bab i pendahuluan -...

14
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam salah satu versi cerita rakyat tentang asal usul Nias 1 , dituturkan bahwa nenek moyang orang Nias bernama Inada Samihara Luo (Dewi Matahari). Pada generasi kedua lahirlah Najaria Mbanua yang sering disebut Silewe Nazarata, sebagai penghubung antara penghuni dunia bagian atas (kaum dewa) dengan penghuni dunia bagian bawah (manusia). Salah satu syair menuturkan bahwa Silewe Hai Nazarata ini sangat berperan aktif dalam merencanakan dan menata kehidupan manusia; Inada Silewe Hai Zazarata, yaia mege johayaigö danömö dawuo, Ya’ia mege janötöigö nösi mbola marafule, tobali tawuo sini—(sisokhi)tobali tawuo lara,nano labidi langanga ami gulo nidano taya wa’owokhi dodo, tobali tawuo ösi mbolamarafule, tawuo osi mbola numönö, solemba ba baluze nora jowatö-sonuza2 (Inada Silewe Hai Nazarata dulunya telah menyamai bibit sirih, Dia memberi wasiat tentang isi bola 3 pegantin laki-laki, menjadi daun sirih yang baik, menjadi daun sirih yang membahagiakan, jika sudah digulung 1 Peter Suzuki, The Religius system and culture of Nias, Indonesia, (washington,1959) 10-20 2 A. Efir Zendrato, I. Mesra harefa, A. Tinus Harefa, 3 Bola atau bola-bola adalah sejenis dompet tradisional Nias yang dianyam dari daun pandan atau ecek gondok yang digunakan khusus untuk tempat sirih (yang dimaksud sirih bukan hanya daunya, tetapi yang dimaksud sirih dalam tradisi Nias adalah daun sirih, pinang, tembakau, kapur sirih, daun gambir). Bagi orang Nias, symbol penghargaan dan relasi antara beberapa pihak berada pada sirih (Afo). Karena itu segala acara adat, tidak akan berjalan bila sirih atau afo tidak ada. Begitu juga dalam sebuah keluarga, sebagai penghargaan dan penyambutan tamu dirumah, kepadanya disuguhkan Afo, dalam relasi personal dalam lingkungan sosial, setiap pribadi akan membawa bola nafo pribadi, bila bertemu dengan orang lain, maka hal yang pertama yang harus dilakukan adalah menyuguhkan afo dari bola nafo

Upload: dodung

Post on 03-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam salah satu versi cerita rakyat tentang asal usul Nias1, dituturkan

bahwa nenek moyang orang Nias bernama Inada Samihara Luo (Dewi Matahari).

Pada generasi kedua lahirlah Najaria Mbanua yang sering disebut Silewe

Nazarata, sebagai penghubung antara penghuni dunia bagian atas (kaum dewa)

dengan penghuni dunia bagian bawah (manusia). Salah satu syair menuturkan

bahwa Silewe Hai Nazarata ini sangat berperan aktif dalam merencanakan dan

menata kehidupan manusia;

“ Inada Silewe Hai Zazarata, yaia mege johayaigö danömö dawuo, Ya’ia mege janötöigö nösi mbola marafule, tobali tawuo sini—(sisokhi)—tobali

tawuo lara,nano labidi langanga ami gulo nidano taya wa’owokhi dodo, tobali

tawuo ösi mbolamarafule, tawuo osi mbola numönö, solemba ba baluze nora

jowatö-sonuza”2

(Inada Silewe Hai Nazarata dulunya telah menyamai bibit sirih, Dia

memberi wasiat tentang isi bola3 pegantin laki-laki, menjadi daun sirih

yang baik, menjadi daun sirih yang membahagiakan, jika sudah digulung

1 Peter Suzuki, The Religius system and culture of Nias, Indonesia, (washington,1959) 10-20

2 A. Efir Zendrato, I. Mesra harefa, A. Tinus Harefa,

3 Bola atau bola-bola adalah sejenis dompet tradisional Nias yang dianyam dari daun pandan

atau ecek gondok yang digunakan khusus untuk tempat sirih (yang dimaksud sirih bukan hanya

