bab iii sketsa biografis a. biografi kh. hasyim asy’aridigilib.uinsby.ac.id/879/6/bab...
TRANSCRIPT
90
BAB III
SKETSA BIOGRAFIS DAN PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI
A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari
1. Riwayat Singkat KH. Hasyim Asy‘ari
Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy‘ari, atau biasa
disebut KH Hasyim Asy‘ari, dilahirkan pada tanggal 10 April 1875 atau
menurut penanggalan arab pada tanggal 24 Dzulqaidah 1287H di Desa
Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. KH
Hasyim Asy‘ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama yaitu sebuah
organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.1 KH. Hasyim Asyari
merupakan putra dari pasangan Kyai Asy‘ari dan Halimah, Ayahnya
Kyai Asy‘ari merupakan seorang pemimpin Pesantren Keras yang berada
di sebelah selatan Jombang. KH. Hasyim Asy‘ari merupakan anak ketiga
dari 11 bersaudara. Dari garis keturunan ibunya, KH. Hasyim Asy‘aari
merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Dari
Ayah dan Ibunya KH Hasyim Asy‘ari mendapat pendidikan dan nilai-
nilai dasar Islam yang kokoh.2
Di Pesantren Siwalan, Sidoarjo, tempat dimana KH Hasyim
Asy‘ari menimba ilmu, oleh Kiai Ya‘kub yaitu pengasuh dari pondok
tersebut, beliau dinikahkan dengan putrinya Khadijah. Bersama istrinya,
1 Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari (Yogyakarta:
LkiS, 2000), 14. 2 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (Surabaya: Bisma Satu,
1999), 62.
90
91
beliau menunaikan ibadah haji dan menetap disana. Baru satu tahun
disana istri meninggal kemudian disusul putranya yang baru berusia 2
bulan. Setelah itu, KH. Hasyim Asy‘ari kembali ke tanah air. Pada tahun
1893 beliau kembali ke Hijaz bersama Anis, adiknya yang tak lama
kemudian juga meninggal disana. Beliau di Mekkah sampai 7 tahun.
Lathiful Khuluq menjelaskan bahwa KH. Hasyim Asy‘ari
menikah 7 kali, semua istrinya adalah putri kiai karena beliau sangat
dekat dengan para Kiai. Di antara mereka adalah Khadijah, putri Kiai
Ya‘kub dari Pesantren Siwalan;. Nafisah, putra Kiai Romli dari Pesantren
Kemuring, Kediri; Nafiqoh, yaitu putri Kiai Ilyas dari Pesantren Sewulan
Madiun; Masruroh, putra dari saudara Kiai Ilyas, pemimpin Pesantren
Kapurejo, Kediri,3 Nyai Priangan di Mekkah.
KH. Hasyim Asy‘ari mempunyai 8 anak perempuan dan 6 anak
laki-laki. Anak-anak perempuan beliau adalah Hannah, Khairiyah,
Aisyah, Ummu Abdul Haq, Masrurah, Khadijah dan Fatimah.4
Sedangkan anak laki-lakinya adalah Abdullah, meninggal di Mekkah
sewaktu masih bayi, Abdul Wahid Hasyim, Abdul Hafidz, yang lebih
dikenal dengan Abdul Khalik Hasyim, Abdul Karim, Yusuf Hasyim,
Abdul Kadir dan Ya‘kub.5
KH. Hasyim Asy‘ari sangat dihormati oleh kawan bahkan
lawannya. Gurunya, Kiai Kholil Bangkalan juga menunjukkan rasa
3 Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, 16-17.
4 T.H. Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. M Hasyim Asy’ari (Jakarta:
Galura Pase, 2002), 100. 5 Ibid.
92
hormat kepada beliau dengan mengikuti pengajian-pengajian yang
dilakukan KH. Hasyim Asy‘ari pada bulan Ramadhan.6
Beliau dianggap sebagai guru dan dijuluki ―Hadratus Syaikh‖
yang berarti ―Maha Guru‖.7 Kiprahnya tidak hanya di dunia pesantren,
beliau ikut berjuang dalam membela negara. Semangat kepahlawanannya
tidak pernah kendor. Bahkan menjelang hari-hari akhir hidupnya, Bung
Tomo dan panglima besar Jendral Soedirman kerap berkunjung ke
Tebuireng meminta nasehat beliau perihal perjuangan mengusir
penjajah.8
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan
kakeknya. Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan KH
Hasyim Asy‘ari memang sudah nampak. Di antara teman
sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13
tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih
besar ketimbang dirinya. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba
ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di
Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di
Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan
di Sidoarjo. Di pesantren Siwalan, yang diasuh Kyai Ya‘qub, Kiai
Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan.
Kyai Ya‘qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim
dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di
6 Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, 19.
7 Ibid., 62.
8 Ibid., 63.
93
Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya‘qub sendiri kesengsem berat
kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja
mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun,
dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya‘qub. Tidak lama
setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna
menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah
air, sesudah istri dan anaknya meninggal. Tahun 1893, ia berangkat lagi
ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan
berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudh At
Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh
Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid
Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al
Habsyi.9
Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten
milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan
Pesantren Tebuireng. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan
juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tahun 1899, Kyai
Hasyim Asy‘ari membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh
Tebuireng. Di sana beliau membangun sebuah bangunan yang terbuat
dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal. Dari tratak kecil inilah
embrio Pesantren Tebuireng dimulai.
9 H. Abu Bakar Atjeh, Sejarah Hidup KH A Wahid Hasyim dan Karang Tersiar (Jakarta:
Panitia Buku Peringatan KHA Wahid Hasyim, 1975), 35.
