bab iii pembahasan kepemimpinan dalam keperawatan

9
BAB III STUDI KASUS Tn.B berusia 40 tahun dirawat selama 2 hari di Rumah Sakit Jiwa. Tn.B datang diantar keluarga dengan keluhan marah-marah, memukul bapaknya dirumah dan memecahi kaca rumah dengan batu, oleh dokter pasien didiagnosa skizofrenia. Saat dilakukan pengkajian Tn. B suka berkata kasar, berusaha memukul setiap orang yang mendekat dan melotot setiap kali perawat mendekatinya. Kemudian untuk menjaga pasien dan orang lain dari cidera, sesuai dengan protap manajemen pasien krisis dilakukan pemasangan restraint di pergelangan tangan. Tn. B kemudian dipindahkan ke ruangan perawat, setelah dilakukan timbang terima dari perawat ugd dengan perawat ruangan. Ners Susan adalah perawat yang baru bekerja di RSJ sekitar 2 minggu. Ners Susan kebetulan menjadi Perawat pelaksana pada tim II yang menangani pasien salah satunya Tn.B. Ners Susan tidak membaca standart operasional prosedur (SOP) pelaksanaan Restrain sehingga tidak melakukan observasi yang ketat pada Tn. B. Saat itu kebetulan sejak pagi katim mengikuti rapat tanpa memberikan mandat maupun delegasi kepada perawat jaga, bahkan tidak berkesempatan melakukan supervisi tindakan di shift tersebut karena setelah

Upload: rendhut

Post on 06-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Mengidentifikasi fungsi dan peran leader dalam keperawatan dan menganalisa peran dan fungsi tersebut sesuai kasus

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Pembahasan Kepemimpinan DAlam Keperawatan

BAB III

STUDI KASUS

Tn.B berusia 40 tahun dirawat selama 2 hari di Rumah Sakit Jiwa. Tn.B

datang diantar keluarga dengan keluhan marah-marah, memukul bapaknya

dirumah dan memecahi kaca rumah dengan batu, oleh dokter pasien

didiagnosa skizofrenia. Saat dilakukan pengkajian Tn. B suka berkata kasar,

berusaha memukul setiap orang yang mendekat dan melotot setiap kali perawat

mendekatinya. Kemudian untuk menjaga pasien dan orang lain dari cidera,

sesuai dengan protap manajemen pasien krisis dilakukan pemasangan restraint

di pergelangan tangan. Tn. B kemudian dipindahkan ke ruangan perawat,

setelah dilakukan timbang terima dari perawat ugd dengan perawat ruangan.

Ners Susan adalah perawat yang baru bekerja di RSJ sekitar 2 minggu.

Ners Susan kebetulan menjadi Perawat pelaksana pada tim II yang menangani

pasien salah satunya Tn.B. Ners Susan tidak membaca standart operasional

prosedur (SOP) pelaksanaan Restrain sehingga tidak melakukan observasi yang

ketat pada Tn. B. Saat itu kebetulan sejak pagi katim mengikuti rapat tanpa

memberikan mandat maupun delegasi kepada perawat jaga, bahkan tidak

berkesempatan melakukan supervisi tindakan di shift tersebut karena setelah

rapat Katim langsung pulang padahal belum saatnya jam pulang.

Selama pasien di restrain, pasien terus berontak, sehingga saat diperiksa

pada shift berikutnya pergelangan tangan pasien sudah terluka dan bengkak

karena restrain yang digunakan ikatanya menjadi kencang. Konsekuensinya

pasien harus dilakukan perawatan lanjutan untuk mengatasi luka di

pergelangan tangan dan mencegah terjadinya Compartement Sindroma

lanjutan. Selanjutnya permasalahan ini dirapatkan. Dokter mengatakan bahwa

katim tidak  becus dalam melakukan perawatan pada pasien.

Pada tanggal 19 Septemper 2015 setelah selesai mengikuti rapat, kepala

ruangan, katim dan perawat yang jaga pada hari sebelumnya berkumpul. Katim

menanyakan kepada perawat jaga, apakah sudah melakukan tindakan sesuap

SOP pemasangan restrain. Ners Susan mengatakan bahwa Ia tidak tahu tentang

SOP tersebut dan Ners Susan sempat menyalahkan Ners.Budi juga karena

sebagai perawat senior Ners Budi tidak membantu mengingatkan Ners Susan

Page 2: BAB III Pembahasan Kepemimpinan DAlam Keperawatan

padahal mereka berdua berdinas dalam shift yang sama. Dan saat itu banyak

tindakan yang harus dilakukan Ners Susan pada pasiennya demikian juga

dengan Ners Budi. Hal tersebut menyebabkan timbul konflik antara:1)

Ners Susan dan Ners Budi, 2)Ners Susan dan Budi dengan katim, dan 3)

antara Dokter dengan Katim.

