bab iii sketsa biografis a. biografi kh. hasyim asy’aridigilib.uinsby.ac.id/879/6/bab...

31
90 BAB III SKETSA BIOGRAFIS DAN PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari 1. Riwayat Singkat KH. Hasyim Asy‘ari Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy‘ari, atau biasa disebut KH Hasyim Asy‘ari, dilahirkan pada tanggal 10 April 1875 atau menurut penanggalan arab pada tanggal 24 Dzulqaidah 1287H di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. KH Hasyim Asy‘ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama yaitu sebuah organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. 1 KH. Hasyim Asyari merupakan putra dari pasangan Kyai Asyari dan Halimah, Ayahnya Kyai Asy‘ari merupakan seorang pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. KH. Hasyim Asy‘ari merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara. Dari garis keturunan ibunya, KH. Hasyim Asy‘aari merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Dari Ayah dan Ibunya KH Hasyim Asy‘ari mendapat pendidikan dan nilai- nilai dasar Islam yang kokoh. 2 Di Pesantren Siwalan, Sidoarjo, tempat dimana KH Hasyim Asy‘ari menimba ilmu, oleh Kiai Ya‘kub yaitu pengasuh dari pondok tersebut, beliau dinikahkan dengan putrinya Khadijah. Bersama istrinya, 1 Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari (Yogyakarta: LkiS, 2000), 14. 2 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (Surabaya: Bisma Satu, 1999), 62. 90

Upload: trandat

Post on 14-Jun-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

90

BAB III

SKETSA BIOGRAFIS DAN PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI

A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari

1. Riwayat Singkat KH. Hasyim Asy‘ari

Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy‘ari, atau biasa

disebut KH Hasyim Asy‘ari, dilahirkan pada tanggal 10 April 1875 atau

menurut penanggalan arab pada tanggal 24 Dzulqaidah 1287H di Desa

Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. KH

Hasyim Asy‘ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama yaitu sebuah

organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.1 KH. Hasyim Asyari

merupakan putra dari pasangan Kyai Asy‘ari dan Halimah, Ayahnya

Kyai Asy‘ari merupakan seorang pemimpin Pesantren Keras yang berada

di sebelah selatan Jombang. KH. Hasyim Asy‘ari merupakan anak ketiga

dari 11 bersaudara. Dari garis keturunan ibunya, KH. Hasyim Asy‘aari

merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Dari

Ayah dan Ibunya KH Hasyim Asy‘ari mendapat pendidikan dan nilai-

nilai dasar Islam yang kokoh.2

Di Pesantren Siwalan, Sidoarjo, tempat dimana KH Hasyim

Asy‘ari menimba ilmu, oleh Kiai Ya‘kub yaitu pengasuh dari pondok

tersebut, beliau dinikahkan dengan putrinya Khadijah. Bersama istrinya,

1 Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari (Yogyakarta:

LkiS, 2000), 14. 2 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (Surabaya: Bisma Satu,

1999), 62.

90

91

beliau menunaikan ibadah haji dan menetap disana. Baru satu tahun

disana istri meninggal kemudian disusul putranya yang baru berusia 2

bulan. Setelah itu, KH. Hasyim Asy‘ari kembali ke tanah air. Pada tahun

1893 beliau kembali ke Hijaz bersama Anis, adiknya yang tak lama

kemudian juga meninggal disana. Beliau di Mekkah sampai 7 tahun.

Lathiful Khuluq menjelaskan bahwa KH. Hasyim Asy‘ari

menikah 7 kali, semua istrinya adalah putri kiai karena beliau sangat

dekat dengan para Kiai. Di antara mereka adalah Khadijah, putri Kiai

Ya‘kub dari Pesantren Siwalan;. Nafisah, putra Kiai Romli dari Pesantren

Kemuring, Kediri; Nafiqoh, yaitu putri Kiai Ilyas dari Pesantren Sewulan

Madiun; Masruroh, putra dari saudara Kiai Ilyas, pemimpin Pesantren

Kapurejo, Kediri,3 Nyai Priangan di Mekkah.

KH. Hasyim Asy‘ari mempunyai 8 anak perempuan dan 6 anak

laki-laki. Anak-anak perempuan beliau adalah Hannah, Khairiyah,

Aisyah, Ummu Abdul Haq, Masrurah, Khadijah dan Fatimah.4

Sedangkan anak laki-lakinya adalah Abdullah, meninggal di Mekkah

sewaktu masih bayi, Abdul Wahid Hasyim, Abdul Hafidz, yang lebih

dikenal dengan Abdul Khalik Hasyim, Abdul Karim, Yusuf Hasyim,

Abdul Kadir dan Ya‘kub.5

KH. Hasyim Asy‘ari sangat dihormati oleh kawan bahkan

lawannya. Gurunya, Kiai Kholil Bangkalan juga menunjukkan rasa

3 Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, 16-17.

4 T.H. Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. M Hasyim Asy’ari (Jakarta:

Galura Pase, 2002), 100. 5 Ibid.

92

hormat kepada beliau dengan mengikuti pengajian-pengajian yang

dilakukan KH. Hasyim Asy‘ari pada bulan Ramadhan.6

Beliau dianggap sebagai guru dan dijuluki ―Hadratus Syaikh‖

yang berarti ―Maha Guru‖.7 Kiprahnya tidak hanya di dunia pesantren,

beliau ikut berjuang dalam membela negara. Semangat kepahlawanannya

tidak pernah kendor. Bahkan menjelang hari-hari akhir hidupnya, Bung

Tomo dan panglima besar Jendral Soedirman kerap berkunjung ke

Tebuireng meminta nasehat beliau perihal perjuangan mengusir

penjajah.8

KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan

kakeknya. Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan KH

Hasyim Asy‘ari memang sudah nampak. Di antara teman

sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13

tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih

besar ketimbang dirinya. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba

ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di

Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di

Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan

di Sidoarjo. Di pesantren Siwalan, yang diasuh Kyai Ya‘qub, Kiai

Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan.

