bab iii keadaan masyarakat pasca konflik poso dan...

40
35 BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN NILAI-NILAI MENGENAI SINTUWU MAROSO Kerusuhan dan konflik di Poso yang terjadi pada kurun waktu 1998-2005 telah menjadi sebuah tragedi yang mengakibatkan suasanan anomi. 1 Masyarakat terpecah ke dalam kelompok-kelompok suku dan agama yang bertikai atas nama identitasnya masing- masing. Konflik yang terjadi membawa perubahan sosial dan kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari baik ketika konflik itu sedang terjadi maupun pasca konflik. Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial (masyarakat) dan kebudayaan itu adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri. Bahkan jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi mengenai perubahan mayarakat dan kebudayaan itu, maka suatu hal yang paling baik dilakukan adalah mencoba mengungkap semua kejadian yang pernah terjadi di tengah- tengah masyarakat itu sendiri. A. Gambaran Umum Kabupaten Poso dan Lokasi Penelitian Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak di wilayah Sulawesi Tengah, 2 yang membentang dari arah Tenggara ke Barat Daya dan melebar dari arah Barat ke Timur. Secara geografis, letak wilayah Kabupaten Poso persis di antara teluk tomini dan teluk Tolo. Wilayah itu memanjang dari barat ke timur pada titik koordinat 01° 06’ 44” - 2° 12’ 53” LS dan 120° 05’ 09” - 122° 52’ 04” BT. Pusat pemerintahan 1 Anomi adalah keadaan masyarakat yang di tandai oleh kekacauan norma-norma yang mengatur interaksi sosial. Nicholas Abercrombie (rt.al), Kamus Sosiologi. Diterjemahkan oleh Dessy Noviyani dkk.( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 24-25. Lihat juga Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial Dan Rekontruksi identitas Pasca Konflik Poso: Studi Sosiologis terhadap Gerakan Jemaat Elim Salon Kele’I di Poso. (Salatiga: Satya Wacana University PREES, 2014), 1. 2 Selain Kabupaten Poso, terdapat juga Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi mouton, Kabupaten sigi, Kabupaten Toli-toli, Kabupaten BUol, Kabupaten Luwuk, Kabupaten Banggai, Kabupaten Morowali, Kabupaten Touna, dan Kotamadya Palu

Upload: buithuan

Post on 07-Apr-2019

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

35

BAB III

KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO

DAN NILAI-NILAI MENGENAI SINTUWU MAROSO

Kerusuhan dan konflik di Poso yang terjadi pada kurun waktu 1998-2005 telah

menjadi sebuah tragedi yang mengakibatkan suasanan anomi.1 Masyarakat terpecah ke

dalam kelompok-kelompok suku dan agama yang bertikai atas nama identitasnya masing-

masing. Konflik yang terjadi membawa perubahan sosial dan kebudayaan dalam

kehidupan sehari-hari baik ketika konflik itu sedang terjadi maupun pasca konflik. Cara

yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial (masyarakat) dan kebudayaan itu

adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi di dalam

masyarakat itu sendiri. Bahkan jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi

mengenai perubahan mayarakat dan kebudayaan itu, maka suatu hal yang paling baik

dilakukan adalah mencoba mengungkap semua kejadian yang pernah terjadi di tengah-

tengah masyarakat itu sendiri.

A. Gambaran Umum Kabupaten Poso dan Lokasi Penelitian

Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak di wilayah Sulawesi

Tengah,2 yang membentang dari arah Tenggara ke Barat Daya dan melebar dari arah

Barat ke Timur. Secara geografis, letak wilayah Kabupaten Poso persis di antara teluk

tomini dan teluk Tolo. Wilayah itu memanjang dari barat ke timur pada titik koordinat

01° 06’ 44” - 2° 12’ 53” LS dan 120° 05’ 09” - 122° 52’ 04” BT. Pusat pemerintahan

1 Anomi adalah keadaan masyarakat yang di tandai oleh kekacauan norma-norma yang mengatur

interaksi sosial. Nicholas Abercrombie (rt.al), Kamus Sosiologi. Diterjemahkan oleh Dessy Noviyani dkk.(

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 24-25. Lihat juga Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial Dan

Rekontruksi identitas Pasca Konflik Poso: Studi Sosiologis terhadap Gerakan Jemaat Elim Salon Kele’I di

Poso. (Salatiga: Satya Wacana University PREES, 2014), 1. 2 Selain Kabupaten Poso, terdapat juga Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi mouton,

Kabupaten sigi, Kabupaten Toli-toli, Kabupaten BUol, Kabupaten Luwuk, Kabupaten Banggai, Kabupaten

Morowali, Kabupaten Touna, dan Kotamadya Palu

Page 2: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

36

Kabupaten Poso terletak di kecamatan Poso kota. Kabupaten Poso terletak di provinsi

Sulawesi Tengah dengan luas 8.712,25 km² atau 12,81 persen dari luas daratan Provinsi

Sulawesi tengah. Secara administrative di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten

Parimo, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Luwuk Utara, di sebelah barat

berbatasan dengan Kabupaten Sigi, dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Morowali. 3

Kabupaten Poso memiliki 17 wilayah kecamatan, dan salah satunya adalah

wilayah Kecamatan Pamona Puselemba. Kecamatan Pamona Puselemba terdiri dari 3

Kelurahan, dan 7 desa yaitu: Kelurahan Tentena, Kelurahan Pamona, Kelurahan Sangele,

Desa Tunusu, Desa Leboni, Desa Mayakeli, Desa Soe, Desa Buyumpondoli, Desa

Peura,dan Desa Dulumai.

Kelurahan Pamona sebagai lokasi penelitian adalah salah satu wilayah

pemerintahan yang terdapat di kecamatan Pamona Puselemba, dengan jumlah kepala

keluarga 1229 KK, jumlah laki-laki 2.654 orang, dan jumlah perempuan 2.615 orang.

Kelurahan Pamona memiliki luas 100 ha, dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah

utara berbatasan dengan Kelurahan Petirodongi. Sebelah Selatan berbatasan dengan

danau Poso. Sebelah Timur berbatasan dengan sungai Poso. Sebelah Barat berbatasan

dengan desa Buyupondoli., jarak tempuh menuju ke ibu kota Kabupaten ± 56 Km.

Penelitian ini hanya dari perspektif kristen saja sehingga fokus pada lokasi

penelitian terdapat di dua Jemaat di kelurahan Pamona yaitu Jemaat GKST Mizpa

Kajuawu dan Jemaat GKST Kayamanya.

3 http:posokab.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=1; Internet; dikunjungi tanggal 15 Agustus

2014.

Page 3: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

37

1. Latar belakang berdirinya Jemaat Mizpa Kajuawu

Jemaaat Mizpa Kajuawu merupakan salah satu jemaat yang terdaftar pada Gereja

Kristen Sulawasi Tengah ( GKST). Jemaat Mizpa Kajuawu berada di daerah Palapa yang

dapat di tempuh dari dua arah, yakni : dari sebelah timur kelurahan Pamona ± 1 Km, dan

sebelah selatan kelurahan Pamona jalan Dian Wacana ± 1 Km.

Berdirinya jemaat Mizpa Kajuawu berawal dari peristiwa kerusuhan Poso kedua

bulan Mei tahun 2000. Awalnya jemaat Mizpa Kajuawu adalah jemaat Mizpa Batigencu,

Klasis lage, kecamatan Lage-Tojo, Kabupaten Poso. Pada Peristiwa kerusuhan Poso jilid

II ini terjadi pengungsian dari seluruh warga jemaat Mizpa Batigencu menuju ke daerah

Tentena dan bermukim di tempat tinggal sementara yaitu lokasi Festiwal Danau Poso

(FDP) berserta jemaat pengungsi dari daerah lainnya. Jumlah kepala keluarga jemaat

Mizpa Bategencu saat itu adalah 98 kepala keluarga dengan 411 jiwa.4

Pada tahun 2008 pemerintahan Poso dalam programnya pemberian bantuan

perumahan yang disebut rumah tinggal sementara (RTS) agar masyarakat pengungsi

kerusuhan Poso yang mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak dan memulai

kehidupan yang baru. Jemaat Mizpa Batigencu mengambil lokasi baru untuk

pembangunan tempat tinggal di daerah Palapa yang dikenal dengan Kajuawu kelurahan

Pamona, sampai sekarang.

Kepindahan jemaat di Kajuawu ternyata tidak diikuti oleh seluruh jemaat

Bategencu yang mengungsi di daerah FDP hal ini di sebabkan sebagaian besar kepala

keluarga memilih kembali ke kampung Bategencu dengan alasan keadaan Poso sudah

mulai kondusif dan masih adanya lahan pertanian, perkebunan, kelapa, dan lain-lain

4Wawancara Bapak Y. Garaga, pada tanggal 8 Januari 2014.

Page 4: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

38

walaupun harus membangun tempat kediaman dari awal lagi karena habis terbakar akibat

konflik Poso. Sementara itu warga jemaat Mizpa Bategencu yang memilih untuk pindah

dan menetap di Kajuawu masing-masing membeli sebidang tanah untuk lokasi

pembangunan tempat tinggal. Jumlah kepala keluarga yang memilih menetap di Kajuawu

sekitar 14 Kepala keluarga. Pada bulan November 2012 melalui Sidang Sinode jemaat

Mizpa Bategencu berganti nama dan di sahkan menjadi Jemaat mizpa Kajuawu.

Anggota Jemaat mizpa Kajuawu yang memilih menetap di kajuawu dan tidak

kembali lagi ke kampung halaman dikarenakan sebagaian besar masih adanya faktor

ketakutan hal ini didasari karena masih adanya terdengar penembakan dan pembunuhan

yang terjadi di Poso apalagi dilihat dari letak geografis dari Desa Bategencu di mana

berada di antara Desa yang mayoritas Muslim.5 Faktor yang lain adalah di dasarkan

karena sebagaian jemaat sudah mempunyai pekerjaan jika harus kembali maka akan

membangun lagi dari awal dan sudah merasa nyamannya tinggal di Kajuawu. Walaupun

sebenarnya di desa Batigencu mereka masih mempunyai lahan pertanian, akan tetapi di

serahkan kepada saudara yang berada di Desa Bategencu untuk mengolahnya.6

2. Latar belakang berdirinya Jemaat GKST Kayamanya

Jemaat Imanuel Poso adalah salah satu dari 16 jemaat Gereja Kristen Sulawesi

Tengah wilayah klasis Poso kota. Jemaat Imanuel Poso yang pada sampai pada tahun

1991 bernama jemaat Imanuel Kayamanya. Kelurahan Kayamanya adalah kelurahan

terpadat di Kabupaten Poso dan penduduknya mayoritas non Kristen sedangkan warga

kristiani hanya sekitar 15% yang terkonsentrasi di wilayah Kayamanya atas.