94
Kyai Hasyim mengajar dan shalat berjamaah di tratak bagian
depan, sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat
itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan kemudian meningkat
menjadi 28 orang. Kiai Hasyim Asy‘ari mendirikan pesantren di
Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa
pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy‘ari memosisikan
Pesantren Tebuireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam
tradisional.10
Dalam pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan,
tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin,
menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum,
berorganisasi, dan berpidato. Cara yang dilakukannya itu mendapat
reaksi masyarakat sebab dianggap bid‘ah. Ia dikecam, tetapi tidak
mundur dari pendiriannya. Baginya, mengajarkan agama berarti
memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka
untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan
Kiai Hasyim Asy‘ari. Meski mendapat kecaman, pesantren Tebuireng
menjadi masyhur ketika para santri angkatan pertamanya berhasil
mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan juga menjadi besar.
Setelah dua tahun membangun Tebuireng, Kyai Hasyim kembali
harus kehilangan istri tercintanya, Nyai Khodijah. Saat itu perjuangan
mereka sudah menampakkan hasil yang menggembirakan. Kyai Hasyim
10
Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, 20.
95
kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh, putri Kyai Ilyas,
pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kyai Hasyim
dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4)
Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul
Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf.11
Pada
akhir dekade 1920an, Nyai Nafiqoh wafat sehingga Kyai Hasyim
menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri Kyai Hasan, pengasuh
Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai
Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2)
Fatimah, (3) Khotijah, (4) Muhammad Ya‘kub. Keberadaan pesantren
Tebuireng yang didirikan Hasyim sangat banyak melahirkan ulama-
ulama besar yang kemudian juga mendirikan pesantren di tempat lain
Karena pengaruhnya yang demikian kuat itu, keberadaan Kyai
Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang
berusaha untuk merangkulnya. Kyai Hasyim sempat mencicipi penjara 3
bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menangkap Kyai Hasyim.
Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya.
Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10
November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar
Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa
senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris.
Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan
11
Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. M Hasyim Asy’ari, 100.
96
Nasional. Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya
perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai
politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi).
Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat
Islam dari berbagai faham. Kyai Hasyim diangkat sebagai Ro‘is ‗Am
(Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947. Selama masa
perjuangan mengusir penjajah, Kyai Hasyim dikenal sebagai penganjur,
penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan
seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin.
KH. Hasyim Asy‘ari meninggal dunia pada tanggal 7 Ramadhan
1366/25 juli 1947 karena terkena tekanan darah tinggi. Di masa hidupnya
beliau mempunyai peran yang besar dalam dunia pendidikan, khususnya
di lingkungan pesantren, baik dari segi ilmu maupun garis keturunan.12
Sedangkan dalam perjuangannya dalam rangka merebut kemerdekaan
melawan Belanda, beliau gigih dan punya semangat pantang menyerah
serta jasa-jasanya kepada bangsa dan negara sehingga beliau diakui
sebagai seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional.13
2. Latar Belakang Pendidikan KH. Hasyim Asy‘ari
Pada pertengahan abad ke 20, terdapat 2 sistem pendidikan yang
ada di Indonesia. Pertama adalah sistem pendidikan pesantren, yang di
sediakan untuk para muslim yang memfokuskan pengajarannya pada
12
Akarhanaf, Kiai Hasjim Asj’ari, Bapak Umat Islam Indonesia, 1871 – 1947 (Jombang:
n.p., 1949), 61-63. 13
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:
LP3S, Jakarta, 1983), 98.
97
ilmu agama. Kedua adalah sistem pendidikan Barat yang diterapkan oleh
kolonial Belanda (Holland Inlandsche Scholen) yang didirikan awal
tahun 1914. Hanya anak-anak keluarga priyayi yang dapat sekolah
disana. Itupun hanya tujuh tahun. Jadi, karena pembatasan pemerintah
dan keyakinan kaum muslim, institusi pendidikan yang tersedia bagi
mayoritas penduduk pribumi hanyalah pesantren.14
Pendidikan KH. Hasyim Asy‘ari tidak berbeda dengan
kebanyakan muslim lainnya. Kita telah ketahui awal pendidikan beliau
yang mulai dari pesantren. Karena kecerdasan dan ketekunannya, pada
usia 13 tahun, dibawah bimbingan ayahnya, beliau mempelajari dasar-
dasar tauhid, fiqh, tafsir dan hadits. Bahkan sudah berani membantu
mengajar santri-santri ayahnya.
Pada umur 15 tahun, beliau mulai berkelana mencari
pengetahuan agama Islam ke beberapa pesantren, sebut saja Pesantren
Wonokoyo-Probolingga, Pesantren Langitan-Tuban, Pesantren
Trenggilis-Semarang, Pesantren Kademangan Bangkalan Madura dan
Pesantren Siwalan-Surabaya. Di Bangkalan beliau belajar tata bahasa,
sastra Arab, fiqh dan sufisme dari Kiai Khalil selama 3 bulan. Sedangkan
di Siwalan, beliau lebih memfokuskan pada bidang fiqh selama 2 tahun,
dengan Kiai Ya‘kub. Diperkirakan KH. Hasyim Asy‘ari pernah belajar
bersama dengan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, di Semarang.15
14
Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, 22. 15
Ibid., 23-24.
