bab iii kondisi banten pada masa perang gerilya tahun …repository.uinbanten.ac.id/4283/5/bab...
TRANSCRIPT
42
BAB III
KONDISI BANTEN PADA MASA PERANG
GERILYA TAHUN 1948-1949
A. Pemerintah Daerah Banten Sebelum Perang Gerilya
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, TNI telah
mengantisipasi agresi militer Belanda II dengan merencanakan
perang gerilya. Sehubungan dengan kebijakan itu, di Banten
dilakukan persiapan-persiapan. Sebelum tentara Belanda
memasuki dan menduduki Kota Serang,1 System Politik Federal
yang dimulai H.J Van Mook dan dilanjutkan oleh penggantinya,
pada dasarnya diciptakan dan dipertahankanoleh belanda di
daerah-daerah pendudukannya seseudah Perang Dunia II atau
selama Periode Revolusi Indonesia. Tidak diragukan lagi bahwa,
dibalik kebijakan politiknya ini adalah Peternalisme Belanda
yang benar-benar mementingkan diri sendiri.Perlu diketahui
bahwa, sistem Federal yang diterapkan sesudah perang
1Suharto, “Banten Masa Revolusi 1945-1949 : Proses Integrasi
Dalam Negara Kesatuan Republic Indonesia” (Desertasi, universitas
Indonesia, Depok, 2001), p. 210
43
sesungguhnya bersumber dari Ideology Colonial Belanda yang
muncul pada periode sebelum perang seperti yang dianut oleh
politik etik yang Pararel dengan Ide Asosiasi. Untuk
merealisasikan Ide Asosiasi, maka didirikanlah sebuah Partai
Asosiasi Belanda yang diberi nama politiek economische bond
(PEB) Tujuanya adalah, mewujudkan suatu bangsa Hindia
dengan cara Kooperasi dengan rakyat pribumi dibawah pimpinan
Belanda. PEB mendukung Ideology Peternalisme yang sangat
Konservatif. Meskipun muncul kritik dari kelompok-kelompok
lainnya seperti vaderlandsche club(VC), Partai kulit putih Eropa
yang Eksklusif dan golongan produk lulusan Universitas Utrecht,
namun semuanya sangat Konservatif Paternalistic karena
ditunggangi oleh Kaum Kapitalis.2
Dampak rasionalisasi Banten telah terjadi perubahan
pimpinan karena Komandan Brigade yang semula dijabat oleh
Mayor Sukanda Bratamanggala,3 telah diganti oleh Mayor dr. Eri
2Sri Margana dan fiitrianingsih widya, Sejarah Indonesia : perspektif
local dan global persembahan untuk 70 tahun prof. Dr. Djoko Suryo, (
Yogyakarta : Ombak, 2010, p.377 3 Matia Madjiah, Dokter Gerilya , (Jakarta : Balai Pustaka, 1993),
p.152
44
Sudewo. (setelah Rasionalisai Hatta, pangkat diturunkan
setingkat).
Sebuah catatan perlu dikemukakan yaitu setelah
Rasionalisasi Hatta, pangkat-pangkat militer rata-rata diturunkan
setingkat mulai dari Jendral sampai dengan Letnan II. Waktu itu
belum ada pangkat Brigadir Jendral.Maka akibat rasionalisasi,
Jendral Mayor menjadi Kolonel. Meskipun penurunan pangkat
pada umumnya berlaku menyeluruh, namun disana-sini ada juga
kekecualian atau pengecualian. Di Banten ada dua Perwira yang
tidak terkena akibat Rasionalisasi itu, yakni Kolonel
K.H.Syam’un dan Mayor R.E. Jaelani. Jaelani ini ditempatkan di
Banten, kata orang, mengemban tugas khusus dari Hatta sendiri;
sama halnya dengan dr Eri Sudewo. Mungkin karena itulah
pangkatnya tidak diturunkan.4
Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan aksi
militernya yang pertama dengan mengerahkan kekuatannya dari
darat, udara, dan laut. Dari Jakarta, Belanda menerobos ke
berbagai daerah Jawa Barat dengan perlengkapan perang modern
4 Matia Madjiah, Dokter Gerilya…..1993....p.153
45
yang didukung dengan bombardemen dari udara. Brigade Kian
Santang mendapat pukulan dahsyat. Pasukannya dapat dipecah
belah oleh terobosan-terobosan kilat pasukan Belanda, sehingga
menjadi pasukan kecil dari jalur-jalur komando dan terpisah dari
pasukan induknya. Tapi lambat laun Brigade Kian Santang
berhasil mengorganisasi kembali pasukannya dan melancarkan
serangnnya dengan taktik perang gerilya. Demikian pula halnya
dengan kesatuan-kesatuan dari Devisi Siliwangi, merekapun
akhirnya dapat menorganisir kembali pasukannya dan
melancarkan serangan balasan. Maka wilayah Jawa Barat
menjadi medan perang gerilya, terkecuali daerah Banten, yang
rupanya dikecualikan oleh Belanda. Dengan taktik perang gerilya
itulah Divisi Siliwangi mempertahankan Jawa Barat, bahu
membahu dengan rakyat. Belanda memang berhasil merebut
kota-kota di Jawa Barat dan mendudukinya. Tapi mereka hanya
sekedar dapat mendudukinya, tidak dapat tidur karena mendapat
serangan gerilya dari Siliwangi.