5 Wawancara Ibu A. Mosipatu, pada tanggal 9 Januari 2014.

6 Wawancara Bapak L. Poraju, pada tanggal 11 Januari 2014.

Page 5: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

39

Jemaat imanuel kayamanya mengalami konflik Poso secara langsung. Pada

peristiwa konflik jilid I sebagian warga mengungsi tapi setelah kondisi mulai aman,

kembali ke rumah masing-masing. Pada peristiwa konflik jilid II warga jemat sebagian

kembali mengungsi tapi sebagian jemaaat beranggapan bahwa kondisi akan kembali

aman sehingga merasa tidak perlu mengungsi walaupun mendapat teror sana-sini. Pada

peristiwa konflik jilid III yang terjadi secara mendadak, lebih berbahaya dan lebih

mengancam nyawa sehingga terjadi pengungsian secara besar-besaran yang tersebar di

beberapa wilayah di Kabupaten Poso dan warga jemaat yang masih ada menyelamatkan

diri dengan cara melintasi hutan. Secara umum pengungsi dari desa kayamanya di

evakuasi ke Tentena yang jaraknya 56 Km dari kota Poso. Dampak kongkrit dari

peristiwa kerusuhan Poso antara lain :

1. Gereja Imanuel Poso dibakar termasuk peralatannya.

2. Seluruh warga jemaat kehilangan rumah/habis dibakar

3. Hampir semua warga jemaat kehilangan harta benda/dijarah

4. Seluruh jemaat kehilangan kesempatan untuk menikmati hasil kebun sendiri.

5. Sebagian warga jamaat kehilangan lapangan pekerjaan.

6. Beberapa warga jemaat kehilangan nyawa.7

Pada akhir bulan Mei tahun 2000 sebagian warga jemaat berdomisili di tempat

pengungsian di festival danau Poso (FDP) Tentena. Setelah kurang lebih 7 bulan di FDP,

majelis sinode GKST meminjamkan lahan milik gereja dalam jangka waktu 3 tahun yakni

eks lapangan terbang Tentena (Later). Sejak bulan Januari 2001 warga jemaat yang

7 Sumber, Dokumen Sekretariat Jemaat GKST Imanuel Kayamanya.

Page 6: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

40

kurang lebih dari 140 kepala keluarga berangsur-angsur pindah ke lokasi tersebut

sementara sebagian warga jemaat masih menumpang di rumah keluarga atau kenalan

dekat sedangkan warga jemaat lain meminjam lahan penduduk setempat kemudian

membangun di sekitar lokasi ataupun mencari rumah kontrakan yang relatif murah.

Pada tahun 2003, memasuki tahun ketiga bermukim di lahan pinjaman dan

menjelang berakhirnya masa peminjaman pada tanggal 1 januari 2004, warga jemaat

mengambil alternatif untuk mencari lokasi baru yang dapat menjadi hak milik masing-

masing keluarga akan tetapi karena belum menemukan lokasi baru tersebut warga jemaat

masih berdomisi di Later sampai tahun 2008 dan mempersiapkan lahan di Kajuawu. Di

antara tahun 2008-2009 sebagaian warga jemaat pindah dan berdomisi di Kajuawu

sementara sebagian warga jemaat sudah menetap dan berdomisi di Later sampai

sekarang.8

Warga jemaat Kayamanya adalah salah satu jemaat yang keseluruhan anggotanya

tidak lagi kembali ke kampung halaman di Kayamanya. Hal ini di sebabkan masih

adanya ketakutan untuk kembali karena desa Kayamanya yang telah dihuni oleh

mayoritas masyarakat Muslim sehingga hampil seluruh aset dari warga jemaat yang

berada di kampung telah di jual.9

B. Penyebab Konflik

Salah satu dampak yang sangat krusial pasca terjadinya reformasi mei 1998 di

Indonesia adalah bertiup kencangnya topan kebebasan. Kebebasan ini tidak sekedar

merupakan tetesan dari rasa yang terpendam selama 32 tahun masa kekuasaan pemerintah

Orde baru, tetapi juga merupakan akumulasi dari ketidakpuasan terhadap era sebelumnya.

8 Wawancara FGD pada tanggal 19 Januari 2014.

9 Wawancara dengan Bapak A.Ganago pada tanggal 14 Januari 2014.

Page 7: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

41

Yang lebih parah lagi adalah kran kebebasan cenderung kearah terjadinya diintegrasi

bangsa yang sudah puluhan tahun dianyam dan direkatkan dalam bingkai Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).10

Cobaan terhadap keutuhan NKRI tersebut bagaikan bola salju pada sisi awalnya –

enam bulan setelahnya – reformasi, tepatnya 24 Desember 1998, yakni dengan pecahnya

konflik Poso yang kemudian disebut dengan tahapan jilid 1 yang kemudian disusul

dengan konflik jilid II dan jilid III. Konflik Poso merupakan ‘musibah’ demokrasi

berlatar belakang konflik struktural yang menyeret anak bangsa berbeda agama di

eksploitasi untuk kepentingan kekuasaan. Konflik ini berawal dari pertarungan elit lokal

yang menjual isu-isu demokrasi dan sentiment agama, sehingga masyarakat Poso yang

dahulunya hidup rukun, dan berdampingan bahkan di antara mereka bertalian

darah/bersaudara, terpaksa dipisahkan atas nama perebutan kekuasaan. Untuk

kepentingan lain mereka terpaksa saling bunuh dan membantai satu sama lain. Hubungan-

hubungan sosial antar masyarakat yang dahulunya ramah berubah menjadi beringas dan

ganas. Nilai-nilai hidup komunal yang menekankan toleransi dan kerjasama tertelan oleh

sentimen-sentimen primordialisme. Kecenderungan ini telah memberi andil dalam

hancurnya struktur sosial masyarakat Poso. Masyarakat Poso yang dibesarkan dalam

kultur persahabatan, perdamaian dan cinta kasih berubah seketika menjadi masyarakat

yang sarat dengan benih kebencian, permusuhan, dan balas dendam. Modal sosial dan

kearifan lokal yang disemboyangkan dengan ungkapan sintuwu maroso yang artinya

hidup untuk saling menghidupkan dalam satu kebersamaan tercabik dan robek.11

Sintuwu

10

Hasrullah, Dendam Konflik Poso: Konflik Poso dari Perspektif Komunikasi Politik (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2009). 11

Ade Alawi dkk, Kabar Dari Poso: Menggagas Jurnalisme Damai (Jakarta: LSPP, Kedubes

Inggris, 2001), 58.

Page 8: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

42

maroso yang mempersatukan masyarakat Poso yang memiliki keberagaman suku dan

agama berubah menjadi fanatisme kelompok.12

Konflik Poso pada awalnya sangat berkaitan dengan kompetisi elite lokal. Saat

konflik Poso meletus pada pertama kalinya akhir Desember 1998 bertepatan dengan

situasi politik sudah mulai memanas terhadap permasalahan pemilihan bupati Poso dan

pejabat-pejabat lain, dimana setelah reformasi dalam demokrasi terbuka menjadi “the

winner takes all”. Sehingga para elite lokal bersaing untuk mendapat jabatan dalam

pemerintahan yang dapat mewakili komunitasnya atau agama tertentu baik itu Kristen

maupun Islam, pihak yang kalah tidak menerimanya, sehingga menimbulkan kekecewaan

karena tidak mendapatkan ‘kue kekuasaan’. Lebih spesifik lagi, ada kelompok elit agama

tertentu karena tidak puas terhadap power sharing dalam perebutan jabatan dan kekuasan

di Poso lalu mengaitkan kekalahan tersebut dengan masalah agama. Dari keyataan ini

jelas sekali bahwa yang berkonflik di Poso bukanlah rakyat biasa melainkan elit politik

lokal atau struktural yang bermain dan memperebutkan kekuasaan. Jadi konflik Poso

awalnya bukan konflik kriminal yaitu perkelahian antara dua pemuda yang berlainan

agama di akhir Desember 1998, melainkan konflik elite. Konflik kriminal hanya sebagai

pemicu untuk mengawali konflik politik yang telah diskenariokan.

Selain konflik politik, faktor ekonomi juga turut andil memperbesar konflik.

Kemajuan pembangunan infrastruktur di Sulawesi tengah, disisi lain dapat meningkatkan

sektor perekonomian, tetapi juga membuat kondisi perbandingan Kristen–Islam tambah

bergeser. Hal ini disebabkan dengan masuknya transmigrasi dari berbagai wilayah

Indonesia ke Sulawesi tengah. Sebagaimana misalnya para pribumi menjual tanahnya

kepada pendatang. Setelah tanah itu dijual, tanah digarap menjadi perkebunan coklat dan

hasilnya memberi manfaat besar kepada pendatang. Keberhasilan pendatang ini,

12

Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial…, 1

Page 9: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

43

mengundang kecemburuan dan hal tersebut merupakan benih-benih konflik laten,

sehingga pribumi menganggap dirinya tergusur dari negerinya sendiri. Sementara itu

transmigrasi membawa keragaman budaya di Sulawesi tengah.

Streotipe pribumi dan pendatang memiliki nilai eksplisit di masyarakat. Jika

dilihat dari faktor budaya di Poso antara Islam-Kristen tidak ada permasalahan tetapi

perlu diperhatikan bagaimana Kristen pendatang dan Islam pendatang dapat

menyesuaikan diri dengan dengan budaya yang telah ada sebelumnya. Dari hal ini dapat

ditangkap bahwa Islam-Kristen yang asli atau sebagai pribumi, sebenarnya mereka hidup

berdampingan dan saling menghargai. Lain halnya dengan pendatang, baik pihak Islam-

Kristen mereka selalu mengusung budaya masing-masing saat berinteraksi dengan

penduduk pribumi akibat lain dari dinamika migrasi yang di alami daerah Poso selain

berpengaruh terhadap budaya juga terhadap agama dan etnik hal ini menunjuk bahwa ada

pembagian tata ruang yang tidak terintegrasi dengan penduduk setempat, sehingga

pendatang diaggap eklusif dan terkotak-kotak berdasarkan etnik dan agama. Misalnya ada

daerah yang hanya mayoritasnya beragama Muslim dan hanya berasal dari satu etnik.

