bab iii metode penelitian 3.1. jenis...

14
18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini diselenggarakan dalam bentuk studi kasus dengan tipe the uncontrolled case study berjenis singgle subject design mengacu pada rumusan Hepnner (2008), mengenai penyelenggaraan studi kasus dengan subyek tunggal. Penulis memilih metode ini dengan tiga pertimbangan, yaitu 1) yang diteliti adalah fenomena sosial sebagaimana Sugiyono (2008), mendefinisikan studi kasus sebagai salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial, 2) yang diteliti adalah situasi sosial yang kompleks sebagaimana pendapat Wittgenstein (dalam Thomas, 2011), penelitian studi kasus untuk meneliti sesuatu yang kompleks, dan 3) situasi sosial yang diteliti menunjukkan hal yang tidak biasa atau istimewa sebagaimana pendapat Thomas (2011), penelitian studi kasus diselenggarakan karena ada sesuatu hal yang berbeda dari biasanya. Definisi teknis studi kasus menurut Yin (2011), suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan. Surakhmad (1980), mendefinisikan studi kasus dari sifatnya yang memusatkan perhatian pada satu kasus secara intensif dan mendetail menghasilkan gambaran yang longitudinal yakni hasil dan pengumpulan data kasus dalam satu jangka waktu. Sejalan dengan pendapat di atas Thomas (2011), studi kasus sebagai jenis penelitian yang

Upload: dangkhuong

Post on 20-Mar-2019

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini diselenggarakan dalam bentuk studi kasus dengan tipe the

uncontrolled case study berjenis singgle subject design mengacu pada

rumusan Hepnner (2008), mengenai penyelenggaraan studi kasus dengan

subyek tunggal. Penulis memilih metode ini dengan tiga pertimbangan, yaitu

1) yang diteliti adalah fenomena sosial sebagaimana Sugiyono (2008),

mendefinisikan studi kasus sebagai salah satu metode penelitian ilmu-ilmu

sosial, 2) yang diteliti adalah situasi sosial yang kompleks sebagaimana

pendapat Wittgenstein (dalam Thomas, 2011), penelitian studi kasus untuk

meneliti sesuatu yang kompleks, dan 3) situasi sosial yang diteliti

menunjukkan hal yang tidak biasa atau istimewa sebagaimana pendapat

Thomas (2011), penelitian studi kasus diselenggarakan karena ada sesuatu hal

yang berbeda dari biasanya.

Definisi teknis studi kasus menurut Yin (2011), suatu inkuiri empiris

yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana

batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di

mana multi sumber bukti dimanfaatkan. Surakhmad (1980), mendefinisikan

studi kasus dari sifatnya yang memusatkan perhatian pada satu kasus secara

intensif dan mendetail menghasilkan gambaran yang longitudinal yakni hasil

dan pengumpulan data kasus dalam satu jangka waktu. Sejalan dengan

pendapat di atas Thomas (2011), studi kasus sebagai jenis penelitian yang

19

berkonsentrasi pada satu “hal”, melihat “hal” tersebut secara detail, bukan

untuk membuat generalisasi dari “hal” tersebut.

3.2. Subyek Penelitian

Penentuan subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive-

sampling, sebab dalam penelitian ini tidak membuat suatu generalisasi

(Sugiyono, 2008). Namun merinci kekhususan yang ada dalam ramuan

konteks yang unik dan menggali informasi yang akan menjadi dasar dari

rancangan dan teori yang muncul (Maleong, 2004). Selanjutnya Surakhmad

(1980), menyatakan karena sifat studi kasus yang mendalam dan mendetail

tersebut, maka kasus dapat terbatas pada satu orang, peristiwa atau lembaga.

