bab iii kajian teoritis a. strategi 1. pengertian strategi
TRANSCRIPT
49
BAB III
KAJIAN TEORITIS
A. Strategi
1. Pengertian Strategi
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani klasik, yaitu
“stratos”yang artinya tentara dan “agein” yang berarti
memimpin. Dengan demikian, strategi dimaksudkan memimpin
tentara. Lalu muncul kata stategos yang artinya pemimpin tentara
tingkat atas. Jadi strategi adalah konsep militer yang bisa
diartikan sebagai seni perang para jenderal (The Art of General),
atau suatu rancangan yang terbaik untuk memenangkan
peperangan. Dalam strategi ada prinsip yang harus dicamkan,
yakni “Tidak ada sesuatu yang berasal dari segalanya kecuali
mengetahui apa yang dikerjakan oleh musuh, sebelum mereka
mengerjakannya”.1
Karl Von Clausewis ( 1780-1831) seorang pensiunan
jenderal prusia dalam bukunya on war merumuskan strategi ialah
1 Hafied Cangara, Perencanaan & Strategi Komunikasi (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2014), h. 64
50
“suatu seni menggunakan sarana pertermpuran untuk mencapai
tujuan perang”, secara garis besar strategi menghasilkan gagasan
dan konsepsi yang dikembangkan oleh para praktisi. Karena itu
para pakar strategi tidak saja lahir dari kalangan berlatar belakang
militer, tetapi juga dari profesi lain.
Strategi juga merupakan sebuah pendekatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan dan eksekusi
dalam suatu aktivitas yang memiliki kurun waktu tertentu.
Strategi dibuat dengan mempertimbangkan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki, karena dalam tindakan mencapai
tujuan, kekuatan dan kelemahan akan menjadi sesuatu yang
sangat penting dan berguna. Karena dengan mengetahui kekuatan
yang dimiliki akan menjadi mudah untuk mengoptimalkannya,
sebaliknya jika kita mengenal kelemahan, kita akan bisa
menghindari atau bahkan berusaha menciptakan kekuatan dari
kelemahan tersebut.2 Strategi pada hakikatnya ialah perencanaan
( planning ) dan manajemen ( management ) untuk mencapai
2 https://id.m.wikipedia.org/wiki/strategi, diakses pada tanggal 16
April 2021, pukul 22.18 WIB
51
tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak
berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja,
melainkan harus mampu menunjukkan arah saja, melainkan harus
mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.3
Dari beberapa penjelasan diatas, tidak dapat ditolak
bahwa strategi merupakan sesuatu yang amat penting dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, untuk itu pengetahuan
tentang pengertian strategi sangatlah penting. Jika pembuat
strategi faham apa itu strategi, besar kemungkinan akan bisa
menciptakan strategi yang lebih baik.
2. Tingkat-tingkat Strategi
Dengan merujuk pada pandangan Schendel dan Charles
Hofer, Higgins (dalam salusu 2006 : 101) menjelaskan adanya
empat tingkatan strategi. Keseluruhannya disebut master strategy,
yaitu enterprise strategy, corforate strategy, business strategy
dan functional strategy.
3 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2019), h. 32
52
a. Enterprise Strategy
Strategi ini berkaitan dengan respons masyarakat. Setiap
organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat. Masyarakat
adalah kelompok yang berada diluar organisasi yang tidak dapat
dikontrol. Didalam masyarakat yang tidak terkendali itu, ada
pemerintah dan berbagai kelompok lain seperti kelompok politik
dan kelompok sosial. Kelompok-kelompok mempunyai interes
dan tuntutan yang sangat bervariasi terhadap organisasi, sesuatu
yang perlu diberi perhatian oleh para penyusun strategi. Jadi,
dalam strategi interprise terlihat relasi antara organisasi dan
masyarakat luar, sejauh interaksi itu dilukakan sehingga dapat
menguntungkan organisasi.
b. Corporate Strategy
Strategi ini berkaitan dengan misi organisasi, sehingga
sering disebut grand strategy yang meliputi bidang yang digelut
oleh suatu organisasi. Ini memerlukan keputusan-keputusan
stratejik dan perencanaan stratejik yang selayaknya juga
disiapkan oleh setiap organisasi.