Kyai Ya‘qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim

dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di

6 Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, 19.

7 Ibid., 62.

8 Ibid., 63.

93

Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya‘qub sendiri kesengsem berat

kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja

mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun,

dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya‘qub. Tidak lama

setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna

menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah

air, sesudah istri dan anaknya meninggal. Tahun 1893, ia berangkat lagi

ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan

berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudh At

Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh

Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid

Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al

Habsyi.9

Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten

milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan

Pesantren Tebuireng. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan

juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tahun 1899, Kyai

Hasyim Asy‘ari membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh

Tebuireng. Di sana beliau membangun sebuah bangunan yang terbuat

dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal. Dari tratak kecil inilah

embrio Pesantren Tebuireng dimulai.

9 H. Abu Bakar Atjeh, Sejarah Hidup KH A Wahid Hasyim dan Karang Tersiar (Jakarta:

Panitia Buku Peringatan KHA Wahid Hasyim, 1975), 35.

94

Kyai Hasyim mengajar dan shalat berjamaah di tratak bagian

depan, sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat

itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan kemudian meningkat

menjadi 28 orang. Kiai Hasyim Asy‘ari mendirikan pesantren di

Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa

pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy‘ari memosisikan

Pesantren Tebuireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam

tradisional.10

Dalam pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan,

tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin,

menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum,

berorganisasi, dan berpidato. Cara yang dilakukannya itu mendapat

reaksi masyarakat sebab dianggap bid‘ah. Ia dikecam, tetapi tidak

mundur dari pendiriannya. Baginya, mengajarkan agama berarti

memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka

untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan

Kiai Hasyim Asy‘ari. Meski mendapat kecaman, pesantren Tebuireng

menjadi masyhur ketika para santri angkatan pertamanya berhasil

mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan juga menjadi besar.

Setelah dua tahun membangun Tebuireng, Kyai Hasyim kembali

harus kehilangan istri tercintanya, Nyai Khodijah. Saat itu perjuangan

mereka sudah menampakkan hasil yang menggembirakan. Kyai Hasyim

10

Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, 20.

95

kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh, putri Kyai Ilyas,

pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kyai Hasyim

dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4)

Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul

Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf.11

Pada

akhir dekade 1920an, Nyai Nafiqoh wafat sehingga Kyai Hasyim

menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri Kyai Hasan, pengasuh

Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai

Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2)

Fatimah, (3) Khotijah, (4) Muhammad Ya‘kub. Keberadaan pesantren

Tebuireng yang didirikan Hasyim sangat banyak melahirkan ulama-

ulama besar yang kemudian juga mendirikan pesantren di tempat lain

Karena pengaruhnya yang demikian kuat itu, keberadaan Kyai

Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang

berusaha untuk merangkulnya. Kyai Hasyim sempat mencicipi penjara 3

bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menangkap Kyai Hasyim.

Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya.

Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10

November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar

Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa

senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris.

Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan

11

Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. M Hasyim Asy’ari, 100.

96

Nasional. Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya

perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai

politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi).

Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat

Islam dari berbagai faham. Kyai Hasyim diangkat sebagai Ro‘is ‗Am

(Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947. Selama masa

perjuangan mengusir penjajah, Kyai Hasyim dikenal sebagai penganjur,

penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan

seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin.

KH. Hasyim Asy‘ari meninggal dunia pada tanggal 7 Ramadhan

1366/25 juli 1947 karena terkena tekanan darah tinggi. Di masa hidupnya

beliau mempunyai peran yang besar dalam dunia pendidikan, khususnya

di lingkungan pesantren, baik dari segi ilmu maupun garis keturunan.12

Sedangkan dalam perjuangannya dalam rangka merebut kemerdekaan

melawan Belanda, beliau gigih dan punya semangat pantang menyerah

serta jasa-jasanya kepada bangsa dan negara sehingga beliau diakui

sebagai seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional.13

2. Latar Belakang Pendidikan KH. Hasyim Asy‘ari

Pada pertengahan abad ke 20, terdapat 2 sistem pendidikan yang

ada di Indonesia. Pertama adalah sistem pendidikan pesantren, yang di

sediakan untuk para muslim yang memfokuskan pengajarannya pada

12

Akarhanaf, Kiai Hasjim Asj’ari, Bapak Umat Islam Indonesia, 1871 – 1947 (Jombang:

n.p., 1949), 61-63. 13

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:

LP3S, Jakarta, 1983), 98.

97

ilmu agama. Kedua adalah sistem pendidikan Barat yang diterapkan oleh

kolonial Belanda (Holland Inlandsche Scholen) yang didirikan awal

tahun 1914. Hanya anak-anak keluarga priyayi yang dapat sekolah

disana. Itupun hanya tujuh tahun. Jadi, karena pembatasan pemerintah

dan keyakinan kaum muslim, institusi pendidikan yang tersedia bagi

mayoritas penduduk pribumi hanyalah pesantren.14

Pendidikan KH. Hasyim Asy‘ari tidak berbeda dengan

kebanyakan muslim lainnya. Kita telah ketahui awal pendidikan beliau

yang mulai dari pesantren. Karena kecerdasan dan ketekunannya, pada

usia 13 tahun, dibawah bimbingan ayahnya, beliau mempelajari dasar-

dasar tauhid, fiqh, tafsir dan hadits. Bahkan sudah berani membantu

mengajar santri-santri ayahnya.