98
Kemudian KH. Hasyim Asy‘ari pergi ke Hijaz guna
melanjutkan pelajarannya disana. Semula beliau belajar dibawah
bimbingan Syekh Mahfudz dari Termas, Pacitan. Syekh Mahfudz adalah
ahli hadits, beliau orang Indonesia pertama yang mengajar Shahih
Bukhari di Mekkah. Dari beliau KH. Hasyim Asy‘ari mendapat ijazah
untuk mengajar Shahih Bukhari. Di bawah bimbingannya, KH. Hasyim
Asy‘ari juga belajar t}ariqat qadariyah dan naqshabandiyah. Ajaran
tersebut diperoleh Syekh Mahfudz dari Syekh Nawawi dan Syekh
Sambas.16
Jadi, Syekh Mahfudz merupakan penghubung pembentuk tradisi
yang menghubungkan Syekh Nawawi dari Banten dan Syekh Sambas
dengan K.H. Hasyim Asy‘ari. Pengaruh ini dapat ditemukan dalam
pemikiran K.H. Hasyim Asy‘ari.
Murid Syekh Khatib banyak yang menjadi ulama terkenal, baik
dari kalangan NU maupun dari kalangan yang lain, misalnya, KH.
Hasyim Asy‘ari sendiri, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, KH.
Ahmad Dahlan (tokoh Muhammadiyah), Syekh Muh. Nur Mufti dan
Syeh Hasan Maksum dan masih banyak lagi.17
Di bawah bimbingan Ahmad Khatib yang juga seorang ahli
astronomi, matematika dan al-Jabar, KH. Hasyim Asy‘ari juga belajar
fiqh madzhab Syafi‘i. Ahmad Khatib tidak setuju dengan pembaharuan
16
Lihat Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke – 19
(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 117-127. 17
Saifullah Ma‘shum, Kharisma Ulama; Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU (Bandung:
Mizan, 1998), 73.
99
Muhammad Abduh mengenai pembentukan madzhab fiqh baru, beliau
hanya setuju pada pendapatnya mengenai tarekat. Atas izin dari beliaulah
KH. Hasyim Asy‘ari mempelajari tafsir Al-Manar karya Abduh.
Dalam hal ini, KH. Hasyim Asy‘ari tidak menganjurkan kitab
ini dibaca oleh muridnya, karena Abduh mengejek ulama tradisionalis
karena dukungan-dukungan mereka pada praktek Islam yang dianggap
tidak dapat diterima. KH. Hasyim Asy‘ari setuju dengan dorongan
Abduh untuk meningkatkan semangat muslim, tapi tidak setuju dengan
pendapat Abduh untuk membebaskan umat dari tradisi madzhab.
Berbeda dengan Abduh, KH. Hasyim Asy‘ari percaya bahwa tidak
mungkin memahami al-Qur‘an dan Hadith tanpa memahami perbedaan
pendapat pemikiran hukum. Penolakan terhadap madzhab, menurut
beliau, akan memutarbalikkan ajaran Islam.18
Dalam perkembangan selanjutnya, Kiai Hasyim menjadi
pemimpin dari kiai-kiai besar di tanah Jawa. Menurut Zamakhsari,
setidaknya terdapat empat faktor penting yang melatarbelakangi watak
kepemimpinan beliau. Pertama, ia lahir ditengah-tengah Islamic
revivalism baik di Indonesia maupun di Timur tengah, khususnya di
Mekkah. Kedua, orang tua dan kakeknya merupakan pimpinan pesantren
yang punya pengaruh di Jawa Timur. Ketiga, ia sendiri ia dilahirkan
sebagai seorang yang sangat cerdas dan memiliki kepemimpinan.
Keempat, berkembangnya perasaan anti kolonial, nasional Arab, dan pan-
18
Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, 26.
100
Islamisme di dunia Islam.19
Dari faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan
bahwa KH. Hasyim Asy‘ari mempunyai potensi dan keturunan untuk
menjadi orang besar.
3. Karya-karya KH. Hasyim Asy‘ari
Ada sekitar sepuluh karangan beliau semasa masih hidup
adalah:
a. Ada>b ‘A>lim wa al-Muta’allim, yaitu kitab yang membahsa tentang
tata cara belajar dari tinjauan akhlak
b. Ziy>adah at-Ta’li>qa>t, yaitu kitab yang menjawab terhadap syair
syekh Abdullah bin yasin, pasuruan yang menghina NU
c. At-tanbiha>t al-Wajiba>t Liman Yansa> al-Mauli>d bi al-Munkara>t,
yaitu kitab tentang peringatan-peringatan bagi orang yang berbuat
kemungkaran pada acara maulud
d. Risa>lah al-Jama>’ah, yaitu kitab tentang keadaan orang mati, tanda-
tanda kiamat dan penjelasan tentang suanh dan bid’ah
e. Al-Nu>r al-Mubi>n fi al-Mahabbah Sayyid al-Mursali>n, yaitu kitab
tentang mencintai rasullah saw serta mengikuti suanah beliau.
f. Hashi’ah ala > Fathi Rohma>n bi Sharh Risalah al-Wali>li Syekh
Zakariya al-Ansori, yaitu kitab syarah dari karang Syekh Zakariya
al-Ansori
19
Humaidy Abdussami dan Ridwan Fakla AS, Biografi 5 Rais ‘Am Nahdlotul Ulama
(Yogyakarta: LTN bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1995), 2.
101
g. Al-Dura>r al-Munqat}irah fi Masai al-Tis’ah Asyaro, yaitu kitab
tentang uraian tariqat, wilayah dan hal-hal yang berhubungan
masalah pokok pengikut tareqat20
h. At-tibya>n fi Nahiy al-Muqa>ti’ati al-Arha>m wa al-Zarib wa al-
Ikhwa>n, yaitu kitab tentang pentingnya menyambung persaudaran
dan bahaya memutuskan persaudaraan21
i. Ar-Risa>lah al-Tauhidiyah, yaitu kitab tentang tauhid
j. Al-Qala>’il fi Baya>ni Ma Wajibu min al-Aqa>’id, yaitu kitab tentang
kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan dalam akidah
4. Tentang Nahdhatul Ulama
Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam
tradisional, Kiai Hasyim Asy‘ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang
berarti kebangkitan ulama. Pengaruh Kiai Hasyim Asy‘ari pun semakin
besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu
dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menyegani
kewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU pun berkembang makin pesat.