53
c. Business Strategy
Strategi pada tingkat ini menjabarkan bagaimana merebut
pasaran ditengah masyarakat. Bagaimana menempatkan
organisasi dihati para penguasa, para pengusaha, para anggota
legislatif, para politisi, dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan
untuk mendapat keuntungan-keuntungan stratejik yang sekaligus
mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang
lebih baik.
d. Functional Strategy
Strategi ini merupakan strategi pendukung untuk
menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis strategi
fungsional yaitu :
1. Strategi fungsional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi
yang memungkinkan organisai hidup sebagai satu kesatuan
ekonomi yang sehat.
2. Strategi fungsional manajemen, mencakup fungsi-fungsi
manajemen yaitu planning, organizing, implementing,
54
controlling, staffing, leading, motivating, communicating,
decision making, refresenting dan integrating.
3. Strategi isu stratejik, fungsi utamanya ialah mengontrol
lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui
maupun situasi yang belum diketahui atau selalu berubah.
B. Kajian Tentang Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Kata komunikasi atau communication berasal dari
bahasa latin, communis. Kata ini mengandung arti yang sama
dengan kata communico, communication, atau communicare,
yaitu yang menciptakan makna yang sama. Artinya, komunikasi
menyarankan pikiran, makna, ataupesann dipahami secara sama.
Adanya pemahaman dan makna yang sama menjadi syarat bagi
lahirnya saling memahami atas pesan komunikasi yang
disampaikan. Karena itu, perbedaan harus dimaknai sebagai
tantangan untuk melahirkan aktivitas komunikasi yang baru.
Komunikasi merupakan proses ketika satu orang atau
lebih, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan
55
menggunakan informasi agar terhubung dengan orang lain atau
sering disebut sebagai proses interaksi sosial.
Sejauh ini terdapat ratusan definisi mengenai komunikasi.
Setiap definisi menjelaskan pemahaman mengenai komunikasi
yang mengarah kenapa dinamika di antara elemen-elemen
komunikasi. Beragam definisi tersebut mencerminkan keragaman
pemahaman dan level komunikasi.
Sementara itu, model komunikasi Harold Lasswell
menjelaskan lima unsur komunikasi yang menjadi dasar
pemahaman objek kajian (ontologi) komunikasi. Definisi
Lasswell yang dikenal sebagai Lasswells’s View of
Communication (1960, dalam Ruben,2006) menyatakan Who says
what in which channel to whom and with what effect”. Berdasarkan
definisi Lasswel, proses komunikasi melibatkan lima unsur
komunikasi, yakni komunikator, pesan, media, khalayak, dan
efek. Lasswell berusaha menciptakan sebuah model serta definisi
tentang proses dan aktivitas komunikasi merupakan bagian
integral dari proses interaksi manusia.4
4 Umaimah Wahid, Komunikasi Politik Teori Konsep, Dan Aplikasi
Pada Era Media Baru, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2016) h. 3-4
56
Sedangkan menurut Wursanto (2001:31). Komunikasi
adalah proses kegiatan pengoperan/penyampaian
warta/berita/informasi yang mengandung arti dari satu pihak
(seseorang atau tempat) kepada pihak (seseoarang atau tempat)
lain dalam usaha mendaptakan saling pengertian. Kamus Besar
Bahasi Indonesia menyatakan bahwa komunikasi adalah pengirim
arau penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami; hubungan; kontak. Berlo (dalam Erliana Hasan
(2005:18) mengemukakan komunikasi sebagai suasana yang
penuh keberhasilan jika dan hanya jika penerima pesan memiliki
makna terhadap pesan tersebut dimana makna yang diperolehnya
tersebut sama dengan apa yang dimaksudkan oleh sumber.5.
Komunikasi pada hakikatnya merupakan proses
penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan,
informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya.
Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragau-raguan,
5Fenny Oktavia, Upaya Komunikasi Inerpersonal Kepala Desa Dalam
memediasi Kepentingan PT. Bukit Borneo Sejahtera Dengan Masyarakat Desa
Long Luruk “Ilmu Komunikasi”, Vol. 4 No. 1, 2006, h.241
57
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan
sebagainya yang timbul dari lubuk hati.6
2. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Dalam berkomunikasi seseorang cenderung untuk
menggunakan komunikasi dalam dua bentuk yaitu :
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang
menggunakan simbol verbal. Secara umum komunikasi verbal
adalah komunikasi yang berbentuk lisan, misalnya dengan
menggunakan kata-kata (ucapan) yang biasa diucapkan secara
langsung (face to face) maupun melalui media misalnya sosial
media.
Terdapat empat jenis komunikasi verbal yaitu :
berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan.
Berbicara dan menulis : pada umumnya, untuk
mengirimkan pesan-pesan bisnis, orang lebih senang
berbicara daripada menulis suatu pesan. Alasannya,
6 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2019), h. 10
58
komunikasi lisan relatif lebih mudah, praktis (efisien)
dan cepat dalam menyampaikan pesan-pesan bisnis.
Meski demikian, bukan berarti bahwa komunikasi
secara tertulis tidak penting, mengingat tidak semua hal
bisa disampaikan secara lisan. Dalam menyampaikan
pesan, baik lisan maupun tulisan keduanya sama-sama
diperlukan dalam menjalin komunikasi yang efektif.
Mendengar dan membca
Orang-orang yang terlibat dalam dunia bisnis
cenderung lebih suka memperoleh atau mendapatkan
informasi daripada menyampaikan informasi. Untuk
melakukan hal tersebut, mereka memerlukan
keterampilan mendengarkan dan membaca dengan
baik.
Komunikasi verbal ternyata tidak semudah yang kita
bayangkan. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol
yang menggunakan satu kata atau lebih.7
7 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011) h. 260
59
b. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi Nonverbal merupakan jenis komunikasi
yang disajikan tanpa kata-kata dalam proses penyampaian
informasinya seperti kontak mata, ekspresi wajah, gerakan
tubuh, kedekatan jarak, suara yang bukan kata atau pribahasa,
sentuhan, dan cara berpakaian.
Menurut Mark L. Knapp sebagaimana dalam tulisan
Jalaluddin, komunikasi nonverbal memiliki beberapa fungsi,
diantaranya repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen dan
juga aksentuasi.
Repetisi, Repetisi mempunyai makna pengulangan
kembali gagasan-gagasan yang telah diungkapkan
melalui komunikasi verbal.
Substitusi, Substitusi bermakna penggantian
lambang/ simbol verbal. Dalam hal ini misalnya
penunjukan “persetujuan” dengan cara diam seribu
kata, tanpa sepatah katapun dengan cara kepala
mengangguk-angguk.
60
Kontradiksi, Kontradiksi berarti penolakan atau
pemberian makna berbeda kepada pesan verbal.
Komplemen. Sebagai pelengkap dan memperkaya
makna dari pesan verbal. Hal ini bisa ditunjukkan
dengan air muka yang dapat menggambarkan tingkat
penderitaan yang tidak dapat diungkapkan dengan
kata-kata.
Aksentauasi. Aksentuasi bermakna penegasan atau
penggarisbawahan dari pesan verbal. Atau
pemberian tekanan pada suku kata atau kata.8
Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan
semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis.
3. Strategi Komunikasi
Strategi merupakan proses atau perencanaan dihadapkan
pada sejumlah persoalan, terutama dalam kaitannya dengan
strategi penggunaan sumber daya komunikasi yang tersedia untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai. Rogers (1982) memberi
8 https://www.researchgate.net/publication/337208719 diakses pada
tanggal 30 Mei 2021pukul 17.41 WIB
61
batasan pengertian strategi komunikasi sebagai suatu rancangan
yang dibuat untuk mengubah tingkah laku manusia dalam skala
yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru. Seorang pakar
perencanaan komunikasi Middleton (1980) membuat definisi
dengan menyatakan “strategi komunikasi adalah kombinasi yang
terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator,
pesan saluran (media), penerima sampai pada pengaruh (efek)
yang dirancang untuk mencapai tujuan yang optimal.”
