bab iii metode penelitian - institutional...
TRANSCRIPT
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah Penelitian ekperimental yaitu
penelitian yang dilakukan dengan menciptakan fenomena
pada kondisi terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan hubungan sebab - akibat dan pengaruh faktor-
faktor pada kondisi tertentu. Dalam bentuk yang paling
sederhana, pendekatan eksperimental ini berusaha untuk
menjelaskan, mengendalikan dan meramalkan fenomena
seteliti mungkin. Dalam penelitian eksperimental banyak
bersifat kuantitatif. Desain penelitian menggunakan desain
Quasi Experimental Design. Desain ini mempunyai kelompok
kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variable luar yang mempengaruhi dalam proses
pelaksanaan desain tersebut. Desain ini digunakan karena
pada keadaan realitas sulit mendapatkan kelompok kontrol
yang digunakan dalam penelitian.
Desain Quasi Experimental memiliki tiga desain
eksperimen. Ketiga desain eksperimen tersebut adalah : Time
Series Design, Nonequivalent Control Group Design,
Conterbalanced Design. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan desain eksperimen Nonequivalent Control Group
Design, dikarenakan desain ini memiliki bentuk pola
ekperimen pretes dan postes. Dalam pelaksanaan desain ini,
35
dua kelompok siswa akan diberi pretes, kemudian diberikan
penerapan model pembelajaran yang berbeda dan pada bagian
akhir diberikan postes sebagai hasil dari proses pembelajaran
dan penerapan desain penelitian tersebut. berikut adalah
table desain pelaksanaan penelitian:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
Kelas A P1 A P2
Kelas B P1 B P2
Keterangan : P1 = Pretes
A = Model Penemuan Terbimbing
B = Model Pemecahan Masalah
P2 = Postes
3.2 Subyek PenelitianSubjek penelitian merupakan kajian utama dalam
penelitian ini. Penelitian ini lebih bersifat kuantitatif.
Berdasarkan judul penelitian, subjek penelitian adalah siswa
di SDN 12 dan SDN 03 Kutowinangun Salatiga. Penelitian
dilaksanakan selama 1 bulan, mulai dari tanggal 5 september
– 5 oktober 2012.
36
3.3 Sumber DataSumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari
mana data dapat diperoleh. Data diperoleh dari observasi
secara langsung terhadap siswa SDN 12 dan SDN 03
Kutowinangun Salatiga. Pertemuan pembelajaran meliputi
pretes, empat pertemuan proses pembelajaran, dan postes.
Dalam penelitian ini terdapat dua kelas, yaitu kelas A
mendapat pembelajaran dengan model penemuan terbimbing
dan kelas B dengan model pemecahan masalah.
3.4 Teknik Pengumpulan DataTeknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
tes, dan observasi secara langsung. Penelitian ini
menggunakan teknik tes (pra tes dan post tes), dan observasi
sebagai teknik pelengkap untuk memperkuat dan mengetahui
keadaan siswa. Penjabarannya seperti di bawah ini.
3.4.1 Teknik ObservasiObservasi adalah model pengumpulan data dengan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena yang diteliti (Sutrisno Hadi, 1991). Dalam hal ini
peneliti sebagai pelaku eksperimen ikut aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
37
3.4.2 Teknik TesPada penelitian ini, tes yang digunakan terbagi ke dalam dua
macam tes, yaitu :
a) Pretes yaitu tes yang dilakukan sebelum perlakuan
diberikan.
b) Postes yaitu tes yang dilakukan setelah perlakuan
diberikan.
Kedua tes diberikan kepada siswa untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan prestasi yang diajar dengan model
Penemuan terbimbing dan model pemecahan masalah melalui
pendekatan pendidikan matematika realistik. Dalam
pemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk
uraian. Setelah dilakukan pretes dan postes diperoleh data
nilai siswa, selanjutnya data nilai tersebut dapat digunakan
sebagai analisi dalam mengetahui tingkat prestasi belajar
siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran.
3.4.3 Validitas InstrumenValiditas adalah kemampuan suatu instrumen (alat
pengukur) mengukur apa yang harus diukur, jika ingin
mengukur tinggi suatu benda atau objek tertentu harus
memakai meteran, menimbang berat dengan timbangan.
Sehingga dalam hal ini meteran dan timbangan merupakan
alat ukur yang valid. Sebuah masalah validitas menjadi tidak
sederhana jika didalamnya menyangkut penjabaran konsep
dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun
apapun yang akan di ukur, suatu instrumen penelitian
38
haruslah valid sehingga hasilnya dapat dipercaya.
