bab iii rancangan kerangka ekonomi daerah dan … · 2017-04-29 · pertumbuhan ekonomi dari sisi...

31
III-1 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan kerangka ekonomi daerah Tahun 2015 meliputi kerangka ekonomi secara makro dan kerangka pendanaan dalam RKPD Tahun 2015. Kerangka ekonomi makro memberikan gambaran tentang perkiraan kondisi ekonomi makro Provinsi Kepulauan Riau baik yang dipengaruhi faktor internal serta variabel eksternalitas yang memberi pengaruh signifikan antara lain perekonomian regional, nasional maupun perekonomian global. Dalam rangka mencapai target kinerja daerah yang telah ditentukan, kerangka pendanaan menjadi bagian sangat penting, memberikan fakta dan analisis terkait perkiraan sumber-sumber pendapatan dan besaran pendapatan dari sektor-sektor potensial, perkiraan kemampuan pembelanjaan dan pembiayaan untuk pembangunan tahun 2015. Kerangka pendanaan ini menjadi basis kebijakan anggaran untuk mengalokasikan secara efektif dan efisien dengan perencanaan anggaran berbasis kinerja. Fakta dan analisa yang diberikan terkait rancangan kerangka ekonomi tahun 2015 diharapkan akan mempu menjembatani fungsi perencanaan dan penganggaran yang efektif dalam mengawal pencapaian target kinerja pembangunan maupun menyelesaikan permasalahan dan isu-isu strategis yang telah terindentifikasi di Provinsi Kepulauan Riau 3.1.1. Kondisi Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun 2014 Secara teoritis, situasi perekonomian suatu daerah, termasuk Provinsi Kepulauan Riau, dipengaruhi oleh faktor endogen yang berasal dari internal,

Upload: vankhanh

Post on 17-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

III-1

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

BAB III

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH

DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

Rancangan kerangka ekonomi daerah Tahun 2015 meliputi kerangka

ekonomi secara makro dan kerangka pendanaan dalam RKPD Tahun 2015.

Kerangka ekonomi makro memberikan gambaran tentang perkiraan kondisi

ekonomi makro Provinsi Kepulauan Riau baik yang dipengaruhi faktor internal

serta variabel eksternalitas yang memberi pengaruh signifikan antara lain

perekonomian regional, nasional maupun perekonomian global.

Dalam rangka mencapai target kinerja daerah yang telah ditentukan,

kerangka pendanaan menjadi bagian sangat penting, memberikan fakta dan

analisis terkait perkiraan sumber-sumber pendapatan dan besaran pendapatan dari

sektor-sektor potensial, perkiraan kemampuan pembelanjaan dan pembiayaan

untuk pembangunan tahun 2015. Kerangka pendanaan ini menjadi basis kebijakan

anggaran untuk mengalokasikan secara efektif dan efisien dengan perencanaan

anggaran berbasis kinerja.

Fakta dan analisa yang diberikan terkait rancangan kerangka ekonomi

tahun 2015 diharapkan akan mempu menjembatani fungsi perencanaan dan

penganggaran yang efektif dalam mengawal pencapaian target kinerja

pembangunan maupun menyelesaikan permasalahan dan isu-isu strategis yang

telah terindentifikasi di Provinsi Kepulauan Riau

3.1.1. Kondisi Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 dan

Perkiraan Tahun 2014

Secara teoritis, situasi perekonomian suatu daerah, termasuk Provinsi

Kepulauan Riau, dipengaruhi oleh faktor endogen yang berasal dari internal,

III-2

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

maupun faktor lain dari tataran ekonomi level di atasnya seperti perkembangan

perekonomian regional, nasional bahkan internasional. Terdapat berbagai faktor

perekonomian yang tidak dapat dikendalikan oleh daerah seperti menyangkut

kebijakan pemerintah pusat di sektor moneter maupun sektor riil.

Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya,

realisasi pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah termasuk juga Provinsi

Kepulauan Riau pada triwulan IV 2013 mulai menunjukkan perbaikan seiring

dengan menguatnya tanda-tanda pemulihan ekonomi global.

Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan ekonomi di

sebagian besar daerah mencatat angka yang lebih rendah dibandingkan dengan

capaian pada tahun 2012. Melambatnya kinerja ekonomi ini dipengaruhi oleh

berbagai tantangan yang mengemuka di sepanjang 2013, baik yang bersumber

dari eksternal maupun domestik.

a. Pertumbuhan Perekonomian Kepualaun Riau

Perekonomian Kepulauan Riau secara kumulatif pada tahun 2013

mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Adapun pertumbuhan ekonomi

kumulatif tahun 2013 tercatat sebesar 6,13%, melambat jika dibandingkan dengan

pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang tercatat sebesar 6,82%. Jika dilihat tren

pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau dari 5 (lima) tahun kebelakang memang

sedikit mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hal itu dapat dilihat pada

grafik prtumbuhan ekonomi di berikut.

III-3

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Gambar 3.1. Grafik Pertumbuhan Perekonomian Kepulauan Riau

Tahun 2008-Triwulan I 2014

Sumber : BPS Kepulauan Riau,

*) angka sementara *) angka sangat sementara

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau ini dapat dilihat dari

pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan (menurut penggunaan) dan juga sisi

penawaran (menurut sektor ekonomi). Jika dilihat dari sisi permintaan,

perlambatan perekonomian pada tahun 2013 secara kumulatif disebabkan oleh

inflasi yang meningkat signifikan, sehingga berdampak pada penurunan daya beli

masyarakat.