Sebaliknya daerah lain adalah penduduk pribumi dan beragama Kristen terkotak-

kotaknya wilayah berdasarkan suku dan agama menyebabkan potensi konflik muncul

karena tidak terjadi akulturasi antara pribumi dengan pendatang.

Faktor lain yang membuat pecahnya konflik Poso adalah dipicu oleh pemberitaan

media massa yang membesar-besarkan hal-hal sensitif, berupa pertentangan antar agama.

Pemberitaan media media massa yang tidak sesuai fakta di lapangan menyebabkan kedua

kelompok dominan di Poso tidak bisa mengelak dari konflik horizontal dan juga selama

berlangsung konflik penyesatan dan desepsi informasi yang dilakukan oleh pihak-pihak

tertentu baik dari Islam dan Kristen.

Page 10: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

44

Melihat kenyataan di atas dapat dikatakan konflik Poso bukan karena agama

melainkan agama dijadikan kendaraan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Akan

tetapi tidak dapat disangkali pula jika opini lain yang berkembang bahwa, konflik Poso

adalah pada dasarnya konflik agama. Hal tersebut dapat dibenarkan karena simbol-simbol

keagamaan menjadi “labeling” konflik. Seperti simbol kelompok putih, yang berarti

kelompok Islam; kelompok merah adalah kelompok Kristen. Genderang perang makin

nyata setelah bahasa sakral dikumandangkan dalam pertempuran. Salah satu bahasa yang

sakral dalam penyerangan atau pun konflik adalah penyebutan nama Tuhan berupa:

mengunakan simbol agama dalam konflik, yaitu: Haleluya dan Allahu Akbar yang

sasarannya jelas yaitu membunuh dan rumah ibadah.

Berdasarkan realitas diatas jelaslah bahwa penyebab konflik Poso berangkat dari

konflik struktural yaitu tidak lain mengenai perebutan kekuasaan yang dapat

menghasilkan suatu bentuk power sharing di antara elit lokal dan berkembang menjadi

konflik yang bernuansa kriminal, walaupun dianggap sebagai pemicu belaka dalam

konflik-konflik berikutnya kemudian mampu membagun konflik baru yang bernuansa

agama yaitu konflik antara Islam versus Kristen. Konflik inilah yang lebih menonjol ke

permukaan. 13

C. Penyelesaian Konflik Poso14

a. Rujuk Sintuwu Maroso, 22 Agustus 2000

Berdasarkan catatan PRKP-Poso (2000), kegiatan ini diprakarsai oleh pemerintah

Kabupaten Poso, dengan mengundang tokoh-tokoh adat 14 kecamatan yang mewakili

13

Hasrullah, Dendam Konflik Poso…, 78-176. 14

Penyelesaian konflik Poso yang dijabarkan disini hanyalah penanganan dari pemerintah

Kabupaten Poso dan Pemerintah Pusat. Penyelesaian konflik Poso dari pihak-pihak lain diluar pemerintah

tidak dijabarkan.

Page 11: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

45

suku asli. Dalam kegiatan yang dihadiri oleh Presiden Abdurrahman Wahid itu, tokoh

yang ikut membubuhkan tanda tangan kesepakatan yaitu, A. Tobondo (Majelis Adat

Kabupaten Poso), Pdt. YH. Tancu (Kecamatan Pamona Utara), Y. Pandoli (Kecamatan

Pamona Selatan), Usri Abd. Rauf (Kecamatan Ampana Kota), Djamun (Kecamatan

Ampana Tete), T. Kareba (Kecamatan Lore Utara), T. Tolia (kecamatan Lore Selatan), B.

Panate (kecamatan Poso Pesisir), Sugiono (Kecamatan Poso Kota), Sangkoli Timpu

(Kecamatan Ulu Bongka), LL Latoale (Kecamatan Walea Kepulauan), Sofyan Abdullah

(Kecamatan Unauna), dan DA Lempadeli Bsc (Kecamatan Lage). Turut hadir dalam

perhelatan adat itu, adalah Widodo AS, Kapolri Rusdihardjo, Menteri Dalam Negeri

Suryadi Sudirdja, dan Menteri Agama Tolchah Hasan.

Dihadapan Presiden Abdurrahman Wahid, tokoh adat A. Tobondo membacakan

lima butir Rujuk Sintuwu Maroso. Pertama, mendukung Rujuk Sintuwu Maroso, yang

dilaksanakan di Kabupaten Poso. Kedua, seluruh masyarakat Kabupaten Poso, ikut

bertanggung jawab untuk menciptakan keadaan atas dasar perdamaian, kekeluargaan,

demi kepentingan bangsa dan negara. Ketiga, tetap menjadikan sintuwu maroso sebagai

ikatan moral, kesatuan dan persatuan serta kekeluargaan dari seluruh rakyat Poso dan

bahwa kesepakatan ini adalah awal dari upaya menuju Rujuk Sintuwu Maroso yang

dikaitkan dengan adat istiadat. Keempat, mendukung upaya penegakan supremasi hukum

dalam menyelesaiakan kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Poso dan terhadap oknum-

oknum yang terbukti melakukan tindak pidana tetap ditindak secara hukum demi

tegaknya kebenaran, keadilan, dan ketertiban dalam masyarakat. Kelima, apabila

kesepakatan tersebut telah ditandatangani terjadi keıusuhan oleh elompok manapun, maka

kelompok tersebut akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.15

15

Ibid.

Page 12: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

46

Dalam perspektif budaya Poso, perhelatan Rujukan Sintuwu Maroso sebenarnya

telah menerapkan salah satu bentuk perdamaian secara simbolis, yang dikenal dengan

istilah Motambu Tana.16

Kegiatan ini dilakukan dengan cara memotong seekor kerbau,

setelah itu kepala kerbau ditanàm. Prosesi perdamaian secara adat ini dimaksudkan untuk

mengubur masa lalu, dengan catatan setelah kepala kerbau ditanam di dalam tanah, semua

pihak yang terlibat konflik sebelumnya tak bisa lagi diungkit-ungkit.17

b. Deklarasi Malino, 20 Desember 2001

Berbeda dengan upaya perdamaian yang dilakukan pemeıintah daerah, Deklarasi

Malino mengunakan pendekatan agama. Upaya damai dalam Deklarasi Malino yang

melíbatkan 48 orang itu diinisiasi oleh pemerintah pusat. Pada saat itu ada angapan bahwa

perundingan harus dilakukan karena konflik Poso yang berawal pada tahun 1998

mengakibatkan semua pihak yang beragama Islam maupun yang beragama Kristen

masing-masing merasa tertindas dan merasa kalah. Deklarasi Malino dihadiri 25 orang

Islam dan 23 orang Kristen. Secara keseluruhan pertemuan berlangsung selama empat

kali, yakni pertama, 5 Desember 2001 di Poso dan Tentena. Kedua, 14 Desember 2001 di

Makasar. Ketiga, 19 Desember 2001 di Malino. Dan keempat, 20 Desember 2001 di

Malino. Dalam Deklarasi Malino terdapat prestasi yang dapat dikatakan menjadi

indikator rekonsiliasi yang baik, salah satunya adalah penyerahan senjata rakitan dari

masyarakat secara sukarela. Inisiatif yang muncul dari masyarakat itu terjadi di beberapa

desa antara lain, Lawanga dan Pandiri pada tanggal 1 Januari 2002.18

16

Istilah Motambu tana ini dilakukan ketika ada sebuah peristiwa yang memalukan atau

bencanayang melanda, sebuah Wilayah, maka digelarlah motambu tana. Jadi itu merupakan sumpah bagi

masyarakat. 17

Ibid., 236-237. 18

Ibid., 239-242.

Page 13: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

47

c. Aliansi Kemanusiaan, Maret 2005

Nama Aliansi Kemanusiaan mulai terdengar pada pertengahan tahun 2005. Saat

itu, Badan Intelejen Nasional (BIN) menggagas pertemuan dua tokoh kharismatik yang

ada di Poso, yakni, H. Adnan Arshal, dan Pdt. Rinaldy Damanik. Bagi masyarakat

Kabupaten Poso, nama kedua tokoh ini tidak asing lagi. Dalam perkembangannya

kemudian, berdasarkan catatan PRKP-Poso (2000), kedua tokoh ini memperlihatkan

kemajuan yang cukup berarti. Ini bisa dilihat dan semakin intensnya pertemuan yang

digelar dengan melibatkan konstituen masing-masing. Dalam sebuah pertemuan, baik

Adnan Arshal maupun Pdt. Rinaldy Damanik mengakui, sering melakukan komunikasi

dengan baik. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendorong proses perdamaian

adalah dengan membentuk sebuah lembaga yang diberi nama dengan Aliansi

Kemanusiaan. Para pengurusnya terdiri dari beberapa orang presidium, yang diambil dari

kedua komunitas. Aliansi kemanusiaan memperjuangkan terbentuknya Tim Gabungan

Pencari Fakta (TGPF). Dalam sebuah pertemuan di kantor PRKP, pengurus secara tegas

menyatakan pentingnya dibentuk TGPF untuk mengungkap kebenaran di Poso.19

D. Dampak Konflik Sampai Sekarang

Konflik Poso mulai mereda pada tahun 2003 menyusul dilakukannya perjanjian

Malino untuk Poso pada tanggal 20 Desember 2001 di Malino Sulawesi Selatan yang

merupakan wujud keinginan kelompok yang bertikai antara kelompok Islam dan Kristen

untuk mengakhiri koflik. Dalam perjanjian Malino tersebut melahirkan “Deklarasi

Malino untuk Poso” mengikat agar kelompok yang bertikai dapat mengakhiri segala

konflik dan perselisihan. Semenjak kesepakatan perdamaian disepakati, realitas di

lapangan masih tetap ada gejolak dalam masyarakat. Dari beberapa peristiwa mulai dari

19

Ibid., 242.

Page 14: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

48

penembakan mesterius, pengeboman, penculikan pasca Deklarasi Malino tetap

berlangsung walaupun konflik horizontal terjadi dalam skala yang kecil. Hanya saja,

realitas konflik yang muncul dipermukaan cenderung beraroma konflik Agama. Hal ini

terlihat pada tempat dan korban dari pengeboman, penembakan, dan penculikan,

korbannya adalah berasal dari kelompok agama tertentu. Kemudian dari segi konteks

waktu peristiwa konflik itu terjadi biasanya mengambil momen waktu keagamaan.

Misalnya, bulan suci Ramadan, hari Natal, dan Tahun Baru.