Berdasarkan pada tujuan tes hasil belajar yaitu untuk
mengetahui apakah prestasi belajar yang ditampilkan secara
individual dapat pula ditampilkan pada keseluruhan situasi,
maka uji validitas yang dilakukan pada metode tes ini adalah
uji validitas isi. Menurut Budiyono (2011:9) bahwa supaya tes
mempunyai validitas isi, harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Bahan ujian (tes) harus merupakan sampel yang
representative untuk mengukur sampai seberapa
jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau dari
materi yang diajarkan maupun dari sudut proses
belajar.
b. Titik berat bahan yang harus diujikan harus
seimbang dengan titik berat bahan yang diajarkan,
c. Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau
belum diajarkan untuk menjawab soal-soal ujian
dengan benar.
Menurut Budiyono (2011: 10), untuk menilai apakah
instrumen tes mempunyai validitas isi yang tinggi, biasanya
penilaian ini dilakukan oleh para pakar (expert judgment).
Dalam hal ini para pakar menilai apakah kisi - kisi yang
dibuat oleh pembuat tes telah menunjukkan bahwa klasifikasi
kisi-kisi telah mewakili isi yang akan diukur atau telah sesuai
dengan konsep yang telah didefinisikan. Langkah selanjutnya,
para penilai menilai apakah masing - masing butir tes yang
telah disusun cocok atau relevan dengan klasifikasi kisi - kisi
39
yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, uji validitas isi
dilakukan oleh 3 validator. Jika minimal dua diantara ketiga
validator menyatakan valid, maka butir tes dapat digunakan
sebagai instrumen penelitian dipakai.
3.4.4 ReliabilitasReabilitas adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu
intrumen, yakni sejauh mana suatu instrumen dapat
dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak
berubah walaupun digunakan pada situasi yang berbeda-
beda. Sedangkan Sukadji(2000) mengatakan bahwa reliabilitas
adalah seberapa besar derajat instrumen mengukur secara
konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam
bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi
berarti reliabilitas tinggi. Sehingga sebuah Alat evaluasi dapat
dikatakan reliabel, jika alat tersebut dapat memberikan hasil
yang sama bila diberikan kepada subyek yang berbeda. Pada
soal pretest dan postest yang sudah di validasi dan di ujikan
kepada siswa selanjutnya akan dilakukan uji reliabilitas.
Menurut Widoyoko (2012) reliabilitas internal diperoleh
dengan menganilis data dari satu kali pengumpulan data.
Metode analisis reliabilitas internal yang digunakan adalah
instumen skor diskrit dan instrument skor non diskrit.
Instrument skor diskrit digunakan untuk jenis soal pilihan
ganda dan menjodohkan, sedangkan jenis soal essay atau
uraian menggunakan instrument skor non diskrit.
40
1) Instrumen Skor Diskrit
Insrtumen skor diskrit adalah instrument yang slor atau
jawabannya hanya dua yaitu nol(0) dan satu(1), dengan kata
lain hanya ada dua jawaban yaitu benar dan salah. Untuk
jawaban benar memperoleh nilai satu(1) dan jawaban salah
mempoeroleh nilai nol(0). Dalam mencari tingkat reliabilitas
instrument yang skor diskritnya 1 dan 0 digunakan metode
belah dua (split-half metode) yang dikemukakan oleh
Spearman-Brown. Yaitu dengan membagi soal menjadi dua
kelompok, untuk soal nomor awal disebut belahan awan dan
soal nomor akhir di sebut belahan akhir. Sehingga untuk
mencari korelasi antara belahan awal dan belahan akhir
digunakan korelasi product moment sedangkan untuk indeks
reliabilitas digunakan rumus Spearman-Brown. Berikut adalah
rumus dari korelasi product moment:
2222
YYNXXN
YXXYNrxy
…...…….(1)
Keterangan :
= korelasi X dan Y,
X = Belahan awal,
Y = Belahan akhir,
N = jumlah siswa:
41
Sedangkan rumus dari Spearman-Brown adalah:
2/21/1
2/21/111 1
2
r
rr
Dimana :
11r = reliabilitas instrumen
xyrr 12
Sehingga dari perhitungan tersebut instrumen
dikatakan reliable apabila hitungr lebih besar dari tabelr , dimana
tabelr diperoleh dari table r product moment dengan jumlah N
yang sama pada taraf signifikansi 5%. Dan sebaliknya
instrument dinyatakan tidak reliable apabila nilai hitungr lebih
kecil dari nilai tabelr (Widiyoko, 2012).
