bab iii. materi dan metode 3.1 waktu dan...
TRANSCRIPT
24
BAB III. MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni
2017 dan dilaksanakan di Laboatorium Peternakan Universitas
Muhammadiyah Malang untuk pembuatan ekstrak kulit buah naga serta
penyamakan kulit kelinci, sedangkan uji kualitas pewarnaan kulit samak
dilakukan di Laboratorium Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) di
Yogyakarta.
3.2 Materi dan Alat
3.2.1 Materi Penelitian
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit kelinci samak
mimosa yang didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya. Sedangkan bahan
lain yang digunakan yakni asam sitrat, aquades dan kulit buah naga merah.
Jumlah kulit kelinci yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 lembar
kulit kulit kelinci jenis Rambon.
3.2.2 Alat
Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga
kelompok percobaan
1. Proses ekstraksi kulit buah naga
Pisau, telenan, timbangan digital, gelas ukur, bak, ember, kain
penyaring, blender,
25
2. Penyamakan kulit kelinci
Peralatan yang digunakan adalah drum pemutar (taning drum),
timbangan manual, kertas pH, timbangan digital, pisau stainles steel, baskom,
paku, martil, triplek untuk peregangan, gelas ukur, pensil, gunting, dan telenan
untuk buang daging.
3. Pewarnaan kulit kelinci
Gelas ukur, timbangan, baskom, stop watch, paku, martil, dan triplek
untuk pementangan.
3.3 Batasan Variabel dan Cara Pengamatan
Batasan variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas berupa
lama perendaman pewarna ekstrak antosianin kulit buah naga, sedangkan
variabel terikat dari penelitian ini adalah ketahanan cuci dan ketahanan
keringat.
1. Ketahanan cuci adalah ketahanan warna kulit samak karena pencucian
dengan larutan asam asetat. Adapun cara pengujian kualitas ketahanan
warna terhadap pencucian dilakukan dengan menggunakan alat berupa
laundrymeter dan hasil pengujian dilakukan dengan pembacaan
menggunakan metode gray scale seperti yang diatur dalam (SNI 08-0288-
1998).
2. Ketahanan keringat adalah ketahanan warna kulit samak terhadap keringat.
Pengujian ketahanan keringat dilakukan dengan usapan larutan keringat
buatan yang bersifat asam dan basa dengan tekanan tertentu yang
26
kemudian diamati kelunturannya pada kain pelapis dan hasil pembacaan
dilakukan dengan metode gray scale .Adapun cara pengamatan ketahan
keringat berdasarkan (SNI 12-7077-2005)
3. Lama perendaman pewaranaan kulit kelinci samak mimosa dengan ekstrak
kilit buah naga amerupakan merupakan lamanya waktu perendaman kulit
dengan ekstrak kulit buah naga untuk mewarnai kulit samak. Waktu
perendaman yang di berikan pakda kulit adalah 60, 90, dan 120 menit di
hitung dari awal perendaman sampai kulit di angkat dan dari bak pewarna.
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode percobaan. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada rancangan ini
akan digunakan 3 perlakuan yang masing-masing akan diulang sebanyak 3
kali.
Data ketahanan luntur warna terhadap keringat dan pencucian diukur
dengan gray scale. Skala gray scale merupakan skala yang digunakan untuk
menilai perubahan warna. Nilai skala gray skale menentukan tingkat
perbedaan atau konsentrasi warna dari tingkat terendah sampai tingkat
tertinggi, yaitu nilai 1 sampai dengan nilai 5. Skala Gray scale terdiri dari 9
pasang lempeng standar abu–abu dan setiap pasang merupakan perbedaan atau
kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai tahan luntur warnanya
(Moerdoko, 1975).