Sementara itu menurut Thomas (2011) studi kasus sifatnya particular bukan

general maka “hal” yang diselidiki dalam studi kasus bisa berupa seseorang,

sebuah kelompok atau suatu institusi. Demikian juga pendapat Sanjaya

(2013), bahwa subyek dalam studi kasus bisa individu. Dengan demikian

subyek dalam penelitian ini adalah seorang narapidana remaja Rutan Negara

Kelas II B Salatiga yang berinisial AGN.

Pertimbangan penulis dalam memilih AGN sebagai subyek mengacu

pada rumusan Thomas (2011), mengenai bagaimana menentukan subyek studi

kasus, yaitu 1) yang hendak diteliti menunjukan sesuatu yang berbeda atau

isitmewa atau lain dari biasanya. AGN sebagai narapidana di usia remaja

memiliki sikap yang istimewa atau tidak biasa dibandingkan dengan

narapidana remaja lainnya yaitu menunjukkan sikap yang ceria dan penuh

tawa meskipun subyek berada di Rutan. Seolah-olah kehidupan Rutan tidak

20

menjadi beban baginya, namun sebaliknya subyek bersyukur atas

keberadaannya di Rutan menjadi narapidana sementara dua narapidana remaja

yang lain tidak menunjukkan hal tersebut, 2) Antara peneliti dan penulis sudah

terhubung dengan baik. Penulis dan AGN terhubung dengan baik sejak

penulis melakukan PPL Konseling di Rutan, dan 3) Satu-satunya yang

menjadikan sampel penelitian studi kasus relevan adalah di mana peneliti

dapat menemukan subyek yang tepat dari kasus yang menarik bagi penulis.

Penulis tertarik meneliti penerimaan diri AGN karena berstatus narapidana di

usia remaja di mana subyek sedang dalam fase mencari identitas diri. Status

narapidana dapat menimbulkan cap negatif bagi diri subyek baik cap yang

datang dari dalam diri maupun dari orang lain. Cap dari orang lain dapat

mempengaruhi konsep subyek mengenai dirinya. Lundin dan Merry (dalam

Jarvis, 2006), menuliskan bahwa seseorang dipengaruhi oleh cara pandangnya

mengenai dirinya sendiri yang berasal dari cara orang lain

memperlakukannya. Jika perlakuan yang diterima individu berupa

penerimaan, cinta dan kasih sayang maka subyek akan merasa diterima dan

berharga. Selain itu penulis memilih AGN sebagai subyek karena AGN akan

bebas pada bulan Mei 2014 sementara dua narapidana lainnya telah bebas

pada tahun 2013. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka AGN

dapat dijadikan subyek dalam penelitian ini.

3.3. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah logika keterkaitan antara data yang harus

dikumpulkan (kesimpulan-kesimpulan yang akan dihasilkan) dan pertanyaan

21

awal suatu penelitian (Yin, 2011). Penelitian ini didesain mengacu pada desain

penelitian studi kasus oleh Yin yang kemudian penulis sesuaikan dengan

kebutuhan dalam penelitian ini.

Tahap persiapan penulis terlebih dahulu menuliskan definisi

penerimaan diri dan menjabarkan aspek-aspeknya lalu menentukan jenis alat

pengumpul data. Dalam setiap proses pengumpulan data dari aspek-aspek

penerimaan diri tersebut penulis membuat laporan kasus individu yang penulis

identifikasi selama proses pengambilan data. Selain itu dalam proses

pengambilan data penulis menilai kecocokan antara data yang terkumpul

dengan rumusan teori. Apabila data yang diperoleh masih kurang atau tidak

lengkap maka penulis melakukan penggalian data kembali dengan terlebih

dahulu melihat kesesuaian alat pengumpul data sehingga penulis dapat

memutuskan apakah diperlukan tambahan alat pengumpul data atau sumber

data. Selanjutnya penulis melihat kesesuaian data-data yang terkumpul dengan

pola yang ada. Dari penjodohan pola tersebut kemudian peneliti membuat

suatu kesimpulan gambaran penerimaan diri subyek terhadap dirinya yang

berstatus narapidana diusia remaja. Desain penelitian dalam penelitian ini

seperti yang digambarkan pada tabel 3.1.