Pada umur 15 tahun, beliau mulai berkelana mencari

pengetahuan agama Islam ke beberapa pesantren, sebut saja Pesantren

Wonokoyo-Probolingga, Pesantren Langitan-Tuban, Pesantren

Trenggilis-Semarang, Pesantren Kademangan Bangkalan Madura dan

Pesantren Siwalan-Surabaya. Di Bangkalan beliau belajar tata bahasa,

sastra Arab, fiqh dan sufisme dari Kiai Khalil selama 3 bulan. Sedangkan

di Siwalan, beliau lebih memfokuskan pada bidang fiqh selama 2 tahun,

dengan Kiai Ya‘kub. Diperkirakan KH. Hasyim Asy‘ari pernah belajar

bersama dengan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, di Semarang.15

14

Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, 22. 15

Ibid., 23-24.

98

Kemudian KH. Hasyim Asy‘ari pergi ke Hijaz guna

melanjutkan pelajarannya disana. Semula beliau belajar dibawah

bimbingan Syekh Mahfudz dari Termas, Pacitan. Syekh Mahfudz adalah

ahli hadits, beliau orang Indonesia pertama yang mengajar Shahih

Bukhari di Mekkah. Dari beliau KH. Hasyim Asy‘ari mendapat ijazah

untuk mengajar Shahih Bukhari. Di bawah bimbingannya, KH. Hasyim

Asy‘ari juga belajar t}ariqat qadariyah dan naqshabandiyah. Ajaran

tersebut diperoleh Syekh Mahfudz dari Syekh Nawawi dan Syekh

Sambas.16

Jadi, Syekh Mahfudz merupakan penghubung pembentuk tradisi

yang menghubungkan Syekh Nawawi dari Banten dan Syekh Sambas

dengan K.H. Hasyim Asy‘ari. Pengaruh ini dapat ditemukan dalam

pemikiran K.H. Hasyim Asy‘ari.

Murid Syekh Khatib banyak yang menjadi ulama terkenal, baik

dari kalangan NU maupun dari kalangan yang lain, misalnya, KH.

Hasyim Asy‘ari sendiri, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, KH.

Ahmad Dahlan (tokoh Muhammadiyah), Syekh Muh. Nur Mufti dan

Syeh Hasan Maksum dan masih banyak lagi.17

Di bawah bimbingan Ahmad Khatib yang juga seorang ahli

astronomi, matematika dan al-Jabar, KH. Hasyim Asy‘ari juga belajar

fiqh madzhab Syafi‘i. Ahmad Khatib tidak setuju dengan pembaharuan

16

Lihat Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke – 19

(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 117-127. 17

Saifullah Ma‘shum, Kharisma Ulama; Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU (Bandung:

Mizan, 1998), 73.

99

Muhammad Abduh mengenai pembentukan madzhab fiqh baru, beliau

hanya setuju pada pendapatnya mengenai tarekat. Atas izin dari beliaulah

KH. Hasyim Asy‘ari mempelajari tafsir Al-Manar karya Abduh.

Dalam hal ini, KH. Hasyim Asy‘ari tidak menganjurkan kitab

ini dibaca oleh muridnya, karena Abduh mengejek ulama tradisionalis

karena dukungan-dukungan mereka pada praktek Islam yang dianggap

tidak dapat diterima. KH. Hasyim Asy‘ari setuju dengan dorongan

Abduh untuk meningkatkan semangat muslim, tapi tidak setuju dengan

pendapat Abduh untuk membebaskan umat dari tradisi madzhab.

Berbeda dengan Abduh, KH. Hasyim Asy‘ari percaya bahwa tidak

mungkin memahami al-Qur‘an dan Hadith tanpa memahami perbedaan

pendapat pemikiran hukum. Penolakan terhadap madzhab, menurut

beliau, akan memutarbalikkan ajaran Islam.18

Dalam perkembangan selanjutnya, Kiai Hasyim menjadi

pemimpin dari kiai-kiai besar di tanah Jawa. Menurut Zamakhsari,

setidaknya terdapat empat faktor penting yang melatarbelakangi watak

kepemimpinan beliau. Pertama, ia lahir ditengah-tengah Islamic

revivalism baik di Indonesia maupun di Timur tengah, khususnya di

Mekkah. Kedua, orang tua dan kakeknya merupakan pimpinan pesantren

yang punya pengaruh di Jawa Timur. Ketiga, ia sendiri ia dilahirkan

sebagai seorang yang sangat cerdas dan memiliki kepemimpinan.

Keempat, berkembangnya perasaan anti kolonial, nasional Arab, dan pan-

18

Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, 26.

100

Islamisme di dunia Islam.19

Dari faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan

bahwa KH. Hasyim Asy‘ari mempunyai potensi dan keturunan untuk

menjadi orang besar.

3. Karya-karya KH. Hasyim Asy‘ari

Ada sekitar sepuluh karangan beliau semasa masih hidup

adalah:

a. Ada>b ‘A>lim wa al-Muta’allim, yaitu kitab yang membahsa tentang

tata cara belajar dari tinjauan akhlak

b. Ziy>adah at-Ta’li>qa>t, yaitu kitab yang menjawab terhadap syair

syekh Abdullah bin yasin, pasuruan yang menghina NU

c. At-tanbiha>t al-Wajiba>t Liman Yansa> al-Mauli>d bi al-Munkara>t,

yaitu kitab tentang peringatan-peringatan bagi orang yang berbuat

kemungkaran pada acara maulud

d. Risa>lah al-Jama>’ah, yaitu kitab tentang keadaan orang mati, tanda-

tanda kiamat dan penjelasan tentang suanh dan bid’ah

e. Al-Nu>r al-Mubi>n fi al-Mahabbah Sayyid al-Mursali>n, yaitu kitab

tentang mencintai rasullah saw serta mengikuti suanah beliau.

f. Hashi’ah ala > Fathi Rohma>n bi Sharh Risalah al-Wali>li Syekh

Zakariya al-Ansori, yaitu kitab syarah dari karang Syekh Zakariya

al-Ansori

19

Humaidy Abdussami dan Ridwan Fakla AS, Biografi 5 Rais ‘Am Nahdlotul Ulama

(Yogyakarta: LTN bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1995), 2.