Pemilihan strategi merupakan langkah krusial yang
memerlukan penanganan secara hati-hati dalam perencanaan
komunikasi, sebab jika pemilihan strategi salah atau keliru maka
hasil yang diperoleh bisa fatal, terutama kerugian dari segi waktu,
materi dan tenaga.9
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning)
dan manajemen unuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi komunikasi ini harus mampu
menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis harus
9 Hafied Cangara, Perencanaan & Strategi Komunikasi (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2014), h.64-65
62
dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan bisa berbeda-beda
sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi.10
C. Pengertian Pilkada
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah merupakan instumen yang sangat penting dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan prinsip
demokrasi di daerah, karena disinilah wujud bahwa rakyat
sebagai pemegang kedaulatan menentukan kebijakan kenegaraan.
Mengandung arti bahwa kekuasaan tertinggi untuk mengatur
Pemerintahan Negara ada pada rakyat. Melalui Pilkada, rakyat
dapat memilih siapa yang menjadi pemimpin dan wakilnya dalam
proses penyaluran aspirasi, yang selanjutnya menentukan arah
masa depan sebuah Negara.11
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang “Pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan
pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bahwa
Pilkada adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah
10
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999) h.32 11
Yusdianto, Identifikasi Potensi Pelanggaran Pemilihan Kepala
Daerah (Pemilukada) dan Mekanisme Penyelesiannya. Jurnal Konstitusi Vol
II No. 2, November 2010, h. 44
63
Provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat (1)
tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam suatu pasangan calon
yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pasangan calon Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah selanjutnya disebut pasangan
calon adalah peserta yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan.
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) ialah sebuah
mekanisme politik untuk mengaspirasikan hak politik masyarakat
dalam memilih wakil-wakil rakyat secara demokratis.
D. Partisipasi Politik
1. Pengertian Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahas Inggris yaitu dari kata
“participation” yang dapat diartikan suatu kegiatan untuk
membangkitkan perasaan dan diikutsertakan atau ambil bagian
64
dalam kegiatan suatu organisasi. Sehubungan dengan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, partisipasi merupakan
keterlibatan aktif masyarakat atau partisipasi tersebut dapat
berarti keterlibatan proses penentuan arah dari strategi
kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. 12
Partisipasi juga merupakan bentuk keikutsertaan warga
masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung
maupun melalui lembaga perwakilan yang sah yang mewakili
kepentingan mereka. Bentuk partisipasi dibangun berdasarkan
prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat secara konstruktif untuk mendorong
aspek pembangunan, termasuk dalam kegiatan sosial dan
politik.13
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
partisipasi adalah suatu proses pengambil bagian dalam suatu
tahapan atau kegiatan tertentu.
12
“Teori Partisipasi” https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/teori-
partisipasi-konsep-partisipasi-masyarakat-dalam-pembangunan-menurut-para-
ahli-10, diakses tanggal 26 Feb. 2021, pukul 21.17 WIB 13
A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan
Masyarakat (Jakarta : Madani Prenada Medio Group 2016), h. 199
65
2. Partisipasi Politik
Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa
partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang
ikut aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan
memilih pemimpin Negara dan, secara langsung atau tidak
langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).
Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam
pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan
hubungan (contacting) atau lobbyng dengan pejabat pemerintah
atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu
gerakan social dnegan direct actionnya, dan sebagainya. Menurut
Herbert McClosky seorang tokoh masalah partisipasi bependapat
bahwa partisipasi poitik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari
warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian
dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak
langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum (The term
political participation will refer to those voluntary activities by
which, members of a society share in the selection of rules and,
directly or indirectly, in the formation of public policy).14
14
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2018) h. 367
66
Menurut Soemarsono yang dikutip dalam bukunya M.