Page 3: BAB III Pembahasan Kepemimpinan DAlam Keperawatan

BAB IV

PEMBAHASAN

Identifikasi Peran Leader

Leader atau pemimpin terbagi menjadi tiga level berdasarkan berdasarkan

besar pengaruh yang dimiliki yaitu top manager, middle manager dan low

manager. Masing-masing tingkatan memiliki peran dan fungsinya masing-

masing. Beberapa peran yang harus dilakukan oleh pemimpin baik ditingkat low

hingga top leader adalah peran interpersonal role, informational role dan

decisional role (Pratiwi, 2010).

Interpersonal role merupakan peran yang menuntut leader atau pimpinan

mampu berhubungan baik dengan atasannya stafnya maupun tim lain.

Interpersonal role terdiri dari tiga peran yaitu figurehead, leader dan lialison.

Figurehead merupakan peran dimana pimpinan tersebut mewakili organisasi

yang dipimpinnya dalam acara formal. Leader merupakan peran untuk

memimpin seluruh staf yang ada di bawahnya dengan cara memotivasi,

mengembangkan dan mengendalikan. Peran terakhir dari interpersonal role

adalah liaison manager atau penjabat perantara, yang dimaksud dengan peran

ini pimpinan harus mampu berhubungan dengan teman sejawat atau organisasi

lain diluar timnya (Barker, Sullivan, & Emery, 2006).

Dalam kasus diatas Ketua Tim merupakan leader di tingkat low manajer

dimana dia memiliki wewenang untuk mengatur staf yang ada di bawahnya.

Ketua tim melakukan peran sebagai forehead dengan baik, karena dia mampu

mewakili anggota timnya dalam rapat-rapat yang merupakan salah satu kegiatan

formal. Namun dalam peran lain yaitu peran sebagai leader Ketua Tim

mengalami sedikit kelalaian dalam menjalankan tugasnya. Ketua tim tidak

memberikan orientasi, delegasi dan supervisi kepada anggota timnya, sehingga

terjadi kesalahan akibat kelalaian salah satu anggota timnya terhadap prosedur

tindakan. Peran liaison manager juga belum mampu dilakukan dengan baik oleh

Ketua Tim. Hal ini dikarenakan adanya konflik ketua tim dengan dokter yang

bertugas di ruang tersebut. Apabila peran liaison mampu dilakukan dengan baik

oleh Ketua Tim, maka ketua tim tersebut akan mampu berbicara dan

mengklarifikasi kejadian tersebut dengan cepat sehingga tidak akan muncul

konflik yang berkelanjutan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Ketua

Tim hanya mampu melakukan peran sebagai forehead dengan baik, namun

Page 4: BAB III Pembahasan Kepemimpinan DAlam Keperawatan

untuk peran sebagai leader dan liaison manager masih memiliki kekurangan

dalam menjalankan peran tersebut.

Peran yang kedua adalah informational role yaitu pimpinan merupakan

pusat dari informasi, sehingga harus mampu menyaring dan mengembangkan

kemudian memutuskan mana informasi yang akan disampaikan kepada stafnya

dan kepada atasannya (Pratiwi, 2010). Barker et al (2006) membagi peran

informasi ini menjadi lebih rinci yaitu peran sebagsi monitor, diseminator dan juru

bicara. Peran monitor merupakan peran kunci dikarenakan pada peran ini

pimpinan diharapkan mampu menerima dan mengumpulkan data kemudian

mengembangkan dan menyaring hingga didapatkan data mana yang harus

diteruskan ke bawahan dan atasan, mana yang tidak penting dan yang tidak

harus diteruskan. Sedangkan untuk peran disseminator dan juru bicara

merupakan peran komunikator kedalam dan keluar dari organisasi.

Dari ilustrasi diatas didapatkan data bahwa Ketua Tim belum melakukan

peran informasi dengan baik, hal ini dibuktikan bahwa ketua tim baru tahu

apabila Ners Susan tidak mengetahui SOP rentang restrain setelah terjadi

masalah pada pasien. Apabila peran informasi dijalankan dengan baik oleh

Ketua Tim, maka terlebih dahulu setelah Ners Susan dating dan masuk

anggotanya Ketua Tim akan mengkaji pengetahuan Ners Susan dan

memperkenalkan Ners Susan dengan SOP yang berlaku di Rumah Sakit. Selain

itu apabila peran sebagai disseminator dan juru bicara mampu dilakukan dengan

baik, maka Ketua Tim akan mampu menengahi konflik yang timbul antara Ners

Susan dengan Ners Budi, dan Ketua Tim akan mampu mengkomunikasikan

pada Kepala Ruang dan dokter dengan lebih baik sehingga masalah akan dapat

terselesaikan dengan lebih tepat dan cepat.

