bab iii metodologi penelitian 3.1. objek...

17
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Penelitian ini mengungkapkan tentang efisiensi penggunaan faktor produksi seperti modal dan tenaga pada industri tahu di Kabupaten Cirebon tepatnya wilayah bagian timur. Dengan demikian yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah efisiensi produksi. 3.2. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus menentukan metode yang akan digunakan dalam penelitiannya. Hal ini dikarenakan metode sangat diperlukan dalam menentukan keberhasilan penelitian untuk mencapai tujuan. Pendapat ini diperkuat oleh Surakhmad dalam Sri (2005 : 64) yang mengatakan bahwa : Metode penelitian merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama tersebut dipergunakan setelah penyelidik memperhitungkan kewajarannya ditinjau dari tujuan penyelidikan serta dari situasi penyelidikan. Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dirumuskan, maka metode yang digunakan adalah metode survey ekplanatory. Seperti yang diungkapkan oleh Singarimbun dalam Mardiyani (2011) mengatakan bahwa :

Upload: dokhanh

Post on 11-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan

dari suatu penelitian. Penelitian ini mengungkapkan tentang efisiensi penggunaan

faktor produksi seperti modal dan tenaga pada industri tahu di Kabupaten Cirebon

tepatnya wilayah bagian timur. Dengan demikian yang menjadi objek dalam

penelitian ini adalah efisiensi produksi.

3.2. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus menentukan metode

yang akan digunakan dalam penelitiannya. Hal ini dikarenakan metode sangat

diperlukan dalam menentukan keberhasilan penelitian untuk mencapai tujuan.

Pendapat ini diperkuat oleh Surakhmad dalam Sri (2005 : 64) yang mengatakan

bahwa :

Metode penelitian merupakan cara utama yang dipergunakan untuk

mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa

dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama tersebut

dipergunakan setelah penyelidik memperhitungkan kewajarannya ditinjau

dari tujuan penyelidikan serta dari situasi penyelidikan.

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dirumuskan, maka metode yang

digunakan adalah metode survey ekplanatory. Seperti yang diungkapkan oleh

Singarimbun dalam Mardiyani (2011) mengatakan bahwa :

Page 2: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

52

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Metode survey eksplanotory yaitu suatu metode penelitian yang mengambil

sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat

pengumpulan data yang pokok dan menjelaskan hubungan kausal antara

variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.

3.3. Operasional Variabel

Tabel 3.1

Operasional Variabel

Konsep Variabel Definisi Operasional Sumber Data

Efisiensi Produksi

(Y)

Definisi:

Ukuran yang

menunjukan

bagamana baiknya

sumber-sumber

daya ekonomi

digunakan dalam

proses produksi

untuk

menghasilkan

output.

Tingkat

Efisiensi

Produksi

Tingkat efisiensi

penggunaan faktor-faktor

produksi dalam proses

produksi yang ditunjukan

oleh rasio antar

perubahan output dengan

perubahan biaya input.

Maka dengan begitu kita

bisa mengetahui tingkat

efisiensi dari return to

scale nya. Return to scale

mencerminkan

keresponsifan produk

total jika semua input

ditingkatkan secara

proporsional. Terdapat

tiga kondisi return to

scale diantaranya yaitu

decreasing return to

scale, constant return to

scale, dan increasing

return to scale.

Data diperoleh dari

responden yaitu para

pengusaha tahu di

Kabupaten Cirebon

bagian timur

mengenai jumlah

produksi serta total

biaya yang

dikeluarkan untuk

kegiatan produksi.

Kedelai (X1)

Definisi:

Bahan utama yang

dibutuhkan dalam

setiap proses

produksi tahu.

Kedelai Berupa penggunaan

kedelai dalam kegiatan

produksi (Kg), jenis

kedelai yang digunakan

serta harga kedelai per

kilogram (Rupiah)

Data diperoleh dari

responden yaitu para

pengusaha tahu di

Kabupaten Cirebon

bagian timur

mengenai jumlah

kedelai yang

digunakan beserta

nilainya dalam setiap

kegiatan produksi.

Tenaga Kerja (X2)

Definisi:

Tenaga

Kerja

Input tenaga kerja yang

berupa jumlah tenaga

kerja yang digunakan dan

Data diperoleh dari

responden yaitu para

pengusaha tahu di

Page 3: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

53

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

setiap orang yang

mampu melakukan

pekerjaan guna

menghasilkan

barang dan atau

jasa baik untuk

memenuhi

kebutuhan sendiri

maupun untuk

masyarakat.

upah dalam kegitan

produksi industri tahu di

Kabupaten Cirebon

bagian timur.