Tabel 3.1. Pertumbuhan Perekonomian Menurut Penggunaan

Tahun 2012 dan 2013* (yoy)

Komponen Penggunaan (%) 2012 2013*

Konsumsi Rumah Tangga 7,14 6,88

Konsumsi Lembaga Swasta 5,72 4,16

Konsumsi Pemerintah 6,92 5,99

Pembentukan Modal Tetap Bruto 11,65 11,33

Ekspor Barang dan Jasa 4,26 1,76

Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaan 7,63 -0,32

Nilai Ekspor -2,85 6,61

PDRB 6,82 6,13

Sumber : BPS Kepulauan Riau

*) angka sementara

III-4

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Pada triwulan I 2014, hampir semua komponen penggunaan mengalami

perlambatan bahkan penurunan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,

kecuali komponen konsumsi lembaga swasta. Hal ini cenderung sebagai akibat

dari meningkatnya konsumsi organisasi partai politik menjelang pemilu 2014.

Selain itu komponen pembentukan modal tetap bruto juga masih tumbuh positif,

berikut perbandingan laju pertumbuhan Triwulan I 2014 terhadap Triwulan I 2013

dan Triwulan IV 2013.

Komponen Penggunaan (%)

Tw I 2014

terhadap

Tw IV 2013

Tw I 2014

terhadap

Tw I 2013

Konsumsi Rumah Tangga -0,15 4,87

Konsumsi Lembaga Swasta 8,57 12,40

Konsumsi Pemerintah -1,38 5,07

Pembentukan Modal Tetap Bruto 0,99 9,86

Ekspor Barang dan Jasa -4,49 -5,65

Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaan -6,52 -7,39

Nilai Ekspor -2,03 -1,47

Sumber : BPS Kepulauan Riau

Sementara itu, menurut sektor ekonomi/ lapangan usaha, perlambatan

pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh perlambatan pada beberapa

sektor perekonomian Kepulauan secara kumulaitf pada tahun 2013. Perlambatan

investasi diperkirakan menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi pada

sektor industri pengolahan, pertambangan penggalian, dan juga sektor lainnya

yang terkait dengan investasi. Sementara itu penurunan konsusmsi masyarakat

menyebabkan perlambatan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor jasa

mengalami perlamabatan ekonomi yang cukup signifikan, hal ini mungkin

disebabkan dikarenakan sebagai bagian dampak perlamabatan sektor ekonomi

lainnya.

Jika melihat perekembangan laju pertumbuhan menurut sektor ekonomi,

sektor yang masih menjadi pendorong pertumbuhan masih di topang dari sektor

III-5

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

konstruksi dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. berikut gambaran laju

pertumbuhan ekonomi hingga Triwulan I 2014.

Tabel 3.2. Pertumbuhan Perekonomian Sisi Penawaran

Tahun 2012, 2013*, dan hingga Triwulan I 2014 (yoy)

Sektor ekonomi (%) 2012 2013* 2014**

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 1,86 1,85 2,04

Pertambangan Penggalian 5,4 3,5 1,36

Industri Pengolahan 5,68 5,67 4,63

Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,68 4,46 2,76

Bangunan 10,12 11,45 15,21

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 9,75 7,87 6,74

Pengangkutan dan Komunikasi 7,02 4,97 3,16

Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan 7,26 538 2,68

Jasa-jasa 6,71 4,21 3,17

PDRB 6,82 6,13 5,21

Sumber : BPS Kepulauan Riau

*) angka sementara

*) angka sangat sementara

Perlambatan sektor industri Pengolahan tidak lepas dari berbagai pengaruh

perekonomian di Kepulauan Riau, seperti perlambatan investasi, sedangkan

perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran lebih cenderung disebabkan

oleh penurunan konsumsi masyarakat karena faktor inflasi. Peningkatan jumlah

wisatawan belum mampu mendorong laju pertumbuhan subsektor hotel amupun

subsektor restoran.

Berbeda dengan sektor lainnya, sektor bangunan justru tumbuh menguat

pada Tahun 2013. Ditengah berbagai faktor penghambat pertumbuhan sektor

konstruksi antara lain kebijakan pengetatan loan to value (LVT) oleh Bank

Indonesia, peningkatan suku bunga kredit serta inflasi yang tinggi pada sejumlah

komoditas bahan bangunan, namun sektor bangunan tetap mampu tumbuh

menguat, hal ini diperkirakan karena masih ditopang oleh maraknya industri

III-6

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

perumahan di Kepulauan Riau, serta didukung pula oleh realisasi sejumlah proyek

pemerintah.

b. Investasi

Investasi Kepulauan Riau tumbuh melambat, dengan angka pertumbuhan

secara kumulatif taun 2013 tercatat sebesar 11,33 % jika dibandingkan dengan

tahun 2012 sebesar 11,65%. Perlambatan investasi ini disebabkan penurunan

signifikan pada penanaman modal asing (PMA). Berdasarkan dari badan

koordinasi penanaman modal (BKPM) secara kumulatif, PMA tahun 2013 senilai

316 juta USD atau tumbuh negatif 41,22%, jauh lebih rendah dibanding

pertumbuhan 2012 sebesar 144,43%. Beberapa faktor penghambat investasi di

Kepulauan Riau diantaranya yaitu kenaikan upah minimum kota (UMK) yang

berubah-ubah setiap tahun, dimana hal tersebut dinilai investor memberikan

ketidakpastian usaha, serta industri elektronik yang sebagian besar menghasilkan

produk yang sudah kurang sesuai lagi dengan permintaan pasar.

Gambar 3.2. Grafik Perkembangan PMA di Kepulauan Riau

Tahun 2010-2013

III-7

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Di sisi lain, penanaman modal dalam negeri (PMDN) menguat signifikan,

namun nilai PMDN yang jauh lebih kecil dibanding PMA menyebabkan total nilai

investasi Kepulauan Riau tetap menurun. Secara kumulatif tahun 2013,

pertumbuhan PMDN sebesar 860,76%, jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan

tahun 2012 sebesar negatif 96,83%. Penguatan investasi dalam negeri antara lain

dipengaruhi oleh berbagai pembangunan secara fisik oleh pemerintah Kota Batam

maupun pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sebagai persiapan MTQ Nasional di

Kota Batam pada bulan juni 2014.