Tapi justru pada saat Siliwangi telah berhasil mengadakan
reorganisasi dan konsolidasi pasukannya, serta berhasil
46
melancarkan5 perang gerilya yang menimbulkan kerugian-
kerugian pada pihak musuh, terjadilah peristiwa yang teramat
menyedihkan, yakni Divisi Siliwangi diperintahkan hijrah ke
Jawa Tengah demi kepentingan strategi politik yang telah
digariskan oleh pemerintah. Pada waktu itu, (persetujuan
renville).6
Jawa Barat yang sudah sekian lama dipertahankan oleh
Divisi Siliwangi dengan tidak sedikit cucuran keringat dan darah,
sekarang harus ditinggalkan.Alangkah pahit kehidupan
itu.Meninggalkan daerah bukan karena kalah perang, melainkan
semata-mata demi ketaatan tentara kepada pemerintah.Puluhan
jutra rakyat Jawa Barat nasibnya sekarang diserahkan kepada
Belanda. Tapi Siliwangi dapat mengorbankan perasaannya.Ia rela
mengorbankan kepentingan strategi militer demi kepentingan
strategi politik yang digariskan oleh pemerintah. Maka hijrahlah
Divisi Siliwangi.Tentu saja Eri Sudewo dan kesatuannya juga
ikut hijrah.7
5Matia Madjiah, Tantangan Dan Jawaban, (Jakarta; Balai Pustaka,
1993). p.31 6Matia Madjiah, Tantangan Dan …. p.32
7 Matia Madjiah, Tantangan Dan …. p.32
47
Hijrah Siliwangi itu, betapapun akibatnya, adalah
mencerminkan kematangan jiwa bernegara pada pimpinan
siliwangi, bahwa sebagai tentara siliwangi bagaimanapun harus
tunduk dan taat kepada pemerintah. Padahal pada waktu itu
tentara kita bukan merupakan tentara professional, melainkan
boleh dikatakan sukarelawan.Para anggotanya masuk tentara
bukan dengan harapan memperoleh atau upah, melainkan demi
panggilan ibu pertiwi.
Belum beberapa lama berada dii Jawa Tengah, Eri
Sudewo dipanggil mengahadap wakil Presiden Mohammad Hatta
yang waktu itu merangkap Perdana Mentri Dan Mentri
Pertahanan.
Seorang Kepala Staf Brigade dipanggil langsung oleh
Wakil Presiden/ Perdana Mentri/Mentri Pertahanan, bukanlah
suatu hal biasa dalam hirarki kemiliteran. Tentu ada apa-apanya.
Tapi apa? Eri Sudewo tak perlu menduga-duga, melainkan harus
segera mengahadap.
Rupanya bung Hatta telah menerima laporan yang tidak
begitu menyenangkan mengenai Banten yang waktu itu
48
menghadapi ancaman dari luar dan dalam. Dari luar, berupa
ancaman dari Belanda, karena Belanda yang telah berhasil
menduduki kota-kota8 di Jawa Barat, pada suatu ketika akan
merasa perlu untuk juga merebut Banten.