27
Tabel 2. Penilaian Ketahanan Luntur Warna Berdasarkan Grey Scale
Nilai tahan luntur warna Nilai Perbedaan warna
(dalam satuan CD/Color Difference) Penilaian
5 0 Baik Sekali
4 – 5 0,8 Baik
4 1,5 Baik
3-4 2,1 Cukup baik
3 3,0 Cukup
2-3 4,2 Kurang
2 6,0 Kurang
1-2 8,5 Jelek
1 12,0 Jelek
3.4.2 Perlakuan
Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) P0 = waktu perendan 5 menit (napthol)
2) P1 = Waktu perendaman 60 menit
3) P2 = Waktu perendaman 90 menit
4) P3 = Waktu perendaman 120 menit
Masing masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
3.5 Metode Analisis Data
Data hasil penelitian ditabulasi dan dianalisis dengan uji Kruskal Wallis
dan jika ditemukan perbedaan antar perlakuan maka maka untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Mann
Whitney.
28
3.6 Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Proses Pembuatan Kulit Kelinci Samak Mimosa
Prosedur penyamakan dengan dengan bahan samak mimosa
menggunakan metode menurut Purnomo E. (1992) sebagai berikut:
Pewarnaan (Dyeing)
Ektrak kulit buah naga dan
pelarut dengan ratio (1:2)
Pengujian
Pemeraman (Ageing) selama 24 jam
Perlakuan :
Waktu perendaman
(5, 60, 90 dan 120 menit)
Kulit Kelinci
Pengapuran
Kapur (4 % ) + Natrium sulfide (2%) presentasi dari berat kulit
Penyamakan (Taning)
Air (100%), mimosa (20%), natrium bisulfate (2%), minyak TRO (5%), asam oksalat (1%)
presentasi dari berat bloten
Pengikisan protein (Bating)
(100%) air hangat 40 0C + (1%) orophon presentasi dari berat bloten
Pembuangan lemak (Degreasing)
air (100%), sandopan (3%) bensin (5%), teepol ( 2%) presentasi dari berat
Pembuangan kapur (Deliming)
Air (200%) Za (3%), asam sulfat (0,75%) presentasi dari berat bloten
Pembuangan Bulu (Unhairing) dan pembuangan daging
Penimbangan kulit untuk mencari berat bloten
Ketahanan cuci & Keringat
keringat
Gambar 4. Alur Pembuatan Kulit Kelinci Samak Mimosa
29
1. Limming (Pengapuran)
Tujuan pengapuran menurut (Pancapalaga, 2008) adalah
menghilangkan lapisan epidermis sehingga bulu atau rambut mudah
dihilangkan atau membuat kondisi kulit sedemikian rupa sehingga proses-
proses berikutnya dengan mudah bahan-bahan kimia dapat ternetrasi
kedalaman kulit seperti proses bating, pickling dan taning. Proses pengapuran
yaitu pemasukan 400% air ke dalam drum pemutar, penambahan 2% Na2S
(SN), kemudian dilakukan penambahan 4% kapur dan pengadukan selama 30
menit, serta dilakukan pengecekan pH = 12, setelah itu perendaman kulit
selama semalam (24 jam).
2. Buang daging ( Fleshing) dan Buang bulu ( Unhairing)
Tujuan pembuangan daging (Fleshing) menghilangkan sisa daging yang
tersisa atau menempel, karena bila sisa daging tidak dihilangkan akan
menghambat masuknya zat penyamak sehingga zat penyamak sulit untuk
sampai kebagian tengah (korium kulit). Unhairing atau proses pembuangan
bulu tujuan utama adalah untuk pembuangan bulu yang melekat pada kulit
setelah proses pengapuran.
Proses fleshing dan unhairing dilakukan dengan proses peenyesetan sisa
daging dengan pisau sampai tidak ada daging yang tersisa pada kulit. Sisa
bulu dihilangkan dengan melalui penyesetan menggunakan punggung pisau
kerena bulu mudah dihilangkan setelah proses pengapuran selanjutnya
pembersihan kulit hingga tidak ada bulu yang tersisan pada kulit.
30
3. Penimbangan
Penimbangan untuk mencari berat bloten (setelah bulu dan daging
dihilangkan), berat bloten digunakan untuk dasar penggunaan bahan kimia
selanjutnya.
