bab iii pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang dieprints.umm.ac.id/67230/4/bab iii.pdf ·...
TRANSCRIPT
43
BAB III
PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI
KOPERASI KARYAWAN “MELATI” UNIVERSITAS MUHAMMADYAH
MALANG DITINJAU DARI HUKUM EKONOMI SYARIAH
A. KONDISI KOPERASI KARYAWAN “MELATI” UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
1. KONDISI LAPANGAN PRAKTEK PINJAM MEMINJAM DI
KOPKAR MELATI
Koperasi Karyawan "Melati" Universitas Muhammadiyah Malang
didirikan pada hari Sabtu, tanggal 04 Januari 1992. Pada saat didirikan,
koperasi ini berkedudukan di Jl. Bendungan Sutami no. 188A Kecamatan
Lowokwaru Kotamadya Malang, Jawa Timur. Koperasi ini beranggotakan
seluruh Dosen dan Karyawan Tetap Universitas Muhammadiyah Malang
ditambah dosen Kopertis yang ditempatkan di Universitas Muhammadiyah
Malang. Sejak tanggal 18 September 1992 Koperasi Karyawan "Melati"
Universitas Muhammadiyah Malang telah disahkan sebagai Badan Hukum
oleh Kantor Wilayah Departemen Koperasi Propinsi Jawa Timur dengan
Nomor 7390/BH/II/92.
Koperasi Karyawan “Melati” UMM merupakan salah satu Unit Usaha
yang ada di Lembaga dan beranggotakan Dosen dan Karyawan Universitas
44
Muhammadiyah Malang. Kopkar "Melati" UMM memiliki beberapa unit
kerja, yaitu :
1. Simpan Pinjam
Unit simpan pinjam adalah unit yang melayani kebutuhan
anggota menyangkut pengadaan dana dalam jumlah tunai. Unit
ini ada 2 jenis, yaitu :
a. Pinjaman Intern
Pinjaman ini dananya diambilkan dari kas Koperasi sendiri.
Besarnya jumlah pinjaman yang bisa di ajukan anggota
tergantung besar pendapatan yang diperoleh debitur. Proses
pengajuannya juga mudah, cukup dengan mengisi form
pengajuan pinjaman yang telah disediakan di Koperasi.
b. Pinjaman Ekstern
Pinjaman ini terlaksana berkat kerjasama yang dilakukan
Koperasi Karyawan "Melati" Universitas Muhammadiyah
Malang dengan pihak luar. Selama ini kerjasama yang telah
dilakukan antara lain dengan Bank Jatim, dan Bank, Bank
Rakyat Indonesia (BRI), Bank Nasional Indonesia (BNI). Dari
hasil kerjasama tersebut masing-masig pihak merasakan
manfaatnya. Anggota Koperasi bisa mendapatkan pinjaman
antara 5 juta sampai dengan 50 juta rupiah dengan jangka waktu
pengangsuran selama 36 bulan (3 tahun) dan 60 bulan (5
45
Tahun). Koperasi pun juga mendapatkan bagi hasil dengan bank
yang bersangkutan.
Anggota Koperasi Karyawan “Melati” Universitas Muhammadiyah
Malang terdiri dari para karyawan dan dosen, sedang jumlah keseluruhan
anggota pada tahun buku 2007 sebanyak 665 orang.
Apakah koperasi yang dinaungi oleh Universitas berbasis islam ini
dalam pelakasanaan perjanjian pinjam meminjam menggunakan asas syariah
atau tidak. Pinjam meminjam yang dilaksanakan di koperasi ini tidak
menggunakan asas syariah atau dengan kata lain menggunakan asas
perjanjian perdata pada umumnya. Penulis dapat memberikan peryataan
tersebut karena sebelumnya telah melakukan wawancara dengan narasumber
yang merupakan pegawai koperasi melati UMM. Isi dari wawancara ialah
sebagai berikut :
1. Apa visi misi kopkar?
Meningkatkan dan menyediakan kebutuhan terutama kebutuhan
pokok bagi karyawan atau dosen. Selama ini Koperasi berdiri untuk
memberikan pelayanan terbaik bagi karyawan UMM dengan memberikan
bantuan dana kepeda mereka yang membutuhkan yang mana nantinya
diputar untuk operasional dan perkembangan koperasi.