Bangkitnya kaum ulama yang menggunakan NU sebagai wadah
pergerakan, tidak dapat dilepaskan dari peran KH. Hasyim Asy‘ari. Ia
berkeyakinan, bahwa tanpa persatuan dan kebangkitan ulama, terbuka
kesempatan bagi pihak lain untuk mengadu domba. Selain itu
20
KH.M. Hasyim Asy‘ari, Menjadi Orang Pinter dan Bener (Adab al-Alim wa al-Muta’alim)
(Yogyakarta: Qalam, 2003), Cet. I, xii. 21
Zuhairi Misrawi, Hadratussaikh Hasyim Asy'ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan
(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), 17.
102
didirikannya NU bertujuan untuk menyatukan kekuatan Islam dengan
kaum ulama sebagai elit perubahan, memudahkan konsolidasi dan
koordinasi segala kegiatan ummat Islam, terutama dalam bidang
pendidikan yang terdapat dalam lingkungan pondok pesantren.22
Dengan Nahdhatul Ulama, ia berjuang mempertahankan
kepentingan umat. Disatukannya potensi umat Islam menjadi kekuatan
kokoh dan kuat, tidak mudah menjadi korban oleh kepentingan politik
yang hanya mencari kedudukan dengan mengatasnamakan Islam.23
Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan Islam
ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa. Meski sudah menjadi tokoh
penting dalam NU, ia tetap bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang
paling dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah
Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji
yang cukup besar asalkan mau bekerja sama, tetapi ditolaknya. Dengan
alasan yang tidak diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim
Asy‘ari ditangkap.
Berkat bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan
kemudian ia dibebaskan dan sesudah itu diangkat menjadi Kepala Urusan
Agama. Jabatan itu diterimanya karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh
pesantrennya di Tebuireng. Sesudah Indonesia merdeka, melalui pidato-
pidatonya Kiai Hasyim Asy‘ari membakar semangat para pemuda supaya
mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia
22
Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. M Hasyim Asy’ari, 122. 23
Ibid., 128.
103
meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan
dimakamkan di Tebuireng.
B. Sketsa Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari
Sebagai seorang intelektual KH Hasyim Asy‘ari telah
menyumbangkan banyak hal, hal itu dapat dilihat dari beberapa pemikirannya
tentang banyak hal yaitu: (1) Teologi, dalam ini dia mengatakan ada tiga
tingkatan dalam mengartikan tuhan (tawhid), tingkatan pertama pujian
terhadap keesaan tuhan hal ini dimiliki oleh orang awam, tingkatan kedua
meliputi pengetahuan dan pengertian mengenai keesaan tuhan hal ini dimiliki
oleh Ulama‘, tingkatan ketiga tumbuh dari perasaan terdalam mengenai
hakim agung dan hal ini dimiliki oleh para Sufi. (2) Ahlu al-Sunnah wa al-
Jama>‘ah, Hasyim Asy‘ari menerima doktrin ini karena sesuai dengan tujuan
NU khususnya yang berkaitan dengan dengan membangun hubungan ‗ulama‘
Indonesia yaitu mengikuti salah satu madhhab sunni dan menjaga kurikulum
pesantren agar sesuai dengan prinsip-prinsip Ahlu al-Sunnah wa al-
Jama‘ah yang berarti mengikuti ajaran nabi Muhammad dan perkataan
ulama‘. (3) Tasawwuf, secara garis besar pemikiran tasawwuf KH Hasyim
Asy‘ari bertujuan memperbaiki prilaku umat Islam secara umum serta sesuai
dengan prinsip prinsip ajaran Islam, dan dalam banyak hal pemikirannya
banyak dipengarui oleh pemikiran Al-Ghazali. (4) Fiqh, dalam hal ini ini
beliau menganut aliran madhhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi‘i dan
Hambali. (5) Pemikiran Politik, pada dasarnya pemikiran politik Hasyim
104
Asy‘ari mengajak kepada semua umat Islam untuk membangun dan menjaga
persatuan, menurutnya pondasi politik pemerintahan Islam itu mempunyai
tiga tujuan yaitu: memberi persamaan bagi setiap muslim, melayani
kepentingan rakyat dengan cara perundingan, menjaga keadilan.24
1. Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asy‘ari
Sebagai ulama‘ besar, Kiai Hasyim dikenal memliki pemikiran
brilian yang meliputi banyak bidang, dari masalah agama, pendidikan.
Sosial hinnga politik.25
Dalam pemikiran pendidikan K.H. Hasyim
Asy‘ari lebih fokus kepada persoalan-persoalan etika dalam mencari dan
menyebarkan ilmu. Beliau berpendapat bahwa bagi seorang yang akan
mencari ilmu pengetahuan atau menyebarkan ilmu pengetahuan, yang
pertama harus ada pada diri mereka adalah semata-mata untuk mencari
ridho Allah swt.
Salah satu karya monumental K.H. Hasyim Asyari yang
berbicara tentang pendidikan adalah kitab Ada>b al-‗A>lim Wa al-
Muta‘allim Fi>ma> Yahtaj Ilah al-Muta‘allim Fi Ahuwa al-Ta‘alum Wa Ma>
Yataqaff al-Mu‘allim Fi> Maqa>ma al-Ta‘li>mih, yang tercetak pertama kali
pada 1415 H. Sebagai umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap
masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika.
