bab iii metode penelitian 3.1 kerangka pemikiran · bencana alam perubah an penggunaan ... gamb ar...

19
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam kegiatan pembangunan dan pengembangan wilayah, terdapat 3 (tiga) pilar utama, yaitu faktor sosial, faktor ekonomi, dan faktor daya dukung lingkungan fisik. Interaksi antara ketiga aspek ini selanjutnya akan mengakibatkan perubahan penggunaan lahan. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan mempunyai pola yang dinamis dan kecepatan perubahan yang berbeda-beda di setiap tempat dan lokasi, bergantung pada faktor-faktor yang dominan menjadi penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah. Beberapa faktor penyebab perubahan penggunaan lahan diantaranya adalah faktor biofisik wilayah, faktor sosial ekonomi dan faktor kelembagaan. Perubahan penggunaan lahan akan dipengaruhi dan berpengaruh terhadap perubahan daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan hidup seharusnya menjadi salah satu pertimbangan terpenting dalam penataan ruang, baik dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun dalam evaluasi pemanfaatan ruang. Pengintegrasian pertimbangan daya dukung lingkungan hidup diperlukan dalam penataan ruang agar alokasi pemanfaatan ruang sesuai dengan kondisi dan kapasitas sumber daya wilayah. dengan demikian, lahan yang misalnya cocok untuk pertanian tetap dipertahankan untuk berlangsungnya kegiatan pertanian, sehingga ketahanan pangan dapat dijaga dan kerusakan tanah akibat pembukaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dapat dicegah. Berbagai bentuk kerusakan dan bencana lingkungan seringkali merupakan permasalahan lingkungan yang timbul akibat ketidaksesuaian antara pemanfaatan dengan daya dukung lingkungan hidup. Hal ini umumnya timbul akibat pertumbuhan penduduk atau perkembangan aktifitas manusia yang melampaui kemampuan lingkungan yang mendukungnya. Banjir di Kota Bima yang terjadi setiap tahun sejak tahun 2003 merupakan salah satu indikator yang mengarah kepada ketidaksesuaian antara pemanfaatan lahan dengan daya dukung lingkungan hidup.

Upload: vukhanh

Post on 07-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Dalam kegiatan pembangunan dan pengembangan wilayah, terdapat 3

(tiga) pilar utama, yaitu faktor sosial, faktor ekonomi, dan faktor daya dukung

lingkungan fisik. Interaksi antara ketiga aspek ini selanjutnya akan mengakibatkan

perubahan penggunaan lahan. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan

mempunyai pola yang dinamis dan kecepatan perubahan yang berbeda-beda di

setiap tempat dan lokasi, bergantung pada faktor-faktor yang dominan menjadi

penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah. Beberapa

faktor penyebab perubahan penggunaan lahan diantaranya adalah faktor biofisik

wilayah, faktor sosial ekonomi dan faktor kelembagaan. Perubahan penggunaan

lahan akan dipengaruhi dan berpengaruh terhadap perubahan daya dukung

lingkungan.

Daya dukung lingkungan hidup seharusnya menjadi salah satu

pertimbangan terpenting dalam penataan ruang, baik dalam penyusunan Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun dalam evaluasi pemanfaatan ruang.

Pengintegrasian pertimbangan daya dukung lingkungan hidup diperlukan dalam

penataan ruang agar alokasi pemanfaatan ruang sesuai dengan kondisi dan

kapasitas sumber daya wilayah. dengan demikian, lahan yang misalnya cocok

untuk pertanian tetap dipertahankan untuk berlangsungnya kegiatan pertanian,

sehingga ketahanan pangan dapat dijaga dan kerusakan tanah akibat pembukaan

lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dapat dicegah.

Berbagai bentuk kerusakan dan bencana lingkungan seringkali merupakan

permasalahan lingkungan yang timbul akibat ketidaksesuaian antara pemanfaatan

dengan daya dukung lingkungan hidup. Hal ini umumnya timbul akibat

pertumbuhan penduduk atau perkembangan aktifitas manusia yang melampaui

kemampuan lingkungan yang mendukungnya. Banjir di Kota Bima yang terjadi

setiap tahun sejak tahun 2003 merupakan salah satu indikator yang mengarah

kepada ketidaksesuaian antara pemanfaatan lahan dengan daya dukung

lingkungan hidup.

