

pendidikan walaupun sebagian keluarga memberlakukan hal ini pada tingkat

SMU saja

3. Untuk kelas mengengah keatas hubungan antara menantu dengan mertua

terjalin dengan baik, bagaikan hubungan ibu dengan anak.84

namun hal ini

tidak bisa digeneralisasi artinya bahwa dikeluarga yang lain juga terjadi hal

sebaliknya, karena menantu sibuk dan berpendidikan, menantu mera bahwa

84

Seorang ibu (ibu DO) dalam sebuah wawancara tanggal 24 April 2017 menceritakan

pengalamanya. ―saya beruntung sekali, dinikahi oleh seorang laki-laki yang memiliki keluarga

yang sangat terbuka, mungkin karena keluaarga ini merupakan keluarga yang berpendidikan atau

mungkin juga karena aktifis gereja. Saya tidak dianggap sebagai menantu, tetapi sebagai anak

kandung bahkan sebagai teman, di sela waktu kamu bercerita, bahkan kami memasak bersama.

Jika saya sibuk, ibu mertua saya yang memasak, dan anak-anak sangat dekat dengat neneknya‖.

Page 73: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

150

bukan lagi zamanya menantu atau istri melakukan berbagai hal di rumah.

Istri tidak harus tunduk kepada mertua dan suami.85

4. Sebagian keluarga tidak menyetujui system perjodohan—memberi

kesempatan kepada anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan untuk

memilih dan menentukan pasangan hidupnya.

5. Pengaruh stratifikasi sosial semakin menipis dalam menentukan bȍwȍ, bȍwȍ

ditentukan oleh kelas ekonomi dan pendidikan serta pekerjaan seseorang.

Sehingga seseorang bekerja keras bukan lagi bertujuan untuk menaikan strata

sosial dari sisi adat, melainkan untuk menyekolahkan anaknya—jika anaknya

berpendidikan tinggi dan mendapatkan pekerjaan yang layak dengan

penghasilan yang menetap, secara otomatis strata sosial keluarga tersebut

akan naik, perekonomianya juga akan semakin mapan. Jika pekerjaan seorang

perempuan hanya sebagai pembantu rumah tangga, maka bȍwȍ yang harus

dibayar sekitar 20 juta sampai 35 juta di tambah bebebrapa ekor babi,

sementara untuk seorang serjana dan pegawai negeri sipil, maka bȍwȍ yang

harus dibayar sekitar 60 Juta sampai 150 Juta Rupiah di tambah beberapa

ekor babi. Di kecamatan Gomo, bȍwȍ yang harus dibayar oleh pihak laki-laki

tidak hanya berupa uang, tetapi ditambah lagi dengan emas sebanyak dua atau

tiga pound.

85

wawancara dengan ibu DN pada tanggal 3 Mei 2017. Ibu DN adalah seorang aktifis

perempuan mengtakan begini ―saya sangat tidak setuju dengan adat Nias terlebih dengan kata

bȍwȍ. perempuan dalam keluarga bagaikan barang yang harus perjualbelikan. Laki-laki dan

perempuan dalam keluarga sama-sama bekerja untuk menunjang ekonomi keluarga, tetapi saat

pembagian warisan, perempuan tidak mendapat apa-apa. Di rumah saat telah diperistri hanya

mengurus dapur, kasur dan sumur, bagaikan budak suami dan ibu mertua. Itulah sebabnya kalau

di rumah saya tidak perlu mengurus ini dan itu. Baju cuci sendiri, makanan dimasuk sama

pembantu, kalau mau makan, yah ambil makan sendiri. Saya tdak suka kalau ibu mertua mengatur

rumah tangga saya, saya dan suami yang mengatur sendiri. Karena saya berskap seperti ini,

akhirnya ibu mertua tidak suka tinggal di rumah, belua lebih memilih tinggal dengan anaknya yang

lain. Kan lebih bagus begitu‖ (DN)

Page 74: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

151

6. Adanya pergeseran fungsi keluarga dari fungsi reproduksi menuju teman

sekerja Allah, sehingga bila keluarga kecil tidak dikaruniai anak, maka suami

tidak memadu istrinya karena hukum agama melarang akan hal itu.

Hal-hal negatif yang terjadi akibat perubahan sosial

1. Penggantian alat pembayaran bȍwȍ yang sebelumnya menggunakan firȍ

dengan uang dan emas, membuat jumlah bȍwȍ yang harus dibayar

semakin besar.

2. Perempuan dijadikan alat transaksional, walaupun bȍwȍ yang diterima

oleh keluarga pengantin perempuan bukan untuk memperkaya diri, tetapi

semuanya igunakan untuk biaya pesta selama proses pembentukan

keluarga berlangsung

3. Bȍwȍ yang besar menjadi bagian dari proses pemiskinan keluarga yang

membentuk keluarga baru—mereka bekerja hanya untuk bayar utang

4. Bȍwȍ yang besar mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga semakin

meningkat.

5. Akibat kehadiran teknologi dalam keluarga, dan terjadinya berbagai

kekerasan dalam keluarga, maka kasus perceraian semakin meningkat.

6. Dengan kehadiran globalisasi, akhirnya peranan Agama dan adat istiadat

dalam kehidupan keluarga mulai dilupakan

Kehadiran globalisasi dan agama dalam sendi kehidupan masyarakat Nias

tidak hanya berdampak positif, tetapi juga memiliki efek yang negative.

Perubahan sosial yang terjadi terjadi dalam berbagai sendi kehidupan—terjadijadi

pergeseran makna, tujuan dan fungsi sebuah keluarga yang mempegaruhi proses

terjadinya sebuah keluarga. Perubahan sosial juga terjadi dalam kedudukan

Page 75: BAB III - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13355/3/T2_752016014_BAB... · Untuk bisa sampai di Nias bisa melalui Laut lewat pelabhan Sibolga ... oleh masyarakat

152

perempuan dalam keluarga—perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki

untuk mengenyam pendidikan, sehingga sekarang ini perempuan sudah bisa

memimpin sebuah lembaga(termasuk gereja), itulah sebabnya sekarang ini, ada

banyak pendeta di beberapa sinodal di Nias yang berjenis kelamin perempuan.