Ancaman dari dalam, yakni rongrongan dari golongan
merah atau komunis yang mendapat dukungan dari sebagian
lascar, atau komunis yang mendapat dukungan dari sebagian
laskar, jawara-jawara dan ulama-ulama. Untuk mengatasi kedua
ancaman itu bung Hatta rupanya perlu mengganti Komandan
Brigade Tirtayasa dengan baru yang dipandang cakap. Pilihan
kemudian jatuh kepada Kolonel Hidayat, seorang perwira lulusan
Akademi Militer Breda, asal Banten. tapi karena Kolonel Hidayat
tidak dapat meninggalkan tugas yang sedang dipangkunya
berhubung tugasnya itu sangat penting, akhirnya Bung Hatta
menunjuk Eri Sudewo. Kepada Eri Sudewo diperintahkan untuk
mengoper Komando Brigade Tirtayasa dengan tugas utama
menyelamatkan Banten dari rongrongan komunis dan dari
penyerobotan Belanda.
8Matia Madjiah, Tantangan Dan …. p.32
49
Atas penunjukan Hatta itu, Dokter Eri Sudewo hanya
menjawab dengan dua patah kata yakni, “siap, bung” ia memang
tidak bisa berkata lain. Sebagai seorang militer ia tidak bisa
menolak tugas.
Alangkah mudahnya mengucapkan perkata “siap bung”,
padahal Eri Sudewo ini sebagai seorang yang berasal dari Jawa
Timur, boleh dikatakan buta mengenai daerah yang terletak di
ujung barat pulau Jawa itu. Keterangan-keterangan yang
diperolehnya kemudian, semua merupakan gambaran suram.
Banten merupakan daerah minus dan gudang malaria.
Penduduknya masih terbelakang dan sangat fanatic. Kekuatan
perjuangan terpecah belah dan ada pertentangan yang meruncing
antara badan-badan perjuangan dengan TNI. Senjata yang
dimiliki oleh brigade sangat minim. Tambahan pula, daerah itu
diblokade ketat oleh Belanda. Selain tu, untuk datang ke Banten
pun, bukan pekerjaan yang mudah. Tapi Eri Sudewo tidak
mundur. Sebagai seorang dokter ia pantang melakukan operasi
setengah-setengah. Ia segera melangkah. Perjalan menuju banten
ternyata merupakan perjuangan tersendiri karena semua pintu
50
masuk ke Banten dijaga ketat oleh Belanda.Namun Eri Sudewo
berhasil juga mencapai posnya yang baru.9
Sebagai orang baru, Eri Sudewo tidak bertindak gagabah.
Keadaan yang sebenarnya ternyata lebih buruk daripada
informasi yang telah diperolehnya., dan perlu segera dibenahi.
Maka setelah mempelajari situasi dan kondisinya, mengenal
medan dan orang-oranya, Eri Sudewo segera bertindak. Kekuatan
perjuangan yang terpecah belah segera di benahi. Semua unsur
perjuangan dipersatukan dalam sebuah wadah yang diberi nama
GERA (Gerakan Rakyat) dan ditempatkan di bawah komando
brigade. Dewan pertahanan Banten yang membeku, segera
diaktifkan kembali dengan menempatkan kolonel K.H Syam’un
sebagai pemimpinya.Ulama yang sangat besar pengaruhnya yakni
K.H Achmad Chatib yang menjabat sebagai Residen Banten,
segera dirangkul.Kedua tokoh ulama besar Banten itu (K.H
Syam’un dan K.H. Achmad Chatib) berarti juga merangkul
segenap masyarakat Banten yang ada di bawah pengaruh kedua
ulama besar tersebut. Dengan taktik merangkul tokoh-tokoh
9Matia Madjiah, Tantangan Dan ….p.33
51
masyarakat dan tokoh-tokoh perjuangan itulah, segenap unsur
perjuangan dan rakyat Banten dipersatukan di bawah komando
untuk melaksanakan perang semesta secara gerilya menghadapi
Belanda.Dengan taktik itu maka rakyat dan tentara
dimanunggalkan, digotongroyongkan untuk menghadapi musuh
bersama. Dengan taktik itu pula dalam waktu yang relative
singkat Eri Sudewo telah menjadi populer di kalangan ulama dan
jawara-jawara Banten.10
Ada faktor lain yang harus dipertimbangkan oleh Eri
Sudewo, yakni faktor pengalaman. Di Jawa Barat tempo hari
ketika menghadapi Aksi Militer I, Eri Sudewo, melihat bahwa
Belanda dengan perlengkapan yang lengkap dan modern dapat
melakukan pembantaian melalui serangan kilat yang mendadak
dan tidak terduga. Akibatnya pasukan kita banyak yang gugur,
banyak pula yang mengalami shock dan tertawan, dan pasukan
kita menjadi terpecah bela. Untuk memulihkan moril dan
mengatur mereka kembali, ternyata diperlukan waktu yang cukup
lama. Eri Sudewo berfikir keras agar hal seperti itu jangan sampai
10
Matia Madjiah, Tantangan .…. p.34
52
terjadi di Banten, sebab kalau terjadi, pasti akan sangat parah
akibatnya dan menyukarkan perjuangan selanjutnya.11
Untuk
menghindarkannya maka Eri Sudewo mengadakan persiapan fisik
dan mental. Para anggotanya di sadarkan bahwa Belanda suatu
ketika pasti akan menyerbu Banten. Tapi kita pasti dapat
mengahadapinya dan pasti dapat memperoleh kemenangan
dengan melaksanakan perang semesta secara gerilya, karena
daerah pedalaman Banten memang cocok untuk perang gerilya.