Meski demikian, tidak menafikan keahliannya beberapa aspek
pendidikan hadis ikut pila mewarnai isi kitab tersebut. Sebagai bukti
adalah dikemukakannya beberapa hadits sebagai dasar dari
24
Khuluq, MA, Fajar Kebangunan Ulama’, 43-54. 25
Ishom Hadzik, K.H. Hasyim Asy’ari (Jombang: Pustaka Warisan Islam Dan Achmady
Institute), 33.
105
penjelesannya, disamping beberapa ayat al-qur‘an dan pendapat para
ulama‘.26
Berbeda opini dengan masyarakat awam di jawa yang
menganggap kaum wanita sekedar konco wingking dan tak memerlukan
pendidikan, beliau justru memandang pendidikan bagi mereka amat
penting. Sebab, merekalah yang oleh Nabi disebut sebagai ‗imad albilad
(tiang Negara) yang mesti dilibatkan secara aktif dalam mempersiapkan
generasi penerus. Pemikiran yang beliau lontarkan di forum muktamar
NU ini, akhirnya disepakati mayiritas ulama‘. Ketika keputusan iti
digugat oleh seoranh kiai, beliau menjawab dengan argument yang amat
rasional disertai fakta histories yang dapat dipertanggung jawabkan. Hal
itu dapat dibaca dalam karya beliau yang berjudul ziyadah ta‘liqat. Sejak
saat itu, muncul sebuah pondok pesantren Mamba‘ul Ma‘arif Denanyar
Jombang, yang dirintis oleh kiai Bisri Syansuri.27
a. Urgensi pendidikan
Belajar menurut KH. Hasyim Asy‘ari merupakan ibadah
untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus
diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam,
bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.28
26
Ramayulis dan Syamsul Nizwar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), 218. 27
Ishom Hadzik, K.H. Hasyim Asy’ari, 34. 28
Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat Pers.. 2002), 155.
106
Urgensi pendidikan terletak bagaimana memberi kontribusi
pada masyarakat yang berbudaya dan beretika jadi tujuan
mempelajari ilmu adalah untuk diamalkan. Pola pemaparan konsep
pendidikan K.H. Hasyim Asy‘ari dalam kitab Ada>b ‘A>lim Wa
Muta’allim mengikuti logika induktif, di mana beliau mengwali
penjelasannya langsung dengan mengutip ayat-ayat al-qur‘an.
Hadits, pendapat para ulama, syair-syair yang mengadung hikmah.
Dengan cara ini, K.H. Hasyim Asy‘ari memberi pembaca agar
menangkap makna tanpa harus dijelaskan dengan bahasa beliau
sendiri. Namun demikaian, ide-ide pemikirannya dapat dilihat dari
bagaimana beliau memaparkan isi kitab karangan beliau.
K.H. Hasyim Asy‘ari memaparkan tingginya penuntut ilmu
dan ulama dengan mengenengahkan ayat Al-qur‘an yang berbunyi:
―Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.‖ (al-
Mujadalah; 11).
Di tempat lain, K.H. Hasyim Asy‘ari menggabungkan surah
Al bayyinah yang berbunyi:
107
―Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di
sisi Tuhan mereka ialah syurga ‗Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah
ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang
demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada
Tuhannya‖. (Al-Bayyinah ; 7-8).
Premis dari ayat pertama menyatakan ulama adalah hamba
yang takut kepada Allah SWT sedangkan pada ayat kedua
menyatakan bahwa takut kepad Allah SWT adalah makluk yang
terbaik. Kedua premis ini dapat dikongklusikan menjadi ulama
merupakan makluk terbaik disisi Allah SWT.29
b. Tujuan Pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‘ari
Tujuan pendidikan menurut Hasyim Asy‘ari adalah menjadi
insan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, insan
yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.30
Secara khusus, tujuan pendidikan yang ideal menurut K.H. Hasyim
Asy‘ari adalah untuk membentuk masyarakat yang beretika tinggi
29
Rosidin, Pendidikan Karakter Ala Pesantren; Terjemah Adaptif Kitab Adabul ‘Alim wal
Muta’allim Karya KH. Hasyim Asy’ari (Malang: Litera Ulul Albab, 2013), 08-10. 30
Rohinah M noor, KH. Hasyim Asy’ari Memordenisasi NU dan Pendidikan Islam (Jakarta:
Grafindo Khazanah ilmu, 2010), 18-19.
108
(akhla>qul kari>mah). Rumusan ini secara implisit dapat terbaca dari
beberapa hadits dan pendapat ulama yang dikutipnya. Beliau
menyetir sebuah hadits yang berbunyi:
―Diriwayatkan dari Aisyah r.a. dari Rasulullah SAW bersabda :
kewajiban orang tua terhadapnya adalah membaguskan namanya,
membaguskan ibu susuannya dan membaguskan etikanya‖.
c. Konsep Dasar Belajar
Kiai Hasyim tidak merumuskan definisi belajar secara
kongkret dalam karyanya Ada>b ‘A>lim Wa Al-Muta‘allim. Untuk
mendapatkan rumusan yang jelas tentang konsep belajar beliau, mau
tidak mau harus menarik pengertian dari keseluruhan isi kitab, baru
kemudian dicoba dirumuskan definisi tersebut. Konsep dasar belajar
menurut K.H. Hasyim Asya‘ri sesungguhnya dapat ditelusuri melalui
penjelasannya tentang etika seorang murid yang sedang belajar, etika
seorang murid terhadap pelajarannya, dan etika seorang murid
terhadap sumber belajar (kitab, buku). Dari tiga konsep etika tersebut
dapat ditemukan gambaran yang cukup terang bagaiman konsep dan
prinsip-prinsip belajar menurut beliau.
