bab iii pendekatan empirisrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8879/4/t1... · 2016-11-19 ·...
TRANSCRIPT
23
BAB III
PENDEKATAN EMPIRIS
A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografis dan Demografis1
Negeri Titawai merupakan salah satu dari ketujuh desa yang berada di Kecamatan
Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah. Luas wilayhnya mencapai 250 ha/m2, yang pada
umumnya bermata pencarian nelayan dan bertani (cengkih, pala, kopra,dll), karena sebagian
besar adalah wilayah lautan dan pegunungan. Tingkat pendidikan berdasarkan hasil pencatatan di
kantor Camat pada umumnya adalah SD-SMP. Mayoritas penduduk negeri ini beragama Kristen
Protestan.
2. Tatanan Sosial dan Spiritual2
Komunitas negeri Titawai merupakan suatu kelompok adat yang tidak mengenal
pembagian kelas atau strata sosial. Namun pada umumnya yang terjadi pada desa-desa adat, para
petinggi negeri, termasuk raja, dan tua-tua adat beserta keluarga sangat dihormati dan disegani
oleh komunitas setempat. Mereka hidup dalam tatanan kehidupan persaudaraan yang sangat erat.
Walaupun berasal dari kelompok marga yang berbeda-beda, akan tetapi mereka hidup dan
memiliki hubungan yang sangat dekat. Hal tersebut a.l dapat dilihat dari solidaritas yang terjadi
antara satu sama lain.
1 Wawancara Bpk Agus Saiya. 1 oktober 2012
2 Ibid,.
24
Dalam sejarah orangNusalaut, sebagian besar berasal dari Pulau Seram, sehingga tradisi
dan agama suku tempat asalnya pun dibawa ke tempat yang baru. Negeri-negeri ini disebut
Hena atau aman, yang kemudian oleh penguasa Belanda pada saat itu dipindahkan ke tepi pantai
dan merubah nama persekutuan komunitas menjadi Negeri. Kehadiran negeri yang berada di
pegunungan kemudian menjadi “negeri lama”(atau negeri tua) yang sampai saat ini diyakini
sebagai tempat kediaman nenek moyang. Sistem kepercayaan yaitu Tuhan dan nenek Moyang
masih dipraktekkan. Sistem kepercayaan ini pada umumnya oleh komunitas di Nusalaut disebut
sebagai “adat” atau ”bikin adat” baik dalam praktek individual maupun dalam konteks komunal.
3. Upacara adat3
Upacara adat dilakukan dalam lingkup keluarga dan masyarakat. Dalam upacara ini
berlaku dua peristiwa pernikahan antara lain: kawin lari dan nikah dagang/minang/masuk minta.
Hal ini hampir sama dengan apa yang dilakukan di semua negeri Kristen di Maluku tengah.
Kawin lari adalah kawin yang pergi dengan meninggalkan pesan (surat), sedangkan nikah
dagang adalah pernikahan yang dilakukan dengan orang diluar negeri Titawai.
B. Nikah dagang dalam Lingkup adat setempat
1. Tradisi Nikah dagang4
Di negeri Titawai terdapat “26 fam (clan)” dan “tiga mata rumah”, yang akan mengatur dan
membagi harta perkawinan dalam adat.Hal ini sudah menjadi tradisi dalam perkawinan nikah
dagang dimana, 26 fam (clan) yang terdapat dalam tiga mata tumah negeri adalah: mata rumah
sembilan (siwasi), mata rumah lima (krima), dan mata rumah tujuh (hiwasi).Tiga mata rumah
3 Wawancara Bpk Agus Saiya
4 Ibid,.
25
inilah yang akan menentukan harta tentang penulisan ini. Nikah dagang berawal dan dimulai
dengan „minang‟.
Minang5 adalah, pemberitahuan dari keluarga laki-laki melalui surat kepada keluarga
perempuan, setelah itu semua keluarga besar dari perempuan dikumpulkan untuk membaca surat
dan membicarakan maksud dari isi surat tersebut. Kemudian pihak perempuan mengundang
keluarga laki-laki (calon suami)untuk datang dan membicarakan maksudnya tersebut,dan
memutuskan kapan pernikahan dilaksanakan dan apa saja yang akan disiapkan untuk prosesi
adat.