Tambahan pula, meskipun kita lemah dalam persenjataan,
namunkita memiliki kekuatan lain yang sangat dahsyat yakni
dukungan segenap rakyat. Justru itulah hal itulah yang tidak
dimiliki oleh Belanda.12
Di bidang militer, pada waktu yang bersamaan dikirim ke
Banten Letnan Colonel Soekanda Bratamenggala untuk
mengambil alih komando, menggantikan colonel K.H. Syam’un
yang semenjak bulan Januari tahun 1946 merangkap sebagai
Bupati Serang. Dalam rangka profesionalisasi, kaum ulama yang
menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan lambat laun
11
Matia Madjiah, Tantangan….. p.34 12
Matia Madjiah, Tantangan Dan ….p.35
53
dipindahkan ke instansi yang sesuai dengan bidang keahlian
mereka, yaitu di Jawatan Agama, Jawatan Penerangan, dan atau
di kantor Kabupaten untuk belajar administrasi
kepamongprajaan.13
B. Pemerintah Daerah Keresidenan Banten (Republic)
Dengan masuknya tentara Sekutu yang diwakili oleh
Inggris ke Indonesia, masuk pulalah tentara NICA (Nederlands
Indies Civil Administration), Badan Urusan Sipil Hindia Belanda
yang direncanakan akan menerima kembali kekuasaan sipil di
Indonesia dari tentara Inggris, dipimpin oleh Van Mooks dan Van
Der Plas. Pada tanggal 29 September 1945.Pasukan sekutu yang
ditugaskan untuk melucuti semua tentara Jepang di Asia
Tenggara hanya tersedia lebih kurang 8 atau 9 divisi. Dan yang
ke Indonesia terdiri dari 2 divisi, yaitu divisi 23 dan 26, untuk
Jawa dan Sumatra. Sehingga untuk menduduki beberapa
pelabuhan penting seperti: Medan, Palembang, Jakarta,
Semarang, Surabaya, dan Bandung. hanya dikirim 1 brigade saja,
13
Mufti ali, dkk, biografi K.H.Syam’un (1883-1949),
(Serang;Laboratorium Bantenologi, 2015). p.152
54
dipimpin oleh Jendral Critison. Bahkan untuk pendaratan di
Semarang dibentuk sesuatu pasukan darurat yang di ketuai oleh
Brigadier Artileri.14
Barangkali hal inilah yang menjadi salah satu sebab
mengapa pasukan Inggris tidak begitu memperhatikan perlakuan
curang tentara NICA. Dengan ikut sertanya tentara NICA dalam
pasukan sekutu itu membuat hampir di semua kota yang dikuasai
tentara Inggris selalu timbul kekacauan. Hal demikian memang
disengaja oleh tentara NICA, karena sebelum tentara sekutu itu
masuk ke suatu daerah, tentara KNIL, yang sudah dibebaskan dan
dipersenjatai kembali, mengadakan teror dan kekacauan di dalam
kota untuk memancing perlawanan dari pihak TKR dan barisan
pejuang rakyat. Selanjutnya, setelah terjadi kekacauan-kekacauan
pasukan sekutu dan NICA tampil dengan ultimatum supaya TKR
dan lascar rakyat segera meninggalkan kota. Bahkan dengan
adanya kekacaun itu NICA menuduh bahwa kekacauan itu
dilakukan oleh tentara RI. Van Mooks (yang tiba di Jakarta pada
tanggal 4 Oktober 1945) mengusulkan kepada pimpinan pasukan
14
Halwany Michrob dkk, Catatan Masalalu Banten ,
(Serang:Saudara,2011), p. 289.