Daerah investasi di Kepulauan Riau masih di dominasi oleh Kota Batam,

dimana sebagai kawasan FTZ sedikit diuntungkan oleh kesiapan infra strukturnya.

Perlambatan pertumbuhan nilai investasi (baik PMA dan PMDN) di Kepulauan

Riau sedikit banyaknya juga dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di Kota Batam.

Gambar 3.3. Grafik Perkembangan PMDN di Kepulauan Riau

Tahun 2010-2013

III-8

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

c. Ekspor-Impor

Ekspor

Pada tahun 2013, nilai ekspor Provinsi Kepulauan Riau meningkat pada

triwulan ke IV-2013, dimana ekspor meningkat cukup signifikan dibandingkan

pertumbuhan ekspor pada triwulan sebelumnya (Triwulan III-2013). Jika

dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 2012, nilai ekspor Provinsi Kepulauan

Riau tahun 2013 secara kumulaitf juga mengalami kenaikan sebesar 3,24% atau

meningkat darai US$ 16.248,40 juta menjadi US$ 16.775,50 juta. Naiknya nilai

ekspor tahun 2013 disebabkan oleh naiknya ekspor komoditi non-migas sebesar

12,75%, sementara ekspor migas turun sebesar 10,43%.berikut gambaran

perutmbuhan niali ekspor di Provinsi Kepulauan Riau.

Gambar 3.4. Perkembangan Ekspor Provinsi Kepulauan Riau Desember

2012, November 2013, dan Desember 2013

Sumber : BPS Kepulauan Riau

*) angka sementara

Kegiatan ekspor Provinsi Kepulauan Riau angka sementara pada Januari

2014 dibanding Desember 2013 turun sebesar 24,36 %, yaitu dari US$1.990,63

juta menjadi US$1.505,75 juta. Turunnya nilai ekspor Januari 2014 disebabkan

oleh turunnya ekspor komoditi migas dan non-migas masing-masing sebesar

49,67 % dan 1,19 %

Penguatan pertumbuhan ekspor terutama ditopang oleh ekspor luar negeri,

dengan porsi 97,33% dari total ekspor. Pertumbuhan ekspor terutama terjadi pada

III-9

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

sektor industri pengolahan terutama subsektor industri logam dasar besi dan baja.

Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah juga mendorong sejumlah perusahaan

untuk memaksimalkan ekspor, terutama untuk produk yang menggunakan bahan

baku lokal, diantaranya yang berkontribusi cukup sigifikan terhadap total ekspor

Kepulauan Riau yaitu produk turunan CPO. Kondisi tersebut tercermin dari

peningkatan ekspor komoditas lemak/nabati Kepulauan Riau sebesar 41,66%,

jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar negatif

39,33% (Sumber : Bank Indonesia).

Gambar 3.5. Pertumbuhan Persentase Ekspor Luar Negeri dan Antar

Daerah

Impor

Seiring dengan penguatan ekspor, nilai impor juga turut menguat pada

Januari 2014. Peningkatan nilai impor ini antara lain karena ketergantungan

industri pengolahan terhadap bahan baku impor yang masih tinggi. Nilai impor

Provinsi Kepulauan Riau angka sementara selama Januari 2014 mencapai

US$853,62 juta, terdiri dari impor migas sebesar US$104,46 juta dan impor non-

migas sebesar US$749,16 juta. Nilai impor Kepulauan Riau selama Januari 2014

mengalami penurunan sebesar 16,69 persen dibanding impor Desember 2013.

Turunnya impor disebabkan oleh turunnya impor komoditi migas sebesar 63,04%,

sementara impor komoditi non-migas naik sebesar 0,97 %

III-10

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Gambar 3.6. Perkembangan Impor Provinsi Kepulauan Riau Januari 2013,

Desember 2013 dan Januari 2014

Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara

Seperti yang telah disebut diatas, penguatan impor tersebut terjadi karena

kebutuhan bahan baku yang meningkat sejalan denganpenguatan ekspor,

tercermin dari komoditas utama impor yang tidak jauh berbeda dengan komoditas

ekspor, antara lain mesin elektronik, produk daeri besi dan baja. Seperti halnya

ekspor, impor juga didominasi impor luar negeri sebesar 98,83% dari total impor,

sementara porsi impor antar daerah hanya sebesar1,17%.

d. Perekembangan Harga (Inflasi)

Pada tahun 2013, tekanan inflasi di Provinsi Kepulauan Riau melonjak

tiga kali lipat dibanding inflasi Tahun 2012, hal ini dipicu oleh kenaikan harga

bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sampai dengan akhir Desember 2013,

inflasi di Kepulauan Riau tercatat sebesar 8,24% jauh lebih tinggi jika

dibandingkan Desember 2012 sebesar 2,38%. Lonjakan inflasi Tahun 2013 terjadi

di pertengahan tahun (Bulan Juli) dan mencapai puncaknya dengan tingkat

pergerakan inflasi sebesar 2,45% terhadap Bulan Juni 2013.

Kenaikan harga BBM dan kendala cuaca memicu kenaikan harga

kelompok bahan makanan jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Terkait

dengan kenaikan BBM kelompok pengeluaran lainnya yang berpengaruh

signifikan adalah kelompok transportasi, Komunikasi dan jasa keuangan.

III-11

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Kenaikan inflasi Provinsi Kepulauan Riau lebih dipengaruhi oleh

pergerakan inflasi Kota Tanjungpinang yang mencapai 7,81%, sedangkan

pergerakan inflasi Kota Batam sebesar 8,67%. Meskipun sampai dengan akhir

tahun tingkat inflasi tahunan Provinsi Kepulauan Riau berada pada tingkat

tertinggi, namun pergerakan inflasi Kepulauan Riau telah berangsur-angsur turun.