18

Dalam penelitian ini, ruang lingkup pembahasan mengenai daya dukung

lingkungan dibatasi pada aspek kelas kemampuan lahan dan daya dukung lahan

berbasis produktivitas, yaitu kemampuan lahan dalam hal penyediaan kebutuhan

pangan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan

lahan, perubahan penggunaan lahan, dan daya dukung lahan di Kota Bima.

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Kota Bima, yang merupakan kota hasil pemekaran

wilayah Kabupaten Bima di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terdiri atas 5

kecamatan dan 38 kelurahan. Kota Bima memiliki luas wilayah 22.225 hektar

(BPS 2006) atau 21.862 hektar (hasil perhitungan dari peta administrasi

Bakosurtanal 2009). Luas yang dipakai dalam pengolahan data dalam penelitian

ini adalah angka hasil analisis spasial tersebut. Secara geografis Kota Bima

Pembangunan dan

pengembangan wilayah

Pertambahan jumlah penduduk

Perkembangan aktifitas

ekonomi dan pembangunan

infrastruktur

Peningkatan kebutuhan

terhadap lahan

Alih fungsi lahan menjadi

lahan budidaya

Penggunaan lahan

sesuai daya

dukung?

Penurunan kualitas

lingkungan, bisa terjadi

bencana alam

Perubahan

penggunaan

lahan

Arahan penetapan penggunaan

lahan sesuai kemampuan lahan

Penggunaan lahan aktual

Ya

Tidak

Perubahan

daya

dukung

lingkungan

19

terletak pada 1180 41’ - 118

0 48’ Bujur Timur dan 8

0 30’ - 8

0 30’ Lintang Selatan.

Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, penduduk Kota Bima berjumlah

142.443 jiwa, terdiri atas 69.841 jiwa laki–laki atau 49,03% dan 72.602 jiwa

perempuan atau 50,97% dari jumlah penduduk (BPS 2011). Peta administrasi

Kota Bima disajikan dalam Gambar 2. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama

delapan bulan, yang dimulai bulan Juli tahun 2010 hingga bulan Februari tahun

2011.

Gambar 2 Peta administrasi Kota Bima

3.3 Bahan dan Alat

Bahan penelitian terdiri atas citra Geoeye-1 Kota Bima tahun 2010, citra

ASTER GDEM, peta tanah, peta lereng, dan peta landform. Alat yang digunakan

dalam penelitian ini adalah berupa seperangkat komputer yang dilengkapi dengan

software Google Earth, Global Mapper 11, ArcGIS 9.3, Statistica 8.0, Microsoft

Word, dan Microsoft Excell. Peralatan penunjang lainnya adalah alat tulis dan

kamera.

20

3.4 Pengumpulan Data

Data yang digunakan terdiri dari data primer berupa hasil pengecekan

lapang untuk memverifikasi hasil interpretasi penutupan lahan dari citra Geoeye-1

dan data harga beberapa komoditas pada tingkat produsen; serta data sekunder

berupa peta-peta tematik, data kependudukan, dan data produksi.

Sumber data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini didapatkan

dengan cara menginventarisasi dan penelusuran data baik pada buku, peta,

internet, perundang-undangan, penelitian terdahulu, maupun dari beberapa

instansi terkait, baik instansi pemerintah di daerah maupun pusat, atau

instansi/lembaga independen lainnya. Gambaran mengenai kondisi fisik wilayah,

khususnya mengenai penggunaan lahan aktual, diperoleh dari hasil survei/cek di

lapangan. Pada data yang terkait dengan aspek spasial, standarisasi mutlak

diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang sesuai standar agar

dapat digunakan dalam proses pengolahan lebih lanjut. Matriks tujuan, metode

analisis, data dan sumber data, serta hasil yang diharapkan dari setiap tahapan

penelitian disajikan dalam Tabel 1.