55
Sekutu, Maountbatten dan Cristison, untuk mengambil tindakan
lebih keras kepada tentara Indonesia, yang katanya membuat
rakyat menjadi sengsara. Perlawanan di daerah, diijadikan alasan
oleh NICA untuk datang “mengamankan” daerah tersebut dan
kemudian menguasainya.15
Dilihat dari sisi sejarah, pihak Indonesia maupun pihak
Belanda menganggap Revolusi Nasional, sebagai suatu zaman
yang merupakan kelanjutan dari masa lampau. Tujuan Belanda
dalam Revolusi Nasional adalah menghancurkan sebuah Negara
dan memulihkan suatu rezim kolonial yang telah dibangun sejak
awal abad ke-17. Bagi para pemimpin Indonesia tujuannya adalah
melengkapi dan menyempurnakan proses penyatuan dan
kebangkitan nasional yang telah dimulai empat dasa warsa
sebelumnya.konflik Indonesia-Belanda pada masa Revolusi
Nasional merupakan usaha ketiga kalinya pihak Belanda
bermaksud menaklukkan Indonesia. Berbeda dengan usaha
sebelumnya, masalah yang dihadapi kini ialah menaklukkan
seluruh Nusantara sekaligus. Pada masa sebelumnya, per-lawanan
15
Halwany Michro dkk, Catatan Masalalu…..p.289.
56
rakyat yang timbul di suatu daerah selalu dapat dilokalisir,
sehingga tidak merembet ke daerah-daerah lain. Dari daerah-
daerah lain, pasukan bantuan dapat dikerahkan untuk menindas
perlawanan rakyat yang telah dilokalkan, hingga dapat ditumpas
dengan lebih mudah. Oleh karena itu, tentara Belanda yang
jumlahnya terbatas selalu dapat dipergunakan dengan lebih
efisien.16
Perhitungan ekonomis Belanda mengharuskan untuk
menyerang Republik secara militer.Biaya pemeliharaan suatu
pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu, merupakan
pemborosan keuangan yang serius dan tidak mungkin dipikul
oleh perekonomian Belanda yang hancur karena perang.Apabila
ingin mempertahankan pasukan ini, maka diperlu-kan pemasukan
keuangan yang hanya diperoleh dengan memanfaatkan komoditi
perdagangan Indonesia.Belanda belum siap untuk kembali ke
Indonesia dari tempat pengungsiannya yang aman di Australia
kepada kesulitan yang tidak dapat diatasinya.Berperang melawan
16
Ari Sapto, Perang, Militer Dan Masyarakat : Pemerintahan
Militer Pada Masa Revolusi Dan Pengaruhnya Pada Masa Kini, Sejarah Dan
Budaya, tahun ketujuh, (Juni 2013) p.20
57
rakyat Indonesia me-merlukan biaya yang besar.Kemampuan ini
tidak dipunyai ketika ke luar dari perang melawan Jepang.Uang
justru diharapkan Belanda dari mengekspor produk-produk
Indonesia ke pasar dunia.17
Apabila terjadi kebuntuan politik yang tidak dapat
diselesaikan dalam waktu dekat, Belanda akan dihadapkan pada
tiga kemungkinan, yaitu melupakan segala usaha untuk
memulihkan kekuasaannya kembali di Indonesia, meminta
bantuan luar negeri, atau melancarkan agresi militer. Pada
akhirnya kemungkinan ketiga menjadi pilihan, terbukti pada
bulan April – Mei 1947, Kepala Staf Umum Belanda, Mayor
Jenderal Buurman Van Vreden merencanakan dua metode
serangan untuk merebut dan menduduki kembali Jawa dan
Sumatera, yaitu:
Pertama, melancarkan gerak ofensif dengan menyerang
sasaran-sasaran terbatas untuk merebut dan menduduki wilayah
Jawa dan Sumatera yang mempunyai arti ekonomis yang penting.