2) Instrument Skor Non Diskrit
Instrumen skor non diskrit adalah instrumen
pengukuran yang dalam sistem penilaiannya bukan nol(0) dan
satu(1), melainkan bersifat gradual yaitu ada penjejangan skor
mulai dari skor tertinggi sampai skor terendah. Instrument
skor non diskrit digunakan untuk instrument soal postest
yang berbentuk uraian.intervala nilai/skor yang digunakan
adalah 1 sampai 10. Pada instrumen non diskrit analisis
reliabilitasnya mengguanakan rumus alpha (Widoyoko, 2012).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe soal uraian,
sehingga dalam penentuan reliabilitas instrumen penulis
42
menggunakan tipe instrumen skor non diskrit. Berikut adalah
rumus alpha untuk menentukan reliabilitas instrument:
2
2
11 11 t
b
k
kr
, sehingga
NN
XX
2
2
2
Keterangan :
11r = reliabilitas instrument
K = banyaknya soal
2b = jumlah variansi
2t = varian total
X = skor total
Dari perhitungan menggunakan rumus tersebut,
instrumen dinyatakan reliabel jika nilai koefisen alpha lebih
besar dari standar reliabilitas atau harga kritik. Harga kritik
atau standar reliabilitas instrumen adalah 0,7. Artinya jika
nilai koefisian alpha lebih besar dari 0,7 maka instrument
tersebut reliabel dan jika nilai alpha lebih rendah dari 0,7
maka instrumen tersebut tidak reliabel. Perhitungan juga
dapat dilakukan menggunakan SPSS dengan teknik pengujian
cronbach’s alpha. Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS
maka nilai reliabilitas yang dinyatakan dalam Tabel 3.2
berikut ini :
43
Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas postest
Cronch’sAlpha
N of items
0.716 10
Berdasarkan tabel 3.2 terlihat bahwa nilai alpha lebih
besar dari 0,7 dengan demikian dapat diartikan bahwa soal
uraian dalam postes tersebut reliabel. Sehingga layak
digunakan dalam penelitian.
3.5 Teknik Pengolahan DataData-data dalam penelitian ini akan diolah dengan teknik
sebagai berikut :
a. Editing, sebelum diolah, perlu diedit terlebih dahulu.
Yakni data atau keterangan yang telah dikumpulkan
dalam catatan penelitian.
b. Coding, data yang dikumpulkan dapat berupa angka,
kalimat pendek atau panjang ataupun “ya” atau “tidak”.
Untuk memudahkan analisis, maka jawaban-jawaban
tersebut perlu diberi kode. Pemberian kode pada
jawaban sangat penting, artinya jika pengolahan data
dilakukan dengan komputer. Mengkode jawaban adalah
menaruh angka pada setiap jawaban.
c. Tabulating, membuat tabulasi termasuk dalam kerja
pengolahan data, membuat tabulasi tidak lain adalah
44
memasukkan data ke dalam tabel-tabel dan mengatur
angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus
dalam kategori (Nazir, 2003).
d. Menentukan Rata-rata dan Standar deviasi Skor Pretes
dan Postes.
Menentukan skor rata-rata dan standar deviasi pada tes
awal (pretes) dan tes akhir (postes) untuk kelas yang diajar
dengan dengan model Penemuan terbimbing dan model
pemecahan masalah dengan pendekatan Pendidikan
matematika realistik, menggunakan rumus sebagai berikut :
Standar Deviasi, = ∑(( ) .................................(2)
rata-rata skor (mean), = ∑keterangan :s = standar deviasi
Xi = skor data ke-i= skor rata-rata= jumlah data
3.6 Teknik Analisis DataAnalisis data merupakan langkah yang sangat penting
dalam penelitian, setelah data terkumpul lengkap, data harus
dianalisis baik menggunakan analisis kualitatif maupun
kuantitatif. proses pengorganisasian dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis seperti
sasaran data (Iqbal, Hasan, 2002). Penelitian ini menggunakan
analisis kuantitatif, dimana analisis kuantitatif merupakan
45
analisis yang menggunakan alat analisis yang bersifat
kuantitatif. Yakni analisis yang menggunakan model-model,
seperti model matematika, model statistik dan ekonometrik.
Hasil analisis disajikan dalam bentuk angka-angka kemudian
dijelaskan dan diintepretasikan dalam satu uraian (M.iqbal,
Hasan, 2002).