daunya, tetapi yang dimaksud sirih dalam tradisi Nias adalah daun sirih, pinang, tembakau, kapur

sirih, daun gambir). Bagi orang Nias, symbol penghargaan dan relasi antara beberapa pihak

berada pada sirih (Afo). Karena itu segala acara adat, tidak akan berjalan bila sirih atau afo tidak

ada. Begitu juga dalam sebuah keluarga, sebagai penghargaan dan penyambutan tamu dirumah,

kepadanya disuguhkan Afo, dalam relasi personal dalam lingkungan sosial, setiap pribadi akan

membawa bola nafo pribadi, bila bertemu dengan orang lain, maka hal yang pertama yang harus

dilakukan adalah menyuguhkan afo dari bola nafo

2

dan dikunyah, maka segala rasa haus akan sirna, menjadi isi bola

pengantin laki-laki”)

Cerita ini mau mengatakan bahwa, dalam mitos orang Nias perempuan

adalah pribadi pertama yang sangat berperan besar dalam sejarah dan mitos orang

Nias. Sebagai penghargaan bagi Silewe hai Naarata, masyarakat Nias

menganggap bahwa perempuan adalah manifestasi Silewe hai Nazarata, karena itu

dalam keseharian perempuan harus dimuliakan, dihargai, didengar. Namun dalam

realita budaya Nias memperlakukan perempuan sebagai kelas yang subordinat.

Ada ungkapan dalam bahasa Nias mengatakan “ Do hörö gana’a ba do

dödö Nono (leterlek “darah mata adalah emas dan darah hati adalah anak) artinya

emas dan harta adalah suatu yang indah dan menyenangkan sekaligus dengan

memiliki harta dan emas yang banyak akan mengangkat strata sebuah keluarga di

mata masyarakat. Meraih harta dan emas perlu perjuangan dan kerja keras.

Sementara anak adalah buah hati yang didambakan kehadiranya dalam sebuah

keluarga.

Namun setelah seorang anak lahir dalam sebuah keluarga, maka ekspresi

suka cita sebuah keluarga sangat ditentutkan oleh jenis kelamin seorang anak yang

lahir. Bila seorang anak laki-laki, maka baginya diberi julukan sebagai “fangali

mbȍrȍjisi fangali mbu’u kawongo (seorang pewaris dan penerus keluarga),

sementara bila seorang anak perempuan yang lahir, maka baginya diberi julukan

ana’a zatua atau famakhai zitenga bȍ’ȍ (harta keluarga dan penghubung

/pemersatu dengan keluarga atau desa yang lain). Nama atau julukan tersebut

adalah harapan-harapan keluarga yang didalamnya dusertai konstruksi perilaku

bagi masing-masing pribadi berdasarkan jenis kelaminya. Jenis kelamin

3

seseorang sangat menentukan perlakuan orang lain terhadap dirinya sekaligus

kedudukanya dalam sebuah keluarga.

Seorang bayi yang baru lahir dalam sebuah keluarga akan diperlakukan

sesuai dengan jenis kelamin. Bila yang lahir seorang perempuan, maka dua atau

tiga Minggu berikutnya, anak tersebut akan dibawa di rumah kakek-neneknya

(orang tua dari ibu anak yang baru lahir), kemudian kakek-neneknya akan

memberikan periuk atau kelengkapan dapur serta sebuah telur yang menandakan

bahwa anak itu kelak menjadi seorang yang bertanggung jawab di wilayah dapur

(tukang masak). Bila yang lahir adalah seorang laki-laki, kepadanya akan

diberikan parang dan tombak yang menandakan bahwa anak tersebut kelak akan

menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam mencari kebutuhan keluarga dan

melindungi perempuan.

Kedudukan perempuan sangat identik dengan pribadi yang bertugas

mengelolah rumah tangga4 dan terkait dengan harta. Bila seorang ibu mengandung

dan melahirkan anak perempuan, maka julukan untuk bayi adalah ana’a jatua

(emas keluarga), itulah sebabnya sejak kecil sampai besar, perempuan sangat di

jaga5 dengan tujuan agar harta itu jangan sampai tercemar dan hilang “dicuri

orang”. Karena perempuan identik dengan harta, maka seorang perempuan dalam

keluarga tidak memiliki hak (hak harta warisan),6 tidak memiliki hak bersuara,

baik saat masih muda maupun setelah menikah (dirumah orang tuanya dan

dirumah suaminya).