Konflik Poso telah menyajikan sebuah realitas kehidupan antar antar manusia

yang diperhadapkan pada kerusakan fisik, mental dan sehingga pengaruh konflik sampai

saat ini masih sangat terasa karena yang ada di sana masih ada sakit hati, benci, trauma

dan sebagainya oleh para korban baik secara langsung maupun tidak langsung dari

konflik sehingga keadaan ini berdampak pada hubungan interaksi sosial antar kedua belah

pihak yang masih diliputi oleh sikap kewaspadaan, kecurigaan dan ketakutan. Bahkan

Pdt. Damanik mengatakan sampai saat ini beliau masih menerima telepon dari

masyarakat yang berada di Poso ketika terjadi penembakan atau pembunuhan di Poso

yang menanyakan apakah mereka harus keluar dari Poso atau tetap tinggal dan juga

terkadang ketika mendengar berita mengenai penangkapan teroris di tempat lain seperti

Jawa tetapi disebut berhubungan dengan teroris Poso muncul pikiran negatif dan

terkadang ada pengungsi yang sudah balik ke kampung halamannya balik ulang ke

Tentena.20

Dampak lain dari pasca konflik Poso adalah semakin meningkatnya sekelompok

masyarakat yang mengunakan atribut keagamaan yang berbeda sebelum konflik dan

nampaknya kelompok ini kurang ramah dan kurang bersahabat dengan komunitas yang

berbeda keyakinan bahkan ada kelompok-kelompok tertentu yang mengembangkan

20

Wawancara dengan Pdt.Damanik, pada tanggal 27 Januari 2014.

Page 15: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

49

prinsip keagamaan lebih fanatik atau menurut Pdt. Damanik di Poso seakan muncul

“sekte baru” pasca konflik ini.21

Kenyataan lain yang menjadi masalah pasca konflik ini

adalah makin teritegrasinya tata ruang daerah dimana semakin banyaknya daerah yang

hanya didominasi oleh agama tertentu. terkotak-kotaknya daerah Muslim dan Kristen ini

menghambat proses interaksi dalam membangun kembali kebersamaan dalam tanah Poso.

Konflik Poso secara terbuka dan horizontal telah berakhir dan jika di lihat secara

umum keamanan dan perdamaian telah tercipta. Tetapi jika melihat kenyataan dilapangan

keamanan dan perdamaian belum benar-benar tercipta. Hal itu dapat dilihat dari sebagian

pengungsi konflik Poso yang sampai saat ini belum bisa kembali kedaerah asalnya juga

dengan masih ada terjadi penembakan-penembakan walaupun pelakunya hanya sebagaian

kelompok kecil saja.22

Pola konflik yang dulu bersifat terbuka dan horisontal berubah

menjadi konflik tersebut tertutup keadaan ini juga yang mengikis kepercayaan masyarakat

kepada peran pemerintah dan aparat keamanan dalam menjaga keamanan dan perdamaian

di Poso.23

Berdasarkan kenyataan diatas sekarang ini konflik boleh dikatakan telah mereda,

setidaknya dalam tingkat permukaan, dan kini memasuki masa pasca konflik. Walaupun

konflik yang terjadi Poso sudah berlalu sekitar 14 tahun dan situasi menjadi relatif aman,

masyarakat mengahadapi masalah-masalah baru dalam kehidupan pribadi dan sosial.

E. Pemahaman Mengenai Sintuwu Maroso

Semboyang sintuwu maroso sudah sangat akrab dalam masyarakat di Kabupaten

Poso Makna sintuwu maroso tidak saja bagi masyarakat yang luas dan bagi

penyelanggaraan pemerintahan dalam kaitannya dengan upaya mewujudkan

21

Wawancara dengan Pdt.Damanik, pada tanggal 27 Januari 2014. 22

Wawancara dengan Pdt. Ompi, pada tanggal 24 Januari 2014. 23

Wawancara FGD, pada tanggal 19 Januari 2014.

Page 16: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

50

kesejahteraan bersama tetapi juga bagi kehidupan setiap keluarga dalam masyarakat.

Budaya Sintuwu maroso merupakan budaya lokal masyarakat Poso yang mengandung

nilai-nilai yang sangat di yakini bermanfaat dalam kehidupan masyarakat. Sebagai suatu

sistem nilai budaya, sintuwu maroso berfungsi sebagai pedoman atau pandangan hidup

(falsafah hidup) baik dalam bentuk sikap mental maupun dalam cara berpikir dan

bertingkah laku, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat juga

termaksud bagi para pemimpin atau tokoh-tokoh dalam masyarakat.

Sintuwu maroso dikenal sebagai filosofi orang Poso. Cikal bakal sintuwu maroso

berasal dari mesale yang dilakukan oleh Tau piamo (orang tua dulu/nenek monyang). Di

sana merasa sebeban, sepenanggungan, seperasaan, sependeritaan. Mesale dilakukan di

kebun, sawah, bangun rumah, membuat pagar kampung secara sama-sama berkerja, tidak

menuntut balas dan itu rutin dilakukan. Kata mesale kemudian berkembang sehingga

munculah sintuwu maroso.24

Sintuwu maroso berasal dari dua kata yaitu sintuwu, dan maroso. Dengan asal kata

tuwu yang berarti hidup. Kata ini bisa dilihat sebagai sebuah kata sifat dan sekaligus juga

intransitif. Dalam komposisi bahasa Pamona, Pemberian imbuhan sin terhadap sebuah

kata kerja merupakan kasus khusus bagi beberapa kata kerja. Dengan mendapat imbuhan

sin maka kata kerja itu menunjuk pada perilaku timbal balik dari dua subjek yang

berhadap-hadapan. Sehingga kata sintuwu berarti saling menghidupkan.25

Dengan

demikian sintuwu mengandung makna kesedian untuk berbagi kehidupan dengan orang

lain dengan orang lain demi kehidupan itu sendiri. Hal ini didasarkan pada pola

kehidupan kolektif yang menyebabkan semua orang harus berjalan bersama, menanggung

beban bersama, menghadapi ancaman dan tantangan bersama, dan bahkan memiliki

24

Wawancara dengan Pdt. L. Meringgi, pada tanggal 22 Januari 2014. 25

Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial…, 221.

Page 17: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

51

perasaan yang sama. Inilah dasar solidaritas sosial orang Poso dalam kehidupan mereka

sebagai sebuah masyarakat dan yang sekaligus membentuk identitas kolektif mereka.26

Maroso yang berarti kuat. Jadi sintuwu maroso secara etimologis berarti hidup yang kuat

atau dengan hidup secara bersama kita menjadi kuat. Dengan dua komponen besar dari

kata sintuwu yaitu sintuwu mate dan sintuwu raya pande.27

Persatuan yang kuat disini

bukan berarti membentuk satu kelompok-kelompok tertentu untuk memperkuat diri akan

tetapi membaur bersama dalam masyarakat dalam berbagai perbedaan.28

Sintuwu maroso mempunyai nilai utama dan nilai pilihan. Nilai utama yaitu

mengenai kesabaran, kejujuran, saling menghidupi dan membangun. Nilai pilihan seperti

jangan membuat malu, kepatuhan, dan keteguhan hati. Jadi kedua nilai ini yang

membentuk perangai kehidupan orang Poso.29

Sintuwu maroso mengandung unsur-unsur

spontanitas, pamrih dan kewajiban sosial yang bertujuan untuk menciptakan suatu

ketahanan sosial dalam masyarakat Poso. Budaya sintuwu maroso terkait erat dengan adat

yang hidup dalam masyarakat Adat Pamona akan tetapi semboyang atau motto sintuwu

maroso selama ini hanya sebatas semboyang belaka.

Dalam hasil diskusi/musyawarah adat Pamona Poso dan diskusi adat se-

Kabupaten Poso pada tahun 2011, lembaga adat Pamona Kabupaten Poso merumuskan

nilai-nilai budaya sintuwu maroso dan nilai-nilai operasional sintuwu maroso. Hal itu

dilakukan karena didorong oleh kesadaran bahwa nilai-nilai dari sintuwu maroso sudah

26

Ibid., 222. 27

Wawancara dengan P.J Marola, pada tanggal 21 Januari 2014. 28

Wawancara dengan D.Tampudu, pada tanggal 18 Januari 2014. 29

Wawancara Pdt.L. Meringgi, pada tanggal 22 Januari 2014.

Page 18: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

52

banyak yang ditinggalkan oleh masyarakat dan tidak lagi dianggap sebagai suatu yang

harus dipertahankan bahkan dilestarikan.30

F. Kedudukan Budaya Sintuwu Maroso

Budaya sintuwu maroso adalah budaya lokal atau kearifan lokal tanah Poso

sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia tanah Poso. Sebagai kearifan lokal, sintuwu

maroso memiliki nilai-nilai yang mengandung makna: Makna filosofis/Way of Life,

Makna Moralitas (hubungan antara sesama/interaksi), dan Makna keberlangsungan hidup

(terwujudnya kerharmonisan, persatuan, dan kesatuan dalam kehidupan masyarakat)

Sebagai pandangan hidup, sintuwu maroso syarat dengan nilai-nilai dasar yang

berasal dari kandungan budaya pamona Poso yang selanjutnya dapat dijabarkan dalam

berbagai aspek kehidupan kehidupan orang-orang Poso yang mendiami wilayah

Kabupaten Poso sekarang ini. Nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah sintuwu maroso

ini sekaligus dapat dijadikan sebagai penuntut moral dan etika seluruh masyarakat

Kabupaten Poso baik individu maupun kelompok masyarakat. Dengan sintuwu maroso

masyarakat Poso memiliki cita kebersamaaan untuk keberlangsungan hidup yang

harmonis, bersatu dan menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika menuju kehidupan

sejahtera, adil, dan makmur.

Secara formal sintuwu maroso telah dijadikan Motto Kabupaten Poso yakni

tercantum pada lambang daerah Kabupaten Poso, berdasarkan peraturan daerah tingkat II

Poso Nomor 43 Tahun 1969. Atas dasar inilah sering Kabupaten Poso dijuluki pula

sebagai Bumi Sintuwu Maroso, ada universitas Sintuwu Maroso, lapangan Sintuwu dan

lapangan Maroso bahkan Battalion 714 Sintuwu Maroso. Begitu indahnya semboyang

30

Arsip, Rumusan hasil diskusi / musyawarah adat pamona Poso dan diskusi adat se-Kabupaten

Poso tahun 2011 yang dilaksanakan di kelurahan Mapane kecamatan Poso pesisir.