Sesuai dengan hipotesis yang diajukan, data yang telah
terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan uji t (dua
arah). Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prestasi hasil
belajar matematika kelas VI SDN Kutowinangun 12 dan SDN
Kutowinangun 03 yang diajar dengan dengan model
Penemuan terbimbing dan model pemecahan masalah dengan
pendekatan matematika realistik. Semua data diolah dengan
bantuan komputer program SPSS for Windows versi 17.
3.6.1 Uji HomogenitasUji homogenitas digunakan untuk menentukan
kehomogenan data yang terdiri dari dua kelas atau untuk
mengetahui keadaan varians kedua kelompok sama atau
berbeda. Uji statistik dengan menguji uji-F sebagai berikut :
= ................................................................(3)
Keterangan :
= varians besar,
= varians kecil.
46
Harga F hitung yang diperoleh dari perhitungan ini kemudian
dibandingkan dengan harga F tabel pada taraf kepercayaan
tertentu. Taraf kepercayaan yang digunakan yaitu α = 0.05.
derajat kebebasan masing-masing dkb = (nb – 1) dan dkk = (nk
– 1), dengan kriteria yang digunakan untuk menentukan
apakah variansi homogen atau tidak adalah :
a. Bila F hitung < F tabel maka variansi homogen,
artinya =
b. Bila F hitung > F tabel maka variansi tidak
homogen, artinya ≠
(Luhut. Panggabean, 2001 : 137).
3.6.2 Uji NormalitasUji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah
data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak
berdistribusi normal. Jika data berdistribusi normal, maka
dilakukan pengujian parametrik, sedangkan jika data tidak
berdistribusi normal, maka dilakukan pegujian
nonparametrik. Uji normalitas menggunakan model
Kolmogorov Smirnov.
3.6.3 Uji Kolmogorov SmirnovUji Kolmogorov-Smirnov biasa digunakan untuk
memutuskan jika sampel berasal dari populasi dengan
distribusi spesifik/tertentu. Uji Kolmogorov-Smirnov
digunakan untuk menguji ‘goodness of fit‘ antar distribusi
sampel dan distribusi lainnya, Uji ini membandingkan
serangkaian data pada sampel terhadap distribusi normal
47
serangkaian nilai dengan mean dan standar deviasi yang
sama. Singkatnya uji ini dilakukan untuk mengetahui
kenormalan distribusi beberapa data Uji Kolmogorov-Smirnov
merupakan uji yang lebih kuat daripada uji chi-square ketika
asumsi-asumsinya terpenuhi. Uji Kolmogorov-Smirnov juga
tidak memerlukan asumsi bahwa populasi terdistribusi secara
normal.
Hipotesis pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai
berikut:
H0 : data mengikuti distribusi yang ditetapkan
Ha : data tidak mengikuti distribusi yang ditetapkan
Keunggulan Uji Kolmogorov-Smirnov (KS) dibanding Uji Chi
Square (CS):
1. CS memerlukan data yang terkelompokkan, KS tidak
memerlukannya.
2. CS tidak bisa untuk sampel kecil, sementara KS bisa.
3. Oleh karena data Chi Square adalah bersifat
kategorik. Maka ada data yang terbuang maknanya.
4. KS lebih fleksibel dibanding CS.
Uji Kolmogorov Smirnov menggunakan data dasar yang
belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Data
ditransformasikan dalam nilai Z untuk dapat dihitung luasan
kurva normal sebagai probabilitas komulatif normal.
Probabilitas tersebut dicari bedanya dengan probabilitas
komulatif empiris.
48
3.6.4 Uji HipotesisUji hipotesis penelitian dilakukan untuk mengetahui
hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, maka
digunakan perhitungan statistik dengan menggunakan uji
perbedaan dua rata-rata (Uji-t) dua sampel yang saling
independen apabila data kedua kelas berdistribusi normal dan
jika kedua kelas tidak semua berdistribusi normal, maka
pengujian dilakukan dengan menggunakan uji nonparametrik
dua sampel yang saling independen (Uji Mann Whitney).
Sedangkan jika menggunakan perhitungan program SPSS,
maka cukup membandingkan probabilitas dengan taraf
signifikansi yang ditetapkan sebagai berikut :
1. Merumuskan hipotesis
Hipotesis nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (H1). Hipotesis
nol (H0) adalah suatu pernyataan mengenai nilai parameter
populasi. Sedangkan hipotesis alternatif adalah suatu
pernyataan yang diterima jika data sampel memberikan cukup
bukti bahwa hipotesis nol adalah ditolak. Perumusan hipotesis
nol (H0) dan Hipotesa Alternatif (H1) :
H0 :µ1 =µ2 Tidak ada perbedaan prestasi hasilbelajar matematika antara siswa kelas VIyang diajar dengan menggunakan modelPenemuan terbimbing dan modelpemecahan masalah menggunakanpendekatan Pendidikan Matematika
49
Realistik (PMR) pada siswa SDNKutowinangun 12 dan SDNKutowinangun 03 Salatiga.