22

Table 3.1 Desain Penelitian

- Wawancara

- Observasi partisipatif

- Dokumentasi

- Skala Penerimaan Diri (CASSA)

Laporan kasus

individu

Laporan kasus

individu

Penentuan

Jenis alat

Pengumpul

Data

Individu menerima diri tanpa syarat

Aspek-aspek

Penerimaan

diri

Individu menyadari kemanusiaannya

Penerimaan

diri

Konklusi

Penjodohan pola

Individu menyadari diri sebagai

pribadi yang berharga

- Wawancara

- Observasi partisipatif

- Dokumentasi

- Skala Penerimaan Diri (CASSA)

- Wawancara

- Observasi partisipatif

- Dokumentasi

- Survei SA

- Skala Penerimaan Diri (CASSA)

Laporan kasus

individu

Laporan kasus

individu

Penjodohan pola

Penjodohan pola

Individu tidak menilai harga diri

secara global

- Wawancara

- Observasi partisipatif

- Dokumentasi

- Skala Penerimaan Diri (CASSA)

- SA

Penjodohan pola

23

Table 3.2 Penjabaran Aspek-aspek Penerimaan Diri

No Variable Sub variable

I Individu menerima diri

tanpa syarat

1. Ketika individu mampu berperilaku cerdas

atau tidak

2. Ketika individu mampu berperilaku tepat atau

tidak

3. Ketika individu mampu berperilaku sempurna

atau tidak

4. Orang lain mengakui individu atau tidak

5. Orang lain menghargai individu individu atau

tidak

6. Orang lain mencintai individu atau tidak

II Individu menyadari

kemanusiaannya

7. Manusia rentan berbuat salah

8. Manusia memiliki kekurangan

9. Manusia akan mengalami kegagalan

III Individu tidak memberi

penilaian positif atau

negative terhadap harga

diri secara global

10. Individu tidak memberi penilaian negative

terhadap harga diri secara global

11. Individu tidak memberi penilaian positif

terhadap harga diri secara global

IV Individu menyadari

sebagai pribadi yang

berharga

12. Individu menyadari dirinya berharga hanya

karena individu ada di dunia

13. Individu menghargai diri meski telah

melakukan kesalahan

24

3.4. Definisi Operasional

Penerimaan diri adalah kondisi individu yang mampu menghayati

esensi nilai diri sebagai manusia tidak berdasarkan pada kecakapan diri,

pencapaian dan kepemilikan mengenai apa yang dianggap baik dan tidak

baik, tetapi lebih kepada kesadaran mengenai nilai absolut diri manusia yang

tidak dapat dirubah oleh apapun.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berupa triangulasi teknik yaitu pengumpulan

data dengan teknik yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber

data yang sama (Sugiyono, 2009). Berikut teknik pengumpulan data

penelitian ini, yaitu:

1. Observasi Partisipatif.

Nasution (dalam Sugiyono, 2009), observasi adalah dasar semua

ilmu pengetahuan. Melalui observasi seorang peneliti mempelajari apa

yang ada di sekitarnya. Sebagaimana Marshal (dalam Sugiyono, 2009),

menuliskan melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna

dari perilaku tersebut. Dari data hasil observasi ini, penulis akan

mengidentifikasi perilaku subyek. Observasi dilakukan dengan metode

partisipatif secara tersamar yaitu pada saat penulis mengadakan

wawancara dan mengikuti kegiatan subyek di Rutan untuk mengungkap

data yang disamarkan oleh subyek.