4 F.A. Yana Zebua, Sumber-sumber Kebudayaan Tradisional Ono Niha, (Gunungsitoli:1985),

265 5 Mendrofa Sw, Tingkatan Dan Proses HUkum Tradisional Ononiha, Sejak Manusia Itu Lahir

Sampai Menikah—Berumah Tangga, (Gunungsitoli, 1992), 2-3 6 Johannes M Hammerle, Hikaya Nadu, (Pusaka Nias, Gunungsitoli, 1994), 477-480

4

Dalam syair tarian maena zowatö7 ada ungkapan “habörö wa`atabö

mbawimi ba börö wa’ebua gana’ami mihalö niha ba dalu ndröfi lö mibaloi

ginötö wamasi (Karena babi yang besar dan tambun, karena emas yang berlimpah,

kalian membeli seorang gadis di musim paceklik, tanpa menunggu musim panen

tiba). Syair bermakna bahwa babi besar dan tambun, emas yang melimpah

(keluarga laki-laki) bisa membeli seorang perempuan sebagai isteri bagi seorang

laki-laki. Pernikahan ini terjadi bukan karena cinta tetapi karena babi dan uang8.

Itulah sebabnya setelah acara pernikahan, keluarga laki-laki memberi 3

julukan bagi seorang pengantin perempuan9;

1. Böli gana’ö (pribadi/manusia yang ditukarkan dengan emas), sehingga isteri

dalam sebuah keluarga dianggap sebagai harta, karena itu suami bisa

memperlakukan isterinya dengan sesuka hatinya, karena dia hanyalah harta.

2. Ni’owalu (isteri seorang laki-laki), seorang isteri betugas melayani suaminya

dalam segala hal. Seorang isteri dituntut menjadi pendamping hidup bagi

suaminya dalam mencari kebutuhan setiap hari—bahkan sebagian keluarga

menjadikan isteri menjadi tonggak utama dalam mencari nafkah, beternak

dan berkebun/berladang, sebagai tukang cuci dan tukang masak bagi

suaminya. Jika isteri tidak bisa memasak dengan baik maka dia bukanlah

isteri yang baik dan sempurna, karena itu selayaknya dia diusir dari rumah

dengan memanggil semua orang desa dan memberitahukan kejelekan atau

7Maena zowatö adalah sebuah tarian yang dilaksanakan saat pesta penikahan yang dilakukan

oleh semua orang yang merasa bahwa dia bagian dari keluarga besar dari keluarga pengantin

perempuan 8 Bdk. Nurulantropologi.blogspot.co.iddiaksespada 20 September 2016.

9 Sirait Laoli Rostina R., dkk, Adat dan Upacara Pernikahan Daerah Nias, Depdikbud Prov

Sumatra Utara, 1984/1985, Hal. 43

5

kelemahan isterinya dan memotong seekor babi yang besar, kemudian

perempuan itu diusir dari rumah suaminya

3. Bene’ö. perempuan diidentikan sebagai sebatang pohon yang harus berbunga

dan berbuah, artinya seorang istri dituntut untuk melahirkan anak (laki-laki

sebagai pewaris dan perempuan sebagai harta) bagi seorang suami, jikalau

seorang isteri tidak memiliki seorang anak, maka perempuan itu dianggap

tidak sempurna dan tidak layak dipanggil sebagai ibu, karena itu perempuan

yang tidak sempurna itu layak dimadu dan atau diusir dari rumah suaminya.

Anak laki-laki menjadi penerus tradisi keluarga, marga, dan pewaris harta

warisan, jika sebuah keluarga tidak memilkiki anak laki-laki, maka bila suatu

waktu, orang tua (ayah) meninggal dunia, maka semua harta warisan akan

dikelola dan menjadi milik saudara laki-laki ayah atau keponakan ayah (anak

saudara laki-laki dari ayah).