H1 :µ1 ≠µ2 Ada perbedaan prestasi hasil belajarmatematika antara siswa kelas VI yangdiajar dengan menggunakan modelPenemuan terbimbing dan modelpemecahan masalah menggunakanpendekatan Pendidikan MatematikaRealistik (PMR) pada siswa SDNKutowinangun 12 dan SDNKutowinangun 03 Salatiga.
2. Penyajian dan pengolahan data.
Penyajian dan pengolahan data menggunakan uji t (dua
arah). Penggunakan Uji t digunakan untuk memutuskan
apakah akan menerima atau menolak hipotesis, yaitu :
= −+
Dimana :
n1 = jumlah anggota sampel siswa kelas VI yang
diajar dengan menggunakan model Penemuan
terbimbing .
n2 = jumlah anggota sampel siswa kelas VI yang
diajar dengan model pemecahan masalah.
50
= nilai rata-rata (mean) sampel kelas yang diajar
dengan menggunakan model Penemuan
terbimbing .
= nilai rata-rata (mean) sampel kelas yang diajar
dengan model pemecahan masalah.
= variansi sampel kelas yang diajar dengan
menggunakan model Penemuan terbimbing .
= variansi kelas yang diajar dengan menggunakan
model Pemecahan Masalah .
3. Penarikan kesimpulan
Langkah terakhir yang ditempuh peneliti dalam
menganalisis data adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan
dibuat dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah
dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan yang
diteliti, yang merupakan inti dari data hasil penelitian.
Adapun penyimpulan adalah proses mengambil makna dari
angka uji statistik.
3.7 Materi pembelajaran dengan Model PenemuanTerbimbing.
Penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam
mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item
pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi
kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan
praktek membentuk dan menguji hipotesis. Di dalam proses
pembelajaran, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk
51
menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu
masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa
dapat mencari jalan pemecahan. Sebagai ilustrasi Bruner
menerangkan Ilustrasi tentang bagaimana seorang siswa
dihadapkan dengan suatu persegi dengan ukuran x dan
persegi-persegi satuan. Sehingga Siswa harus membangun
persegi dengan sebanyak potongan persegi-persegi satuan
yang diperlukan. Para siswa diharapkan dapat menduga suatu
kesimpulan mengenai binomial serta melihat hubungannya
dengan melihat potongan persegi dengan ukuran x dan persegi
satuan seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 1. Potongan persegi
Dalam kegiatan pembelajarannya siswa diarahkan
untuk menemukan sesuatu, merumuskan suatu hipotesa,
atau menarik suatu kesimpulan sendiri. Kadang-kadang
model penemuan ini memerlukan waktu lebih lama untuk
seluruh kelas atau kelompok kecil siswa dalam menemukan
suatu obyek matematika dari pada menyajikan obyek tersebut
kepada mereka. Interaksi dalam model ini menekankan pada
adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi
tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S – S),
52
siswa dengan bahan ajar (S – B), siswa dengan guru (S – G),
siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S) dan siswa
dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi yang
mungkin terjadi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Interaksi dapat terjadi antar guru dengan siswa
tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan semua
siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi
berpikir sehingga menemukan solusi dari permasalahan. Guru
memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-
pertanyaan yang terfokus sehingga dapat memungkinkan
siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-
konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar
menemukan sesuatu. Penemuan terbimbing merupakan suatu
model pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan
Guru
Siswa A Siswa B
Bahan Ajar
53
konsep–konsep dan hubungan antar konsep. Ketika
menggunakan model ini, guru memberikan contoh – contoh
pada siswa, kemudian siswa berusaha untuk menemukan
pola dalam contoh tersebut.selama dalam pelaksanakan
penemuan terbimbing, guru perlu memberikan susunan dan
bimbingan untuk memastikan abstrak yang sedang dipelajari
siswa sudah akurat dan lengkap. Dalam hal ini penemuan
terbimbing sering dikacaukan dengan diskoveri “murni” yang
tidak tersruktur, dimana siswa mengidentifikasi sendiri pola
dan hubungan tanpa bimbingan guru. Sehingga siswa sering
kali tersesat, frustasi dan kebingungan sehingga dapat
menggiring siswa pada kesalah pahaman. Ketika dilakukan
dengan baik, efektifitas penenemuan terbimbing memerlukan
waktu kurang atau lebih banyak di banding pengajaran
ekspositori. Namun dengan penggunaan model ini cenderung
menghasilkan ingatan jangka panjang yang lebih baik. Dalam
bab II telah di tulis tentang langakah – langkah model
penemuan terbimbing. Berikut adalah penjelasan dalam
pelaksanaan model penemuan terbimbing dalam pembelajaran
yang dilaksanakan oleh penulis:
1) Apersepsi
Mengenalkan materi dan mengidentifikasi materi dan
membuat satu sasaran.