3.5 Analisis Data

Analisis data meliputi: (1) analisis perubahan penggunaan lahan, (2)

analisis kemampuan lahan, (3) evaluasi kesesuaian penggunaan lahan berbasis

kemampuan lahan, (4) analisis status daya dukung lahan berbasis produktivitas,

dan (5) penyusunan arahan penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan. Bagan

alir pengolahan data disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Bagan alir pengolahan data

Peta Kemampuan

Lahan Tingkat Sub

kelas

Overlay Data Produksi

semua komoditas

hasil pertanian

(Tahun 2005 dan

2010)

Peta Kesesuaian Penggunaan Lahan

Tahun 2005 dan 2010

dengan Kemampuan Lahan

Jumlah Penduduk,

kebutuhan lahan per

orang (Tahun 2005

dan 2010)

Ketersediaan Lahan

(Tahun 2005 dan 2010)

Kebutuhan Lahan (Tahun

2005 dan 2010)

Status Daya Dukung Lahan berbasis

produktivitas (Tahun 2005 dan 2010)

Arahan penggunaan lahan yang sesuai

kemampuan lahan

Analisis kuantitatif, spasial dan deskriptif

Peta tanah, peta kelas

lereng, peta bentuk lahan,

citra ASTER GDEM

Identifikasi Kelas

Kemampuan Lahan

Citra Geoeye

Tahun 2010

Interpretasi citra

Peta Penggunaan

Lahan Tahun 2005

Peta Perubahan Penggunaan

Lahan

Kota Bima Dalam

Angka (Tahun

2005 dan 2010)

Peta Penggunaan

Lahan Tahun 2010

Overlay

Tahap 1

Tahap 5

Tahap 3

Tahap 2

Tahap 4

Pengecekan Lapang

22

Tabel 1 Matriks tujuan, metode analisis, data dan sumber data, serta hasil yang diharapkan dari penelitian

No Tujuan Metode Analisis Data dan Sumber Data Hasil

1 Menganalisis penutupan/

penggunaan lahan tahun 2010

Interpretasi citra

menggunakan 9 kunci

interpretasi

Data yang dibutuhkan:

Citra Satelit Geoeye-1 imagery date

30 April 2010

Sumber data:

• Open source – Google Earth

Peta penggunaan lahan

tahun 2010

2 Menganalisis perubahan

penggunaan lahan periode

tahun 2005 – 2010

Analisis SIG:

Overlay peta penggunaan

lahan tahun 2005 dan 2010

Analisis LQ

Analisis deskriptif

Data yang dibutuhkan:

• Peta penggunaan lahan tahun

2005 dan 2010

• Peta administrasi

Sumber data :

BAPPEDA Kota Bima

Hasil tahapan analisis

sebelumnya

Mengetahui dinamika

dan pusat-pusat aktifitas

perubahan penggunaan

lahan selama periode

tahun 2005 – 2010

3 Menganalisis kemampuan

lahan Kota Bima tingkat sub

kelas

Analisis SIG:

Operasi overlay berbagai

peta tematik

Analisis kualitatif mengacu

pada kriteria klasifikasi

kemampuan kelas pada tingkat

sub-kelas (Hardjowigeno dan

Widiatmaka 2007)

Data yang dibutuhkan:

Peta tanah, peta kelas lereng, peta

bentuk lahan, citra ASTER GDEM

Sumber data :

Puslittanak

Diunduh dari http://www.gdem.aster.ersdac.or.jp/

Mengetahui kemampuan

lahan Kota Bima tingkat

sub kelas

23

Lanjutan Tabel 1

No Tujuan Metode Analisis Data dan Sumber Data Hasil

4 Mengevaluasi kesesuaian

penggunaan lahan dengan

kemampuan lahan

Analisis SIG:

Operasi overlay antara peta

penggunaan lahan dengan

peta kemampuan lahan

Data yang dibutuhkan:

Peta penggunaan lahan tahun

2005 dan 2010

Peta kemampuan lahan

Sumber data:

BAPPEDA Kota Bima

Hasil tahapan analisis

sebelumnya

Peta kesesuaian

penggunaan lahan tahun

2005 dan 2010 dengan

kemampuan lahan

5 Menentukan status daya

dukung lahan pada tahun 2005

dan 2010

Perbandingan antara total

ketersediaan lahan dan total

kebutuhan lahan

(Supply Side vs Demand Side)