Page 19: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

53

sintuwu maroso namun dalam pelaksanaannya belum dapat diwujudkan secara nyata

berhubung nilai-nilai yang terkandung di dalamnya belum dapat dirumuskan secara nyata.

G. Nilai-Nilai Dasar Sintuwu Maroso

Dari kandungan budaya Pamona Poso sebagai warisan dari para leluhur tanah

Poso telah mengakar di tengah masyarakat Pamona Poso sejumlah nilai maupun sikap

dasar sebagai penuntun moral dan pola etika masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut adalah :

a) Tuwu Metubunaka (hidup saling menghargai dan sopan santun).

Dalam masyarakat Adat Pamona menjunjung tinggi kehidupan untuk saling

menghormati dan saling menghargai terutama dalam kehidupan antar individu, kehidupan

kekerabatan, kehidupan antar masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintahan

berdasarkan tatakrama dan adat istiadat setempat (cara menyapa, tutur kata maupun sikap

dan tingkah laku).31

b) Tuwu Mombepatuwu (hidup saling menghidupi).

Dalam hidup baik individu maupun kelompok harus ada saling kepedulian

terutama didalam menjalankan kesempatan untuk hidup baik dalam membuka lapangan

kerja, membantu yang berkekurangan dan sebagainya. Tidak berlebihan nilai dasar yang

satu ini mengandung makna kewajiban antar sesama untuk saling memberdayakan.32

c) Tuwu siwagi (hidup saling menopang).

31

Arsip, Rumusan hasil diskusi / musyawarah adat Pamona Poso dan diskusi adat se-Kabupaten

Poso.... 32

Ibid.

Page 20: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

54

Suatu kehidupan yang dibangun berdasarkan prinsip satu kesatuan/persaudaraan

antar sesama yang utuh dan kokoh. Nilai ini akan menjauhkan kita dari sikap iri, suka

menjatuhkan, pendendam, dan mau menang sendiri.33

d) Tuwu Simpande Raya. (hidup sejiwa)

Masyarakat Adat Pamona memiliki dan menganut prinsip saling menerima dan

saling mengakui perbedaan dalam keadekaragaman etnis, budaya dan keyakinan sebagai

komunitas masyarakat Kabupaten Poso. Disini berlaku dimana bumi berpijak disitu langit

dijunjung.34

e) Tuwu Sintuwu Raya. (hidup sehati)

Masyarakat adat pamona sangat menjunjung tinggi adanya persatuan dan kesatuan

baik inter maupun antar komunitas yang ada, terlebih disaat munculnnya pihak-pihak

yang tidak bertanggung jawab mau memecah persatuan dan kesatuan, masyarakat Poso

harus bangkit tampil dalam satu tekad dan satu semangat dalam menegakan persatuan dan

kesatuan masyarakat Sintuwu Maroso pada khususnya dan pada bangsa umumnya.35

f) Tuwu Mombepomawo. (hidup saling mencintai)

Masyarakat Pamona sangat menjunjung tinggi hidup saling mombepomawo

(saling mencintai) baik dalam lingkup kekerabatan (potina) maupun dalam lingkup

kenalan, handai tolan (poja’i). rasa rindu bertemu satu sama lain selalu hidup dalam

sanubari masing-masing.36

g) Tuwu Malinuwu (hidup subur kekal abadi).

33

Ibid. 34

Ibid. 35

Ibid. 36

Ibid.

Page 21: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

55

Masyarakat adat Pamona tetap menumbuh kembangkan suasana kehidupan yang

dibangun berdasarkan prinsip bersatu padu, saling menopang dan saling menghidupi satu

dengan lainnya demi keberlangsungan hidup secara utuh.37

H. Nilai – Nilai Operasional Sintuwu Maroso dapat di jabarkan sebagai berikut:

a) Sintuwu ri poperenta ri Posongka (hidup bersatu dalam menjalankan roda

pemerintahan)

- Pemerintah Kabupaten dan semua unsur pemerintah yang ada dan semua jajarannya

sampai Kecamatan dan Desa/Kelurahan harus mengingat adanya koordinasi,

sinkronisasi, keterbukaan dan akuntabilitas mulai dari perencanaan dan pelaksanaan

tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan pembinaan masyarakat.

- Adanya partisipasi aktif dan kreatif dari seluruh masyarakat dalam menunjang

pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan.

- Membudayakan adanya control dan kritis yang membangun dari masyarakat kepada

pemerintahan melalui cara-cara yang etis dan beradab.38

b) Sintuwu ri potetala pai ri pojamaa (hidup bersatu dalam pekerjaan)

- Meningkatkan disiplin dan kinerja semua tingkatan aparatur Pemerintah Daerah

sampai Desa/Kelurahan.

- Pelaksanaan proyek-proyek pembangunan harus dapat membuka lapangan kerja bagi

tenaga kerja lokal.

37

Ibid. 38

Ibid.

Page 22: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

56

- Menghidupkan kembali kerja gotong royong untuk kepentingan umum di masyarakat

- Menghidupkan kembali kerja “mesale” dalam mengerjakan kebut, sawah atau

bangunan rumah.39

c) Sintuwu ri posusa (hidup bersatu dalam suka)

- Memupuk terus adanya kerelaan mosintuwu (menghadiri secara langsung dan member

tenaga) maupun pemberian sukarela posintuwu (sumbangan secara material) pada

setiap undangan pesta yang dilaksanakan oleh sesama warga masyarakat .

- Masyarakat berpatisipasi aktif pada pesta rakyat yang diadakan pemerintahan seperti

festifal atau pesta rakyat yang di adakan pemerintah seperti festival atau pesta rakyat

padungku dan sebagainya. 40

d) Sintuwu ri kasusa (hidup bersatu dalam duka)

- Memupuk terus adanya kerelaan mosintuwu (menghadiri secara langsung dan member

tenaga) maupun pemberian sukarela posintuwu (sumbangan secara material) pada

setiap peristiwa duka di lingkungan masing-masing.

- Menumbuhkan terus rasa simpati dan empati terutama dalam persekutuan

penghiburan duka yang terjadi inter dan antar kelompok masyarakat.41

e) Sintuwu ri posikola (hidup bersatu dalam pendidikan)

- Pemerintah Daerah dan DPRD mau dan siap menyediakan anggaran pendidikan

minimal 20% dari APBD sehingga menjadikan pendidikan sebagai human

investment.

39

Ibid. 40

Ibid. 41

Ibid.

Page 23: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

57

- Pemerintah sungguh –sunguh memfalitasi penyelenggaraan pendidikan daerah

terutama penyiapan bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat ekonomi lemah

- Para orang tua sungguh – sungguh menyekolahkan anaknya dan siap menanggung

beban persekolahan.

- Para pendidik sungguh-sungguh terpanggil dalam tugas pendididikan.

- Para peserta didik tertanam kesungguhan bersekolah.

- Menggalakan partisipasi masyarakat terhadap sekolah antara lain melalui peran

komite sekolah, orang tua asuh, dan penyelenggaraan sekolah swasta.42

f) Sintuwu ri katuwu peaya ndaya (hidup bersatu dalam iman)

- Menciptakan sikap saling menghormati dan menghargai inter/antar sesama umat

beragama.

- Menghargai dan menghormati keyakinan antar agama.

- Adanya keterpanggilan bersama membangun rumah-rumah ibadah dalam suasana

kemajemukan.43

g) Sintuwu ri kadonde (hidup bersatu dalam suka cita)

- Mengadakan dana sehat masyarakat ataupun asuransi kesehatan masyarakat.

- Mengalakan pengumpulan dana dalam membantu warga masyarakat yang tidak

mampu berobat.44

42

Ibid. 43

Ibid. 44

Ibid.

Page 24: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

58

h) Sintuwu ri tila kasamba’a- mba’a (hidup bersatu dalam kerukunan)

- Membangun simbol-simbol kebersamaan masyarakat seperti: rumah adat, banua

mpogombo, monument-monument khas daerah Poso.

- Membentuk serta penguatan dan pemberdayaan wadah-wadah kebersamaan di

Kabupaten Poso seperti Lembaga Adat, Forum Kerja Sama, dan sebagainya.45

i) Sintuwu ri pogombo (hidup bersatu dalam musyawarah)

- Memanfaatkan forum rapat untuk tempat memusyawarakan segala yang berkaitan

dengan kepentingan umum masyarakat sesuai tingkatannya (Kabupaten, Kecamatan,

Desa/Kelurahan).

- Menaati dan ikut berpatisipasi dalam pelaksannan hasil rapat untuk kepentingan

bersama.

- Membangun, memelihara dan memanfaatkan banua Mpogombo (Baruga) untuk

tempat mogombo (bermusyawarah).46

j) Sintuwu ri kauono (hidup bersatu dalam keamanan)

- Terus menjaga dan memelihara situasi kehidupan masyarakat yang sudah aman dan

kondusif di tanah Poso.

- Menciptakan ketertiban, kebersihan dan keamanan di lingkungan masing-masing.

- Mencegah dan memberantas pemakaian hal-hal yang terlarang seperti narkoba,

minuman keras, alkohol kadar tinggi dan lain-lain.47

45

Ibid. 46

Ibid.

Page 25: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

59

Keberadaann nilai–nilai sintuwu maroso yang terdapat dalam budaya Pamona

sangat besar manfatnya bagi kehidupan masyarakat Pamona khususnya dan masyarakat

Kabupaten Poso pada umunnya. Nilai–nilai tersebut merupakan pedoman dalam

menuntun tingkah laku baik individu, kelompok maupun masyarakat luas. Disamping itu

nilai-nilai sintuwu maroso tersebut dapat dimanfaatkan sebagai modal sosial (sosial

capital) seperti gotong royong, solidaritas sosial, kebersamaan yang harmonis, etika,

kepatuhan dan pola panutan dalam masyarakat Kabupaten Poso.

Pengalaman dan pelestarian nilai-nilai sintuwu maroso sangat tergantung dari

komitmen dan kesungguhan masyarakat pemilik adat Pamona dan masyarakat Poso pada

umumnya untuk memelihara, mengembangkan, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-

hari.

I. Revitalisasi Sintuwu Maroso Pasca Konflik

1. Nilai-nilai Sintuwu Maroso bersifat Universal dan Ideal

Dalam kehidupan sosial masyarakat di Poso, sintuwu maroso tidak hanya menjadi

semboyang daerah. Akan tetapi budaya sintuwu maroso ini merupakan salah satu ciri

masyarakat Poso secara umum terutama dalam hal pandangan individu-individu dalam

kelompok terhadap orang lain dan interaksi sosial. Sudah sejak lama sintuwu maroso

menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Poso yang sifatnya menyatukan baik itu

menyatukan penduduk asli Poso maupun pendatang di Poso.