Kiai Hasyim mengiventarisir terdapat sepuluh macam etika
yang harus ditekankan seorang siswa dalam belajar. Dalam kitab
Ada>b ‘A>lim Wa al-Muta‘allim karangan K.H. Hasyim Asy‘ari
disebutkan bahwa yaitu : (1) membersihkan hati dari berbagai sifat
yang mengotori, seperti : iri, dengki, dendam serta akhlak dan akidah
109
yang rusak. (2) meniatkan mencari ilmu semata-mata karena Allah
SWT, untuk mengamalkannya, menghidupkan syari‘atnya dan
menyinari hatinya. (3) menyegerakan menuntut ilmu selagi
kesempatan memungkinkan. (4) bersifat menerima terhadap
pemberian tuhan. (5) membagi waktu dengan sebaik-baiknya. (6)
menyedikitkan makan dan minum, karena kebanyakan makan
menyebabkan kemalasan. (7) wara‘ (8) menghindari makan yang
dapat menimbulakan kemalasan dan mengurangi kecerdasan. (9)
mengurangi tidur selama tidak membahayakan kesehatan. (10)
menghindarai pergaulan yang tidak bermanfaat, terlebih lagi
terhadap lawan jenis.31
Konsep kedua: etika seorang murid ketika sedang belajar,
K.H. Hasyim menginventariskannya menjadi tiga belas macam,
yaitu: (1) mendahulukan mempelajari ilmu yang bersifat fardhu ‗ain.
(2) memahami tafsir serta seluk beluknya.(3) berhati-hati dalam
menyikapi persoalan yang masih menjadi perdebatan para ulama. (4)
mendiskusikan atau mengkonsultasikan hasil belajar kepada orang
yang dipercayainya. (5) segera menyimak suatu ilmu, terutama
hadist. (6) mempunyai motivasi yang tinggi untuk selalu menelalah
ilmu dan tidak menunda-nundanya. (7) dekat dengan orang alim
serta bersama-sama mengkajinya.(8) mengucapkan salam ketika
memasuki suatu majelis ta‘lim. (9) aktif bertanya (10) sportif dalam
31
Lihat Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari (Jakarta: LeKDis, 2005), 47. Lihat
pula Rosidin, Pendidikan Karakter Ala Pesantren; Terjemah Adaptif Kitab Ada>bul ‘A >lim wal
Muta’allim Karya KH. Hasyim Asy’ari, 35-42.
110
bertanya ketika banyak yang bertanya (11) hendaknya membacakan
kitab dihadapan syekh atau guru, ketika snag guru sedang tidak
sibuk. (12) memantapkan pemahaman (13) senang terhadap ilmu.32
Konsep ketiga : etika seoarng murid terhadap sumber belajar
(buku, kitab), kiai Hasyim mengiventariskan menjadi lima macam
etika, yaitu: (1) hendaknya murid memiliki buku yang diperlukan.
(2) dianjurkan untuk meminjam buku kepada orang lain (saling
percaya). (3) meletak buku pada tempatnya. (4) jika mau meminjam
atau membeli, hendaklah teliti. (5) suci dari hadas ketika menela‘ah
buku.33
d. Konsep Dasar Mengajar
Konsep mengajar K.H. Hasyim Asy‘ari dapat ditelusuri
melalui penjelasannya tentang konsep etika yang harus dicamkan
oleh seorang guru yang berkaitan dengan dirinya dan etika seorang
guru terhadap pelajarannya. K.H. Hasyim Asy‘ari mengiventarisir
terhadap 20 etika yang harus dicamkan seorang yang berkaitan
dengan dirinya. Dalam kitab Ada>b ‘A>lim Wa al-Muta‘allim
karangan K.H. Hasyim Asy‘ari disebutkan dua puluh macam etika
itu adalah:
1) Selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT baik sendiri
maupun bersama
2) Selalu takut kepada Allah SWT dalam setiap gerak
32
Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, 49. 33
Ramayulis dan Samsul Nizwar, Ensklopedi tokoh Pendidikan Islam, 218-230.