2. Konsep saat mendirikan kopkar?
46
Pada saat mendirikan syariah belum ada atau ramai seperti sekarang
maka konsep yang digunakan menurut UUD pasal 33 tentang
perekonomioan indonesia yang bertujuan mensejahterakan dan
memakmurkan bagi semua anggotanya. Konsep ini seturut dengan visi
misi Koperasi.
3. Berapa minimun penghasilan (karyawan/dosen) untuk mengajukan
pinjaman?
Untuk karyawan/dosen: 3 juta/5juta. Ada dua sistem peminjaman
yaitu pinjaman ditangani lagsung oleh kopkar dan bank (BRI,BNI,JATIM)
untuk dosen dibatasi 25-50 juta, karyawan 5-20 juta.
4. Apakah pinjaman dilihat dari gaji?
Untuk dosen dilihat dari :
a. Gaji pokok
b. Masa kerja
c. Status kepegawaian
d. Dosen contrak/tetap
e. Dosen dpk (pns)
Untuk karyawan dilihat dari :
a. Karyawan kontrak
b. Karyawan tetap
5. Untuk Pinjaman besar bagaimana sistemnya ?
47
Dilihat masa kerja lama, gaji pokoknya dan jika dipotong masih ada
sisa maksimal 50%, untuk pinjaman jika dibank dibatasi 15 tahun.
Untuk dosen yang mendekati pensiun jika mengajukan pinjaman
besar maka dosen tersebut menggunakan jaminan dana pensiun.
6. Bagaimana jika Pembayaran lewat gaji, apakah bisa?
Bisa, Dipotong langsung dari keuangan atas dasar gaji pokok yang
diterima. Jika yang bersangkutan sanggup untuk mencicil tunai maka
datang langsung ke kopkar.
7. Untuk pinjaman berapa angsuran? Misal 2 juta
Misal untuk pinjaman Rp. 500 – 2 jt angsurannya bisa dilakukan 3
kali.
8. Bagaimana jika terjadi wanprestasi?
Jika terjadi wanprestasi maka akan dikenakan denda.
9. Untuk pengambilan barang dengan angsuran bagaimana?
Sama dengan pinjaman uang, pengambilan barang juga dilihat dari
gaji pokok dan masih ada sisah maksimal 50%. Meskipun masih ada
tanggungan jika dari potongan masih ada sisa 50% untuk mengajuan
pengambilan lagi diperbolehkan.
Jika ingin mengambil barang ditempat lain harus disertakan
menyerahkan kwitansi ke kopkar selanjutnya pembayaran lewat kopkar.
10. Perbedaan kopkar dengan yang lain?
48
Tidak ada perbedaan jika kopkar memakai UUD pasal 33 tentang
perekonomioan indonesia yang bertujuan mensejahterakan dan
memakmurkan bagi semua anggotanya.
11. Apakah ada nasabah yang keberatan dengan prosedur kredit yang
ada?
Selama ini tidak ada
Bahwa yang diperbolehkan untuk melakukan peminjaman ialah anggota
koperasi. Yang dapat disebut anggota koperasi ialah karyawan atau dosen
yang sudah mendaftar di koperasi dengan mengisi formulir keanggotaan
minimal sudah memiliki surat keputusan sebagai calon dosen/calon pegawai
UMM. Jika sudah mengisi formulir keanggotan, para anggota baru tidak
dapat langsung melakukan pinjaman. Ada jangka waktu yang ditetapkan oleh
koperasi dalam hal peminjaman pertama anggota baru. Dan syarat selanjutnya
ialah gaji anggota harus cukup untuk mengangsur pinjaman.