Zainor Ridho yang berjudul Pengantar Ilmu Politik :
“Partisipasi politik pada hakekatnya sebagai ukuran untuk
mengetahui kualitas kemampuan warga Negara dalam
menginterpretasikan sejumlah symbol kekuasaan (kebijaksanaan
dalam mensejahterakan masyarakat sekaligus langkah-
langkahnya) ke dalam simbol-simbol pribadi. Atau dengan
perkataan lain, partisipasi politik adalah proses memformulasikan
ulang simbol-simbol komunikasi berdasarkan tingkat rujukan
yang dimiliki baik secara pribadi maupun secara kelompok
(individual reference, social reference) yang berwujud dalam
aktivitas sikap dan perilaku”.15
Partisipasi politik merupakan penentuan sikap dan
penggunaan hak setiap individu dalam situasi dan kondisi dalam
rangka mewujudkan kepentingan dan kebutuhan, sehingga pada
akhirnya dapat mendorong setiap perjalanan dan
pertanggungjawaban Negara. Menurut Hunington, partisipasi
politik hanya sebagai kegiatan warga Negara yang memiliki
15
M. Zainor Ridho, Pengantar Ilmu Politik, (Serang : Lembaga
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten, 2017) h. 136-137
67
tujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh
pemerintah. Serta didalamnya terdapat pula proses pemilihan
yang akan menentukan pemimpin dalam sebuah pemerintahan.16
Tingkat partisipasi politik masyarakat merupakan suatu
hal yang penting sebagai tolak ukur tinggi dan rendahnya
legitimasi pemerintahan yang terpilih. Apabila tingkat partisipasi
politik masyarakatnya tinggi, dapat dikatakan bahwa keterlibatan
masyarakat tersebut terdorong atas dasar kepercayaan terhadap
pemerintah. Begitupun sebaliknya, apabila tingkat partisipasi
masyarakatnya rendah, maka masyarakat tersebut dapat dikatakan
tidak percaya dan peduli terhadap kegiatan kenegaraan karena
ketidak percayaannya terhadap pemerintah yang berkuasa.17
3. Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Ketentuan UUD
Tahun 1945
Berdasarkan ketentuan UUD Tahun 1945 yang tercantum
dalam BAB I tentang Bentuk dan Kedaulatan, dijelaskan
16
Samuel P. Huntington dan M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara
Berkembang, ( Jakarta : Rineka Cipta 1990,) h.6 17
Sumarsono Soemardjo, Peran Televisi dalam Meningkatkan
Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilu Presiden Tahun 2014, (Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Vol.5) Maret
2015
68
bahwasanya rakyat memiliki sebuah kekuasaan yang diserahka
kepada Negara untuk menjalankan fungsinya. Jadi pemerintahan
didalam Negara Indonesia berasal dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Maka dalam hal ini partsipasi masyarakat sangatlah
penting,
Hal tersebut sebagaimana termakhtub dalam ketentuan
UUD Tahun 1945 pasal 1 ayat (1) dan (2) yang berbunyi :
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan isi hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Maka dalam hal ini rakyat memiliki kebebasan dalam
mengeluarkan aspirasinya maupun pendapatnya, tanggung jawab,
hak dan kewajiban untuk secara demokratis memillih pemimpin
69
yang akan memimpin di daerahnya, serta memilih wakil-wakil
rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Perwujudan
kedaulatan rakyat Indonesia dilaksanakan melalui Pemilihan
Kepala Daerah maupun pemilihan Umum secara langsung
sebagai sarana untuk masyarakat memilih dan menyalurkan
aspirasi masayarkat.
4. Jenis – Jenis Partisipasi Politik
Partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai
bentuk. Studi – studi tentang partisipasi dapat menggunakan
skema – skema klasifikasi yang agak berbeda-beda, namun
kebanyakan riset belakangan ini membedakan jenis – jenis
perilaku sebagai berikut :
a. Kegiatan pemilihan mencakup suara, akan tetapi
juga sumbangan – sumbangan untuk kampanye,
bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan
bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang
bertujuan mempengaruhi proses pemilihan. Ikut
dalam proses pemungutan suara adalah jauh lebih
70
meluas dibandingkan bentuk – bentuk partisipasi
politik lain, termasuk kegiatan kampanye lainnya.