111
3) Bersikap tenang
4) Wara‘
5) Tawadhu‘
6) Khusyu‘ dihadapan Allah SWT
7) Mengadukan segala persoalan untuk meraih kesenagna duniawi,
seperti kedudukan, kekayaan, keterkenalan keapada Allah SWT,
8) Tidak menjadikan ilmu sebagai tangga
9) Tidak terlalu mengagungkan keduniaan
10) Berlaku zuhud terhadap kedunian
11) Menjauhi pekerjaan-pekerjaan hina, baik secara syar‘I maupun
adat yang berlaku
12) Menjauhi perbuatan yang dapat merendahka martabat, sekalipun
secara batin dapat dibenarkan
13) Senantiasa menegakkan syari‘at Islam, menebarkan salam, dan
amar ma‘ruf nahi mungkar
14) Menghidupkan sunah
15) Menjaga hal-hal yang di anjurkan dalam agama, membaca Al-
qur;an baik dengan hati maupun lisan
16) Berinteraksi social dengan etika yang luhur
17) Membersihkan batin dan lahir dari etika-etika yang rendah dan
mengisi dengan akhlak-akhlak yang luhur
18) Senantiasa memperdalam ilmu dan mengamlakannya dengan
sungguh-sungguh
112
19) Rajin memperdalam kajian keilmuan
20) Menyibukkan diri dengan membuat tulisan ilmiah dengan sesuai
dengan bidangnya.34
Konsep kedua adalah etika guru ketika hendak sedang
mengajar. K.H. Hasyim Asya‘ri menawarkan etika-etika itu antara
lain:35
1) Bersih dari hadas kecil dan besar ketika memasuki ruangan
prmbelajaran
2) Membaca doa ketiak hendak keluar rumahak
3) Ketika sampai di masjid memberikan salam kepada yang hadir
dan duduk menghadap kiblat, jika memungkinkan dengan teang,
tawadhu; dan khusu‘ dan tidak mengeluarkan gerakan-gerakan
yang tidak perlu, tidak mengejar ketika sedang lapar,haus,sangat
sedih,marah, atau sedang kantuk
4) Duduk di tengah para hadirin dengan hormat, kata yang
menyenangkan atau menunjukkan rasa senang dan tidak
sombong
5) Melalui pelajaran dengan membaca sebagian ayat al-Qur‘an
untuk meminta berkah darinya, membaca ta‘awudh, basmalah,
puji-pujian dan s}alawat atas nabi
34
Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, 51. 35
Rosidin, Pendidikan Karakter Ala Pesantren; Terjemah Adaptif Kitab Ada>bul ‘A >lim wal
Muta’allim Karya KH. Hasyim Asy’ari, 121-137.
113
6) Mendahulukan pengajaran materi-,ateri yang menjadi prioritas,
tidakmemperlama atau memperpendek dalam mengajar, tidak
berbicara di luar materi yang sedang dibicarakan
7) Tidak meninggikan suara diluar yang dibutuhkan
8) Menjaga ruangan belajar agar tidak gaduh
9) Mengingat para hadirin akan tujuan mereka dating ke tempat itu
semata-mata ikhlas kareana Allah
10) Menegur murid yang tidak mengindahkan etika-etika ketika
sedang belajar, seperti bervicara dengan teman, tidur dan
tertawa.
11) Berkata jujur akan ketidaktahuannya ketika ditanya akan suatu
persoalan dan ia betuk-betul belum tahu, sehingga tidak muncul
jawabab yang menyesatkan
12) Memberi kesempatan kepada peserta didik yang datang
terlamabat dan mengulangi penjelasan agar tahu yang dimaksud
13) Menutup pelajaran dengan do‘a penutup majlis.
e. Hubungan antara Pendidik dan Peserta Didik
Untuk memahami konsep relasi pendidik dan peserta didik
dari K.H. Hasyim Asy‘ari, terlebih dahuli perlu dipaparkan
bagaimana konsep beliau tentang etika seorang murid terhadap guru
dan etika guru tethadap muridnya. Dari dua konsep etika itu, dapat
dipahami bagiamana relasi antara keduanya terjalin.
114
Kiai Hasyim mengiventarisir terhadap dua belas macam etika
yang harus dipedomani seorang siswa ketika berhadapan dengan
guru, yaitu: (1) hendaknya menjadi pedoman seorang murid agar
meneliti dahulu dengan meminta petunjuk kepada Allah SWT siapa
guru yang akan mendidknya dengan mempertimbangkan akhlak dan
etikanya. Gurunya yang baik adalah cakap dan professional, kasih
sayang, berwibawa, menjaga diri dari hal-hal yang dapat
merendahkan martabat, berkarya, pandai mengajar, dan berwawasan
luas, (2) memilah guru yang betul-betul mampu dan diakui kapasitas
keilmuannya, (3) menurut dan tidak membentak guru seperti halnya
orang sakit yang harus menurut kepada dokter yang ahli, (4)
menghormati guru dan berkeyakinan bahwa seorang guru memiliki
derajat kesempurnaan, (5) mengetahui kewajiban yang harus
ditunaikan pada gurunya dan mendo‘akan semasa hidup dan
wafatbnya. (6) bersabar terhadap kekerasan guru atau keburukan
akhlaknya serasa tetap menggauli dan tetap berkeyakinan bahwa
sang guru masih memiliki derajat kesempurnaan, (7) tidak
menghadap guru kecuali jika diijinkan, (8) duduk di depan guru
dengan sopan, (9) bertutur kata yang bagus, (10) tidak sok tahu,
meskipun apa yang disampaikan guru itu sudah tahu, (11) tidak
mendahului guru menjelaskan suatu persoalan atau menjawab
pertanyaan dan memotong pembicaraan guru ketika sedang
115
menjelaskan, (12) menerima atau member sesuatu kepada guru
dengan tangan kanan.36
Sedangkan etika seorang guru terhadap muridnya, kiai
hasyim mengivintarisir terhadap empat belas macam, yaitu: (1)
meniatkan mengajar semata-mata karena Allah, untuk menyebarkan
ilmu dan menghidupkan syari‘at Islam, (2) menghindari ketidak
ikhlasan dan mengejar keduniaan, (3) mencintai murid-murinya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, (4) mengajar dengan
metode yang mudah dipahami para muridnya, (5) menjelaskan
materi pelajaran dengan sejelas-jelasnya, kalau perlu diulang sampai
murid betul-betul paham, (6) tidak membebani murid di luar
kemampuannya yang dapat menyebabkan dia merasa tertekan, (7)
sesekali meminta murid untuk mengulangi hafalan atau pelajaran
yang telah lalu, (8) tidak bersikap pilih kasih, meskipun terhadap
murid yang memilki kelebihan sekalipun. Guru cukup memberikan
respek kepada murid yang memiliki kelebihan tanpa
mengistimewakannya di antara murid yang lainnya, (9) selalu
memperhatikan adsensi presentasi murid, mengetahui nama-
namanya, dan lain-lain, (10) hendaknya guru memililki perangai
yang baik. Seperti selalu menebarkan salam. Bertutur kata yang
lembut dan santun, (11) membantu siswa mengatasi kesulitan, baik
dengan pengaruh maupun dengan hartanya, (12) jika terdapat siswa
36
Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, 48.