Gambar.3.7. Pergerakan Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional

Tahun 2010-2013

Sumber : Data BPS diolah

e. Indeks Gini (Gini Ratio)

Gini rasio merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui kemerataan

pendapatan dalam suatu wilayah, yang besarannya antara 0 – 1, angka 0

menunjukkan pemerataan yang sempurna, sedangkan angka 1 menunjukkan

ketidakmerataan yang sempurna. Menurut (Todaro P. Michael, 1994), apabila

indeks Gini berkisar antara 0,20 - 0,35 berarti tingkat pemerataan pendapatan di

wilayah tersebut dinyatakan tidak timpang (pemerataan pendapatannya relatif

sama), sementara menurut Suyatno (2009 : 30) bahwa indeks gini 0,50-0,70

merupakan kondisi adanya kesenjangan pendapatan yang tinggi; 0,35 <Gini< 0,50

mencerminkan kondisi adanya kesenjangan yang sedang dan bila Gini rasio 0,2 -

0,35 menggambarkan kesenjangan pendapatan yang rendah.

III-12

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Gambar.3.8. Grafik Indeks gini Provinsi Kepulauan Riau

Tahun 2008-2013

Sumber : Data BPS diolah

Pada gambar di atas, secara umum ketimpangan di Provinsi Kepulauan

Riau sejak 2008 - 2013 dalam kondisi sedang, walaupun pada tahun 2013

menunjukkan indeks gini yang bertambah. Jika dibandingkan dengan Provinsi

lain di Indonesia seperti Riau dan Jawa Barat, Provinsi Kepulauan Riau masih

menunjukkan pemerataan pendapatan yang lebih baik.

Gambar.3.8. Gambaran Indeks gini di berbagai Provinsi

Tahun 2008-2010

Impor

Sumber : Data BPS diolah

III-13

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

f. Indeks Williamson (Williamson Index)

Salah satu alat ukur untuk mengetahui posisi Kabupaten/ Kota terhadap

Kabupaten/ Kota lainnya di Kepulauan Riau atas ketimpangan wilayah, salah

satunya dapat diukur dengan indeks williamson, dimana semakin mendekati nol

maka semakin tidak ada ketimpangan dan semakin mendekati angka 1 maka

ketimpangan sangatlah sempurna.

Ukuran ketimpangan pendapatan ini dipakai untuk menganalisis seberapa

besarnya kesenjangan antar wilayah/ daerah, dimana sebagai dasar

perhitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya

dengan jumlah penduduk per daerah.

Gambar. 3.10. Indeks Williamson di Provinsi Kepulauan Riau

Tahun 2007-2011

Sumber : Data BPS diolah

Jika melihat indeks diatas, maka ketimpangan antar Kabupaten/ Kota di

Provinsi Kepulauan Riau cenderung tidak terjadi. Walaupun secara sekilas akan

adanya terjadi ketimpangan Kota Batam terhadap Kabupaten/ Kota Lainnya,

tetapi jika dilihat dari Indeks Williamson tidak begitu signifikan.

III-14

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

g. Ketenagakerjaan

Perkembangan penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha realtif

tidak berubah dan masih didominasi oleh sektor perdagangan dan industri. Jumlah

penduduk yang bekerja dengan usia 15 tahun ke atas pada tahun 2013 mengalami

peningkatan pada sektor industri dan konstruksi, sedangkan penurunan terbesar

terjadi pada sektor keuangan dan pertanian

Tabel. 3.3. Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan

pekerjaan Tahun 2012-2013

Sumber : Data BPS

3.1.2. Perkiraan Kondisi Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014

dan 2015

Berdasarkan perkembangan kondisi perekonomian Indonesia saat ini,

Bank Indonesia (BI) menurunkan lagi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia

untuk 2014. Padahal, pada Maret lalu prediksi pertumbuhan tahun ini telah

direvisi dari 5,9 persen hingga 6,2 persen menjadi 5,5 persen hingga 5,9 persen.

III-15

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Kondisi ini merupakan dampak aturan larangan ekspor hasil tambang

mentah. Sebagaimana diketahui, ketentuan larangan ekspor mineral mentah serta

mewajibkan pengolahan dan pemurnian barang tambang sebelum diekspor

diatur Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batu Bara yang diberlakukan mulai awal tahun ini.

Prospek ekonomi daerah-daerah pada triwulan I 2014 diperkirakan akan

tetap didukung oleh menguatnya tanda-tanda pemulihan ekonomi global yang

dimotori oleh negara maju. Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau diperkirakan

tumbuh sedikit menguat pada Tahun 2014 ini. Prospek tersebut antara lain

ditopang oleh penguatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi Pemerintah, dan

juga didukung oleh inflasi yang semakin mereda.

Peningkatan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah menjelang

pemilu pada tahun 2014 akan mempengaruhi penguatan ekonomi di Kepulauan

Riau. Perkiraan inflasi yang semakin mereda serta peningkatan UMK, diharapkan

dapat mendorong kembali daya beli masyarakat.

Meskipun inflasi pada bulan Januari masih tinggi, namun diyakini akan

terus turun seiring dengan kondisi cuaca makin kondusif, sehingga pasokan bahan

makanan di Kepulauan Riau menjadi lancar. Di sisi lain, persiapan pemilu juga

akan mendorong peningkatan konsumsi melalui peningkatan belanja keperluan

logistik kampanye partai politik.

Sementara itu, jika melihat iklim investasi di Kepulauan Riau,

diperkirakan investasi akan sedikit melambat. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh

sikap pelaku usaha yang cenderung menahan investasi hingga kondisi sosial

politik kembali stabil pasca pemilu. Tetapi diperkirakan pada akhir tahun

(triwulan IV 2014) investasi di Kepulauan Riau menunjukkan perbaikan

peningkatan nilai investasi.

Kondisi ekspor di Kepulauan Riau pada awal tahun 2014 diprediksi akan

melambat, hal ini dikarenakan banyaknya industri yang mempunyai komoditas

III-16

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

besi dan baja serta konstruksi terapung yang sebagian besar kontraknya berakhir

pada tahun 2013. Meskipun demikian, memasuki triwulan II hingga triwulan IV

2014, ekspor diperkirakan akan kembali menguat.