4. Pembuangan kapur (Deliming)
Menurut pancapalaga (2008) deliming adalah proses penghilangan
kapur yang terdapat pada kulit akibat proses liming. Adapun kapur yang
dimaksud adalah :
- Kapur yang melekat pada kulit
- Kapur yang masuk kedalam pori-pori kulit
- Kapur yang bersenyawa dengan zat-zat kulit
Proses deliming dilakukan dengan cara pemasukan kulit ke dalam
drum pemutar dengan penambahan 200% air, Za 3 %, kemudian dilakukan
pemutaran selama 30 menit, serta penambahan asam sulfat sebanyak 0.75%
dan diputar kembali selama 30 menit, dilakukan pengecekan pH 7 – 8,
kemudian diputar lagi selama 60 menit kemudian didiamkan selama 5 – 7 jam
5. Pengikisan Lemak (Degreasing)
Proses pengikisan lemak bertujuan untuk mengikis lemak secara
kimiawi hal ini dilakukan agar tidak mengganggu proses penyamakan
(Tanning) sehingga lemak tidak menjadi penghalang masuknya bahan
penyamak ke dalam jaringan kolagen kulit. Pengikisan lemak dilakukan
dengan pembuatan larutan 100% air dan penambahan sandopan DTC
sebanyak 3% kemudian dilakukan pengadukan selama 1 jam lalu pembuangan
31
air dan penambahan 5% bensin dan 2% teepol serta dilakukan peremasan kulit
selama 45 menit kemudian kulit dicuci sampai bersih.
6. Pengikisan Protein (Bating)
Proses bating menurut Pancapalaga (2008) bertujuan untuk
menghilangkan sisa-sisa akar bulu dan pigmen, menghilangkan lemak yang
tidak tersabun, menghilangkan daya perasa kulit agar kulit tidak mudah
mengadakan kontraksi terhadap apa saja, penghilangan sedikit atau banyak
zat-zat kulit yang tidak diperlukan. Proses bating dilakukan dengan
pemasukan kulit ke dalam drum pemutar kemudian penambahan air hangat
40°C sebanyak 100% dan penambahan orophon 1% dan drum diputar selama
2 jam, kemudian didiamkan selama 1 malam, hari esoknya dilakukan
pencucian kulit sampai bersih.
7. Penyamakan Mimosa
Tujuan penyamakan adalah merubah sifat kulit kelinci yang tidak stabil
menjadi stabil terhadap perlakuan-perlakuan tertentu seperti adanya aktivitas
bakteri, aktivitas bahan kimia dan perlakuan fisik lainnya seperti pukulan,
gesekan, panas, dingin tekukan dll.
Adapun proses penyamakan dilakukan dengan penambahan 100% air
dengan suhu 40°C, ditambahkan minosa 20 % kemudan diputar selama 30
menit dan pemutaran dilakukan sebanyak dua kali.
8. Pemeraman
Pemeraman atau ageing merupakan proses lanjutan dari proses
penyamakan. Pada tahapan ini, kulit tidak diperlakukan dengan bahan kimia
32
tetapi hanya ditumpuk pada lantai yang diberi alas. Menurut pancapalaga
(2008) tujuan utama dari proses pemeraman ini adalah untuk
menyempurnakan terjadinya reaksi antara molekul-molekul zat penyamak
dengan kulit, sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik lagi terutama
pada sifat-sifat kulit tersamak.
9. Pewarnaan (dyeing)
Pewarnaan bertujuan untuk memberikan warna pada kulit tersamak, agar
dapat memperindah penampakan kulit jadinya proses mewarnai kulit dilakukan
dengan proses pencelupan kulit pada larutan pewarna ekstrak kulit buah naga
dengan kosentrasi (% w/w) atau 30% dan direndam selama 60, 90 dan 120
menit.
10. Pementangan dan Pengeringan
Pementangan dilakukan dengan penarikan kulit dengan tali pada frame
kayu, kemudian pengeringan dengan cara diangin-anginkan.