Dalam segala bidang kehidupan laki-laki harus bisa diandalkan. Dalam

lingkungan adat, laki-laki yang telah berkeluarga dituntut terlibat aktif10

. Seorang

laki-laki dewasa harus dapat menjadi ujung tombak mediator dalam setiap

permasalahan desa, menjadi ujung tombak dalam pembicaraan adat baik dalam

acara pernikahan, kematian atau acara lain yang berhubungan kehidupan

bermasyarakat.

Bagi masyarakat Nias, seorang laki-laki yang kemudian disebut ayah

(Ama)11

memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam keluarga. Ama berperan

10

Yohanes M Hammerle, He’iwisa Ba Danö Khöda, (Gunungsitoli, Pusaka Nias, 1998), 49-55 11

Sebutan Ama mempunyai tiga arti. Arti pertama Ama/bapak adalah sebutan penghargaan

bagi orang yang kelihatan tua (berumur tiga puluhan ke-atas), kedua, panggilan anak-anak

terhadap saudara bapak kandungnya, misanya panggilan untuk saudara bapaknya yang sulung

Ama sia’a/bapak sulung, ketiga, Ama adalah ungkapan bagi seorang laki-laki yang telah menikah,

baginya disandangkan nama Ama-ditambah nama anaknya, (anak kandung atau anak bungsu dari

6

untuk melindungi, merencanakan masa depan anak keluarga, memberi keputusan,

melindungi istri dan anak anaknya, melakukan pekerjaan yang berat serta

berperan aktif mencari dan memenuhi kebutuhan keluarga. Kekuasaan dan peran

ayah tetapi signifikan dalam keluarga bahkan ketika ia sudah meninggal12

.

Rumusan Masalah

Kedudukan perempuan dalam keluarga dimasyarakat Nias menjadi hal

menarik bagi peneliti. Hal ini menjadi menarik mengingat dalam cerita rakyat

Nias, perempuan adalah pribadi yang pertama dan memiliki peranan penting

dalam merancang dan menata kehidupan manusia; dalam konteks itu perempuan

menjadi pribadi yang dimuliakan; dihargai, didengar, di sisi lain Nias menganut

system budaya patriakhi, hal ini menarik mengingat perkembangan pemahaman

social budaya kontemporer mengenani isu gender atau kesetaraan antara laki-laki

dan perempuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah, Bagaimana Kedudukan Perempuan Dalam

Keluarga Di Masyarakat Nias dan mengapa hal itu terjadi?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan;

Menganalisis dan mendeskripsikan kedudukan perempuan dalam keluarga

di masyarakat Nias serta mendeskripsikan alasan mengapa masyarakat

saudaranya, atau anak angkatnya) misalnya Ama Titin (bapak dari Titin), sangat tidak baik jika

seseorang yang telah menikah dipanggil dengan nama kecilnya. 12

Saat seorang “ayah” meninggal maka anak-anaknya membuatkan patung ayahnya yang

ditempatkan di atas pintu masuk rumah atau pintu masuk ruang tengah. Bila anak-anaknya

melakukan pesta (misalnya pesta pernikahan), atau panen, menanam, maka anak-anaknya

memberikan sesembahan kepada roh ayah mereka dan nenek moyang lewat-patung-patung yang

berjejer diatas pintu.

7

Nias menempatkan perempuan pada kedudukan sebagaimana tujuan

pertama.

Batasan Masalah

Cerita Rakyat asal usul Nenek moyang Nias, perempuan digambarkan

sebagai sumber kehidupan dan ibu dari segala yang hidup (tuhan dan manusia)

sehingga, dalam mitos tersebut perempuan selalu mendapat penghargaan dan

posisi yang istimewa dalam kehidupan bermasyarakat. Namun disisi lain,

perempuan tersebut juga diperlakukan tidak adil. Perempuan dianggap sebagai

pribadi kelas kedua dengan nilai kemanusiaanya lebih rendah daripada laki-laki,

sehingga selayaknya menjadi pelayan bagi laki-laki.