Berdasarkan perkembangan pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan

Riau pada Tahun triwulan I 2014 sebesar 5,21 persen jika dibandingkan dengan

triwulan I tahun lalu menunjukkan pertumbuhan perekonomian di Provinsi

Kepulauan Riau kearah yang lebih positif lagi. Hal tersebut dapat dilihat dari

perbandingan pertumbuhan perekonomian pada triwulan I 2013 yang tumbuh 0,05

(yoy). Sedangkan pertumbuhan akumulatif di tahun 2014 ini diperkirakan akan

tumbuh sekitar 6,7 – 7,0 persen, sedangkan pada tahun 2015 sekitar 7,1 persen

3.1.3. Tantangan Kondisi Ekonomi Kepulauan Riau Tahun 2015

Prospek perekonomian daerah menghadapi beberapa tantangan utama

yang diperkirakan turut menentukan kinerja ekonomi dan inflasi ke depan. Faktor

eksternal berupa tantangan yang bersumber dari dinamika global yang dapat

menyebabkan rentannya pemulihan ekonomi global, terutama dengan adanya

potensi kembali melambatnya kinerja ekonomi China dan ketidakpastian

normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat. Hal ini secara tidak langsung

dapat berdampak pada tertahannya kinerja ekspor dari berbagai daerah dan

mengganggu kegiatan investasi daerah.

Tantangan dari penerapan kebijakan pengaturan ekspor mineral, dalam

jangka pendek, ada beberapa penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha

di sektor pertambangan berpotensi berdampak pada kinerja ekspor di beberapa

daerah. Namun, dalam jangka menengah panjang, penyesuaian yang telah

dilakukan pelaku usaha dan konsistensi dari penerapan kebijakan ini akan

berdampak positif bagi peningkatan nilai tambah dari ekspor tambang, sehingga

mendorong kinerja ekonomi secara keseluruhan, terutama bagi daerah-daerah

yang didominasi oleh kegiatan pertambangan.

III-17

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Pada tahun 2015, memasuki era globalisasi, indonesia sudah

melaksanakan perdagangan bebas yang dapat berdampak positif bagi

perekonomian nasional dan juga perekonomian Kepulauan Riau. Diharapkan

kondisi tersebut dapat menaikkan investasi di daerah. Penguatan sektor UKM

dirasa perlu agar kondisi perekonomian Kepulauan Riau tidak tergantung pada

negara luar.

Tantangan yang diperkirakan masih terjadi untuk kedepannya di Provinsi

Kepulauan Riau Tahun 2015 antara lain adalah :

Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan mengembangkan

pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dominan, yang bertumpu pada peran

ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Pertumbuhan ekonomi dengan percepatan

yang lebih tinggi, terjaganya stabilitas ekonomi makro. Dengan pembenahan yang

sungguh-sungguh pada sektor riil, diharapkan akan dapat mendorong peningkatan

investasi dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dengan fokus utama

untuk menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Dalam hal ini

diperlukan strategi kebijakan yang tepat dengan menempatkan prioritas

pengembangan pada sektor-sektor yang mempunyai efek pengganda tinggi dalam

menciptakan kesempatan kerja.

Menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif merupakan tantangan

yang cukup berat karena ini menyangkut beberapa peraturan baik tingkat pusat

maupun daerah. Perbaikan iklim investasi perlu dilakukan pemerintah daerah

dengan mensikapi atas perbaikan di bidang peraturan perundang-undangan di

daerah, perbaikan pelayanan, dan penyederhanaan birokrasi.

Menyediakan infrastruktur yang cukup dan berkualitas. Hal ini merupakan

prasyarat agar dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi dan

berkelanjutan. Ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai akan menjadi

kendala bagi masuknya investasi

III-18

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Memfasilitasi pengembangan koperasi di berbagai bidang dan lokasi usaha

di Kepulauan Riau sebagai bentuk bisnis yang dimiliki dan dikelola bersama-

sama oleh pekerja untuk meningkatkan kemampuan menciptakan kesempatan

kerja dan pendapatan melalui sumber daya bersama. Serta Mengembangkan

program-program bagi perusahaan yang berskala mikro

Meningkatkan daya saing ekspor daerah, untuk mencapai peningkatan

pertumbuhan nilai ekspor. Pertumbuhan ekspor akan mempengaruhi

keberlangsungan usaha dan perekonomian daerah sehingga dapat

mempertahankan ketersediaan lapangan kerja bahkan mungkin dapat menambah

lapangan kerja.

3.2. Arah Kebijakan Keuangan daerah

Penyelenggaraan pemerintah akan berfungsi optimal, efektif dan efisien

apabila penyelenggara urusan pemerintahan didukung dengan instrument-

instrumen yang sudah dirumuskan dalam kebijakan, program dan kegiatan-

kegiatan sebagaimana yang dituangkan dalam Rencana Kerja Jangka Panjang,

Jangka Menengah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang disusun setiap

tahun. Untuk melaksanakan instrument-intrumen tersebut tentunya didukung

dengan pendanaan/ sumber-sumber penerimaan yang cukup berdasarkan

peraturan perundang-undangan

Meningkatnya tuntutan kebutuhan dana sebagai konsekuensi penyerahan

wewenang pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah,

melalui otonomi daerah, menuntut berbagai upaya penyesuaian manajemen

keuangan daerah termasuk arah pengelolaan pendapatan dan belanja daerah.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pengelolaan pendapatan daerah telah

dilakukan dengan berpedoman pada kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat. Ketentuan perundang-undangan yang berlaku juga telah

III-19

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

dijadikan acuan untuk menggali potensi sumber penerimaan guna menunjang

beban belanja pembangunan daerah.