Proses adat perkawinan iniberasal dari mata rumah „krima‟, di mana laki-laki (calon
suami) mempunyai kewajiban untuk membayar dua hasil dagang, yang sudah diputuskan oleh
mata rumah tersebut yaitu,„Harta Rumah tangga‟ dan „Harta Negeri‟. Harta Rumah Tangga yang
didagangkan semuanya berjumlah ‘serbalima’ karena mengikuti jumlah mata rumah, berupa:
Sopi lima botol, Rokok lima bungkus, Pinang lima buah, Sirih lima buah, Tabaku lima bola,
Kapur lima, Kain putih satu kayu, dan uang (jumlahnya berdasarkan perundingan antara
keluarga laki-laki dan keluarga perempuan), karena perempuan dari dalam negeri memilih
menikah dengan orang dagang dari luar desa Titawai, maka laki-laki dagang ini harus membayar
„hal yang sama‟ ke Baileo. Harta Negeri sama dengan Harta Rumah Tangga hanya di tambah
amplop berupa uang untuk Raja, penjaga pintu (Tua-tua adat atau Tua-tua Negeri) Baileo6 yang
menerima harta kemudian dibawa ke meja raja, dan untuk pemuda-pemuda negeri. Harta ini
tidak wajib untuk laki-laki dalam negeri, mereka hanya patut untuk membayar Harta rumah
tangga.
5Minang di sini sama halnya dengan Tunangan untuk, pasangan ‘sudah siap’ masuk dalam sebuah keluarga.
6 Baileo merupakan sebutan atau nama dari rumah adat orang Maluku, yang berfungsi sebagai tempat kegiatan
atau upacara adat bagi warga negeri.
26
Sebelum laki-laki (calon suami) masuk dalam negeri, ia harus membayar pemuda-
pemuda desa yang pele pintu negeri (menjaga di depan pintu negeri), setelah dibayar barulah
mereka mempersilahkan laki-laki (calon suami) dagang tersebut untuk masuk. Tetapi ia belum
diharuskan untuk langsung ke rumah mempelainya ia harus singgah (mampir) ke rumah salah
satu warga, menunggu sampai acara pernikahan dilakukan.
Setelah semuanya telah disepakati dan disetujui untuk menikah, maka diadakan prosesi
mengantar pakaian kawin perempuan oleh keluarga dari laki-laki, yang disertai dengan harta
rumah tangga yang sudah penulis sebutkan diatas.Setelah prosesi ini selesai semua keluarga laki-
laki kembali ke rumah. Barulah sebaliknya, keluarga besar perempuan melakukan hal yang
sama. Aturannya, Pakaian kawin perempuan harus ditanggung oleh laki-laki, pakaian kawin laki-
laki harus ditanggung olehnya sendiri. „Pakaian dalam‟ dan perlengkapan mandi laki-laki
ditanggung oleh perempuan, sedangkan untuk perempuan semuanya tidak terkecuali ditanggung
oleh laki-laki. Disini dapat dilihat bahwa kaum laki-laki mempunyai tanggung jawab yang besar
dalam suatu pernikahan. Semua ini dilakukan sehari sebelum pernikahan gereja dan catatan cipil.
Setelah selesai melakukan ritual adat sehari sebelum berlangsungnya upacara pernikahan,
saatnya mempelai laki-laki datang dan menjemput mempelai perempuan.Pada saat mempelai
perempuan tidak berada di depan tetapi masih berada didalam kamar, dan juru bicara yang sudah
ditunjuk dari keluarga laki-laki -biasanya saudara laki-laki dari orang tua- akan berbicara maksud
dan tujuan mereka datang untuk memohan dan memberikan anak perempuan mereka untuk
dinikahkan. Kemudian ketika keluarga dari calon istri sudah memahami maksud dan tujuannya,
maka juru bicara dari pihak perempuan akan mengatakan “ia, anak perempuan kami telah siap
untuk dinikahkan, tetapi sementara ada didalam kamar dan kamar itu terkunci. Kami mintakan
supaya kalau kalian sudah membawakan kunci silakan masuk dan menjemput anak perempuan
27
kami”. Kunci yang dimaksud disini adalah berupa Uang, sebagaimana sudah disebutkan diatas.