Jadi dari gaji pemimjam koperasi akan melihat kemampuan bayar
peminjam apakah cukup dengan gaji yang diterimanya dari kampus. Hal ini
dilakukan untuk meminimalisir terjadinya wanprestasi. Dikoperasi melati
juga diberlakukan denda dan bunga. Sebenarnya dengan melihat
diberlakukannya bunga dan denda bisa kita lihat bahwa koperasi ini
merupakan koperasi konvensional. Pada waktu berdirinya koperasi, hukum
ekonomi syariah belum ada, sehingga koperasi menerapkan sistem
konvensional. Namun tetap dengan konsep koperasi yaitu bagi hasil setiap
akhir tahunnya. Permasalahannya ialah apakah koperasi melati yang dinaungi
49
oleh Universitas Muhammadiyah Malang yang pada dasarnya berbasis islami
bisa dikatakan koperasi berbasis syariah atau tidak melihat dibelakukan bunga
dan denda.
B. PELAKSANAAN PINJAM MEMINJAM DI KOPERASI
KARYAWAN “MELATI” UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
1. FAKTA HASIL WAWANCARA DENGAN KARYAWAN
KOPKAR MELATI TENTANG PINJAM MEMINJAM
Dalam Islam utang piutang dikenal dengan istilah al-qardh, Qardh di
kalangan ahli bahasa di definisikan sebagai memotong. Qardh berasal dari
bahasa Arab yang berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.1
Katakata ini kemudian diadopsi dalam ekonomi konvensional menjadi kata
kredit, yang mempunyai makna yang sama yaitu pinjaman atas dasar
kepercayaan. Secara etimologi, qardh berarti potongan harta yang dibayarkan
kepada muqtaridh dinamakan qardh, sebab merupakan potongan dari harta
muqridh (orang yang membayar)2.
Menurut pengertian diatas yang qardh bisa dikatakan pinjam meminjam
secara syariah yang mana pada prinsipnya meminjamkan uang atas dasar
kepercayaan dan tolong menolong tanpa mencari kesempatan untuk
memperkaya diri. Qardh sama halnya dengan pinjam meminjam secara
perdata yaitu ada akadnya dimana haruslah jelas. Dalam kompilasi hukum
ekonomi syariah pada akad qardh wajib peminjam wajib mengembalikan
1 Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.167. 2 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2016), h.229.
50
jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. Yang
dinamakan pokok ialah nominal utang yang telah disepakati di awal akad.
Misal nasabah meminjam uang sebesar Rp. 500.000,00 maka nantinya yang
akan dikembalikan ialah Rp. 500.000,00 tidak boleh melebihi kesepakatan di
awal akad. Sebagai contoh Di Kopkar Melati untuk meminjam misal Rp.
500.000,000. Setelah mengajukan pinjaman dan disetujui maka peminjam
diberitahu bahwa harus membayar jasa sebesar 2% setiap bulannya dihitung
dari besarnya pinjaman dan batas waktu pembayaran.
Contohnya Pak Amin meminjam uang sebesar Rp.500.000,00 besarnya
jasa ialah 2% perbulan, batas waktu pinjaman 4 bulan. Maka perhitungannya
adalah sebagai berikut:
Rp. 500.000,00 x 2%
= 10.000,00 (besarnya jasa yang dibayarkan setiap bulannya)
Kemudian biaya jasa tersebut dibayarkan selama 4 bulan maka jumlah
adalah
10.000,00 x 4 = 40.000,00
Jadi, uang sebesar Rp.40.000,00 ini adalah uang tambahan yang
dikenakan kepada peminjam. Dan pada akhirnya peminjam harus
mengembalikan pinjamanya sebesar
Rp. 540.000,00 yang di cicil selam 4 bulan.
Adapun angsuran tiap bulannya adalah sebagai berikut:
Rp. 125.000,00 + jumlah jasa perbulannya yaitu 4 bulan
= 125.000,00 + 10.000,00 = 135.000,00
51
Maka jumlah angsuran tiap bulannya ialah sebesar Rp. 135.000,00. Dan
besarnya tambahan ini tergantung daripada besarnya jumlah uang yang di
pinjam. Meminjam uang dalam islam itu diperbolehkan selama tidak ada
tambahan (uang) yang disyaratkan pada awal akad dalam pinjaman tersebut.
Seperti memimjam uang sebesar Rp 500.000,00 maka uang yang
dikembalikannya juga harus sebesar Rp. 500.000,00. Namun jika yang
dipinjam sebesar Rp.500.000,00 dan dalam pengembaliannya Rp
1.000.000,00 maka pinjaman tersebut dilarang dalam hukum Islam karena
ada tambahan terhadap jumlah nominalnya. Selama tambahan tersebut tidak
disyaratkan dan tidak diperjanjikan di awal akad, jika hal itu dilakukan maka
hal tesebut tergolong riba al-qardh.