Kabupaten Cirebon

bagian timur

mengenai jumlah

tenaga kerja yang

digunakan dalam

proses produksi.

Solar (X3)

Definisi:

Bahan bakar yang

digunakan untuk

menggerakan

mesin giling

kedelai dalam

proses produksi

tahu.

Solar Berupa penggunaan solar

dalam kegiatan produksi

(liter) serta harga solar

per liter (Rupiah).

Data diperoleh dari

responden yaitu para

pengusaha tahu di

Kabupaten Cirebon

bagian timur

mengenai jumlah

solar yang

digunakan beserta

nilainya dalam setiap

proses produksi

Bahan Bakar

Definisi:

suatu materi yang

mampu diubah

menjadi energi.

Dummy

Energi

Energi yang digunakan

dalam proses produksi

pada industri tahu di

Kabupaten Cirebon

bagian timur, diantaranya

adalah:

-gas

-batu bara

-minyak solar

-kayu bakar

-serbuk kayu

Data diperoleh dari

responden yaitu para

pengusaha tahu di

Kabupaten Cirebon

bagian timur

mengenai bahan

bakar yang

digunakan dalam

proses produksi

3.4. Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

Menurut Arikunto (2010 : 173) menyatakan bahwa “populasi adalah seluruh

subjek penelitian”. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh

produsen tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur dengan jumlah 73 unit usaha.

Penentuan daerah penelitian tersebut dilakukan dengan sengaja (purposive)

Page 4: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

54

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Cirebon bagian Timur terkenal

dengan industri tahunya.

3.4.2. Sampel

Dalam penelitian ini, jenis pengambilan sampel yang digunakan adalah

sampling jenuh. Menurut Riduwan (2010: 64) sampling jenuh ialah teknik

pengambilan sampel apabila semua sampel digunakan sebagai sampel dan dikenal

dengan istilah sensus. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

seluruh dari populasi atau sebanyak 73 perusahaan tahu di Kabupaten Cirebon

bagian Timur.

3.5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Menurut Riduwan (2010 : 97) yang dimaksud dengan metode pengumpulan

data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk

mengumpulkan data. Metode (cara atau teknik) menunjuk suatu kata yang abstrak

dan tidak diwujudkan benda, tetapi hanya dapat dilihatkan penggunaannya

melalui angket, wawancara, pengamatan, tes, dokumentasi dan lain-lain. Adapun

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah :

1. Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang

bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan

pengguna.

2. Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk

memperoleh informasil langsung dari sumbernya.

Page 5: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

55

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek

penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.

3.6. Teknik Analisis Data

3.6.1. Model Fungsi Cobb-Douglas

Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah Ordinary Least

Square (OLS), sedangkan teknik yang digunakan adalah regresi linear berganda

melalui fungsi Cobb-Douglass yang di transformasikan ke dalam bentuk

logaritma, yaitu:

lnYi = lnβ1 + β2lnKi + β3lnLi + ui

= β0 + β2lnKi + β3lnLi+ui

dimana β0 = lnβ1

Adapun karakteristik dari fungsi produksi Cobb-Douglass tersebut adalah

sebagai berikut:

a. β2 adalah elastisitas output (parsial) terhadap input tenaga kerja yang

mengukur perubahan persentase dari output dengan menganggap input

modal konstan.

b. Demikian juga, β3 adalah elastisitas output (parsial) terhadap input modal,

dengan menganggap input tenaga kerja konstan.

c. Penjumlahan (β2+β3) menggambarkan return to scale, yaitu respon output

yang disebabkan oleh perubahan proporsional pada input.

Page 6: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

56

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3.6.2. Menghitung Efisiensi Produksi

3.6.2.1. Efisiensi Teknis

Secara matematis, efisiensi teknis dapat diketahui melalui elastisitas

produksinya.

atau

(Mubyarto, 1989: 80)

Dikarenakan ∆Y/∆X adalah Marjinal Physical Product (MPP) dan Y/X

adalah Average Physical Product (APP).

Efisien teknis akan tercapai pada Ep = 1 yaitu:

atau

MPP = APP

(Mubyarto, 1989 : 80)

Efisiensi teknis selain dapat diketahui dari tingkat elastisitas produksi juga

merupakan koefisien regresi dari fungsi Cobb-Douglas. Efisiensi teknis tercapai

pada saat koefisien regresi = 1 atau pada saat produksi rata-rata tertinggi (Ep / Σ bi

= 1 ). Menurut Soekartawi (1989: 40) untuk mengetahui efisiensi teknis faktor

produksi dapat dilihat melalui tingkat elastisitas (Σ bi), yaitu jika :

Page 7: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

57

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

a. Σ bi=1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Constant Returns to Scale”.