Yin (2011), untuk meningkatkan reliabilitas bukti observasi penulis

perlu melibatkan pihak lain. Pihak yang dilibatkan dalam proses observasi

25

adalah teman kuliah penulis. Mengacu pada rumusan Rahardjo dan

Gudnanto (2011), penulis menggunakan beberapa alat bantu observasi,

yaitu 1) catatan anekdotal untuk mencatat perilaku individu yang khusus

atau istimewa baik yang secara sengaja atau insidental teridentifikasi oleh

penulis, dan 2) daftar cek individual yang disusun berdasarkan aspek-

aspek penerimaan diri menurut Albert Ellis. Observee dalam penelitian ini

adalah 1) subyek, 2) Keluarga subyek pada saat berkunjung ke Rutan, 3)

petugas Rutan pada saat berhubungan dengan subyek. Pedoman observasi

dapat dilihat pada table 3.3 dan 3.4

Table 3.3 Daftar Cek Individual

No Aspek- aspek Observasi

Observer:

1.

2.

1 2

Tgl: Tgl:

I Individu mengucapkan menerima diri tanpa

syarat ketika:

1. Mampu berperilaku cerdas atau

tidak

2. Mampu berperilaku tepat atau tidak

3. Mampu berperilaku sempurna atau

tidak

4. Orang lain mengakui individu atau

tidak

5. Orang lain menghargai individu atau

tidak

26

6. Orang lain mencintai individu atau

tidak

II Individu mengakui dengan sadar

kemanusiaannya:

7. Manusia rentan berbuat salah

8. Manusia memiliki kekurangan,

9. Manusia akan mengalami kegagalan

III Individu tidak memberi penilaian terhadap

harga diri secara global

10. Individu TIDAK memberi penilaian

negative

11. Individu TIDAK memberi penilaian

positif

IV Individu menyadari sebagai pribadi yang

berharga:

12. Individu menyatakan dirinya

berharga hanya karena individu ada

di dunia

13. Individu menghargai diri meskipun

melakukan kesalahan

Table 3.4 Catatan anekdotal

Nama :

Hari, tanggal : ……….., ……………….. 2014

Tempat :

Peristiwa :

Interpretasi :

27

2. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan dengan tiga cara

yaitu tak terstruktur, semiterstruktur dan terstruktur. Penulis

menggunakan ketiga metode tersebut untuk menciptakan proses

wawancara yang terfokus. Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2009),

Wawancara tak terstruktur digunakan pada tahap awal karena peneliti

belum mengetahui data apa saja yang akan diperoleh, sehingga dapat

diperoleh informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada

pada obyek yang diteliti. Dengan demikian peneliti dapat menentukan

secara pasti permasalahan atau variable apa yang harus diteliti. Tahap

semi terstruktur untuk memperoleh pemahaman yang lebih lengkap dan

terarah. Pada tahap wawancara terstruktur, peneliti melakukan wawancara

menggunakan pedoman wawancara.

Jenis pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara menurut

Patton dan Molleong (dalam Sugiyono, 2009), ada enam yaitu 1)

pertanyaan terkait dengan pengalaman, 2) pertanyaan terkait dengan

pendapat 3) pertanyaan terkait dengan perasaan, 4) pertanyaan terkait

dengan pengetahuan, 5) pertanyaan terkait dengan indera, dan 6)

pertanyaan tentang latar belakang. Oleh karena itu penulis akan

menggunakan keenam jenis pertanyaan tersebut dalam menyusun

pertanyaan wawancara untuk menggali penerimaan diri subyek

berdasarkan konsep penerimaan diri oleh Albert Ellis.