Ketika “kunci” tersebut sudah disiapkan, maka dipersilakan pihak laki-laki (calon suami) untuk
menjemput calon istrinya didalam kamar, dengan mengetuk pintu. Kemudian lalu dibuka oleh
saudara laki-laki kandungnya yang masih lajang -atau belum menikah – sambil berjabat tangan
(sementara didalam tangan laki-laki sudah ada uang) ke penjaga pintu. Kemudian pengantin
perempuan keluar dari kamar dan menerima bunga tangan dari pengantin laki-laki.
Sebelum para calon pengantin ini dibawa ke Gereja, terlebih dahulu mereka didoakan
oleh keluarga. Karena komunitas setempat menyakini, bahwa segala sesuatu ketika didasari
dengan Doa, akan berjalan dengan baik. Jadi hal itu tidak mengenyampingkan aturan tradisional
dari nenek moyangnya. Setelah itu mereka dibawa ke Gereja untuk diberkati oleh pendeta, dan
diberikan nilai-nilai Kristiani dalam membangun sebuah rumah tangga baru. Ketika ibadah usai
pasangan ini langsung mengadakan nikah Negara (catatan sipil). Sebab demi adanya kepastian
hukum tersebut, makawarga Titawai tetap mematuhi persyaratan pernikahan yang sudah
ditentukan oleh Negara.
Setelah semuanya selesai pasangan suami-istri kembali ke rumah laki-laki (suami) untuk
mengikuti ramah tamah dengan berbagai sajian makanan yang telah disiapkan. Tidak diikuti oleh
keluarga perempuan, karena adat yang harus dibayar dengan tata aturan yang sudah ditentukan
mereka harus mengantarkan harta dari perempuan ke rumah laki-laki (suami). Harta tersebut a.l.
berupa: semua pakaian, kasur, tikar, bantal, perabot rumah tangga dari dapur, ruang tamu
sampai kamar, kursi, meja diantarkan dengan cara semua keluarga perempuan keku7 dan
7“Keku” merupakan istilah bahasa daerah artinya menjungjung di kepala.
28
menggunakan kapatta8; atau juru bicara dari keluarga perempuan dapat mengatakan “jangan
dilihat dari mewahnya barang ini, tapi kami mohon untuk dilihat dari ikatan keluarga (antara si A
dan si B), karena kedua keluarga ini sudah menjadi satu”.Ini merupakan kewajiban secara
tradisional dari pihak keluarga perempuan. Setelah itu keluarga perempuan diperbolehkan untuk
mengikut serta dalam acara ramah tamah.
Salah satu mata rumah yang menentukan harta dalam “nikah dagang”
2. Makna tradisi nikah dagang9
Asal mulanya nikah dagang ini dari negeri Titawai, Kecamatan Nusalut, Maluku Tengah.
Komunitas setempat biasa menyebutnya dengan menantu dagang, perempuan dagang, atau laki-
laki dagang tergantung dari mana pasangan yang kita nikahi. Nikah dagang ini biasanya
dilakukan pada saat, ada terjadinya perkawinan antara perempuan adat Titawai dengan laki-laki
8 Kapatta adalah tradisi menutur peristiwa dan sejarah masa lampau yang disampaikan setengah menyanyi
setengah bicara. Kapatta disini juga tidak diharuskan untuk dilakukan, kalau dari keluarga laki-laki tidak mengerti, hal ini juga tidak diberlakukan tidak masalah. 9Wawancara Bpk. Simon wattimuri
29
dari luar negeri Titawai, yang mengambil pasangannya diluar desa itu. Setelah proses nikah
dagang ini sudah usai, maka komunitas setempat mempercayai, bahwa seorang anak negeri
“sudah laku terjual”. Singkatnya, nikah dagang berarti suatu upacara adat yang dibuat dan
dilakukan oleh pihak keluarga perempuan setelah dilamar oleh pihak laki-laki dari luar
komunitas atau pun wilayah pedesaan Titawai, dengan harga yang sudah ditentukan (bayar adat).