Dalam keadaan demikian penambahan faktor produksi akan proporsional

dengan penambahan produksi yang diperoleh.

b. Σ bi<1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Decreasing Returns to Scale”.

Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan

faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

c. Σ bi>1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Increasing Returns to Scale”.

Ini artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan

tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

Efisiensi secara teknis terjadi apabila Ep = b = 1.

3.6.2.2. Efisiensi Harga

Untuk menghitung efisiensi harga, dapat dianalisis dengan memenuhi

syarat kecukupan sebagai berikut :

(Mubyarto, 1989: 76)

di mana :

MP = Marginal Product masing- masing faktor produksi

P = Harga masing – masing faktor produksi

X1 = modal

X2 = tenaga kerja

X3 = bahan baku

Page 8: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

58

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Secara matematis ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

Efisiensi Harga =

Produk Marginal =

(Mubyarto, 1989: 76)

di mana:

MP = Tambahan hasil Produksi (Marginal Product)

bi = Elastisitas produksi

Y = Rata-rata hasil produksi

Xi = Rata-rata faktor produksi

Px = Harga Faktor Produksi

Efisiensi akan tercapai apabila perbandingan antara Produk Marginal (PM)

dengan Harga Faktor Produksi (Px) = 1.

3.6.2.3. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi merupakan perbandingan antara nilai marjinal dengan

harga faktor produksi, dari masing-msing faktor produksi yang digunakan. Secara

matemtis efisiensi ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

MVP = Marginal Value Product

P = Harga masing-masing faktor produksi

X1 = Kedelai

X2 = Tenaga Kerja

X3 = Solar

Px = Harga per unit

Page 9: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

59

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Kemudian rumus dari efisiensi ekonomi adalah :

Dimana bi merupakan koefisien regresi atau koefisien elastisitas. Untuk

mengetahui efisiensi faktor produksi dengan menggunakan rasio antara Marginal

Value Product (MVP) dan nilai satu unit faktor produksi (Px), jika :

MVPx1 / Px1 > 1 artinya penggunaan input X belum mencapai efisiensi

optimum. Untuk mencapai efisien input X perlu ditambah.

MVPx1 / Px1 = 1 artinya penggunaan input X sudah mencapai efisiensi

optimum. Maka input X harus dipertahankan.

MVPx1 / Px1 < 1 artinya penggunaan input X sudah melebihi titik optimum

(tidak efisien). Untuk mencapai efisien input X perlu dikurangi.

(Soekartawi, 1994: 42)

3.6.3. Menghitung Skala Hasil

Untuk menguji skala kenaikan hasil sama dengan satu atau tidak sama

dengan satu yang dicapai dalam proses produksi maka digunakan jumlah

elastisitas produksi (∑bi). Dari hasil penjumlahan tersebut ada tiga kemungkinan

yang terjadi, yaitu :

a. Jika Σbi > 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi

skala output yang meningkat (Increasing Returns to Scale).

b. Jika Σbi = 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi

skala output yang konstan (Constant Returns to Scale).

Page 10: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

60

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

c. Jika Σbi < 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi

skala output yang menurun (Decreasing Returns to Scale).

(Soekartawi, 1994: 170)

3.7. Uji Asumsi Klasik

3.7.1. Uji Multikolinearitas

3.7.1.1. Cara Mendeteksi Multikolinearitas

Pada dasarnya multikolinearitas merupakan fenomena sampel, yang sering

timbul pada data non eksperimen yang dikumpulkan dalam sebagian besar ilmu

sosial, kita tidak memiliki salah satu metode unik untuk mendeteksi aturan

mengenai kekuatannya.

Untuk itu ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan multikolinearitas

pada suatu situasi dimana melibatkan model-model yang memiliki lebih dari dua

variabel penjelas. Namun salah satunya cara untuk mendeteksi adanya

multikolinearitas adalah dengan cara melihat R2 nya.

Multikolinearitas terjadi jika R2 tinggi, katakanlah melebihi 0,8 maka uji F

pada sebagian besar kasus akan menolak hipotesis yang menyatakan bahwa

koefisien kemiringan parsial secara simultan sama dengan nol. Tetapi uji t

individu akan menunjukkan bahwa tidak ada atau sangat sedikit koefisien

kemiringan parsial yang secara statistik tidak nol.