Asas akad dalam hukum ekonomi syariah buku ii pasal 21 menyatakan
bahwa :
a. Ikhtiyari/sukarela; setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak,
terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau
pihak lain.
b. Amanah/menepati janji; setiap akad wajib dilaksanakan oleh para
pihak sesuai dengan kesepakan yang ditetapkan oleh yang
bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera-janji.
c. Ikhtiyati/kehati-hatian; setiap akad dilakukan dengan pertimbangan
yang matang dan dilaksanakan secara tepat dan cermat.
52
d. Luzum/tidak berobah; setiap akad dilakukan dengan tujuan yang
jelas dan perhitungan yang cermat, sehingga terhindar dari praktik
spekulasi atau maisir.
e. Saling menguntungkan; setiap akad dilakukan untuk memenuhi
kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi
dan merugikan salah satu pihak.
f. Taswiyah/kesetaraan; para pihak dalam setiap akad memiliki
kedudukan yang setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang
seimbang,
g. Transparansi; setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban
para pihak secara terbuka.
h. Kemampuan; setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan
para pihak, sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi
yang bersangkutan.
i. Taisir/kemudahan; setiap akad dilakukan dengan cara saling
memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat
melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.
j. Itikad baik; akad dilakukan dalam rangka menegakan
kemaslahatan, tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan
buruk lainnya.
k. Sebab yang halal; tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang
oleh hukum dan tidak haram.
53
Dalam hal asas akad yang diterangkan diatas yang mana dalam hal ini
menyangkut mengenai hal pinjam meminjam. Mengenai asas diatas koperasi
karyawan melati sedari awal pun menjelaskan bagaimana nanti sistem
pinjam-meminjamnya, mulai dari pinjaman, biaya jasa, maupun hal-hal yang
akan terjadi ketika terjadi suatu wasnprestasi. Maka jika terjadi suatu akad
pinjam-meminjam, hal itu terjadi karena tidak ada pakasaan. Namun kembali
lagi pada prinsipnya pinjam-meminjam dalam syariah besifat tolong-
menolong maka ketika dilakukan perjanjian pinjam-meminjam ialah harus
murni pinjam-meminjam uang bukan mengambil keuntungan disaat seorang
membutuhkan.
Karena menurut penulis ketika seseorang yang mengajukan pinjaman
maka pihak koperasi akan memberikan informasi sedetail mungkin supaya
tidak ada yang merasa disembunyikan diawal dengan itu nasabah telah
menyetujui segala syarat yang ada dan pastinya tidak merasa dirugikan
dengan syarat yang ditawarkan. Karena jika seorang nasabah telah
menyetujuinya maka mereka juga telah menyetujui bahwa segala hal yang
berkaitan dengan pinjaman sudah saling menguntungkan kedua belah pihak
atau dengan kata lain tidak ada yang dirugikan. Namun dalam syariah pun
mencoba mencari cara terbaik dalam hal pinjam-meminjam ini. Karena
lembaga keuangan pun ingin adanya perputaran uang untuk kesejahteraan
anggota. Jika koperasi tidak memiliki uang untuk operasional maka
koperasipun tidak bisa berjalan. Lembaga peminjam dana pun tidak dapat
beroperasi.
54
Hukum akad terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. Akad yang sah.
Akad yang sah adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya;
b. Akad yang fasad/dapat dibatalkan.
Akad yang fasad yaitu akad yang terpenuhi rukun dan syaratsyaratnya,
tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak akad tersebut karena
pertimbangan maslahat
c. Akad yang batal/batal demi hukum.