Supaya dengan demikian mereka dapat hidup sejahtera dan berkat selalu melimpah dalam
keluarga, hal mana dianggap sebagai suatu kewajiban untuk dilaksanakan. Budaya nikah dagang
ini tidak dapat dihilangkan, karena ini merupakan tradisi secara turun temurun. Berbanding
terbalik dengan kawin lari, yang boleh melunasi harta (bayar adat) kapan saja.
Setelah mengetahui makna dari budaya kawin adat ini,dapat dipahami tentang tujuan dari
penelitian ini ialah mengambil atau memilih pasangan hidupnya dari negeri Titawai maka harus
siap untuk membayar harta.
3. Pemaknaan atribut simbol-simbol dalam Tradisi Nikah Dagang10
Simbol-simbol yang dilakukan dalam upacara adat nikah dagang ini memiliki makna
keakraban hubungan tradisional menurut adat setempat. Hal ini diyakini sebagai berguna bagi
kedua belah pihak (suami dan istri) untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan keluarga
mereka ke depan. Sebagai contoh pemaknaan simbolikc adat demi untuk melestarikan keutuhan
Rumah Tangga11
yang baru memasuki jenjang pernikahan:
- Simbol pemuda berjaga di depan negeri (pemuda badiri di muka negeri)
10
Wawancara dengan Ibu Nina Tomasoa 11Ibid,.
30
Maksudnya ketika seorang laki-laki yang mau menikah memasuki negeri, ia harus
membayar kepada para pemuda-pemuda setempat, agar dapat diizinkan lewat dan masuk
kedalam desauntuk melamar seorang calon istri (anak perempuan) untuk dikawinkan. Hal
ini konon diharuskan, karena para pemuda negeri adat tersebut secara tradisional,
diyakini harus “menjaga mata” dari negeri adat mereka yaitu seorang gadis desa.
- Sopi12
secara simbolis merupakan munuman adat yang menghangatkan. Karena ia
merupakan simbol yang memaknai hal pemberi kehangatan dan persekutuan,
kebersamaan juga akan diciptakan,sopi secara tradisional menjadi “tali pengikat” yang
erat. Jadi dampak yang dibawa dari minuman ini memberikan kedekatan antar hubungan
keluarga.
- Simbol tampa sirih (di dalamnya terdapat :kapur lima butir, daun sirih , tembakaulima
bola, pinang lima buah) adalah simbol dari pusat persekutuan. Sirih pinang itu
menandaiintipersektuuan keluarga besar melalui makan bersama. Dengan makan
bersama, diharapkan mereka dapat meningkatkan hubungan kekeluargaan yang erat,
saling berbagi rasa baik susah maupun senang.
- Simbol rokok merupakan pemberi kekuatan dalam rumah tangga, khususnya untuk laki-
laki.
- Simbol kain putih satu kayu melambangkan hubungan persaudaraan, dimana bukan dua
keluarga lagi tetapi sudah menjadi satu. Kain ini juga nantinya akan dipakai untuk
penutup meja tamu, meja makan, dan meja dapur dalam keluarga.
12Sopi adalah minuman berkadar alkohol tinggi, yang disuling dari air buah mayang.
31
- Simbol uang, (bayar orang tatu pung cucuran karingat) uang ini akan diberikan kepada
kedua orang tua dari perempuan (istri) sebagai wujud tanda terima kasih sudah
mengandung sampai dilepaskan ke dalam rumah tangga. Tetapi karena dianggap ada
balas jasa, makanya adat ini mulai hilang seiring perkembangan moderen.
Simbol untuk Harta negeri13
:
- Simbol Amplop yang berisikan uang untuk Raja, penjaga pintu Baileo, dan Pemuda-
pemuda negeri Titawai, uang tidak dilihat dari nominal jumlahnya tetapi dilihat dari
ketulusan memberinya. Karena budaya yang diterapkan dikomunitas ini tidak
mengharuskan berapa jumlah uangnya, melainkan dari kerendahan diri dari pihak
pemberi. Sehingga komunitas setempat menyakini tidak menjadi beban dan bisa
memberikan kesejahteraan kepada keluarga.