3.7.1.2. Cara Penyembuhan Multikolinearitas

Terdapat banyak cara yang dilakukan untuk menghilangkan masalah

multikolenearitas, akan tetapi dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk

menghilangkan masalah multikolinearitas yaitu dengan meningkatkan ukuran

Page 11: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

61

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sampel. Hal ini dikarenakan multikolinearitas merupakan ciri-ciri sampel

sehingga ada kemungkinan bahwa sampel lain melibatkan variabel kolinear yang

sama, dengan kemungkinan permasalahan yang tidak serius seperti pada sampel

yang pertama.

3.7.2. Uji Heteroskedastisitas

3.7.2.1. Cara Mendeteksi Heteroskedastisitas

Breusch Pagan Godfrey mengembangkan model yang tidak memerlukan

penghilangan data c dan pengurutan data, sebagai alternatif dari model Golgfeld-

Quandt. Metode Breusch Pagan Godfrey (BPG) ini bisa dijelaskan dengan model

regresi sederhana sebagai berikut.

Diasumsikan bahwa varian dari residual mempunyai fungsi sebagai berikut.

( )

adalah fungsi dari variabel nonstokastik Z. Kemudian diasumsikan bahwa:

adalah fungsi linier dari variabel Z. Jika , maka

berarti nilainya

konstan. Maka untuk menguji apakah adalah heteroskedastisitas maka hipoteis

yang diajukan adalah bahwa .

Berikut ini langkang-langkah pengujian metode Breusch Pagan Godfrey ata

Lagrange Multiplier (LM):

1. Estimasi persamaan { ( )} dengan OLS dan dapatkan

residualnya (e).

2. Mencari ∑

Page 12: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

62

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. Mencari pi yang didepinisikan sebagai: 깠

4. Regresi pi terhadap variabel Z (atau = X) sebagai berikut:

5. Dapatkan ESS (Exsplained Sum of Square) dari persamaan {

} dan kemudian dapatkan:

( )

Jika residual didalam persamaan { } terdistribusi normal

maka ½ (ESS) akan mengikuti distribusi chi-square (χ2) sebagai berikut:

( )

6. Ketentuannya jika ada variabel z berjumlah m maka ɸ akan mengikuti

distribusi χ2

dengan digree of freedom (m-1). Oleh karena itu:

Jika nilai ɸ hitung lebih besar dari nilai kritis χ2

maka ada

heteroskedastisitas.

Jika nilai ɸ hitung lebih kecil dari nilai kritis χ2

maka tidak ada

heteroskedastisitas (atau dalam kondisi homokedastisitas).

(Rohmana, 2010: 177)

3.7.2.2. Cara Penyembuhan Heteroskedastisitas

Cara yang digunakan untuk menyembuhkan gejala heteroskedasisitas dalam

penelitian ini adalah metode White. Metode White dikenal juga dengan varian

heteroskedastisitas terkorelasi (heteroscedasticity-corrected variances). Jika

umpamakan kita memliki model sederhana seperti berikut :

Yi = β0 + β1 X1 + ei

Dimana var (ei) = σ i 2

Page 13: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

63

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Jika model mempunyai varian rsidual yang tidak sama, maka varian estimator

tidak lagi efisien. Varian estimator menjadi :

( ) ∑

(∑ )

Karena σ i 2

tidak bisa dicari langsung, maka White mengambil residual kuadrat

dari persamaan di atas sebagai proksi dari σ i 2

. Maka kemudian varian estimator

menjadi:

( ) ∑

(∑ )

Sebagaimana ditunjukkan oleh White, varian ( ) dalam persamaan sebelumnya

adalah estimator yang konsisten dari varian dalam persamaan. Ketika sampel

bertambah maka varian persamaan pertama akan menjadi varian persamaan

kedua.

3.7.3. Uji Autokorelasi

3.7.3.1. Cara Mendeteksi Autokorelasi

Bruesch dan Godfrey mengembangkan uji autokorekasi yang lebih umum

dan dikenal dengan Uji Lagrange Multiplier (LM). Untuk mengetahui Uji LM ini

misalkan kita mempunyai model regresi sederhana berikut:

Sebenarnya kita bisa memasukan lebih dari satu variabel indevenden, ini

hanya untuk memudahkan saja dulu. Kita asumsikan model residualnya mengikuti

model autoregreif dengan order p atau disingkat AR(p) sebagai berikut:

Page 14: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

64

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dimana dalam model ini mempunyai ciri E ( ) ; var (

) ; dan cov

( ) .

Sebagaimana uji DW untuk AR (1), maka hipotesis nul tidak adanya autokorelasi

untuk model AR (p) dapat dirumuskan:

Jika kita menerima H0 maka dikatakan tidak ada autokorelasi dalam model.