101

g. Al-Dura>r al-Munqat}irah fi Masai al-Tis’ah Asyaro, yaitu kitab

tentang uraian tariqat, wilayah dan hal-hal yang berhubungan

masalah pokok pengikut tareqat20

h. At-tibya>n fi Nahiy al-Muqa>ti’ati al-Arha>m wa al-Zarib wa al-

Ikhwa>n, yaitu kitab tentang pentingnya menyambung persaudaran

dan bahaya memutuskan persaudaraan21

i. Ar-Risa>lah al-Tauhidiyah, yaitu kitab tentang tauhid

j. Al-Qala>’il fi Baya>ni Ma Wajibu min al-Aqa>’id, yaitu kitab tentang

kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan dalam akidah

4. Tentang Nahdhatul Ulama

Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam

tradisional, Kiai Hasyim Asy‘ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang

berarti kebangkitan ulama. Pengaruh Kiai Hasyim Asy‘ari pun semakin

besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu

dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menyegani

kewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU pun berkembang makin pesat.

Bangkitnya kaum ulama yang menggunakan NU sebagai wadah

pergerakan, tidak dapat dilepaskan dari peran KH. Hasyim Asy‘ari. Ia

berkeyakinan, bahwa tanpa persatuan dan kebangkitan ulama, terbuka

kesempatan bagi pihak lain untuk mengadu domba. Selain itu

20

KH.M. Hasyim Asy‘ari, Menjadi Orang Pinter dan Bener (Adab al-Alim wa al-Muta’alim)

(Yogyakarta: Qalam, 2003), Cet. I, xii. 21

Zuhairi Misrawi, Hadratussaikh Hasyim Asy'ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan

(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), 17.

102

didirikannya NU bertujuan untuk menyatukan kekuatan Islam dengan

kaum ulama sebagai elit perubahan, memudahkan konsolidasi dan

koordinasi segala kegiatan ummat Islam, terutama dalam bidang

pendidikan yang terdapat dalam lingkungan pondok pesantren.22

Dengan Nahdhatul Ulama, ia berjuang mempertahankan

kepentingan umat. Disatukannya potensi umat Islam menjadi kekuatan

kokoh dan kuat, tidak mudah menjadi korban oleh kepentingan politik

yang hanya mencari kedudukan dengan mengatasnamakan Islam.23

Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan Islam

ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa. Meski sudah menjadi tokoh

penting dalam NU, ia tetap bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang

paling dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah

Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji

yang cukup besar asalkan mau bekerja sama, tetapi ditolaknya. Dengan

alasan yang tidak diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim

Asy‘ari ditangkap.

Berkat bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan

kemudian ia dibebaskan dan sesudah itu diangkat menjadi Kepala Urusan

Agama. Jabatan itu diterimanya karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh

pesantrennya di Tebuireng. Sesudah Indonesia merdeka, melalui pidato-

pidatonya Kiai Hasyim Asy‘ari membakar semangat para pemuda supaya

mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia

22

Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. M Hasyim Asy’ari, 122. 23

Ibid., 128.

103

meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan

dimakamkan di Tebuireng.

B. Sketsa Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari

Sebagai seorang intelektual KH Hasyim Asy‘ari telah

menyumbangkan banyak hal, hal itu dapat dilihat dari beberapa pemikirannya

tentang banyak hal yaitu: (1) Teologi, dalam ini dia mengatakan ada tiga

tingkatan dalam mengartikan tuhan (tawhid), tingkatan pertama pujian

terhadap keesaan tuhan hal ini dimiliki oleh orang awam, tingkatan kedua

meliputi pengetahuan dan pengertian mengenai keesaan tuhan hal ini dimiliki

oleh Ulama‘, tingkatan ketiga tumbuh dari perasaan terdalam mengenai

hakim agung dan hal ini dimiliki oleh para Sufi. (2) Ahlu al-Sunnah wa al-

Jama>‘ah, Hasyim Asy‘ari menerima doktrin ini karena sesuai dengan tujuan

NU khususnya yang berkaitan dengan dengan membangun hubungan ‗ulama‘

Indonesia yaitu mengikuti salah satu madhhab sunni dan menjaga kurikulum

pesantren agar sesuai dengan prinsip-prinsip Ahlu al-Sunnah wa al-

Jama‘ah yang berarti mengikuti ajaran nabi Muhammad dan perkataan

ulama‘. (3) Tasawwuf, secara garis besar pemikiran tasawwuf KH Hasyim

Asy‘ari bertujuan memperbaiki prilaku umat Islam secara umum serta sesuai

dengan prinsip prinsip ajaran Islam, dan dalam banyak hal pemikirannya

banyak dipengarui oleh pemikiran Al-Ghazali. (4) Fiqh, dalam hal ini ini

beliau menganut aliran madhhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi‘i dan

Hambali. (5) Pemikiran Politik, pada dasarnya pemikiran politik Hasyim

104

Asy‘ari mengajak kepada semua umat Islam untuk membangun dan menjaga

persatuan, menurutnya pondasi politik pemerintahan Islam itu mempunyai

tiga tujuan yaitu: memberi persamaan bagi setiap muslim, melayani

kepentingan rakyat dengan cara perundingan, menjaga keadilan.24

1. Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asy‘ari

Sebagai ulama‘ besar, Kiai Hasyim dikenal memliki pemikiran

brilian yang meliputi banyak bidang, dari masalah agama, pendidikan.