Penjelasan tujuan dan pentingnya materi tersebut.
Pemberian ilustrasi untuk membantu siswa dalam
memahami atau menemukan konsep.
54
Menyusun contoh – contoh materi yang akan
disampaikan. Dalam pemberian contoh bisa di
urutkan dari contoh yang kurang jelas terlebih dahulu,
sehingga memungkinkan siswa lebih banyak
menganalis dan menyusun suatu hipotesis. Urutan
contoh bisa silih berganti sesuai dengan kemampuan
siswa.
Sebelum masuk dalam kegiatan inti, posisi duduk
siswa di buat leter U, sehingga perhatian siswa
berpusat pada guru.
2) Ekplorasi
melibatkan siswa dalam informasi yang luas dan
dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari
memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa serta
antara siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya.
melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran dengan tujuan penemuan terbimbing.
3) Elaborasi
pemberian tugas yang berkaitan dengan penemuan
terbimbing dalam memahami materi yang
disampaikan.
Memberikan kuis kepada peserta didik agar
berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar dan melihat sejauh mana pemahaman
anak terhadap materi yang disampaikan
55
Meminta siswa membuat laporan eksplorasi yang
dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara
individual maupun kelompok dalam Mengenali dan
menjelaskan materi/topik yang dibahas.
4) Konfirmasi
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam
bentuk lisan, tulisan, isyarat, kepada keberhasilan
peserta didik dalam Mengenali menjelaskan materi
yang disampaikan.
memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi peserta didik
memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.
5) Kegiatan Akhir
bersama-sama dengan siswa membuat
rangkuman/simpulan materi yang baru saja
disampaikan
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten
dan terprogram;
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan,
memberikan tugas baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
56
Peserta didik diberikan pekerjaan rumah (PR) dari
soal-soal dalam buku paket yang belum
terselesaikan/dibahas di kelas.
Di dalam model penemuan ini, guru dapat menggunakan
strategi penemuan yaitu secara induktif, deduktif.
3.7.1 Strategi Penemuan InduktifSebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang
pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk
mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari
argumentasi itu (Cooney dan Davis, 1975: 143). Kesimpulan
dari suatu argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta
yang mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih
dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bisa
membuktikan dalil untuk mendukung. Sebagai contoh, fakta
bahwa 3, 5, 7, 11, dan 13 adalah semuanya bilangan prima
dan masuk akal secara umum kita buat kesimpulan bahwa
semua bilangan prima adalah ganjil tetapi hal itu sama sekali
“tidak membuktikan“. Guru beresiko di dalam suatu
argumentasi induktif bahwa kejadian semacam itu sering
terjadi. Karenanya, suatu kesimpulan yang dicapai oleh
induksi harus berhati-hati karena hal seperti itu nampak
layak dan hampir bisa dipastikan atau mungkin terjadi.
Sebuah argumentasi dengan induktif dapat ditandai sebagai
suatu kesimpulan dari yang diuji ke tidak diuji. Bukti yang
diuji terdiri dari kejadian atau contoh pokok- pokok.
57
3.7.2 Strategi Penemuan DeduktifCiri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu
kebenaran suatu pernyataan diperoleh sebagai akibat logis
kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan
dalam matematika bersifat konsisten. Berarti dengan strategi
penemuan deduktif , kepada siswa dijelaskan konsep dan
prinsip materi tertentu untuk mendukung perolehan
pengetahuan matematika yang tidak dikenalnya dan guru
cenderung untuk menanyakan suatu urutan pertanyaan
untuk mengarahkan pemikiran siswa ke arah penarikan
kesimpulan yang menjadi tujuan dari pembelajaran. Sebagai
contoh dialog berikut sedang memecahkan masalah sistem
persamaan dengan menggunakan determinan koefisien dari
dua garis yang sejajar dengan penemuan deduktif di mana
guru menggunakan pertanyaan untuk memandu siswa ke
arah penarikan kesimpulan tertentu Guru : “Dengan aturan
Cramer untuk memecahkan sistem persamaan ini :
3x – 2y = 6
–9x + 6y = –3
Dengan penjelasan di atas model penemuan yang
dipandu oleh guru ini kemudian dikembangkan dalam suatu
model pembelajaran yang sering disebut model pembelajaran
dengan penemuan terbimbing. Pembelajaran dengan model ini
dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model
ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika
sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Guru
58
membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk
berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum
berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai
seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada
kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan
model penemuan terbimbing ini siswa dihadapkan kepada
situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik
kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and
error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan
dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan
ketrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan
pengetahuan yang baru.