Diharapkan tindakan tersebut akan menekan Republik Indonesia
17
Ari Sapto, Perang, Militer Dan Masyarakat ….p.20
58
untuk menerima tuntutan politik Belanda, sehingga Belanda
mendapatkan keuntungan-keuntungan ekonomis.
Kedua, melancarkan gerak ofensif umum untuk
melakukan algehele besetting, merebut dan menguasai seluruh
Pulau Jawa, menghancurkan kekuatan TNI, dan melikuidasi
Republik Indonesia.Setelah merebut Jawa, sebagian kekuatan
diarahkan ke Sumatera untuk merebut dan menguasai pulau
tersebut.18
Peranan pemimpin Banten dalam penyelesaian dalam
revolusi terutama menghadapi masa aksi militer Belanda kedua
sampai pada penyerahan kedaulatan. Aksi militer Belanda itu
dilancarkan pada tanggal 19 Desember 1948 sehinggga hampir
semua kota di Jawa dan Sumatra dapat dikuasai kembali oleh
Belanda, termasuk Yogyakarta. Bahkan di daerah bantenpun
dikuasainya seperti Tangerang dan Balaraja karena berdekatan
dengan Jakarta.19
18
Ari Sapto, Perang, Militer Dan Masyarakat…..p.20 19
Herman Fauzi Dkk, Banten : Dalam Peralihan Sebuah Konstruksi
Pemikiran Tentang Paradigm Baru Pembangunan Daerah, (Tangerang :
Nurros Pratama Putra), p.106
59
Untuk menghadapi kembalinya Belanda ke Indonesia,
pasukan perang direkrut dari kalangan rakyat biasa melalui
berbagai unit kelaskaran.Tidak adanya tradisi kemiliteran yang
apolis membuat para perwira didikan kedua tentara jajahan dan
pendudukan tersebut denganmudah menerima peran mereka
semasa revolusi. Khusus dengan berkaitan dengan kekuatan,
berbagai lascar, yang asal-usulnya dari rakyat, para perwira
tersebut mengambil posisi dan peran yang tidak memisahkan
kedudukan profesional kemiliteran mereka dengan kedudukan
social dan politik di tangah masyarakat. Namun dikalangan
perwira sendiri, tradisi ketentaraan yang mereka warisi dari
Belanda dan Jepang 20
berbeda. Perwira didikan Belanda diajari
tradisi bahwa tentara seharusnya secara politik bersikap netral,
sementara para perwira “nonprofessional” yang dilatih Jepang
menganggap tidak perlu dinas ketentaraan dari politik. Para
anggota laskar sendiri sering merupakan anggota partai atau
organisasi politik21
.
20
Ikrar Nusa Bhakti dkk, Tentara MendambaMitra : penelitian LIPI
tentang pasang surut keterlibatan ABRI dalam kehidupan kepartaian di
Indonesia,(Bandung, Mizan, 1999), p.56 21
Ikrar Nusa Bakti dkk, Tentara Mendamba Mitra…. p.57
60
C. Banten Menjadi Bagian Wilayah Republik Indonesia
Usaha-usaha dari kalangan yang pro-Belanda dan
kalangan yang tidak sejalan dengan kebijakan nasional
mengalami kegagalan, BPR yang diharapkan meneruskan 22
dan
meresmikan aspirasi kalangan pro-Belanda tidak memenuhi
harapan mereka.Kalangan yang tidak sejalan dengan kebijakn
Pemerintah Pusat pimpinan Chaerul Saleh dengan mudah dapat
dihancurkan oleh TNI.