Sosial hinnga politik.25

Dalam pemikiran pendidikan K.H. Hasyim

Asy‘ari lebih fokus kepada persoalan-persoalan etika dalam mencari dan

menyebarkan ilmu. Beliau berpendapat bahwa bagi seorang yang akan

mencari ilmu pengetahuan atau menyebarkan ilmu pengetahuan, yang

pertama harus ada pada diri mereka adalah semata-mata untuk mencari

ridho Allah swt.

Salah satu karya monumental K.H. Hasyim Asyari yang

berbicara tentang pendidikan adalah kitab Ada>b al-‗A>lim Wa al-

Muta‘allim Fi>ma> Yahtaj Ilah al-Muta‘allim Fi Ahuwa al-Ta‘alum Wa Ma>

Yataqaff al-Mu‘allim Fi> Maqa>ma al-Ta‘li>mih, yang tercetak pertama kali

pada 1415 H. Sebagai umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap

masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika.

Meski demikian, tidak menafikan keahliannya beberapa aspek

pendidikan hadis ikut pila mewarnai isi kitab tersebut. Sebagai bukti

adalah dikemukakannya beberapa hadits sebagai dasar dari

24

Khuluq, MA, Fajar Kebangunan Ulama’, 43-54. 25

Ishom Hadzik, K.H. Hasyim Asy’ari (Jombang: Pustaka Warisan Islam Dan Achmady

Institute), 33.

105

penjelesannya, disamping beberapa ayat al-qur‘an dan pendapat para

ulama‘.26

Berbeda opini dengan masyarakat awam di jawa yang

menganggap kaum wanita sekedar konco wingking dan tak memerlukan

pendidikan, beliau justru memandang pendidikan bagi mereka amat

penting. Sebab, merekalah yang oleh Nabi disebut sebagai ‗imad albilad

(tiang Negara) yang mesti dilibatkan secara aktif dalam mempersiapkan

generasi penerus. Pemikiran yang beliau lontarkan di forum muktamar

NU ini, akhirnya disepakati mayiritas ulama‘. Ketika keputusan iti

digugat oleh seoranh kiai, beliau menjawab dengan argument yang amat

rasional disertai fakta histories yang dapat dipertanggung jawabkan. Hal

itu dapat dibaca dalam karya beliau yang berjudul ziyadah ta‘liqat. Sejak

saat itu, muncul sebuah pondok pesantren Mamba‘ul Ma‘arif Denanyar

Jombang, yang dirintis oleh kiai Bisri Syansuri.27

a. Urgensi pendidikan

Belajar menurut KH. Hasyim Asy‘ari merupakan ibadah

untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk

memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus

diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam,

bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.28

26

Ramayulis dan Syamsul Nizwar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan (Jakarta: Quantum

Teaching, 2005), 218. 27

Ishom Hadzik, K.H. Hasyim Asy’ari, 34. 28

Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat Pers.. 2002), 155.

106

Urgensi pendidikan terletak bagaimana memberi kontribusi

pada masyarakat yang berbudaya dan beretika jadi tujuan

mempelajari ilmu adalah untuk diamalkan. Pola pemaparan konsep

pendidikan K.H. Hasyim Asy‘ari dalam kitab Ada>b ‘A>lim Wa

Muta’allim mengikuti logika induktif, di mana beliau mengwali

penjelasannya langsung dengan mengutip ayat-ayat al-qur‘an.

Hadits, pendapat para ulama, syair-syair yang mengadung hikmah.

Dengan cara ini, K.H. Hasyim Asy‘ari memberi pembaca agar

menangkap makna tanpa harus dijelaskan dengan bahasa beliau

sendiri. Namun demikaian, ide-ide pemikirannya dapat dilihat dari

bagaimana beliau memaparkan isi kitab karangan beliau.

K.H. Hasyim Asy‘ari memaparkan tingginya penuntut ilmu

dan ulama dengan mengenengahkan ayat Al-qur‘an yang berbunyi:

―Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.‖ (al-

Mujadalah; 11).

Di tempat lain, K.H. Hasyim Asy‘ari menggabungkan surah

Al bayyinah yang berbunyi:

107

―Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal

saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di

sisi Tuhan mereka ialah syurga ‗Adn yang mengalir di bawahnya

sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah

ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang

demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada

Tuhannya‖. (Al-Bayyinah ; 7-8).

Premis dari ayat pertama menyatakan ulama adalah hamba

yang takut kepada Allah SWT sedangkan pada ayat kedua

menyatakan bahwa takut kepad Allah SWT adalah makluk yang

terbaik. Kedua premis ini dapat dikongklusikan menjadi ulama

merupakan makluk terbaik disisi Allah SWT.29

b. Tujuan Pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‘ari

Tujuan pendidikan menurut Hasyim Asy‘ari adalah menjadi

insan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, insan

yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.30

Secara khusus, tujuan pendidikan yang ideal menurut K.H. Hasyim

Asy‘ari adalah untuk membentuk masyarakat yang beretika tinggi

29

Rosidin, Pendidikan Karakter Ala Pesantren; Terjemah Adaptif Kitab Adabul ‘Alim wal

Muta’allim Karya KH. Hasyim Asy’ari (Malang: Litera Ulul Albab, 2013), 08-10. 30

Rohinah M noor, KH. Hasyim Asy’ari Memordenisasi NU dan Pendidikan Islam (Jakarta:

Grafindo Khazanah ilmu, 2010), 18-19.