Namun demikian, ada suatu kumpulan kegiatan –
kegiatan yang berkaitan satu sama lain yang
difokuskan sekitar siklus pemilihan dan pemungutan
suara dan dengan jelas dapat dibedakan dadri bentuk
– bentuk utama lainnya dari tindakan politik.
b. Lobbying mencakup upaya – upaya perorangan atau
kelompok untuk menghubungi pejabat – pejabat
pemerintah dan pemimpin – pemimpin politik
dengan maksud mempengaruhi keputusan –
keputusan mereka mengenai persoalan – persoalan
yang menyangkut sejumlah besar orang.
c. Kegiatan Organisasi menyangkut partisipasi sebagai
anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang
tujuan utamanya adalah mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah.
d. Mencari Koneksi (contacting) merupakan tindakan
perorangan yang ditujukan terhadap pejabat –
71
pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud
memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau
segelintir orang.
5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Menurut Myron Weiner mengemukakan ada 5 faktor
yang menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih
luas dalam proes politik, yaitu :
a. Modernisasi. Modernisasi di segala bidang
berimplikasi pada komersialisasi pertanian,
industrialisasi, meningkatnya arus urbaniasi,
peningkatan tingkat pendidikan, meluasnya peran
media massa dan media komunikasi. Kemajuan itu
berakibat pada meningkatnya partisipasi warga
Negara, terutama di perkotaan, untuk turut serta
dalam kekuasaan politik. Mereka ini misalnya kaum
buruh, para pedagang dan para professional.
b. Terjadinya perubahan – perubahan struktur kelas
esensial. Dalam hal ini adalah munculnya kelas
menengah dan pekerja baru yang semakin meluas
72
dalam era industrialisasi. Kemunculan mereka tentu
saja dibarengi tuntutan – tuntutan baru pada
gilirannya akan mempengaruhi kebijakan –kebijakan
pemerintah.
c. Pengaruh kaum intelektual dan menigkatnya
komunikasi massa. Ide – ide nasionalisme,
liberalisme, dan egaliterisme membangkitkan
tuntutan –tuntutan untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan.
d. Adanya konflik di antara pemimpin – pemimpin
politik. Pemimpin politik yang saling
memperebutkan kekuasaan, seringkali untuk
mencapai kemenangan dilakukan dengan cara
mencari dukungan massa. Dalam konteks ini
seringkali terjadi partisipasi yang dimobilisasikan.
e. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin
meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan
kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas
pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya
73
tuntutan yang terorganisasi untuk ikut serta dalam
mempengaruhi perbuatan keputusan politik. Hal
tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan
pemerintah dalam segala bidang kehidupan.18
E. Sosialisasi
1. Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi secara harfiah dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) berarti proses belajar seorang
anggota masyarakat untuk menghayati kebudayaan
masyarakat dalam lingkungannya.19
Dalam pengertian
tersebut terlihat bahwasanya sosialisasi merupakan
kegiatan yang melibatkan proses penyampaian suatu
nilai-nilai ataupun kultur kepada masyarakat.
Menurut Charles R Wright yang dikutip oleh
Sutaryo sosialisasi adalah “Proses ketika individu
mendapatka kebudayaan kelompoknya dan
meginternalisasikan sampai tingkat tertentu norma-norma
18
Mochtar Masoed dan Collin MacAndrews, Perbandingan Sistem
Politik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), h. 57-59 19
https://kbbi.web.id/, diakses tanggal 01 Juni 2021, pukul 17.23
WIB.
74
sosialnya, sehingga membimbing orang tersebut untuk
memperhitungkan harapan-harapan orang lain.20
Sosialisasi merupakan proses belajar, pada
dasarnya sifat manusia adalah tidak akan pernah puas
untuk belajar sesuatu hal yang belum diketahuinya,
seperti belajar norma-norma untuk dapat beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya, hal tersebut sejalan dengan
lingkungan sosialnya.