Pada proses penerapan model penemuan terbimbing ini,
penulis memilih menggunakan strategi penemuan deduktif.
Pemilihan strategi ini dikarenakan lebih menekankan
kebenaran suatu pernyataan diperoleh sebagai akibat logis
kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan
dalam matematika bersifat konsisten.
3.8 Materi pembelajaran dengan Model PemecahanMasalah.
Problem solving atau pemecahan masalah, merupakan
masalah yang utama dalam pembelajaran matematika.
Memecahkan masalah dapat meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh, sehingga masalah
tersebut dapat terselesaikan. Sebelum kita membahas
59
mengenai pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika, maka perlu kita cermati bersama apa sebenarnya
yang disebut masalah itu, Charles dan Lester (1982: 5)
mendefinisikan tentang masalah, bahwa suatu masalah
adalah merupakan tugas, yang mana : a) Seseorang tertantang
untuk mencari penyelesaiannya. b) Seseorang belum
menemukan prosedur yang sudah siap untuk menyelesaikan
masalah tersebut. c) Seseorang mesti membuat suatu
percobaan untuk menemukan suatu solusi. sehingga Cooney
(1975 : 242) berpendapat tentang masalah sebagai berikut : “
… agar suatu pertanyaan itu merupakan masalah, syaratnya
adalah dia merupakan tantangan”. Istilah problem solving
mempunyai pengertian bermacam-macam, tergantung pada
disiplin dan profesi dari orang yang mengartikannya. Misal
troubleshooting (mencari dan memecahkan kesulitan) adalah
salah satu dari pengertian yang dianggap sama dengan
pengertian problem solving, di samping mengkreasi ide baru
dan menemukan produk atau teknik baru merupakan
pengertian yang lain dari problem solving. Pengertian problem
solving dalam matematika mempunyai arti yang lebih spesifik,
namun demikian di situpun masih mempunyai perbedaan-
perbedan apresiasi. Branca (1980:3) menegaskan bahwa
dalam pembelajaran matematika problem solving merupakan :
(1) tujuan, (2) proses dan (3) ketrampilan dasar.
60
3.8.1 Problem solving sebagai suatu tujuan (goal).
Jika kepada para pengajar atau para pendidik
matematika serta para matematisi dihadapkan pada
pertanyaan-pertanyaan : Mengapa kita mengajarkan
matematika ? Apa sajakah tujuan pembelajaran matematika?
Sebagai jawab dari pertanyaan itu akan menggiring kepada
kesepakatan untuk menempatkan problem solving pada
tujuan dari pembelajaran matematika. Pertimbangan yang
penting di sini adalah bahwa membelajarkan bagaimana
menyelesaikan suatu masalah adalah alasan utama untuk
belajar matematika. Sejalan dengan pendapat di atas
Krismanto (2001:4) juga berpendapat bahwa inti dari belajar
problem solving adalah para siswa hendaknya terbiasa
mengerjakan soal-soal yang tidak hanya memerlukan ingatan
yang baik saja. Karenanya di samping diberikan masalah-
masalah yang menantang selama di kelas, seorang guru
matematika dapat saja memulai proses pembelajarannya
dengan mengajukan “masalah” yang cukup menantang dan
menarik bagi para siswa. Jadi menurut pandangan ini,
kemampuan problem solving siswa yaitu kemampuan
menggunakan segenap pengetahuan yang dimiliki siswa untuk
memecahkan persoalan dalam situasi yang baru atau yang
tidak seperti biasanya (non routine) adalah salah satu tujuan
(goal) dalam pembelajaran matematika.