108

(akhla>qul kari>mah). Rumusan ini secara implisit dapat terbaca dari

beberapa hadits dan pendapat ulama yang dikutipnya. Beliau

menyetir sebuah hadits yang berbunyi:

―Diriwayatkan dari Aisyah r.a. dari Rasulullah SAW bersabda :

kewajiban orang tua terhadapnya adalah membaguskan namanya,

membaguskan ibu susuannya dan membaguskan etikanya‖.

c. Konsep Dasar Belajar

Kiai Hasyim tidak merumuskan definisi belajar secara

kongkret dalam karyanya Ada>b ‘A>lim Wa Al-Muta‘allim. Untuk

mendapatkan rumusan yang jelas tentang konsep belajar beliau, mau

tidak mau harus menarik pengertian dari keseluruhan isi kitab, baru

kemudian dicoba dirumuskan definisi tersebut. Konsep dasar belajar

menurut K.H. Hasyim Asya‘ri sesungguhnya dapat ditelusuri melalui

penjelasannya tentang etika seorang murid yang sedang belajar, etika

seorang murid terhadap pelajarannya, dan etika seorang murid

terhadap sumber belajar (kitab, buku). Dari tiga konsep etika tersebut

dapat ditemukan gambaran yang cukup terang bagaiman konsep dan

prinsip-prinsip belajar menurut beliau.

Kiai Hasyim mengiventarisir terdapat sepuluh macam etika

yang harus ditekankan seorang siswa dalam belajar. Dalam kitab

Ada>b ‘A>lim Wa al-Muta‘allim karangan K.H. Hasyim Asy‘ari

disebutkan bahwa yaitu : (1) membersihkan hati dari berbagai sifat

yang mengotori, seperti : iri, dengki, dendam serta akhlak dan akidah

109

yang rusak. (2) meniatkan mencari ilmu semata-mata karena Allah

SWT, untuk mengamalkannya, menghidupkan syari‘atnya dan

menyinari hatinya. (3) menyegerakan menuntut ilmu selagi

kesempatan memungkinkan. (4) bersifat menerima terhadap

pemberian tuhan. (5) membagi waktu dengan sebaik-baiknya. (6)

menyedikitkan makan dan minum, karena kebanyakan makan

menyebabkan kemalasan. (7) wara‘ (8) menghindari makan yang

dapat menimbulakan kemalasan dan mengurangi kecerdasan. (9)

mengurangi tidur selama tidak membahayakan kesehatan. (10)

menghindarai pergaulan yang tidak bermanfaat, terlebih lagi

terhadap lawan jenis.31

Konsep kedua: etika seorang murid ketika sedang belajar,

K.H. Hasyim menginventariskannya menjadi tiga belas macam,

yaitu: (1) mendahulukan mempelajari ilmu yang bersifat fardhu ‗ain.

(2) memahami tafsir serta seluk beluknya.(3) berhati-hati dalam

menyikapi persoalan yang masih menjadi perdebatan para ulama. (4)

mendiskusikan atau mengkonsultasikan hasil belajar kepada orang

yang dipercayainya. (5) segera menyimak suatu ilmu, terutama

hadist. (6) mempunyai motivasi yang tinggi untuk selalu menelalah

ilmu dan tidak menunda-nundanya. (7) dekat dengan orang alim

serta bersama-sama mengkajinya.(8) mengucapkan salam ketika

memasuki suatu majelis ta‘lim. (9) aktif bertanya (10) sportif dalam

31

Lihat Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari (Jakarta: LeKDis, 2005), 47. Lihat

pula Rosidin, Pendidikan Karakter Ala Pesantren; Terjemah Adaptif Kitab Ada>bul ‘A >lim wal

Muta’allim Karya KH. Hasyim Asy’ari, 35-42.

110

bertanya ketika banyak yang bertanya (11) hendaknya membacakan

kitab dihadapan syekh atau guru, ketika snag guru sedang tidak

sibuk. (12) memantapkan pemahaman (13) senang terhadap ilmu.32

Konsep ketiga : etika seoarng murid terhadap sumber belajar

(buku, kitab), kiai Hasyim mengiventariskan menjadi lima macam

etika, yaitu: (1) hendaknya murid memiliki buku yang diperlukan.

(2) dianjurkan untuk meminjam buku kepada orang lain (saling

percaya). (3) meletak buku pada tempatnya. (4) jika mau meminjam

atau membeli, hendaklah teliti. (5) suci dari hadas ketika menela‘ah

buku.33

d. Konsep Dasar Mengajar

Konsep mengajar K.H. Hasyim Asy‘ari dapat ditelusuri

melalui penjelasannya tentang konsep etika yang harus dicamkan

oleh seorang guru yang berkaitan dengan dirinya dan etika seorang

guru terhadap pelajarannya. K.H. Hasyim Asy‘ari mengiventarisir

terhadap 20 etika yang harus dicamkan seorang yang berkaitan

dengan dirinya. Dalam kitab Ada>b ‘A>lim Wa al-Muta‘allim

karangan K.H. Hasyim Asy‘ari disebutkan dua puluh macam etika

itu adalah:

1) Selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT baik sendiri

maupun bersama

2) Selalu takut kepada Allah SWT dalam setiap gerak

32

Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, 49. 33

Ramayulis dan Samsul Nizwar, Ensklopedi tokoh Pendidikan Islam, 218-230.