4. Stratifikasi Sosial
Adapun factor-faktor sosial yang mendorong terjadinya pernikahan14
dapat dilihat dari
budaya setempat, yaitu a.l;ekonomi.Salah satu tujuan, yang membuat penduduk setempat
melakukan nikah dagang atau suatu pernikahan adalah perekonomian mereka.Sudah menjadi
budaya leluhur untuk daerah tersebut menikah lebih awal atau lebih muda, apalagi didalam suatu
keluarga terdapat banyak keturunan. Sehingga dengan melakukan pernikahan beban dalam
keluarga sedikit berkurang. Pendidikan, hampir setengah dari penduduk Titawai tidak dapat
menyelesaikan pendidikan mereka.Hal ini a.l. juga merupakan pengaruh dari factor ekonomi.
Karena hampir semua pekerjaanmasyarakat disana adalah nelayan dan bertani, sehingga tidak
mengherankan lagi bahwa penduduk tersebut mengalami keterbelakangan pengetahuan, sehingga
13
Wawancara Bpk agus Saiya 14Wawancara ibu Nina
32
ini juga dijadikan alasan untuk melakukan perkawinan. Usia, rata-rata umur orang-orang disana
yang melakukan perkawinan 14 tahun keatas. Hal ini dapat dilihat dalam sebuah pernikahan
dalam keluarga Bpk Bobi Simon yang mempunyai 6 orang anak:
Anak pertama dari keluarga tersebut bernama Nita15
baru berumur 14
tahun dan masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, diakibatkan
kurangnya ekonomi, pendidikan, dan perhatian dari kedua orang tuanya karena
mereka sibuk bekerja di kebun dan mencari ikan dilaut, Nita akhirnya hamil
bersama pacarnya yang berasal dari negri Saparua. Akhirnya dengan tidak
menunggu lama kedua orang tua dari pacarnya langsung meminta nita untuk
dinikahkan dan tidak terjadi penolakan dari keluarga perempuan. Karena mereka
beranggapan lebih cepat menikah lebih baik. Disamping mendapat harta dari
pernikahan dagang anaknya tersebut, beban kedua orang tua perempuan sedikit
berkurang.
Tetapi hal ini tidak berlangsung untuk semua keluarga dia desa Titafwai, ada juga yang
menikah dengan usia yang sudah matang untuk melakukan hal tersebut yaitu usia 24-30 tahun.
C. Tradisi Nikah Dagang dalam prespektif jemaat
1. Pandangan Anggota Jemaat (Pendeta dan Majelis)
Yang sudah disinggung di atas bahwa, adat merupakan suatu pranata (institusi) yang
diberlakukan dalam komunitas yang dibentuk oleh para nenek-moyang atau datuk-datuk dan
menghasilkan suatu kehidupan yang bahagia, termasuk tradisi nikah dagang. Ia dilakukan untuk
memperkenalkan budaya setempat ke masyarakat luar. Tradisi ini menurut jemaat sendiri
15Nita bukan nama yang sebenarnya,nama tersebut disamarkan.
33
merupakan kewajiban adat yang harus dilakukan serta menjadi warisan yang berharga dari nenek
moyang mereka sendiri.
Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan suatu hubungan persaudaraan yang
erat yang tidak dapat digantikan oleh apapun, tidak ada dampak buruk dalam tradisi ini. Warga
setempat mempercayai bahwa, ketika seseorang tidak melakukan dan memenuhi kewajiban adat
dengan seharusnya maka ia akan tertimpa suatu hal yang buruk, misalnya: menderita sakit secara
fisik, atau keluarga tidak harmonis.
Jemaat memandang tradisi ini sebagai suatu tanggung jawab yang dilakukan dengan
kesiapan penuh dan sungguh-sungguh dalam rangka menyambut warga baru yang akan tinggal
bersama-sama dengan mereka. Dari situlah dimana pun mata rumah yang melakukan tradisi ini,
akan disambut baik oleh komunitasnya, karena tradisi ini sangat mengandung nilai-nilai positif.