Lima puluh satu tahun sebelum awal terjadinya konflik antar warga Poso, Raja

Talasa Tua yang merupakan sesepuh masyarakat di Poso menegaskan karakter

masyarakat Poso yang senantiasa mendambakan kehidupan yang damai. Hal ini tercermin

47

Ibid.

Page 26: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

60

dalam Pidato/maklumat tertulis yang disampaikan kepada para pendatang yang

berkeinginanan membangun kehidupan di wilayah tanah Poso. Pidato/maklumat tersebut

disampaikan pada 11 Mei 1947 di kantor Raja Poso :

Tasi Tomini Baree Kuwaya, ndi kamaimo, to Gorontalo, Manado, Bugis, To

Siwa, dll. Paikanya ane Baree ntibunaka Ada mami nDipewalili riRanami, ane

nDipapolepe daa ritanamami da kairi mPuasu komi. “ Laut Tomini saya tidak

pagari, silahkan datang orang dari Gorontalo, Manado, Bugis, Cina,dll. Dengan

ketentuan kalau kalian idak menghormati adat kami, silahkan pulang ke daerah

asal masing-masing dan jikakalian menumpahkan darah di tanah kami, maka

kami akan mengusir kalian dari tanah kami”.48

Salah satu bentuk penerimaan Raja Talasa terhadap para pendatang adalah

pemberian tanah secara cuma-cuma kepada para pendatang. Itulah sebabnya, di Kota Poso

dan sekitarnya dikenal dengan beberapa kampung yang kental dengan nuansa daerah,

misalnya, kampung Arab, kampung Gorontalo, kampung Bugis, kampung Minahasa, dan

kampung Cina.49

Dalam praktek sehari-hari tidak aneh jika terdengar orang tionghoa berbahasa

Pamona ketika berinteraksi dengan orang Pamona demikian juga dengan orang Bugis,

Jawa dan Bali. Dari situ dapat dilihat tidak ada masalah dalam pembauran antar etnis.

Burhanuddin S. Adu, Ketua Muslim to Poso (sebuah perkumpulan masyarakat Muslim di

Poso yang merasa bahwa mereka juga orang Poso karena lahir dan besar di Poso)

berpendapat:

“siapa pun yang berdomisili di Poso, dan mau membangun Poso, maka mereka

bisa disebut orang Poso. Jadi kita tidak mengenal istilah penduduk asli dan

pendatang”50

Hal ini menunjukan bahwa masyarakat yang ada di daerah Poso memang mengutamakan

sebuah kebersamaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan.

48

R. Damanik., Tragedi Kemanusiaan Poso: Menggapai Surya Pagi Melalui Kegelapan Malam

(Jakarta Palu: PBHI/LPSHAM Sulteng, 2003), 38-42. 49

Alpha Amirrachman, Revitalisasi Kearifan Lokal..., 248. 50

Ibid., 249.

Page 27: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

61

Sintuwu maroso merupakan suatu bentuk kesadaran sosial kolektif yang

melembaga dimana setiap orang terikat secara moral untuk terlibat di dalamnya. Sehingga

fungsi budaya sintuwu maroso pada dasarnya adalah memelihara keseimbangan,

kesamaan dan keutuhan kohesi sosial. Rasa tanggung jawab moral yang terkandung

dalam sintuwu maroso sangatlah eklusif. Dimana kesedian individu untuk mosintuwu

(sebagai suatu wujud nyata budaya sintuwu maroso) atau berbagi kehidupan dengan

orang lain dalam kehidupan sosial tidak terbentur pada batasan-batasan tertentu (sasial,

suku dan agama).

Pada umumnya masyarakat Poso baik penduduk asli maupun pendatang sudah

mengetahui sintuwu maroso sebagai kearifan lokal masyarakat asli Poso. Pengetahuan

masyarakat didukung juga dengan adanya pemberlakuan logo dan motto sintuwu maroso

yang digunakan pemerintahan Poso sebagai lambang pemerintahan Kabupaten Poso.

Penerimaan masyarakat pendatang terhadap kearifan lokal sintuwu maroso juga sangat

baik. Misalnya: kesediaan masyarakat pendatang dalam mengikuti sebuah aktifitas atau

tindakan yang disebut dengan kata mosintuwu. Istilah mosintuwu mengandung

pengertian: ikut serta dalam suatu usaha atau turut serta dalam kesusahan orang lain

dengan jalan memberi sesuatu, baik tenaga maupun materi, untuk kepentingan orang yang

memerlukannya. Dasar mosintuwu adalah kebersaamaan. Mosintuwu yang dikenal ialah

mosintuwu tuwu dan mosintuwu mate. Mosintuwu tuwu biasanya dilaksanakan pada

waktu pesta kawin atau mengerjakan sawah-ladang dan lain-lain. Mosintuwu mate

dilaksanakan pada waktu ada kedukaan.51

Pemberian atau sumbangan barang yang di

berikan disebut dengan kata posintuwu. Posintuwu merupakan salah satu bangunan relasi

sosial. Posintuwu adalah tindakan memberikan benda secara materiil, kunjungan secara

aktif terhadap pihak yang sedang mengalami kedukaan maupun sukacita. Dukungan moril

51

Wajah GKST...,106.

Page 28: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

62

dan materil ini tidak hanya diwujudkan dalam bentuk sumbangan tetapi pada keseluruhan

penyelenggaraan acara mulai persiapan, penyediaan bahan hingga memasak bersama dan

prosesi acara. Posintuwu ini sifatnya tidak bebas atau bersifat mengikat di mana penerima

posintuwu membalas memberikan Posintuwu disaat pemberi posintuwu mengalami

keadaan atau membutuhkan bantuan karena alasan tertentu. Apabila kewajiban membalas

tidak dilaksanakan, maka tidak ada sangsi fisik maupun materi yang harus ditanggung

akan tetapi yang ada hanyalah sangsi moral. kebiasaan – kebiasaan ini terus berlaku

dalam kehidupan sehari-hari orang yang tinggal di daerah Poso baik itu masyarakat

pendatang maupun masyarakat asli walaupun berbeda latar belakang sosial misalnya

budaya dan agama.

Secara umum, budaya sintuwu maroso mengandung unsur-unsur yang bersifat

sangat universal yaitu,

Kebersamaan dan keseimbangan sosial, memandang bahwa dalam kehidupan

haruslah ada suatu keseimbangan baik antar individu, individu dengan kelompok,

dan antar kelompok (duduk sama rendah, berdiri sama tinggi) atau antar manusia

dengan alam. Pandangan ini mencakup segala bidang dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan.

Solidaritas sosial, dalam artian bahwa memandang perlu adanya suatu bentuk

kepeduliaan sosial terhadap orang lain dalam suatu ikatan tertentu dalam

kehidupan bermasyarakat sebagai wujud nyata dan pendukung untuk terciptanya

keseimbangan sosial.

Page 29: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

63

Ketergantungan sosial, sebagai individu memiliki ketergantungan yang tinggi

terhadap kelompoknya. Oleh karena itu perlu adanya keharmonisan dalam

kelompok.52

Melihat sintuwu maroso merupakan suatu falsafah yang universal maka masih

sangat relevan dan ideal untuk digunakan sebagai simbol interaksi dalam masyarakat

Poso pasca konflik untuk mencapai perdamaian.

Pasca konflik Poso, masyarakat Poso menghadapi masalah-masalah yang baru

bukan hanya masih adanya ketegangan sosial akibat konflik di masa lalu, tetapi juga

perdamaian yang masih rentan dimana masih adanya beberapa peristiwa penembakan dan

pembunuhan yang di lakukan sekelompok orang yang masih mengatasnamakan agama.

Ini terjadi karena kerena belum jelasnya visi, orientasi dan arah perdamaian ke depan.

Mengikuti John Paul Lederach, membangun perdamaian di daerah yang dilanda konflik

komunal dengan segregasi sosial yang tajam, membutuhkan perspektif transformasi

konflik dan rekonsiliasi jangka panjang, bukan hanya melakukan respons sesaat atas

konflik yang terjadi tetapi juga merumuskan dan membangun strategi perdamaian

kedepan untuk mengatasi kesenjangan, ketidakadilan, kemiskinan, dan rekonstruksi

komunitas yang telah hancur akibat konflik menuju perdamaian berkelanjutan dan

berkeadilan.53

Dalam masyarakat Poso menyimpan potensi Perdamaian yang harus

dipertahankan dan dikembangkan yaitu akar perdamaian yang sudah tertanam dalam

kearifan lokal yaitu sintuwu maroso.

2. Nilai-nilai Sintuwu Maroso perlu disosialisasikan dalam kehidupan

52

Lihat Tony Tampake, Bias Budaya Sintuwu Maroso,Makalah dalam perkuliahan Agama dan

Perubahan Sosial Program Studi Magister Sosiologi Agama UKSW, 2006. 53

Jhon Paul Lederach, Building Peace: sustainable Reconciliation in Divided societies

(Washington, DC: US Institute for Peace, 1998).

Page 30: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

64

a. Berpolitik

Konflik pertikaian berlatar belakang SARA dan menjerumus kearah disintegrasi

bangsa banyak sekali terjadi setelah pada tahun 1998 yaitu, ketika Indonesia memasuki

era reformasi dengan ditandai jatuhnya rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.

Jatuhnya pemerintahan Soeharto ini membuat rakyat Indonesia mengalami euforia

kebebasan dalam berpolitik, pola pemerintahan yang lebih demokratis dan perubahan

pola pemerintahan dan sentralisasi menjadi desentralisasi kekuasaan (otonom daerah).

Adanya efek euforia yang berlebihan akan kebebasan politik, demokrasi dan

otonom daerah tersebut sebenarnya menimbulkan permasalahan baru karena jadi

menimbulkan datangnya hasrat persaingan di tingkat elit politik lokal daerah, untuk saling

bersaing dan berkonflik mendapatkan jabatan guna mencapai kepentingan politik

daerahnya. Disini para elit politik dengan kepentingan politiknya tersebut melakukan

dengan cara memobilisasi massa melaui isu sensitif yaitu isu etnis dan agama. Sehingga

konflik komunal pun dapat dengan mudah terjadi melalui peran elit politik yang ikut

membawa dan melibatkan perseteruan antara etnis dan agama. Hal ini berlaku juga di

Kabupaten Poso. Dimana penyebab konflik tersebut mengenai perebutan kekuasaan oleh

para elit politik yang ingin mewakili suatu kelompok tertentu dalam kekuasaan di

pemerintahan.