Metode penghitungan merujuk

pada Permen LH 17/2009

tentang Pedoman Penentuan

Daya Dukung Lingkungan

Hidup Dalam Penataan Ruang

Wilayah

Data yang dibutuhkan:

• Jumlah penduduk

• Produksi padi/beras

• Produksi non padi

• Harga satuan beras

• Harga satuan tiap jenis komoditas

selain beras pada tingkat produsen

Sumber data:

BPS dan BAPPEDA Kota Bima

Status daya dukung

lahan berbasis

produktivitas

24

Lanjutan Tabel 1

No Tujuan Metode Analisis Data dan Sumber Data Hasil

6 Membuat peta arahan

penggunaan lahan berbasis

kemampuan lahan

Penentuan arahan penggunaan

lahan sesuai kemampuan lahan

dilakukan berdasarkan prinsip

bahwa semakin tinggi kelas

kemampuan lahannya, maka

semakin sedikit pilihan

penggunaannya (Arsyad 2010)

Hasil tahapan analisis sebelumnya Peta arahan penggunaan

lahan sesuai kemampuan

lahan

3.5.1 Perubahan Penggunaan Lahan

Peta penggunaan lahan tahun 2005 skala 1 : 25.000 diperoleh dari

BAPPEDA Kota Bima. Sementara peta penggunaan lahan tahun 2010 diperoleh

dari interpretasi citra Geoeye-1 Kota Bima dengan resolusi 0,41 meter atau 16 inci

dan imagery date 30 April 2010 yang terdapat pada Google Earth. Menurut Este

dan Simonett (1975), interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara

atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti

pentingnya obyek tersebut. Dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan

berupaya mengenali obyek melalui tahapan kegiatan deteksi, identifikasi, dan

analisis. Setelah mengalami tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan

digunakan ke dalam berbagai kepentingan, misalnya dalam bidang geografi,

geologi, lingkungan hidup, dan sebagainya. Deteksi adalah usaha penyadapan data

secara global, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Deteksi merupakan

penentuan ada tidaknya suatu obyek, misalnya obyek berupa hutan. Identifikasi

adalah kegiatan untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra yang dapat

dikenali berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor dengan alat stereoskop.

Dalam kegiatan interpretasi citra, ada tujuh karakteristik dasar yang

menjadi pertimbangan (Lillesand dan Kiefer 1990), yaitu:

1. Bentuk, adalah konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk beberapa obyek

demikian khas sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung hanya

berdasarkan kriteria ini.

2. Ukuran, adalah ciri obyek berupa jarak, luas, tinggi, dan volume. Ukuran

obyek pada citra adalah berupa skala. Contohnya: lapangan olah raga sepak

bola dicirikan oleh bentuk segi empat dan ukuran yang tetap, yaitu sekitar 80-

100 m.

3. Pola, adalah hubungan susunan spasial obyek. Pola dapat digunakan untuk

membedakan obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Misalnya

pola aliran sungai yang berkelok-kelok berbeda dengan pola jalan raya yang

umumnya lurus. Kebun karet, kebun kelapa, dan kebun kopi mudah dibedakan

dengan hutan atau vegetasi lainnya karena polanya yang teratur.

4. Bayangan, bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah

gelap. Bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang penting dari

26

beberapa obyek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas.

Misalnya lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan. Foto-foto

yang sangat condong biasanya memperlihatkan bayangan obyek yang

tergambar dengan jelas.

5. Rona, adalah warna atau kecerahan relatif obyek pada foto.

6. Tekstur, adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Biasa dinyatakan dengan

“kasar”, “sedang” dan “halus”. Misalnya, hutan bertekstur kasar dan semak

bertekstur sedang. Tekstur merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran,

pola, bayangan, dan rona.

7. Situs, adalah letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya. Misalnya

permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir pantai, tanggul alam,

atau sepanjang tepi jalan; atau persawahan banyak terdapat di daerah dataran

rendah.

Dari tujuh karakteristik dasar tersebut di atas, Sutanto (1992)

menambahkan satu karakteristik lagi, yaitu asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan

antara obyek yang satu dengan obyek lainnya. Misalnya, stasiun kereta api

berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).