Akad yang batal adalah akad yang kurang rukun dan atau syarat-
syaratnya. Akad yang sah ialah akad yang tentunya sah menurut syarat-
syaratnya dan tidak mengandung paksaan, penipuan, ancaman atau hal-hal
lain yang membuat seseorang terpaksa untuk melakukan perjanjian. Begitu
pun dengan sebuah penjanjian pinjam-meminjam ini, tidaklah boleh
dilakukan jika hanya salah satu pihak saja yang menyetujuinya sedangakan
yang lain tidak. Karena jika dari awal akad sudah salah maka sewaktu-waktu
akad tersebut bisa digugat oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Adapun tambahan yang dikehendaki oleh yang berpiutang atau telah
menjadi perjanjian sewaktu akad, hal itu tidak boleh. Tambahan itu tidak
halal atas yang berpiutang mengambilnya.
ض ضر ل ةع ف ن ه و ه و ج ن هج قي اخضج) اوضب ها يو ب (او
Rasulullah SAW bersabda:
55
“Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu dari
beberapa macam riba”. (HR. Baihaqi).3
Dari beberapa riwayat-riwayat tersebut, dapat diketahui bahwa tidaklah
semua pembayaran hutang yang berlebih itu termasuk riba yangharam.
Namun ada juga yang sunnah dan baik dilakukan. Persoalan dikalangan
fuqaha ialah pembayaran hutang berlebih dengan pakai perjanjian.
Segolongan mengharamkannya karena termasuk riba, dan segolongan lainnya
membolehkannya.4
Dalam Pasal 38 Hukum Ekonomi Syariah menerangakan bahwa Pihak
dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi:
a. membayar ganti rugi;
b. pembatalan akad;
c. peralihan risiko;
d. denda; dan/atau
e. membayar biaya perkara
Mengacu pada pasal 38 diatas yang mana langkah-langkah yang dapat
diambil ketika pihak lain melakuakn ingkar janji atau dalam perdata
dinamakan wanprestasi. Hal ini berkaitan dengan ingkar janji terhadap akad
yang telah disepakati diawal. Seperti membayar ganti rugi, hal ini dapat
dilakukan apabila pihak yang melakukan ingkar janji telah dinyatakan ingkar
janji namun tetap melakukan ingkar janji.
3 Abi Bakrin Ahmad Bin Husain Bin Ali Baihaqi, Sunan Kubro, juz v, Beirut: Darul
Kutub Ilmiah, 458, hlm. 573.
56
Kemudian mengenai pembatalan akad, yang mana akad bisa dilakukan
pembatalan karena pihak lain tidak melakukan kewajibannya dalam
melaksanakan isi akad yang nantinya berakibat tidak berlakunya akad.
Kemudian yang sering menjadi perdebatan ialah mengenai denda, dimana
dalam syariah sebenarnya tidaklah mengenal denda karena bisa dikatakan
riba’. Namun dalam hukum ekonomi syariah denda tidaklah dilarang. Denda
diberlakukan karena adanya ingkar janji terhadap akad yang telah disepakati
atau dengan kata lain pihak lain telah melakukan itikad tidak baik.
Namun sejauh mana denda dikatakan tidak dilarang dalam syariah.
Menurut penulis, mengacu pada syarat akad yang mana tidaklah boleh dalam
akad berisi penipuan, menjebak ataupun memperburuk keadaan pihak lain
dalam hal ini yaitu si peminjam. Kopkar karyawan sendiri memberlakukan
denda terhadap siapapun nasabah yang menunggak. Namun dalam hal ini
denda masih dalam batas wajar sehingga tidaklah memberatkan nasabah.
Hanya saja denda diberlakukan sebagai akibat dari penunggakan angsuran
yang dilakukan nasabah. Dan selama ini tidak ada keluhan mengenai denda
yang diberlakukan oleh kopkar melati sehingga dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa pemberlakukan denda tidaklah semua dapat dikatakan riba’.
Kita harus menganalisa tujuan diberlakukannya dan apakah masih dalam
koridor wajar, karena kembali pada konsep koperasi yang mana dari anggota
kembali kepada anggota dengan sistem bagi hasil. Semua yang dilakukan
kopkar kembali lagi untuk kemaslahatan anggota yang operasional koperasi.