Dalam prakteknya para elit politik itu harus memiliki keinginan yang membumi

untuk memerangi semua bentuk penyelewengan, ketidakadilan, perlakuan yang

melanggar HAM. Modal dasar bagi segenap elit adalah perlu adanya ketulusan untuk

mengakui kelemahan, ikhlas membuang egoisme, keserakahan, bersedia menggali

kekuatan nilai-nilai budaya yang ada pada kelompok masyarakat, dan bersedia berbagi

dengan pihak lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Para elit di berbagai tingkatan

Page 31: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

65

harus mampu menjadi garda depan, bukan sekedar bisa berbicara dalam janji, tapi harus

mampu memberikan bukti tindakan nyata dalam bentuk keberpihakan pada kepentingan

masyarakat. Harapannya adalah untuk menyatukan gerak langkah antara satu sama lain,

masyarakat bersama-sama menggali sumber kehidupan secara arif dan bijak, sehingga

ada jalan menuju kehidupan yang lebih baik, damai, adil dan sejahtera.

Upaya yang perlu dilakukan adalah merevitalisasi makna substantif nilai kearifan

lokal sintuwu maroso sebuah nilai kebersamaan dalam membangun masyarakat tanpa

melihat latar belakang. Melalui Sintuwu maroso keterbukaan dikembangkan menjadi

kejujuran dalam setiap aktualisasi pergaulan, pekerjaan dan pembangunan, beserta nilai-

nilai budaya lain yang menyertainya. Budi pekerti dan norma kesopanan diformulasi

sebagai keramahtamahan yang tulus. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan

prestasi, bukan untuk membangun kesombongan. Ketulusan, memang perlu dijadikan

modal dasar. Ketulusan untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi

dengan yang lain sebagai entitas dari bangsa yang sama, kemudian menjadikannya

sebagai semangat nasionalisme yang kokoh. Sehingga tercipta sebuah masyarakat yang

adil dan beradab.

b. Bermasyarakat

Sebagai mahluk sosial, setiap orang tidak akan pernah hidup dengan sendirinya,

tanpa bergantung pada orang lain di sekitarnya. Seseorang akan selalu butuh dengan yang

lain, tidak hanya untuk saling bantu dan tolong-menolong, tetapi juga untuk membangun

komukasi sosial yang saling mendukung dan berkerja sama untuk mencapai tujuan

tertentu. Keberadaan manusia bersama dengan sesamanya merupakan kenyataan yang

tidak dapat disangkal. Suatu masyarakat akan berada dalam ketertiban, ketentraman, dan

Page 32: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

66

keyamanan, bila berhasil membangun sebuah keharmonisan dalam kebersamaan sebagai

masyarakat.

Suasana seperti diatas sudah sulit ditemukan dalam masyarakat Poso hal ini di

sebabkan konflik yang pernah terjadi, dan pasca konflik dimana masih adanya sikap

takut, benci dan curiga terhadap pihak yang pernah berkonflik.54

Sikap takut, benci dan

curiga inilah yang membuat komunikasi sosial dalam masyarakat Poso masih belum

terjadi secara menyeluruh. kerugian sosial saat konflik dan pasca konflik yang dialami

sangat besar, karena kerugian ini tidak bisa ditakar dengan uang dan benda. Kerugian

sosila ini adalah hancurnya pranata organisasi sosial yang berbasis sintuwu maroso yang

dinarasikan oleh masyarakat Poso sebagai pengikat integrasi masyarakat sejak jaman

dahulu. Nilai ini diyakini oleh penduduk lokal tidak hanya menjadi kekuatan integrative

masyarakat setempat (penduduk lokal) sebagai satu satuan kekerabatan luas tetapi juga

penghormatan terhadap orang lain yang tidak sekerabat (pendatang).

Merevitalisasi kembali sintuwu maroso dalam bermasyarakat di Poso merupakan

suatu langkah untuk mencapai kembali keharmonisan bersama dalam masyarakat Poso.

Sintuwu maroso adalah sebuah persatuan. Dalam hubungan kekerabatan bagi masyarakat

Poso, sintuwu maroso hadir untuk mempererat hubungan tersebut yang juga sebagai

tonggak moral yang memberikan keseimbangan, keselarasan dan solidaritas bersama.

Sintuwu maroso adalah ikrar perdamaian di Poso yang digali dari khasanah kearifan

lokal. Sintuwu maroso adalah sebuah pengikat bagi masyarakat Poso untuk dapat hidup

dalam semangat persaudaraan dan kerja sama antar masyarakat yang majemuk dengan

latar belakang yang berbeda-beda baik agama, maupun budaya.

c. Beragama

54

Wawancara dengan pdt.Damanik, pada tanggal 27 Januari 2014.

Page 33: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

67

Agama tidak mengajarkan kekerasan kepada umatnya. Agama justru

mengabarkan adanya perdamaian dan cinta kasih kepada sesama umat maupun umat lain

yang mempunyai keyakinan berbeda. Adanya konflik berbau agama sendiri justru

dipertayakan karena telah menjadi distorsi dalam ajaran agama tersebut. Agama hanya

menjadi menjadi identitas artifisial dalam suatu konflik untuk memberikan legitimasi

moral untuk berbuat kekerasan terhadap pihak lainnya. Selain halnya legitimasi moral dan

identitas, menyulutnya kekerasan atas nama agama juga disebabkan oleh kesalahan dalam

penafsiran ajaran agama sehingga menimbulkan pemahaman sempit dan sikap

chauvinistik. Maka dalam konteks ini, konflik anarkisme agama sejatinya tidak ada. Yang

ada justru adalah konflik berupa revalitas sumber ekonomi dan politik maupun persaingan

memperebutkan jabatan publik dalam pemerintahan.55

Agama bukanlah faktor utama dalam konflik, namun hanya menjadi faktor

konsideran maupun pendukung. Dalam berbagai kasus konflik mengatasnamakan agama

seperti konflik Kristen-Islam di Poso, agama justru terpolitisasi menjadi identitas konflik

yang sebenarnya hanya menjadi topeng atas rivalitas perebutan sumber ekonomi, politik

maupun birokrasi antar masyarakat.

Pada kenyataannya dalam masyarakat Poso yang agamais-pluralistik pernah hidup

berdampingan dengan damai dan rukun. Masyarakat Poso hidup secara bersama-sama

sebagai komunitas sosial yang saling menerima, menghargai dan membaur satu sama lain

dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. dahulu orang Poso hidup rukun, gotong royong, dan

penuh toleransi antar pemeluk agama. Dulu saat Natal, orang-orang Islam berkunjung dan

mengucapkan selamat Natal kepada saudara, tetangga, dan sahabatnya yang beragama

Kristen. Sebaliknya ketika Lebaran, orang-orang Kristen pun mendatangi rumah orang-

55

S. Rizal Pangabean, Pola-pola Konflik Keagamaan Di Indonnesia (1990-2008) (Jakarta: Asia

Foundation, 2009), 7.

Page 34: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

68

orang Islam untuk mengucapkan selamat Idul Fitri.56

Bahkan dalam pembangunan rumah

ibadah dilaksanakan secara bersama-sama tanpa melihat latar belakang agama. Juga

dalam upacara-upacara adat seperti pesta kawinan dan upacara penguburan orang mati,

tetap terjalin kepedulian dan persaudaraan, baik dalam suka dan duka.57

Namun kondisi

itu berubah ketika terjadi konflik Poso yang mengatasnamakan agama terjadi. Sikap

masyarakat Poso berubah menjadi parsial, sektarian, dan intoleran apabila berhadapan

dengan masalah hubungan sosial antarwarga berbeda agama.

Dalam Masyarakat Poso pasca konflik menjadi “terbelah”. Masyarakat

berbondong-bondong mencari wilayah yang aman dalam standar keagamaan

mereka,terjadi segregasi penduduk hampir total. Orang Muslim mengungsi atau

mengelompok di wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim. Sedangkan orang

Kristen juga mengelompok di wilayah Kristen. Yang lebih parah, pasca konflik

membakitkan fanatisme dalam beragama, memunculkan prasangka dan hilangnya

kepercayaan dalam masyarakat antar kelompok, saling diwaspadai dan mewaspadai lalu

muncul istilah “orang sablah”58

Dalam kondisi masyarakat Poso yang beragam atau heterogen, kerukunan harus

dapat diwujudkan dengan baik agar cita-cita untuk hidup damai, harmonis, saling

menerima dan saling menghargai perbedaan sebagai ide multikulturalisme bisa

terealisasikan. Pedoman yang dapat diangkat dalam mewujudkan kerukunan tentu tidak

bisa hanya berdasarkan ketentuan yang ada dalam satu agama untuk semua golongan

agama. Oleh karena itu, untuk membina kerukunan dalam masyarakat yang heterogen,

kearifan lokal sangat efektif untuk dijadikan landasan bersama dalam mewujudkan

56

Wawancara dengan Y. Labiro, pada tanggal 17 Januari 2014 57

Wawancara FGD pada tanggal 19 Januari 2014 58

Orang sablah adalah sebuah penyebutan bagi mereka yang beragama lain. Penyebutan di

jumpai oleh penulis ketika melakukan penelitian dimana sebagian besar responden menyebut pihak yang

beragama Muslim dengan sebutan Orang sablah.

Page 35: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

69

kerukunan. Kearifan lokal merupakan sarana yang baik untuk membangun dialog dan

meningkatkan hubungan antaragama. Untuk membangun kembali kerukunan dan

kebersamaan dalam masyarakat Poso yang bersifat lintas agama dan etnis yaitu dengan

menerapkan kembali kearifan lokal masyarakat Poso yakni budaya sintuwu maroso.

Penerapan sintuwu maroso dapat membangkitkan kembali semangat kerbersaman

dalam masyarakat yang berdasar pada kekeluargaan guna menciptakan persatuan dan

perdamaian walaupun dengan latar belakang agama yang berbeda. Sifat universal dari

sintuwu maroso dapat meruntuhkan fanatisme keagamaan yang dapat membuat

masyarakat terpecah belah. Sehingga masyarakat akan melihat dirinya bukan hanya dari

satu golongan agama saja tetapi melihat sebagai suatu kesatuan yakni masyarakat Poso.