Munibah (2008) menambahkan faktor lain yang dapat dijadikan sebagai kunci

interpretasi citra adalah kedekatan antara interpreter dengan obyek yang

diinterpretasi.

Menurut Sutanto (1992), pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua

kegiatan utama, yaitu perekaman data dari citra dan penggunaan data tersebut

untuk tujuan tertentu. Perekaman data dari citra berupa pengenalan obyek dan

unsur yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke dalam bentuk tabel, grafik

atau peta tematik. Urutan kegiatan dimulai dari (a) menguraikan atau memisahkan

obyek yang rona atau warnanya berbeda; (b) ditarik garis batas/deliniasi bagi

obyek yang rona dan warnanya sama; (c) setiap obyek dikenali berdasarkan

karakteristik spasial dan unsur temporalnya; (d) obyek yang sudah dikenali

diklasifikasi sesuai dengan tujuan interpretasinya; (e) digambarkan ke dalam peta

kerja atau peta sementara; (f) dilakukan pengecekan medan (lapangan) untuk

verifikasi; dan (g) interpretasi akhir, yaitu pengkajian atas pola atau susunan

keruangan (obyek) untuk dapat dipergunakan sesuai tujuannya.

27

Deteksi perubahan penggunaan lahan dilakukan melalui proses tumpang

susun (overlay) antara peta penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010 menggunakan

ArcGIS 9.3. Identifikasi pusat-pusat perubahan penggunaan lahan dilakukan

dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ).

Analisis LQ (Location Quotient) merupakan teknik analisis yang

digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktifitas di suatu wilayah dalam

cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Sebagai contoh adalah pemusatan

aktifitas di level provinsi dalam lingkup wilayah nasional, atau pemusatan

aktifitas di level kabupaten/kota dalam lingkup wilayah provinsi, demikian

seterusnya. Analisis LQ pada awalnya merupakan salah satu teknik yang

dikembangkan untuk melakukan analisis ekonomi basis. Dalam

perkembangannya, analisis LQ dapat digunakan untuk menganalisis untuk

pemusatan aktifitas apapun, dalam hal penelitian ini adalah pemusatan aktifitas

perubahan penggunaan lahan. Teknik LQ dilakukan secara berjenjang, dimulai

dari unit administrasi terkecil (kecamatan) untuk setiap wilayah kabupaten,

kemudian dilakukan pada unit kabupaten (Rustiadi et al. 2009).

Persamaan analisis LQ dalam penelitian ini adalah:

XXXXLQ

J

IIJ

IJ...

.

/

/

…………………………………(1)

Dimana:

XIJ : luas perubahan penggunaan lahan di kecamatan ke-i

XI. : total luas perubahan penggunaan lahan di Kota Bima

X.J : luas kecamatan ke-i

X.. : total luas wilayah Kota Bima

Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut:

- Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu

aktifitas di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah

atau terjadi pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i, sehingga dapat diketahui

bahwa suatu wilayah administrasi terkecil yang dianalisis merupakan wilayah

yang menjadi pusat perubahan penggunaan lahan.

- Jika nilai LQij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai konsentrasi

aktifitas di wilayah ke-i sama dengan rata-rata total wilayah.

28

- Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai aktifitas lebih

kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di seluruh

wilayah.

3.5.2 Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang mencakup sifat

tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase, dan kondisi lingkungan hidup lain.

Berdasarkan karakteristik lahan tersebut, dapat dilakukan klasifikasi kemampuan

lahan kedalam tingkat kelas, sub kelas, dan unit pengelolaan (Hardjowigeno dan

Widiatmaka 2007). Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan untuk

mengidentifikasi kemampuan lahan pada tingkat sub kelas adalah kelerengan,

jenis tanah, bahan induk, tekstur, kedalaman solum, drainase, dan kepekaan erosi.

Bahan induk dianggap sebagai faktor pembentuk tanah yang amat penting

oleh para perintis pedologi (Dokuchaev 1883 dalam Hardjowigeno 2003).