28

Wawancara merupakan sumber bukti yang esensial bagi studi

kasus karena umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan. Urusan

kemanusiaan ini harus dilaporkan dan diinterpretasikan melalui

penglihatan pihak yang diwawancara dan responden lain yang

mempunyai informasi dan dapat memberikan keterangan-keterangan

penting dengan baik (Yin, 2011). Oleh karena itu, responden wawancara

dalam penelitian ini adalah 1) subyek penelitian sebagai sumber utama

informasi, 2) orangtua subyek sebagai pihak yang mengetahui keseharian

subyek di rumah dan sebagian aktivitas subyek di sekolah, 3) Adik

subyek sebagai pihak yang memiliki hubungan cukup dekat dengan

kehidupan subyek yang masih remaja, 4) petugas Rutan Negara Kelas II

B Salatiga yang melihat keseharian subyek di Rutan. Pedoman

wawancara dapat dilihat pada table 3.4

Table 3.5 Pedoman Wawancara

Aspek-aspek Penjabaran Indikator

Individu

menerima diri

tanpa syarat

Kemampuan individu

menerima diri tanpa

memberikan syarat-

syarat tertentu seperti

kemampuan dalam

bersikap benar, tepat,

sempurna atau tidak,

Individu mampu menerima diri

ketika

1. Mampu berperilaku cerdas

atau tidak

2. Mampu berperilaku tepat

atau tidak

3. Mampu berperilaku

29

serta tidak

bergantung pada

pengakuan,

penghargaan dan

kasih dari orang lain.

sempurna atau tidak

4. Orang lain mengakui atau

tidak

5. Orang lain menghargai atau

tidak

6. Orang lain mencintai atau

tidak

Individu

menyadari

kemanusiaannya

Individu memiliki

kesadaran mengenai

esensi

kemanusiaannya

bahwa manusia

rentan berbuat salah,

memiliki kekurangan

dan suatu saat akan

gagal

1. Manusia rentan berbuat

salah

2. Manusia memiliki

kekurangan atau tidak

sempurna

3. Manusia akan mengalami

kegagalan

Individu tidak

memberi

penilaian

terhadap harga

diri secara

global

Individu memahami

bahwa harga dirinya

secara keseluruhan

tidak dapat diukur

dengan menilai sisi

positif dan negatif

dirinya.

1. Individu tidak memberi

penilaian positif

2. Individu tidak memberi

penilaian negatif terhadap

harga diri

30

Individu

menyadari

sebagai pribadi

yang berharga

Kemampuan individu

untuk menghargai

diri semata-mata

hanya karena

individu hidup atau

ada di dunia

meskipun melakukan

kesalahan.

1. Individu berharga hanya

karena hidup dan ada di

dunia

2. Individu tetap menghargai

diri meskipun berbuat salah

3. Dokumentasi

Untuk studi kasus penggunaan dokumen sangat penting dalam

mendukung dan menambah bukti dari sumber lain (Yin, 2011). Penulis

akan menggunakan dokumen-dokumen terkait dengan subyek yang dapat

diperoleh dengan seijin dari pihak Rutan Negara Kelas II B Salatiga.

4. Skala Penerimaan Diri dengan Child and Adolescent Survey of Self-

Acceptance (CASSA)

CASSA dikembangkan oleh Bernard yang telah diuji dan

mendapat persetujuan dari tiga ahli Rational Emotive Behaviour Therapy.

Skala ini terdiri dari 16 pernyataan dengan empat pilihan jawaban pada

masing-masing pernyataan, dan digunakan untuk mengukur positif self-

regard dan negative self-evaluation subyek. Kisi-kisi skala penerimaan

diri dapat dilihat pada table 3.6

31

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Skala Penerimaan Diri CASSA

Faktor-faktor Dimensi Nomor

item

Positive self-

regard

Penerimaan individu terhadap setiap

pengalaman subyektifnya baik

pengalaman negatif atau positif dengan

hangat dan dengan pemahaman yang

tidak menghakimi

1, 3, 6, 8,

9, 12, 14,

15

Negative self-

evaluation

Penilaian diri secara global sebagaimana

pentingnya pendapat orang lain dan

ferforma diri sebagai dasar untuk

menentukan nilai diri seseorang.

2, 4, 5, 7,

10, 11, 13,

16

3.6.Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data studi kasus, Yin (2011), menyarankan untuk

menggunakan teknik analisis Miles dan Huberman. Data-data yang terkumpul

di analisis dengan tiga langkah mengikuti model Miles dan Huberman (dalam

Sugiyono, 2009), yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan dan verifikasi.