33
Pencucian & pemotongan (2 x 2 cm)
Ektraksi dengan metode maserasi
Penyaringan
Larutan Ekstrak pewarna
3.6.2 Proses Pembuatan Ekstrak Warna dari Kulit Buah Naga
Pembuatan ekstrak warna dari kulit buah naga merah berdasarkan
pada metode maserasi menurut Lidya Simanjuntak dkk. (2014) adalah sebagai
berikut:
Gambar 5. Proses Pembuatan Pewarna Alami Ekstrak Kulit Buah Naga
Proses pembuatan ekstrak kulit buah naga adalah sebagai berikut :
1. Penimbangan kulit buah naga ( 3 Kg)
2. Pencucian dan pemotongan kulit buah naga dengan ukuran sekitar 2x2 cm
untuk memudahkan proses penghalusan kulit buah naga dengan blender.
3. Pembuatan larutan asam sitrat dan aquades dengan ratio (1 : 9)
4. Penghalusan kulit buah naga dengan blender dengan penambahan pelarut
(nomor 3) dengan rasio antara kulit buah naga dan pelarut (1 : 2).
5. Proses ekstraksi dengan metode maserasi selama 3 hari.
6. Penyaringan dengan kain penyaring untuk memisahkan rendemen dan ampas.
7. Dihasilkan ekstrak pewarna kulit buah naga.
Kulit buah naga
Ampas di buang
Di blender dengan ratio antara kulit buah naga dan pelarut (1:2)
34
3.7 Pengujian Variabel
Variabael penelitian yang diuji ada 2 yaitu ketahanan luntur warna
terhadap keringat dan pencucian. Adapun pengujian didasarkan pada standar
pengujian SNI, secara rinci sebagai berikut:
3.7.1 Ketahannan Luntur Warna terhadap Pencucian
Metode uji ketahanan luntur warna terhadap perncucian menggunakan
metode SNI 08-0288-1998. Adapun tahapannya sebagai berikut : Mengambil
sampel uji dan mencuci dengan alat laundymeter atau alat yang sejenis
dengan pengatur suhu secara termostatik dan kecepatan putaran 42 putaran per
menit.
Alat ini dilengkapi dengan piala baja dan kelereng baja tahan karat.
Proses pencucian dilakukan sedemikian rupa sehingga kondisinya sama
dengan keadaan pencucian yang diinginkan. Kondisi pencucian berbeda-beda
bergantung pada suhu yang dikehendaki.
Penilaian tahan luntur dilaksanakan terhadap perubahan warna pada
kain contoh uji, dibandingkan dengan standar perubahan warna pada Gray
Scale.
3.7.2 Ketahanan Luntur Warna Terhadap Keringat
Metode uji ketahanan luntur warna terhadap keringat menggunakan
metode SNI 105-E04:2010. Adapun tahapahan sebagai berikut mengambil
contoh uji, memotong dengan ukuran 4 x 10 cm dan dijahit diantara sepasang
35
kain putih dengan ukuran yang sama. Contoh-contoh uji yang terpisah dari
bahan dicelupkan kedalam larutan keringat buatan bersifat asam dan basa,
kemudian diberikan tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan perlahan-lahan
pada suhu yang naik sedikit demi sedikit.
Pada saat pengujian, contoh uji dipasangkan dengan dua helai kain
putih dari serta yang sejenis dengan bahan yang diuji. Menjahit dua buah
contoh diantara kain putih, kemudian direndam alam larutan keringat buatan
yang bersifat basa, sedangkan dua buah contoh lainnya dalam larutan keringat
bersifat asam selama 15 sampai 30 menit untuk mendapatkan pembasahan
yang sempurna.
Memeras dan meletakan contoh uji diantara dua lempeng kaca, lalu
dipasang pada prespiration tester dan diberi tekanan 10 pound (60 g/cm2) dan
diatur sehingga contoh uji dalam kedudukan tegak pada waktu meletakannya
dalam pemanas. Memasukan contoh uji yang telah siap kedalam pemanas
pada suhu 38 ± 1°C selama paling sedikit 6 jam. Melakukan evaluasi
perubahan warna terhadap contoh uji yang sudah kering dengan Gray Scale.