Berdasarkan pengertian diatas terdapat persamaan
mengenai sosialisasi, terletak pada objek dari sosialisasi
yaitu masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar
manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia
didalam masyarakat. Jadi, dalam sosialisasi terdapat
interaksi antara manusia sebagai anggota kelompok.
Timbulnya kelompok-kelompok dalam masyarakat ialah
karena kedua sifat manusia yang bertentangan satu sama
lain, disatu pihak ingin bekerjasama, di pihak lain
cenderung untuk bersaing dengan sesama manusia untuk
20
Sutaryo, Dasar-Dasar Sosialisasi, (Jakarta: Rajawali Press, 2004),
h. 156
75
dapat berkuasa. Kekuasaan merupakan kajian dan konsep
dari politik mengenai hubungan sosialisasi.
Sosialisasi merupakan suatu proses bagaimana
memperkenalkan sebuah sistem pada seseorang dan
bagaimana orang tersebut menemukan tanggapan dan
reaksinya, sosialisasi ditentukan oleh lingkungan sosial,
ekonomi, dan kebudayaan dimana individu berada, selain
itu juga ditentukan oleh interaksi pengalaman-
pengalaman serta kepribadiannya.21
2. Jenis Sosialisasi
Menurut Peter L berger dan Luckman terdapat 2
jenis sosialisasi yaitu :
Sosialisasi primer, sosialisasi pertama yang
dijalani individu semasa kecil dengan belajar
menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi ini berlangsung pada saat kanak-
kanak.
21
Sutaryo, Dasar-Dasar Sosialisasi, (Jakarta: Rajawali Press), h. 230
76
Sosialisasi Sekunder, adalah suatu proses
sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer
yang memperkenalkan individu kedalam
kelompok tertentu dalam masyarakat.
3. Syarat Terjadinya Sosialisasi
Melalui sosialisasi masyarakat mampu
berpartisipasi dalam kepentingan kehidupan dan
menciptakan generasi selanjutnya. Terdapat
beberapa faktor terrjadinya sosialisasi,
diantaranya :
Apa yang disosialisasikan merupakan
informasi yang akan diberikan kepada
masyarakat berupa nilai, norma, dan peran.
Bagaimana cara mensosialisasikan,
melibatkan proses pembelajaran.
Siapa yang mensosialisasikan, institusi,
media massam individu, dan kelompok.22
22
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/01/140000269/sosialis
asi-pengertian-proses-fungsi-dan-tujuannya?page=all, diakses tanggal 01 juni,
pukul 20.06 WIB
77
4. Sosialisasi Politik
Sosialisasi Politik diartikan sebagai suatu proses
yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan
orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya
berlaku dalam masyarkat dimana ia berada. Ia adalah
bagian dari proses yang menentukan sikap politik
seseorang. Misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial,
suku bangsa, ideology, hak dan kewajiban.
Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai
proses yang melaluinya masyarakat menyampaikan
“budaya politik”yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian
sosialisasi politik merupakan faktor penting dalam
terbentuknya budaya politik (political culture) suatu
bangsa.
Suatu definisi yang dirumuskan seorang ahli
sosiologi politik M. Rush (1992):
Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya
orang dalam masyarkat tertentu belajar mengenali
sistem politiknya. Proses ini sedikit banyak
78
menentukan persepsi dan reaksi mereka terhadap
fenomena politik (political socialization may be
defined is the process by which individuals in a
given society become acquainted with the political
system and which to a certain degree determines
their perceptions and their reactions to political
phenomena).
Proses sosialisasi berjalan seumur hidup, terutama
dalam masa kanak-kanak. Ia berkembang melalui
keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja, pengalaman
sebagai orang dewasa, organisasi keagamaan, dan partai
politik. Ia juga menjadi penghubung yang
mensosialisasikan nilai-nilai politik generasi yang satu ke
generasi yang lain. 23
23
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2008) h. 407