Peneliti membatasi penelitian tentang perilaku sosial; laki-laki terhadap

perempuan perempuan terhadap perempuan yang mengkristal dalam budaya

sehingga mempengaruhi kedudukan perempuan dalam keluarga. Meneliti

pemahaman masyarakat tentang perempuan yang seakan-akan dualisme perilaku;

di satu sisi perempuan dianggap sebagai ibu dan sumber kehidupan, di sisi lain

dianggap sebagai pribadi kelas subordinat— disaat di rumah orang tuanya,

perempuan dianggap hanya sebagai tamu atau titipan (baca: perempuan sebagai

anak dalam keluarga) setelah menikah dia hanyalah pelengkap bagi laki-laki

dengan tuntutan kerja yang berlipat ganda.

Keutamaan (Urgensi) Penelitian

Melalui penelitian ini, peneliti memberi sumbangan pemikiran bagi

masyarakat akan harkat dan martabat perempuan sebagai pribadi yang harus

8

diperlakukan adil dan sama seperti laki-laki. Dalam suratnya kepada Mahatma

Gandhi, S. Muthulakshmi Reddi menulis “negara yang tidak menghargai

perempuan tidak akan menjadi besar, baik disaat ini, maupun di masa yang akan

datang”13

. Bila dibahasakan ulang dengan bebas dalam konteks penelitian ini,

keluarga, masyarakat, suku yang tidak memahami dan menempatkan perempuan

pada posisinya tidak akan menjadi keluarga, masyarakat suku yang maju dan

besar, baik sekarang ini maupun pada masa yang akan datang. Penelitian ini

dilakukan untuk menjadi kontribusi ilmiah yang mengingatkan kembali tentang

pilosiphi-philosophi yang menempatkan perempuan pada posisi yang dimuliakan

dimana philosophi tersebut mengalami pergeseran magna. Kedua adalah menjadi

kontribusi Ilmiah yang memperhadapkan masyarakat Nias terhadap realita

perilaku terhadap pribadi yang disebut sebagai ibu dan sumber kehidupan.

Signifikansi Penelitian

Ada banyak penelitian bahkan teori tentang perempuan; teori feminis

berkembang diberbagai belahan dunia guna menganalisa kondisi perempuan dan

memperjuangkan hak-hak dan kedudukan perempuan. Masing-masing teori lahir

dari keprihatinan dari konteks, misalnya feminis Poskolonial (khususnya Spivak)

lahir atas keprihatinan kepada perempuan dunia ketiga, secara khusus perempuan

India, sehingga Spivak memilki Thesis bahwa perempuan India sebagai

subaltern. Feminism sosialis dan Marxismen lahir dunia pertama dalam konteks

budaya patrikhi dan kapitalisme, sehingga lahirlah tesis yang mengemukanan

bahwa perempuan dunia pertama mengalami ketertindasan karena budaya

13

Mahatma Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidak adilan Sosial, (Yokyakarta, pustaka

pelajar, 2002), 15

9

patriakhi dan kapitalisme. Karena itu untuk membebaskan perepuan dari

keterindasan perlu adanya penghapusan kapitalisme dan keluarga sebagai lembaga

kecil dari masyarakat sebagai cikal bakal penerapan budaya patriakhi.

Penelitian tentang kedudukan perempuan Nias masih terhitung sangat

sedikit, pada tahun 2005, Fanotona Laia pernah melakukan sebuah penelitian

Tesis sebagai syarat kelulusan pada sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatra

Utara, dengan judul “Kedudukan Anak Perempuan Dalam Hukum Waris Adat

Pada Masyarakat Nias (Studi Di Kabupaten Nias)”. Penelitian yang dilakukan

hanya sebatas kedudukan perempuan dalam hukum waris, karena itu pendekatan

yang dilakukan adalah pendekatan hukum waris menurut agama hukum Islam dan

hukum Negara. Penelitian lain yang mirip dengan Fanotona Laia dilakukan oleh

Mariati Zendrato dengan judul “perkembangan Kedudukan Wanita dalam system

Partineal terhadap hak-hak pewarisan tanah di daerah Kabupaten Nias. Juga

dengan pendekatan hukum.