116
yang absen, atau justru jumlahnya bertambah dari kebiasaan, maka
hendaknya diklasifikasikan keberadaan dan keadaanya, (13)
mempunyai sikap tawadhu‘ tehadap muridnya, dan (14) berbicara
kepada muruidnya yang memiliki kelebihan, memanggil mereka
dengan sebutan yang baik, menunjukkan sikap yang ramah ketika
bertemu dengan muridnya, menghormati ketika seorang murid
duduk bersamanya, dan menjawab pertanyaan dengan senang hati
dan memuaskan.37
Kedua belas macam etika tersebut kalau ditelaah lebih dalam,
sesungguhnya dapat diserhanakan menjadi tiga hal. Pertama,
seorang murid harus mencari dan memiih guru yang betul-betul
memilih kualifikasi sebagai seorang guru. Kedua, hendaknya
mempunyai keyakinan bahwa seorang guru memiliki derajat
kesempurnaan dan tidak pernah luntur sekalipun meski diketahui
guru tersebut memiliki perangai (akhlak) yang kurang baik. Ketiga,
hendaknya seorang murid selalu menghormati guru dalam situasi
yang bagiamanapun. Suatu penghormatan semata-mata dilakukan
karena ilmu yang dimilki guru tersebut.
Dua rumusan di atas dikutip secara agak lengkap dengan
maksud untuk mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana relasi
pendidik dan peserta didik terjalin dengan baik. Dan dari rumusan di
ats juga tergambarkan bahawa hubungan pendidik dan peserta didik
37
Ibid., 54.
117
dibangun atas dasar penghormatan yang besar dari murid dan cinta
kasih yang tulus dari seorang guru. Sehingga hubungan diantara
kedunya bagaikan hubungan seorang bapak kandung dan anaknya.
Di samping menaruh perhatian besar pada hubungan guru dan murid,
pembelajaran harus dilaksanakan secara professional, K.H. Hasyim
Asy‘ari tampak juga menekankan pada pentingnya pembimbingan
terhadap anak didik. Sehingga guru adalah sosok pengajar yang
profesioanal dan pembimbing bagi siswa dalam menghadapi
persoalan-persoalan.
2. Aliran Pendidikan KH. Hasyim Asy‘ari
Dalam sistem pendidikan, KH Hasyim Asy‘ari berlandaskan Al-
Qur‘an sebagai paradigmanya. Karena dengan berlandaskan dengan
wahyu Tuhan terwujud suatu sitem pendidikan yang koomperhensif yaitu
meliputi tiga aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ada beberapa nilai
nilai yang harus dikembangkan dalam pengelolahan sistem pendidikan
Islam, antara lain : nilai teosentris, nilai sukarela dan mengabdi, nilai
keaarifan, nilai kesederhanaan, nilai kebersamaan, restu pemimpin
(kyai).38
Dalam hal aliran konsep pemikirannya tentang pendidikan, KH.
Hasyim beraliran konvergensi. Aliran konvergensi berasal dari kata
konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini
berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat,
38
Rohinah M. Noor, KH. Hasyim Asy’ari Memordenisasi NU dan Pendidikan Islam, 57-58.
118
keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan
penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada
masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka
kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saja tanpa
pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan
tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal
mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat
sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika
anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.39
Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat
bahwa seorang anak dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan baik
maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya
tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki
otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang
mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang.
Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan
bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam
pembelajaran.
KH. Hasyim Asy‘ari memiliki aliran dan konsep pendidikan
konvergesi, di mana antara pengalaman dan pembawaan dari lahir berupa
39
http://iissumarni.wordpress.com/2013/06/10/biografi-kh-hasyim-asari/. Diakses pada 27
April 2014.
119
bakat dari keturunan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan
perkembangan KH. Hasyim Asy‘ari. Dari segi aliran nativisme, hal itu
terlihat saat beliau dilahirkan dari keluarga ulama, pendiri pesantren yang
memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat. Yang kemudian
sejak kecil KH. Hasyim Asy‘ari selalu diajarkan berbagai ilmu agama
Islam oleh Ayah dan Kakek beliau. Sejak anak-anak, bakat
kepemimpinan dan kecerdasan KH Hasyim Asy‘ari memang sudah
nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai
pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar
santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya.40
Sedangkan dari segi empirisme, kita dapat menyimpulkan
bahwa begitu banyak pengalaman-pengalaman yang diterima KH.
Hasyim Asy‘ari selama hidupnya terutama dalam menuntut ilmu di
berbagai daerah. Beliau mempunyai kesadaran dan hasrat yang kuat
untuk memperdalam ilmunya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan
kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke
pesantren lain. Pesantren-pesantren tersebut adalah Wonokoyo
(Probolinggo), Langitan (Tuban), Trenggilis (Semarang), Kademangan
(Bangkalan), Siwalan (Sidoarjo). Kemudian Tahun 1893, ia berangkat ke
Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan
berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudh At
Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh
40
Ibid.
120
Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid
Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al
Habsyi. Selain pengalaman dalam menuntut ilmu, ia juga merasakan
pahitnya penjajahan Belanda dan Jepang yang membuatnya tetap
berprinsip dan bisa berkontribusi dalam pendidikan di Indonesia terutama
pendidikan Islam.