61
3.8.2 Problem solving adalah suatu prosesBranca (1980:3) mengemukakan arti umum yang lain
dari problem solving, yaitu bahwa problem solving adalah
sesuatu proses yang dinamis dan berkelanjutan. problem
solving sebagai suatu proses penerapan berbagai pengetahuan
kepada situasi yang baru maupun yang tidak familiar. problem
solving inilah yang kelihatannya lebih baik dibanding dengan
pengertian bahwa problem solving berintikan jawab siswa yang
diberikan untuk suatu persoalan dan langkah-langkah yang
dia gunakan untuk sampai pada suatu jawab. Alasan pokok
yang mendasari interpretasi ini adalah dipergunakannya
berbagai metode, prosedur, strategi dan heuristic (langkah
kunci) oleh siswa untuk menyelesaikan suatu persoalan.
3.8.3 Problem Solving adalah suatu Basic Skills(Ketrampilan Dasar)
Pengertian lain yang tak kalah pentingnya adalah
pengertian bahwa problem solving pada hakikatnya suatu
Ketrampilan dasar yang sangat diharapkan akan dihasilkan di
dalam suatu proses pembelajaran matematika. seseorang
dituntut untuk memahami isi dari dari persoalannya, jenis
persoalannya, dan cara-cara mencari solusinya. Sehingga
esensi pokok dari problem solving adalah bahwa semua siswa
mesti belajar dan memilih segenap kebutuhan yang sesuai
dengan persoalannya dan teknik-teknik yang diperlukan
untuk mencari solusi suatu persoalan. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa problem solving merupakan
62
Ketrampilan Dasar di dalam pembelajaran matematika
maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Dapat difahami problem solving dalam matematika adalah
sangat penting atau bahkan yang terpenting, karena problem
solving bukan sekedar mampu menyelesaikan persoalan
namun problem solving adalah tujuan, proses dan sekaligus
basic skill dalam pembelajaran matematika.
Berikut adalah penjelasan dalam pelaksanaan model
pemecahan masalah dalam pembelajaran yang dilaksanakan
oleh penulis:
1). Apersepsi
Mengenalkan materi dan kepada siswa.
Memahami masalah, Pada tahap ini kita harus dapat
mengidentifikasi hal-hal yang diketahui, hal-hal yang
ditanyakan dan syarat-syarat yang ada. Apabila
diperlukan kita dapat membuat gambar/diagram untuk
memperjelas situasinya. Setelah informasi diperoleh
sudah lengkap, kita harus dapat mengorganisasi dan
menghubung-hubungkan informasi tersebut.
Menyusun rencana, Pada tahap ini kita harus dapat
menentukan apakah kita pernah menghadapi masalah
tersebut ataupun masalah lain yang serupa. Selain itu
kita harus memikirkan masalah lain yang terkait
dengan masalah yang sedang dihadapi.Selanjutnya kita
harus menentukan strategi pemecahan masalah yang
sesuai untuk masalah tersebut,
63
Sebelum masuk dalam kegiatan inti, posisi duduk siswa
di buat dalam kelompok, sehingga pada waktu proses
belajar dapat terjadi interaksi antar siswa dalam
pemecahan masalah.
2). Ekplorasi
melibatkan siswa dalam informasi yang luas dan dalam
tentang topik/tema materi yang akan dipelajari
Melaksanakan Rencana, Pada tahap ini melaksanakan
rencana pemecahan masalah dengan mengecek
kebenaran di setiap langkah.
Siswa menerapkan berbagai strategi sampai
persoalannya berhasil diselesaikannya.
memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa serta
antara siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya;
melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
3). Elaborasi
pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun
tertulis dalam Mengenali materi yang disampaikan
dengan tujuan pemecahan masalah.
Memberikan kuis yang bersifat soal cerita, dan
berharap siswa dapat menemukan pemecahan masalah
dalam soal cerita tersebut
64
Meminta siswa membuat laporan eksplorasi yang
dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
maupun kelompok dalam Mengenali dan menjelaskan
materi/topik yang dibahas
4). Konfirmasi
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam
bentuk lisan, tulisan, isyarat, kepada keberhasilan
peserta didik dalam Mengenali menjelaskan materi yang
disampaikan.
Menguji kembali, pada tahan ini harus memeriksa hasil
yang diperoleh, apakah solusi yang didapat sesui dengn
masalah yang di hadapi
memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.
5). Kegiatan Akhir
bersama-sama dengan siswa membuat
rangkuman/simpulan materi yang baru saja
disampaikan
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan
terprogram;
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan, memberikan
65
tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai
dengan hasil belajar peserta didik;
Peserta didik diberikan pekerjaan rumah (PR) dari soal-
soal dalam buku paket yang belum
terselesaikan/dibahas di kelas.
Dengan pelaksanaan model pemecahan masalah diatas
diharapkan dapat membantu siswa dalam pemahaman kosep
matematoka lebih mendalam.