57
Berikut adalah contoh nominal pinjaman beserta jangka waktu dan
angsurannya jika seseorang melakukan pinjaman ke kopkar melati :
No Jumlah Pinjaman Jk Wkt Angsuran
1 Rp. 15.000.000 24 Rp. 748.465,91
2 Rp. 20.000.000 36 Rp. 722.500,28
3 Rp. 25.000.000 36 Rp. 903.125,35
4 Rp. 30.000.000 36 Rp. 1.083.750,42
5 Rp. 35.000.000 36 Rp. 1.264.375,50
6 Rp. 40.000.000 36 Rp. 1.445.000,57
7 Rp. 45.000.000 36 Rp. 1.625.625,64
8 Rp. 50.000.000 36 Rp. 1.806.250,71
9 Rp. 55.000.000 36 Rp. 1.986.875,78
10 Rp. 60.000.000 36 Rp. 2.167.500,85
58
C. TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PINJAM
MEMINJAM DI KOPERASI KARYAWAN “MELATI”
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
A. DITINJAU BERDASARKAN HUKUM KOMPILASI
EKONOMI SYARIAH
Perjanjian pinjam-meminjam dalam syariah harus diawali dengan
akad, yang mana memiliki pengertian kesepakatan dalam suatu perjanjian
antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan
perbuatan hukum tertentu. Yang mana akad ini sama dengan halnya
syarat sahnya perjanjian dalam perdata yaitu kata sepakat antar kedua
belah pihak. Dalam syariah pun ada istilah pinjam meminjam yaitu
Qarad.
Dalam Hukum Kompolasi Ekonomi Syariah Qard mengandung
pengertian Qard adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga
keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam
jangka waktu tertentu.5 Menurut Rahmat Syafei, secara etimologi Qarad
berarti al-qath’u (potongan), harta yang dibayarkan kepada muqtarid dan
dinamakan Qarad karena merupakan potongan dari harta muqrid. 6Qardh
(utang-piutang) secara istilah adalah memberikan harta kepada orang lain
yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian
5 Hukum Kompilasi Ekonomi Syariah, Bab II, Pasal 1 ayat 36 6 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hlm. 151.
59
hari. Dalam pengertian lain, al-Qard adalah pemberian harta kepada
orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.7 Dalam perjanjian qardh,
pemberi pinjaman (kreditor) memberikan pinjaman kepada pihak lain
dengan ketentuan penerima pinjaman akan mengembalikan pinjaman
tersebut pada waktu yang telah diperjanjikan dengan jumlah yang sama.8
Pinjam meminjam (qardh) merupakan salah satu bentuk muamalah
yang tergolong ke dalam akad tabarru (tolong-menolong). Pada
dasarnya setiap akad muamalah itu ada prinsip-prinsip yang harus ditaati
dan dijalankan diantaranya adalah kegiatan muamalah harus
mendatangkan kemaslahatan serta menjauhi segala bentuk hal-hal yang
dilarang dalam islam, seperti Riba, Gharar,dan Maysir.
memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam perkembangan bentuk
dan
Al-Qur'an sejak masa awal diturunkan telah memberikan perhatian
yang mendalam terhadap sosial ekonomi dalam suatu masyarakat,
berusaha melindungi masyarakat yang lemah dengan menghilangkan
upaya eksploitasi dari pihak yang kuat Islam mengajarkan manusia dalam
bertransaksi dan mengembangkan hartanya harus terbebas dari unsur riba
dan harus berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum bermuamalah.
7 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi,
Edisi 2, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), hlm.70. 8 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Umum Grafiti, 2007), hlm. 75.
60
Menurut Ahmad Azhar Basyir, prinsip-prinsip hukum muamalat adalah
sebagai berikut:
a. Pada dasamya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali yang
ditentangoleh al-Quran dan sunnah Rasul Artinya bahwa hukum
Islam memberikan kesempatan seluas luasnya dalam perkembangan
bentuk dan macam macam transaksi baru sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hidup dan suatu masyarakat
b. Muamalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa adanya unsur-unsur
paksaan Artinya bahwa prinsip ini mengingatkan agar kebebasan
kehendak para pihak yang melakukan transaksi harus selalu
diperhatikan Pelanggaran terhadap kebebasan kehendak ini berakibat
pada tidak dapat dibenarkannya sesuatu transaksi yang dilaksanakan
c. Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat
dan menghindarkan dari kemudharatan Sdalam hidup masyarakat
Artinya prinsip ini memperingatkan bahwa segala sesuatu bentuk
transaksi harus dilakukan berdasarkan pertmbangan mendatangkan
manfaat dan menghindari bahaya (mudharat) dalam hidup sehingga
dalam Islam tidak dibenarkan untuk melakukan transaksi yang dapat
merusak kehidupan
d. Muamalat dilaksanakan untuk memelihara nilai keadilan
menghindan unsure unsur penganiayaan, unsur pengambilan
kesempatan dalam kesempitan. Artinya bahwa prinsip ini tidak
membenarkan segala bentuk transaksi yang mengandung unsur
61
penindasan dan penganiayaan, seperti maisir riba, haram, gharar dan
batil.