Prosedur uji dari LM adalah sebagai berikut:

1. Estimasi persamaan yang ada dengan meode OLS dan kita dapatkan

residualnya

2. Melakukan regresi residual eidengan variabel indevenden Xt (jika ada lebih

dari satu variabel indevenden maka kita harus memasukan semua variabel

indevenden) dan lag dari residual . Langkah kedua ini

dapat ditulis sebagai berikut:

3. Jika sampel adalah besar, maka menurut Bruesch dan Godfrey maka model

dalam persamaan { }

akan mengikuti distribusi Chi-Squares dengan df sebanyak p. Nilai itung

statistik Chi-Squares dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

( )

Jika (n – p) R2 yang merupakan Chi-Squares (χ) hitung lebih besar dari nilai

kritis chi-squares pada derajat kepercayaan tertentu (α), kita menolak

hipotesis nul (Ho), hal ini berarti paling tidak ada satu p dalam persamaan

{ } secara statistik signifikan tidak

Page 15: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

65

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sama dengan nol. Ini menunjukan adanya masalah autokorelasi dalam

model, dan sebaliknya jika nilai Chi-Squares hitung lebih kecil dari nilai

kritisnya maka kita menerima hipotesis nul. Artinya, model tidak

mengandung unsur autokorelasi karena semua nilai p sama dengan nol.

4. Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat nilai

probabilitasnya.

Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari (>) α = 5%, berarti tidak ada

autokorelasi.

Jika nilai probabilitasnya lebih kecil atau sama dengan (≤) dari α = 5%,

berarti ada autokorelasi.

3.7.3.2. Cara Penyembuhan Autokorelasi

Apabila data mengandung autokorelasi, data harus segera diperbaiki agar

model tetap dapat digunakan. Terdapat beberapa alternatif menghilangkan

masalah autokorelasi diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Jika struktur autokorelasi (ρ) diketahui, masalah autokorelasi dapat diatasi

dengan melakukan transformasi terhadap persamaan. Metode ini sering juga

disebut dengan generalized difference equation. Misal kita memiliki model

regresi sederhana berikut, dengan residual (et) mengikuti pola autoregresif

tingkat pertama AR(1), seperti pada persamaan berikut ini.

dengan

Page 16: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

66

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Diasumsikan residual vt memenuhi asumsi residual model OLS, yakni E (vt)=0,

var (vt)=σ2, dan cov (vt,vt-1)=0. Kemudian apabila persamaan di atas

didiferensikan satu periode akan menjadi:

Jika kemudian kedua sisi persamaan kita kalikan dengan ρ, maka menghasilkan

persamaan:

Dilanjutkan dengan mengurangi persamaan awal dan akhir, akan diperoleh

persamaan diferensi tingkat pertama berikut:

( )

( ) ( )

Dimana vt = et – ρet-1 dan sudah memenuhi asumsi OLS seperti pada

persamaan dengan . Persamaan

dengan dapat ditulis menjadi persamaan sebagai berikut:

Dengan ( )

( )

( )

(Rohmana, 2010: 203)

b. Jika struktur autokorelasi (ρ) tidak diketahui, masalah autokorelasi dapat

diatasi dengan mencari nilai ρ dengan menggunakan Metode Cochrane-Orcutt.

Cochrane-Orcutt merekomendasikan untuk mengestimasi ρ dengan regresi

yang bersifat iterasi sampai mendapatkan nilai ρ yang menjamin tidak terdapat

Page 17: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitianrepository.upi.edu/1465/6/S_PEK_0806744_Chapter3.pdfAnalisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi

67

Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

masalah autokorelasi dalam model. Adapun metode iterasi dari Cochrane-

Orcutt dapat kita jelaskan sebagai berikut:

1. Estimasikan persamaan di atas untuk memperoleh residual êt.

2. Lakukan regresi untuk memperoleh nilai dengan persamaan berikut ini:

3. Dengan yang kita dapatkan pada langkah kedua kemudian kita jalankan

regresi persamaan berikut ini:

( ) ( )

atau dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut:

dimana: ( )

4. Karena kita tidak mengetahui apakah nilai yang diperoleh dari persamaan

di atas adalah nilai estimasi yang terbaik, maka masukkan nilai

( ) dan yang diperoleh persamaan di atas ke dalam persamaan

awal dan kemudian dapat residualnya

sebagai berikut:

5. Kemudian estimasi regresi sebagai berikut:

yang kita peroleh dari persamaan di atas (langkah 4) ini merupakan

langkah kedua mengestimasi nilai ρ.

(Rohmana, 2010: 209)