Penelitian yang dilakukan penulis adalah sebuah penelitian yang dilakukan

dengan metode kualitatif dengan menggunakan berbagai teori feminis yang

dipadu dengan teori keluarga. Kedudukan perempuan dalam keluarga sebenarnya

merupakan konstruksi budaya, dan apa yang ditemukan dalam penelitian adalah

sesuatu yang baru—berbeda dengan penelitian bahkan teori yang pernah ada.

Seperti apa kedudukan perempuan dalam keluarga di masyarakat Nias,

selanjutnya akan diuraikan melalui tahapan-tahapan dalam sebuah proses

penelitian.

10

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yakni data yang disajikan

dalam bentuk penjelasan berupa deskripsi, bukan dalam bentuk angka14

. Lexy J

Mooeng mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat di amati15

. Alasan penulis menggunakan metode kualitati

adalah karena keinginan untuk mengekploitasi, mengkaji nuansa sikap yang

samar-samar, dan memahami makna16

lebih mendalam tentang perilaku

Masyarakat Nias terhadap perempuan. Sementara pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan deskriptif analitis, yakni menerangkan perilaku suatu

masyarakat atau sesuatu yang terjadi di masyarakat. Adapun tujuannya adalah

untuk mengemukakan penafsiran yang benar secara ilmiah mengenai perilaku

masyarakat Nias yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu

1.1.Teknik pengumpulan data

a. Melakukan pengamatan partisipasi (participant observation) guna

menangkap makna dibalik perilakuorang (pribadi) dan sisial

(budaya) Nias terhadap perempuan

14

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 29.

Sementara itu Handawi Mimi Martin mengatakan bahwapenelitian kualitatif adalah penelitian

yang bersifat atau memiliki karateristik, yang mana datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya

sebagaimana aslinya, dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol atau bilangan. Penelitian

Kualitatif ini tidak bekerja menggunakan data dalam bentuk atau diolah dengan rumusan dan tidak

ditafsir atau diinterpretasikan sesuai dengan ketentuan statistic/mathematic. Handawi Mimi

Martin, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 1996), 174 15

Lexy J Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2006), 90 16

John W. Creswell, Research Design: Pendekatan metode kualitatif, Kuantitatif, dan

Campuran, (Yokyakarta, Pustaka Pelajar, cet.ke 2, 2017),4-5

11

b. Melakukan wawancara yang bersifat terbuka dan mendalam kepada

beberapa sumber informasi utama dan informan kunci untuk

memperoleh wawasan, pendapat, dan pandangan atau keterangan yang

berguna demi mencapai tujuan penelitian ini.

c. FGD (Focus Group Discussion) terutama terhadap anggota LBN

untuk memperoleh informasi yang lebih banyak dan akurat terhadap

pemahaman masyarakat tentang kedudukan perempuan dalam

keluarga di Mayarakat Nias dan perilaku masyarakat Nias teradap

perempuan

d. Studi dokumen (Document Studies);

e. Studi tentang kasus perilaku masyarakat Nias terhadap perempuan—

laki-laki terhadap perempuan, perempuan terhadap perempuan,

pranata sosial atau tradisi terhadap perempuan

1.2.Analisis data.

Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menganalisis data adalah;

a. Mereduksi Data

Mereduksi data adalah proses yang dilalui untuk melakukan

pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstrasian dan mengelola kata-

kata abstrak dari lapangan. Pereduksian ini adalah bagian yang

terintegrasi dari penelitian yang berlangsung dari awal sampai

berakhirnya penelitian

12

b. Menyajikan Data

Bagian-bagian informasi yang terbentuk yang memberi kemungkinan

untuk mengambil kesimpulan dalam merekonstruksi pemahaman

dalam sebuah tindakan. Bentuk sajian mungkin berupa naratif, grafik,

dan bagan dengan tujuan memudahkan pembaca memahami dalam

pengambilan keputusan

c. Pengambilan kesimpulan

Pengambilan kesimpulan dan verivikasi data adalah salah satu

kegiatan yang dilakukan secara menyeluruh dan utuh.