Pengaruh dan hubungan sifat-sifat bahan induk dengan sifat-sifat tanah terlihat

lebih jelas pada tanah-tanah di daerah kering atau tanah-tanah muda, hal ini

relevan dengan kondisi fisik lahan Kota Bima dimana jenis tanahnya hanyalah dua

ordo yaitu Entisol yang merupakan tanah muda dan Inseptisol yang sedikit lebih

matang. Data tersebut diperoleh dari peta tanah skala 1:50.000 yang bersumber

dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak). Atribut peta mencakup

jenis tanah, landform, relief, kelas lereng, dan ketinggian (altitude). Peta ini

kemudian dipertajam dengan menggunakan data pendukung citra ASTER GDEM

resolusi 30 m. Penajaman yang dilakukan adalah dengan mendeliniasi manual

peta tanah yang ada khususnya atribut landform dan relief. Tahapan penajaman

adalah: (1) konversi citra ASTER GDEM menjadi hillshade menggunakan

fasilitas ArcToolbox pada ArcGIS; (2) meng-overlay peta tanah dengan DEM

hillshade; dan (3) mendeliniasi manual peta tanah berdasarkan kenampakan

landform yang serupa. Sukarman (2005) menyatakan bahwa data DEM dapat

digunakan untuk membantu deliniasi satuan peta tanah semi detail dengan baik, di

daerah bergunung berbahan induk homogen maupun heterogen. Pada daerah

demikian, DEM dapat mengidentifikasi landform (bentuk lahan) dan relief dengan

baik.

29

Klasifikasi kemampuan kelas pada tingkat sub kelas dilakukan dengan

memperhatikan kriteria seperti pada Tabel 2 (Hardjowigeno dan Widiatmaka

2007).

Tabel 2 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan pada tingkat sub kelas

No. Faktor Kelas Kemampuan

I II III IV V VI VII VIII

1. Tekstur tanah (t)

a. lapisan atas (40

cm)

b. lapisan bawah

t2/t3

t2/t4

t1/t4

t1/t4

t1/t4

t1/t4

t2/t3

t2/t4

t2/t3

t2/t4

t2/t3

t2/t4

t2/t3

t2/t4

t2/t3

t2/t4

2. Lereng permukaan

(%)

l0 l1 l2 l3 (*) l4 l5 l6

3. Drainase d0/d1 d2 d3 d4 (**) (*) (*) (*)

4. Kedalaman efektif k0 k0 k1 k2 (*) k3 (*) (*)

5. Keadaan erosi e0 e1 e1 e2 (*) e3 e4 (*)

6. Kerikil/batuan b0 b0 b0 b1 b2 (*) (*) b3

7. Banjir o0 o1 o2 o3 o4 (*) (*) (*) (*) = dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari kelas yang lebih rendah

(**) = permukaan tanah selalu tergenang air.

Penggolongan besarnya intensitas faktor penghambat dalam kriteria

klasifikasi kemampuan kelas pada tingkat sub kelas dapat diuraikan sebagai

berikut (Arsyad 1979 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

a. Tekstur tanah (t)

Duabelas tekstur tanah dikelompokkan ke dalam lima kelompok sebagai

berikut:

- t1 (halus: liat berdebu, liat)

- t2 (agak halus: liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung

liat berpasir)

- t3 (sedang: debu, lempung berdebu, lempung)

- t4 (agak kasar: lempung berpasir)

- t5 (kasar: pasir berlempung, pasir)

b. Lereng permukaan (l)

Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut:

- l0 (0-3%: datar)

- l1 (3-8%: landai/berombak)

- l2 (8-15%: agak miring/bergelombang)

- l3 (15-30%: miring/berbukit)

- l4 (30-45%: agak curam)

30

- l5 (45-65%: curam)

- l6 (>65%: sangat curam)

c. Drainase tanah (d)

Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut:

- d0 (baik): tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari

atas sampai lapisan bawah berwarna terang yang uniform dan tidak terdapat

bercak-bercak.

- d1 (agak baik): tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat

bercak-bercak berwarna kuning, coklat, atau kelabu pada lapisan atas dan

bagian atas lapisan bawah.