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diperbolehkan
membebankan biaya administrasi kepada nasabah dan nasabah juga
menyetujuinya asal bukan berbentuk bunga atau uang tambahan yang
besifat memberi manfaat kepada pemberi hutang. Faktor yang
malatarbelakangi praktek pinjam meminjam dikarenakan adanya
kemudahan dalam menutupi kebutuhan hidup untuk karyawan, prosesnya
mudah, cepat, dan tidak harus meninggalkan jaminan. Ditambah lagi
minimnya pengetahuan orang akan transaksi berbasis syariah. Menurut
penulis yang dimaksud biaya administrasi diawal sama seperti uang
imbalan yang telah disetujui oleh nasabah guna operasional koperasi dan
tidak bersifat member tekanan. Namun yang dilakukan oleh kopkar ialah
membebankan bunga terhadap nasabah yang mana nasabah yang sedang
membutuhkan dana tidak mempunyai pilihan lain selain menyetujui
perjanjian tersebut. Apalagi jika dengan penawaran bunga yang rendah.
Meskipun hal tersebut memberi manfaat dan kemaslahatan terhadap
masyrakat namun memb
Qardh adalah sesuatu yang diberikan dari harta mitsil (yang
memiliki perumpamaan) untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan riba
adalah adanya suatu kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak
adanya imbalan gantinya.9 Salah satu bentuk transaksi yang dilarang
dalam kegiatan usaha di dalam ajaran Islam adalah transaksi yang
62
mengandung unsur riba. Pembicaraan mengenai riba terdapat dua
kecenderungan di kalangan umat Islam. Pertama, riba dianggap sebagai
tambahan yang berasal dari adanya kelebihan nilai pokok dari pinjaman
yang diberikan oleh kreditur kepada debitur. Pendapat kedua mengatakan
bahwasannya larangan riba dipahami sebagai suatu kegiatan yang dapat
menimbulkan eksploitasi dan ketidakadilan, yang secara ekonomi dapat
menimbulkan dampak yang sangat merugikan masyarakat. 9
Hubungan riba dalam qardh (hutang- piutang) dapat digolongkan
dalam riba nasi’ah (riba qardh). Yang dimaksud dengan riba qardh
merupakan salah satu bentuk riba dalam utang piutang dimana seseorang
meminjamkan kepada orang lain sejumlah uang dengan kesepakatan
bahwa seseorang tersebut akan mengembalikan dengan tambahan
tertentu. Selain itu juga bisa diartikan dengan adanya tambahan yang
diberikan secara berkala baik dibayar setiap bulan ataupun setiap tahun
selama modal hutang belum dapat dilunasi oleh pihak yang berhutang.10
Riba dalam hal ini memberikan keuntungan bagi yang memberikan
pinjaman dikarenakan adanya keleluasaan untuk menekan dan
memperdaya orang yang meminjam kepadanya. Sebaliknya bagi orang
yang berutang akan sangat terzalimi dan harus mengikuti semua aturan
yang ditetapkan oleh yang memberikan utang kepadanya.11
9 Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam: Sejarah, Teori Dan Konsep, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2015), h.159. 10 Aziz Abdul, Dahlan Ensiklopedi Hukum Islam, h. 1499. 11 Ibid, hal 1499
63
Para ulama telah memberikan sebuah kaidah yang mesti kita
perhatikan berkenaan dengan qardh (hutang piutang). Kaidah yang
dimaksud adalah:
ض ضر ل
ةع ف ن ا ر و ه
Artinya: “Setiap qardh (piutang) yang mendatangkan kemanfaatan
(keuntungan), maka itu adalah riba.”12
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-
Baqarah : 275)
Para ulama telah memberikan sebuah kaedah yang mesti kita perhatikan
berkenaan dengan hutang piutang. Kaedah yang dimaksud adalah:
ض ضر ل ةع ف ن ه ابر و
“Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan (keuntungan), maka
itu adalah riba.” (Lihat Al Majmu’ Al Fatawa, 29/533; Fathul
Wahaab, 1/327; Fathul Mu’in, 3/65; Subulus Salam, 4/97)
Ibnu Qudamah membawakan sebuah fasal:
ل ر ضر ض ه ، د هدي ز ن هي ر و ض ل بر هض ، ف .