1.3.Lokasi Penelitian

Kepulauan Nias bisa dibagi dua wilayah besar berdasakan budaya,

bahasa dan karakteristiknya. Pertama adalah Nias Selatan dan kedua

adalah Nias bagian Utara (yang meliputi Kabupatenn Nias Induk, Nias

Utara, Nias Barat, dan kota Gunungsitoli). Karena Nias memiliki dua

karakteristik yang berbeda, maka penelitian ini akan dilakukan di Wilayah

Nias bagian Utara, khusunya Gunungsitoli yang memiliki bahasa, budaya

dan karakter yang sama dengan Nias bagian utara lainya. Penelitian ini

dilakukan Kota Gunungsitoli karena bisa mewakili Nias bagian utara

secara umum dan lembaga budaya Nias (LBN)17

.

17

LBN adalah lembaga budaya Nias, lembaga ini didanai dan difasilitasi oleh pemerintah Kota

gunungsitoli walaupun anggotanya terdiri dari tokoh dan penatua adat dari berbagai daerah dari

Nias bagian Utara

13

Kerangka Berpikir

Untuk memahi alur pemikiran penulis dengan mudah, maka penulis membuat

sebuah kerangka berpikir secara sederhana.

Bab satu berisi Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah

penulisan, rumusan Masalah Tujuan Penulisan, Batasan Masalah, keutamaan

Penelitian, Metode Penetian dan terakhir adalah kerangka berpikir penulisan yang

berusaha memberi gmbaran secara umum tentang penelitian ini

Bab dua berisi tentang berbagai teori perempuan dan keluarga. Bab dua

dimulai dengan teori operasional keduduka perempuan—apa yang dimaksud

dengan kedudukan perempuan, kemudia dilanjutkan dengan teori-teori keluarga

dari pendekatan Antropologi, Fungsional Struktural dan konflik sosial. Penulis

menganggap perlu menguraikan teori keluarga tersebut dari berbagai pendekatan,

mengingat “kedudukan perempuan” adalah suatu konstruksi yang diaplikasikan

dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya penulis memberi judul bab dua gender

dalam Keluarga; kerangka Teoritis. Setelah menguraikan teori keluarga dari

berbagai pendekatan, penulis menguraikan gender dan sejarah kesadaran gender,

di mana dalam sejarah tersebut lahirlah teori-teori feminis. Teori feminis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teori Sosialis dan Marxisme yang melihat

bahwa kedudukan perempuan dalam keluarga sangat erat hubunganya dengan

budaya patriakhi dan ekonomi/kapitalisme, teori lain adalah Feminis Poskolonial

yang melihat perempuan dunia ketiga, terutama Perempuan India berada dalam

“keterjajahan” di mana kedudukan perempuan di India sangat kental dengan

budaya patriakhi yang jalankan berdasarkan legitimasi bahkan perintah agama.

14

Bab tiga berisi hasil penelitian yang dimulai dengan gambaran umum

daerah penelitian, kemunian dilanjutkan dengan konsep, tujuan fungsi keluarga di

masyarakat Nias, kemudian bentuk-bentuk keluarga dan strata sosial dalam

masyarakat. Tema proses pembentukan sebuah keluarga serta filosophi bȍwȍ

perlu diuraikan karena di dalam proses pembentukan keluarga dan filosophi bȍwȍ

akan Nampak bagaimana kedudukan berdasarkan gender baik dalam keluarga

maupun di masyarakat. Kemudian secara singkat diuraikan kedudukan laki-laki

dalam keluarga sebagai pembanding bagaimana kedudukan perempuan dalam

keluarga dan masyarakat. Di uraian selanjutnya adalah kedudukan perempuan

yang diuraikan secara historis—mulai dari anak-anak, setelah menikah (menjadi

ibu) dan menjanda. Uraian penelitian tentang kedudukan ini dibuat menarik

karena perempuan yang diletakkan pada kedudukan yang ganda namun saling

bertolak belakang.

Bab empat berisi tentang analisa penelitian artinya apa yang dikatakan

oleh ahli-ahli tentang perempuan (bab dua), lalu kenyataan perempuan Nias (hail

penelitian di bab 3), lalu dalam penelitian ini akan nyata pemikiran original

penulis tentang kedudukan perempuan yang didasarkan pada hasil penelitian yang

dibantu dengan pisau analisa dari beberapa teori.

Bab ke lima berisi kesimpulan dan saran-saran.