- d2 (agak buruk): lapisan tanah atas mempunyai peredaran udara baik. Tidak

terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat, atau kelabu. Bercak-bercak

terdapat pada seluruh lapisan bawah.

- d3 (buruk): bagian atau lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau

bercak-bercak berwarna kelabu, coklat, dan kekuningan.

- d4 (sangat buruk): seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu dan

tanah bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak kelabu, coklat, dan

kekuningan.

d. Kedalaman efektif (k)

Kedalaman efektif dikelompokkan sebagai berikut:

- k0 (dalam: >90 cm)

- k1 (sedang: 90-50 cm)

- k2 (dangkal: 50-25 cm)

- k3 (sangat dangkal: <25 cm)

e. Keadaan erosi (e)

Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut:

- e0 (tidak ada erosi)

- e1 (ringan: <25% lapisan atas hilang)

- e2 (sedang: 25-75% lapisan atas hilang)

- e3 (berat: >75% lapisan atas hilang, <25% lapisan bawah hilang)

- e4 (sangat berat: >75% lapisan atas hilang, >25% lapisan bawah hilang)

31

3.5.3 Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Kemampuan Lahan

Untuk memperoleh peta kesesuaian antara penggunaan lahan dengan

kemampuan lahan, peta kemampuan lahan tingkat sub kelas di-overlay dengan

peta penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010.

3.5.4 Daya Dukung Lahan Berbasis Produktivitas

Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual

setempat dari setiap komoditas di suatu wilayah, dengan menjumlahkan produk

dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk penjumlahan ini

digunakan harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas memiliki satuan

yang beragam. Sementara itu, kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan

hidup layak.

Gambar 4 Metode penghitungan daya dukung lahan berbasis neraca lahan

menurut Permen LH 17/2009

Penghitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Penghitungan Ketersediaan (Supply) Lahan

Rumus:

………………………(2)

Dimana:

SL = Ketersediaan lahan (ha)

Pi = Produksi aktual tiap jenis komoditi (satuan ton). Komoditas

yang diperhitungkan meliputi pertanian, perkebunan,

kehutanan, peternakan dan perikanan.

Total Produksi

aktual seluruh

komoditas

setempat

Ketersediaan

Lahan

Populasi

Penduduk

Kebutuhan

lahan per

orang yang

diasumsikan

dengan luas

lahan untuk

menghasilkan

1 ton setara

beras/tahun

Kebutuhan

Lahan

Daya Dukung Lahan

Berbasis Produktivitas

32

Hi = Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/kg) di tingkat

produsen.

Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat produsen.

Ptvb = Produktivitas beras (ton/ha).

Dalam penghitungan ini, faktor konversi yang digunakan

untuk menyetarakan produk nonberas dengan beras adalah

harga.

b. Penghitungan Kebutuhan (Demand) Lahan

Rumus:

………………………………….(3)

Dimana:

DL = Total kebutuhan lahan setara beras (ha)

N = Jumlah penduduk (orang)

KHLL = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per

penduduk:

a. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak

per penduduk merupakan kebutuhan hidup layak per

penduduk dibagi produktivitas beras lokal.

b. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar

1 ton setara beras/kapita/tahun.

c. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal,

dapat menggunaan data rata-rata produktivitas beras

nasional sebesar 2400 kg/ha/tahun atau 2,4 ton/ha/tahun.

c. Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara ketersediaan

lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL) . Bila SL>DL, daya dukung lahan

dinyatakan surplus. Bila SL<DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit.

Sumber: Permen LH 17/2009

Terkait standar kebutuhan hidup layak dalam penghitungan kebutuhan lahan, di

dalam Permen LH 17/2009 tidak didefinisikan kebutuhan layak yang dimaksud.

33

Tabel 3 Contoh perhitungan nilai produksi total

No. Komoditas Produksi

(Pi)

Harga Satuan

(Hi)

Nilai Produksi

(Pi ×Hi)

1. Padi dan palawija, antara

lain:

padi, jagung, dan seterusnya.

……… ………… ……………..

2. Buah-buahan, antara lain:

mangga, jeruk, dan

seterusnya.

……… ………… ……………..

3. Sayur mayur, antara lain:

bawang merah, bawang

putih, dan seterusnya.

……… ………… ……………..