Tetapi jika tidak dilakukan dengan benar maka para leluhur akan marah. Maksudnya adalah
suatu kebiasaan baik yang telah (para leluhur) ciptakan melalui tradisi ini kiranya dapat
diteruskan dan dilakukan dengan benar oleh anak cucu mereka16
.
Jemaat setempat meyakini bahwa para leluhur pun percaya kepada Tuhan, bahwa Tuhan
menghendaki sebuah kehidupan yang harmonis yang dihiasi dengan cinta kasih. Akan tetapi
jemaat juga mengakui bahwa telah terjadi pergeseran atau telah sedikit hilang tradisi ini dalam
pelaksanaa pernikahan adat. Hal ini terkait dengan bertambah maju budaya dan pengetahuan
jemaat, sehingga ada anggapan yang muncul bahwa yang terpenting pengenalan diri di Gereja
dan raja dan dilakukan dengan Doa, itu sudah cukup. Namun sebagian besar jemaat juga masih
mendukung melakukan adat nikah dagang ini dengan benar dan lengkap, seperti yang telah
16Wawancara dengan Bpk Pdt. Simon Wattimuri
34
diatur oleh para leluhur. Bagi jemaat, adat dan Gereja harus berjalan bersama-sama, sebab adat
telah ditetapkan sejak dahulu oleh nenek moyang, jadi tidak boleh ditiadakan. Adat juga
dilakukan dengan Doa karena menurut jemaat setempat, mereka tidak dapat melaksanakan segala
sesuatu dengan baik tanpa Doa. Jemaat setempat meyakini bahwa Tuhan itu berkuasa atas segala
sesuatu termasuk adat.
2. Pandangan Gereja terhadap tradisi nikah dagang
Dalam tradisi ini,Gereja memahami sebagai suatu budaya yang telah diatur sedemikian
oleh para leluhur Titawai. Ia sebenarnya merupakan tradisi budaya Maluku. Dalam tradisi ini,
ketika laki-laki (suami) atau perempuan (istri) yang sudah melakukan adat nikah dagang mereka
boleh saja tinggal atau keluar dari negeri.Tetapi yang harus di dasari adalah mereka tidak boleh
lupa negeri adat sendiri, karena mereka bukan lagi dua melainkan satu, satu yang disatukan oleh
Tuhan dan adat.17
Tanggapan Gereja terhadap tradisi ini tentunya sangat positif karena ada nilai-
nilai ikatan kekerabata, nilai-nilai persekutuan, nilai-nilai persaudaraan yang diikat erat dengan
tradisi ini. Karena seluruh warga Titawai yang menjadi persekutuan/jemaat itu merupakan satu
keluarga. Oleh karena itu Gereja selalu memberikan dorongan dan apresiasi yang tinggi dan
sangat mendukungnya18
3. Keterlibatan gereja terhadap tradisi nikah dagang
Adat ini telah diatur oleh mata rumah yang telah disiapkan. Mereka yang akan mengatur
dan menyiapkan segala kebutuhan adat. Hal ini juga tidak terlepas dari keterlibatan para majelis
gereja yang aktif ikut serta untuk mendoakan kedua mempelai dalam hubungan-hubungan di
dalam kelaurga secara keseluruhan. Dan juga setelah melakukan prosesi adat, kedua pasangan
17
Wawancara Bpk Bram Nanulaita 18Wawancara Bpk pdt Simon wattimuri
35
dibawah ke gereja untuk diberkati oleh Pendeta.19
Sehubungan dengan itu, maka firman Tuhan
yang disebutkan dalam Alkitab juga diletakan di dalamnya. Agar hal ini tidak hanya dipandang
sebagai tradisi adat saja, tetapi memeiliki nilai-nilai yang berlandaskan kerohanian dan iman.
Sebab gereja menyakini, bahwa Yesus juga menghendaki semua manusia untuk disatukan dalam
kehendak Allah.
Gereja Ebenhaezer Jemaat Titawai
19Ibid,.