Peran yang terakhir adalah Decision role, peran ini merupakan peran yang

paling penting karena melibatkan proses pembuatan strategi dari tim yang

dipimpinnya. Proses pembuaan strategi harus selalu signifikan dan berhubungan

dengan keputusan yang diambil. Peran ini merupakan peran terbesar dan

terpenting dari peran manajerial lainnya (Barker et al., 2006). Pimpinan dinilai

harus terlibat dalam pembuatan semua keputusan karena, pimpinan mempunyai

peran sebagai informasi dan interpersonal sehingga diharapkan semua peran

tersebut dapat berkontribusi sehingga keputusan yang diambil lebih objektif,

akutat dan dapat dikoordinasikan secara tepat ke seluruh anggota tim maupun

kepihak luar (Pratiwi, 2010).

Page 5: BAB III Pembahasan Kepemimpinan DAlam Keperawatan

Dari ilustrasi kasus diatas Ketua Tim mempunyai peran penting dalam

mengambil keputusan untuk menentukan tindakan apa yang harus diambil

setelah terjadi masalah pada patient safety. Apa yang terjadi dan pada elemen

mana terjadi kesalahan serta bagaimana cara mengatasinya merupakan

kebijakan yang harus diambil oleh Ketua Tim dan Kepala Ruang. Sehingga tidak

terjadi konflik yang berkepanjangan baik dengan internal staf maupun rekan

sejawat.

Identifikasi Fungsi Leader

Seorang pimpinan atau leader mempunyai fungsi yang sama dengan

fungsi system manajerial pada umumnya yaitu planning, organizing, actuating

dan control. Pada fungsi planning dilakukang perencanaan dari seluruh elemen

yang ada di ruangan mulai dari tingkat ketergantungan, BOR, kebutuhan tenaga

dan sebagainya untuk kemudian diusulkan ke atasannya (Pratiwi, 2010). Pada

manajemenn keperawatan di tingkat ruang yang lebih perperan aktif disini adalah

Kepala Ruang. Kepala ruang lah yang akan melakukan fungsi perencanaan

tenaga, fungsi perencanaan dari sisi sarana prasarana dan pelayanan. Setelah

direncanakan maka akan dilakukan fungsi selanjutnya.

Fungsi yang kedua yaitu fungsi organizing, pada fungsi ini terdapat

pembagian tugas dan penentuan metode penugasan yang dipilih oleh pimpinan.

Pada ilustrasi diatas dapat dilihat bahwa metode penugasan yang dipilih adalah

metode tim. Metode tim tersebut dipimpin oleh Ketua tim dan beranggotakan

beberapa perawat salah satunya adalah perawat Susan. Pada ilustrasi kasus

diatas juga telah jelas disebutkan pembagian pasien telah dilakukan, sehingga

hamper semua fungsi pengorganisasian telah berjalan dengan baik.

Fungsi selanjutnya adalah fungsi actuating. Fungsi ini merupakan

pelaksanaan dari yang telah direncanakan dan diorganisasikan sebelumnya.

Pada pelaksanaan terdapat proses pengarahan, delegasi, kepemimpinan dan

motivasi (Pratiwi, 2010). Pada kasus diatas terdapat gangguan atau proses ini

tidak berjalan sempurna. Proses pengarahan oleh Ketua Tim kepada perawat

pelaksananya tidak sempurna, sehingga Ketua Tim tidak tahu apakah perawat

pelaksanya telah mengetahui tugas dan prosedur yang harus dilakukan atau

tidak. Fungsi delegasi juga belum sempurna, karena apabila fungsi delegasi

secara sempurna dilakukan maka perawat Susan akan tahu apa yang harus

diobservasi pada pasien.

Page 6: BAB III Pembahasan Kepemimpinan DAlam Keperawatan

Fungsi terakhir adalah fungsi controlling. Pada fungsi kontroling ini terdapat

proses supervisi Ketua Tim dan Kepala Ruang yang akan membandingkan

tindakan atau pelayanan yang diberikan telah memenuhi standart atau belum

(Pratiwi, 2010). Pada kasus diatas proses control masih terlihat sangat lemah.

Baik Kepala ruang maupun Ketua Tim belum menjalankan fungsi supervise

dengan tepat sehingga terjadilah masalah pada pasien. Apabila fungsi ini

berjalan dengan sempurna, maka kualitas layanan akan sesuai standar yang

berlaku dan tidak akan terjadi cidera pada pasien akibat penggunaan restrain.

Barker, A. M, Sullivan, D. T, & Emery, M. J. (2006). Leadership competencies for clinical managers: the renaissance of transformational leadership. Canada: Jones and Bartlett.

Pratiwi, A. (2010). Pembinaan dan pendampingan pimpinan keperawatan dalam melaksanakan peran dan fungsi manajemen. Warta, 13(1), 37-47.