111

3) Bersikap tenang

4) Wara‘

5) Tawadhu‘

6) Khusyu‘ dihadapan Allah SWT

7) Mengadukan segala persoalan untuk meraih kesenagna duniawi,

seperti kedudukan, kekayaan, keterkenalan keapada Allah SWT,

8) Tidak menjadikan ilmu sebagai tangga

9) Tidak terlalu mengagungkan keduniaan

10) Berlaku zuhud terhadap kedunian

11) Menjauhi pekerjaan-pekerjaan hina, baik secara syar‘I maupun

adat yang berlaku

12) Menjauhi perbuatan yang dapat merendahka martabat, sekalipun

secara batin dapat dibenarkan

13) Senantiasa menegakkan syari‘at Islam, menebarkan salam, dan

amar ma‘ruf nahi mungkar

14) Menghidupkan sunah

15) Menjaga hal-hal yang di anjurkan dalam agama, membaca Al-

qur;an baik dengan hati maupun lisan

16) Berinteraksi social dengan etika yang luhur

17) Membersihkan batin dan lahir dari etika-etika yang rendah dan

mengisi dengan akhlak-akhlak yang luhur

18) Senantiasa memperdalam ilmu dan mengamlakannya dengan

sungguh-sungguh

112

19) Rajin memperdalam kajian keilmuan

20) Menyibukkan diri dengan membuat tulisan ilmiah dengan sesuai

dengan bidangnya.34

Konsep kedua adalah etika guru ketika hendak sedang

mengajar. K.H. Hasyim Asya‘ri menawarkan etika-etika itu antara

lain:35

1) Bersih dari hadas kecil dan besar ketika memasuki ruangan

prmbelajaran

2) Membaca doa ketiak hendak keluar rumahak

3) Ketika sampai di masjid memberikan salam kepada yang hadir

dan duduk menghadap kiblat, jika memungkinkan dengan teang,

tawadhu; dan khusu‘ dan tidak mengeluarkan gerakan-gerakan

yang tidak perlu, tidak mengejar ketika sedang lapar,haus,sangat

sedih,marah, atau sedang kantuk

4) Duduk di tengah para hadirin dengan hormat, kata yang

menyenangkan atau menunjukkan rasa senang dan tidak

sombong

5) Melalui pelajaran dengan membaca sebagian ayat al-Qur‘an

untuk meminta berkah darinya, membaca ta‘awudh, basmalah,

puji-pujian dan s}alawat atas nabi

34

Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, 51. 35

Rosidin, Pendidikan Karakter Ala Pesantren; Terjemah Adaptif Kitab Ada>bul ‘A >lim wal

Muta’allim Karya KH. Hasyim Asy’ari, 121-137.

113

6) Mendahulukan pengajaran materi-,ateri yang menjadi prioritas,

tidakmemperlama atau memperpendek dalam mengajar, tidak

berbicara di luar materi yang sedang dibicarakan

7) Tidak meninggikan suara diluar yang dibutuhkan

8) Menjaga ruangan belajar agar tidak gaduh

9) Mengingat para hadirin akan tujuan mereka dating ke tempat itu

semata-mata ikhlas kareana Allah

10) Menegur murid yang tidak mengindahkan etika-etika ketika

sedang belajar, seperti bervicara dengan teman, tidur dan

tertawa.

11) Berkata jujur akan ketidaktahuannya ketika ditanya akan suatu

persoalan dan ia betuk-betul belum tahu, sehingga tidak muncul

jawabab yang menyesatkan

12) Memberi kesempatan kepada peserta didik yang datang

terlamabat dan mengulangi penjelasan agar tahu yang dimaksud

13) Menutup pelajaran dengan do‘a penutup majlis.

e. Hubungan antara Pendidik dan Peserta Didik

Untuk memahami konsep relasi pendidik dan peserta didik

dari K.H. Hasyim Asy‘ari, terlebih dahuli perlu dipaparkan

bagaimana konsep beliau tentang etika seorang murid terhadap guru

dan etika guru tethadap muridnya. Dari dua konsep etika itu, dapat

dipahami bagiamana relasi antara keduanya terjalin.

114

Kiai Hasyim mengiventarisir terhadap dua belas macam etika

yang harus dipedomani seorang siswa ketika berhadapan dengan

guru, yaitu: (1) hendaknya menjadi pedoman seorang murid agar

meneliti dahulu dengan meminta petunjuk kepada Allah SWT siapa

guru yang akan mendidknya dengan mempertimbangkan akhlak dan

etikanya. Gurunya yang baik adalah cakap dan professional, kasih

sayang, berwibawa, menjaga diri dari hal-hal yang dapat

merendahkan martabat, berkarya, pandai mengajar, dan berwawasan

luas, (2) memilah guru yang betul-betul mampu dan diakui kapasitas

keilmuannya, (3) menurut dan tidak membentak guru seperti halnya

orang sakit yang harus menurut kepada dokter yang ahli, (4)

menghormati guru dan berkeyakinan bahwa seorang guru memiliki

derajat kesempurnaan, (5) mengetahui kewajiban yang harus

ditunaikan pada gurunya dan mendo‘akan semasa hidup dan

wafatbnya. (6) bersabar terhadap kekerasan guru atau keburukan

akhlaknya serasa tetap menggauli dan tetap berkeyakinan bahwa

sang guru masih memiliki derajat kesempurnaan, (7) tidak

menghadap guru kecuali jika diijinkan, (8) duduk di depan guru

dengan sopan, (9) bertutur kata yang bagus, (10) tidak sok tahu,

meskipun apa yang disampaikan guru itu sudah tahu, (11) tidak

mendahului guru menjelaskan suatu persoalan atau menjawab

pertanyaan dan memotong pembicaraan guru ketika sedang

115

menjelaskan, (12) menerima atau member sesuatu kepada guru

dengan tangan kanan.36

Sedangkan etika seorang guru terhadap muridnya, kiai

hasyim mengivintarisir terhadap empat belas macam, yaitu: (1)

meniatkan mengajar semata-mata karena Allah, untuk menyebarkan

ilmu dan menghidupkan syari‘at Islam, (2) menghindari ketidak

ikhlasan dan mengejar keduniaan, (3) mencintai murid-murinya

sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, (4) mengajar dengan

metode yang mudah dipahami para muridnya, (5) menjelaskan

materi pelajaran dengan sejelas-jelasnya, kalau perlu diulang sampai

murid betul-betul paham, (6) tidak membebani murid di luar

kemampuannya yang dapat menyebabkan dia merasa tertekan, (7)

sesekali meminta murid untuk mengulangi hafalan atau pelajaran

yang telah lalu, (8) tidak bersikap pilih kasih, meskipun terhadap

murid yang memilki kelebihan sekalipun. Guru cukup memberikan

respek kepada murid yang memiliki kelebihan tanpa

mengistimewakannya di antara murid yang lainnya, (9) selalu

memperhatikan adsensi presentasi murid, mengetahui nama-

namanya, dan lain-lain, (10) hendaknya guru memililki perangai

yang baik. Seperti selalu menebarkan salam. Bertutur kata yang

lembut dan santun, (11) membantu siswa mengatasi kesulitan, baik

dengan pengaruh maupun dengan hartanya, (12) jika terdapat siswa

36

Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, 48.