Sementara itu, di tingkat nasional, usaha untuk
menyelesaikan permusuhan antara Indonesia dan Belanda terus
dilakukan melalui diplomasi. Di luar usaha politisi nasional,
agresi militer Belanda kedua juga menarik perhatian kalangan
internasional. Atas laporan komisi PBB di Indonesia, Dewan
Keamanan PBB segera bersidang hasilnya, pada tanggal 28
Januari 1949 dewan keamanan mengeluarkan sebuah resolusi
yang menganjurkan agar belan dan Indonesia segera
menghentikan permusuhan. Petunjuk-petunjuk yang berkaitan
dengan resolusi itu dikeluarkan pada tangggal 23 Maret
22
,Soharto, “Banten Masa Revolusi …. p. 242
61
1949.Akibat ancaman Amerika Serikat agar mencabut bantuan
Marschal Plane yang tengah diberikan, akhirnya Belanda
memenuhi resolusi itu.23
Dalam rangka memenuhi resolusi itu, belanda
mengadakan pendekatan-pendekatan politik dengan pihak
Indonesia. Akhirnya diadakan persetujuan Roem Van Royen
yang menghasilkan Roem-Royen Statements. Kesepakatan-
kesepakatan dalam persetujuan itu antara lain (1) Pemerintah RI
akan menghentikan perang gerilya;(2)Pemerintah RI akan turut
serta dalam KMB di Den Hag; (3) pemerintah Belanda
menyetujui kembalinya pemerintah RI di Yogyakarta; (4)
pemerintah Belanda menyetujui adanya Negara RI sebagai salah
satu Negara dalam NIS; dan (5) pemerintah Belanda berusaha
agar KMB segera diselenggarakan setellah pemerintah RI
kembali ke Yogyakarta.24
Sebagai tindak lanjut persetujuan Roem Royen, tanggal
10 Agustus 1949 dilaksanakan gencatan senjata antara Indonesia
dengan belanda, serta pada tanggal 23 Agustus 1949 dimulai
23
Soharto, “Banten Masa Revolusi …. p.243 24
Soharto, “Banten Masa Revolusi ….p.243.
62
KMB di Den Haag yang dihadiri juga oleh Wakil United Nation
Cimmision For Indonesia (UNCI). Dalam pembentukan NIS, di
Scheveningen, pada akhir bulan Oktober 1949 ditandatangani
piagam persetujuan tentanngb konstitusi RIS. Konferensi
akhirnya ditutup pada tanggal 2 November 1949 yang
menghasilkan sejumbah rancangan persetujuan yang akan
disahkkan di dalam waktu enam minggu sesudah konferensi
berakhir.
Dalam Rancangan Piagam Penyerahan Kedaulatan, Pasal
1 dinyatakan “(1) kerajaan belanda menyerahkan kedaulatan atas
Indonesia yang sepenuhnya kepada RIS tanpa syarat yang tidak
dapat dicabut, dank arena itu mengakui RIS sebagai Negara yang
merdeka dan berdaulat; (2) RIS menerima kedaulatan itu atas
dasar ketentuan-ketentuan pada konstitusinya dan rancangan itu
telah dipermaklumkan kepda Kerajaan Belanda; (3) kedaulatan
Indonesia diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30
Desember 1949.
63
Hasil-hasil KMB pada awal bulan Desember 1949
diajukan ke KNIP untuk diratifikasi.25
Sidang pleno lembaga itu
menerima hasil-hasil konferensi dengan suara 226 setuju dan 62
menolak. Selanjutnya, setelah UUD sementara RIS
ditandatangani pada pertengahan bulan Desember, dipilih
Presiden RIS, dan selanjutnya dibentuk cabinet RIS di bawah
pimpinan Mohammad Hatta.Tanggal 23 Desember delegasi RIS
di bawah pimpinan Mohammad Hatta berangkat ke Nederland
untuk menandatangani akte penyerahan kedaulatan, pada tanggal
27 Desember upacara penandatangan naskah penyerahan
dilaksanakan di Amsterdam. Ratu Kerajaan Belanda, Juliana,
Perdana Menteri dan Menteri Seberang Lautan di pihak Belanda
dan Ketua Delegasi Indonesia Mohammad Hatta membubuhkan
tandatangannya. Hal serupa dilakukan juga di Jakarta. Pada
kesempatan itu, pihak Indonesia diwakili oleh sri sultan
hamengku buwana IX dan pihak belanda diwakili oleh A.H.J.
Lovink. Esok harinya, tanggal 28 Desember 1949, Presiden
bersama pemerintah RIS hijrah dari Yogyakarta ke Jakarta.
25
Soharto, “Banten MasaRevolusi,….. p. 244
64
Apa yang terjadi di tingkat nasional dilaksanakan di
tinngkat daerah. Daerah-daerah RI menurut batas-batas
sebagaimana disebutkan dalam perjanjian renville secara
berangsur-angsur di kembalikan. Daerah yang tidak termasuk
dalam suatu Negara bagian, seperti Banten, diserahkan kepada
RI26
26
Suharto, “Banten Masa Revolusi,…. p. 245