3.2.1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Berdasarkan hasil analisis kondisi ekonomi daerah dan kajian terhadap

tantangan dan prospek perekonomian daerah, selanjutnya dilakukan analisis dan

proyeksi sumber-sumber pendapatan daerah. Kinerja Pelaksanaan APBD Provinsi

Kepulauan Riau periode tahun 2011-2014, serta proyeksi tahun 2015 dapat

diuraikan sebagai berikut :

1) Pendapatan Daerah

Perkembangan Pendapatan Daerah Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan

hasil yang cukup signifikan setiap tahunnya. Tahun 2011 realisasi pendapatan

daerah adalah sebesar Rp. 1,838 trilun, tahun 2012 sebesar Rp. 2,184 triliun,

tahun 2013 sebesar Rp. 2,456 triliun, dan proyeksi pendapatan tahun 2014 sebesar

Rp. 2,970 triliun, serta proyeksi 2015 sebesar Rp. 3077 triliun.

a). Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terus melakukan inovasi dalam

menggali potensi yang ada untuk meningkatkan PAD di antaranya dengan

intensifikasi dan ekstensifikasi PAD. Penerimaan PAD dalam APBD Provinsi

Kepulauan Riau dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang semakin

meningkat. PAD Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2014 sebesar Rp. 2,970

miliar dan proyeksi PAD tahun 2015 sebesar Rp. 967,315 miliar. Sektor

pendapatan asli daerah paling besar berasal dari sektor pajak, dimana proyeksi

pendapatan sektor pajak sebesar Rp. 925,250 miliar.

b). Dana Perimbangan

Sesuai amanat Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,

III-20

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

dijelaskan bahwa penerimaan pemerintah pusat dibagi hasilkan kepada daerah

dalam bentuk Dana Perimbangan. Penerimaan ini merupakan kelompok sumber

pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya merupakan transfer dari

Pemerintah Pusat kepada Daerah dan merupakan satu kesatuan dalam Pendapatan

Daerah.

Pada tahun 2013, realisasi Dana Perimbangan adalah sebesar Rp. 1,635

triliun yang berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar

Rp. 943,109 miliar, Dana Alokasi Umum sebesar Rp. 656,067 miliar dan Dana

Alokasi Khusus sebesar Rp. 36,672 miliar. Sedangkan pada tahun 2014 dana

perimbangan sebesar Rp. 1,871 triliun, dimana kenaikan dana perimbangan paling

besar disumbang dari sektor dana bagi hasil dan juga dana alokasi khusus.

Proyeksi penerimaan dari dana perimbangan pada tahun 2015 diperkirakan

naik menjadi Rp. 1,867 triliun. Besaran penerimaan Dana Perimbangan sangat

ditentukan oleh kondisi perekonomian nasional dan kebijakan Pemerintah Pusat.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan, tata cara penyesuaian

rencana alokasi dengan realisasi DBH, tata cara penyaluran, pedoman umum,

petunjuk teknis pelaksanaan DBH, pemantauan dan evaluasi, dan tata cara

pemotongan atas sanksi administrasi DBH diatur dengan Peraturan Menteri

Keuangan.

Namun demikian peningkatan Dana Perimbangan akan tetap diupayakan

melalui koordinasi dengan Pemerintah Pusat, dengan tujuan agar penerimaan

pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat dicapai secara optimal.

c). Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Pada tahun 2011, realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Provinsi

Kepulauan Riau adalah sebesar Rp. 9 miliar dan di tahun 2012 realisasi Lain-Lain

Pendapatan Daerah yang Sah adalah meningkat drastis menjadi Rp. 163,364

miliar yang berasal dari alokasi Pendapatan Hibah serta Dana Penyesuaian dan

III-21

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Otonomi Khusus, selanjutnya tahun 2013 adalah sebesar Rp. 188,21 miliar, tahun

2014 sebesar Rp. 223,505 milyar dan perkiraan pada tahun 2015untuk lain-lain

pendapatan daerah yang sah sebesar Rp.243,20 miliar

Berdasarkan data series kurun waktu 2011-2014, secara keseluruhan

pendapatan daerah menunjukkan tren peningkatan. Penerimaan Pendapatan

Daerah provinsi Kepulauan Riau tahun 2015 masih mengandalkan penerimaan

dari Dana Perimbangan melalui Dana Bagi Hasil. Namun pemerintah provinsi

tetap mengupayakan agar Pendapatan Asli Daerah tiap tahun akan diupayakan

meningkat.

Untuk melihat tren pendapatan daerah di provinsi Kepulauan Riau dapat

dilihat data time series yang disajikan pada tabel berikut, dimana pada tabel

berikut diuraikan berdasarkan jenis penerimaan pendapatannya.

III-22

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Tabel 3.4.

Proyeksi Pendapatan Daerah Tahun 2015 Provinsi Kepulauan Riau

Uraian Proyeksi Tahun 2015

Pendapatan Asli Daerah 967.315.377.368,00

Pajak Daerah 925.250.377.368,00

Retribusi Daerah 6.335.000.000,00

Hasil pengelolaan keuangan Daerah yang dipisahkan -

Lain-lain PAD yang sah 37.730.000.000,00

Dana Perimbangan 1.867.038.422.1862,00

Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 1.127.351.014.186,00

Dana Alokasi Umum 698.009.318.000,00

Dana Alokasi Khusus 41.678.090.000,00

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 243.209.928.000,00

Proyeksi Pendapatan 3.077.563.727.554,00

Sumber : Dinas Pendapatan Kepulauan Riau

III-23

RANCANGAN AWAL

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015

Tabel 3.5. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah

Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 – 2013 serta Proyeksi 2014 – 2015

Uraian Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015*

JUMLAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH

PENDAPATAN 1.838.904.898.473,00 2.184.107.506.989,00 2.456.886.161.231,00 2.970.687.382.102,00 3.077.563.727.554,00

PENDAPATAN ASLI DAERAH 530.849.010.375,00 612.856.056.100,00 632.816.186.000,00 875.913.015.600,00 967.315.377.368,00

Pendapatan Pajak Daerah 503.715.190.375,00 583.293.000.600,00 597.241.828.000,00 837.918.015.600,00 925.250.377.368,00