Tidak ada keengganan untuk bergaul, bersahabat dan berkerja sama dengan orang lain

yang berbeda agama. Setiap orang memegang teguh keyakinan agamanya masing-masing

tanpa bisa di pengaruhi oleh orang lain yang berbeda keyakinan sehingga sikap toleransi

yang tinggi antar umat beragama yaitu sikap untuk bersedia saling menerima satu sama

lain dengan penuh kasih dan ketulusan, tanpa adanya rasa curiga atau prasangka buruk

terhadap satu sama lain dapat terwujud.

d. Berekonomi

Masyarakat Poso adalah masyarakat majemuk. Kemajemukan itu merupakan fakta

yang harus di tanggapi sebagai tantangan besar yang harus di tanggulangi pada masa kini

dan masa depan. Dalam konteks sosial budaya, kemajemukan terwujud dalam konteks

etnisitas, rasial dan golongan. Persoalan dan tantangan semakin serius tatkala kesenjangan

ekonomi meningkat dalam masyarakat.

Persoalan kesenjangan ekonomi dalam masyarakat Poso adalah masalah yang

tidak dapat di pungkiri dalam konflik Poso. Meskipun pada awalnya isyu kesenjangan

Page 36: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

70

ekonomi tidak langsung berkaitan dengan konflik Poso, isyu ini telah berimplikasi negatif

terhadap hubungan penduduk lokal dan pendatang pada masa konflik. Toko-toko di pasar

Poso, mobil-mobil, rumah-rumah orang kaya, dan atribut lain yang menandai golongan

yang memiliki modal, menjadi sasaran penyerangan dan pembakaran oleh massa. Hampir

tidak dapat lagi dibedakan antara aspek agama, ekonomi dan politik dalam konflik Poso.

Ketiga aspek ini melebur menjadi satu dalam kondisi konflik yang belangsung.

Kesenjangan ekonomi terkait dengan dengan kedatangan pendatang dari luar

Poso. Kedatangan para pendatang menyebabkan peralihan lahan dari penduduk asli ke

pendatang dan lambat laun mendominasi perekonomian lokal kemudian secara alamiah

menggeser kedudukan penduduk asli ke perifer. Meskipun tidak ada kajian mendalam

mengenai perbandingan tingkat kesejahteraan ini, fakta kasat mata menunjukan bahwa

kepemilikan kaum pendatang lebih baik dari penduduk asli. Sebagaian besar kepemilikan

toko-toko dipasar, pegawai tingkat menengah keatas di pemerintahan maupun swasta,

pemilik perusahaan berbagai jenis, penguasaan sektor pertanian dan perkebunan, dan lain-

lain berada di tangan kaum pendatang. Penduduk asli nampaknya sukar bersaing dengan

kecepatan pendatang dalam mencapai hasil yang tinggi.

Dalam struktur sosial masyarakat Poso awalnya dikenal dengan istilah

waangkabosenya yang terbagi dalam dua klas, kabosenya adalah klas masyarakat atas

(borjuis atau pemilik modal) dan watua merepresentasikan klas bawah (proletariat buruh

tani). Kabosenya meski sebagai klas borjuis, mereka juga memposisikan diri sebagai

pelindung bagi watua yang berkerja pada kabosenya. Ekspansi yang di lakukan pendatang

juga berdampak pada pola pergeseran tatanan nilai budaya waangkabosenya, bukan pada

kelasnya tetapi eksistensi kelas tersebut. Penguasaan alat-alat produksi seperti tanah oleh

pendatang menempatkan mereka sebagai klas kabosenya yang baru, sementara sebagaian

Page 37: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

71

kabosenya yang lama, terutama generasi selanjutnya menjadi watua. Pergeseran terjadi di

wilayah substansi klas tersebut, sebab yang berlangsung kemudian adalah klas kabosenya

tidak lagi bertindak sebagai pelindung bagi klas watua. Salah satu inti masalahnya

terletak dalam konteks ini. Kabosenya dan watua tidak lagi saling melindungi tetapi lebih

pada watak ekonomi dan seringkali bersifat eksploitatif.

Bergesernya makna waangkabosenya ikut mempengaruhi budaya Sintuwu maroso

yang selama ini dititik beratkan pada modal interaksi antar etnis dalam kontek sosial.

Masyarakat terjebak dalam logika kapitalisme dimana prinsip saling membantu dan

berkerja sama tidak lagi nampak. Kehidupan harmonis yang dilandasi sintuwu maroso,

nampak hanya berada dalam logika sosial dan kekerabatan tanpa menyentuh aspek lain,

seperti munculnya penciptaan sistem ekonomi yang mengedepankan prinsip saling

membantu sebagaimana diamanatkan oleh simbol budaya tersebut. Tidak munculnya satu

kerja sama ekonomi dengan memakai substansi budaya sintuwu maroso dan tidak

berkembangnya pemaknaan terhadap sintuwu maroso, berdampak pada tidak kuatnya

simbol budaya tersebut menahan beban cultural sebagai akibat kuatnya gesekan ekonomi

dalam struktur kehidupan masyarakat. Seperti rasa cemburu akibat adanya ketimpangan

penguasaan sumber daya, kecemasan akan kelamnya harapan penduduk asli jika

pendatang yang dominan, dan status sosial sebagai watua bagi sebagian masyarakat lokal.

J. Sintuwu Masih Maroso

Sintuwu (masih) maroso. Penggalan kata masih dalam sintuwu dan maroso

hendak menggambarkan pengalaman bahwa sintuwu maroso masih sangat relevan dalam

kehidupan bermasyarakat dalam masyarakat Poso walaupun pernah sempat terpecah

akibat konflik Poso. Namun, kata masih tersebut dapat juga mengindikasikan adanya

tantangan yang dapat memecah sintuwu maroso. Merujuk makna sintuwu maroso bahwa

Page 38: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

72

bersatu untuk kuat itu diwujudkan melalui sikap saling menghargai, menolong dan

menghidupi, maka indikasi untuk memecah sintuwu maroso adalah sikap masyarakat

yang tidak lagi saling menghargai, tidak saling menolong atau tidak saling menghidupi

disebabkan masih adanya rasa sakit, Kekawatiran, dan sikap kehati-hatian dalam bergaul

dikarenakan konflik Poso yang pernah terjadi. Sehingga tentu perlu keseriusan

pemerintah dalam merencanakan pembangunan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat

adalah pembangunan yang menempatkan makna menghidupi masyarakat berdasarkan

hak-hak masyarakat sehingga harus memastikan hak masyarakat tersebut tidak dipenjara

dan dikorupsi. Pembangunan yang meletakan semangat gotong royong sebagai dasar

tumbuh dan berkembang bersama, bukan mementingkan kemajuan sendiri-sendiri.

Sayang memang pasca konflik Poso justru tidak menunjukan pembangunan Kabupaten

Poso yang memiliki konsep sintuwu maroso.59

Konflik Poso selain berdampak negatif, juga meyertakan peluang positif yang

harus dimaknai oleh masyarakat Poso dengan revitalisasi tradisi yang secara nyata

melembagakan dialog dan kebersamaan antar masyarakat. Hal demikian harus

terepresentasiakan melalui partisipasi aktif semua elemen masyarakat dalam ruang-ruang

publik. Kapasitas tersebut dimungkinkan oleh ketersediaan preseden positif interaksi

lintas komunitas di masa lalu. Bahwa pada kenyataannya preseden itu sempat melemah di

masa dimana sentimen agama menjadi sedemikian sensitif, hal inilah yang harus digali-

bangkitkan oleh komunitas masyarakat Poso menjadi sebuah mekanisme yang kuat dalam

pencapaian perdamaian.

Pada umumnya pasca konflik Poso, sintuwu maroso masih dilaksanakan dalam

berbagai kegiatan sehari, contohnya: Semangat mosintuwu yang masih

diimplementasikan ke dalam agenda sehari-hari masyarakat Poso seperti yang tercermin

59

Wawancara dengan Pdt.Damanik, pada tanggal 27 Januari 2014.

Page 39: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

73

pada acara-acara daur hidup semacam perayaan perkawinan, kematian, kelahiran dan

sebagainya. Demikian pula dalam pemilihan Kepala Daerah di Poso, Pada periode

PILKADA sebelumnya, isu agama menjadi catatan penting bagi masyarakat pemilih. Hal

ini terlihat dari partai pendukung kandidat khususnya yang bersimbolkan agama tertentu

dan dari besarnya suara pemilih diwilayah-wilayah tertentu yang agamanya mayoritas

sesuai dengan kandidat. Pada masa sebelumnya juga, isu agama menjadi salah satu isu

sensitif dalam kampanye. Dalam hal ini lingkaran identitas keagamaan masyarakat

dijaga, dipertahankan, diangkat oleh masing-masing kandidat. Fenomena tersebut tidak

lagi ditemukan dalam PILKADA pasca konflik. Isu agama masing-masing kandidat

bukanlah hanya penting lagi, masyarakat pemilih telah belajar bahwa apun agama para

kandidat tidak menjamin kehidupan menjadi lebih baik (baca:lebih aman). Perhatian

ditujukan pada latarbelakang kehidupan, track record masing-masing kandidat dan visi

misi yang disampaikan untuk membangun Poso lebih baik. Dan juga sudah ada

pemerataan dalam menentukan bakal calon Kepala Daerah yakni jika calon Kepala

Daerah beragama Kristen maka wakilnya haruslah beragama Islam demikian pula

sebaliknya jika calon Kepala Daerah Islam maka wakilnya adalah dari kalangan Kristen.

Contoh lain adalah dalam pengelolahan sawah atau kebun secara bersama yang di

istilahkan dengan mesale dan mapalus. Kegiatan ini terus berlangsung baik sebelum

konflik maupun pasca konflik. Kebersediaan dalam melaksanakan mesale dan mapalus

membantu meringankan pekerjaan karena mesale dan mapalus adalah semangat gotong-

royong dan sikap saling tolong-menolong. Kegiatan ini tidak bersifat memberi imbalan

akan tetapi lebih bersifat membalas jasa. Dalam perayaan keagamaan yang berlangsung

dalam kebupaten Poso tiap masyarakat sudah mulai menikmati dan sudah ikut

merayakan walaupun berbeda agama. Hal ini dapat dilihat dalam pawai Natal atau pun

malam takbiran dimana tiap masyarakat ikut turun kejalan untuk merayakan tanpa

Page 40: BAB III KEADAAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK POSO DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10509/3/T2_752012005_BAB... · Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten yang terletak

74

melihat latar belakang agama lagi. Kedua belah pihak yang bertikai yaitu muslim dan

Kristen sudah mulai saling mengunjungi walaupun dalam perjumpaan tersebut masih

adanya sikap waspada, kekawatiran dan kehati-hatian.