116

yang absen, atau justru jumlahnya bertambah dari kebiasaan, maka

hendaknya diklasifikasikan keberadaan dan keadaanya, (13)

mempunyai sikap tawadhu‘ tehadap muridnya, dan (14) berbicara

kepada muruidnya yang memiliki kelebihan, memanggil mereka

dengan sebutan yang baik, menunjukkan sikap yang ramah ketika

bertemu dengan muridnya, menghormati ketika seorang murid

duduk bersamanya, dan menjawab pertanyaan dengan senang hati

dan memuaskan.37

Kedua belas macam etika tersebut kalau ditelaah lebih dalam,

sesungguhnya dapat diserhanakan menjadi tiga hal. Pertama,

seorang murid harus mencari dan memiih guru yang betul-betul

memilih kualifikasi sebagai seorang guru. Kedua, hendaknya

mempunyai keyakinan bahwa seorang guru memiliki derajat

kesempurnaan dan tidak pernah luntur sekalipun meski diketahui

guru tersebut memiliki perangai (akhlak) yang kurang baik. Ketiga,

hendaknya seorang murid selalu menghormati guru dalam situasi

yang bagiamanapun. Suatu penghormatan semata-mata dilakukan

karena ilmu yang dimilki guru tersebut.

Dua rumusan di atas dikutip secara agak lengkap dengan

maksud untuk mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana relasi

pendidik dan peserta didik terjalin dengan baik. Dan dari rumusan di

ats juga tergambarkan bahawa hubungan pendidik dan peserta didik

37

Ibid., 54.

117

dibangun atas dasar penghormatan yang besar dari murid dan cinta

kasih yang tulus dari seorang guru. Sehingga hubungan diantara

kedunya bagaikan hubungan seorang bapak kandung dan anaknya.

Di samping menaruh perhatian besar pada hubungan guru dan murid,

pembelajaran harus dilaksanakan secara professional, K.H. Hasyim

Asy‘ari tampak juga menekankan pada pentingnya pembimbingan

terhadap anak didik. Sehingga guru adalah sosok pengajar yang

profesioanal dan pembimbing bagi siswa dalam menghadapi

persoalan-persoalan.

2. Aliran Pendidikan KH. Hasyim Asy‘ari

Dalam sistem pendidikan, KH Hasyim Asy‘ari berlandaskan Al-

Qur‘an sebagai paradigmanya. Karena dengan berlandaskan dengan

wahyu Tuhan terwujud suatu sitem pendidikan yang koomperhensif yaitu

meliputi tiga aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ada beberapa nilai

nilai yang harus dikembangkan dalam pengelolahan sistem pendidikan

Islam, antara lain : nilai teosentris, nilai sukarela dan mengabdi, nilai

keaarifan, nilai kesederhanaan, nilai kebersamaan, restu pemimpin

(kyai).38

Dalam hal aliran konsep pemikirannya tentang pendidikan, KH.

Hasyim beraliran konvergensi. Aliran konvergensi berasal dari kata

konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini

berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat,

38

Rohinah M. Noor, KH. Hasyim Asy’ari Memordenisasi NU dan Pendidikan Islam, 57-58.

118

keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan

penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada

masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan

yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka

kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saja tanpa

pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan

tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal

mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat

sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika

anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.39

Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat

bahwa seorang anak dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan baik

maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya

tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang

sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki

otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang

mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang.

Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan

bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam

pembelajaran.

KH. Hasyim Asy‘ari memiliki aliran dan konsep pendidikan

konvergesi, di mana antara pengalaman dan pembawaan dari lahir berupa

39

http://iissumarni.wordpress.com/2013/06/10/biografi-kh-hasyim-asari/. Diakses pada 27

April 2014.

119

bakat dari keturunan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan

perkembangan KH. Hasyim Asy‘ari. Dari segi aliran nativisme, hal itu

terlihat saat beliau dilahirkan dari keluarga ulama, pendiri pesantren yang

memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat. Yang kemudian

sejak kecil KH. Hasyim Asy‘ari selalu diajarkan berbagai ilmu agama

Islam oleh Ayah dan Kakek beliau. Sejak anak-anak, bakat

kepemimpinan dan kecerdasan KH Hasyim Asy‘ari memang sudah

nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai

pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar

santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya.40

Sedangkan dari segi empirisme, kita dapat menyimpulkan

bahwa begitu banyak pengalaman-pengalaman yang diterima KH.

Hasyim Asy‘ari selama hidupnya terutama dalam menuntut ilmu di

berbagai daerah. Beliau mempunyai kesadaran dan hasrat yang kuat

untuk memperdalam ilmunya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan

kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke

pesantren lain. Pesantren-pesantren tersebut adalah Wonokoyo

(Probolinggo), Langitan (Tuban), Trenggilis (Semarang), Kademangan

(Bangkalan), Siwalan (Sidoarjo). Kemudian Tahun 1893, ia berangkat ke

Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan

berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudh At

Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh

40

Ibid.

120

Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid

Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al

Habsyi. Selain pengalaman dalam menuntut ilmu, ia juga merasakan

pahitnya penjajahan Belanda dan Jepang yang membuatnya tetap

berprinsip dan bisa berkontribusi dalam pendidikan di Indonesia terutama

pendidikan Islam.