“Setiap piutang yang mensyaratkan adanya tambahan, maka itu adalah
haram. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”
Lalu Ibnu Qudamah kemudian membawakan perkataan Ibnul Mundzir.
Beliau mengatakan,
12 As San’ani,Subulus Salam, Juz 4 (Beirut: Dar Al Kutub Al-Imamiyah : 1998) h.97
64
“Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan utang
mensyaratkan kepada orang yang berutang agar memberikan tambahan,
hadiah, lalu dia pun memenuhi persyaratan tadi, maka pengambilan
tambahan tersebut adalah riba.”
Lalu kenapa bentuk pengambilan keuntungan dalam utang piutang ini
terlarang, Ibnu Qudamah mengatakan, “Karena yang namanya utang
piutang adalah bentuk tolong menolong dan berbuat baik. Jika
dipersyaratkan adanya tambahan ketika pengembalian utang, maka itu
sudah keluar dari tujuan utama mengutangi (yaitu untuk tolong
menolong).” (Lihat Al Mughni, 9/104).
Hal yang serupa juga dikatakan oleh Imam Asy Syairazi Asy Syafi’i.
Beliau mengatakan, “Diriwayatkan dari Abu Ka’ab, Ibnu Mas’ud, dan
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum, mereka semua melarang piutang yang
di dalamnya terdapat keuntungan. Alasannya, karena utang piutang
adalah untuk tolong menolong (berbuat baik). Jika dipersyaratkan adanya
keuntungan, maka akad utang piutang berarti telah keluar dari tujuannya
(yaitu untuk tolong menolong).” (Al Muhadzdzab, 2/ 81)
Begitu pula kenapa mengambil keuntungan dalam utang piutang itu
terlarang? Hal ini dikarenakan ada sebuah hadits, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ف ل د لل ا ب هب
“Tidak boleh ada piutang bersamaan dengan jual beli (mencari
keuntungan).” (HR. Tirmidzi, Abu Daud dan An Nasaa’i. At Tirmidzi
65
mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan)
Dalam lafazh lain dikatakan,
ن ى و ن ف ل ب هب
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang adanya piutang dan jual
beli bersamaan dalam satu akad.” (HR. Tirmidzi dan An Nasaa’i. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih) 13
Penjelasan diatas memperkuat jika jelas dilarang memberlakukan bunga
meskipun telah ditetapkan paling rendah karena hal tesebut bertentangan
dengan syariat meskipun telah mendatangkan kemaslahatan bagi banyak
orang tetaplah terdapat unsure riba didalamnya. Meskipun kedua belah
pihak telah setuju namun suatu kedzoliman terdapat didalam akadnnya.
Karena nasabah tidak mempunyai pilihan lain selain menyetujuinya.
Denda boleh diberlakukan untuk member kedisiplinan kepada nasabah
yang menunda-nunda pembayarannya. Dalam kompilasi hukum ekonomi
syariah pun juga mengatur tentang denda dan memperbolehkannya.
Karena menunda-nunda membayar hutang juga merupakan suatu
kezaliman.
13 Muhammad Abduh Tuasikal,” Riba Al Qardh (riba Dalam Hutang Piutang)”
(https://pengusahamuslim.com/1057-riba-al-qardh-riba-dalam-hutang-piutang.html, diakses pada
12 April 2020, 20:17)