4. Tanaman obat-obatan, antara

lain: jahe, lengkuas, dan

seterusnya.

……… ………… ……………..

5. Produksi daging, antara lain:

sapi, kambing, dan

seterusnya.

……… ………… ……………..

6. Produksi telur, antara lain:

ayam kampung dan ras.

……… ………… ……………..

7. Perikanan. ……… ………… ……………..

8. Perkebunan, antara lain:

kelapa, kopi, dan seterusnya.

……… ………… ……………..

9. Kehutanan :

kayu dan non kayu

……… ………… ……………..

TOTAL

3.5.5 Arahan Penggunaan Lahan Sesuai Kemampuan Lahan

Arahan penggunaan lahan ini hanya didasarkan pada kelas kemampuan

lahan. Kemampuan lahan merupakan cara sistematis untuk menilai potensi lahan

agar dapat berproduksi secara lestari (Worosuprodjo 2005). Analisis kemampuan

lahan dapat digunakan untuk menunjang kebijakan dan perencanaan penggunaan

lahan yang optimal yang tujuannya harus berkesinambungan dan berkelanjutan.

Lahan diklasifikasikan menggunakan faktor penghambat, sehingga dengan

mengetahui faktor penghambatnya maka potensi yang menghambat pemanfaatan

dapat diminimumkan. Hal ini dimaksudkan agar peruntukan lahan tidak melebihi

kapasitas dan daya dukung lahan sehingga kelestarian lahan pun terjaga. Penilaian

ini dapat juga digunakan untuk memperbaiki pengelolaan yang sudah ada

sehingga dapat diperoleh bentuk konservasi yang tepat (Notohadiprawiro 1991).

34

Penentuan arahan penggunaan lahan sesuai kemampuan lahan dilakukan

berdasarkan prinsip bahwa semakin tinggi kelas kemampuan lahannya, maka

semakin sedikit pilihan penggunaannya. Kemampuan lahan pada kelas I sampai

IV dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk

berbagai penggunaan, seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya

(tanaman semusim dan tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang rumput,

dan hutan. Tanah pada kelas V, VI, dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman

pohon-pohon atau vegetasi alami. Dalam beberapa hal, tanah kelas V dan VI

dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu,

seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungan, dan bahkan jenis sayuran

bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang

baik. Tanah dalam kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami (Arsyad

2010).

Kelas kemampuan

lahan

Intensitas dan pilihan penggunaan meningkat

Cag

ar a

lam

/ H

uta

n l

indu

ng

Hu

tan

Pro

du

ksi

Ter

bat

as

Pen

gg

emb

alaa

n T

erb

atas

Pen

gg

emb

alaa

n S

edan

g

Pen

gg

emb

alaa

n I

nte

nsi

f

Gar

apan

Ter

bat

as

Gar

apan

Sed

ang

Gar

apan

In

ten

sif

Gar

apan

San

gat

In

ten

sif

Ham

bat

an/a

nca

man

men

ingk

at,

Kes

esu

aian

dan

pil

ihan

pen

gg

un

aan

ber

ku

rang

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

Gambar 5 Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan

macam penggunaan lahan

Sumber: Arsyad 2010

3.6 Batasan Penelitian

Beberapa batasan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis daya dukung lingkungan hanya dilakukan terhadap aspek lahan,

mencakup analisis kemampuan lahan dan neraca lahan berbasis produk

35

biohayati, yaitu perbandingan ketersediaan lahan untuk menghasilkan produk

hayati (bioproduct) dengan kebutuhan lahan berdasarkan jumlah penduduk.

2. Hutan tidak dihitung sebagai lahan produktif, karena dalam hal Kota Bima

tidak terdapat data produksi hasil hutan.

3. Arahan penggunaan lahan hanya didasarkan pada kelas kemampuan lahan.

Hal ini sesuai dengan konsep bahwa dalam perencanaan penataan ruang

secara garis besar alokasi ruang dibagi dalam dua jenis, yaitu kawasan

lindung dan kawasan budidaya. Untuk deliniasi kawasan lindung, kriteria

evaluasi lahan yang paling sesuai untuk digunakan adalah kemampuan lahan.