Hasil Retribusi Daerah 1.150.000.000,00 1.700.000.000,00 1.870.000.000,00 6.285.000.000,00 6.335.000.000,00

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

yang Sah

25.983.820.000,00 27.863.055.500,00 33.704.358.000,00 31.710.000.000,00 35.730.000.000,00

DANA PERIMBANGAN 1.299.055.888.098,00 1.407.886.870.889,00 1.635.850.472.231,00 1.871.268.804.502,00 1.867.038.422.186,00

Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan

Pajak

881.407.146.098,00 923.863.463.889,00 943.109.932.231,00 1.131.581.396.502,00 1.127.351.014.186,00

Dana Alokasi Umum 395.745.542.000,00 460.857.807.000,00 656.067.630.000,00 698.009.318.000,00 698.009.318.000,00

Dana Alokasi Khusus 21.903.200.000,00 23.165.600.000,00 36.672.910.000,00 41.678.090.000,00 41.678.090.000,00

LAIN-LAIN PENDAPATAN

DAERAH YANG SAH

9.000.000.000,00 163.364.580.000,00 188.219.503.000,00 223.505.562.000,00 243.209.928.000,00

Dana Penyesuaian dan Otonomi

Khusus

9.000.000.000,00 163.364.580.000,00 188.135.503.000,00 223.505.562.000,00 243.209.928.000,00

* Angka Proyeksi

III-24

3.2.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah

Dalam merealisasikan target pendapatan yang telah ditetapkan tersebut,

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah

telah merumuskan beberapa strategi dalam memaksimalkan pendapatan daerah.

Tumbuhnya perekonomian di Kepulauan Riau secara tidak langsung juga akan

meningkatkan kemungkinan peningkatan penerimaan pajak.

Kebijakan pendapatan Daerah tahun anggaran 2015 yang merupakan

potensi daerah dan sebagai penerimaan Provinsi Kepulauan Riau sesuai urusannya

diarahkan melalui upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak daerah,

retribusi daerah dan dana perimbangan. Arah kebijakan pendapatan daerah

disusun untuk untuk mengupayakan optimaliasi Penerimaan Daerah melalui

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang efektif

dan efisien.

Untuk mengupayakan optimalisasi Pendapatan Daerah diperlukan

kebijakan-kebijakan di bidang Pendapatan Daerah dalam tahun 2015 yaitu

meliputi (1) Sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) antara lain : Objek Pajak

Daerah akan mengupayakan (a). Penyempurnaan dasar hukum pemungutan dan

regulasi penyesuaian tarif pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (b).

Melakukan Supervisi bersama-sama dengan Tim Pembina Samsat Provinsi

Kepulauan Riau dalam merumuskan konsep penyederhanaan proses administrasi

pelayanan pemungutan Pajak Daerah pada kantor Samsat; (c). Melaksanakan

pelayanan secara khusus untuk memberikan kemudahan dan mendekatkan

jangkauan masyarakat dalam hal membayar Pajak Kendaraan Bermotor melalui

pengembangan gerai samsat di pusat perbelanjaan (mall) dan pembukaan Samsat

di Bintan Center–Tanjungpinang; (d) Optimalisasi pelayanan Samsat dan

penyempurnaan sistem aplikasi dan database kendaraan dalam meningkatkan

PKB dan BBN-KB; (e) Melakukan upaya penegakan hukum melalui kegiatan

razia gabungan dengan Ditlantas Polda Kepri serta melakukan penagihan aktif

PKB, BBN-KB dan ABT/AP kepada wajib pajak yang belum memenuhi

III-25

kewajibannya; (f) Penyebarluasan informasi dan program sosialisasi di bidang

Pendapatan Asli Daerah dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat

membayar pajak daerah dan retribusi daerah; (g) Melakukan koordinasi dengan

SKPD penghasil retribusi daerah dalam melakukan pemungutan objek retribusi

baru yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku; (h) Mengoptimalkan

peran dan fungsi SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk

berorientasi sebagai SKPD Penghasil khususnya menyangkut pungutan Retribusi

Daerah.

Dalam Bidang Dana Perimbangan dititikberatkan pada peningkatan

koordinasi dengan instansi terkait di Pemerintah Pusat khususnya yang berkaitan

dengan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Di Bidang Dana Alokasi Umum

(DAU) akan diperjuangkan agar dalam memperhitungkan besaran DAU juga

memperhatikan beberapa karakteritik khusus Kepulauan Riau antara lain wilayah

kelautan, daerah perbatasan, pengembanan ekonomi FTZ yang kiranya juga dapat

diperhitungkan secara optimal sebagai salah satu variabel kebutuhan fiskal.

Arah kebijkaan pendapatan daerah Provinsi Kepulauan Riau pada tahun

2015 akan melaksanakan hal–hal sebagai berikut :

1. Mengoptimalkan peningkatan Penerimaan Daerah yang berasal dari sumber -

sumber PAD dan Dana Perimbangan.

2. Perolehan Dana Perimbangan yang proporsional sebagaimana kedudukan

Provinsi Kepulauan Riau sebagai daerah penghasil SDA sektor Migas.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam hal

menunaikan kewajibannya selaku wajib pajak.

4. Meningkatkan peran dan fungsi KPPD, UPT, dan Balai Penghasil dalam

peningkatan pelayanan dan pendapatan.

5. Meningkatkan pengelolaan penerimaan yang lebih berdaya guna dan berhasil

guna dengan berorientasi pada transpransi dan akuntabilitas

III-26

3.2.3. Arah Kebijakan Belanja Daerah

Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau

terkait dengan pengelolaan Belanja Daerah (Belanja Tidak Langsung dan Belanja

Langsung) dalam APBD adalah mengedepankan prinsip efektivitas, efisiensi,

transparansi, akuntabilitas serta asas kepatutan dan kewajaran dalam penggunaan

pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan daerah dalam rangka optimalisasi

pencapaian prioritas dan sasaran pembangunan daerah.

Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah

tahun 2015 disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada

pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi

kerja setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam pelaksanaan tugas,

pokok dan fungsinya. Ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan

anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dalam

belanja program/kegiatan Kebijakan belanja daerah tahun 2015 diupayakan

dengan pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif,

antara lain melalui:

1. Esensi utama penggunaan dana APBD adalah untuk meningkatkan

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat oleh karena itu akan terus

dilakukan peningkatan program-program yang berorientasi pada masyarakat

dan berupaya melaksanakan realisasi belanja daerah tepat.

2. Mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari total belanja

daerah tahun 2014 dalam rangka meningkatkan kualitas dan jangkauan

pelayanan pendidikan.

3. Mengupayakan alokasi anggaran untuk kesehatan, menjadi 10% sesuai

perintah UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan guna peningkatan

kualitas dan aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan dalam rangka

peningkatan indeks kesehatan masyarakat.

III-27

4. Meningkatkan kualitas anggaran belanja daerah melalui pola penganggaran

yang berbasis kinerja yang disertai sistem pelaporan yang makin akuntabel.

5. Mengalokasikan kebutuhan belanja secara terukur dan terarah, yaitu:

a. Pengalokasian kebutuhan belanja kegiatan yang bersifat rutin sebagai

pelaksanaan tupoksi SKPD, yang meliputi kegiatan koordinasi,

fasilitasi, konsultasi, sosialisasi, pengendalian & evaluasi, dan

perencanaan;

b. Pengalokasian kebutuhan belanja kegiatan yang mendukung program-

program pembangunan yang menjadi prioritas dan unggulan SKPD,

program/kegiatan yang telah menjadi komitmen Pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau.

6. Mengalokasikan belanja tidak langsung yang meliputi gaji dan tunjangan

PNS, belanja subsidi, belanja hibah, belanja sosial, belanja bagi hasil

kab/kota, belanja bantuan dengan prinsip proporsional, pemerataan, dan

penyeimbang, serta belanja tidak terduga yang digunakan untuk

penanggulangan bencana yang tidak teralokasikan sebelumnya.

7. Penggunaan anggaran berbasis pada prioritas pembangunan yang sesuai

dengan visi dan misi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, serta anggaran

belanja yang direncanakan oleh setiap pengguna anggaran tetap terukur dan

tercapai target pelaksanaannya.

Selama 4 tahun terakhir, sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014,

persentase/proporsi belanja di Provinsi Kepulauan Riau lebih besar komponen

belanja langsung dibanding belanja tidak langsungnya. Belanja Tidak Langsung

tidak terkait langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan dan sukar diukur

dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan. Namun dalam penyusunan APBD

Tahun Anggaran 2015 akan juga diutamakan untuk menilai pencapaian hasil

melalui Kebijakan Belanja Tidak Langsung.

III-28

Kebijakan terhadap Belanja Tidak Langsung pada APBD Tahun Anggaran

2015 adalah sebagai berikut :

1) Belanja Pegawai

Belanja pegawai diarahkan untuk mengantisipasi adanya kenaikan gaji

berkala, tunjangan keluarga, mutasi dan penambahan pegawai dengan

memperhitungkan acress yang besarnya dibatasi maksimun 2,5% dari jumlah

pegawai (gaji pokok dan tunjangan).

2) Belanja Hibah

Kebijakan pemberian hibah dilakukan untuk mendukung fungsi

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilakukan oleh pemerintah, semi

pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan.

3) Belanja Sosial

Kebijakan pemberian belanja bantuan sosial diarahkan untuk meningkatkan

kualitas kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Bantuan sosial dapat

diberikan kepada kelompok/anggota masyarakat yang dilakukan secara

selektif/tidak mengikat dan jumlahnya dibatasi.

4) Belanja Bagi Hasil

Kebijakan penganggaran belanja bagi hasil yang bersumber dari pendapatan

Provinsi Kepulauan Riau kepada Kabupaten/Kota akan disesuaikan dengan

rencana pendapatan pada tahun anggaran 2014.

5) Belanja Bantuan Keuangan

Kebijakan penganggaran belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah

Kabupaten/Kota bersifat umum yang didasarkan pada pertimbangan untuk

mengatasi kesenjangan fiskal. Selain itu Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau

akan memberikan bantuan keuangan yang bersifat khusus yang dilaksanakan

sesuai urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota

III-29

3.2.4. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah

Dari sektor pembiayaan, pembiayaan merupakan transaksi keuangan

daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan

belanja daerah. Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut

surplus anggaran, dan selisih kurang pendapatan daerah terhadap belanja daerah

disebut defisit anggaran.

Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Provinsi Kepulauan Riau setiap

tahunnya berasal dari Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran (SILPA)

yang terdiri atas : (1) Penghematan belanja SKPD; dan (2) pelampauan (over

target) penerimaan Pendapatan Daerah Penerimaan pembiayaan tersebut setiap

tahunnya adalah dalam rangka untuk menutup defisit anggaran belanja.

III-30

Tabel 3.6. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

Tahun 2010 – 2013 dan Proyeksi Belanja Daerah Tahun 2014 dan 2015

Provinsi Kepulauan Riau

Jenis Belanja

Realisasi Proyeksi

Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

BELANJA TIDAK

LANGSUNG 570.057.165.845,00 957.152.538.513,00 1.041.772.381.089,51 1.122.079.241.269,00 1.232.747.259.000,00

1.286.505.562.000,00

BELANJA LANGSUNG 1.408.702.834.155,00 1.234.156.635.235,00 1.206.798.521.447,82 1.432.385.545.400,00 2.214.752.741.000,00 2.213.494.438.000,00

Jumlah Belanja 1.978.760.000.000,00 2.191.309.173.748,00 2.248.570.902.537,33 2.377.000.000.000,00 3.447.500.000.000,00 3.500.000.000.000,00

III-31

RANCANGAN AWAL

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015